Allah SWT
selaku yang memperkenankan doa kepadaNya, telah memberikan contoh nyata jika
kita hendak berdoa kepadaNya. Untuk itu mari
kita perhatikan dengan seksama sesuatu yang luar biasa yang terdapat di dalam
surat Al Fatehah. Surat Al Fatehah telah mengajarkan kepada kita bagaimana kita
berdoa secara baik dan benar sebagaimana adab berdoa.
Setiap shalat, kita membaca dan
mengucapkan: “dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang[1].
segala puji[2] bagi Allah, Tuhan semesta alam[3]. Maha Pemurah lagi Maha
Penyayang. yang menguasai[4] di hari Pembalasan[5]. (surat Al Fatehah (1) ayat
1 sampai 4).’
[1] Maksudnya: saya memulai
membaca al-Fatihah ini dengan menyebut nama Allah. Setiap pekerjaan yang baik,
hendaknya dimulai dengan menyebut asma Allah, seperti makan, minum, menyembelih
hewan dan sebagainya. Allah ialah nama zat yang Maha Suci, yang berhak disembah
dengan sebenar-benarnya, yang tidak membutuhkan makhluk-Nya, tapi makhluk yang
membutuhkan-Nya. Ar Rahmaan (Maha Pemurah): salah satu nama Allah yang memberi
pengertian bahwa Allah melimpahkan karunia-Nya kepada makhluk-Nya, sedang Ar
Rahiim (Maha Penyayang) memberi pengertian bahwa Allah Senantiasa bersifat
rahmah yang menyebabkan Dia selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada makhluk-Nya.
[2] Alhamdu (segala puji).
memuji orang adalah karena perbuatannya yang baik yang dikerjakannya dengan
kemauan sendiri. Maka memuji Allah berrati: menyanjung-Nya karena perbuatannya
yang baik. lain halnya dengan syukur yang berarti: mengakui keutamaan seseorang
terhadap nikmat yang diberikannya. kita menghadapkan segala puji bagi Allah
ialah karena Allah sumber dari segala kebaikan yang patut dipuji.
[3] Rabb (tuhan) berarti:
Tuhan yang ditaati yang Memiliki, mendidik dan Memelihara. Lafal Rabb tidak
dapat dipakai selain untuk Tuhan, kecuali kalau ada sambungannya, seperti
rabbul bait (tuan rumah). 'Alamiin (semesta alam): semua yang diciptakan Tuhan
yang terdiri dari berbagai jenis dan macam, seperti: alam manusia, alam hewan,
alam tumbuh-tumbuhan, benda-benda mati dan sebagainya. Allah Pencipta semua
alam-alam itu.
[4] Maalik (yang menguasai)
dengan memanjangkan mim,ia berarti: pemilik. dapat pula dibaca dengan Malik
(dengan memendekkan mim), artinya: Raja.
[5] Yaumiddin (hari
Pembalasan): hari yang diwaktu itu masing-masing manusia menerima pembalasan
amalannya yang baik maupun yang buruk. Yaumiddin disebut juga yaumulqiyaamah,
yaumulhisaab, yaumuljazaa' dan sebagainya.
Empat ayat yang kami kemukakan di atas
terdiri dari : 3 (tiga) bentuk pujian
kepada Allah SWT dan 1 (satu) pengagungan nama nama Allah SWT. Dan setelah diri
kita mampu melakukan 3 (tiga) kali pujian kepada Allah SWT dan juga melakukan
pengagungan nama-nama Allah SWT.jangan berhenti sampai disitu tetapi lanjutkan
dengan memberikan pernyataan sikap kita kepada Allah SWT berikut ini: “Hanya
Engkaulah yang Kami sembah[6], dan hanya kepada Engkaulah Kami meminta
pertolongan[7]. (surat Al Fatehah (1) ayat 5).”
[6] Na'budu diambil dari
kata 'ibaadat: kepatuhan dan ketundukkan yang ditimbulkan oleh perasaan
terhadap kebesaran Allah, sebagai Tuhan yang disembah, karena berkeyakinan
bahwa Allah mempunyai kekuasaan yang mutlak terhadapnya.
[7] Nasta'iin (minta
pertolongan), terambil dari kata isti'aanah: mengharapkan bantuan untuk dapat
menyelesaikan suatu pekerjaan yang tidak sanggup dikerjakan dengan tenaga
sendiri.
Saat diri kita mengemukakan surat Al
Fatehah (1) ayat 5 diatas, maka pada saat itu kita telah melakukan suatu bentuk
penyandaran diri kita kepada Allah SWT karena kita ini makhluk yang lemah yang
membutuhkan bantuan dan pertolongan Allah SWT. Baru kemudian kita mengajukan
doa (berdoa), meminta serta memohon kepada Allah SWT melalui: “Tunjukilah[8]
Kami jalan yang lurus, (surat Al Fatehah (1) ayat 6).”
[8] Ihdina (tunjukilah
kami), dari kata hidayaat: memberi petunjuk ke suatu jalan yang benar. yang
dimaksud dengan ayat ini bukan sekedar memberi hidayah saja, tetapi juga
memberi taufik.
Sekarang
renungkanlah surat Al Fatehah yang selalu kita baca minimal 17 (tujuh belas)
kali sehari, lalu jadikanlah surat Al Fatehah itu sebagai contoh nyata adab
berdoa kepada Allah SWT yang sudah ada dihadapan diri kita. Untuk itu mari
mulai sekarang juga, kita belajar kembali cara yang terbaik di dalam membaca
surat Al Fatehah yang sesuai dengan kehendak Allah SWT. Ingat, diperkenankannya setiap manusia untuk berdoa
kepada Allah SWT dalam rangka membantu, menolong, memberikan jalan keluar,
memberikan semangat agar manusia, atau diri kita sukses melaksanakan tugas
sebagai abd’ (hamba)Nya yang juga khalifahNya di muka bumi yang berpredikat
sebagai makhluk yang terhormat.
Untuk itu ketahuilah bahwa dibalik adanya doa yang
kita mohonkan kepada Allah SWT terdapat 5 (lima) buah keadaan yang harus kita
jadikan pedoman, yaitu:
1.
Adanya doa yang kita mohonkan dan panjatkan kepada
Allah SWT berarti kita telah meletakkan diri kita lebih rendah atau diri kita
tidak mampu dibandingkan dengan Allah SWT sehingga kita sangat membutuhkan
Allah SWT. Jika ini adalah kondisi dasar kita memohonkan dan memanjatkan doa
kepada Allah SWT, patut dan pantaskah kita menyombongkan diri kepada Allah SWT
saat hidup di muka bumi, sebagaimana dikemukakan dalam surat Ghafir (40) ayat
60 berikut ini: “dan Tuhanmu
berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu.
Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku[1326] akan
masuk neraka Jahannam dalam Keadaan hina dina".
[1326] Yang dimaksud dengan menyembah-Ku di sini
ialah berdoa kepada-Ku.
2.
Adanya doa yang kita mohonkan dan panjatkan kepada
Allah SWT, menunjukkan bahwa diri kita lemah, menunjukkan bahwa diri kita tidak
memiliki kemampuan, menunjukkan diri kita mempunyai masalah, menunjukkan diri
kita sedang dalam ancaman, sehingga kita sangat membutuhkan bantuan dan
pertolongan Allah SWT.
3.
Adanya doa yang kita mohonkan dan panjatkan kepada
Allah SWT berarti kita telah menfokuskan
kemahaan dan kebesaran yang dimiliki oleh Allah SWT yang bersifat umum menjadi bersifat
khusus tertuju kepada diri kita atau melalui doa yang kita mohonkan berarti
kita telah mengaktifkan kemahaan dan kebesaran Allah SWT yang sudah ada bersama
diri kita menjadi fokus untuk kita sendiri.
4.
Adanya doa yang kita mohonkan dan panjatkan kepada
Allah SWT merupakan kesempatan bagi diri kita untuk berkomunikasi dengan Allah
SWT dan juga meminta Allah SWT turut terlibat bertanggung jawab atas apa yang
kita alami, atas apa yang kita rasakan.
5.
Adanya doa yang dipanjatkan dan yang dimohonkan oleh
setiap manusia di setiap waktu yang berlalu, merupakan saat yang dikehendaki
oleh Allah SWT selaku Tuhan bagi semesta alam sehingga aktiflah apa apa yang
dimiliki oleh Allah SWT.
Jika apa yang kami kemukakan di atas ini, merupakan
kondisi dasar dari doa yang kita mohonkan kepada Allah SWT, lalu wajarkah jika
kita tidak terburu buru dan bersuara keras saat berdoa, atau memang seharusnya
kita merendahkan diri saat berdoa kepada Allah SWT yang diikuti dengan memenuhi
segala apa-apa yang telah ditentukan oleh Allah SWT selaku yang memperkenankan
kita berdoa dan kita sendiri berharap agar doa kita diperkenankan oleh Allah
SWT.
Sekarang
pernahkah kita membayangkan dalam hidup ini, saat diri kita mengalami
persoalan, gangguan, bencana, ujian dan cobaan, namun Allah SWT tidak
memperkenankan diri kita untuk berdoa kepada-Nya. Lalu apa yang bisa kita
perbuat? Bersyukurlah kepada Allah SWT karena berdoa kepada-Nya merupakan
fasilitas resmi dan menjadi hak bagi diri kita yang telah dinyatakan oleh Allah
SWT untuk kebaikan hamba-Nya yang juga khalifah-Nya sepanjang kita mampu
memenuhi syarat dan ketentuan yang diberlakukan oleh Allah SWT.
Dan sebagai abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya
di muka bumi yang membutuhkan doa kepada Allah SWT ketahuilah bahwa doa sebagai
hak bagi diri kita yang memang diperkenankan oleh Allah SWT. Akan tetapi hak
ini tidak serta merta dapat dipenuhi oleh Allah SWT jika kita sendiri belum
memenuhi hak-hak Allah SWT yang ada pada diri kita kita penuhi terlebih dahulu,
sebagaimana dikemukakan dalam surat Al Fatehah (1) ayat 5 berikut ini: “Hanya Engkaulah yang Kami sembah dan
hanya kepada Engkaulah Kami meminta pertolongan (surat Al Fatehah (1) ayat 5).” Dan juga sebagaimana dikemukakan dalam
hadits berikut ini: “Ibnu Abbas ra, berkata: Nabi SAW bersabda:
Allah ta’ala berfirman: Aku tidak akan memperhatikan hak hak hambaKu sebelum ia
memperhatikan hak hakKu atasnya. (Hadits Qudsi Riwayat Ath Thabrani; 272:125).”
Jadi jangan pernah berharap doa dikabulkan jika
syarat dan ketentuan belum kita penuhi dengan baik dan benar.
Sekarang bagaimana jika kita tidak mau berdoa kepada
Allah SWT? Jawabannya ada pada hadits berikut ini: “Barangsiapa tidak pernah berdoa kepada Allah maka
Allah murka kepadanya. (Hadits Riwayat Ahmad).” Dan jika kita ingin merasakan murka Allah SWT seperti apa, lakukanlah sekarang
juga berdoa kepada selain Allah SWT. Selain daripada itu, jika kita tidak mau
berdoa kepada Allah SWT itulah sesombong-sombongnya makhluk di muka bumi ini.
Apa dasarnya? Orang yang tidak mau berdoa kepada Allah SWT berarti merasa
dirinya jagoan, merasa dirinya hebat, merasa dirinya kuat, sehingga Allah SWT
telah dianggap tidak mampu untuk menolongnya dan bahkan Allah SWT sudah
dianggap tidak ada lagi.
Timbul pertanyaan yang paling mendasar, sampai
kapankah kita harus berdoa kepada Allah SWT? Sepanjang diri kita masih terdiri dari jasmani dan ruhani, sepanjang
ruhani belum berpisah dengan jasmani, sepanjang diri kita tidak mampu
menciptakan langit dan bumi, sepanjang diri kita menjadi tamu yang menumpang di
langit dan di bumi Allah SWT, sepanjang diri kita tidak mampu mengalahkan ahwa
(hawa nafsu) dan setan seorang diri, sepanjang diri kita membutuhkan Allah SWT maka sepanjang itu pula masa
berlakunya kita berdoa kepada Allah SWT, terkecuali jika kita sendiri yang
memutuskan hubungan dengan Allah SWT dengan tidak mau mengakui lagi bahwa Allah
SWT adalah satu-satu Tuhan yang ada alam semesta ini, dengan tidak mau berdoa
lagi kepada Allah SWT. Sekarang
pilihan masa berlaku berdoa kepada Allah SWT ada pada diri kita sendiri, lalu
berbuatlah sesuai dengan apa yang telah kita pilih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar