Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Minggu, 13 Desember 2015

Route to 1.6.7.99 : MENGENAL DAN BERKENALAN DENGAN ALLAH SWT LEBIH DEKAT




Hamba ALLAH SWT yang selalu dirahmati-Nya
Sebelum kami membahas tentang Route to 1.6.7.99 is Route to ALLAH yang memiliki makna Jalan menuju ALLAH SWT dan juga yang memiliki makna Syahadat yaitu Tiada Tuhan selain  ALLAH SWT yang memiliki 6 (enam) sifat Salbiyah, yang terdiri dari Wujud, Qidam, Baqa, Mukhalafah Lil Hawadish, Qiyamuhu Binafsih, Wahdaniah;  yang memiliki  7 (tujuh) sifat Ma’ani yang terdiri dari Qudrat, Iradat, Ilmu, Sami’, Bashir, Kalam, Hayat dan yang memiliki 99 (Sembilan puluh Sembilan) Nama-Nama Yang Indah (Asmaul Husna) lebih lanjut, perkenankan kami untuk membahas terlebih dahulu tentang apa itu ALLAH SWT secara lebih spesifik. Hal ini penting kami kemukakan karena tidak akan mungkin kita bisa menuju kepada ALLAH SWT, atau menyatakan Syahadat dengan baik dan benar jika kita sendiri tidak memiliki Ilmu tentang ALLAH SWT terlebih dahulu. 

Untuk maksud tersebut, kami akan mempergunakan 3(tiga) buah Pendekatan, yaitu Pendekatan melalui Dzat untuk menerangkan angka 1(satu) yang terdapat di dalam  istilah Route to 1.6.7,99.  Pendekatan Sifat Salbiyah kami gunakan untuk menerangkan angka 6 (enam) yang terdapat di dalam istilah Route to 1.6.7.99 serta melalui Pendekatan Sifat Ma’ani kami gunakan untuk menerangkan angka 7 (tujuh) yang terdapat di dalam istilah Route 1.6.7.99. Berikutnya melalui Pendekatan  Asmaul Husna atau Pendekatan Perbuatan ALLAH SWT yang tercermin dalam Nama-Nama ALLAH SWT Yang Indah, kami gunakan untuk menerangkan angka 99(sembilan puluh Sembilan) yang terdapat di dalam istilah Route 1.6.7.99. Dengan catatan kita tidak boleh memilah-milah ke-tiga Pendekatan itu secara sendiri-sendiri atau kita tidak diperkenankan untuk mengkotak-kotakkan ke-tiga Pendekatan itu secara terpisah-pisah.Akan tetapi keseluruhan Pendekatan yang kita lakukan harus dalam satu kesatuan Pemahaman dan satu kesatuan Pengertian. Adapun masing-masing pendekatan itu dapat kami uraikan sebagai berikut: 


1PENDEKATAN melalui DZAT


Pendekatan melalui Dzat merupakan kunci jawaban dari angka 1 (satu) yang terdapat di dalam istilah Route to 1.6.7.99. Apa maksudnya? Angka 1 dalam istilah Route to 1.6.7.99  adalah perlambang dari ALLAH SWT. Selanjutnya jika angka 1 (satu) dalam Route to 1.6.7.99 kami artikan sebagai ALLAH SWT, sekarang apa itu ALLAH SWT, kenapa bernama ALLAH dan siapa yang memberi nama ALLAH SWT?


Sesungguhnya aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, Maka sembahlah aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat aku.
(surat Thahaa (20) ayat 14)


Untuk menjawab pertanyaan ini mari kita perhatikan surat Thaahaa (20) ayat 14 yang kami kemukakan di atas. Berdasarkan surat  Thaaha (20) ayat 14 didapat keterangan bahwa ALLAH adalah Dzat yang menamakan diri-Nya sendiri ALLAH melalui pernyataan-Nya yang berbunyi “sesungguhnya aku ini adalah ALLAH, tidak ada Tuhan selain Aku”. Jika sekarang ALLAH SWT sendiri yang menyatakan dirinya sendiri adalah ALLAH SWT, sekarang timbul pertanyaan kapan keberadaan ALLAH SWT itu ada? Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari di bawah ini, didapat keterangan bahwa tidak ada apapun sebelum ALLAH SWT ada, sehingga yang ada hanya ALLAH SWT, atau ALLAH SWT adalah yang pertama kali ada sebelum yang lain ada sehingga ALLAH SWT adalah Yang Maha Awal. Lalu sampai kapan adanya ALLAH SWT? ALLAH SWT akan tetap ada sampai kapanpun juga, atau ALLAH SWT akan tetap kekal selamanya setelah semuanya punah dan binasa sehingga ALLAH SWT adalah Yang Maha Kekal sehingga Mustahil  ALLAH SWT tidak ada.



Dari Imran  bin Hushain ra, katanya: Saya masuk ke tempat Nabi SAW dan saya tambatkan unta saya di pintu. Kemudian datang rombongan dari Bani Tamim menghadap beliau. Beliau lalu bersabda: “Terimalah kabar gembira, hai Bani Tamim!” Mereka berkata: “Tuan telah memberi kabar gembira pada kami, maka berilah kami harta dua kali lipat!” Sesudah itu masuk masuk ke tempat beliau rombongan dari Yaman. Beliau lalu bersabda: “Terimalah kabar gembira, yang tidak diterima oleh Bani Tamim, hai penduduk Yaman!”  Mereka itu berkata: “Kami terima, hai Rasulullah!” Mereka berkata lagi: “Kami datang kepada tuan hendak menanyakan hal ini (alam)”. Beliau bersabda: “Tuhan telah ada, dan belum ada sesuatu selain-Nya dan Arsy-Nya di atas air. Tuhan menuliskan segala sesuatu selain-Nya di dalam peringatan dan diciptakan-Nya langit dan bumi”. Ada seseorang yang berteriak: “Unta engkau telah  pergi, hai Ibnu Hushain!” Lalu saya berjalan, kebetulah unta itu telah melampaui fatamorgana (telah jauh). Demi Allah! Saya ingin kalau unta itu saya biarkan saja pergi! 
 (HR Bukhari No.1419)



Seperti apakah Dzat ALLAH SWT itu? Bagaimanakah struktur Dzat ALLAH SWT itu? Seperti apakah ALLAH SWT itu? Terbuat dari apakah Dzat ALLAH SWT? Dzat ALLAH SWT adalah Dzat yang tidak dapat ditelusuri, Dzat yang tidak dapat dianalisa, Dzat yang tidak dapat diukur, Dzat yang tidak dapat dianalogikan dengan apapun juga serta dengan mempergunakan cara apapun juga. Sehingga Dzat yang menamakan dirinya sendiri  ALLAH adalah Dzat yang Maha, Dzat yang tidak mungkin dapat diukur, Dzat yang tidak mungkin dapat dianalisa, Dzat yang tidak mungkin dapat dianalogikan dengan sesuatu.

Hal ini dikarenakan jika sampai Dzat ALLAH SWT dapat dianalisa, jika sampai Dzat ALLAH SWT dapat diukur, jika sampai Dzat ALLAH SWT dapat dianalogikan dengan sesuatu, jika sampai Dzat  ALLAH SWT dapat ditelusuri, maka Kebesaran dan Kemahaan yang dimiliki oleh Dzat ALLAH SWT telah tercoreng dikarenakan lebih rendah kedudukannya dibandingkan dengan orang yang dapat menganalisa, lebih rendah kedudukannya dibandingkan  dengan orang yang dapat mengukur dan menganalogikan Dzat ALLAH SWT dan kondisi ini tidak akan mungkin pernah terjadi sampai kapanpun juga. Sekarang seperti apakah kondisi dasar dari Dzat ALLAH SWT itu? Berikut ini akan kami kemukakan beberapa kondisi dasar dari Dzat ALLAH SWT yang terdapat dalam Al-Qur'an dan Hadits, yang harus kita jadikan pedoman saat melaksanakan Diinul Islam secara Kaffah, yaitu:


a.      Dzat ALLAH SWT tidak bisa dilihat Mata


Berdasarkan surat Al An’am (6) ayat 103 yang kami kemukakan di bawah ini, Dzat ALLAH SWT Tidak Bisa Dilihat dengan mata dikarenakan kemahaan dari Cahaya yang dimiliki oleh ALLAH SWT sangat luar biasa. Apa maksudnya? Untuk memudahkan pengertian coba kita lihat salah satu ciptaan  ALLAH SWT yaitu Matahari. Sekarang dapatkah kita melihat matahari secara langsung?


Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan; dan Dialah yang Maha Halus lagi Maha mengetahui.
(surat Al An'am (6) ayat 103)


Kita tidak bisa melihat matahari secara langsung karena kuatnya cahaya matahari yang memancarkan sinarnya. Akan tetapi yang bisa kita lihat adalah cahaya matahari. Sekarang bagaimana dengan ALLAH SWT yang sangat-sangat bercahaya? Hal yang samapun terjadi pada ALLAH SWT, yaitu kita tidak akan bisa melihat langsung Dzat ALLAH SWT secara langsung karena sangat bercahaya, namun jika kita memiliki Hati Ruhani yang bersih (memiliki hati mukmin) maka kita hanya bisa merasakan adanya Cahaya ALLAH SWT.


b.      Gunung hancur karena kekuatan dan kehebatan ALLAH SWT

Berdasarkan surat Al Hasyr (59) ayat 21 yang kami kemukakan di bawah ini, gunung akan hancur terpecah belah karena tidak mampu menghadapi, tidak mampu menahan Kekuatan, Kehebatan dan Kemahaan dari Dzat ALLAH SWT yang Maha lagi Hebat.


kalau Sekiranya Kami turunkan Al-Quran ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan ketakutannya kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir.
(surat Al Hasyr (59) ayat 21)


Sekarang jika gunung saja bisa hancur terpecah belah, lalu bagaimana dengan diri kita yang tidak ada apa-apanya di bandingkan gunung?


c.   Manusia tidak akan mungkin dapat berbicara langsung dengan ALLAH SWT


Berdasarkan surat Asy Syuura (42) ayat 51 yang kami kemukakan di bawah ini, manusia termasuk diri kita, tidak akan mungkin dapat berbicara langsung dengan ALLAH SWT, terkecuali Nabi Musa as, saat di bukit Tursina yang ingin melihat langsung ALLAH SWT serta Nabi Muhammad SAW saat menerima perintah mendirikan SHALAT dari ALLAH SWT di Arsy saat melakukan perjalanan Mi’raj. 


dan tidak mungkin bagi seorang manusiapun bahwa Allah berkata-kata dengan Dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau dibelakang tabir[1347] atau dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana.
(surat Asy Syuura (42) ayat 51)

[1347] Di belakang tabir artinya ialah seorang dapat mendengar kalam Ilahi akan tetapi Dia tidak dapat melihat-Nya seperti yang terjadi kepada Nabi Musa a.s.


Jika ini kondisinya, mustahil diakal jika ada orang yang mengaku-ngaku bisa berbicara langsung dengan ALLAH SWT saat hidup di muka bumi.


d.   Binasa, hancur, mati, alam dengan segala isinya  karena melihat ALLAH SWT


Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Al Hakim yang kami kemukakan di bawah ini, akan binasa, akan mati, akan kering, akan bercerai berai, seluruh makhluk hidup yang ada di muka bumi jika sampai melihat Dzat ALLAH SWT secara langsung, terkecuali ahli Syurga. 


Ibnu Abbas ra, berkata: Nabi SAW bersabda:Allah ta'ala berfirman: "Wahai Musa. Engkau tidak dapat melihat-Ku. Sesungguhnya tidaklah melihat-Ku suatu makhluk hidup melainkan ia mati dan suatu makhluk yang kering melainkan ia tergelincir dan makhluk yang basah melainkan ia bercerai-berai. Sesungguhnya hanyalah ahli syurga yang tidak kehilangan pandangan dan tidak rusak/hancur jasadnya dapat melihat-Ku'
(HQR Al Hakim, 272:202)


e.   Nabi Musa as, pingsan karena tidak mampu melihat kebesaran ALLAH SWT


Berdasarkan surat Al A'raaf (7) ayat 143 yang kami kemukakan di bawah ini, Nabi Musa as. Pingsan tidak sadarkan karena tidak mampu melihat kebesaran dan kemahaan ALLAH SWT yang ditunjukkan kepada bukit Tursina.



dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa: "Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau". Tuhan berfirman: "Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu, Maka jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku". tatkala Tuhannya Menampakkan diri kepada gunung itu[565], dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, Dia berkata: "Maha suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman".
(surat Al A'raaf (7) ayat 143)

[565] Para mufassirin ada yang mengartikan yang nampak oleh gunung itu ialah kebesaran dan kekuasaan Allah, dan ada pula yang menafsirkan bahwa yang nampak itu hanyalah cahaya Allah. Bagaimanapun juga nampaknya Tuhan itu bukanlah nampak makhluk, hanyalah nampak yang sesuai sifat-sifat Tuhan yang tidak dapat diukur dengan ukuran manusia.



Sebagai KHALIFAH di muka bumi, mampukah diri kita meneliti, mampukah diri kita menganalisi, mampukah diri kita menelaah Dzat ALLAH SWT dengan segala Teknologi yang ada pada saat ini sedangkan bahan, ataupun dzat yang akan dianalisa dan diteliti serta ditelaah tidak pernah kita miliki? Jawabannya pasti, mustahil di akal kita mampu melakukan itu semua. Selanjutnya ALLAH SWT melarang diri kita untuk mempelajari Dzat-Nya, bukan karena ALLAH SWT takut kehilangan Kemahaan dan Kebesaran-Nya, atau takut ketahuan Dzatnya atau takut rahasia ALLAH SWT terbongkar. Akan tetapi upaya yang akan kita lakukan akan sia-sia belaka, buang-buang waktu dan energi saja, padahal tugas utama kita di muka bumi ini bukanlah untuk itu.

Jika sampai Dzat ALLAH SWT dapat dipelajari, jika sampai Dzat ALLAH SWT dapat diteliti maka kedudukan ALLAH SWT akan lebih rendah dibandingkan dengan orang yang mampu mempelajarinya, atau orang yang mampu menelitinya. Dan Jika sampai ini terjadi berarti gugurlah Kemahaan dan Kebesaran yang dimiliki ALLAH SWT. Hal ini tidak akan mungkin terjadi pada  ALLAH SWT. Untuk itu jadikan Urusan Dzat ALLAH SWT adalah sebuah ketetapan yang wajib kita terima dan kita akui dalam Keimanan yang kuat tanpa perlu disanggah lagi. Untuk itu jadikanlah kondisi ini menjadi Ilmu yang melekat di dalam diri kita tentang ALLAH SWT seperti melekatnya Ilmu tentang Cabai yang pedas rasanya.

Selain daripada itu, angka 1(satu) yang merupakan perlambang dari ALLAH SWT, masih memiliki makna lain yang tidak kalah hebat, yaitu:


a.      Angka 1 (satu) juga memiliki makna hakiki sebagai angka permulaan sehingga jika tidak ada angka 1 (satu) maka tidak akan pernah ada angka 2(dua), angka 3(tiga), angka 4(empat), angka 5(lima) dan seterusnya sampai dengan tidak terhingga. Apa maksudnya? Sebagai sesuatu yang bersifat permulaan, berarti ALLAH SWT ada sebelum yang lain ada dan mustahil ALLAH SWT ada setelah ciptaannya ada.


b.    Angka 1(satu) juga memiliki makna hakiki sebagai sesuatu yang ada pertama kali ada, sehingga yang ada selanjutnya setelah yang pertama kali ada. Apa maksudnya? ALLAH SWT adalah Pencipta, maka tidak akan pernah ada ciptaan jika tidak ada yang menciptakan.   


Jika ini adalah kondisi dasar ALLAH SWT berarti ALLAH SWT mustahil tidak ada sehingga ALLAH SWT  ada selamanya sampai dengan kapanpun juga, sehingga dengan adanya ALLAH SWT maka segala ciptaan ada, diri kita ada, anak keturunan kita ada, Syaitan ada, Malaikat ada, Diinul Islam ada, Syurga ada, Neraka ada. Lalu apakah dengan adanya ALLAH SWT tidak cukup menjadikan diri kita beriman kepada ALLAH SWT?
 

2.     PENDEKATAN melalui SIFAT


Sebelum kami membahas Pendekatan melalui Sifat yang akan membahas sifat Salbiyah dan sifat Ma’ani, ada satu hal penting yang harus kami kemukakan yaitu ALLAH SWT tidak wajib memiliki sifat jika ALLAH SWT tidak pernah menciptakan apapun juga di alam semesta ini, karena ALLAH SWT sudah Maha dan akan Maha selamanya (maksudnya jika yang ada hanya ALLAH SWT semata untuk apa ALLAH SWT memiliki sifat). Dan jika sekarang ALLAH SWT memiliki sifat, untuk siapakah sifat tersebut, apakah untuk ALLAH SWT, ataukah untuk makhluk-Nya? ALLAH SWT tidak akan membutuhkan sifat karena sudah Maha dan akan Maha selamanya. Dan jika sifat itu sekarang ada bukanlah untuk kepentingan ALLAH SWT, akan tetapi  sifat yang dimiliki oleh ALLAH SWT untuk seluruh makhluk yang diciptakan-Nya, termasuk untuk diri kita dan untuk anak keturunan kita. Selanjutnya seperti apakah sifat ALLAH SWT itu? Berikut ini akan kami kemukakan sifat yang dimiliki oleh ALLAH SWT,  yaitu :


A.  SIFAT SALBIYAH


Apakah itu Sifat Salbiyah? Sifat Salbiyah adalah sifat yang Khusus berlaku hanya untuk ALLAH SWT semata, sehingga sifat ini tidak akan mungkin dimiliki oleh selain ALLAH SWT. Selain dari pada itu melalui Pendekatan Sifat Salbiyah ini kita akan mengetahui makna dari angka 6 (enam) yang terdapat dalam istilah Route to 1.6.7.99. Lalu seperti apakah Sifat Salbiyah yang dimiliki oleh ALLAH SWT itu sehingga tidak ada satupun makhluk yang memiliki sifat seperti Sifat Salbiyah ALLAH SWT, dan berapakah jumlah Sifat Salbiyah yang dimiliki  ALLAH SWT? Berikut ini akan kamu uraikan Sifat Salbiyah yang dimiliki oleh ALLAH SWT dimaksud, yaitu : 


1.  Wujud.


Wujud artinya ada; ALLAH SWT wajib ada-Nya,  ALLAH SWT pasti ada-Nya, Mustahil kalau ALLAH SWT itu tidak ada yang lain ada. ALLAH SWT ada dengan sendirinya. ALLAH SWT ada tidak ada yang menyertainya. ALLAH SWT ada bukan karena ada yang mengadakannya. 


Allah lah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam masa kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy[1188]. tidak ada bagi kamu selain dari padanya seorang penolongpun dan tidak (pula) seorang pemberi syafa'at[1189]. Maka Apakah kamu tidak memperhatikan?
(surat As Sajdah (32) ayat 4)

[1188] Bersemayam di atas 'Arsy ialah satu sifat Allah yang wajib kita imani, sesuai dengan kebesaran Allah dsan kesucian-Nya.
[1189] Syafa'at: usaha perantaraan dalam memberikan sesuatu manfaat bagi orang lain atau mengelakkan sesuatu mudharat bagi orang lain. syafa'at yang tidak diterima di sisi Allah adalah syafa'at bagi orang-orang kafir.


Adanya kondisi ini menunjukkan kepada diri kita bahwa ALLAH SWT pasti ada sebelum segala ciptaan-Nya ada sehingga segala ciptaan tidak akan mungkin ada sebelum ALLAH SWT ada untuk menciptakan segala ciptaan-Nya.



2.  Qidam.


Qidam artinya sedia ada, tidak berawal dan tidak berakhir, adanya ALLAH SWT pasti sedia ada,  tidak ada pangkal dan tidak ada ujungnya sehingga ALLAH SWt akan selamanya ada dan tidak akan mungkin tidak ada.


semua yang ada di bumi itu akan binasa. dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.
(surat Ar Rahman (55) ayat 26-27)


Adanya kondisi ini menunjukkan kepada diri kita bahwa keberadaan ALLAH SWT tidak akan berakhir sampai dengan kapanpun juga sehingga ALLAH SWT dapat dikatakan tidak berawal dan tidak berakhir.


3.  Baqa.


Baqa artinya kekal abadi selama-lamanya, ALLAH SWT adalah Yang Maha Ada pasti ada sesuai dengan keberadaannya Yang Maha Ada. Hal yang mustahil terjadi adalah jika sampai ALLAH SWT bisa berubah-ubah, atau satu waktu bisa punah, hal ini tidak akan pernah mungkin terjadi pada ALLAH SWT, walaupun setelah hari Kiamat kelak, ALLAH SWT pasti ada karena ALLAH SWT Yang Maha Ada.



janganlah kamu sembah di samping (menyembah) Allah, Tuhan apapun yang lain. tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. bagi-Nyalah segala penentuan, dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan.
(surat Al Qashash (28) ayat 88)


Adanya kondisi ini menunjukkan kepada diri kita bahwa keberadaan ALLAH SWT tidak akan mungkin hancur, tidak akan mungkin terpengaruh oleh apapun juga yang mengakibatkan ALLAH SWT berubah kekekalannya.  


.  Mukhalafah Lil Hawadish


Mukhalafah Lil Hawadish artinya tidak ada yang serupa (tidak ada yang mampu menandingi-Nya), berbeda atau tidak sama dengan sesuatu yang baru sampai kapanpun juga.



(dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan- pasangan (pula), dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha mendengar dan melihat.
(surat Asy Syuura (42) ayat 11)

Adanya kondisi ini menunjukkan kepada diri kita bahwa sampai dengan kapanpun juga  ALLAH SWT tidak akan pernah punah, serta tidak akan ada makhluk  yang dapat mengalahkan dan menandingi ALLAH SWT sepanjang makhluk itu ada langit dan di bumi yang diciptakan dan yang dimiliki oleh ALLAH SWT.  



5.  Qiyamuhu Binafsih


Qiyamuhu Binafsih artinya ALLAH SWT berdiri dengan sendirinya, ALLAH SWT berdiri sendiri tidak memerlukan kawan berunding dan bermusyawarah dan tidak pula memerlukan bantuan dari siapapun juga.


Hai manusia, kamulah yang berkehendak kepada Allah; dan Allah Dialah yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji.
(surat Fathir (35) ayat 15)


Adanya kondisi ini menunjukkan kepada diri kita bahwa Kemampuan dan Kemahaan serta Kebesaran yang dimiliki oleh ALLAH SWT bukanlah berasal dari makhluk lain, atau segala Kemampuan, segala Kemahaan, segala Kebesaran yang dimiliki oleh ALLAH SWT adalah milik pribadi ALLAH SWT sampai dengan kapanpun juga. 



6.  Wahdaniyah


Wahdaniyah artinya esa, satu, tunggal, tidak berbilang, ALLAH SWT tunggal tidak ada sekutu baginya, yang Maha Ada itu pasti tunggal, atau esa. Kalau sampai  ALLAH SWT lebih dari satu berarti ada saingannya dan pasti akan ada konsekuensinya, hal ini tidak bisa terjadi di alam semesta ini.



Allah berfirman: "Janganlah kamu menyembah dua Tuhan; Sesungguhnya Dialah Tuhan yang Maha Esa, Maka hendaklah kepada-Ku saja kamu takut".
dan kepunyaan-Nya-lah segala apa yang ada di langit dan di bumi, dan untuk-Nya-lah ketaatan itu selama-lamanya. Maka mengapa kamu bertakwa kepada selain Allah?
dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, Maka dari Allah-lah (datangnya), dan bila kamu ditimpa oleh kemudharatan, Maka hanya kepada-Nya-lah kamu meminta pertolongan.
(surat An Nahl (16) ayat 51-52-53)



Adanya kondisi ini menunjukkan kepada diri kita bahwa ALLAH SWT hanya satu sampai dengan kapanpun juga sehingga yang memiliki Sifat Salbiyah yang berjumlah 6 (enam) sampai kapanpun juga hanya ALLAH SWT semata, yaitu ALLAH SWT yang satu. Sekarang kita telah mengetahui Sifat Salbiyah yang 6(enam) yang hanya dimiliki oleh ALLAH SWT semata, lalu apa yang harus kita perbuat? Hal yang harus kita perbuat setelah mengetahui Sifat Salbiyah yang 6(enam) adalah kita harus mengimani yang dilanjutkan kita harus meyakini dengan sepenuh keyakinan, atau kita harus bisa haqqul yakin dengan segala Kemampuan, segala Kehebatan, segala Kebesaran  ALLAH SWT yang sangat hebat, yang sangat dasyat, yang sangat agung, yang sangat kuat, yang akan kekal abadi selamanya. Sehingga tak satupun makhluk-Nya yang sanggup mengalahkannya dan karena hal itulah maka alam semesta ini ada dan juga kekhalifahan di muka bumi ada, Diinul Islam ada, Syurga dan Neraka ada.



B.  SIFAT MA’ANI



Sifat Ma’ani adalah sifat yang dimiliki oleh ALLAH SWT dalam rangka ALLAH SWT menunjukkan eksistensi atas keberadaan Sifat Salbiyah yang dimiliki-Nya serta dalam rangka ALLAH SWT melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya kepada langit dan bumi yang telah diciptakannya, atau kepada seluruh ciptaannya seperti memelihara, mengawasi, menjaga, dan mencegah hal-hal yang akan merusak ciptaan-Nya. Timbul pertanyaan untuk siapakah Sifat Ma’ani ALLAH SWT itu dan wajibkah bagi ALLAH SWT berbuat sesuai dengan Sifat Ma’ani yang dimiliki-Nya? ALLAH SWT sudah Maha dan akan Maha selamanya sehingga Sifat Ma’ani yang dimiliki ALLAH SWT bukanlah untuk ALLAH SWT itu sendiri, melainkan untuk seluruh makhluk yang diciptakan-Nya, termasuk untuk diri kita dan anak keturunan kita.


ALLAH SWT selaku pemilik sifat Ma’ani yang 7 (tujuh) wajib berbuat, wajib bertindak, wajib mempertunjukkan Kebesaran dan Kemahaan Sifat Ma’ani yang dimiliki-Nya kepada seluruh makhluk-Nya tanpa terkecuali, sebagai bukti bahwa ALLAH SWT benar adanya, yang tentunya sesuai dengan Sifat Salbiyah yang dimiliki-Nya. Selain dari pada itu melalui Pendekatan Sifat Ma’ani kita akan mengetahui makna dari angka 7(tujuh) yang terdapat dalam istilah Route to 1.6.7.99. Adapun Sifat Ma’ani yang dimiliki oleh  ALLAH SWT dan yang juga tedapat di dalam diri setiap manusia, terdiri dari sifat :



1.  Qudrat (Kuasa, Kekuatan, Kemampuan)


Sekarang apa yang dimaksud dengan Qudrat itu? Qudrat artinya Kuasa, Kekuatan, Kemampuan. Siapakah yang memiliki kekuasaan, kekuatan dan kemampuan itu? ALLAH SWT adalah pemilik dari kekuasaan, kekuatan, kemampuan yang  ada di alam semesta ini. Seperti apakah kekuasaan, kekuatan dan kemampuan ALLAH SWT itu? Kekuasaan, Kekuatan, serta Kemampuan ALLAH SWT bersifat Mutlak, Permanen, Kekal dan Abadi serta tidak dibatasi oleh Jarak, Ruang dan Waktu. Sekarang apa jadinya jika sampai ALLAH SWT tidak mempunyai Kekuasaan, Kekuatan, dan Kemampuan? Adanya Kekuasaan, Kekuatan, Kemampuan yang bersifat mutlak, permanen, kekal dan abadi memungkinkan ALLAH SWT berbuat sekehendaknya sendiri serta dalam rangka menunjukkan Sifat Salbiyah yang dimiliki-Nya.


Adanya kondisi ini berarti ALLAH SWT mempunyai Kekuasaan, Kekuatan dan Kemampuan untuk melakukan sesuatu dalam rangka membuktikan bahwa ALLAH SWT adalah Pencipta, Pengawas, serta Pemelihara seluruh alam dengan segala isinya. Timbul pertanyaan, apa buktinya ALLAH SWT itu hebat? Salah satu contoh bahwa ALLAH SWT itu hebat adalah ALLAH SWT mampu menciptakan alam semesta ini tanpa bantuan siapapun juga serta mampu menurunkan hujan, dan dengan turunnya hujan banyak manfaat yang tercurah ke bumi, seperti yang dikemukakan oleh ALLAH SWT dalam surat An Nuur (24) ayat 43 di bawah ini. Sekarang adakah makhluk lain, atau Tuhan lain yang mampu menciptakan air dan juga menurunkan hujan seperti yang diciptakan oleh ALLAH SWT? Jawaban dari pertanyaan ini adalah mustahil di akal ada Tuhan lain yang mampu menandingi, apalagi mengalahkan Kebesaran dan Kemahaan ALLAH SWT.



Tidakkah kamu melihat bahwa Allah mengarak awan, kemudian mengumpulkan antara (bagian-bagian)nya, kemudian menjadikannya bertindih-tindih, maka kelihatanlah olehmu hujan keluar dari celah-celahnya dan Allah (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari gumpalan-gumpalan awan seperti) gunung-gunung, maka ditimpakan-Nya (butiran-butiran) es itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya. Kilauan kilat awan itu hampir-hampir menghilangkan penglihatan.
(surat An Nuur (24) ayat 43)


Hal yang harus kita Imani dan Yakini adalah Segala Kemahaan dan Kebesaran dari sifat Qudrat yang dimiliki oleh ALLAH SWT bukanlah untuk ALLAH SWT itu sendiri, melainkan untuk seluruh makhluk-Nya, termasuk untuk diri kita dan juga anak dan keturunan kita sepanjang diri kita selalu berada di dalam Kehendak ALLAH SWT. Sebagai KHALIFAH di muka bumi yang sedang menumpang di bumi ALLAH SWT, apakah fasilitas dan kesempatan yang telah disediakan oleh  ALLAH SWT akan kita sia-siakan begitu saja karena kita sudah merasa hebat, sehingga kita tidak butuh lagi dengan pertolongan ALLAH SWT melalui Qudrat yang dimiliki-Nya?


Adakah sifat Qudrat di dalam diri kita dan dimanakah letak sifat Qudrat di dalam diri kita? Mari kita perhatikan diri kita sendiri terutama pada saat kita masih bayi, apa yang kita punya, kita tidak mempunyai kekuatan sedikitpun. Kita hanya bisa menangis untuk setiap yang terjadi serta lambat laun mulai kita memiliki kekuatan dan seterusnya sampai akhirnya kekuatan itu sirna di dalam diri kita. Sifat Qudrat diletakkan oleh ALLAH SWT di dalam diri manusia sehingga mengisi Jasmani dan Ruhani manusia. Adanya sifat Qudrat dalam diri atau setelah memiliki kekuasaan, kekuatan atau kemampuan di dalam diri barulah manusia dapat melakukan segala aktivitas dan segala pekerjaan dalam rangka melaksanakan tugas sebagai KHALIFAH di muka bumi.


Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari Keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah Keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah yang Maha mengetahui lagi Maha Kuasa.
(surat Ar Ruum (30) ayat 54)


Sekarang dari manakah asalnya sifat Qudrat yang ada dalam diri manusia, apa ia ada dengan sendirinya tanpa ada yang mengadakannya? Sifat Qudrat yang ada di dalam diri Manusia, ada karena ada yang mengadakannya, siapakah yang mengadakannya? Sifat Qudrat manusia berasal dari sifat Qudrat yang dimiliki oleh ALLAH SWT. Jika sifat Qudrat yang dimiliki ALLAH SWT bersifat Permanen, Kekal dan Abadi sedangkan sifat  Qudrat yang dimiliki oleh manusia bersifat Temporer, Tidak Kekal dan Dapat Berakhir.


Untuk apakah sifat Qudrat diberikan ALLAH SWT kepada diri kita? ALLAH SWT memberikan sifat Qudrat kepada diri kita untuk memudahkan tugas dan tanggung jawab kita sebagai KHALIFAH di muka bumi, atau memudahkan, memuluskan tugas diri kita sebagai Perpanjangan Tangan ALLAH SWT di muka bumi sehingga kita dapat memelihara, dapat mengawasi serta dapat menciptakan keamanan dan kedamaian di muka bumi. Selanjutnya jika memelihara, mengawasi dan menciptakan keamanan dan kedamaaian adalah tugas yang diemban oleh seorang KHALIFAH di muka bumi, lalu dapatkah Tugas itu dilaksanakan dengan Baik dan Benar jika kita tidak memiliki sifat Qudrat (kekuatan) di dalam diri?


Dzulqarnain berkata: “Apa yang telah dikuasakan oleh Tuhanku kepadaku terhadapnya adalah lebih baik, maka tolonglah aku dengan kekuatan (manusia dan alat-alat), agar aku membuatkan dinding antara kamu dan mereka
(surat Al Kahfi (18) ayat 95)


Adanya sifat Qudrat yang ada di dalam diri maka baik Jasmani maupun Ruhani memiliki tenaga, atau energi, atau kekuatan untuk berbuat, untuk bergerak, untuk melaksanakan tugas yang berhubungan dengan keluarga, anak, istri, masyarakat, bangsa dan Negara, yang kesemuanya harus di dalam koridor Nilai-Nilai Kebaikan.



Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari kamu dan Kami angkatkan gunung (Thursina) diatasmu (seraya Kami berfirman): “Peganglah teguh-teguh apa yang Kami berikan kepadamu dan ingatlah selalu apa yang ada didalamnya, agar kamu bertakwa”.
(surat Al Baqarah (2) ayat 63)


Sekarang setelah memiliki sifat Qudrat yang berasal dari sifat Ma’ani ALLAH SWT, dapatkah kita mempergunakannya dengan semena-mena, atau tanpa melihat latar belakang diberikan sifat ini oleh  ALLAH SWT? Sifat Qudrat  yang diberikan oleh ALLAH SWT tidak bisa seenaknya saja dipergunakan karena akan kita pertanggungjawabkan kepada pemberi sifat Qudrat ini, dalam hal ini kepada ALLAH SWT.

Sifat Qudrat yang seperti apakah yang dapat memudahkan dan memuluskan diri kita menjadi KHALIFAH di muka bumi ini, atau bagaimana caranya mempergunakan sifat Qudrat yang sesuai dengan Kehendak ALLAH SWT itu? Penggunaan dan pemakaian sifat Qudrat harus sesuai dengan kehendak dari pemberi sifat Qudrat, atau harus sesuai dengan kehendak  ALLAH SWT selaku pemberi sifat Qudrat, atau sifat Qudrat yang kita miliki harus kita manfaatkan, kita dayagunakan dengan penuh rasa tanggung jawab untuk kepentingan diri, keluarga, masyrakat, bangsa dan negara.



2.  Iradat (Kehendak, tanpa ada paksaan, Kehendak ALLAH SWT pasti terjadi)  


Sekarang apa yang dimaksud dengan sifat Iradat itu? Iradat artinya Kehendak atau Tanpa ada Paksaan. Seperti apakah sifat Iradat ALLAH SWT itu? Kehendak  ALLAH SWT pasti terjadi, sebab kehendak ALLAH SWT berbeda dengan kehendak makhluk. Kehendak ALLAH SWT selalu di dalam Management System yang terdiri dari Planning, Organizing, Actualizing, and Controlling, atau kehendak ALLAH SWT wajib mencerminkan kemahaan ALLAH SWT itu sendiri sehingga kehendak ALLAH SWT tidak bisa dipersamakan dengan kehendak makhluk. Lalu bagaimanakah cara ALLAH SWT merealisasikan kehendak-Nya? Jika ALLAH SWT berkehendak melakukan sesuatu, maka dengan kemampuan kekuatan dan kehebatan yang dimilikinya, ALLAH SWT sanggup melakukan apa saja tanpa ada paksaaan dari siapapun, cukup mengatakan “Jadilah maka Jadilah”.  



Sesungguhnya perintah-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: “Jadilah!” maka terjadilah ia.
(surat Yaasin (36) ayat 82)


Hal yang harus benar-benar kita Imani dan Yakini adalah  ALLAH SWT sudah Maha dan akan Maha selamanya sehingga sifat Iradat yang dimiliki oleh ALLAH SWT bukanlah untuk kepentingan ALLAH  SWT itu sendiri, melainkan untuk kepentingan seluruh makhluknya, termasuk untuk diri kita dan juga anak dan keturunan kita. Sepanjang diri kita meminta, memohon kepada ALLAH SWT, atau diri kita selalu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh ALLAH SWT. Sebagai KHALIFAH di muka bumi yang sedang menumpang di bumi ALLAH SWT, apakah kesempatan dan juga fasilitas yang telah diberikan oleh ALLAH SWT ini akan kita sia-siakan begitu saja sehingga kita lebih senang meminta pertolongan kepada Syaitan?



Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah ke dua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.
(surat Al Kahfi (18) ayat 28)


Sifat Iradat yang dimiliki ALLAH SWT merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sifat Qudrat dan sifat llmu yang dimiliki pula oleh ALLAH SWT. Hal ini dikarenakan untuk menciptakan segala sesuatu harus di dahului dengan adanya Kehendak dan Kemampuan serta Ilmu secara berbarengan. Hal ini dikarenakan jika yang ada hanya Kehendak saja tanpa diiringi kemampuan dan Ilmu artinya angan-angan, sedangkan jika yang ada hanyalah Kemampuan saja tanpa di iringi oleh Kehendak artinya omong kosong. Sedangkan jika yang ada hanya Ilmu saja tanpa ada Kehendak dan Kemampuan artinya yang ada hanyalah konsep belaka dan hal ini tidak akan mungkin terjadi pada ALLAH SWT karena bukti dari ALLAH SWT memiliki Kehendak, Kemampuan dan Ilmu adalah adanya langit dan bumi beserta isinya serta adanya kekhalifahan di muka bumi.


Sekarang adakah sifat Iradat dalam diri kita dan dimanakah letak sifat Iradat di dalam diri kita? Setiap manusia, tanpa terkecuali pasti mempunyai sifat Iradat dan sifat Iradat ini diletakkan oleh ALLAH SWT di dalam Hati Ruhani manusia. Untuk apakah ALLAH SWT memberikan sifat Iradat, atau Kehendak kepada setiap manusia? Adanya sifat Iradat, atau Kehendak yang diletakkan di dalam Hati Ruhani akan melahirkan, atau akan menimbulkan hal-hal sebagai berikut dalam diri manusia, yaitu tanpa ada sebuah kehendak, manusia tidak akan mempunyai cita-cita, tanpa ada sebuah kehendak, manusia tidak mempunyai keinginan untuk mencapai dan menggapai sesuatu, adanya kehendak membuat manusia lebih bergairah, atau memiliki dorongan untuk maju, adanya kehendak membuat manusia lebih semangat, adanya kehendak membuat manusia lebih beraktivitas untuk mencapai  dan meraih apa yang di inginkannya.


Hal yang harus kita perhatikan adalah sifat Iradat, atau Kehendak yang ada pada diri manusia, termasuk yang ada pada diri kita, bersifat sementara sehingga tidak kekal abadi. Selain daripada itu sifat Iradat, atau Kehendak yang dimiliki diri kita sangat berhubungan erat dengan sifat-sifat Amanah 7 yang lainya yang juga diberikan oleh ALLAH SWT kepada diri kita. Apa maksudnya? Untuk bekerja, untuk berkarya, untuk menjadi KHALIFAH di muka bumi, kita tidak bisa hanya mengandalkan sifat Iradat, atau Kehendak semata. Karena sifat Iradat baru bisa bekerja dengan baik jika disinergikan dengan sifat Qudrat, sifat Ilmu, sifat Kalam, sifat Hayat, sifat Sami’ dan sifat Bashir serta Hubbul yang kesemuanya dikendalikan oleh Hati Ruhani di bawah ikatan Diinul Islam.


Sekarang diri kita telah ada di muka bumi dalam rangka melaksanakan tugas sebagai KHALIFAH di muka bumi, lalu coba kita renungkan bagaimana mungkin kita akan sukses menjadi KHALIFAH di muka bumi sekaligus Makhluk Yang Terhormat jika kita hanya memiliki Jasmani dan Ruhani saja tanpa memiliki sifat Iradat, atau Kehendak di dalam diri? Untuk menjadi KHALIFAH yang sekaligus Makhluk Yang Terhormat tidaklah mudah, butuh pengorbanan dan perjuangan untuk mencapainya. Dilain sisi Pengorbanan dan Perjuangan tidak akan berhasil jika tidak dilandasi dengan Motivasi dan Gairah dan kesadaran dalam diri. Lalu darimanakah asalnya Motivasi, Gairah, Kesadaran dalam diri itu? Kesemuanya tidak datang dengan sendirinya, tetapi kesemuanya asalnya dari sifat Iradat yang diberikan ALLAH SWT dan jika ini kondisinya maka tidaklah berlebihan jika sifat Iradat dapat dikatakan sebagai salah satu modal dasar mensukseskan diri kita menjadi KHALIFAH di muka bumi.



Barangsiapa yang menghendaki  pahala di dunia saja (maka ia merugi), karena di sisi Allah ada pahala dunia dan akhirat. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.
(surat An Nisaa’ (4) ayat 134)


Setelah memiliki sifat Iradat, atau Kehendak, timbul pertanyaan harus bagaimanakah kita dengan sifat Iradat tersebut sehingga ia dapat menjadi Modal Dasar sehingga kita mampu menjadi KHALIFAH yang sekaligus Makhluk yang Terhormat? Penggunaan dan pemakaian sifat Iradat harus dilandasi dengan Nilai-Nilai Kebaikan yang berasal dari Nilai-Nilai Ilahiah sehingga sifat Iradat yang ada di dalam diri dikuasai oleh Ruhani. Selanjutnya apa yang akan terjadi jika sifat Iradat dipergunakan di dalam koridor Nilai-Nilai Kebaikan? Perbuatan, atau tingkah laku manusia untuk mencapai cita-citanya tidak melanggar ketentuan hukum yang berlaku, selalu dalam koridor kejujuran, tidak mau merugikan orang lain dan seterusnya. Berikutnya bolehkah kita mempergunakan sifat Iradat itu dalam koridor Nilai-Nilai Keburukan? Pilihan untuk mempergunakan sifat Iradat ada pada diri kita sendiri, apakah mau dipergunakan di dalam Nilai-Nilai Kebaikan ataukah di dalam Nilai-Nilai Keburukan.


Hal yang harus dipikirkan saat diri kita masih hidup di dunia adalah kita harus siap mempertanggung jawabkan segala bentuk penggunaan atas sifat Iradat yang kita miliki dihadapan  ALLAH SWT selaku pemberi sifat dimaksud. Untuk itu tidak ada jalan lain kecuali kita mempergunakan sifat Iradat ini sesuai dengan kehendak  ALLAH SWT, terkecuali jika kita ingin mengarungi kehidupan di Neraka Jahannam.


Barangsiapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu baginya dan barangsiapa yang menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagianpun di akhirat.
(surat Asy Syuura (42) ayat 20)


Setelah memiliki dan setelah  mempergunakan Modal Dasar tersebut (dalam hal ini sifat Iradat) bolehkah kita hanya ingin menjadi KHALIFAH saja di muka bumi saja tanpa menjadi Makhluk yang Terhormat? ALLAH SWT melalui firmannya dalam surat An Nisaa’ (4) ayat 134 dan  surat Asy Syuura (42) ayat 20 menyatakan bahwa Manusia diberi kebebasan untuk memilih Hasil Akhir dari perjalanan menjadi KHALIFAH di muka bumi yaitu apabila ingin meminta Hasil Akhir hanya di dunia saja silahkan dan apabila ingin meminta Hasil Akhir untuk akhirat saja silahkan, karena keduanya mempunyai konsekuensi yang berbeda. Jika Hasil Akhir hanya untuk Dunia saja maka ini mengindikasikan bahwa diri kita hanya ingin sukses di dunia saja sehingga tidak membutuhkan lagi kehidupan di Syurga. Sedangkan jika memilih Hasil Akhir untuk Akhirat maka diri kita sudah memilih menjadi KHALIFAH yang sekaligus Makhluk yang Terhormat. KHALIFAH yang sekaligus Makhluk yang Terhormat akan menikmati Hasil tidak saja di akhirat, tetapi juga menikmati hasil di dunia. Selanjutnya yang manakah pilihan kita saat hidup di muka bumi ini?  



3.  Ilmu (Ilmu, Maha Mengetahui, Ilmu ALLAH SWT sangat luas dan tidak terbatas)


Sekarang apakah yang dimaksud dengan sifat Ilmu itu? Ilmu artinya Ilmu, Maha Mengetahui. Seperti apakah sifat Ilmu yang dimiliki ALLAH SWT? Sifat Ilmu dan Maha Mengetahui ALLAH SWT sangat Luas dan Tidak Terbatas, jika ALLAH SWT  tidak memiliki sifat Ilmu yang didukung oleh Kehendak dan Kemampuan yang sangat tidak terbatas, mungkinkah terjadi segala sesuatu ini? Semuanya tidak akan mungkin terjadi dan Mustahil jika ALLAH SWT itu tidak memiliki sifat Ilmu.



Sesungguhnya Allah mengetahui yang tersembunyi di langit dan di bumi. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui segala isi hati
(surat Faathir (35) ayat 38)


Sifat Ilmu ALLAH SWT sangat berbeda dengan sifat ilmu manusia. Hal ini dikarenakan sifat ilmu manusia ada batasnya, sedangkan Ilmu ALLAH SWT adalah tidak terbatas dan tidak akan pernah habis-habisnya, walaupun ilmu yang dimiliki-Nya telah dipelajari oleh siapapun juga dalam jangka waktu yang tidak terhingga. Ilmu ALLAH SWT meliputi segala sesuatu dan jika lautan menjadi tinta dan pepohonan menjadi kalam untuk mencatat Ilmu-Nya, maka tidaklah cukup meskipun ditambah dengan tujuh kali banyaknya.


ALLAH SWT selaku pemilik sifat Ilmu, sudah pula mempertunjukkan kebesaran dan kemahaan Ilmu yang dimiliki-Nya yang dipadukan dengan Kehendak dan Kemampuan yang juga dimiliki-Nya dengan menciptakan langit dan bumi beserta isinya. Lalu untuk siapakah sifat Ilmu ALLAH SWT yang begitu hebat? ALLAH SWT yang sudah Maha dan akan Maha selamanya, tidak akan membutuhkan Sifat Ilmu yang dimilikinya untuk kepentingan ALLAH SWT semata. Akan tetapi sifat Ilmu yang dimilikinya untuk kepentingan seluruh makhluk-Nya, termasuk untuk diri kita dan juga anak keturunan kita.


Adanya kondisi ini maka dapat dipastikan ALLAH SWT pasti akan mengajarkan Ilmu-Nya kepada diri kita, pasti akan menambah Ilmu kepada orang yang meminta kepada-Nya, dengan syarat orang tersebut harus beriman dan bertaqwa kepada-Nya. Sebagai KHALIFAH di muka bumi sudahkah fasilitas ini kita manfaatkan sebaik mungkin saat hidup di dunia?  


Adakah sifat Ilmu dalam diri manusia dan dimanakah sifat Ilmu diletakkan oleh ALLAH SWT di dalam diri manusia? Sifat Ilmu diletakkan oleh ALLAH SWT di dalam Otak manusia sebagai bahan dasar, atau bahan baku bagi otak untuk memproses segala data dan segala masukan yang berasal dari mata, yang berasal dari hidung, yang berasal dari telinga dan yang berasal dari hati lalu diproses oleh otak sehingga lahirlah pengetahuan sehingga diri kita mampu mengetahui suatu hal. Berdasarkan kondisi ini sifat Ilmu lebih tinggi kedudukannya dibandingkan dengan Pengetahuan, dikarenakan Pengetahuan lahir dari adanya sifat Ilmu.


Sekarang jika di otak manusia tidak ada sifat Ilmu yang diletakkan oleh ALLAH SWT, dapatkah manusia memproses segala masukan yang berasal dari panca indera, atau dapatkah manusia mempunyai Pengetahuan walaupun manusia telah melakukan hal-hal sebagai berikut seperti Melakukan proses belajar mengajar melalui bangku sekolah; Melakukan proses pembelajaran melalui baca tulis ataupun pengalaman; Melihat; Berfikir; Membuat Perbandingan; Mencari Persamaan dan Pertentangan; Memperbandingkan serta Menguji segala sesuatu? Tanpa adanya sifat Ilmu yang diletakkan oleh ALLAH SWT di dalam Otak kita, hasilnya tidak akan menghasilkan Pengetahuan apapun, atau kita tidak dapat memproses apa yang disampaikan panca indera ke otak, walaupun kita telah melakukan sesuatu. Selanjutnya dengan adanya sifat Ilmu dalam diri maka akan menimbulkan adanya proses Belajar dan Mengajar yang pada akhirnya akan menghasilkan Ide, Gagasan, Teknologi serta Penemuan Baru yang dapat dipergunakan manusia untuk hidup dan kehidupan yang lebih baik. Sekarang coba anda bayangkan jika sampai diri kita tidak diberikan sifat Ilmu oleh ALLAH SWT, apa yang dapat kita lakukan di muka bumi ini?



Dan tatkala mereka masuk menurut yang diperintahkan ayah mereka, maka (cara yang mereka lakukan itu) tiadalah melepaskan mereka sedikitpun dari takdir Allah, akan tetapi itu hanya suatu keinginan pada diri Ya’qub yang telah di tetapkannya. Dan sesungguhnya dia mempunyai pengetahuan, karena Kami telah mengajarkan kepadanya. Akan tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui.
(surat Yusuf (12) ayat 68)



Untuk apakah ALLAH SWT memberikan sifat Ilmu kepada setiap  Manusia dan juga kepada diri kita? ALLAH SWT memberikan sifat  Ilmu kepada Manusia tentu ada maksud dan tujuan di balik diberikannya Ilmu kepada Manusia, yaitu dengan adanya Ilmu yang diberikan dan kemudian dimiliki oleh manusia serta dipergunakan oleh manusia, maka akan memudahkan manusia menjalankan tugas sebagai KHALIFAH di muka bumi.



Yang telah mengajarkan Al Qur’an. Dia menciptakan manusia. Mengajarnya pandai berbicara.
(surat Ar Rahmaan (55) ayat 2-3-4)


Sekarang sudahkah kita merasakan manfaat dari memiliki sifat Ilmu yang telah ALLAH SWT berikan dan sudahkah kita meyakini bahwa Ilmu yang kita miliki bersifat tidak permanen, tidak kekal dan sangat sedikit dibandingkan dengan Ilmu ALLAH SWT? Jika sampai kita tidak pernah merasakan adanya sifat Ilmu dalam diri, berarti saat ini kita tidak bisa melakukan apa-apa. Sedangkan pada kenyataannya kita telah memiliki kedudukan, telah memiliki pekerjaan, telah memiliki kekayaan oleh sebab adanya sifat Ilmu yang kita miliki.


Hal lain yang harus kita perhatikan adalah Ilmu yang kita miliki bisa turun kualitasnya, atau habis jika kita pergunakan terus menerus tanpa henti. Untuk itu kita harus pandai-pandai mempergunakan ilmu saat hidup di dunia serta wajib meminta tambahan Ilmu kepada ALLAH SWT. Adanya kondisi yang kami kemukakan di atas maka akuilah bahwa sifat Ilmu itu penting saat diri kita melaksanakan tugas sebagai KHALIFAH di muka bumi yang sekaligus Makhluk yang Terhormat lalu sudahkah kita bersyukur kepada ALLAH SWT yang telah memberikan sifat Ilmu kepada diri kita?


Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada Malaikat lalu berfirman: “Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar!”
(surat Al Baqarah (2) ayat 31)


Setelah diri kita memiliki sifat Ilmu yang berasal dari sifat Ma’ani ALLAH SWT, lalu sifat Ilmu yang seperti apakah yang dapat mensukseskan diri kita menjadi KHALIFAH sekaligus Makhluk yang Terhormat? Sifat Ilmu yang kita miliki harus dipergunakan, harus didayagunakan, harus dimanfaatkan di dalam koridor Nilai-Nilai Kebaikan yang berasal dari Nilai-Nilai Ilahiah yang berasal dari ALLAH SWT. Sekarang bagaimana jika sifat Ilmu yang berasal dari ALLAH SWT kita gunakan untuk menipu, untuk merugikan orang lain, untuk korupsi, untuk kolusi, untuk merusak alam, untuk menteror orang lain, untuk aktivitas teroris, atau melakukan sesuatu yang paling sesuai dengan kehendak Syaitan sang laknatullah? Jika sampai diri kita melakukan itu semua berarti kita telah berada di dalam kehendak Syaitan sang laknatullah dan berarti tiket untuk pulang ke Neraka Jahannam sudah ada di tangan kita, yang pada akhirnya akan menurunkan kualitas ilmu itu sendiri akibat dimakan oleh sifat-sifat alamiah jasmani, dalam hal ini sifat pelupa serta menjadikan jiwa kita masuk di dalam kategori Jiwa Fujur.


4.  Sami' (Mendengar, Maha Mendengar)


Sekarang apakah artinya sifat Sami' itu? Sami’ artinya Mendengar, Maha Mendengar. Seperti apakah sifat Sami' yang dimiliki ALLAH SWT? Pendengaran ALLAH SWT sangat nyata, Pendengaran ALLAH SWT tidak terpengaruh oleh Jarak, Ruang dan Waktu, sedangkan pendengaran makhluk, atau pendengaran diri kita sebaliknya, yaitu memiliki keterbatasan. Jika kondisi sifat Sami' ALLAH SWT seperti ini, berarti kemampuan, ketajaman, kehebatan mendengar  dari ALLAH SWT tidak ada yang dapat menandingi-Nya, serta tidak akan ada yang mampu mengalahkan-Nya. Adanya kemampuan mendengar, atau Maha Mendengar ALLAH SWT yang sangat Hebat maka ALLAH SWT akan mengetahui seluruh aktivitas makhluknya di muka bumi ini tanpa ada yang terkecuali meskipun itu adalah telapak kaki semut yang sedang berjalan pasti  dapat didengar oleh ALLAH SWT dengan jelas.


Hal yang harus kita perhatikan dengan seksama adalah Segala Kemahaan dan Kebesaran dari sifat Sami’ yang dimiliki oleh ALLAH SWT bukanlah untuk ALLAH SWT itu sendiri, melainkan untuk seluruh makhluknya, termasuk untuk diri kita dan juga anak dan keturunan kita, sepanjang diri kita mau meminta dan membutuhkan ALLAH SWT dengan syarat kita harus terlebih dahulu beriman dan bertaqwa kepada ALLAH SWT.


Sebagai KHALIFAH di muka bumi, apakah kesempatan dan fasilitas yang telah disediakan oleh ALLAH SWT akan kita sia-siakan begitu saja, sehingga kita tidak butuh lagi dengan pertolongan ALLAH SWT melalui sifat Sami’ yang dimiliki-Nya, atau apakah kemudahan yang memang sudah diperuntukkan untuk diri kita akan kita sia-siakan begitu saja berlalu tanpa kesan?


Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.
(surat An Nahl (16) ayat 78)


Adakah sifat Sami’ dalam diri kita dan dimanakah sifat Sami’ diletakkan di dalam diri kita? Untuk menjawab pertanyaan ini, kita harus tahu bahwa yang diberikan oleh  ALLAH SWT bukanlah fungsi mendengar, akan tetapi fungsi pendengaran. Untuk itu mari kita perhatikan diri kita sendiri, kita bisa mendengar dikarenakan berfungsinya telinga sebagai alat untuk mendengar. Sedangkan pendengaran tidak sama dengan fungsi mendengar. Sekarang apa yang dimaksud dengan fungsi Pendengaran itu?


Katakanlah: “Siapakah yang memberi rezki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah  yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?” Maka mereka akan menjawab: “Allah”. Maka katakanlah: “Mengapa kamu tidak bertakwa (kepada-Nya)?”
(surat Yunus (10) ayat 31)


Pendengaran adalah suatu kemampuan manusia yang diberikan oleh ALLAH SWT untuk memperdengarkan kembali atas apa-apa yang telah di dengar oleh telinga pada waktu yang telah lalu. Contohnya pada waktu kecil kita pernah dimarahi oleh nenek karena mandi di kali, sekarang dapatkah kita memperdengarkan kembali apa yang diucapkan oleh nenek kita pada waktu memarahi kita sepulang mandi di kali? Jika kita dapat memperdengarkan kembali, atau mampu menerangkan kembali apa-apa yang pernah dimarahi oleh nenek kita, itulah yang dinamakan dengan fungsi Pendengaran yang berasal dari ALLAH SWT.


Sekarang dimanakah letak sifat Sami’ di dalam diri manusia? Sifat Sami’ diletakkan oleh ALLAH SWT di dalam Telinga manusia sehingga Telinga manusia mempunyai 2(dua) buah fungsi yaitu fungsi Mendengar dan juga fungsi Pendengaran. Adakah perbedaaan antara Mendengar dan Pendengaran di dalam telinga manusia? Mendengar sangat tergantung kepada berfungsi atau tidaknya telinga manusia, sedangkan Pendengaran tidak tergantung kepada berfungsi atau tidaknya telinga manusia. Adanya kondisi ini walaupun telinga mengalami gangguan maka tidak otomatis fungsi Pendengaran mengalami gangguan, atau fungsi Pendengaran dapat tetap bekerja dengan baik walaupun telinga mengalami gangguan.


Adakah perbedaan yang mencolok antara fungsi mendengar dengan fungsi pendengaran? Fungsi mendengar tidak bisa menembus jarak, ruang dan waktu sedangkan fungsi pendengaran mampu menembus jarak, ruang dan waktu.Lalu dari manakah asalnya fungsi Pendengaran yang begitu hebat? Fungsi Pendengaran tidak datang dengan sendirinya pada diri kita. Fungsi Pendengaran merupakan pemberian ALLAH SWT yang berasal dari Sifat Ma’ani yang dimiliki oleh ALLAH SWT. Fungsi Pendengaran merupakan Amanah bagi diri kita sehingga pasti akan dimintakan pertanggungjawabannya kelak oleh ALLAH SWT.


Hal yang harus diperhatikan adalah Kemampuan Mendengar dan Kemampuan Pendengaran yang dimiliki oleh manusia bersifat Sementara dan Tidak Kekal. Sedangkan kemampuan Mendengar dan Pendengaran ALLAH SWT sangat Maha, Kekal dan Abadi. Selanjutnya untuk apakah ALLAH SWT memberikan telinga untuk Mendengar serta kemampuan Pendengaran yang berasal dari Sifat Ma’ani ALLAH SWT kepada diri kita? ALLAH SWT memberikan telinga untuk mendengar dan memberikan pula kemampuan pendengaran bukan tanpa maksud dan tujuan. Adanya kemampuan Mendengar dan kemampuan Pendengaran yang dimiliki oleh diri kita, maka Komunikasi antar Manusia menjadi Lancar dan Efektif; Proses Belajar dan Mengajar dapat mudah terlaksana; Transfer Ilmu dan Pengetahuan antar sesama manusia dapat terlaksana dengan baik; Kita dapat mengkhayal, atau membuat khayalan melalui fungsi pendengaran sehingga kita mampu membuat gambar, ataupun sesuatu yang bersifat 3 (tiga) dimensi. 


Kemampuan Mendengar dan kemampuan Pendengaran yang seperti apakah yang dapat, atau yang sesuai dengan tujuan dijadikannya manusia sebagai KHALIFAH yang sekaligus Makhluk yang Terhormat? Kemampuan Mendengar dan kemampuan Pendengaran yang akan dapat menjadi Modal Dasar manusia menjadi KHALIFAH sekaligus Makhluk yang Terhormat adalah kemampuan mendengar dan pendengaran yang selalu dipergunakan yang dilandasi dengan Nilai-Nilai Kebaikan yang berasal dari Nilai-Nilai Ilahiah.


Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.
(surat Al Israa’ (17) ayat 36)


Sekarang bagaimana jika fungsi mendengar dan pendengaran yang kita miliki kita gunakan untuk mendengar dan mengkhayal sesuatu yang tidak baik, seperti gosip, fitnah, berita bohong atau sesuatu yang paling sesuai dengan kehendak Syaitan? Jika sampai  diri kita melakukan itu semua berarti penggunaan dan pemanfaatan fungsi mendengar dan pendengaran yang kita miliki sudah tidak sesuai lagi dengan konsep awal saat ALLAH SWT memberikan fungsi mendengar dan pendengaran.


ALLAH SWT melalui surat Al Israa’ (17) ayat 36,  memberikan sebuah peringatan kepada manusia untuk hati-hati mempergunakan kemampuan fungsi mendengar dan kemampuan fungsi pendengaran sebab akan dimintakan pertanggung jawabannya oleh ALLAH SWT. Selanjutnya jika hal ini sudah menjadi ketetapan ALLAH SWT berarti kita tidak bisa sembarangan mempergunakan fungsi mendengar dan juga pendengaran, kita tidak bisa asal-asalan mempergunakan fungsi mendengar dan fungsi pendengaran saat hidup di dunia. Kita harus bisa mempergunakan ke-duanya di dalam koridor untuk mensukseskan diri kita menjadi KHALIFAH di muka bumi yang sekaligus Makhluk yang Terhormat.



5.  Bashir (Melihat, Maha Melihat)


Apakah artinya sifat Bashir? Bashir artinya Melihat, Maha Melihat. Seperti apakah sifat Bashir yang dimiliki oleh ALLAH SWT? Penglihatan ALLAH SWT adalah Terang dan Jelas, tidak ada satupun yang tersembunyi dari penglihatan-Nya, meskipun ulat di dalam batu, hatta sekecil atom sekalipun dan dimanapun adanya. Ini berarti seluruh makhluk yang memiliki kemampuan memandang dan melihat tidak akan mampu melawan, menandingi, mengalahkan penglihatan ALLAH SWT.


Adanya penglihatan (sifat Bashir) dan pendengaran (sifat Sami’) yang dimiliki oleh ALLAH SWT secara bersamaan, maka  ALLAH SWT dapat memantau seluruh aktivitas makhluk-Nya baik yang nyata maupun yang ghaib tanpa ada hijab, tanpa penghalang sedikitpun. Sekarang mau kemana diri kita pergi bersembunyi, ALLAH SWT pasti tahu keberadaan kita.Timbul pertanyaan, wajibkah ALLAH SWT selaku pemilik sifat Bashir mempertunjukkan sifat Bashir dimiliki-Nya sesuai dengan Kebesaran dan Kemahaan ALLAH SWT itu sendiri?


(Kedudukan) mereka itu bertingkat-tingkat di sisi Allah, dan Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan.
(surat Ali Imran (3) ayat 163)


Lalu untuk siapakah sifat Bashir yang dimiliki ALLAH SWT itu? Segala Kemahaan dan Kebesaran dari sifat Bashir yang dimiliki oleh ALLAH SWT bukanlah untuk ALLAH SWT itu sendiri, melainkan untuk seluruh makhluknya, termasuk untuk diri kita dan juga anak dan keturunan kita, sepanjang diri kita mau meminta dan membutuhkan ALLAH SWT serta mau beriman dan bertaqwa kepada ALLAH SWT. Sebagai KHALIFAH di muka bumi, apakah kesempatan yang telah disediakan oleh ALLAH SWT akan kita sia-siakan begitu saja sehingga kita tidak butuh lagi dengan pertolongan ALLAH SWT melalui sifat Bashir yang dimiliki-Nya, atau apakah kemudahan yang memang sudah diperuntukkan untuk diri kita akan kita sia-siakan begitu saja?


Selanjutnya. adakah sifat Bashir dalam diri kita dan dimanakah sifat Bashir diletakkan dalam diri? Untuk menjawab pertanyaan ini kita harus mengetahui terlebih dahulu bahwa fungsi melihat dan fungsi penglihatan adalah berbeda. Fungsi melihat ada karena berfungsinya organ-organ mata, sedangkan penglihatan bukan seperti itu. Lalu seperti apakah penglihatan itu? Penglihatan adalah suatu kemampuan manusia yang diberikan oleh ALLAH SWT untuk memperlihatkan kembali, atau menggambarkan kembali  apa-apa yang telah di lihat oleh Mata kita pada waktu yang telah lampau.

 
Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi  kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.
(surat An Nahl (16) ayat 78)

Jika saat ini kita dapat mempelihatkan kembali, atau mampu menggambarkan kembali kondisi kampung halaman di saat kita masih kecil, itulah yang dinamakan dengan Penglihatan. Selanjutnya adakah perbedaan yang mencolok antara fungsi melihat dengan fungsi penglihatan? Fungsi melihat tidak bisa menembus jarak, ruang dan waktu, sedangkan fungsi penglihatan mampu menembus jarak, ruang dan waktu. Sekarang dimanakah diletakkannya sifat Bashir oleh ALLAH SWT pada diri kita? Sifat Bashir di letakkan dan ditempatkan oleh ALLAH SWT di dalam mata kita. Adanya kondisi ini berarti di dalam mata manusia terdapat 2 (dua) fungsi yaitu fungsi untuk Melihat dan fungsi untuk Penglihatan.


Adakah perbedaan antara Melihat dan Penglihatan di dalam Mata manusia? Fungsi Melihat sangat tergantung dari berfungsi atau tidaknya organ mata, sedangkan Penglihatan tidak tergantung dengan berfungsi atau tidaknya organ mata manusia. Ini berarti walaupun mata mengalami gangguan maka fungsi Penglihatan akan tetap dapat bekerja dengan baik. Lalu dari manakah sifat Bashir itu?


Katakanlah: “Siapakah yang memberi rezki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah  yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?” Maka mereka akan menjawab: “Allah”. Maka katakanlah: “Mengapa kamu tidak bertakwa (kepada-Nya)?”
(surat Yunus (10) ayat 31)


Adanya kemampuan Penglihatan dalam diri kita asalnya dari ALLAH SWT, atau pemberian ALLAH SWT yang berasal dari sifat Ma’ani ALLAH SWT itu sendiri sehingga sifat Bashir merupakan Amanah dari ALLAH SWT kepada diri kita. Hal yang harus kita perhatikan adalah Kemampuan Melihat dan Kemampuan Penglihatan yang kita miliki bersifat Sementara dan Tidak Kekal, sedangkan kemampuan Mendengar dan Pendengaran dari ALLAH SWT sangat Maha, Kekal lagi Abadi.


Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.
(surat Al Israa’ (17) ayat 36)


Untuk apakah ALLAH SWT sampai memberikan kemampuan Melihat dan kemampuan Penglihatan yang berasal dari sifat Ma’ani ALLAH SWT kepada diri kita? ALLAH SWT memberikan kemampuan melihat dan penglihatan kepada diri kita bukan tanpa maksud dan tujuan yang jelas. Adaya kemampuan Melihat dan kemampuan Penglihatan yang dimiliki oleh diri kita, maka: Komunikasi menjadi Lancar dan Efektif; Proses Belajar dan Mengajar Mudah dilaksanakan; Transfer Ilmu dan Pengetahuan antar sesama manusia dapat terlaksana dengan mudah dan baik; Kita dapat menuangkan kembali apa-apa yang telah kita lihat sehingga kita bisa memiliki kemampuan khayal, atau memiliki kemampuan membuat khayalan yang bersifat tiga dimensi.


Kemampuan Melihat dan kemampuan Penglihatan yang seperti apakah yang dapat menjadikan diri kita sebagai KHALIFAH sekaligus Makhluk yang Terhormat di muka bumi? Kemampuan Melihat dan kemampuan Penglihatan yang akan dapat menjadi Modal Dasar kesuksesan diri kita adalah penggunaan kemampuan di maksud  yang berlandaskan Nilai-Nilai Kebaikan yang berasal dari Nilai-Nilai Ilahiah sehingga kita mampu selalu sesuai dengan kehendak ALLAH SWT. Sekarang bagaimana jika fungsi melihat melalui mata dan fungsi penglihatan yang berasal dari ALLAH SWT kita gunakan untuk melihat, mengkhayal sesuatu yang tidak baik, seperti melihat dan mempertontonkan pornografi, pornoaksi, atau melakukan sesuatu yang paling sesuai dengan kehendak Syaitan? Jika sampai diri kita melakukan itu semua berarti penggunaan dan pemanfaatan fungsi melihat dan fungsi penglihatan yang kita miliki sudah tidak sesuai lagi dengan konsep awal saat   ALLAH SWT memberikan fungsi melihat dan fungsi penglihatan. Untuk itu ALLAH SWT melalui suratAl Israa’ (17) ayat 36 memberikan sebuah peringatan kepada manusia untuk hati-hati mempergunakan kemampuan melihat dan kemampuan penglihatan sebab akan dimintakan pertanggungjawabannya kelak di hari kiamat oleh  ALLAH SWT.


Jika hal ini sudah menjadi ketetapan ALLAH SWT berarti kita tidak bisa sembarangan, kita tidak bisa seenaknya, kita tidak bisa asal-asalan, mempergunakan fungsi melihat dan fungsi penglihatan saat hidup di dunia. Kita harus mempergunakan ke duanya di dalam koridor untuk mensukseskan diri kita menjadi KHALIFAH di muka bumi yang sekaligus Makhluk yang Terhormat, terkecuali jika kita ingin pulang ke Neraka Jahannam untuk hidup bertetangga dengan Syaitan. 


6.  Kalam (Berkata-kata, Maha Berkata-kata)


Apakah artinya sifat Kalam itu? Kalam artinya Berkata-Kata, Maha Berkata-Kata. Seperti apakah sifat Kalam yang dimiliki ALLAH SWT? Sifat Kalam ALLAH SWT adalah Perkataan ALLAH SWT yang tidak terpengaruh oleh Susunan Huruf dan Bunyi, sehingga pembicaraan dan perkataan ALLAH SWT tidak berupa huruf dan bunyi, karena bila berupa huruf dan bunyi berarti ALLAH SWT dipengaruhi oleh susunan huruf dan bunyi atau nada. Mustahil ALLAH SWT akan bisa terpengaruh oleh apapun juga dan oleh siapapun juga.  Adanya kondisi ini berarti Kalam yang dimiliki oleh ALLAH SWT adalah Kalam yang berdiri sendiri, dengan Kalam yang dimilikinya ALLAH SWT mampu berkomunikasi dengan seluruh ciptaannya baik yang nyata atau yang dapat dilihat dengan mata maupun yang ghaib, kapanpun, dimanapun, dalam situasi apapun tanpa mengenal Jarak, Ruang dan Waktu.

  

Dan (Kami telah mengutus) rasul-rasul yang sungguh telah kami kisahkan  tentang mereka kepadamu dahulu, dan rasul-rasul yang tidak Kami kisahkan tentang mereka kepadamu. Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung.
(surat An Nisaa (4) ayat 164)

[381] Allah berbicara langsung dengan Nabi Musa a.s. merupakan keistimewaan Nabi Musa a.s., dan karena Nabi Musa a.s. disebut: Kalimullah sedang Rasul-rasul yang lain mendapat wahyu dari Allah dengan perantaraan Jibril. dalam pada itu Nabi Muhammad s.a.w. pernah berbicara secara langsung dengan Allah pada malam hari di waktu mi'raj.


Salah satu bentuk dari kumpulan Kalam dari ALLAH SWT adalah Al Qur’an. Dimana Al-Qur'an berfungsi sebagai sarana penghubung dan informasi bagi umat-Nya tentang keberadaan ALLAH SWT dan juga sebagai wujud kasih sayang-Nya kepada seluruh umat manusia. Selanjutnya untuk membuktikan bahwa ALLAH SWT mempunyai sifat Kalam, ALLAH SWT berbicara langsung dengan Nabi Musa a.s sehingga Nabi Musa a.s disebut Kalimullah. Sedangkan Nabi Muhammad SAW juga pernah berbicara langsung dengan  ALLAH SWT, saat peristiwa Mi'raj, yaitu sewaktu ALLAH SWT memerintahkan kepada Nabi Muhammad SAW mendirikan SHALAT.

Sekarang untuk siapakah sifat Kalam yang dimiliki ALLAH SWT itu? Yang pasti ALLAH SWT tidak membutuhkan sifat Kalam yang dimiliki-Nya, melainkan untuk seluruh makhluk-Nya, termasuk di dalamnya untuk diri kita dan anak keturunan kita, sepanjang diri kita mau meminta hal tersebut kepada ALLAH SWT, atau selama diri kita mau memenuhi apa-apa yang dikehendaki ALLAH SWT saat hidup di dunia.    


Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, maka Allah menerima Taubatnya. Sesungguhnya Allah Penerima taubat lagi Maha Penyayang.
(surat Al Baqarah (2) ayat 37)


dan dia berbicara dengan manusia dalam buaian dan ketika sudah dewasa dan dia termasuk di antara orang-orang yang saleh.”
(surat Ali ‘Imran (3) ayat 46)


Sekarang adakah sifat Kalam dalam diri kita dan dimanakah sifat Kalam diletakkan di dalam diri? Sifat Kalam pasti ada di dalam diri kita. Apa buktinya? Lihatlah dan perhatikanlah bayi yang baru lahir, ia hanya bisa menangis untuk segala apapun permasalahan yang dihadapinya, contohnya lapar nangis, buang air nangis, digigit nyamuk nangis, tidak aman nangis. Dari manakah asalnya tangis itu? Tangis bayi ada karena adanya Kalam ALLAH SWT yang ada pada bayi tersebut. Tangis bayi merupakan bahasa, atau kata-kata dari bayi untuk menyampaikan suatu pesan kepada orang tuanya. Bayi hanya bisa menangis karena pita suara, atau selaput suara yang dimilikinya belum sempurna. Sekarang dimanakah sifat Kalam diletakkan oleh ALLAH SWT? Sifat Kalam diletakkan di dalam selaput suara, atau di dalam pita suara. Apa buktinya? Lihat dan perhatikanlah orang yang tuna rungu, ia tidak bisa berbicara karena pita suaranya rusak. Akan tetapi dengan adanya sifat Kalam ia dapat berkomunikasi dengan orang lain melalui bahasa isyarat. 


Adanya sifat Kalam di dalam selaput suara, atau di dalam pita suara akan melahirkan Sebuah Bahasa sebagai Sarana, ataupun Alat Bantu untuk Berkomunikasi antar sesama manusia. Sekarang coba anda bayangkan jika sampai ALLAH SWT tidak memberikan sifat Kalam-Nya kepada diri kita? Kita hanya bisa saling melihat, saling memandang dan hanya saling memberikan kode tanpa mengerti apa yang disampaikan dan dimaksudkan satu sama lain. Selanjutnya Bahasa yang seperti apakah yang boleh dipergunakan oleh diri kita dalam hidup dan kehidupan? Bahasa yang dilandasi oleh Nilai-Nilai Kebaikan yang berasal dari Nilai-Nilai Ilahiah. Sekarang apakah kita sudah melakukan Komunikasi dengan mempergunakan Bahasa yang tidak bertentangan dengan Nilai-Nilai Kebaikan saat menjadi KHALIFAH di muka bumi?

Sekarang bagaimana jika sampai sifat Kalam yang berasal dari ALLAH SWT kita gunakan untuk mencaci maki orang, untuk menyebarkan fitnah dan berita bohong, untuk mengumpat orang, untuk menipu orang melalui kata-kata yang manis, ngerumpi sambil ngomongin orang, atau melakukan sesuatu yang paling sesuai dengan kehendak Syaitan? Jika sampai diri kita melakukan itu semua berarti fungsi Kalam yang kita miliki sudah kita pergunakan dan sudah kita manfaatkan sesuai dengan Kehendak Syaitan sang Laknatullah.


Untuk itu ALLAH SWT melalui surat Al Israa’ (17) ayat 36 memberikan sebuah peringatan kepada manusia untuk selalu berhati-hati saat mempergunakan dan mendayagunakan kemampuan fungsi sifat Kalam sebab akan dimintakan pertanggungjawabannya oleh ALLAH SWT. Dan jika hal ini sudah menjadi ketetapan ALLAH SWT kepada diri kita berarti kita tidak bisa sembarangan, kita tidak bisa seenaknya saja, kita tidak bisa asal-asalan, di dalam mempergunakan fungsi sifat Kalam saat hidup di dunia. Kita harus bisa mempergunakan fungsi sifat Kalam di dalam koridor untuk mensukseskan diri kita menjadi KHALIFAH di muka bumi yang sekaligus Makhluk yang Terhormat, terkecuali jika kita ingin pulang ke Neraka Jahannam. 



7.  Hayat (Hidup, Maha Hidup)


Apakah artinya sifat Hayat itu? Hayat artinya Hidup, Maha Hidup. Seperti apakah Sifat Hayat yang dimiliki oleh ALLAH SWT? Sifat Hayat yang dimiliki oleh ALLAH SWT adalah Maha, Kekal lagi Abadi sebab ALLAH SWT kekal abadi selamanya. Selanjutnya jika ALLAH SWT sampai binasa, berarti  ALLAH SWT sama dengan makhluk yang diciptakan-Nya, hal ini mustahil adanya. Adanya kondisi ini berarti ALLAH SWT akan terus ada sampai kapanpun juga.


Allah-lah yang menjadikan bumi bagi kamu tempat menetap dan langit sebagai atap, dan membentuk kamu lalu membaguskan rupamu serta memberi kamu rezki dengan sebahagian yang baik-baik. Yang demikian itu adalah Allah Tuhanmu, Maha Agung Allah, Tuhan Semesta Alam. Dialah yang hidup kekal, tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia; maka sembahlah Dia dengan memurnikan ibadat kepada-Nya. Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam.
(surat Al Mu’min (40) ayat 64-65)


ALLAH SWT adalah Dzat Yang Maha Hidup, yang menghidupkan ciptaan-Nya adalah sangat bertolak belakang jika ALLAH SWT sampai mati atau binasa. Tidaklah demikian ALLAH SWT dengan Maha Hidup-Nya sebab Maha Hidup-Nya juga bersifat baqa (kekal) dan qiyamuhu binafsih (berdiri sendiri), ingat sifat baqa yang dimiliki oleh ALLAH SWT juga berlaku kepada seluruh sifat yang dimiliki-Nya. Sehingga akan memberikan sifat Hayat sebaik mungkin kepada setiap makhkuk yang diciptakannya.


Sekarang adakah sifat Hayat dalam diri kita dan dimanakah sifat Hayat diletakkan di dalam diri? Kita bisa hidup di dunia ini karena dihidupkan oleh ALLAH SWT melalui bersatunya Jasmani dengan Ruhani, atau adanya sifat Hayat di dalam diri manusia di dalam mempersatukan Jasmani dengan Ruhani. Lalu dimanakah sifat Hayat diletakkan oleh ALLAH SWT? Sifat Hayat diletakkan oleh ALLAH SWT di dalam Jasmani dan Ruhani sebagai Perekat, sebagai Penyatu di antara keduanya. Jika sifat Hayat yang dimiliki oleh ALLAH SWT tidak ada pada diri manusia, apa yang dapat manusia lakukan? Manusia tanpa Hayat bukan disebut manusia tetapi disebut dengan Mayat.


Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan?
(surat Al Baqarah (2) ayat 28)


Sifat Hayat akan melahirkan apa yang disebut dengan Hidup. Adanya Hidup atau saat bersatunya Jasmani dengan Ruhani maka manusia dapat melakukan segala aktivitas kehidupannya, dapat melaksanakan tugasnya sebagai KHALIFAH di muka bumi. Jika Jasmani telah berpisah dengan Ruhani maka selesai sudah Hidup manusia di muka bumi ini dan itulah yang disebut dengan ajal atau kematian. Hidup dan Mati adalah sebuah kenyataan yang harus dihadapi oleh setiap manusia. Lalu untuk apakah ALLAH SWT mengadakan Hidup dan Mati, atau apakah ALLAH SWT begitu saja menciptakan Hidup dan Mati? Hidup adalah saat dimana manusia menjalankan aktivitasnya sebagai seorang KHALIFAH di muka bumi, sedangkan Mati adalah berakhirnya aktivitas manusia sebagai seorang KHALIFAH di muka bumi, yang tercermin dari berpisahnya Ruhani dengan Jasmani. Jasmani kembali ke tanah sedangkan Ruhani pulang ke alam Barzah yang selanjutnya menunggu untuk mempertanggungjawabkan atas segala apa-apa yang telah dilakukannya saat hidup di muka bumi.


Hidup yang seperti apakah yang dapat menjadikan manusia sukses menjadi KHALIFAH di muka bumi sekaligus Manusia yang Terhormat? Hidup yang kita lakukkan haruslah Hidup yang berlandaskan Diinul Islam yang Kaffah, Hidup yang sesuai dengan kehendak ALLAH SWT; Hidup yang berada di jalan ALLAH SWT, Hidup yang dapat menjadikan diri kita menjadi Makhluk yang Terhormat, yang dapat menghantarkan diri kita ke tempat yang terhormat, dengan cara terhormat, untuk bertemu dengan Yang Maha Terhormat, dalam suasana yang penuh saling hormat menghormati.


Katakanlah: “Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua, yaitu Allah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Yang menghidupkan dan mematikan, maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, Nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya)  dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk”.
(surat Al A’raaf  (7) ayat 158)


Sekarang bagaimana jika sifat Hayat yang berasal dari  ALLAH SWT kita gunakan untuk berfoya-foya, untuk menakut-nakuti orang, untuk berbuat kejahatan, untuk korupsi, untuk mensyerikati ALLAH SWT, untuk mencaci maki orang, untuk menyebarkan fitnah dan berita bohong, atau melakukan sesuatu yang paling sesuai dengan kehendak Syaitan? Jika sampai diri kita melakukan itu semua berarti sifat Hayat yang kita miliki sudah kita pergunakan dan sudah kita manfaatkan sesuai dengan Kehendak Syaitan sang Laknatullah. Untuk itu ALLAH SWT melalui surat  Al Israa’ (17) ayat 36 memberikan sebuah peringatan kepada seluruh manusia untuk berhati-hati di dalam mempergunakan dan mendayagunakan kemampuan sifat Hayat sebab akan dimintakan pertanggung jawabannya oleh ALLAH SWT. Selanjutnya jika hal ini sudah menjadi ketetapan ALLAH SWT kepada manusia berarti kita tidak bisa sembarangan, kita tidak bisa seenak-enaknya, kita tidak bisa asal-asalan di dalam mempergunakan sifat Hayat saat hidup di dunia. Kita harus bisa mempergunakan fungsi Hayat di dalam koridor untuk mensukseskan diri kita menjadi KHALIFAH di muka bumi yang sekaligus Makhluk yang Terhormat, terkecuali jika kita ingin pulang ke Neraka Jahannam. 


Hamba ALLAH SWT, itulah sifat Ma’ani yang 7 (tujuh) yang dimiliki oleh  ALLAH SWT yang tidak dipisahkan dengan sifat Salbiyah ALLAH SWT yang 6(enam) dan sebagai KHALIFAH di muka bumi kitapun telah pula telah memiliki bagian dari sifat Ma’ani ALLAH SWT yang terdiri dari sifat Qudrat, sifat Iradat, sifat Ilmu, sifat Sami’, sifat Bashir, sifat Kalam dan juga sifat Hayat yang kesemuanya bersifat sementara. Timbul pertanyaan yang paling mendasar, apakah kualitas dari Amanah 7 yang ada dalam diri kita akan selamanya konstan, ataukah bisa berubah-ubah?


Kualitas Amanah 7 yang ada dalam diri kita, tidak akan bisa selamanya konstan. Kualitas Amanah 7 akan dapat berubah ubah, bisa naik bisa turun, seiring dengan penggunaan Amanah 7 yang kita lakukan saat hidup di dunia serta sangat tergantung pula dengan tingkat keimanan dan ketaqwaan kita kepada ALLAH SWT. Jika kita mempergunakan Amanah 7 di dalam koridor Nilai-Nilai Keburukan yang sesuai dengan kehendak Syaitan, atau diri kita tidak mau beriman dan bertaqwa kepada ALLAH SWT  maka kualitas Amanah 7 akan mengalami penurunan dari waktu ke waktu. Dilain sisi jika kita mampu mempergunakan Amanah 7 sesuai dengan koridor Nilai-Nilai Kebaikan yang sesuai dengan kehendak ALLAH SWT, atau saat diri kita mempergunakan Amanah 7 kita beriman dan bertaqwa kepada ALLAH SWT maka kualitas Amanah 7 dapat konstan, atau bahkan bisa naik kualitasnya karena ditambah kemampuannya oleh ALLAH SWT.


Kemanakah kita akan memperbaiki Amanah 7 yang telah mengalami penurunan kualitas, atau telah mengalami kerusakan akibat kesalahan yang telah kita perbuat saat hidup di dunia? Untuk memperbaiki, untuk meningkatkan kualitas Amanah 7 yang kita miliki tidak bisa kita lakukan selain kepada  ALLAH SWT semata, karena Amanah 7 asalnya dari ALLAH SWT. Adanya kondisi ini berarti sampai kapanpun juga tidak akan pernah ada di muka bumi ini bengkel, atau pabrikan, atau dokter, atau teknologi yang mampu memperbaiki, menambah Amanah 7 yang telah mengalami gangguan dan  kerusakan selain ALLAH SWT. Lalu bagaimana caranya kita meminta bantuan ALLAH SWT? Cara menambah, atau cara memperbaiki kualitas Amanah 7 maka kita harus terlebih dahulu melaksanakan Taubatan Nasuha, yang dilanjutkan dengan beriman dan betaqwa kepada ALLAH SWT serta selalu mempergunakan Amanah 7 di dalam koridor Nilai-Nilai Kebaikan yang sesuai dengan kehendak ALLAH SWT. 


Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat[1233] kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu Amat zalim dan Amat bodoh,
(surat Al Ahzab (33) ayat 72)

[1233] Yang dimaksud dengan amanat di sini ialah tugas-tugas keagamaan.


Sebagai Makhluk yang Terhormat, tentu kita sangat berharap dapat kembali ke Tempat yang Terhormat dengan Cara yang Terhormat dalam suasana yang Saling Hormat Menghormati. Jika kondisi ini yang kita inginkan, maka tidak ada jalan lain bagi diri kita untuk mempergunakan, untuk mendayagunakan Qudrat yang kita terima, Iradat yang kita terima, Ilmu yang kita terima, Kalam yang kita terima, Sami' yang kita terima, Bashir yang kita terima, Hayat yang kita terima, dengan cara-cara yang Terhormat pula sesuai dengan pemilik dari itu semua yaitu ALLAH SWT, Dzat Yang Maha Terhormat.


Sekarang apa jadinya jika sesuatu yang telah diberikan oleh Yang Maha Terhormat justru kita pergunakan sesuai dengan kehendak Syaitan sang laknatullah, sehingga menghancurkan Kehormatan yang telah kita miliki? Untuk itu tolong perhatikan dengan seksama apa yang dikemukakan oleh ALLAH SWT dalam surat Al Ahzab (33) ayat 72 di atas, dimana ALLAH SWT dengan tegas menyatakan Amat Zalim dan Amat Bodoh kepada manusia, termasuk kepada diri kita, jika kita tidak mampu memanfaatkan Amanah 7 yang berasal dari sifat Ma’ani ALLAH SWT untuk mensukseskan diri kita menjadi KHALIFAH di muka bumi yang sekaligus Makhluk yang Terhormat. Jika sampai ini terjadi pada diri kita berarti kita telah jatuh tapai dari Makhluk yang terhormat menjadi mahkluk yang amat zalim dan amat bodoh dikarenakan kita telah menyianyiakan sesuatu yang paling hebat yang berasal dari ALLAH SWT, Yang Maha Terhormat.


Untuk itu sadarilah dengan sesadar-sadarnya mulai saat ini juga bahwa sifat Qudrat, sifat Iradat, sifat Ilmu, sifat Sami', sifat Bashir, sifat Kalam dan sifat Hayat yang telah ALLAH SWT berikan kepada diri kita, bukanlah barang gratisan, atau pemberian cuma-cuma, sehingga dapat dipergunakan seenaknya saja tanpa menghiraukan maksud dan tujuan dari diberikannya hal itu kepada kita, padahal semuanya akan diminta pertanggungjawabannya oleh ALLAH SWT. Agar diri kita terbebas dari pertanggungjawaban dari sifat Qudrat, sifat Iradat, sifat Ilmu, sifat Sami’, sifat Bashir, sifat Kalam, sifat Hayat yang telah kita terima,  tidak ada jalan lain bagi diri kita mulai saat ini juga untuk mempergunakan, untuk mendayagunakan Amanah 7 yang kita miliki di dalam koridor Nilai-Nilai Kebaikan yang dikehendaki oleh ALLAH SWT, terkecuali jika kita sangat berkeinginan untuk pulang kampung bersama syaitan ke Neraka Jahannam.



3.      PENDEKATAN melalui ASMA atau NAMA-NAMA  ALLAH SWT  YANG INDAH


Sebelum kami membahas lebih lanjut tentang Pendekatan Asmaul Husna, yang tidak lain merupakan jawaban dari angka 99 (Sembilan puluh Sembilan) dari istilah Route to 1.6.7.99, berikut ini akan kami kemukakan ilustrasi sebagai berikut : Nama yang diberikan oleh orang tua kepada saya katakan adalah Hendi Azhari Anwar, sekarang siapakah panggilan, atau sebutan saya jika saya mengajar di sekolah, apakah tetap Hendi Azhari Anwar ataukah dipanggil dengan sebutan pak guru? Saat mengajar di sekolah maka saya akan dipanggil dengan panggilan pak Guru.


Lalu bagaimana jika saya mengemudikan kapal laut, siapakah sebutan saya saat itu? Saat mengemudikan kapal laut maka saya dipanggil dengan sebutan Nahkoda. Hal yang samapun terjadi jika saya mengemudikan kereta, maka saya akan dipanggil dengan sebutan Masinis. Sekarang berubahkah nama saya setelah melakukan suatu pekerjaan? Nama saya tetap Hendi Azhari Anwar sampai kapanpun juga, namun panggilan atau sebutan yang berlaku bagi saya dapat berubah sesuai dengan peran dan pekerjaan, atau perbuatan, atau profesi yang saya lakukan. Sekarang bagaimana dengan ALLAH SWT yang memiliki Asmaul Husna sebanyak 99 (sembilan puluh sembilan) yang termaktub dalam Nama-Nama ALLAH SWT Yang Indah?


Adanya nama-nama ALLAH SWT sebanyak 99(sembilan puluh sembilan) bukanlah berarti ALLAH SWT berjumlah 99 (sembilan puluh sembilan). ALLAH SWT tetap  satu yaitu ALLAH SWT sampai dengan kapanpun juga, namun ALLAH SWT akan bernama, atau ALLAH SWT akan dinamakan An Nuur pada saat ALLAH SWT menjadi Yang Maha Bercahaya. Selanjutnya  ALLAH SWT akan bernama Al Barr pada saat ALLAH SWT menjadi Yang Maha Dermawan, demikian pula ALLAH SWT akan bernama Al Baqqi pada saat ALLAH SWT menjadi Yang Maha Kekal. Sekarang bagaimana dengan As Salam? ALLAH SWT akan dinamakan As Salam pada saat ALLAH SWT bertindak sebagai Maha Penyelamat. Hal yang samapun terjadi pada saat ALLAH SWT sebagai Yang Maha Kuasa, maka ALLAH SWT akan bernama Al Qaadir. Demikian seterusnya sesuai dengan Asmaul Husna yang dimiliki oleh ALLAH SWT. Selanjutnya apakah kebesaran dan kemahaan ALLAH SWT akan berubah dengan adanya Asmaul Husna yang berjumlah 99 (sembilan puluh sembilan)?



Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Dia-lah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, Raja, yang Maha Suci, yang Maha Sejahtera, yang Mengaruniakan Keamanan, yang Maha Memelihara, yang Maha perkasa, yang Maha Kuasa, yang memiliki segala Keagungan, Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.
Dialah Allah yang Menciptakan, yang Mengadakan, yang membentuk Rupa, yang mempunyai asmaaul Husna. bertasbih kepadanya apa yang di langit dan bumi. dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
(surat Al Hasyr (59) ayat 22-23-24)


Kemahaan, Kebesaran ALLAH SWT tidak akan sedikitpun berubah, atau mengalami perubahan walaupun ALLAH SWT memiliki Nama-Nama Yang Indah sebanyak 99(sembilan puluh sembilan). Yang berubah dari ALLAH SWT hanyalah namanya saja, hal ini karena disesuaikan dengan Aktivitas dan Perbuatan ALLAH SWT atau yang dikenal dengan istilah Asmaul Husna. Berikut ini akan kami kemukakan 99(sembilan puluh sembilan) Nama-Nama ALLAH SWT yang indah, yang disebut juga Asmaul Husna, yaitu: 


Asmaul Husna
Nama-Nama ALLAH yang Indah
1
Ar-Rakhman
Maha Pengasih, pemberi kenikmatan yang agung-agung, pengasih di dunia dan pengasih yang zhahir
2
Ar-Rahiem
Maha Penyayang, pemberi kenikmatan yang pelik-pelik, penyayang di akhirat dan/atau pengasih yang bathin.
3
Al-Maalik
Maha Merajai, Maha Memiliki, mengatur kerajaan & milik-Nya dengan kehendak-Nya.
4
Al-Quddus
Maha Suci, suci dari segala cacat dan cela.
5
As-Salam
Maha Penyelamat, pemberi keamanan dan kesentosaan bagi makhluk-Nya.
6
Al-Mu'min
Maha Pemelihara Keamanan, siapa yang salah mendapat siksa, sedangkan yang taat dapat pahala.
7
Al-Muhaimin
Maha Penjaga, Maha Pemberi Kebahagiaan lahir dan bathin, melindungi segala sesuatu.
8
Al-'Aziz
Maha Mulia, kuasa dan mampu berbuat sekehendaknya
9
Al-Jabbar
Maha Perkasa, mencukupi segala kebutuhan, melangsungkan segala perintah-Nya serta memperbaiki keadaan seluruhnya.
10
Al-Mutakabbir
Maha Sombong/Megah, menyendiri dengan sifat keagungan & kemegahan-Nya.
11
Al –Khaliq
Maha Pencipta, mengadakan seluruh makhluk tanpa asal, juga menakdirkan adanya semua ini.
12
Al-Baari'
Maha Pembuat, mengadakan sesuatu yang bernyawa yang ada asal mulanya.
13
Al-Mushawwir
Maha Pembentuk, memberikan gambaran atau bentuk pada sesuatu yang berbeda dengan lainnya yang sesuai dengan keadaan & keperluannya.
14
Al-Ghaffar
Maha Pengampun, banyak pemberian maaf-Nya dan menutupi dosa-dosa dan kesalahan.
15
Al-Qahhar
Maha Pemaksa, menggenggam segala sesuatu dalam kekuasaan-Nya serta memaksa makhluk menurut kehendak-Nya.
16
Al-Wahhab
Maha Pemberi, banyak kenikmatan dan selalu memberi kurnia dan anugerah.
17
Ar-Razzaq
Maha Pemberi Rezeki. membuat berbagai rezeki serta membuat pula sebab-sebab diperolehnya.
18
Al-Fattaah
Maha Membukakan, yakni membuka gudang dan gedung penyimpanan rahmat-Nya untuk seluruh hamba-Nya.
19
Al-'Aliem
Maha Mengetahui, yakni mengetahui segala yang maujud ini dan tidak ada sesuatu benda apapun yang tersembunyi  dari pengetahuan-Nya.
20
Al-Qoobidl
Maha Pencabut, mengambil nyawa atau mempersempit  rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya.
21
Al-Bassith
Maha Meluaskan, memudahkan terkumpulnya rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya.
22
Al- Khafidl
Maha Menjatuhkan, yakni terhadap orang-orang yang selayaknya  dijatuhkan karena akibat kelakuannya sendiri.
23
Ar-Rafi'
Maha Mengangkat, yakni terhadap orang-orang yang selayaknya diangkat karena usahanya yang giat yaitu yang termasuk golongan kaum yang bertaqwa.
24
Al-Mu'izz
Maha Pemberi Kemuliaan, yakni kepada orang-orang yang berpegang teguh kepada agama-Nya dengan memberi pertolongan dan kemenangan.
25
Al-Mudzill
Maha Pemberi Kehinaan,  yakni kepada musuh-musuh-Nya dan musuh umat Islam seluruhnya.
26
Al-Saami'
Maha Mendengar.
27
Al-Bashir
Maha Melihat.
28
Al-Hakam
Maha Menetapkan Hukum, sebagai hakim yang memutuskan yang tidak seorangpun dapat menolak keputusan-Nya, juga tidak seorangpun yang kuasa merintangi kelangsungan hukum-Nya.
29
Al-'Adlu
Maha Adil, serta sangat sempurna dalam keadilan-Nya
30
Al-Lathief
Maha Lembut, yakni mengetahui segala yang samar-samar, yang pelik-pelik dan yang kecil-kecil.
31
Al –Khoobir
Maha Waspada dan/atau Maha Pemberi Khabar
32
Al-Haliim
Maha  Penghiba atau Maha Penyantun, penyantun yang tidak tergesa-gesa melakukan kemarahan dan pula gegabah memberikan siksaan.
33
Al-'Azhiem
Maha  Agung, yakni mencapai puncak tertinggi dari mercusuar keagungan karena  bersifat dengan segala macam sifat kebesaran dan kesempurnaan.
34
Al-Ghafuur
Maha  Pengampun, banyak pengampunan-Nya kepada hamba-hamba-Nya.
35
Asy-Syakuur
Maha  Pembalas, yakni memberikan balasan yang banyak sekali atas amalan yang kecil dan tidak berarti.
36
Al-'Aliyy
Maha Tinggi, yakni mencapai tingkat yang setinggi-tingginya yang tidak mungkin digambarkan oleh akal fikiran siapapun dan tidak dapat dipahami oleh otak yang bagaimanapun pandainya.
37
Al-Kabiir
Maha Besar, yang kebesarannya tidak dapat diikuti oleh panca indera ataupun akal sehat manusia.
38
Al-Hafiidz
Maha Pemelihara, yakni menjaga sesuatu jangan sampai rusak dan guncang. Juga menjaga segala amal perbuatan hamba-hamba-Nya, sehingga tidak akan disiasiakan sedikitpun untuk memberi balasan-Nya.
39
Al-Muqiit
Maha Pemberi Kecukupan, baik yang berupa makanan tubuh ataupun makanan ruhani.
40
Al-Hasiib
Maha Penjamin, yakni memberi jaminan kecukupan kepada seluruh hamba-Nya, juga dapat diartikan Maha Menghisab amalan hamba-Nya pada hari kiamat.
41
Al-Jaliil
Maha Luhur, yang mempunyai sifat keluhuran karena kesempurnaan sifat-sifat-Nya.
42
Al-Kariem
Maha Pemurah, mulia hati dan memberi siapapun tanpa diminta atau sebagai penggantian dari sesuatu pemberian.
43
Al-Raqieb
Maha Peneliti, yang mengamat-amati gerak-gerik segala sesuatu dan mengawasinya.
44
Al-Mujiib
Maha Mengabulkan, yang memenuhi permohonan siapa saja yang berdoa kepada-Nya.
45
Al-Waasi'
Maha Luas, yakni bahwa segala kerahmatan-Nya itu merata kepada segala yang maujud dan luas pula ilmu-Nya terhadap segala sesuatu.
46
Al-Hakiim
Maha Bijaksana, yakni memiliki kebijaksanaan yang tertinggi, kesempurnaan ilmu-Nya serta kerapihan-Nya dalam membuat segala sesuatu.
47
Al-Waduud
Maha Pencinta, yang menginginkan segala kebaikan untuk seluruh hamba-Nya dan pula berbuat baik  pada mereka itu dalam segala ihwal dan keadaan.
48
Al-Majiid
Maha Mulia, yakni mencapai tingkat teratas dalam hal kemulian dan keutamaan.
49
Al –Baa'its
Maha Membangkitkan,  yakni membangkitkan para Rasul, membangkitkan semangat dan kemauan, juga membangkitkan orang-orang yang telah mati dari masing-masing kuburnya pada hari kiamat.
50
Asy-Syahiid
Maha Menyaksikan, Maha Mengetahui keadaan semua makhluk-Nya.
51
Al-Haqq
Maha Haq , Maha Benar, yang kekal dan tidak akan berubah sedikitpun.
52
Al-Wakiil
Maha Memelihara Penyerahan, yakni memelihara semua urusan hamba-hamba-Nya dan apa-apa yang menjadi kebutuhan mereka itu.
53
Al-Qawiyy
Maha Kuat, yaitu memiliki kekuatan yang sesempurna-sempurnanya.
54
Al-Matiin
Maha Kokoh, Maha Perkasa, yakni memiliki keperkasaan yang sudah sampai dipuncaknya.
55
Al-Waliyy
Maha Melindungi, yakni melindungi serta menertibkan semua kepentingan makhluk-Nya karena kecintaan-Nya yang sangat pada mereka itu dan pemberian pertolongan-Nya yang tidak terbatas pada keperluan mereka.
56
Al-Hamid
Maha Terpuji, yang memang sudah selayaknya untuk memperoleh pujian dan sanjungan.
57
Al-Muhshi
Maha Penghitung, yang tidak satupun tertutup dari pandangan-Nya dan semua amalan itupun diperhitungankan sebagaimana wajarnya.
58
Al-Mubdi'
Maha Memulai, yang melahirkan sesuatu yang asalnya tidak ada & belum maajud.
59
Al-Mu'iid
Maha Mengulangi, yakni menumbuhkan kembali setelah lenyapnya atau setelah rusaknya.
60
Al-Muhyi
Maha Menghidupkan, yakni memberikan daya kehidupan pada setiap sesuatu yang berhak hidup.
61
Al-Mummit
Maha Mematikan, yakni mengambil kehidupan (Ruh) dari apa yang hidup, lalu disebut mati.
62
Al-Hayy
Maha Hidup, kekal pula Hidup-Nya itu.
63
Al-Qayyuum
Maha Berdiri Sendiri, baik DzatNya, Sifat-Nya, Asma-Nya dan Af'al-Nya. Juga membuat berdirinya apa-apa yang selain Dia, dengan-Nya pula berdirinya langit dan bumi ini.
64
Al-Waajid
Maha Kaya, dapat menemukan apa saja yang diinginkan-Nya, maka tidak membutuhkan pada suatu apapun karena sifat kaya-Nya yang secara mutlak.
65
Al-Maajid
Maha Mulia, yakni mencapai tingkat teratas dalam hal kemuliaan dan keutamaan.
66
Al-Wahhid
Maha Tunggal.
67
Al-Ahad
Maha Esa.
68
Ash-Shomad
Maha Dibutuhkan/Tempat Bergantung, yakni selalu menjadi tujuan dan harapan orang di waktu hajad dan keperluan.
69
Al-Qaadir
Maha Kuasa.
70
Al-Muqtadir
Maha Menentukan.
71
Al-Muqoddim
Maha Mendahulukan, yakni mendahulukan sebagian benda dari yang lainnya dalam perwujudannya atau dalam kemuliaan, selisih waktu dan tempatnya.
72
Al-Mu'akhkhir
Maha Mengakhirkan atau Membelakangkan.
73
Al-Awwal
Maha Pertama, dahulu sekali dari semua yang maujud.
74
Al-Aakhir
Maha Penghabisan, kekal selamanya tanpa ujung.
75
Azh-Zhohir
Maha Nyata, yakni menyatakan dan menampakkan ke-WujudanNya itu dengan bukti-bukti dan tanda-tanda ciptaan-Nya
76
Al-Baathin
Maha Tersembunyi, tidak dapat dimaklumi Dzat-Nya, sehingga tidak seorangpun dapat mengenal Kunhi Dzatnya
77
Al-Waaly
Maha Menguasai, menggenggam sesuatu dalam kekuasaan-Nya dan menjadi milik-Nya.
78
Al-Muta'aaly
Maha Suci, Maha Tinggi, terpelihara dari segala kekurangan dan kerendahan.
79
Al-Barri
Maha Dermawan, banyak kebaikan-Nya dan besar kenikmatan yang dilimpahkan-Nya.
80
Al-Tawwaab
Maha Penerima Taubat, memberikan pertolongan kepada orang-orang yang bermaksiot untuk melakukan taubat lalu ALLAH akan menerimanya.
81
Al-Muntaqim
Maha Penyiksa, kepada orang yang berhak untuk memperoleh siksa-Nya.
82
Al-Afuww
Maha Pemaaf, pelebur kesalahan orang yang suka kembali untuk meminta maaf kepada-Nya.
83
Ar-Ra'uuf
Maha Pengasih, banyak kerahmatan-Nya dan kasih sayang-Nya.
84
Maalikul Mulk
Maha Menguasai Kerajaan,
85
Dzul Jalaal Wal  Ikroom
Maha Memiliki Kebesaran dan Kemuliaan
86
Al-Muqsith
Maha Mengadili, yakni memberikan kemenangan pada orang-orang yang teraniaya dari tindakan orang-orang yang menganiaya dengan keadilan-Nya.
87
Al-Jaami'
Maha Mengumpulkan,
88
Al-Ghoniyy
Maha Kaya, yang tidak membutuhkan apapun dari yang selain Dzat-Nya sendiri, tetapi yang lain sangat membutuhkan-Nya.
89
Al-Mughniy
Maha Pemberi Kekayaan
90
Al-Maani'
Maha Pembela atau Maha Penolak
91
Adl-Dlaarr
Maha Pemberi Bahaya, dengan menurunkan siksa-siksa-Nya kepada musuh-musuh-Nya
92
An-Naafi'
Maha Pemberi Kemanfaatan
93
An-Nuur
Maha Bercahaya, yakni menonjolkan Dzat-Nya sendiri dan menampakkan untuk yang selain-Nya dengan menunjukkan tanda-tanda kekuasaan-Nya.
94
Al-Haadii
Maha Pemberi Petunjuk, memberikan jalan yang benar kepada segala sesuatu agar langsung adanya dan terjaga kehidupannya.
95
Al-Badii'
Maha Pencipta Yang Baru
96
Al-Baaqi
Maha Kekal, yakni kekal hidup-Nya  selama-lamanya.
97
Al-Waarist
Maha Pewaris, yakni kekal setelah musnahnya seluruh makhluk.
98
Ar-Rasyid
Maha Cendekiawan, yakni memberi penerangan dan tuntunan pada seluruh hamba-Nya  dan segala peraturan-Nya itu berjalan menurut ketentuan yang digariskan  oleh kecendekiawanan-Nya.
99
Ash-Shabur
Maha Penyabar, yang tidak tergesa-gesa memberikan siksaan dan tidak pula cepat-cepat melaksanakan sesuatu sebelum waktunya.

Sebagai KHALIFAH yang sedang menumpang di langit dan di bumi ALLAH SWT, apa yang harus kita sikapi dengan adanya 99 (sembilan puluh sembilan) Nama-Nama ALLAH SWT yang Indah ini? Sikap yang harus kita lakukan adalah kita harus mengimaninya, yang dilanjutkan dengan meyakini bahwa seluruh Asmaul Husna yang dimiliki oleh  ALLAH SWT bukanlah untuk ALLAH SWT itu sendiri, namun Asmaul Husna yang dimiliki oleh ALLAH SWT untuk seluruh umat manusia yang beriman dan bertaqwa kepada-Nya, termasuk di dalamnya adalah untuk diri kita dan anak keturunan kita, sepanjang diri kita, anak keturunan kita mau beriman dan bertaqwa kepada ALLAH SWT.

Sekarang, katakan ALLAH SWT adalah Al Haadii, lalu wajibkah bagi ALLAH SWT untuk memberi petunjuk kepada diri kita sesuai dengan Kemahaan dan Kebesaran yang dimiliki-Nya? Sepanjang diri kita yakin bahwa ALLAH SWT adalah Maha Pemberi Petunjuk maka ALLAH SWT pasti akan menunjukkan Kebesaran dan Kemahaan dari Al Haadii yang dimiliki-Nya kepada diri kita dengan memberikan petunjuk-Nya kepada diri kita. Sekarang  kita yang akan diberi petunjuk oleh  ALLAH SWT, sudah Haqqul Yakinkah  kita pasti akan diberi petunjuk oleh ALLAH SWT? Berdasarkan hadits yang kami kemukakan di bawah ini, ALLAH SWT berbuat, bertindak, bersikap kepada diri kita sesuai dengan persepsi diri kita kepada  ALLAH SWT. Dan jika ini adalah kondisi dasar ALLAH SWT kepada diri kita, sekarang tergantung diri kita sendiri mau bersikap seperti apa kepada ALLAH SWT saat hidup di muka bumi ini. Selanjutnya apa yang harus kita perbuat setelah diri kita memperoleh petunjuk dari ALLAH SWT?

Abu Hurairah ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta'ala berfirman: Aku selalu mengikuti sangkaan hamba-Ku pada-Ku, maka terserah padanya akan menyangka apa saja kepada-Ku.
(HQR Muslim dan Alhakiem dari Watsilah dan Ibu Abud-Dunia, Alhakiem dari Abu Hurairah ra: 272: 67)

Watsilah bin Al-asqa' ra. berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta'ala berfirman: Aku selalu menurutkan sangkaan hamba-Ku terhadap diri-Ku, jika ia baik sangka kepada-Ku maka ia dapat dari padaku apa yang ia sangka. Dan bila ia jahat (jelek) sangka kepada-Ku, maka ia dapat apa yang ia sangka dari pada-Ku.
(HQR Atthabarani dan Ibn Hibban; 272:71)

Sebelum kami menjawab pertanyaan ini perkenankan kami mengemukakan ilustrasi sebagai berikut: Katakan kita memiliki anak yang sudah berangkat remaja 5(lima) orang, lalu setiap anak kita berikan uang jajan sebanyak Rp.15.000,- (lima belas ribu rupiah). Lalu salah satu dari anak kita, uangnya selalu habis dibelanjakan, besok jika ia meminta lagi apakah akan kita beri? Jawabannya bisa ya, bisa tidak. Selanjutnya yang terjadi adalah kita memberi lagi kepada anak tersebut uang karena uang yang kemarin telah habis dibelanjakan untuk menolong temannya yang sedang kesusahan, dan juga menolong temannya yang kehabisan uang untuk ongkos pulang.

Timbul pertanyaan, kenapa kita memberikan uang kepada anak tersebut? Kita memberikan uang karena apa yang diperbuat oleh anak tersebut adalah tindakan, atau perbuatan yang paling kita sukai, atau anak tersebut telah mampu menyenangkan hati kita dengan perbuatan yang dilakukannya. Sekarang bagaimana dengan anak yang lain, yang uangnya masih tetap utuh, besok jika ia meminta uang apakah akan kita beri? Jawabannya adalah tidak, karena uang yang kemarin masih ada, jadi pergunakan saja uang yang kemarin untuk hari ini.

 Sekarang bagaimana dengan ALLAH SWT kepada orang yang telah menerima petunjuk? Hal yang sama juga diberlakukan oleh ALLAH SWT kepada orang yang telah menerima petunjuk dari-Nya, jika kita telah menerima petunjuk dari ALLAH SWT maka kita tidak diperkenankan oleh  ALLAH SWT untuk menyimpan, atau menyembunyikan, petunjuk dari ALLAH SWT untuk kepentingan diri sendiri, melainkan kita harus berbagi petunjuk yang telah kita terima dengan sesama. Hal ini penting kita lakukan karena dengan berbuat dan bersikap seperti itu maka kita telah sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh ALLAH SWT.

Selanjutnya jika ini mampu kita laksanakan maka jika kita meminta lagi petunjuk pasti akan diberikan lagi oleh ALLAH SWT. Akan tetapi jika petunjuk yang telah kita terima kita simpan saja, maka ALLAH SWT pun akan bersikap yang sama kepada diri kita dengan mengatakan petunjuk yang kemarin masih ada jadi gunakan saja petunjuk yang kemarin. Hal yang harus kita perhatikan dengan seksama adalah ALLAH SWT tidak hanya memberlakukan hal ini kepada petunjuk-Nya saja, namun berlaku juga untuk Rezeki yang telah kita terima, untuk Ilmu yang telah kita peroleh dan lain sebagainya sesuai dengan sifat Ma’ani dan Asmaul Husna. 

Berdasarkan Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud, yang kami kemukakan di bawah ini, kita diperkenankan, atau kita tidak dilarang berdoa kepada ALLAH SWT dengan mempergunakan Nama-Nama ALLAH SWT Yang Indah. Apa maksudnya? Katakan kita sangat membutuhkan petunjuk dari ALLAH SWT, maka pada saat kita berdoa kepada ALLAH SWT kita dapat mempergunakan nama ALLAH SWT, Al Haadii (Yang Maha Pemberi Petunjuk) dengan mengucapkan Ya ALLAH SWT, Engkau adalah Al Haadii, Engkau Maha Pemberi Petunjuk, tunjukilah aku dan seterusnya. Lalu bagaimana jika kita ingin memperoleh Rezeki, maka kita bisa mempergunakan Ar Razzaq atau Al Mughniy pada saat mengajukan doa kepada ALLAH SWT, demikian seterusnya sesuai dengan Asmaul Husna. 


Nabi SAW mendengar seorang laki-laki berkata dalam doanya: Ya Allah sesungguhnya hamba memohon kepada-Mu, dengan sesungguhnya aku naik saksi bahwa Engkau adalah Allah yang tidak ada Tuhan yang patut disembah kecuali Engkau. Yang Maha Esa, Tempat bergantung, yang tidak beranak dan tidak diperanakkan dan tidak pula yang dapat menyamai-Nya. Buraidah berkata selanjutnya – lalu Rasulullah bersabda, Demi Dzat yang jiwaku berada di dalam genggaman-Nya, sesungguhnya orang itu telah meminta kepada Allah dengan Nama-Nya Yang Agung, yang apabila dipanjatkan doa dengan nama itu, Allah kabulkan dan apabila dimintai dengan Ismul ‘Azhom (nama yang agung atau nama yang satu) itu diberinya.
(HR Imam Abu Daud, dari Buraidah)


Selain daripada itu ada satu hal yang harus kita perhatikan benar yaitu kita tidak diperkenankan berdoa mempergunakan Asmaul Husna dengan menggunakan bilangan tertentu. Apa maksudnya? Di dalam masyarakat kita sering mendengar, atau sering pula diajarkan berdzikir, atau berdoa mempergunakan Asmaul Husna dengan cara-cara melafalkan, hal-hal sebagai berikut:

a.       Ucapkan “Ya ALLAH” sebanyak 5000 (lima ribu) kali setiap malam selama sebulan, Insya Allah semua keinginan kita dikabulkan.

b.      Ucapkan “Ya Rakhman” sebanyak 500 (lima ratus) setiap selesai shalat wajib, maka hati akan menjadi tenang, hilang sifat pelupa dan gugup.

c.    Ucapkan ‘Ya Aziz” sebanyak 40(empat puluh) kali selama 40(empat puluh) hari setiap selesai shalat Subuh, maka anda akan menjadi mulia dan kaya karena Allah. 


Inilah tiga buah contoh dzikir, atau doa yang banyak beredar di tengah masyarakat. Apabila kita sampai melakukan hal yang kami kemukakan di atas ini, berarti :

a.    Kita telah salah menempatkan dan meletakkan Kebesaran dan Kemahaan Asmaul Husna yang dimiliki oleh ALLAH SWT  karena tidak ada hubungannya antara Kebesaran dan Kemahaan Asmaul Husna yang dimiliki oleh ALLAH SWT dengan bilangan jumlah yang kita sebut saat berdzikir ataupun saat berdoa.

b.      Hebat benar diri kita, karena mampu memaksa, mampu menodong, mampu mengharuskan ALLAH SWT untuk mengabulkan apa yang kita minta dengan hanya membaca, dengan hanya melafalkan, dengan hanya mendzikirkan Asmaul Husna sekian kali maka permohonan kita bisa dikabulkan oleh ALLAH SWT.

c.       Kita telah melakukan tindakan yang tidak pernah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW, selaku utusan ALLAH SWT.


Sekarang, apakah Asmaul Husna dapat memberikan itu semua, atau apakah Asmaul Husnakah yang dapat memberikan pertolongan dan yang dapat mengabulkan permohonan kita ataukah ALLAH SWT yang memberikan pertolongan dan  yang mengabulkan permohonan diri kita melalui Kebesaran dan Kemahaan Asmaul Husna yang dimiliki-Nya? Asmaul Husna, Nama-Nama ALLAH SWT yang Indah, sampai dengan kapanpun juga, tidak akan bisa memberikan pertolongan, tidak akan bisa  mengabulkan segala permohonan diri kita, karena Asmaul Husna hanyalah Nama-Nama ALLAH Yang Indah. Adanya kondisi ini berarti yang akan dapat menolong dan mengabulkan permohonan diri kita adalah Pemilik dari Asmaul Husna, atau pemilik dari Nama-Nama Yang Indah,  dalam hal ini adalah ALLAH SWT. Dan jika ini adalah kondisi dasar yang sesungguhnya maka patut dan pantaskah kita meminta pertolongan, bantuan, ampunan, rezeki, ketenangan kepada ALLAH SWT dengan mempergunakan bilangan tertentu, seolah-olah kedudukan kita lebih tinggi daripada ALLAH SWT, padahal Nabi Muhammad SAW tidak pernah mengajarkan dan juga tidak pernah mencontohkan hal itu kepada umatnya.


Sebagai KHALIFAH yang sedang menumpang di muka bumi, yang sudah berada di dalam Kebesaran dan Kemahaan ALLAH SWT, jangan pernah menjadikan diri kita sendiri hanya sebatas penonton dari Kebesaran dan Kemahaan ALLAH SWT tanpa bisa berbuat untuk dapat merasakan nikmatnya bertuhankan ALLAH SWT, atau jangan pernah kita hanya mampu menjadi pengagum, jangan penah kita hanya mampu menjadi penggemar, atas Kebesaran dan Kemahaan ALLAH SWT yang sudah begitu dekat dengan diri kita tanpa kita bisa meraihnya, atau jangan pernah menjadikan diri kita hanya mampu menjadi komentator dari Kemahaan dan Kebesaran  ALLAH SWT, yang hanya mengatakan nikmatnya bertuhankan ALLAH SWT, tanpa bisa merasakan secara langsung nikmatnya bertuhankan ALLAH SWT. Untuk itu kita harus bisa merasakan nikmatnya bertuhankan kepada ALLAH SWT saat hidup di muka bumi dengan melaksanakan segala apa yang telah diperintahkan-Nya, atau mampu melaksanakan Diinul Islam secara Kaffah selama hayat masih di kandung badan.
 

4.  HUBUNGAN antara Pendekatan DZAT, Pendekatan SIFAT dan Pendekatan ASMAUL HUSNA.


Sekarang kita telah mengetahui tiga buah pendekatan dalam rangka untuk mengenal  ALLAH SWT lebih dekat. Lalu apa yang harus kita lakukan dengan ketiga pendekatan tersebut? Jika kita berbicara, jika kita mengucapkan, jika kita mengemukakan, jika kita menyatakan, serta jika kita mengimani dan meyakini tentang ALLAH SWT, maka kita harus menyatakannya dalam satu kesatuan yang tidak terpisahkan antara Dzat ALLAH SWT, Sifat ALLAH SWT serta Asma ALLAH SWT. Adanya kondisi ini berarti Hubungan Dzat, Sifat dan Asma yang dimiliki oleh ALLAH SWT adalah satu kesatuan Pemahaman, satu kesatuan Pemikiran, satu kesatuan Pernyataan, satu kesatuan yang harus kita Imani dan Yakini secara utuh. Ini berarti ketentuan tentang Dzat ALLAH SWT, ketentuan tentang Sifat ALLAH SWT dan serta ketentuan tentang Asma ALLAH SWT tidak boleh dipisah-pisahkan, tidak boleh dikotak-kotakkan. Misalnya ketentuan tentang Dzat ALLAH SWT berdiri sendiri, ketentuan tentang Sifat ALLAH SWT berdiri sendiri, serta ketentuan tentang Asma ALLAH SWT berdiri sendiri.


Untuk memudahkan pemahaman tentang apa yang kami kemukakan di atas, akan kami berikan contoh sebagai berikut: jika ALLAH SWT mempunyai nama Ar Rakhman maka Ar Rakhman yang dimiliki oleh ALLAH SWT pasti bersifat Baqa, bersifat Mukhalafah Lil Hawadish, bersifat Qiyamuhu Binafsih, bersifat Wahdaniyah dan seterusnya sesuai dengan sifat Salbiyah yang dimiliki-Nya yang kesemuanya saling berhubungan antara Sifat dan Asmaul Husna yang lainnya. Demikian pula dengan sifat Baqa, jika ALLAH SWT memiliki sifat Baqa, maka Baqa pula, sifat Ma’ani ALLAH SWT dan Baqa pula Asmaul Husna ALLAH SWT dan Baqa pula sifat Salbiyah ALLAH SWT yang lainnya. 


Selain daripada itu, untuk lebih meyakinkan diri kita tentang ALLAH SWT berikut akan kami kemukakan kembali sebuah pertanyaan yang mendasar, yaitu Wajibkah ALLAH SWT mempunyai Sifat dan Asmaul Husna? ALLAH SWT tidak wajib memiliki Sifat dan Asmaul Husna jika yang ada hanya  ALLAH SWT semata. Akan tetapi setelah ALLAH SWT  menciptakan langit dan bumi beserta isinya termasuknya di dalamnya menciptakan kekhalifahan di muka bumi maka ALLAH SWT mewajibkan dirinya sendiri memiliki Sifat dan Asmaul Husna. Lalu untuk siapakah Sifat dan Asmaul Husna yang dimiliki oleh ALLAH SWT itu, apakah untuk ALLAH SWT semata, ataukah untuk seluruh makhluk yang telah diciptakan-Nya? ALLAH SWT setelah menjadi Maha Pencipta  maka ALLAH SWT telah mewajibkan bagi dirinya memiliki Sifat dan Asmaul Husna. Akan tetapi kepemilikan Sifat dan Asmaul Husna tersebut bukanlah untuk kepentingan ALLAH SWT karena ALLAH SWT sudah Maha dan akan Maha selamanya. Adanya kondisi ini berarti Sifat dan Asmaul Husna yang dimiliki oleh ALLAH SWT ditujukan dan diperuntukkan hanya untuk makhluk yang diciptakan ALLAH SWT termasuk untuk diri kita, sepanjang diri kita meminta hal itu kepada ALLAH SWT yang tentunya harus memenuhi segala apa yang dikehendaki ALLAH SWT. Lalu sudahkah kita semua menyadari hal ini semua sewaktu menjadi KHALIFAH di muka bumi, atau apakah kita memang tidak membutuhkan lagi pertolongan dari ALLAH SWT?


Selanjutnya akan kami kemukakan lagi beberapa hal yang sangat penting yang wajib pula kita jadikan keyakinan sewaktu menjalankan tugas sebagai KHALIFAH di muka bumi, dan juga pada saat diri kita menyebut, mengucapkan, menyatakan, Route to 1.6.7.99 is Route to ALLAH SWT, yaitu:

a.   Sampai dengan kapanpun juga ALLAH SWT hanya Satu sebab tidak ada tuhan-tuhan lain selain ALLAH SWT  yang ada di alam semesta ini.


b.      Jauh dekatnya ALLAH SWT dengan diri kita sangat  tergantung dengan persangkaan kita kepada ALLAH SWT, atau sejauh mana kita menyambungkan diri kepada ALLAH SWT, atau sejauh mana kita menghubungkan diri kepada ALLAH SWT. Hal ini dimungkinkan sebab yang jauh dari ALLAH SWT hanyalah Dzat-Nya karena berada di Arsy, sedangkan Sifat Ma’ani dan Asmaul Husna ALLAH SWT itu sangat dekat sehingga tidak terpisahkan dengan diri kita.


c.   Kita diperbolehkan oleh ALLAH SWT untuk berdoa dengan mempergunakan nama-Nya yang indah (Asmaul Husna), akan tetapi tidak dengan ukuran-ukuran tertentu, atau tidak dengan jumlah yang akan diucapkan atau yang dibaca sebab kita bukan sesuatu yang dapat memerintahkan   ALLAH SWT untuk menolong, membantu diri kita melalui bacaan yang kita baca.


d.      Ke-esaan ALLAH SWT, Kemahaan ALLAH SWT, Kebesaran ALLAH SWT yang termaktub di dalam Asmaul Husna tidak ada hubungannya baik langsung maupun tidak langsung dengan Jumlah dan bilangan tertentu yang kita baca.


e.    Ke-esaan ALLAH SWT, Kemahaan ALLAH SWT, Kebesaran ALLAH SWT yang termaktub di dalam Asmaul Husna harus ditempatkan, harus diletakkan, harus didudukkan sesuai dengan Keesaan, Kemahaan dan Kebesaran ALLAH SWT itu sendiri.


f.     Tidak ada guna dan manfaatnya jika ALLAH SWT yang kita seru, ALLAH SWT yang kita panggil dan ALLAH SWT yang kita sebut dengan mempergunakan nama-Nya yang indah (Asmaul Husna) jika yang dipanggil, yang diseru, yang disebut hanya diam saja, tidak mau menengok, tidak mau mendengar, atau bahkan ALLAH SWT menganggap angin lalu saja seluruh seruan dan seluruh panggilan yang kita lakukan.


g.    Agar seruan, panggilan, yang kita lakukan kepada ALLAH SWT melalui Asmaul Husna didengar dan dijawab, kita harus terlebih dahulu menyamakan gelombang, menyamakan saluran, menyamakan persepsi, menyamakan kriteria antara penyeru atau pemanggil dengan yang diseru atau yang dipanggil. Tanpa adanya pemenuhan Syarat dan Ketentuan yang kita penuhi terlebih dahulu maka usaha kita untuk memanggil, menyeru, menyebut tidak akan pernah berhasil.  



Sebagai KHALIFAH yang sedang menumpang di langit di bumi yang tidak pernah kita ciptakan, kita harus sadar dengan sesadar-sadarnya bahwa antara diri kita dengan ALLAH SWT tidak akan mungkin sejajar kedudukannya. Untuk itu jika kita merasa telah tahu diri, tahu siapa diri kita dan tahu siapa ALLAH SWT, maka sudah sepantasnya dan sepatutnya kita menjadi makhluk yang tahu diri sehingga mampu menempatkan ALLAH SWT sesuai dengan kemahaan dan kebesaran yang dimiliki-Nya serta mampu menempatkan diri kita sendiri sesuai dengan kepatutan sebagai makhluk yang menumpang di muka bumi yang diciptakan dan dimiliki oleh ALLAH SWT.
 


5.  DIMANAKAH ALLAH SWT BERADA?


Sebelum kami membahas tentang dimanakah ALLAH SWT berada, perkenankan kami mengemukakan ilustrasi sebagai berikut: Ibukota  Negara Republik Indonesia adalah Jakarta. Presiden Republik Indonesia berkedudukan di ibukota, yaitu di Istana Negara, Jakarta. Jika wilayah territorial Indonesia membentang dari Sabang sampai Merauke berarti daerah kekuasaan dan juga daerah pengawasan serta tanggung jawab dari Presiden Republik Indonesia seluas itu juga. Adanya kondisi seperti ini dapat dikatakan, walaupun secara phisik Presiden Republik Indonesia ada di Jakarta, namun secara kekuasaan, secara pengawasan dan secara tanggung jawab, Presiden Republik Indonesia ada dari Sabang sampai Merauke.


Timbul pertanyaan adakah Presiden Republik Indonesia di kota  Merauke atau di kota Sabang? Secara Phisik Presiden Republik Indonesia tidak ada di kota Merauke ataupun di kota Sabang, karena Presiden ada di Ibukota. Akan tetapi secara kekuasaan, secara tanggung jawab, secara pengawasan, keberadaan Presiden Republik Indonesia ada pada seantero wilayah teritoral Indonesia. Sekarang berapa jaraknya antara Presiden Republik Indonesia dengan warganegara Indonesia? Secara Phisik antara Presiden Republik Indonesia dengan warganegara Indonesia memiliki jarak, semakin jauh dari ibukota semakin jauh jaraknya. Akan tetapi secara kekuasaan, secara pengawasan dan secara tanggung jawab Presiden Republik Indonesia dengan warganya sudah tidak berjarak lagi, sepanjang warganegara Indonesia mau mengakui keberadaan Presiden Republik Indonesia. 


Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy untuk mengatur segala urusan. tiada seorangpun yang akan memberi syafa'at kecuali sesudah ada izin-Nya. (Dzat) yang demikian Itulah Allah, Tuhan kamu, Maka sembahlah Dia. Maka Apakah kamu tidak mengambil pelajaran?
(surat Yunus (10) ayat 3)


Selanjutnya jika Presiden Republik Indonesia saja bisa seperti itu dengan warganegara Indonesia, sekarang bagaimana dengan ALLAH SWT selaku pencipta dengan diri kita selaku ciptaan? Hal yang sama juga berlaku pada ALLAH SWT dengan diri kita yaitu  Dzat ALLAH SWT beserta seluruh sifat Salbiyah yang dimiliki-Nya, sifat Ma’ani yang dimiliki-Nya serta dan Asmaul Husna yang dimiliki-Nya, semuanya ada bersemayam di tempat dan kedudukan ALLAH SWT, dalam hal ini Arsy. Apa dasarnya? Berdasarkan surat Yunus (10) ayat 3 yang kami kemukakan di atas, Dzat ALLAH SWT bersemayam di Arsy, atau ALLAH SWT berkedudukan tetap di Arsy dan melalui Arsy pula ALLAH SWT mengatur segala urusan yang menyangkut seluruh kepentingan makhluk yang diciptakannya, termasuk di dalamnya urusan diri kita dan urusan anak keturunan kita. Lalu dimanakah letaknya Arsy itu dan berapakah jaraknya Arsy itu dengan bumi yang saat ini sedang kita tempati? 


 malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan dalam sehari yang kadarnya limapuluh ribu tahun.[1510]
(surat Al Ma’aarij (70) ayat 4)

[1510] Maksudnya: malaikat-malaikat dan Jibril jika menghadap Tuhan memakan waktu satu hari. apabila dilakukan oleh manusia, memakan waktu limapuluh ribu tahun.


Berdasarkan hadits Isra Mi’raj didapat keterangan Arsy itu berada di luar ciptaan ALLAH SWT (sehingga Dzat ALLAH SWT tidak berkedudukan yang sama dengan ciptaan-Nya), atau Arsy itu berada di atas Sidratul Muntaha (Sidratul Muntaha adalah suatu lapisan pemisah antara langit yang ke tujuh dengan Arsy) sehingga Arsy merupakan tempat yang paling tinggi dan disanalah Dzat Yang Maha Tinggi, yaitu ALLAH SWT bersemayam. Sedangkan berdasarkan surat Al Ma’aarij (70) ayat 4 dijelaskan bahwa jarak Arsy dengan bumi adalah sejauh lima puluh ribu tahun perjalanan. Adanya kondisi ini terlihat dengan jelas bahwa antara diri kita dengan tempat bersemayamnya Dzat ALLAH SWT memiliki jarak yang begitu jauh. Lalu sanggupkah manusia menuju Arsy, atau adakah teknologi transportasi yang dapat menjangkau ke Arsy?


Sekarang mari kita perhatikan dengan seksama keterangan yang ada pada surat Yunus (10) ayat 3 dibandingkan dengan keterangan yang ada pada surat Al Baqarah (2) ayat 186 dan surat Qaaf (50) ayat 16 tentang dimanakah ALLAH SWT berada? Jika kita perhatikan ketiga ayat yang kami kemukakan, akan terlihat dengan jelas ada sesuatu yang bersifat kontradiktif,  atau ada sesuatu yang saling tidak berkesesuaian.  Di satu sisi Dzat ALLAH SWT ada di Arsy, di lain sisi ALLAH SWT dijelaskan sangat dekat dengan diri kita, sehingga lebih dekat daripada urat leher kita. Timbul pertanyaan, kenapa bisa begini, apa ada yang salah dengan ALLAH SWT?



dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, Maka (jawablah), bahwasanya aku adalah dekat. aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.
(surat Al Baqarah (2) ayat 186)



dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh 
hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya,
(surat Qaaf (50) ayat 16)_



Apa yang dikemukakan oleh ALLAH SWT tidak ada yang salah sama sekali, semuanya benar adanya. Hal ini dikarenakan surat Yunus (10) ayat 3 menerangkan yang ada di Arsy itu adalah tempat bersemayamnya Dzat ALLAH SWT, dalam hal ini seperti halnya Presiden Republik Indonesia yang berkedudukan tetap di Ibukota, yaitu di Istana Negara, Jakarta.  Sedangkan surat Al Baqarah (2) ayat 186 dan surat Qaaf (50) ayat 16 yang kami kemukakan di atas, bukanlah menerangkan tentang tempat dan kedudukan dari Dzat ALLAH SWT. Akan tetapi menerangkan tentang begitu dekatnya sifat Ma’ani  dari ALLAH SWT dan juga Asmaul Husna dari ALLAH SWT kepada diri kita. Sehingga kita semua sudah berada di dalam dan bersama kekuasaan ALLAH SWT, sehingga kita semua sudah berada di dalam dan bersama pertolongan ALLAH SWT, sehingga kita semua sudah berada di dalam dan bersama ilmu ALLAH SWT, yang pada akhirnya kita semua yang ada di muka bumi ini tidak bisa melepaskan diri dari sifat Ma’ani dan Asmaul Husna yang dimiliki ALLAH SWT.


Adanya kondisi ini menunjukkan kepada kita semua bahwa keberadaan dan ALLAH SWT ada di mana-mana, ada di seluruh apa-apa yang telah diciptakan ALLAH SWT, sehingga diri kitapun tidak bisa terlepas dari keberadaan ALLAH SWT jika dilihat dari sisi sifat Ma’ani dan Asmaul Husna yang dimiliki-Nya. Selanjutnya berdasarkan apa yang kami kemukakan di atas, kita dapat menyimpulkan 2(dua) hal penting tentang keberadaan ALLAH SWT ada dimana, yaitu:


1.   ALLAH SWT berada di Arsy jika ditinjau dari sisi Dzat-Nya, hal ini tidak ubahnya dengan Presiden Republik Indonesia yang berkedudukan tetap di Ibukota, Jakarta. Adanya kondisi ini berarti antara diri kita dengan Dzat ALLAH SWT memiliki jarak yang mustahil dapat kita jangkau, terkecuali Nabi kita,  Nabi Muhammad SAW yang pernah diundang langsung oleh ALLAH SWT.


2.    ALLAH SWT ada berada dimana-mana, atau ALLAH SWT ada bersama seluruh ciptaan-Nya sampai dengan kapanpun juga, jika ditinjau dari sisi sifat Ma’ani yang dimiliki-Nya serta berdasarkan Asmaul Husna yang termaktub di dalam Nama-Nama ALLAH SWT Yang Indah. Jika ini yang terjadi maka  kekuasaan ALLAH SWT akan ada dimana-mana,  pendengaran dan penglihatan akan ada dimana-mana, tanggung jawab ALLAH SWT akan ada di mana-mana, ilmu ALLAH SWT akan ada di mana-mana, kasih sayang ALLAH SWT akan ada di mana-mana. Hal ini tidak ubahnya dengan kekuasaan, tanggung jawab Presiden Republik Indonesia yang akan ada di seluruh teritorial Indonesia yaitu dari Sabang sampai Merauke. 



Sebagai KHALIFAH di muka bumi, sudah tahukah kita dengan kondisi ini, sudah mengertikah kita dengan kondisi ini, lalu sudahkah kita mampu menempatkan secara patut dan pantas dimana ALLAH SWT itu berada di dalam kehidupan kita sehari-hari?


Sekarang kita telah mengetahui keberadaan ALLAH SWT ada di mana, baik ditinjau dari sisi Dzat maupun dari sisi sifat Ma’ani dan Asmaul Husna yang dimiliki-Nya. Timbul pertanyaan, berjarakkah kebesaran dan kemahaan sifat Ma’ani dan Asmaul Husna yang dimiliki  ALLAH SWT dengan diri kita, atau berjarakkah pendengaran dan penglihatan ALLAH SWT dengan diri kita, memiliki jarakkah pertolongan ALLAH SWT dengan diri kita, berjarakkah ilmu ALLAH SWT yang akan diberikan kepada diri kita dengan diri kita sendiri, atau memiliki jarakkah kasih sayang ALLAH SWT kepada diri kita? Seperti telah kita ketahui bersama bahwa setiap ciptaan yang telah diciptakan oleh   ALLAH SWT tidak akan mungkin bisa dipisahkan dengan ALLAH SWT selaku penciptanya, karena setiap ciptaan diciptakan oleh ALLAH SWT berdasarkan adanya Kehendak, Kemampuan dan Ilmu yang dimiliki oleh ALLAH SWT.


Adanya kondisi ini berarti setiap ciptaan yang diciptakan oleh ALLAH SWT merupakan Tanda-Tanda dari Kebesaran dan Kemahaan ALLAH SWT serta dibalik ciptaan itu tersembunyi ALLAH SWT, sehingga  disetiap ciptaan yang diciptakan oleh ALLAH SWT pasti tidak bisa dilepaskan dari Kebesaran dan Kemahaan ALLAH SWT itu sendiri. Lalu bagaimana dengan diri kita? Hal yang samapun berlaku pada diri kita, yaitu diri kita adalah ciptaan ALLAH SWT, dan diri kita juga adalah Tanda-Tanda dari Kebesaran dan Kemahaan ALLAH SWT serta dibalik diri kita tersembunyi ALLAH SWT sehingga kita juga tidak bisa melepaskan diri dari Kebesaran dan Kemahaan ALLAH SWT. Selanjutnya jika ini adalah kondisi dasar dari ALLAH SWT kepada setiap yang diciptakan-Nya berarti sampai dengan kapanpun juga Kebesaran dan Kemahaan ALLAH SWT akan selalu menyertai diri kita dimanapun kita berada,  atau kita sudah berada di dalam Kebesaran dan Kemahaan ALLAH SWT kapanpun dan dimanapun juga.



Abu Hurairah ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta’ala berfirman: Aku selalu menurutkan persangkaan hamba-Ku terhadap diri-Ku, jika berprasangka baik, maka ia dapat balasannya, demikian pula bila ia berprasangka jahat, maka ia mendapat balasannya.
(HQR Ahmad, Muslim, Atthabarani, Ibn Annajjar: 272:73)


Sekarang berjarak atau tidaknya Kebesaran dan Kemahaan ALLAH  SWT, atau berjarak atau tidaknya kekuasaan, pertolongan, ilmu, kasih sayang ALLAH SWT kepada diri kita sangat tergantung kepada diri kita sendiri. Apa maksudnya? Jika kita mengacu kepada ketentuan hadits qudsi yang kami kemukakan di atas, persepsi kita, persangkaan kita, keyakinan kita sangat memegang peranan penting di dalam menentukan  berjarak, atau tidaknya antara diri kita dengan kekuasaan  ALLAH SWT, dengan pertolongan ALLAH SWT, dengan Ilmu ALLAH SWT, dengan kasih sayang dan dengan perlindungan ALLAH SWT, atau dengan ALLAH SWT itu sendiri (maksudnya bukan dengan Dzat ALLAH SWT). Sekarang pilihan jarak keberadaan ALLAH SWT kepada diri kita ada pada diri kita sendiri, atau diri kita sendirilah yang menentukan. Jika pilihan diri kita bahwa ALLAH SWT itu berjarak maka jangan pernah salahkan ALLAH SWT jika apa yang sudah diperuntukkan untuk diri kita semuanya akan berjarak dan jika pilihan diri kita bahwa ALLAH SWT tidak berjarak maka apa yang sudah diperuntukkan oleh ALLAH SWT untuk diri kita semuanya tidak berjarak lagi.


Sebagai KHALIFAH yang sedang menumpang di langit dan di muka bumi ALLAH SWT, berhati-hatilah dengan persepsi kepada ALLAH SWT, berhati-hatilah dengan persangkaan kita kepada ALLAH SWT dan berhati-hatilah pula dengan keyakinan kita kepada ALLAH SWT, karena jika kita salah menempatkan, atau salah menetapkan persepsi, persangkaan dan keyakinan kita kepada ALLAH SWT maka apa yang seharusnya dapat kita peroleh justru menjadi gagal karena ulah kita sendiri yang tidak mampu menempatkan dan meletakkan Kemahaan dan Kebesaran ALLAH SWT ada di mana sehingga kita tidak tahu ALLAH SWT ada dimana.


Selanjutnya ada hal penting lainnya yang harus kami kemukakan yaitu ALLAH SWT tidak Ghaib di alam dan Esa di alam. Apa maksudnya dan apa dasarnya?


Maka Sesungguhnya akan Kami kabarkan kepada mereka (apa-apa yang telah mereka perbuat), sedang (Kami) mengetahui (keadaan mereka), dan Kami sekali-kali tidak jauh (dari mereka).
(surat Al A’raaf (7) ayat 7)


Berdasarkan surat Al A’raaf (7) ayat 7 yang kami kemukakan di atas,ALLAH SWT itu ada dan tidak pernah jauh dari makhluk-Nya. Sekarang bagaimana mungkin jika sampai  ALLAH SWT tidak ada sedangkan segala apa yang diciptakan-Nya ada (maksudnya langit, bumi, udara, air, manusia, binatang, tumbuhan ada), atau apakah seluruh yang ada di alam semesta ini ada dengan sendirinya tanpa ada yang menciptakan?  Adanya hal ini menunjukkan kepada diri kita bahwa keberadaan diri kita ada di muka bumi saat ini karena ALLAH SWT itu ada, atau karena adanya Kemampuan, Kehendak dan Ilmu ALLAH SWT maka langit dan bumi dengan segala isinya ada. Di lain sisi jika  ALLAH SWT menampakkan diri kepada ciptaannya, maka hancur luluh lantahlah seluruh alam semesta ini karena tidak mampu menahan Kebesaran dan Kemahaan ALLAH SWT.


Dan jika sekarang ada Tuhan lain selain ALLAH SWT di alam semesta ini, apakah mungkin Tuhan lain itu memiliki sifat Salbiyah yang enam, sifat Ma’ani yang tujuh dan Asmaul Husna yang termaktub di dalam 99 (sembilan puluh sembilan) Nama-Nama ALLAH SWT Yang Indah? Yang pasti sampai dengan kapanpun juga hanya ALLAH SWTlah satu-satunya Tuhan yang ada di alam semesta ini. Lalu apakah Tuhan-Tuhan lain mampu menciptakan segala sesuatu seperti yang diciptakan oleh ALLAH SWT, katakan menciptakan nyamuk seperti nyamuk yang diciptakan oleh ALLAH SWT, atau menciptakan darah untuk manusia seperti darah yang diciptakan  ALLAH SWT?  Yang pasti sampai dengan kapanpun tidak akan ada Tuhan lain yang mampu menciptakan nyamuk dan darah seperti nyamuk dan darah yang diciptakan oleh ALLAH SWT.


Untuk itu jika kita bertemu, atau berjumpa dengan orang yang telah menyatakan dirinya Tuhan, atau jika ada orang yang mengaku-ngaku dirinya Tuhan, tolong buktikan apa yang dikatakannya tersebut dengan menyuruh orang tersebut menciptakan sesuatu seperti yang diciptakan oleh ALLAH SWT, apakah mereka mampu? Sekiranya Tuhan lain itu tidak mampu menciptakan Nyamuk seperti Nyamuk yang ALLAH SWT ciptakan, suruhlah Tuhan tersebut Taubat sebelum Malaikat Izrail datang melaksanakan tugasnya.   


Hamba ALLAH SWT, sekarang ALLAH SWT sudah dekat dengan diri kita, atau ALLAH SWT sudah ada dimana-mana sehingga diri kita sudah berada dan bersama ALLAH SWT, lalu bisakah kita merasakan kedekatan dengan ALLAH SWT, atau adakah alat bantu yang ada pada diri kita guna merasakan kedekatan diri kita dengan ALLAH SWT? Sebelum kami menjawab pertanyaan ini, perkenankan kami mengemukakan hal berikut ini: Seperti kita ketahui bersama untuk dapat menikmati siaran televisi dengan baik, setiap pesawat televisi harus dilengkapi dengan antena yang baik pula. Hal ini dikarenakan antena memiliki fungsi untuk menerima  siaran yang dipancarkan oleh stasiun televisi. Adanya kondisi ini menunjukkan kepada kita betapa pentingnya antena bagi televisi sehingga dengan adanya antena mampu memudahkan diri kita menikmati siaran televisi.


Sekarang bagaimana dengan diri kita, apakah di dalam diri kita ada alat bantu yang fungsinya seperti antena televisi sehingga mampu merasakan kedekatan diri kita dengan ALLAH SWT yang sudah begitu dekat dengan diri kita? Di dalam diri setiap manusia, tidak terkecuali dengan diri kita, juga memiliki alat bantu untuk merasakan kedekatan diri kita dengan ALLAH SWT. Apakah itu? Alat yang ada pada diri kita untuk merasakan keberadaan ALLAH SWT yang sudah dekat dengan diri kita adalah Hati. Timbul pertanyaan, hati yang mana, apakah Hati Ruhani ataukah Hati Jasmani, karena manusia terdiri dari Jasmani dan Ruhani?


Wahab bin Munabih berkata: Allah ta’ala berirman: Sesungguhnya langit-langit dan bumi tidak berdaya menjangkau-Ku. Aku telah dijangkau oleh Hati seorang Mukmin.
(HQR Ahmad dari Wahab bin Munabbih. 272:32)


Hati jasmani tidak akan bisa menjangkau, atau merasakan kedekatan diri kita dengan  ALLAH SWT. Hal ini dikarenakan hati Jasmani fungsinya bukan untuk itu, melainkan untuk: penawar racun; membunuh kuman; menguraikan sel-sel darah merah yang sudah rusak dalam sel-sel khusus yang disebut histiosit; memecah hemoglobin sel darah merah menjadi zat besi, globim dan hemin; menghasilkan enzim agrinasse yang berfungsi untuk mengurai asam amino arginin menjadi asam amino ornittin; menyimpan glikkogen, tembaga dan beberapa jenis vitamin; mengatur kadar gula dalam darah; mengubah provitamin A menjadi vitamin A; memproduksi zat antibody; Sebagai tempat pembentukan dan penguraian protein tertentu. Selanjutnya jika hati Jasmani tidak akan mampu menjangkau  dan merasakan kedekatan diri kita dengan ALLAH SWT, maka Hati yang dapat merasakan, atau yang dapat menjangkau keberadaan ALLAH SWT adalah Hati Ruhani.


Apakah setiap Hati Ruhani manusia mampu merasakan keberadaan ALLAH SWT, atau apakah setiap Hati Ruhani mampu menjangkau, mampu merasakan kedekatan diri kita dengan ALLAH SWT? Berdasarkan Hadits Qudsi yang kami kemukakan di atas, tidak setiap Hati Ruhani manusia mampu menjangkau, mampu merasakan kedekatan dengan  ALLAH SWT, atau tidak setiap Hati Ruhani mampu menjangkau kebesaran dan kemahaan ALLAH SWT. Jika ini keadaannya maka Hati Ruhani yang seperti apakah yang mampu melakukan itu semua?


Berdasarkan hadits di atas, hanya Hati Ruhani orang Mukmin (mukmin artinya beriman dan beramal shaleh) sajalah yang mampu menjangkau kebesaran dan kemahaan ALLAH SWT, atau hanya Hati Ruhani orang Mukmin adalah satu-satunya yang dapat merasakan Kebesaran dan Kemahaan sifat Ma’ani dan Asmaul Husna yang dimiliki oleh ALLAH SWT, atau Hati Ruhani orang Mukmin merupakan sarana, atau alat bantu bagi diri kita untuk merasakan secara sendiri-sendiri nikmatnya bertuhankan ALLAH SWT sepanjang hati manusia tersebut memenuhi syarat untuk itu.


Timbul pertanyaan baru, komponen di dalam Hati orang Mukmin yang manakah yang bisa menjangkau dan merasakan kebesaran dan kemahaan ALLAH SWT? Berdasarkan surat An Nahl (16) ayat 78 di bawah ini, setiap manusia tanpa terkecuali pasti memiliki apa yang dinamakan dengan Af’idah (atau perasaan), yang diberikan bersamaan dengan peniupan ruh ke dalam rahim dan juga bersamaan dengan pemberian pendengaran dan penglihatan. Lalu Af’idah ini diletakkan oleh ALLAH SWT dalam Hati Ruhani manusia. Sekarang apa hubungannya Af’idah dengan Hati orang Mukmin? Dalam kehidupan sehari-hari, hanya sesuatu yang sejenislah yang mampu bercampur satu dengan yang lainnya. Contohnya Air hanya bisa disatukan dengan Air. Air dan Minyak tidak akan bisa disatukan.


dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.
(surat An Nahl (16) ayat 78)


Berdasarkan kondisi ini maka hanya Af’idahlah yang bisa disambungkan untuk merasakan nikmatnya bertuhankan ALLAH SWT. Hal ini dikarenakan Af’idah asalnya dari ALLAH SWT sehingga dengan adanya kesamaan asal inilah maka Af’idah mampu menjangkau Kebesaran dan Kemahaan ALLAH SWT. Dan jika sekarang diri kita memiliki Af’idah (atau perasaan) maka melalui Af’idah inilah kita mampu merasakan rasa kedekatan diri kita kepada ALLAH SWT, atau merasakan rasa bertuhankan kepada ALLAH SWT sepanjang Hati Ruhani tempat diletakkannya Af’idah memenuhi syarat, dalam hal ini Hati Ruhani orang Mukmin.

Adanya kondisi ini berarti kedudukan Hati Ruhani orang Mukmin dapat dikatakan lebih tinggi kedudukkannya dibandingkan dengan langit dan bumi, karena langit dan bumi tidak akan mampu menghalangi dengan cara apapun Hati Ruhani orang Mukmin untuk menjangkau, untuk merasakan secara langsung kemahaan dan kebesaran ALLAH SWT dan juga karena langit dan bumi tidak bisa menjangkau ALLAH SWT.  Yang menjadi persoalan saat ini adalah sudahkah Hati Ruhani diri kita memenuhi Syarat sebagai Hati Ruhani orang Mukmin yang dikehendaki ALLAH SWT?


Timbul pertanyaan lagi, apakah Hati Ruhani orang Mukmin itu hanya sebagai tempat diletakkannya Af’idah (atau perasaan) yang berguna untuk merasakan rasa dari bertuhankan kepada ALLAH SWT, ataukah ada fungsi lain dari Hati Ruhani orang Mukmin? Hati Ruhani orang Mukmin banyak memiliki manfaat dan kegunaan bagi kepentingan manusia sebagai KHALIFAH di muka bumi. Apakah anda ingin mengetahuinya? Berikut ini akan kami kemukakan hal dimaksud, selanjutnya sangat tergantung kepada diri kita sendiri apakah mampu memanfaatkan dan mempergunakan Hati Ruhaninya sendiri dengan baik dan benar, yaitu:


a.    Hati Ruhani merupakan tempat diletakkannya Akal oleh ALLAH SWT sehingga dengan adanya Akal tersebut dapat membantu manusia untuk berfikir, berbuat, berusaha, atau memudahkan manusia menjadi KHALIFAH di muka bumi yang sekaligus Makhluk yang Terhormat.


Abu Hurairah r.a berkata: Nabi SAW. Bersabda; Allah ta’ala berfirman: Tatkala Allah SWT menciptakan akal, berfirmanlah Allah kepadanya: “Datanglah hai akal”; maka datanglah ia, kemudian diperintahkannya: Pergilah dan pergilah ia. Allah berfirman: Aku tidak menciptakan sesuatu makhluk yang lebih Aku cintai dari padamu. Dengan engkau Aku mengambil dan dengan engkau pula Aku memberi.
(R Abdullah bin Ahmad dari Alhassan dan Aththabarani dari Abi Umamah, 272:269)



b.      Hati Ruhani merupakan tempat diletakkannya Rasa Tenteram dan Ketentraman diri oleh ALLAH SWT sehingga manusia dapat merasakan apa yang disebut dengan kebahagian hidup, atau ketenangan hidup atau adanya ketenangan hati, yang disebut juga ketenangan bathin.


 (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.
(surat Ar Ra’d (13) ayat 28)



c.    Hati Ruhani merupakan tempat diletakkannya Pemahaman oleh ALLAH SWT sehingga manusia dapat merasakan apa yang disebut dengan mengerti ataupun memahami sebuah proses alam atau proses dinamika hidup dan kehidupan, atau memahami arti dari kebesaran dan kemahaan ALLAH SWT yang telah diperlihatkan dan ditunjukkan di alam semesta ini.
  


maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada.
(surat Al Hajj (22) ayat 46)



Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat  Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan lebih sesat lagi.Mereka itulah orang-orang yang lalai.
(surat Al A’raaf (7) ayat 179)



d.   Hati Ruhani merupakan tempat diletakkannya Obat dan Penyembuh bagi penyakit, atau pengobat rasa sedih, rasa gelisah, rasa gundah, sehingga manusia dapat merasakan ketenangan bathin, atau merasakan rasa kesembuhan dari suatu musibah ataupun bencana. 



Rasulullah bersabda: Maukah aku tunjukkan kepada kalian mengenai penyakit kalian dan obat untuk kalian? Bahwasanya penyakit kalian adalah berbuat dosa, sedangkan obatnya adalah beristighfar.
(HR Dailami, dari Anas bin Malik)



e.      Hati Ruhani juga merupakan  tempat diletakkannya titik-titik hitam, atau noda-noda hitam atas setiap dosa yang pernah diperbuat oleh manusia.



Nabi SAW bersabda: Sesungguhnya bila seorang hamba melakukan dosa satu kali, maka di dalam hatinya timbul satu titik noda hitam. Apabila ia berhenti dari perbuatan dosanya dan memohon ampun serta bertobat, maka bersihlah hatinya. Jika ia kembali berbuat dosa,maka bertambahlah hitamnya titik nodanya itu sampai memenuhi hatinya.
(HR Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah, Nasa’I, Ibnu Hibban dan Hakim)



f.       Hati Ruhani merupakan tempat diletakkannya Cahaya Ilahiah, atau Aura yang berasal dari ALLAH SWT atas segala perbuatan baik yang telah diperbuat oleh manusia.


Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata.
(surat Az Zumar (39) ayat 22)



g.    Hati Ruhani merupakan tempat diletakkannya petunjuk, ilham, firasat yang berasal dari  ALLAH SWT, sehingga dengan adanya petunjuk, adanya ilham, adanya firasat, akan memudahkan diri kita mengerjakan sesuatu pekerjaan, atau memecahkan persoalan hidup, atau dengan adanya petunjuk ALLAH SWT dapat mensukseskan diri kita menjadi KHALIFAH di muka bumi yang sekaligus Makhluk yang Terhormat.



Tidak ada sesuatu musibahpun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah; Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
(surat At Taghaabun (64) ayat 11)



Sudahkah kita mampu merasakan nikmatnya bertuhankan ALLAH SWT melalui Hati Ruhani yang mampu menjangkau Kebesaran dan Kemahaan ALLAH SWT? Mudah-mudahan diri kita selalu memperoleh kenikmatan bertuhankan kepada ALLAH SWT tidak hanya sekali saja atau hanya sesekali saja. Namun kita harus bisa mendapatkan terus dan terus kenikmatan tersebut selama hayat dikandung badan serta masyarakatpun harus merasakan juga dampak positif dari apa yang telah kita peroleh dari  ALLAH SWT.


Hati bagi Jasmani dan juga bagi Ruhani memiliki peranan yang sangat penting bagi tubuh kita dan juga bagi kesuksesan diri kita menjadi KHALIFAH yang sesuai dengan kehendak ALLAH SWT. Lalu ada berapakah jumlah Hati manusia itu? ALLAH SWT hanya menciptakan Hati manusia berjumlah satu, yaitu yang terletak di dalam rongga dada manusia. Hati yang terletak di dalam rongga dada itu berbentuk seperti segumpal daging, namun ia mempunyai fungsi yang sangat vital bagi kesehatan tubuh manusia. Terganggunya fungsi hati akan mengganggu fungsi dan keteraturan di dalam tubuh manusia yang pada akhirnya dapat menimbulkan penyakit, atau bahkan bisa mengakibatkan kematian. Hati yang ada di dalam rongga dada manusia yang berfungsi dan berhubungan dengan aktivitas tubuh manusia disebut juga dengan Hati Jasmani.



Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya; dan Dia tidak menjadikan isteri-isterimu yang kamu zhihar itu sebagai ibumu, dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataan di mulutmu saja. Dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar).
(surat Al Ahzab (33) ayat 4)


Selanjutnya di Hati Jasmani tadi diletakkan Hati Ruhani oleh ALLAH SWT, yaitu tempat diletakkannya perasaan, alat untuk menjangkau dan berkomunikasi dengan ALLAH SWT, pengobat dan penawar sakit serta alat untuk menerima petunjuk dari ALLAH SWT. Adanya kondisi Ini berarti bahwa Hati manusia mempunyai fungsi ganda yaitu sebagai bagian dari anggota tubuh disebut juga Hati Jasmani dan sebagai sarana bagi manusia untuk berhubungan dengan ALLAH SWT yang disebut juga Hati Ruhani.


Sekarang kita telah mengetahui dengan pasti bahwa banyak manfaat dan kegunaan yang diletakkan ALLAH SWT di dalam Hati, baik Hati Jasmani maupun Hati Ruhani. Adanya kondisi ini maka Hati Ruhani dapat dikatakan sebagai Raja bagi diri manusia. Jika Raja itu baik maka baiklah diri manusia dan jika Raja itu rusak maka rusaklah diri manusia. Untuk itu kita harus mampu mempergunakan, atau mampu mendayagunakan Hati Jasmani dan Hati Ruhani sesuai dengan peruntukannya, atau sesuai dengan syarat dan ketentuan yang telah ALLAH SWT berikan. Sehingga kita bisa selamat di dalam hidup dan kehidupan, atau dapat menjadikan diri kita sukses menjadi KHALIFAH di muka bumi yang sekaligus Makhluk yang Terhormat.


Sebagai Khalifah di muka bumi, fungsikanlah Hati Jasmani dan Ruhani sesuai dengan peruntukkannya, tempatkanlah Hati Ruhani sesuai dengan kodrat dan fitrahnya, peliharalah Hati Jasmani dan Ruhani sesuai dengan kehendak ALLAH SWT dan jangan pernah sekalipun sembarangan mempergunakan Hati Jasmani maupun Hati Ruhani. Terkecuali jika kita tidak membutuhkan apapun dari ALLAH SWT melalui Hati Ruhani, kita sudah tidak ingin sehat lagi saat hidup di dunia.


Dalam rangka mengenal ALLAH SWT secara lebih mendalam lagi, ada baiknya kita mempelajari keadaan atau posisi  ALLAH SWT kepada diri kita,  yang dilanjutkan dengan apa yang ALLAH SWT perbuat kepada diri kita. Hal ini penting kami kemukakan dalam rangka menghantarkan diri kita kepada Ma’rifatullah selama diri kita melaksanakan tugas sebagai KHALIFAH di muka bumi, atau selama hayat masih di kandung badan, yaitu :


a.   ALLAH SWT berada di sekeliling diri kita

Berdasarkan hadits qudsi di bawah ini, ALLAH SWT ada di belakang kita, ALLAH SWT ada di depan kita, ALLAH SWT ada di sebelah kanan kita, serta ALLAH SWT ada di sebelah kiri kita. Adanya kondisi ini berarti kita semua sudah berada di dalam kekuasaan ALLAH SWT, kita semua sudah berada di dalam pengawasan ALLAH SWT, atau kita semua sudah berada bersama ALLAH SWT sehingga kita tidak bisa melepaskan diri dari ALLAH SWT.


Tsauban ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Nabi Musa berdoa: Ya Rabbi, Dekatkah Engkau untuk saya bercakap-cakap atau jauhkah untuk saya panggil? Saya merasakan dan mendengarkan suara-Mu yang merdu, namun tidak bisa melihat-Mu, dimanakah Engkau? Allah berfirman: “Aku berada di belakangmu, di depanmu, di sebelah kananmu, dan di sebelah kirimu”. Wahai Musa, Aku teman hamba-Ku di waktu ia menyebut nama-Ku dan Aku bersama dia bila dia berdoa kepada-Ku”.
(HQR Addailami; 272:254)


Lalu apanya yang ada didekat diri kita, atau yang ada bersama diri kita? Yang ada didekat diri kita, yang ada bersama diri kita bukanlah Dzat ALLAH SWT. Akan tetapi yang dekat dengan diri kita, yang bersama diri kita dan yang tidak berjarak lagi dengan diri kita adalah sifat Ma’ani ALLAH SWT yang 7(tujuh) serta Asmaul Husna yang berjumlah 99 (sembilan puluh sembilan), yang kesemuanya sudah diperuntukkan untuk seluruh makhluk yang diciptakan ALLAH SWT, termasuk diperuntukkan untuk diri kita.


Jika hal ini adalah kondisi dasar ALLAH SWT kepada diri kita, apakah kita akan meminta pertolongan kepada selain ALLAH SWT jika kita mengalami cobaan atau musibah, atau apakah kita akan meminta petunjuk kepada selain ALLAH SWT jika kita mengalami kebuntuan pikiran, atau justru meminta bantuan kepada Syaitan yang keberadaannya juga tidak berjarak dengan diri kita? Jika kita termasuk orang yang telah Tahu Diri, yaitu Tahu siapa diri kita yang sebenarnya dan Tahu siapa ALLAH SWT yang sebenarnya, maka sudah sepatutnya diri kita meminta pertolongan dan meminta petunjuk kepada ALLAH SWT semata. Sekarang tergantung diri kita apakah yang sudah dekat dan bersama diri kita ini kita jadikan berjarak?  


b.  ALLAH SWT berada dimanapun diri kita berada


Berdasarkan surat Al Hadiid (57) ayat 4 yang kami kemukakan di bawah ini, ALLAH SWT menyatakan selalu berada di manapun diri kita berada, atau sepanjang diri kita masih bernaung dan menjadi tamu di langit dan di bumi yang diciptakan dan yang dimiliki ALLAH SWT maka pasti ALLAH SWT akan selalu bersama diri kita dimanapun kita berada. Hal yang harus kita ingat adalah yang bersama dengan diri kita adalah bukanlah Dzat ALLAH SWT, akan tetapi yang selalu bersama diri kita adalah sifat Ma’ani ALLAH SWT yang tujuh dan Asmaul Husna yang berjumlah sembilan puluh sembilan.


Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa: kemudian Dia bersemayam di atas ´arsy[1453] Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepada-Nya [1454]. dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. dan Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.
(surat Al Hadiid (57) ayat 4)

[1453] Bersemayam di atas 'Arsy ialah satu sifat Allah yang wajib kita imani, sesuai dengan kebesaran Allah dsan kesucian-Nya.
[1454] Yang dimaksud dengan yang naik kepada-Nya antara lain amal-amal dan do´a-do´a hamba.


Adanya kondisi ini berarti dimanapun kita berada, dalam kondisi apapun kita, kita dapat berkomunikasi dengan ALLAH SWT, kita dapat meminta pertolongan kepada ALLAH SWT, kita dapat meminta petunjuk kepada  ALLAH SWT, dengan catatan sepanjang diri kita mau dan mampu menempatkan ALLAH SWT adalah satu-satunya Tuhan yang berhak disembah. Sebagai KHALIFAH di muka bumi, apakah kondisi ALLAH SWT yang sudah bersama diri kita dimanapun kita berada, akan kita acuhkan begitu saja, atau apakah segala fasilitas yang telah dipersiapkan oleh ALLAH SWT untuk diri kita kita sia-siakan berlalu, atau apakah segala kesempatan  dari  ALLAH SWT berlalu begitu saja sehingga kita justru beralih meminta bantuan kepada Syaitan yang juga sudah dekat dengan diri kita, atau apakah memang kita tidak butuh lagi dengan ALLAH SWT karena merasa sudah hebat?


c.   ALLAH SWT mengatahui apapun yang ada di langit dan yang ada di bumi.


Berdasarkan surat Ali Imran (3) ayat 5 dan surat Al An’am (6) ayat 59 yang kami kemukakan di bawah ini, ALLAH SWT selaku pencipta dan pemilik dari alam semesta ini, pasti mengetahui apapun juga yang ada di langit dan yang ada di bumi sepanjang semuanya diciptakan oleh ALLAH SWT. Jika ini kondisinya berarti ALLAH SWT adalah Yang Maha Tahu, Yang Maha Mengerti, Yang Maha Ahli dari apa-apa yang diciptakannya, termasuk di dalamnya Yang Maha Ahli tentang diri kita, tentang anak dan keturunan kita, tentang Syaitan dan tentang Ahwa.


Sesungguhnya bagi Allah tidak ada satupun yang tersembunyi di bumi dan tidak (pula) di langit.
(surat Ali Imran (3) ayat 5)


Jika ini adalah kondisi dasar dari ALLAH SWT kepada seluruh apa yang diciptakan-Nya, lalu bagaimana sikap kita kepada ALLAH SWT jika kita mengalami persoalan hidup? Hal yang harus kita lakukan adalah meminta pertolongan langsung kepada  ALLAH SWT tanpa perantara,  karena sampai dengan kapanpun juga hanya ALLAH SWT sajalah Yang Maha Tahu, Yang Maha Ahli, dan yang mengerti tentang diri kita. Sekarang alangkah naifnya, alangkah lucunya, jika sampai diri kita meminta pertolongan kepada selain ALLAH SWT, yang tentunya bukan ahlinya tentang diri kita, hal ini tidak bedanya jika mobil Toyota yang kita miliki rusak yang kita panggil untuk memperbaiki adalah teknisi mobil Mercedec Benz.


dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)"
(surat Al An’aam (6) ayat 59)


Inilah ironi yang sering terjadi di dalam kehidupan kita sehari-hari, yaitu sudah jelas bahwa hanya ALLAH SWT saja yang mampu menolong diri kita, tetapi ALLAH SWT justru yang kita tinggalkan, atau justru ALLAH SWT tidak kita yakini mampu untuk menolong diri kita, atau malah kita berseberangan dengan  ALLAH SWT. Hasil akhir dari ini semua adalah ALLAH SWT pasti tidak akan pernah mau menolong diri kita. Selanjutnya dapatkah kita mengalahkan Syaitan yang jumlahnya sudah melebihi jumlah manusia dan juga mengalahkan Ahwa seorang diri? Jika sampai diri kita melakukan hal ini berarti kita merasa sudah paling tahu dan yang paling mengerti tentang Syaitan dan juga Ahwa sehingga sudah tidak membutuhkan lagi ALLAH SWT.



d.  ALLAH SWT menyaksikan dan memperhatikan diri kita dimanapun kita berada.


Berdasarkan surat Al Mujaadilah (58) ayat 7 yang kami kemukakan di bawah ini, ALLAH SWT selaku pencipta dan pemilik dari alam semesta ini telah menyatakan dengan tegas bahwa ALLAH SWT mampu menyaksikan diri kita dimanapun diri kita berada.Jika ini adalah kondisi dasar ALLAH SWT kepada diri kita, kemanakah kita akan bersembunyi, kemanakah kita akan lari? Untuk itu renungkanlah sekali lagi jika kita ingin berbuat sesuatu hal yang berada di dalam koridor Nilai-Nilai Keburukan yang paling sesuai dengan kehendak Syaitan sang laknatullah, karena ALLAH SWT dapat dipastikan mampu menyaksikan apa yang kita lakukan.


tidakkah kamu perhatikan, bahwa Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi? tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah keempatnya. dan tiada (pembicaraan antara) lima orang, melainkan Dia-lah keenamnya. dan tiada (pula) pembicaraan antara jumlah yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia berada bersama mereka di manapun mereka berada. kemudian Dia akan memberitahukan kepada mereka pada hari kiamat apa yang telah mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.
(surat Al Mujaadilah (58) ayat 7)


Sebagai KHALIFAH di muka bumi, jangan sampai diri kita merasa aman tidak akan diketahui oleh ALLAH SWT jika berbuat korupsi, jika menipu, atau merasa aman mengambil hak orang  lain baik sendiri-sendiri ataupun berjamaah. Ingat ALLAH SWT pasti mengetahui apa yang kita perbuat. Apa buktinya? Berdasarkan surat Thaahaa (20) ayat 46 dibawah ini, ALLAH SWT dengan tegas menyatakan “Aku Mendengar dan Aku Melihat”, apa yang dilakukan oleh setiap  manusia.


Allah berfirman: "Janganlah kamu berdua khawatir, Sesungguhnya aku beserta kamu berdua, aku mendengar dan melihat".
(surat Thaahaa (20) ayat 46)


Jika saat ini kita sudah tidak malu-malu lagi mengambil hak orang lain melalui korupsi, melalui kolusi dan melalui nepotisme karena merasa ALLAH SWT tidak tahu dengan apa yang kita perbuat, ada baiknya kita belajar kepada kucing yang malu jika mengambil makanan dengan cara mencuri, atau carilah bumi dan langit lain diciptakan oleh selain ALLAH SWT sehingga bebas berbuat sekehendak hati kita. Sekarang siapakah yang lebih tahu diri dan tahu malu, antara kucing dengan manusia yang melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme saat hidup di muka bumi ini?


e.   ALLAH SWT mengetahui setiap bisikan hati kita.


Berdasarkan surat Qaaf (50) ayat 16 yang kami kemukakan di bawah ini, ALLAH SWT selaku pencipta dan pemilik dari kekhalifaan di muka bumi, sangat hebat sifat Ma’ani yamh dimiliki-Nya sampai-sampai mampu mengetahui setiap bisikan hati diri kita. Adanya kondisi ini  mengharuskan diri kita agar selalu berhati-hati di dalam mempergunakan Iradat (kehendak) yang diletakkan di dalam Hati Ruhani karena setiap hasil akhir dari Iradat yang keluar dari Hati Ruhani baik yang jelek, ataupun yang bagus pasti diketahui oleh ALLAH SWT.


dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya,
(surat Qaaf (50) ayat 16)


Agar diri kita mampu mempertanggung jawabkan Iradat yang telah diberikan oleh ALLAH SWT, maka kita harus mampu mempergunakan, mampu memanfaatkan, Iradat (kehendak) atau bisikan yang keluar dari Hati Ruhani harus selalu sesuai dengan Nilai-Nilai Kebaikan yang sesuai dengan kehendak ALLAH SWT, terkecuali jika kita mampu mempertanggung jawabkan Iradat yang berasal dari ALLAH SWT di hari berhisab kelak.


f.   ALLAH SWT mengabulkan doa kita jika dilakukan tanpa perantara.


Berdasarkan surat Al Baqarah (2) ayat 186 yang kami kemukakan di bawah ini, ALLAH SWT dengan tegas menyatakan akan mengabulkan doa yang dimohonkan kepada ALLAH SWT secara langsung tanpa melalui perantara.


dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, Maka (jawablah), bahwasanya aku adalah dekat. aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.
(surat Al Baqarah (2) ayat 186)


Adanya kondisi ini menunjukkan kepada diri kita bahwa ALLAH SWT siap bertanggung jawab kepada diri kita yang telah diutusnya ke muka bumi, atau ALLAH SWT siap membuktikan untuk menolong, untuk membantu, serta siap menjadi Tuhan bagi setiap hamba-Nya yang mau ditolong, yang mau dibantu oleh ALLAH SWT. Selajutnya agar doa dan permohonan yang kita ajukan kepada ALLAH SWT dapat dikabulkan, syaratnya ada 3 (tiga) yaitu kita diwajibkan oleh ALLAH SWT untuk mematuhi segala apa yang telah diperintahkannya, yang dilanjutkan beriman kepada ALLAH SWT serta selalu berada di dalam kebenaran. Sebagai KHALIFAH di muka bumi, sudahkah syarat dan ketentuan ini kita penuhi sebelum mengajukan doa dan permohonan kepada ALLAH SWT?


Selanjutnya dalam rangka menambah wawasan tentang dimana ALLAH SWT, ada baiknya kita perhatikan dengan seksama hadits yang kami kemukakan di bawah ini.


Abu Hurairah ra, meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Pada hari kiamat, Allah SWT berfirman’ Wahai anak Adam, Aku sedang sakit, kenapa kamu tidak menjenguk-Ku. Anak Adam menjawab “ Wahai Tuhan, bagaimana hamba bisa menjenguk-Mu, sedangkan Engkau adalah Tuhan semesta alam? Allah berkata. “ Apakah kamu tidak menyadari jika hamba-Ku, fulan, sedang sakit tapikamu tidak mau menjenguknya? Apakah kamu tidak mengetahui, seadainya kamu menjenguknya, kamu akan mendapatkan-Ku sedang bersamanya?
Allah berkata lahi, “Wahai anak Adam, Aku meminta makanan kepadamu, tapi mengapa kamu tidak memberi-Ku makanan? Anak Adam menjawab, Wahai Tuhan, bagaimana hamba bisa memberi makanan, sedangkan Engkau adalah Tuhan semesta alam?” Allah berkata, Apakah kamu tidak menyadari, ketika ada hamba-Ku yang meminta makanan kepadamu, tapi kamu tidak mau memberinya makanan? Apakah kamu tidak mengetahui, seandainya kamu memberinya makanan niscaya kamu akan mendapatkan itu di sisi-Ku? Allah berkata lagi, “Wahai anak Adam, Aku meminta minum kepadamu, tapi kamu tidak memberi-Ku minuman? Anak Adam menjawab, “Wahai Tuhan,  bagaimana hamba bisa memberi-Mu minum, sedangkan Engkau adalah Tuhan semesta alam? Allah berkata, salah seorang hamba-Ku meminta minum kepadamu tapi kamu tidak memberinya minun, Apakah kamu tidak mengetahui, seadainya kamu memberinya minum niscaya kamu mendapatkan itu disisi-Ku.
(HR Muslim, shahih)


Berdasarkan hadits yang kami kemukakan di atas, ALLAH SWT berada di tengah-tengah orang yang sedang sakit, sedang kelaparan, sedang kehausan. Dan jika ini kondisinya maka jika kita ingin bertemu atau menemui ALLAH SWT maka kita harus menjenguk orang sakit, kita harus memberi orang makan, kita harus memberi orang minum, atau dengan kata lain kita harus berbuat kebaikan kepada sesama manusia, karena bersama orang sakit, berasam orang kelaparan, bersama orang kehausan ada ALLAH SWT. Sebagai KHALIFAH di muka bumi sudahkah kita selalu berusaha untuk membantu sesama di dalam kerangka bertemu dan menemui ALLAH SWT?


Hamba ALLAH SWT, dari apa-apa yang kami kemukakan tentang ALLAH SWT di atas, semuanya sangat tergantung bagaimana diri kita menyikapinya, dan yang pasti adalah  ALLAH SWT tidak butuh dengan diri kita, akan tetapi kitalah yang butuh dengan ALLAH SWT. Untuk segeralah tentukan sikap yang pasti terhadap ALLAH SWT, sebelum semuanya terlambat, karena kita tidak tahu kapan Malaikat Izrail datang melaksanakan tugasnya kepada diri kita.

\
7.  Keberpihakan ALLAH SWT kepada Orang Mukmin


Di dalam sub bab ini kami ingin mengajak semua orang yang telah membaca dan mempelajari buku ini, untuk merenung selama hayat masih dikandung badan tentang begitu banyaknya keberpihakan ALLAH SWT kepada setiap orang mukmin yang ada di muka bumi ini, termasuk di dalamnya keberpihakan kepada diri kita serta keberpihakan kepada anak keturunan kita. Hal ini penting kami kemukakan karena masih banyak orang yang tidak tahu tentang hal ini, atau masih banyak juga orang yang sudah tahu tentang hal ini tetapi mereka tidak pernah sampai dengan Haqqul Yakin tentang hal ini. Apa maksudnya dan apa dasarnya? Seperti telah kita ketahui bersama bahwa setiap manusia yang ada di muka bumi ini, dapat dipastikan ia adalah KHALIFAH di muka bumi, atau ia adalah perpanjangan tangan ALLAH SWT di muka bumi, atau ia adalah Wakil ALLAH SWT di muka bumi.


Sekarang jika kita berbicara tentang Kekhalifahan di muka bumi, maka akan ada dua pihak yang terlibat, yaitu ALLAH SWT selaku pengutus atau pencipta KHALIFAH serta manusia yang dijadikan KHALIFAH di muka bumi. ALLAH SWT selaku pengutus manusia tentu tidak begitu saja menjadikan manusia yang akan dijadikannya KHALIFAH, karena hal ini menyangkut pula dengan Kemahaan dan Kebesaran ALLAH SWT itu sendiri.


Untuk itu mari kita perhatikan dengan seksama tentang Kemahaan dan Kebesaran ALLAH SWT yang terdapat pada perpanjangan tangan-Nya yang ada di muka bumi ini. Untuk itu perhatikanlah keadaan diri kita sendiri, yang terdiri dari Ruhani dan Jasmani. Dimana Ruhani asalnya dari Nur ALLAH SWT dan sedangkan Jasmani asalnya dari saripati tanah serta di dalam Jasmani terdapat organ-organ tubuh yang begitu hebat lagi dasyat. Akan tetapi ALLAH SWT selaku pengutus diri kita ke muka bumi, ALLAH SWT tidak hanya memberikan  Jasmani dan Ruhani semata, kita juga juga diberikan Amanah 7 yang berasal dari sifat Ma’ani ALLAH SWT dan kita juga diberikan Sibghah dari Asmaul Husna serta Hati Ruhani tempat diletakkannya Af’idah dan Akal dan juga diberikan Hubbul sebagai motor penggerak bagi diri kita untuk berbuat dan bertindak saat menjadi KHALIFAH di muka bumi serta ALLAH SWT juga menciptakan Diinul Islam yang berasal dari fitrah-Nya sendiri untuk kepentingan diri kita saat hidup di muka bumi. Apakah sudah cukup?


Ternyata belum, ALLAH SWT juga masih memberikan kepada kita suatu bentuk dukungan yang begitu besar dalam rangka mensukseskan diri kita menjadi KHALIFAH di muka bumi, yaitu dalam bentuk keberpihakan ALLAH SWT kepada setiap KHALIFAH-Nya yang memenuhi Syarat dan Ketentuan sebagai orang mukmin. Adanya keberpihakan ALLAH SWT kepada orang mukmin menunjukkan bahwa ALLAH SWT berkehendak kepada diri kita agar diri kita mampu melaksanakan tugas sebagai KHALIFAH di muka bumi yang sekaligus menjadi Makhluk yang Terhormat, sehingga mampu pulang ke Tempat yang Terhormat dengan cara yang Terhormat untuk bertemu dengan Yang Maha Terhormat, dalam suasana yang saling hormat menghormati.


Untuk mempertegas keberpihakan ALLAH SWT kepada orang mukmin, berikut ini akan kami kemukakan bentuk-bentuk dari keberpihakan ALLAH SWT kepada orang mukmin, yaitu:


1.      Keberpihakan ALLAH SWT kepada orang Mukmin Berdasarkan Al-Qur’an.


Berikut ini akan kami kemukakan 8 (delapan) bentuk dari keberpihakan ALLAH SWT kepada setiap orang mukmin yang ada di muka bumi ini tanpa terkecuali, yang kesemuanya sudah dikemukakan oleh ALLAH SWT di dalam Al-Qur’an, yaitu:


a.   Dilindungi dari penipuan dan pengkhianatan


Berdasarkan surat Al Anfaal (8) ayat 61-62 di bawah ini, ALLAH SWT akan selalu memberikan perlindungan kepada setiap orang mukmin dari segala bentuk penipuan, dari segala bentuk pengkhianatan serta orang mukmin akan selalu dibimbing oleh ALLAH SWT untuk selalu condong di dalam perdamaian.


dan jika mereka condong kepada perdamaian, Maka condonglah kepadanya dan bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah yang Maha mendengar lagi Maha mengetahui.dan jika mereka bermaksud menipumu, Maka Sesungguhnya cukuplah Allah (menjadi pelindungmu). Dialah yang memperkuatmu dengan pertolongan-Nya dan dengan Para mukmin,
(surat Al Anfaal (8) ayat 61-62)



b.  ALLAH SWT menjadi wali atau pelindung


Berdasarkan surat Ali Imran (3) ayat 68 di bawah ini, ALLAH SWT akan menjadi wali atau pelindung bagi setiap orang yang mukmin, atau ALLAH SWT akan menjadi pelindung dan penjaga bagi setiap orang beriman dan beramal shaleh, tanpa terkecuali. 


Sesungguhnya orang yang paling dekat kepada Ibrahim ialah orang-orang yang mengikutinya dan Nabi ini (Muhammad), beserta orang-orang yang beriman (kepada Muhammad), dan Allah adalah pelindung semua orang-orang yang beriman.
(surat Ali Imran (3) ayat 68)



c.   Hatinya diteguhkan dengan Iman dan diberikan ketenangan

Berdasarkan surat Al Fath (43) ayat 4 ayat 26 yang kami kemukakan di bawah ini, ALLAH SWT menurunkan ketenangan bathin kepada setiap orang mukmin serta hatinya diteguhkan, atau ditambahkan keimanan yang ada di dalam diri.



Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada). dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi[1394] dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana,
(surat Al Fath (48) ayat 4)

[1394] Yang dimaksud dengan tentara langit dan bumi ialah penolong yang dijadikan Allah untuk orang-orang mukmin seperti malaikat-malaikat, binatang-binatang, angin taufan dan sebagainya,


ketika orang-orang kafir menanamkan dalam hati mereka kesombongan (yaitu) kesombongan Jahiliyah lalu Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya, dan kepada orang-orang mukmin dan Allah mewajibkan kepada mereka kalimat-takwa[1404] dan adalah mereka berhak dengan kalimat takwa itu dan patut memilikinya. dan adalah Allah Maha mengetahui segala sesuatu.
(surat Al Fath (48) ayat 26)

[1404] Kalimat takwa ialah kalimat tauhid dan memurnikan ketaatan kepada Allah.

Sedangkan bagi orang kafir, atau bagi orang yang tiak mau beriman, akan ditanamkan dalam hati mereka yaitu sifat kesombongan jahiliyah, sehingga hidup yang dijalaninya tidak pernah merasakan adanya kedamaian.


d.  Diselamatkan dari anak durhaka


Berdasarkan surat Al Kahfi (18) ayat 80-81 yang kami kemukakan di bawah ini, ALLAH SWT akan menyelamatkan diri kita dari anak durhaka, atau anak yang tidak mau berbakti kepada diri kita selaku orang tua, sepanjang diri kita masuk dalam kategori orang mukmin.


dan Adapun anak muda itu, Maka keduanya adalah orang-orang mukmin, dan Kami khawatir bahwa Dia akan mendorong kedua orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran. dan Kami menghendaki, supaya Tuhan mereka mengganti bagi mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu dan lebih dalam kasih sayangnya (kepada ibu bapaknya).
(surat Al Kahfi (18) ayat 80-81)


Adanya kondisi di atas ini, menunjukkan kepada diri kita jika kita mampu menjadi orang mukmin maka modal awal untuk mencipatakan keluarga sakinah sudah kita miliki.



e.   Dikurniai, disucikan dan diajar oleh ALLAH SWT


Berdasarkan surat Ali Imran (3) ayat 164 yang kami kemukakan di bawah ini, ALLAH SWT akan memberikan karunianya kepada diri kita, sepanjang diri kita beriman dan beramal shaleh, yang dilanjutkan ALLAH SWT juga akan membersihkan jiwa kita serta mengajarkan diri kita Al kitab dan  Al hikmah.



sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang Rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al kitab dan Al hikmah. dan Sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.
(surat Ali Imran (3) ayat 164)

f.   Ditinggikan derajatnya

Berdasarkan surat Al Anfaal (8) ayat 4 yang kami kemukakan di bawah ini, ALLAH SWT akan meninggikan derajat orang yang beriman dan beramal shaleh serta memberikan rezeki dan nikmat yang mulia.

Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezki (nikmat) yang mulia.
(surat Al Anfaal (8) ayat 4)



g.  Dibantu oleh tentara ALLAH SWT


Berdasarkan surat At Taubah (9) ayat 26 yang kami kemukakan di bawah ini, ALLAH SWT akan menolong orang beriman dan beramal shaleh melalui bala tentara-Nya yang tidak dapat kita lihat dengan mata sehingga memudahkan diri kita melaksanakan tugas kekhalifahan di muka bumi.


kemudian Allah menurunkan ketenangan kepada RasulNya dan kepada orang-orang yang beriman, dan Allah menurunkan bala tentara yang kamu tiada melihatnya, dan Allah menimpakan bencana kepada orang- orang yang kafir, dan Demikianlah pembalasan kepada orang-orang yang kafir.
(surat At Taubah (9) ayat 26)



h.  Disayang ALLAH SWT


Berdasarkan surat Al Ahzab (33) ayat 43 yang kami kemukakan di bawah ini, ALLAH SWT akan memberikan kasih sayang-Nya kepada setiap orang yang beriman dan beramal shaleh.



Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman.
(surat Al Ahzab (33) ayat 43)


Hamba ALLAH SWT, itulah delapan bentuk dari keberpihakan ALLAH SWT kepada orang mukmin, termasuk keberpihakan kepada diri kita, sepanjang diri kita masuk kriteria sebagai orang mukmin, yang kesemuanya telah dikemukakan oleh ALLAH SWT di dalam  Al-Qur’an, yang tidak lain adalah Kalam ALLAH SWT itu sendiri. Selanjutnya sudahkah kita merasa haqqul yaqin dengan keberpihakan ALLAH SWT yang telah kami kemukakan di atas ini? Semua terpulang kepada diri kita masing-masing untuk menyikapi dengan baik hal-hal yang telah dikemukakan oleh  ALLAH SWT.


2.  Keberpihakan ALLAH SWT kepada orang Mukmin Berdasarkan Hadits.


Berikut ini akan kami kemukakan bentuk-bentuk dari keberpihakan ALLAH SWT kepada setiap orang mukmin yang ada di muka bumi ini, yang terdapat di dalam hadits, yaitu:


a.       Berdasarkan Hadits yang diriwayatkan oleh Anas ra, dan Abu Hurairah ra, di bawah ini,   ALLAH SWT menunjukkan sikap-Nya kepada orang yang beriman yang mau mendekat kepada-Nya. Apa maksudnya?


Anas dan Abuhurairah ra, keduanya berkata: Nabi SAW bersaba: Allah ta’ala berfirman: Jika seorang hamba mendekat kepada-Ku sejengkal, maka Aku mendekatinya sehasta dan jika ia mendekat kepada-Ku sehasta. Aku mendekat padanya sedepa, dan jika ia dating kepada-Ku berjalan. Aku akan datang kepadanya berlari
(HQR Bukhari, Athabarani meriwayatkan dari Salman ra, 272:12)


Jika diri kita mendekat kepada ALLAH SWT sejengkal, maka ALLAH SWT mendekati diri kita sehasta dan jika kita  mendekat kepada ALLAH SWT sehasta, maka ALLAH SWT mendekat  kepada kita sedepa, dan jika diri kita datang kepada ALLAH SWT  berjalan, maka ALLAH SWT mendekat kepada diri kita secara berlari.



b.   Berdasarkan Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra, di bawah ini, salah satu bentuk keberpihakan ALLAH SWT kepada manusia adalah dengan memberikan penilaian lebih tinggi kepada kebaikan yang kita perbuat dibandingkan dengan keburukan, atau kejahatan yang kita buat.



Abuhurairah ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta’ala berfirman: Apabila hamba-Ku merencanakan melakukan suatu amal kebajikan, kemudian tidak jadi dilakukannya, maka tetap Aku mencatat baginya suatu kebajikan, tetapi bila ia melaksanakannya, maka tetap Aku mencatat amalnya itu sepuluh kebajikan sampai berganda tujuh ratus. Dan apabila ia merencanakan untuk melakukan suatu kejahatan lalu tidak jadi dilaksanakannya, maka tidaklah Aku catat baginya, tetapi ia tetap melaksanakannya Aku catat baginya sebagai kejahatan.
(HQR Bukhari dan Muslim, Attirmidzi dan Ibn Hibban dari Abu Hurairah ra, 272:21)



Hal ini terlihat dari catatan amal yang diperbuat oleh diri kita, jika kita berbuat kebaikan, maka ALLAH SWT memberikan pahala sepuluh kebajikan sampai dengan tujuh ratus kebajikan. Sedangkan apabila diri kita berbuat kejahatan hanya dicatat satu kejahatan. Tidak cukup dengan itu semua,ALLAH SWT juga memberikan penilaian kebajikan walaupun kebaikan masih dalam niat untuk dilaksanakan, sedangkan niat kejahatan baru dinilai jika kejahatan itu telah dilakukan.



c.       Berdasarkan Hadits yang diriwayatkan oleh Anas ra, di bawah ini, ALLAH SWT akan selalu menyertai diri kita sepanjang diri kita mempersangkakan ALLAH SWT bersama diri kita dan ALLAH SWT akan selalu menyertai diri kita jika diri kita selalu berdoa kepada ALLAH SWT.



Anas ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta’ala berfirman: Hai hamba-Ku, Aku berada menurut pikiranmu tentang diri-Ku dan Aku menyertaimu bila engkau berdoa kepada-Ku.
(HQR Al Hakiem, 272:118)



d.  Berdasarkan Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dardaa ra, di bawah ini, ALLAH SWT akan memberikan pengampunan kepada diri kita walaupun dosa yang kita perbuat tidak dapat ditampung oleh seluruh wadah yang ada di muka bumi, sepanjang diri kita tidak menyekutukan ALLAH SWT.


Abu Dardaa ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta’ala berfirman: Andaikan hamba-Ku menghadap Aku dengan dosa-dosa sepenuh wadah-wadah yang ada di bumi, namun ia tidak bersyirik menyekutukan sesuatu kepada-Ku, akan kuhadapinya dengan pengampunan sepenuh wadah-wadah itu.
(HQR Aththabarani, 272:127)


e.     Berdasarkan Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra, di bawah ini, ALLAH SWT menyatakan perang kepada siapapun juga yang telah menghina Wali ALLAH SWT, atau yang menghina Kekasih ALLAH SWT.


Abu Hurairah ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta’ala berfirman: Siapa yang menghina wali-Ku (kekasih-Ku) berarti menyatakan perang kepada-Ku. Dan Aku tidak ragu dalam segala perbuatan-Ku seperti raga-Ku untuk mencabut ruh hamba-Ku yang mukmin. Ia tidak suka mati dan AKu tidak suka menganggunya, tetapi tidak boleh tidak ia harus mati.
(HQR Bukhari, 272:138)


f.   Berdasarkan Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas ra, di bawah ini, ALLAH SWT akan selalu mengingat diri kita sepanjang diri kita mau mengingat ALLAH SWT.


Ibnu Abbas ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta’ala berfirman: Wahai anak Adam, apabila engkau ingat kepada-Ku di dalam keadaan menyendiri akan Ku-ingat kepadamu demikian pula dan bila engkau ingat kepada-Ku di dalam himpunan orang banyak Aku akan ingat kepadamu  di dalam suatu himpunan yang lebih baik dari himpunan itu.
(HQR Asysyairazi, 272:175)


g.       Berdasarkan Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Said ra, di bawah ini, ALLAH SWT akan memberikan pengampunan kepada anak dan keturunan Nabi Adam as, sepanjang mereka meminta ampun kepada ALLAH SWT.



Abu Said ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta’ala berfirman: Berkata Iblis kepada Tuhannya: Demi keagungan dan kebesaran-Mu, akan aku sesatkan selalu anak-anak Adam selama ruh dikandung badan mereka. Lalu Allah berfirman kepadanya: Demi keagungan dan kebesaran-Ku akan Aku ampuni mereka selama mereka beristighfar minta ampun pada-Ku.
(HQR Abu Nua’im, 272:261)
  


Berdasarkan apa-apa yang telah kami kemukakan di atas baik yang ada di dalam Al-Qur’an dan juga Hadits, menunjukkan kepada diri kita semua bahwa setiap manusia yang masuk kriteria orang mukmin sudah diberikan modal dasar yang begitu hebat oleh ALLAH SWT dalam rangka memudahkan dan melancarkan serta mensukseskan diri kita di dalam melaksanakan tugas sebagai KHALIFAH di muka bumi yang sekaligus Makhluk yang Terhornat.


Sekarang apa yang terjadi setelah diri kita melaksanakan tugas sebagai KHALIFAH di muka bumi,  atau apa yang terjadi setelah di dalam diri kita terjadi pertarungan antara Jasmani dengan Ruhani, apakah sesuai dengan keberpihakan ALLAH SWT ataukah sesuai dengan kehendak Syaitan? Berikut ini akan kami kemukakan kondisi dan keadaan yang sering terjadi pada saat ini, yaitu :

a.    Kita malah memperturutkan Ahwa yang didukung oleh Syaitan sehingga jiwa kita menjadi jiwa Fujur, padahal aslinya jiwa kita adalah Jiwa Taqwa.


b.    Kita malah menjadi Pecundang, sedangkan Syaitan malah menjadi Pemenang di dalam permainan kekhalifahan di muka bumi ini.


c.    Kita malah mau di ajak oleh Syaitan untuk pulang kampung ke Neraka Jahannam, padahal kampung asli diri kita adalah Syurga.


d.      Kita malah menjadikan diri sendiri sebagai orang yang merugi karena selalu mengkotori jiwa kita sendiri (menjadikan jiwa kita masuk dalam kategori Jiwa Fujur), padahal aslinya jiwa kita adalah jiwa yang bersih (masuk dalam kelompok Jiwa Taqwa).


e.  Kita malah bertuhankan kepada selain ALLAH SWT dan tidak mau mengakui bahwa Nabi Muhammad SAW adalah utusan ALLAH SWT, padahal kita telah melaksanakan Syahadat dengan mengatakan bahwa “Tiada Tuhan selain ALLAH SWT dan Nabi Muhammad SAW itu utusan ALLAH SWT”.


f.   Kita malah menjadikan diri sendiri terhormat dihadapan Syaitan sang Laknatullah, ketimbang menjadi makhluk yang terhormat dihadapan Yang Maha Terhormat.


g.      Kita malah lebih suka membeli tiket masuk ke Neraka Jahannam ketimbang membeli tiket masuk ke Syurga. Hal ini dikarenakan baik masuk Syurga ataupun masuk Neraka bukanlah sesuatu yang bersifat Gratis atau Cuma-Cuma.


h.      Kita hanya mampu menjadikan diri kita sendiri hanya sebagai penonton, hanya sebagai pengagum, hanya sebagai komentator atas Kebesaran dan Kemahaan  ALLAH SWT. Padahal Kebesaran dan Kemahaan dari ALLAH SWT bukan untuk ditonton, bukan untuk dikagumi, apalagi untuk dikomentari, tetapi untuk kita rasakan secara langsung melalui kenikmatan bertuhankan ALLAH SWT.


i.        Kita lebih suka membuat jarak dengan ALLAH SWT karena kita salah persepsi, karena kita salah meyakini keberadaan ALLAH SWT, padahal ALLAH SWT sendiri sudah tidak berjarak lagi dengan diri kita.


j.     Kita hanya mampu melaksanakan perintah ALLAH SWT sebatas ritual dan rutinitas belaka, namun kita tidak mampu memperoleh apa yang terdapat dibalik makna hakiki dari setiap perintah yang telah diperintahkan ALLAH SWT.


k.  Kita lebih suka mendapatkan pahala, atau sibuk mengejar pahala dibandingkan merasakan nikmatnya bertuhankan kepada ALLAH SWT. Sehingga yang ada pada diri kita sibuk dengan tata cara melakukan ibadah, namun lupa akan hakekat dari apa yang dikehendaki ALLAH SWT.



Hamba ALLAH SWT, jika Syaitan pulang kampung ke api, karena kampung halamannya memang disana, sehingga hal ini tidak menjadi persoalan bagi Syaitan untuk pulang kampung ke Neraka Jahannam, karena api akan kembali ke api. Akan tetapi justru kita yang kampung aslinya adalah Syurga justru mau dihasut, mau diajak untuk pulang kampung oleh Syaitan ke Neraka Jahannam dengan menukar Syurga dengan Neraka.


Jadi siapakah yang bodoh, jadi siapakah yang tidak tahu diri, jadi siapakah yang lebih hebat, manusiakah ataukah Syaitankah, yang pintar membodohi diri kita, yang pintar mengakali diri kita, sehingga kita mau dengan sukarela menjual tiket masuk ke Syurga untuk membeli tiket masuk ke Neraka Jahannam saat hidup di dunia ini? Untuk itu jangan pernah sekalipun untuk menyalahkan, apalagi menyudutkan ALLAH SWT yang telah begitu memihak kepada diri kita. Namun karena kebodohan, karena ketidakpercayaan, karena ketidakyakinan diri kita sendiri kepada ALLAH SWT, maka Syaitan sang laknatullah mampu menggoda, mampu merayu diri kita sehingga kita menjadi tetangga Syaitan di Neraka Jahannam.


Untuk itu pelajarilah kembali sejarah umat-umat yang terdahulu yang telah hancur diluluhlantakkan oleh ALLAH SWT seperti berapa banyaknya umat dari Nabi Nuh as, yang telah dihancurkan oleh ALLAH SWT melalui banjir bandang, berapa banyaknya umat Nabi Luth as, yang dihancurkan olehALLAH SWT karena melaksanakan praktek lesbian dan homoseksual, lalu berapa banyaknya umat Nabi Musa as, yang ditenggelamkan ke Laut Merah oleh ALLAH SWT dan masih banyak lagi umat-umat yang terdahulu yang juga telah dihancur luluhlantak oleh  ALLAH SWT. Lalu apakah contoh umat-umat terdahulu yang dihukum, yang di azab oleh ALLAH SWT,  yang juga sudah dikemukakan  pula oleh  ALLAH SWT di dalam Al-Qur’an, hanya sekedar cerita masa lalu sehingga tidak cukup mampu menyadarkan diri kita untuk beriman kepada ALLAH SWT, atau mau melaksanakan Diinul Islam secara Kaffah, atau apakah kita ingin merasakan hukuman, azab atau bencana seperti yang dirasakan oleh umat-umat terdahulu yang telah dihancurkan oleh ALLAH SWT?



Patut dan pantaskah jika ALLAH SWT menghukum kita ke Neraka Jahannam, yang panas apinya 70 (tujuh puluh) kali panasnya api dunia. Padahal ALLAH SWT sudah begitu berpihak kepada diri kita, tetapi justru kita kalah melawan Ahwa dan Syaitan sehingga Syaitan menjadi Pemenang dan diri kita menjadi Pecundang,sehingga diri kita menjadi makhluk yang terkutuk seperti Syaitan yang telah dikutuk              ALLAH SWT?



Rasulullah bersabda: "Api kalian di dunia yang dinyalakan oleh anak keturunan Adam adalah satu bagian dari tujuh puluh bagian dari neraka Jahannam". Para sahabat berkata:"Jika api itu mencukupi ya Rasulullah, maka api itu terpisah dengan selisih enam puluh Sembilan bagian yang kesemuanya itu adalah perumpamaan panasnya".
(HR Bukhari, Muslim)


Jika ini yang terjadi pada diri manusia, memang sudah sepatutnya dan sepantasnyalah  ALLAH SWT memberikan hukuman berupa Neraka Jahannam kepada manusia-manusia yang sudah didukung penuh oleh ALLAH SWT namun tetap juga kalah melawan Ahwa dan Syaitan, atau tetap tidak sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh  ALLAH SWT.


Selanjutnya masih ada hal lain yang sangat-sangat penting tentang ALLAH SWT yang terdapat di dalam Al-Qur’an, untuk itu mari kita perhatikan dengan seksama surat Ali Imran (3) ayat 18 di bawah ini.



Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu[188] (juga menyatakan yang demikian itu). tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
(surat Ali Imran (3) ayat 18)

[188] Ayat ini untuk menjelaskan martabat orang-orang berilmu.


Berdasarkan surat Ali Imran (3) ayat 18, ALLAH SWT selaku pencipta dan pemilik dari alam dari semesta ini memberikan kesaksian atas dirinya sendiri. Bayangkan ALLAH SWT memberikan kesaksian tentang dirinya sendiri di dalam Al-Qur’an. Selanjutnya selaku pemberi kesaksian tentu ALLAH SWT paham benar, mengerti benar tentang keadaan dirinya sendirinya, dibandingkan dengan makhluknya yang memberikan kesaksian melalui Syahadat. Untuk itu tolong perhatikan dengan seksama beberapa pertanyaan di bawah ini?


a.       Sekarang tahukah ALLAH SWT, mengertikah ALLAH SWT, pahamkah ALLAH SWT bahwa ALLAH SWT adalah DZAT yang menamakan dirinya sendiri ALLAH SWT, dimana DZAT itu ada tanpa ada yang menyertainya ada?


b.    Sekarang tahukah ALLAH SWT, mengertikah  ALLAH SWT, pahamkah ALLAH SWT bahwa ALLAH SWT adalah DZAT yang memiliki Sifat Salbiyah yang enam (maksudnya memiliki sifat Wujud, sifat Qidam, sifat Baqa, sifat Mukhalafah Lil Hawadish, sifat Qiyamuhu Binafsih, sifat Wahdaniyah), yang tidak akan mungkin dimiliki oleh siapapun juga?


c.  Sekarang Tahukah ALLAH SWT, mengertikah  ALLAH SWT, pahamkah ALLAH SWT  bahwa ALLAH SWT adalah DZAT yang memiliki sifat Ma’ani yang tujuh (maskudnya sifat Qudrat, sifat Iradat, sifat Ilmu, sifat Sami’, sifat Bashir, sifat Kalam, sifat Hayat) yang kesemuanya tidak dapat dipisahkan dengan sifat Salbiyah?


d.   Sekarang tahukah ALLAH SWT, mengertikah ALLAH SWT, pahamkah ALLAH SWT bahwa ALLAH SWT adalah DZAT yang memiliki AF’AL atau Perbuatan ALLAH SWT yang mencerminkan Nama-Nama ALLAH SWT yang Indah yang berjumlah 99 (Sembilan puluh Sembilan) atau Asmaul Husna?


e.  Sekarang tahukah ALLAH SWT, mengertikah ALLAH SWT, pahamkah ALLAH SWT bahwa ALLAH SWT akan berada dan bersama seluruh ciptaannya dimanapun berada sehingga seluruh ciptaan tidak mungkin dapat dipisahkan dengan ALLAH SWT?


f.   Sekarang tahukah ALLAH SWT, mengertikah ALLAH SWT, pahamkah ALLAH SWT bahwa ALLAH SWT adalah pencipta dari seluruh alam semesta ini dan juga kekhalifahan yang ada di muka bumi ini tanpa bantuan siapapun juga?


g.   Sekarang tahukah ALLAH SWT, mengertikah ALLAH SWT, pahamkah ALLAH SWT bahwa ALLAH SWT adalah pencipta Diinul Islam yang tidak lain adalah satu-satunya konsep ilahiah yang berlaku di muka bumi ini untuk kepentingan kekhalifahan yang ada di muka bumi?


h.      Sekarang tahukah ALLAH SWT, mengertikah ALLAH SWT, pahamkah ALLAH SWT dengan segala kebutuhan manusia, dengan segala problema manusia, baik saat menghadapi ahwa dan syaitan?


i.        Sekarang tahukah ALLAH SWT, mengertikah ALLAH SWT, pahamkah ALLAH SWT dengan segala azab yang telah ditimpakan kepada manusia-manusia terdahulu akibat tidak mau beriman kepada-Nya?


ALLAH SWT sampai dengan kapanpun juga dapat dipastikan tahu, ALLAH SWT dapat dipastikan mengerti dan ALLAH SWT dapat dipastikan paham betul dengan keberadaan dirinya sendiri, dengan keberadaan ciptaannya sendiri, dengan keberadaan manusia baik awal sampai dengan akhir, tanpa terkecuali termasuk diri kita. 


Untuk apa ALLAH SWT sampai mengemukakan kesaksian atas dirinya sendiri kepada diri kita melalui Al-Qur’an? Untuk menjawab pertanyaan ini, ada baiknya kita bercermin dengan sesuatu yang terjadi pada kehidupan kita sehari-hari. Sebagai orang tua, kita sering menceritakan pengalaman hidup kepada anak-anak, lalu untuk apakah kita melakukan itu semua? Dengan menceritakan pengalaman hidup baik suka ataupun duka, yang kita alami kepada anak, maka kita berharap anak-anak mampu mengambil hikmah dan pelajaran yang terdapat dibalik cerita yang kita kemukakan dan kita juga berharap agar anak tidak sombong dengan apa yang telah dicapainya hari ini serta jangan sampai anak mengulangi hal-hal yang tidak mengenakkan yang pernah kita alami serta mampu menjadikan diri kita sebagai contoh yang baik saat menjalani kehidupan. Sekarang bagaimana dengan ALLAH SWT?


ALLAH SWT menceritakan kesaksian atas dirinya di dalam Al-Qur’an, agar setiap manusia yang ada di muka bumi dapat mengambil hikmah dan pelajaran yang berharga dari ALLAH SWT secara langsung sehingga dengan itu semua mampu menghantarkan diri kita tetap menjadi makhluk yang terhormat, yang mampu pulang kampung ke tempat terhormat, dengan cara terhormat, untuk bertemu dengan Yang Maha Terhormat, dalam suasana yang saling hormat menghormati serta mampu pula mengambil hikmah dan pelajaran dari umat-umat terdahulu sehingga kita tidak menjelma menjadi firaun-firaun generasi baru, atau tidak menjelma menjadi umat Nabi Nuh generasi baru, atau tidak menjelma menjadi umat Nabi Luth generasi baru, atau tidak menjadikan diri kita menjadi qarun-qarun generasi baru di jaman Nano Technology.

Sekarang mari kita perhatikan beberapa ketentuan yang telah ALLAH SWT kemukakan di dalam Al-Qur’an, yaitu :


a.       ALLAH SWT di dalam Al-Qur’an sudah mengemukakan bahwa Syaitan adalah musuh bagi diri kita, lalu apakah yang telah dikemukakan oleh ALLAH SWT di dalam Al-Qur’an kita anggap angin lalu saja?


b.   ALLAH SWT di dalam Al-Qur’an sudah menyatakan mintalah kepada ALLAH SWT, lalu apakah kemudahan yang telah dikemukakan oleh ALLAH SWT kita buang begitu saja sehingga kita lebih senang meminta bantuan Syaitan?


c.     ALLAH SWT di dalam Al-Qur’an sudah menyatakan bahwa jika berlindung kepada selain ALLAH SWT berarti berlindung kepada sarang laba-laba, lalu apakah informasi ini kita anggap tidak ada sehingga perlindungan ALLAH SWT kita tukar dengan sarang laba-laba?


d.      ALLAH SWT di dalam Al-Qur’an sudah menyatakan bahwa ALLAH SWT itu dekat, lebih dekat dari urat leher diri kita, lalu apakah ALLAH SWT sudah dekat justru kita campakkan sehingga meminta bantuan kepada selain ALLAH SWT?


e.   ALLAH SWT di dalam Al-Qur’an sudah menyatakan untuk berbakti kepada kedua orang tua, lalu sudahkah hal ini kita laksanakan dengan baik?


Sebagai KHALIFAH yang sedang menumpang di langit dan di bumi ALLAH SWT, sadarilah bahwa ALLAH SWT begitu sayang dengan kepada diri kita, namun karena ulah diri kita sendiri yang tidak menghiraukan apa-apa yang telah dikemukakan oleh ALLAH SWT maka jangan pernah sekalipun menyalahkan ALLAH SWT jika kita menjadi pecundang sedangkan syaitan menjadi pemenang di dalam permainan kekhalifahan di muka bumi ini.


Sebagai penutup bab ini, jangan pernah menjadikan diri kita, anak keturunan kita, karyawan kita, masyarakat, bangsa dan Negara kita,  seperti umat Nabi Nuh as, umat Nabi Luth as, umat Nabi Musa as, serta umat-umat terdahulu yang telah dihancurkan oleh ALLAH SWT. Untuk itu kita harus yakin dengan seyakin-yakinnya bahwa kita sudah didukung penuh oleh ALLAH SWT, lalu gunakan dukungan penuh ALLAH SWT tersebut dengan cara melaksanakan Diinul Islam secara Kaffah yang sesuai dengan kehendak ALLAH SWT selaku pencipta Diinul Islam.Untuk itu selama hayat masih di kandung badan jadikan dukungan ALLAH SWT ini sebagai modal dasar untuk mensukseskan diri kita menjadi KHALIFAH di muka bumi yang sekaligus yang Makhluk Terhormat sehingga mampu menghantarkan diri kita untuk bertemu dengan Yang Maha Terhormat, di tempat yang sangat Terhormat, tidak hanya seorang diri saja, tetapi bersama keluarga, bersama suami atau bersama istri, bersama anak dan keturunan kita masing-masing. Semoga berkumpul dengan keluarga besar, dihadapan Yang Maha Terhormat, dalam suasana yang saling hormat menghormati, bukanlah khayalan belaka atau sekedar cita-cita belaka, namun kesemuanya menjadi kenyataan. Semoga ALLAH SWT mengabulkan segala apa yang kita cita-citakan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar