Hamba
ALLAH SWT yang selalu dirahmati-Nya
Sebelum kami membahas tentang Route
to 1.6.7.99 is Route to ALLAH yang memiliki makna Jalan menuju ALLAH SWT dan
juga yang memiliki makna Syahadat yaitu Tiada Tuhan selain ALLAH SWT yang memiliki 6 (enam)
sifat Salbiyah, yang terdiri dari Wujud, Qidam, Baqa, Mukhalafah Lil Hawadish, Qiyamuhu Binafsih,
Wahdaniah; yang memiliki 7 (tujuh)
sifat Ma’ani yang terdiri dari Qudrat,
Iradat, Ilmu, Sami’, Bashir, Kalam, Hayat dan yang memiliki 99 (Sembilan puluh Sembilan)
Nama-Nama Yang Indah (Asmaul Husna) lebih lanjut, perkenankan
kami untuk membahas terlebih dahulu tentang apa itu ALLAH SWT secara lebih
spesifik. Hal ini penting kami kemukakan karena tidak akan mungkin kita bisa
menuju kepada ALLAH SWT, atau menyatakan Syahadat dengan baik dan benar jika kita
sendiri tidak memiliki Ilmu tentang ALLAH SWT terlebih dahulu.
Untuk maksud tersebut, kami akan
mempergunakan 3(tiga) buah Pendekatan, yaitu Pendekatan melalui Dzat
untuk menerangkan angka 1(satu) yang terdapat di dalam istilah Route to 1.6.7,99. Pendekatan Sifat Salbiyah kami gunakan
untuk menerangkan angka 6 (enam) yang terdapat di dalam istilah Route to
1.6.7.99 serta melalui Pendekatan Sifat Ma’ani kami gunakan untuk
menerangkan angka 7 (tujuh) yang terdapat di dalam istilah Route 1.6.7.99. Berikutnya
melalui Pendekatan Asmaul Husna atau
Pendekatan Perbuatan ALLAH SWT yang tercermin dalam Nama-Nama ALLAH SWT Yang
Indah, kami gunakan untuk menerangkan angka 99(sembilan puluh Sembilan) yang
terdapat di dalam istilah Route 1.6.7.99. Dengan catatan kita tidak boleh
memilah-milah ke-tiga Pendekatan itu secara sendiri-sendiri atau kita tidak
diperkenankan untuk mengkotak-kotakkan ke-tiga Pendekatan itu secara
terpisah-pisah.Akan tetapi keseluruhan Pendekatan yang kita lakukan harus dalam
satu kesatuan Pemahaman dan satu kesatuan Pengertian. Adapun masing-masing
pendekatan itu dapat kami uraikan sebagai berikut:
1. PENDEKATAN melalui
DZAT
Pendekatan melalui Dzat merupakan
kunci jawaban dari angka 1 (satu) yang terdapat di dalam istilah Route to 1.6.7.99.
Apa maksudnya? Angka 1 dalam istilah Route to 1.6.7.99 adalah perlambang dari ALLAH SWT. Selanjutnya
jika angka 1 (satu) dalam Route to 1.6.7.99 kami artikan sebagai ALLAH
SWT, sekarang apa itu ALLAH SWT, kenapa bernama ALLAH dan siapa yang memberi
nama ALLAH SWT?
Sesungguhnya aku ini adalah
Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, Maka sembahlah aku dan dirikanlah
shalat untuk mengingat aku.
(surat Thahaa (20) ayat 14)
Untuk menjawab pertanyaan ini mari
kita perhatikan surat Thaahaa (20) ayat 14 yang kami kemukakan di atas. Berdasarkan
surat Thaaha (20) ayat 14 didapat
keterangan bahwa ALLAH adalah Dzat yang menamakan diri-Nya sendiri ALLAH melalui
pernyataan-Nya yang berbunyi “sesungguhnya aku ini adalah ALLAH, tidak ada
Tuhan selain Aku”. Jika sekarang ALLAH SWT sendiri yang menyatakan dirinya
sendiri adalah ALLAH SWT, sekarang timbul pertanyaan kapan keberadaan ALLAH SWT
itu ada? Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari di bawah ini,
didapat keterangan bahwa tidak ada apapun sebelum ALLAH SWT ada, sehingga yang
ada hanya ALLAH SWT, atau ALLAH SWT adalah yang pertama kali ada sebelum yang
lain ada sehingga ALLAH SWT adalah Yang Maha Awal. Lalu sampai kapan adanya ALLAH SWT? ALLAH SWT akan tetap ada
sampai kapanpun juga, atau ALLAH SWT akan tetap kekal selamanya setelah
semuanya punah dan binasa sehingga ALLAH SWT adalah Yang Maha Kekal sehingga
Mustahil ALLAH SWT tidak ada.
Dari Imran bin
Hushain ra, katanya: Saya masuk ke tempat Nabi SAW dan saya tambatkan unta saya
di pintu. Kemudian datang rombongan dari Bani Tamim menghadap beliau. Beliau
lalu bersabda: “Terimalah kabar gembira, hai Bani Tamim!” Mereka berkata: “Tuan
telah memberi kabar gembira pada kami, maka berilah kami harta dua kali lipat!”
Sesudah itu masuk masuk ke tempat beliau rombongan dari Yaman. Beliau lalu
bersabda: “Terimalah kabar gembira, yang tidak diterima oleh Bani Tamim, hai
penduduk Yaman!” Mereka itu berkata:
“Kami terima, hai Rasulullah!” Mereka berkata lagi: “Kami datang kepada tuan
hendak menanyakan hal ini (alam)”. Beliau bersabda: “Tuhan telah ada, dan belum
ada sesuatu selain-Nya dan Arsy-Nya di atas air. Tuhan menuliskan segala
sesuatu selain-Nya di dalam peringatan dan diciptakan-Nya langit dan bumi”. Ada
seseorang yang berteriak: “Unta engkau telah
pergi, hai Ibnu Hushain!” Lalu saya berjalan, kebetulah unta itu telah
melampaui fatamorgana (telah jauh). Demi Allah! Saya ingin kalau unta itu saya
biarkan saja pergi!
(HR Bukhari
No.1419)
Seperti
apakah Dzat ALLAH SWT itu? Bagaimanakah struktur Dzat ALLAH SWT itu? Seperti
apakah ALLAH SWT itu? Terbuat dari apakah Dzat ALLAH SWT? Dzat ALLAH SWT
adalah Dzat yang tidak dapat ditelusuri, Dzat yang tidak dapat dianalisa, Dzat
yang tidak dapat diukur, Dzat yang tidak dapat dianalogikan dengan apapun juga
serta dengan mempergunakan cara apapun juga. Sehingga Dzat yang menamakan
dirinya sendiri ALLAH adalah Dzat yang
Maha, Dzat yang tidak mungkin dapat diukur, Dzat yang tidak mungkin dapat
dianalisa, Dzat yang tidak mungkin dapat dianalogikan dengan sesuatu.
Hal ini dikarenakan
jika sampai Dzat ALLAH SWT dapat dianalisa, jika sampai Dzat ALLAH SWT dapat diukur, jika
sampai Dzat ALLAH SWT dapat dianalogikan dengan sesuatu, jika sampai Dzat ALLAH SWT dapat ditelusuri, maka Kebesaran dan
Kemahaan yang dimiliki oleh Dzat ALLAH SWT telah tercoreng dikarenakan lebih
rendah kedudukannya dibandingkan dengan orang yang dapat menganalisa, lebih
rendah kedudukannya dibandingkan dengan
orang yang dapat mengukur dan menganalogikan Dzat ALLAH SWT dan kondisi
ini tidak akan mungkin pernah terjadi sampai kapanpun juga. Sekarang seperti
apakah kondisi dasar dari Dzat ALLAH SWT itu? Berikut ini akan kami kemukakan
beberapa kondisi dasar dari Dzat ALLAH SWT yang terdapat dalam Al-Qur'an dan
Hadits, yang harus kita jadikan pedoman saat melaksanakan Diinul Islam secara
Kaffah, yaitu:
a. Dzat ALLAH SWT tidak bisa dilihat Mata
Berdasarkan surat Al An’am (6) ayat
103 yang kami kemukakan di bawah ini, Dzat ALLAH SWT Tidak Bisa Dilihat dengan
mata dikarenakan kemahaan dari Cahaya yang dimiliki oleh ALLAH SWT sangat luar
biasa. Apa maksudnya? Untuk memudahkan pengertian coba kita lihat salah satu
ciptaan ALLAH SWT yaitu Matahari.
Sekarang dapatkah kita melihat matahari secara langsung?
Dia tidak dapat dicapai oleh
penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan; dan Dialah
yang Maha Halus lagi Maha mengetahui.
(surat Al An'am (6) ayat 103)
Kita tidak bisa
melihat matahari secara langsung karena kuatnya cahaya matahari yang
memancarkan sinarnya. Akan tetapi yang bisa kita lihat adalah cahaya matahari. Sekarang
bagaimana dengan ALLAH SWT yang sangat-sangat
bercahaya? Hal yang samapun
terjadi pada ALLAH SWT, yaitu kita tidak akan bisa melihat langsung Dzat ALLAH
SWT secara langsung karena sangat bercahaya, namun jika kita memiliki Hati
Ruhani yang bersih (memiliki hati mukmin) maka kita hanya bisa merasakan adanya
Cahaya ALLAH SWT.
b. Gunung hancur
karena kekuatan dan kehebatan ALLAH SWT
Berdasarkan surat Al Hasyr (59)
ayat 21 yang kami kemukakan di bawah ini, gunung akan hancur terpecah belah
karena tidak mampu menghadapi, tidak mampu menahan Kekuatan, Kehebatan dan
Kemahaan dari Dzat ALLAH SWT yang Maha lagi Hebat.
kalau Sekiranya Kami turunkan
Al-Quran ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah
belah disebabkan ketakutannya kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu
Kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir.
(surat Al Hasyr (59) ayat
21)
Sekarang
jika gunung saja bisa hancur terpecah belah, lalu bagaimana dengan diri kita
yang tidak ada apa-apanya di bandingkan gunung?
c. Manusia tidak akan mungkin
dapat berbicara langsung dengan ALLAH SWT
Berdasarkan surat Asy Syuura (42) ayat 51 yang kami kemukakan di bawah
ini, manusia termasuk diri kita, tidak akan mungkin dapat berbicara langsung
dengan ALLAH SWT, terkecuali Nabi Musa as, saat di bukit Tursina yang ingin
melihat langsung ALLAH SWT serta Nabi Muhammad SAW saat menerima perintah
mendirikan SHALAT dari ALLAH SWT di Arsy saat melakukan perjalanan Mi’raj.
dan tidak mungkin bagi seorang manusiapun bahwa
Allah berkata-kata dengan Dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau dibelakang
tabir[1347] atau dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan
kepadanya dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha
Tinggi lagi Maha Bijaksana.
(surat
Asy Syuura (42) ayat 51)
[1347]
Di belakang tabir artinya ialah seorang dapat mendengar kalam Ilahi akan tetapi
Dia tidak dapat melihat-Nya seperti yang terjadi kepada Nabi Musa a.s.
Jika
ini kondisinya, mustahil diakal jika ada orang yang mengaku-ngaku bisa
berbicara langsung dengan ALLAH SWT saat hidup di muka bumi.
d. Binasa, hancur, mati, alam
dengan segala isinya karena melihat
ALLAH SWT
Berdasarkan hadits yang
diriwayatkan oleh Al Hakim yang kami kemukakan di bawah ini, akan binasa, akan
mati, akan kering, akan bercerai berai, seluruh makhluk hidup yang ada di muka
bumi jika sampai melihat Dzat ALLAH SWT secara langsung, terkecuali ahli Syurga.
Ibnu Abbas ra, berkata: Nabi SAW bersabda:Allah
ta'ala berfirman: "Wahai Musa. Engkau tidak dapat melihat-Ku. Sesungguhnya
tidaklah melihat-Ku suatu makhluk hidup melainkan ia mati dan suatu makhluk
yang kering melainkan ia tergelincir dan makhluk yang basah melainkan ia
bercerai-berai. Sesungguhnya hanyalah ahli syurga yang tidak kehilangan
pandangan dan tidak rusak/hancur jasadnya dapat melihat-Ku'
(HQR
Al Hakim, 272:202)
e. Nabi Musa as, pingsan karena tidak
mampu melihat kebesaran ALLAH SWT
Berdasarkan
surat Al A'raaf (7) ayat 143 yang kami kemukakan di bawah ini, Nabi Musa as.
Pingsan tidak sadarkan karena tidak mampu melihat kebesaran dan kemahaan ALLAH
SWT yang ditunjukkan kepada bukit Tursina.
dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami)
pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung)
kepadanya, berkatalah Musa: "Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau)
kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau". Tuhan berfirman:
"Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu,
Maka jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat
melihat-Ku". tatkala Tuhannya Menampakkan diri kepada gunung itu[565],
dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah
Musa sadar kembali, Dia berkata: "Maha suci Engkau, aku bertaubat kepada
Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman".
(surat
Al A'raaf (7) ayat 143)
[565]
Para mufassirin ada yang mengartikan yang nampak oleh gunung itu ialah
kebesaran dan kekuasaan Allah, dan ada pula yang menafsirkan bahwa yang nampak
itu hanyalah cahaya Allah. Bagaimanapun juga nampaknya Tuhan itu bukanlah
nampak makhluk, hanyalah nampak yang sesuai sifat-sifat Tuhan yang tidak dapat
diukur dengan ukuran manusia.
Sebagai
KHALIFAH di muka bumi, mampukah diri kita meneliti, mampukah diri kita
menganalisi, mampukah diri kita menelaah Dzat ALLAH SWT dengan segala Teknologi
yang ada pada saat ini sedangkan bahan, ataupun dzat yang akan dianalisa dan
diteliti serta ditelaah tidak pernah kita miliki? Jawabannya pasti, mustahil di
akal kita mampu melakukan itu semua. Selanjutnya ALLAH SWT melarang diri kita
untuk mempelajari Dzat-Nya, bukan karena ALLAH SWT takut kehilangan Kemahaan
dan Kebesaran-Nya, atau takut ketahuan Dzatnya atau takut rahasia ALLAH SWT
terbongkar. Akan tetapi upaya yang akan kita lakukan akan sia-sia belaka,
buang-buang waktu dan energi saja, padahal tugas utama kita di muka bumi ini
bukanlah untuk itu.
Jika sampai Dzat ALLAH SWT dapat dipelajari, jika sampai Dzat
ALLAH SWT dapat diteliti maka kedudukan ALLAH SWT akan lebih rendah
dibandingkan dengan orang yang mampu mempelajarinya, atau orang yang mampu
menelitinya. Dan Jika sampai ini terjadi berarti gugurlah Kemahaan dan Kebesaran
yang dimiliki ALLAH SWT. Hal ini tidak akan mungkin terjadi pada ALLAH SWT. Untuk itu jadikan Urusan Dzat
ALLAH SWT adalah sebuah ketetapan yang wajib kita terima dan kita akui dalam
Keimanan yang kuat tanpa perlu disanggah lagi. Untuk itu jadikanlah kondisi ini
menjadi Ilmu yang melekat di dalam diri kita tentang ALLAH SWT seperti
melekatnya Ilmu tentang Cabai yang pedas rasanya.
Selain
daripada itu, angka 1(satu) yang merupakan perlambang dari ALLAH SWT, masih
memiliki makna lain yang tidak kalah hebat, yaitu:
a. Angka 1 (satu) juga memiliki makna
hakiki sebagai angka permulaan sehingga jika tidak ada angka 1 (satu) maka
tidak akan pernah ada angka 2(dua), angka 3(tiga), angka 4(empat), angka
5(lima) dan seterusnya sampai dengan tidak terhingga. Apa maksudnya? Sebagai
sesuatu yang bersifat permulaan, berarti ALLAH SWT ada sebelum yang lain ada
dan mustahil ALLAH SWT ada setelah ciptaannya ada.
b. Angka 1(satu) juga memiliki makna
hakiki sebagai sesuatu yang ada pertama kali ada, sehingga yang ada selanjutnya
setelah yang pertama kali ada. Apa maksudnya? ALLAH SWT adalah Pencipta, maka
tidak akan pernah ada ciptaan jika tidak ada yang menciptakan.
Jika
ini adalah kondisi dasar ALLAH SWT berarti ALLAH SWT mustahil tidak ada
sehingga ALLAH SWT ada selamanya sampai dengan kapanpun juga,
sehingga dengan adanya ALLAH SWT maka segala ciptaan ada, diri kita ada, anak
keturunan kita ada, Syaitan ada, Malaikat ada, Diinul Islam ada, Syurga ada,
Neraka ada. Lalu apakah dengan adanya ALLAH SWT tidak cukup menjadikan diri
kita beriman kepada ALLAH SWT?
2.
PENDEKATAN melalui SIFAT
Sebelum kami membahas Pendekatan
melalui Sifat yang akan membahas sifat Salbiyah dan sifat Ma’ani, ada satu hal
penting yang harus kami kemukakan yaitu ALLAH SWT tidak wajib memiliki sifat
jika ALLAH SWT tidak pernah menciptakan apapun juga di alam semesta ini, karena ALLAH SWT sudah Maha dan
akan Maha selamanya (maksudnya jika yang ada hanya ALLAH SWT semata untuk apa ALLAH SWT memiliki sifat). Dan jika sekarang ALLAH
SWT memiliki sifat, untuk siapakah sifat tersebut, apakah untuk ALLAH SWT,
ataukah untuk makhluk-Nya? ALLAH SWT tidak akan membutuhkan sifat karena
sudah Maha dan akan Maha selamanya. Dan jika sifat itu sekarang ada bukanlah
untuk kepentingan ALLAH SWT, akan tetapi
sifat yang dimiliki oleh ALLAH SWT untuk seluruh makhluk yang
diciptakan-Nya, termasuk untuk diri kita dan untuk anak keturunan kita. Selanjutnya seperti apakah sifat
ALLAH SWT itu? Berikut ini akan kami kemukakan sifat yang dimiliki oleh ALLAH
SWT, yaitu :
A. SIFAT
SALBIYAH
Apakah itu Sifat Salbiyah? Sifat
Salbiyah adalah sifat yang Khusus berlaku hanya untuk ALLAH SWT semata,
sehingga sifat ini tidak akan mungkin dimiliki oleh selain ALLAH SWT. Selain
dari pada itu melalui Pendekatan Sifat Salbiyah ini kita akan mengetahui
makna dari angka 6 (enam) yang terdapat dalam istilah Route to 1.6.7.99. Lalu seperti apakah Sifat Salbiyah
yang dimiliki oleh ALLAH SWT itu sehingga tidak ada satupun makhluk yang
memiliki sifat seperti Sifat Salbiyah ALLAH SWT, dan berapakah jumlah Sifat
Salbiyah yang dimiliki ALLAH SWT?
Berikut ini akan kamu uraikan Sifat Salbiyah yang dimiliki oleh ALLAH SWT
dimaksud, yaitu :
1. Wujud.
Wujud artinya ada;
ALLAH SWT wajib ada-Nya, ALLAH SWT pasti
ada-Nya, Mustahil kalau ALLAH SWT itu tidak ada yang lain ada. ALLAH SWT ada
dengan sendirinya. ALLAH SWT ada tidak ada yang menyertainya. ALLAH SWT ada
bukan karena ada yang mengadakannya.
Allah lah yang menciptakan
langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam masa kemudian
Dia bersemayam di atas 'Arsy[1188]. tidak ada bagi kamu selain dari padanya
seorang penolongpun dan tidak (pula) seorang pemberi syafa'at[1189]. Maka
Apakah kamu tidak memperhatikan?
(surat As Sajdah (32) ayat 4)
[1188] Bersemayam di atas 'Arsy ialah satu sifat Allah
yang wajib kita imani, sesuai dengan kebesaran Allah dsan kesucian-Nya.
[1189] Syafa'at: usaha perantaraan dalam memberikan
sesuatu manfaat bagi orang lain atau mengelakkan sesuatu mudharat bagi orang
lain. syafa'at yang tidak diterima di sisi Allah adalah syafa'at bagi
orang-orang kafir.
Adanya kondisi ini menunjukkan kepada diri kita bahwa ALLAH
SWT pasti ada sebelum segala ciptaan-Nya ada sehingga segala ciptaan tidak akan
mungkin ada sebelum ALLAH SWT ada untuk menciptakan segala ciptaan-Nya.
2. Qidam.
Qidam artinya sedia ada, tidak
berawal dan tidak berakhir, adanya ALLAH SWT pasti sedia ada, tidak ada pangkal dan tidak ada ujungnya
sehingga ALLAH SWt akan selamanya ada dan tidak akan mungkin tidak ada.
semua yang ada di bumi itu akan binasa. dan tetap
kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.
(surat
Ar Rahman (55) ayat 26-27)
Adanya
kondisi ini menunjukkan kepada diri kita bahwa keberadaan ALLAH SWT tidak akan
berakhir sampai dengan kapanpun juga sehingga ALLAH SWT dapat dikatakan tidak
berawal dan tidak berakhir.
3. Baqa.
Baqa artinya kekal abadi
selama-lamanya, ALLAH SWT adalah Yang Maha Ada pasti ada sesuai dengan
keberadaannya Yang Maha Ada. Hal yang mustahil terjadi adalah jika sampai ALLAH
SWT bisa berubah-ubah, atau satu waktu bisa punah, hal ini tidak akan pernah
mungkin terjadi pada ALLAH SWT, walaupun setelah hari Kiamat kelak, ALLAH SWT
pasti ada karena ALLAH SWT Yang Maha Ada.
janganlah kamu sembah di
samping (menyembah) Allah, Tuhan apapun yang lain. tidak ada Tuhan (yang berhak
disembah) melainkan Dia. tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah.
bagi-Nyalah segala penentuan, dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan.
(surat Al Qashash (28) ayat 88)
Adanya
kondisi ini menunjukkan kepada diri kita bahwa keberadaan ALLAH SWT tidak akan
mungkin hancur, tidak akan mungkin terpengaruh oleh apapun juga yang
mengakibatkan ALLAH SWT berubah kekekalannya.
. Mukhalafah
Lil Hawadish
Mukhalafah Lil Hawadish artinya
tidak ada yang serupa (tidak ada yang mampu menandingi-Nya), berbeda atau tidak
sama dengan sesuatu yang baru sampai kapanpun juga.
(dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi
kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan-
pasangan (pula), dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. tidak ada
sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha mendengar dan melihat.
(surat
Asy Syuura (42) ayat 11)
Adanya
kondisi ini menunjukkan kepada diri kita bahwa sampai dengan kapanpun juga ALLAH SWT tidak akan pernah punah, serta tidak
akan ada makhluk yang dapat mengalahkan
dan menandingi ALLAH SWT
sepanjang makhluk itu ada langit dan di bumi yang diciptakan dan yang dimiliki
oleh ALLAH SWT.
5. Qiyamuhu
Binafsih
Qiyamuhu Binafsih artinya ALLAH SWT
berdiri dengan sendirinya, ALLAH SWT berdiri sendiri tidak memerlukan kawan
berunding dan bermusyawarah dan tidak pula memerlukan bantuan dari siapapun
juga.
Hai manusia, kamulah yang
berkehendak kepada Allah; dan Allah Dialah yang Maha Kaya (tidak memerlukan
sesuatu) lagi Maha Terpuji.
(surat Fathir (35) ayat 15)
Adanya
kondisi ini menunjukkan kepada diri kita bahwa Kemampuan dan Kemahaan serta
Kebesaran yang dimiliki oleh ALLAH SWT bukanlah berasal dari makhluk lain, atau
segala Kemampuan, segala Kemahaan, segala Kebesaran yang dimiliki oleh ALLAH
SWT adalah milik pribadi ALLAH SWT sampai dengan kapanpun juga.
6. Wahdaniyah
Wahdaniyah artinya esa,
satu, tunggal, tidak berbilang, ALLAH SWT tunggal tidak ada sekutu baginya,
yang Maha Ada itu pasti tunggal, atau esa. Kalau sampai ALLAH SWT lebih dari satu berarti ada
saingannya dan pasti akan ada konsekuensinya, hal ini tidak bisa terjadi di
alam semesta ini.
Allah berfirman: "Janganlah kamu menyembah dua
Tuhan; Sesungguhnya Dialah Tuhan yang Maha Esa, Maka hendaklah kepada-Ku saja
kamu takut".
dan kepunyaan-Nya-lah segala apa yang ada di langit
dan di bumi, dan untuk-Nya-lah ketaatan itu selama-lamanya. Maka mengapa kamu
bertakwa kepada selain Allah?
dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, Maka dari
Allah-lah (datangnya), dan bila kamu ditimpa oleh kemudharatan, Maka hanya
kepada-Nya-lah kamu meminta pertolongan.
(surat
An Nahl (16) ayat 51-52-53)
Adanya
kondisi ini menunjukkan kepada diri kita bahwa ALLAH SWT hanya satu sampai
dengan kapanpun juga sehingga yang memiliki Sifat Salbiyah yang berjumlah 6
(enam) sampai kapanpun juga hanya ALLAH SWT semata, yaitu ALLAH SWT yang satu.
Sekarang kita telah mengetahui Sifat Salbiyah yang 6(enam) yang hanya dimiliki
oleh ALLAH SWT semata, lalu apa yang harus kita perbuat? Hal yang harus kita
perbuat setelah mengetahui Sifat Salbiyah yang 6(enam) adalah kita harus
mengimani yang dilanjutkan kita harus meyakini dengan sepenuh keyakinan, atau
kita harus bisa haqqul yakin dengan segala Kemampuan, segala Kehebatan, segala
Kebesaran ALLAH SWT yang sangat hebat,
yang sangat dasyat, yang sangat agung, yang sangat kuat, yang akan kekal abadi
selamanya. Sehingga tak satupun makhluk-Nya yang sanggup mengalahkannya dan karena hal itulah maka alam
semesta ini ada dan juga kekhalifahan di muka bumi ada, Diinul Islam ada,
Syurga dan Neraka ada.
B. SIFAT
MA’ANI
Sifat Ma’ani adalah sifat yang
dimiliki oleh ALLAH SWT dalam rangka ALLAH SWT menunjukkan eksistensi atas
keberadaan Sifat Salbiyah yang dimiliki-Nya serta dalam rangka ALLAH SWT
melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya kepada langit dan bumi yang telah diciptakannya,
atau kepada seluruh ciptaannya seperti memelihara, mengawasi, menjaga, dan
mencegah hal-hal yang akan merusak ciptaan-Nya. Timbul pertanyaan untuk
siapakah Sifat Ma’ani ALLAH SWT itu dan wajibkah bagi ALLAH SWT berbuat sesuai
dengan Sifat Ma’ani yang dimiliki-Nya? ALLAH SWT sudah Maha dan akan Maha
selamanya sehingga Sifat Ma’ani yang dimiliki ALLAH SWT bukanlah untuk ALLAH
SWT itu sendiri, melainkan untuk seluruh makhluk yang diciptakan-Nya, termasuk
untuk diri kita dan anak keturunan kita.
ALLAH SWT selaku pemilik sifat
Ma’ani yang 7 (tujuh) wajib berbuat, wajib bertindak, wajib mempertunjukkan
Kebesaran dan Kemahaan Sifat Ma’ani yang dimiliki-Nya kepada seluruh
makhluk-Nya tanpa terkecuali, sebagai bukti bahwa ALLAH SWT benar adanya, yang
tentunya sesuai dengan Sifat Salbiyah yang dimiliki-Nya. Selain dari pada
itu melalui Pendekatan Sifat Ma’ani kita akan mengetahui makna dari angka
7(tujuh) yang terdapat dalam istilah Route to 1.6.7.99. Adapun Sifat Ma’ani
yang dimiliki oleh ALLAH SWT dan yang
juga tedapat di dalam diri setiap manusia, terdiri dari sifat :
1. Qudrat
(Kuasa, Kekuatan, Kemampuan)
Sekarang apa yang dimaksud dengan Qudrat itu? Qudrat artinya Kuasa, Kekuatan, Kemampuan. Siapakah
yang memiliki kekuasaan, kekuatan dan kemampuan itu? ALLAH SWT adalah pemilik
dari kekuasaan, kekuatan, kemampuan yang
ada di alam semesta ini. Seperti apakah kekuasaan, kekuatan dan
kemampuan ALLAH SWT itu? Kekuasaan, Kekuatan, serta Kemampuan ALLAH SWT
bersifat Mutlak, Permanen, Kekal dan Abadi serta tidak dibatasi oleh Jarak,
Ruang dan Waktu. Sekarang apa
jadinya jika sampai ALLAH SWT tidak mempunyai Kekuasaan, Kekuatan, dan
Kemampuan? Adanya Kekuasaan, Kekuatan, Kemampuan yang bersifat mutlak, permanen,
kekal dan abadi memungkinkan ALLAH SWT berbuat sekehendaknya sendiri serta
dalam rangka menunjukkan Sifat Salbiyah yang dimiliki-Nya.
Adanya kondisi ini berarti ALLAH SWT mempunyai Kekuasaan, Kekuatan dan
Kemampuan untuk melakukan sesuatu dalam rangka membuktikan bahwa ALLAH SWT
adalah Pencipta, Pengawas, serta Pemelihara seluruh alam dengan segala isinya.
Timbul pertanyaan, apa buktinya ALLAH SWT itu hebat? Salah satu contoh bahwa ALLAH SWT itu hebat adalah ALLAH SWT mampu
menciptakan alam semesta ini tanpa bantuan siapapun juga serta mampu menurunkan
hujan, dan dengan turunnya hujan banyak manfaat yang tercurah ke bumi, seperti
yang dikemukakan oleh ALLAH SWT dalam surat An Nuur (24) ayat 43 di bawah ini.
Sekarang adakah makhluk lain, atau Tuhan lain yang mampu menciptakan air dan
juga menurunkan hujan seperti yang diciptakan oleh ALLAH SWT? Jawaban dari
pertanyaan ini adalah mustahil di akal ada Tuhan lain yang mampu menandingi,
apalagi mengalahkan Kebesaran dan Kemahaan ALLAH SWT.
Tidakkah
kamu melihat bahwa Allah mengarak awan, kemudian mengumpulkan antara
(bagian-bagian)nya, kemudian menjadikannya bertindih-tindih, maka kelihatanlah
olehmu hujan keluar dari celah-celahnya dan Allah (juga) menurunkan
(butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari gumpalan-gumpalan awan seperti)
gunung-gunung, maka ditimpakan-Nya (butiran-butiran) es itu kepada siapa yang
dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya. Kilauan
kilat awan itu hampir-hampir menghilangkan penglihatan.
(surat An Nuur (24) ayat 43)
Hal yang harus kita Imani
dan Yakini adalah Segala Kemahaan dan
Kebesaran dari sifat Qudrat yang dimiliki oleh ALLAH SWT bukanlah untuk ALLAH
SWT itu sendiri, melainkan untuk seluruh makhluk-Nya, termasuk untuk diri kita
dan juga anak dan keturunan kita sepanjang diri kita selalu berada di dalam
Kehendak ALLAH SWT. Sebagai KHALIFAH di muka bumi yang sedang menumpang di
bumi ALLAH SWT, apakah fasilitas dan kesempatan yang telah disediakan oleh ALLAH SWT akan kita sia-siakan begitu saja
karena kita sudah merasa hebat, sehingga kita tidak butuh lagi dengan
pertolongan ALLAH SWT melalui
Qudrat yang dimiliki-Nya?
Adakah sifat Qudrat di
dalam diri kita dan dimanakah letak sifat Qudrat di dalam diri kita? Mari kita
perhatikan diri kita sendiri terutama pada saat kita masih bayi, apa yang kita
punya, kita tidak mempunyai kekuatan sedikitpun. Kita hanya bisa menangis untuk
setiap yang terjadi serta lambat laun mulai kita memiliki kekuatan dan
seterusnya sampai akhirnya kekuatan itu sirna di dalam diri kita. Sifat Qudrat diletakkan oleh ALLAH SWT di
dalam diri manusia sehingga mengisi Jasmani dan Ruhani manusia.
Adanya sifat Qudrat dalam diri atau setelah memiliki kekuasaan, kekuatan atau
kemampuan di dalam diri barulah manusia dapat melakukan segala aktivitas dan
segala pekerjaan dalam rangka melaksanakan tugas sebagai KHALIFAH di muka bumi.
Allah,
Dialah yang menciptakan kamu dari Keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu)
sesudah Keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah
kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya
dan Dialah yang Maha mengetahui lagi Maha Kuasa.
(surat
Ar Ruum (30) ayat 54)
Sekarang dari manakah
asalnya sifat Qudrat yang ada dalam diri manusia, apa ia ada dengan sendirinya
tanpa ada yang mengadakannya? Sifat
Qudrat yang ada di dalam diri Manusia, ada karena ada yang mengadakannya,
siapakah yang mengadakannya? Sifat Qudrat manusia berasal dari sifat Qudrat
yang dimiliki oleh ALLAH SWT. Jika
sifat Qudrat yang dimiliki ALLAH SWT bersifat Permanen, Kekal dan Abadi
sedangkan sifat Qudrat yang dimiliki
oleh manusia bersifat Temporer, Tidak Kekal dan Dapat Berakhir.
Untuk apakah sifat Qudrat
diberikan ALLAH SWT kepada diri kita? ALLAH SWT memberikan sifat Qudrat kepada
diri kita untuk memudahkan tugas dan tanggung jawab kita sebagai KHALIFAH di
muka bumi, atau memudahkan, memuluskan tugas diri kita sebagai Perpanjangan Tangan
ALLAH SWT di muka bumi sehingga kita dapat memelihara, dapat mengawasi serta
dapat menciptakan keamanan dan kedamaian di muka bumi. Selanjutnya jika
memelihara, mengawasi dan menciptakan keamanan dan kedamaaian adalah tugas yang
diemban oleh seorang KHALIFAH di muka bumi, lalu dapatkah Tugas itu
dilaksanakan dengan Baik dan Benar jika kita tidak memiliki sifat Qudrat
(kekuatan) di dalam diri?
Dzulqarnain berkata: “Apa
yang telah dikuasakan oleh Tuhanku kepadaku terhadapnya adalah lebih baik, maka
tolonglah aku dengan kekuatan (manusia dan alat-alat), agar aku membuatkan
dinding antara kamu dan mereka
(surat Al Kahfi (18) ayat
95)
Adanya
sifat Qudrat yang ada di dalam diri maka baik Jasmani maupun Ruhani memiliki
tenaga, atau energi, atau kekuatan untuk berbuat, untuk bergerak, untuk
melaksanakan tugas yang berhubungan dengan keluarga, anak, istri, masyarakat,
bangsa dan Negara, yang kesemuanya harus di dalam koridor Nilai-Nilai Kebaikan.
Dan
(ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari kamu dan Kami angkatkan gunung
(Thursina) diatasmu (seraya Kami berfirman): “Peganglah teguh-teguh apa yang
Kami berikan kepadamu dan ingatlah selalu apa yang ada didalamnya, agar kamu
bertakwa”.
(surat
Al Baqarah (2) ayat 63)
Sekarang setelah memiliki sifat Qudrat yang berasal
dari sifat Ma’ani ALLAH SWT, dapatkah kita mempergunakannya dengan semena-mena,
atau tanpa melihat latar belakang diberikan sifat ini oleh ALLAH SWT? Sifat Qudrat yang diberikan oleh
ALLAH SWT tidak bisa seenaknya saja dipergunakan karena akan kita
pertanggungjawabkan kepada pemberi sifat Qudrat ini, dalam hal
ini kepada ALLAH SWT.
Sifat Qudrat yang seperti apakah yang dapat
memudahkan dan memuluskan diri kita menjadi KHALIFAH di muka bumi ini, atau
bagaimana caranya mempergunakan sifat Qudrat yang sesuai dengan Kehendak ALLAH
SWT itu? Penggunaan dan pemakaian sifat
Qudrat harus sesuai dengan kehendak dari pemberi sifat Qudrat, atau harus
sesuai dengan kehendak ALLAH SWT selaku
pemberi sifat Qudrat, atau sifat Qudrat yang kita miliki harus kita
manfaatkan, kita dayagunakan dengan penuh rasa tanggung jawab untuk kepentingan
diri, keluarga, masyrakat, bangsa dan negara.
2. Iradat
(Kehendak, tanpa ada paksaan, Kehendak ALLAH SWT pasti terjadi)
Sekarang apa yang dimaksud dengan
sifat Iradat itu? Iradat
artinya Kehendak atau Tanpa ada Paksaan. Seperti apakah sifat Iradat ALLAH SWT itu? Kehendak ALLAH SWT pasti terjadi, sebab kehendak ALLAH
SWT berbeda dengan kehendak makhluk. Kehendak ALLAH SWT selalu di dalam
Management System yang terdiri dari Planning, Organizing, Actualizing, and
Controlling, atau kehendak ALLAH SWT wajib mencerminkan kemahaan ALLAH SWT itu
sendiri sehingga kehendak ALLAH SWT tidak bisa dipersamakan dengan kehendak
makhluk. Lalu bagaimanakah cara ALLAH
SWT merealisasikan kehendak-Nya? Jika ALLAH SWT berkehendak melakukan
sesuatu, maka dengan kemampuan kekuatan dan kehebatan yang dimilikinya, ALLAH
SWT sanggup melakukan apa saja tanpa ada paksaaan dari siapapun, cukup
mengatakan “Jadilah maka Jadilah”.
Sesungguhnya perintah-Nya apabila Dia menghendaki
sesuatu hanyalah berkata kepadanya: “Jadilah!” maka terjadilah ia.
(surat
Yaasin (36) ayat 82)
Hal yang harus benar-benar kita Imani dan Yakini adalah ALLAH SWT sudah Maha dan akan Maha selamanya
sehingga sifat Iradat yang dimiliki oleh ALLAH SWT bukanlah untuk kepentingan
ALLAH SWT itu sendiri, melainkan untuk
kepentingan seluruh makhluknya, termasuk untuk diri kita dan juga anak dan
keturunan kita. Sepanjang diri kita meminta, memohon kepada ALLAH SWT, atau
diri kita selalu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh ALLAH SWT. Sebagai
KHALIFAH di muka bumi yang sedang menumpang di bumi ALLAH SWT, apakah
kesempatan dan juga fasilitas yang telah diberikan oleh ALLAH SWT ini akan kita sia-siakan begitu
saja sehingga kita lebih senang meminta pertolongan kepada Syaitan?
Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang
yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya;
dan janganlah ke dua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan
perhiasan kehidupan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya
telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan
adalah keadaannya itu melewati batas.
(surat Al Kahfi (18) ayat 28)
Sifat Iradat yang dimiliki ALLAH SWT
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sifat Qudrat dan sifat llmu yang
dimiliki pula oleh ALLAH SWT. Hal ini dikarenakan untuk menciptakan segala sesuatu harus
di dahului dengan adanya Kehendak dan Kemampuan serta Ilmu secara berbarengan.
Hal ini dikarenakan jika yang ada hanya Kehendak saja tanpa diiringi kemampuan
dan Ilmu artinya angan-angan, sedangkan jika yang ada hanyalah Kemampuan saja
tanpa di iringi oleh Kehendak artinya omong kosong. Sedangkan jika yang ada hanya Ilmu saja tanpa ada Kehendak dan
Kemampuan artinya yang ada hanyalah konsep belaka dan hal ini tidak akan
mungkin terjadi pada ALLAH SWT karena bukti dari ALLAH SWT memiliki Kehendak,
Kemampuan dan Ilmu adalah adanya langit dan bumi beserta isinya serta adanya
kekhalifahan di muka bumi.
Sekarang
adakah sifat Iradat dalam diri kita dan dimanakah letak sifat Iradat di dalam
diri kita? Setiap manusia, tanpa
terkecuali pasti mempunyai sifat Iradat dan sifat Iradat ini diletakkan oleh ALLAH SWT di dalam Hati Ruhani manusia. Untuk apakah ALLAH SWT
memberikan sifat Iradat, atau Kehendak kepada setiap manusia? Adanya sifat
Iradat, atau Kehendak yang diletakkan di dalam Hati Ruhani akan melahirkan,
atau akan menimbulkan hal-hal sebagai berikut dalam diri manusia, yaitu tanpa
ada sebuah kehendak, manusia tidak akan mempunyai cita-cita, tanpa ada sebuah
kehendak, manusia tidak mempunyai keinginan untuk mencapai dan menggapai
sesuatu, adanya kehendak membuat manusia lebih bergairah, atau memiliki
dorongan untuk maju, adanya kehendak membuat manusia lebih semangat, adanya
kehendak membuat manusia lebih beraktivitas untuk mencapai dan meraih apa yang di inginkannya.
Hal yang harus kita
perhatikan adalah sifat Iradat, atau Kehendak yang ada pada diri manusia,
termasuk yang ada pada diri kita, bersifat sementara sehingga tidak kekal
abadi. Selain daripada itu sifat Iradat, atau Kehendak yang dimiliki diri kita
sangat berhubungan erat dengan sifat-sifat Amanah 7 yang lainya yang juga
diberikan oleh ALLAH SWT kepada diri kita. Apa maksudnya? Untuk bekerja, untuk berkarya, untuk menjadi KHALIFAH di muka bumi,
kita tidak bisa hanya mengandalkan sifat Iradat, atau Kehendak semata. Karena
sifat Iradat baru bisa bekerja dengan baik jika disinergikan dengan sifat
Qudrat, sifat Ilmu, sifat Kalam, sifat Hayat, sifat Sami’ dan sifat Bashir
serta Hubbul yang kesemuanya dikendalikan oleh Hati Ruhani di bawah ikatan
Diinul Islam.
Sekarang diri kita telah
ada di muka bumi dalam rangka melaksanakan tugas sebagai KHALIFAH di muka bumi,
lalu coba kita renungkan bagaimana mungkin kita akan sukses menjadi KHALIFAH di
muka bumi sekaligus Makhluk Yang Terhormat jika kita hanya memiliki Jasmani dan
Ruhani saja tanpa memiliki sifat Iradat, atau Kehendak di dalam diri? Untuk menjadi KHALIFAH yang sekaligus
Makhluk Yang Terhormat tidaklah mudah, butuh pengorbanan dan perjuangan untuk
mencapainya. Dilain sisi Pengorbanan dan Perjuangan tidak akan berhasil jika
tidak dilandasi dengan Motivasi dan Gairah dan kesadaran dalam diri. Lalu
darimanakah asalnya Motivasi, Gairah, Kesadaran dalam diri itu? Kesemuanya
tidak datang dengan sendirinya, tetapi kesemuanya asalnya dari sifat Iradat
yang diberikan ALLAH SWT dan jika ini kondisinya maka tidaklah berlebihan jika
sifat Iradat dapat dikatakan sebagai salah satu modal dasar mensukseskan diri
kita menjadi KHALIFAH di muka bumi.
Barangsiapa yang menghendaki pahala di dunia saja (maka ia merugi), karena
di sisi Allah ada pahala dunia dan akhirat. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha
Melihat.
(surat An Nisaa’ (4) ayat 134)
Setelah memiliki sifat
Iradat, atau Kehendak, timbul pertanyaan harus bagaimanakah kita dengan sifat
Iradat tersebut sehingga ia dapat menjadi Modal Dasar sehingga kita mampu
menjadi KHALIFAH yang sekaligus Makhluk yang Terhormat? Penggunaan dan pemakaian sifat Iradat harus
dilandasi dengan Nilai-Nilai Kebaikan yang berasal dari Nilai-Nilai Ilahiah
sehingga sifat Iradat yang ada di dalam diri dikuasai oleh Ruhani.
Selanjutnya apa yang akan terjadi jika sifat Iradat dipergunakan di dalam
koridor Nilai-Nilai Kebaikan? Perbuatan, atau tingkah laku manusia untuk
mencapai cita-citanya tidak melanggar ketentuan hukum yang berlaku, selalu
dalam koridor kejujuran, tidak mau merugikan orang lain dan seterusnya. Berikutnya bolehkah kita
mempergunakan sifat Iradat itu dalam koridor Nilai-Nilai Keburukan? Pilihan
untuk mempergunakan sifat Iradat ada pada diri kita sendiri, apakah mau
dipergunakan di dalam Nilai-Nilai Kebaikan ataukah di dalam Nilai-Nilai
Keburukan.
Hal yang harus dipikirkan saat
diri kita masih hidup di dunia adalah kita harus siap mempertanggung jawabkan
segala bentuk penggunaan atas sifat Iradat yang kita miliki dihadapan ALLAH SWT selaku pemberi sifat
dimaksud. Untuk itu tidak ada jalan lain kecuali kita mempergunakan sifat
Iradat ini sesuai dengan kehendak ALLAH
SWT, terkecuali jika kita ingin mengarungi kehidupan di Neraka Jahannam.
Barangsiapa yang menghendaki keuntungan di
akhirat akan Kami tambah keuntungan itu baginya dan barangsiapa yang
menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan
dunia dan tidak ada baginya suatu bahagianpun di akhirat.
(surat Asy Syuura (42) ayat 20)
Setelah memiliki dan setelah mempergunakan Modal Dasar tersebut (dalam hal
ini sifat Iradat) bolehkah kita hanya ingin menjadi KHALIFAH saja di muka bumi
saja tanpa menjadi Makhluk yang Terhormat? ALLAH SWT melalui firmannya dalam
surat An Nisaa’ (4) ayat 134 dan surat
Asy Syuura (42) ayat 20 menyatakan bahwa Manusia diberi kebebasan untuk memilih Hasil Akhir dari perjalanan
menjadi KHALIFAH di muka bumi yaitu apabila ingin meminta Hasil Akhir hanya di
dunia saja silahkan dan apabila ingin meminta Hasil Akhir untuk akhirat saja
silahkan, karena keduanya mempunyai konsekuensi yang berbeda. Jika
Hasil Akhir hanya untuk Dunia saja maka ini mengindikasikan bahwa diri kita
hanya ingin sukses di dunia saja sehingga tidak membutuhkan lagi kehidupan di
Syurga. Sedangkan jika memilih Hasil Akhir untuk Akhirat maka diri kita sudah
memilih menjadi KHALIFAH yang sekaligus Makhluk yang Terhormat. KHALIFAH yang
sekaligus Makhluk yang Terhormat akan menikmati Hasil tidak saja di akhirat,
tetapi juga menikmati hasil di dunia. Selanjutnya yang manakah pilihan kita
saat hidup di muka bumi ini?
3. Ilmu
(Ilmu, Maha Mengetahui, Ilmu ALLAH SWT sangat luas dan tidak terbatas)
Sekarang
apakah yang dimaksud dengan sifat Ilmu itu? Ilmu artinya
Ilmu, Maha Mengetahui. Seperti apakah sifat Ilmu yang dimiliki ALLAH
SWT? Sifat Ilmu dan Maha Mengetahui ALLAH SWT sangat Luas dan Tidak Terbatas,
jika ALLAH SWT tidak memiliki sifat Ilmu
yang didukung oleh Kehendak dan Kemampuan yang sangat tidak terbatas,
mungkinkah terjadi segala sesuatu ini? Semuanya tidak akan mungkin terjadi dan
Mustahil jika ALLAH SWT itu tidak memiliki sifat Ilmu.
Sesungguhnya
Allah mengetahui yang tersembunyi di langit dan di bumi. Sesungguhnya Dia Maha
Mengetahui segala isi hati
(surat Faathir (35) ayat 38)
Sifat Ilmu ALLAH SWT sangat berbeda
dengan sifat ilmu manusia. Hal ini dikarenakan sifat ilmu manusia ada batasnya,
sedangkan Ilmu ALLAH SWT adalah tidak terbatas dan tidak akan pernah
habis-habisnya, walaupun ilmu yang dimiliki-Nya telah dipelajari oleh siapapun
juga dalam jangka waktu yang tidak terhingga. Ilmu ALLAH SWT meliputi segala sesuatu dan jika lautan menjadi tinta
dan pepohonan menjadi kalam untuk mencatat Ilmu-Nya, maka tidaklah cukup
meskipun ditambah dengan tujuh kali banyaknya.
ALLAH SWT selaku pemilik sifat Ilmu,
sudah pula mempertunjukkan kebesaran dan kemahaan Ilmu yang dimiliki-Nya yang
dipadukan dengan Kehendak dan Kemampuan yang juga dimiliki-Nya dengan
menciptakan langit dan bumi beserta isinya. Lalu untuk siapakah sifat Ilmu
ALLAH SWT yang begitu hebat? ALLAH SWT
yang sudah Maha dan akan Maha selamanya, tidak akan membutuhkan Sifat Ilmu yang
dimilikinya untuk kepentingan ALLAH SWT semata. Akan tetapi sifat Ilmu yang
dimilikinya untuk kepentingan seluruh makhluk-Nya, termasuk untuk diri kita dan
juga anak keturunan kita.
Adanya kondisi ini maka dapat
dipastikan ALLAH SWT pasti akan mengajarkan Ilmu-Nya kepada diri kita, pasti
akan menambah Ilmu kepada orang yang meminta kepada-Nya, dengan syarat orang
tersebut harus beriman dan bertaqwa kepada-Nya. Sebagai KHALIFAH di muka bumi
sudahkah fasilitas ini kita manfaatkan sebaik mungkin saat hidup di dunia?
Adakah sifat Ilmu dalam diri manusia
dan dimanakah sifat Ilmu diletakkan oleh ALLAH SWT di dalam diri manusia? Sifat Ilmu diletakkan oleh ALLAH SWT di dalam
Otak manusia sebagai bahan dasar, atau bahan baku bagi otak untuk memproses
segala data dan segala masukan yang berasal dari mata, yang berasal dari
hidung, yang berasal dari telinga dan yang berasal dari hati lalu diproses oleh
otak sehingga lahirlah pengetahuan sehingga diri kita mampu mengetahui
suatu hal. Berdasarkan kondisi ini sifat Ilmu lebih tinggi kedudukannya
dibandingkan dengan Pengetahuan, dikarenakan Pengetahuan lahir dari adanya
sifat Ilmu.
Sekarang jika di otak manusia tidak
ada sifat Ilmu yang diletakkan oleh ALLAH SWT, dapatkah manusia memproses
segala masukan yang berasal dari panca indera, atau dapatkah manusia mempunyai
Pengetahuan walaupun manusia telah melakukan hal-hal sebagai berikut seperti
Melakukan proses belajar mengajar melalui bangku sekolah; Melakukan proses
pembelajaran melalui baca tulis ataupun pengalaman; Melihat; Berfikir; Membuat
Perbandingan; Mencari Persamaan dan Pertentangan; Memperbandingkan serta
Menguji segala sesuatu? Tanpa adanya sifat
Ilmu yang diletakkan oleh ALLAH SWT di dalam Otak kita, hasilnya tidak akan
menghasilkan Pengetahuan apapun, atau kita tidak dapat memproses apa yang
disampaikan panca indera ke otak, walaupun kita telah melakukan sesuatu.
Selanjutnya dengan adanya sifat Ilmu dalam diri maka akan menimbulkan adanya
proses Belajar dan Mengajar yang pada akhirnya akan menghasilkan Ide, Gagasan,
Teknologi serta Penemuan Baru yang dapat dipergunakan manusia untuk hidup dan
kehidupan yang lebih baik. Sekarang coba anda bayangkan jika sampai diri kita
tidak diberikan sifat Ilmu oleh ALLAH SWT, apa yang dapat kita lakukan di muka
bumi ini?
Dan
tatkala mereka masuk menurut yang diperintahkan ayah mereka, maka (cara yang
mereka lakukan itu) tiadalah melepaskan mereka sedikitpun dari takdir Allah,
akan tetapi itu hanya suatu keinginan pada diri Ya’qub yang telah di
tetapkannya. Dan sesungguhnya dia mempunyai pengetahuan, karena Kami telah
mengajarkan kepadanya. Akan tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui.
(surat
Yusuf (12) ayat 68)
Untuk
apakah ALLAH SWT memberikan sifat Ilmu kepada setiap Manusia dan juga kepada diri kita? ALLAH SWT memberikan sifat Ilmu kepada Manusia tentu ada maksud dan
tujuan di balik diberikannya Ilmu kepada Manusia, yaitu dengan adanya Ilmu yang
diberikan dan kemudian dimiliki oleh manusia serta dipergunakan oleh manusia,
maka akan memudahkan manusia menjalankan tugas sebagai KHALIFAH di muka bumi.
Yang telah mengajarkan Al Qur’an. Dia
menciptakan manusia. Mengajarnya pandai berbicara.
(surat Ar Rahmaan (55) ayat 2-3-4)
Sekarang
sudahkah kita merasakan manfaat dari memiliki sifat Ilmu yang telah ALLAH SWT berikan
dan sudahkah kita meyakini bahwa Ilmu yang kita miliki bersifat tidak permanen,
tidak kekal dan sangat sedikit dibandingkan dengan Ilmu ALLAH SWT? Jika sampai kita tidak pernah merasakan
adanya sifat Ilmu dalam diri, berarti saat ini kita tidak bisa melakukan
apa-apa. Sedangkan pada kenyataannya kita telah memiliki kedudukan, telah
memiliki pekerjaan, telah memiliki kekayaan oleh sebab adanya sifat Ilmu yang
kita miliki.
Hal
lain yang harus kita perhatikan adalah Ilmu yang kita miliki bisa turun kualitasnya,
atau habis jika kita pergunakan terus menerus tanpa henti. Untuk itu kita harus
pandai-pandai mempergunakan ilmu saat hidup di dunia serta wajib meminta
tambahan Ilmu kepada ALLAH SWT. Adanya kondisi yang kami kemukakan di atas maka
akuilah bahwa sifat Ilmu itu penting saat diri kita melaksanakan tugas sebagai
KHALIFAH di muka bumi yang sekaligus Makhluk yang Terhormat lalu sudahkah kita
bersyukur kepada ALLAH SWT yang telah memberikan sifat Ilmu kepada diri kita?
Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama
(benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada Malaikat lalu
berfirman: “Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang
orang-orang yang benar!”
(surat Al Baqarah (2) ayat 31)
Setelah
diri kita memiliki sifat Ilmu yang berasal dari sifat Ma’ani ALLAH SWT, lalu
sifat Ilmu yang seperti apakah yang dapat mensukseskan diri kita menjadi
KHALIFAH sekaligus Makhluk yang Terhormat? Sifat Ilmu yang kita miliki harus dipergunakan,
harus didayagunakan, harus dimanfaatkan di dalam koridor Nilai-Nilai Kebaikan
yang berasal dari Nilai-Nilai Ilahiah yang berasal dari ALLAH SWT. Sekarang bagaimana jika sifat Ilmu yang
berasal dari ALLAH SWT kita gunakan untuk menipu, untuk merugikan orang lain, untuk
korupsi, untuk kolusi, untuk merusak alam, untuk menteror orang lain, untuk
aktivitas teroris, atau melakukan sesuatu yang paling sesuai dengan kehendak
Syaitan sang laknatullah? Jika sampai diri kita melakukan itu semua berarti
kita telah berada di dalam kehendak Syaitan sang laknatullah dan berarti tiket
untuk pulang ke Neraka Jahannam sudah ada di tangan kita, yang pada akhirnya
akan menurunkan kualitas ilmu itu sendiri akibat dimakan oleh sifat-sifat
alamiah jasmani, dalam hal ini sifat pelupa serta menjadikan jiwa kita masuk di
dalam kategori Jiwa Fujur.
4. Sami'
(Mendengar, Maha Mendengar)
Sekarang apakah artinya
sifat Sami' itu? Sami’
artinya Mendengar, Maha Mendengar. Seperti apakah sifat Sami' yang
dimiliki ALLAH SWT? Pendengaran ALLAH SWT sangat nyata, Pendengaran ALLAH SWT tidak terpengaruh oleh Jarak, Ruang
dan Waktu, sedangkan pendengaran makhluk, atau pendengaran diri kita
sebaliknya, yaitu memiliki keterbatasan. Jika kondisi sifat Sami' ALLAH SWT seperti ini, berarti
kemampuan, ketajaman, kehebatan mendengar
dari ALLAH SWT tidak ada yang dapat menandingi-Nya, serta tidak akan ada
yang mampu mengalahkan-Nya. Adanya kemampuan mendengar, atau Maha Mendengar
ALLAH SWT yang sangat Hebat maka ALLAH SWT akan mengetahui seluruh aktivitas
makhluknya di muka bumi ini tanpa ada yang terkecuali meskipun itu adalah
telapak kaki semut yang sedang berjalan pasti
dapat didengar oleh ALLAH SWT dengan jelas.
Hal yang harus kita
perhatikan dengan seksama adalah Segala
Kemahaan dan Kebesaran dari sifat Sami’ yang dimiliki oleh ALLAH SWT bukanlah
untuk ALLAH SWT itu sendiri, melainkan untuk seluruh makhluknya, termasuk untuk
diri kita dan juga anak dan keturunan kita, sepanjang diri kita mau meminta dan
membutuhkan ALLAH SWT dengan syarat kita harus terlebih dahulu beriman dan
bertaqwa kepada ALLAH SWT.
Sebagai KHALIFAH di muka
bumi, apakah kesempatan dan fasilitas yang telah disediakan oleh ALLAH SWT akan kita sia-siakan begitu
saja, sehingga kita tidak butuh lagi dengan pertolongan ALLAH SWT melalui sifat Sami’ yang
dimiliki-Nya, atau apakah kemudahan
yang memang sudah diperuntukkan untuk diri kita akan kita sia-siakan begitu
saja berlalu tanpa kesan?
Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam
keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran,
penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.
(surat An Nahl (16) ayat 78)
Adakah
sifat Sami’ dalam diri kita dan dimanakah sifat Sami’ diletakkan di dalam diri
kita? Untuk menjawab pertanyaan ini, kita harus tahu bahwa yang diberikan
oleh ALLAH SWT bukanlah fungsi
mendengar, akan tetapi fungsi pendengaran. Untuk itu mari kita perhatikan diri kita sendiri, kita bisa
mendengar dikarenakan berfungsinya telinga sebagai alat untuk mendengar.
Sedangkan pendengaran tidak sama
dengan fungsi mendengar. Sekarang apa yang dimaksud dengan fungsi
Pendengaran itu?
Katakanlah: “Siapakah yang memberi rezki kepadamu dari
langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan
penglihatan, dan siapakah yang
mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup
dan siapakah yang mengatur segala urusan?” Maka mereka akan menjawab: “Allah”.
Maka katakanlah: “Mengapa kamu tidak bertakwa (kepada-Nya)?”
(surat Yunus (10) ayat 31)
Pendengaran adalah suatu
kemampuan manusia yang diberikan oleh ALLAH SWT untuk memperdengarkan kembali
atas apa-apa yang telah di dengar oleh telinga pada waktu yang telah lalu. Contohnya pada waktu kecil kita
pernah dimarahi oleh nenek karena mandi di kali, sekarang dapatkah kita
memperdengarkan kembali apa yang diucapkan oleh nenek kita pada waktu memarahi
kita sepulang mandi di kali? Jika kita dapat memperdengarkan kembali, atau
mampu menerangkan kembali apa-apa yang pernah dimarahi oleh nenek kita, itulah
yang dinamakan dengan fungsi Pendengaran yang berasal dari ALLAH SWT.
Sekarang
dimanakah letak sifat Sami’ di dalam diri manusia? Sifat Sami’ diletakkan oleh
ALLAH SWT di dalam Telinga manusia sehingga Telinga manusia mempunyai 2(dua)
buah fungsi yaitu fungsi Mendengar dan juga fungsi Pendengaran. Adakah
perbedaaan antara Mendengar dan Pendengaran di dalam telinga manusia? Mendengar sangat tergantung kepada berfungsi
atau tidaknya telinga manusia, sedangkan Pendengaran tidak tergantung kepada
berfungsi atau tidaknya telinga manusia. Adanya kondisi ini walaupun
telinga mengalami gangguan maka tidak otomatis fungsi Pendengaran mengalami
gangguan, atau fungsi Pendengaran dapat tetap bekerja dengan baik walaupun
telinga mengalami gangguan.
Adakah
perbedaan yang mencolok antara fungsi mendengar dengan fungsi pendengaran? Fungsi mendengar tidak bisa menembus jarak,
ruang dan waktu sedangkan fungsi pendengaran mampu menembus jarak, ruang dan
waktu.Lalu dari manakah asalnya fungsi Pendengaran yang begitu
hebat? Fungsi Pendengaran tidak datang dengan sendirinya pada diri kita. Fungsi
Pendengaran merupakan pemberian ALLAH SWT yang berasal dari Sifat Ma’ani yang
dimiliki oleh ALLAH SWT. Fungsi Pendengaran merupakan Amanah bagi diri kita sehingga pasti akan
dimintakan pertanggungjawabannya kelak oleh ALLAH SWT.
Hal
yang harus diperhatikan adalah Kemampuan Mendengar dan Kemampuan Pendengaran
yang dimiliki oleh manusia bersifat Sementara dan Tidak Kekal. Sedangkan
kemampuan Mendengar dan Pendengaran ALLAH SWT sangat Maha, Kekal dan Abadi.
Selanjutnya untuk apakah ALLAH SWT
memberikan telinga untuk Mendengar serta kemampuan Pendengaran yang berasal
dari Sifat Ma’ani ALLAH SWT kepada diri kita? ALLAH SWT memberikan telinga
untuk mendengar dan memberikan pula kemampuan pendengaran bukan tanpa maksud
dan tujuan. Adanya kemampuan
Mendengar dan kemampuan Pendengaran yang dimiliki oleh diri kita, maka Komunikasi
antar Manusia menjadi Lancar dan Efektif; Proses Belajar dan Mengajar dapat
mudah terlaksana; Transfer Ilmu dan Pengetahuan antar sesama manusia dapat
terlaksana dengan baik; Kita dapat mengkhayal, atau membuat khayalan melalui
fungsi pendengaran sehingga kita mampu membuat gambar, ataupun sesuatu yang
bersifat 3 (tiga) dimensi.
Kemampuan
Mendengar dan kemampuan Pendengaran yang seperti apakah yang dapat, atau yang
sesuai dengan tujuan dijadikannya manusia sebagai KHALIFAH yang sekaligus
Makhluk yang Terhormat? Kemampuan Mendengar dan kemampuan Pendengaran yang akan dapat menjadi
Modal Dasar manusia menjadi KHALIFAH sekaligus Makhluk yang Terhormat adalah kemampuan
mendengar dan pendengaran yang selalu dipergunakan yang dilandasi dengan
Nilai-Nilai Kebaikan yang berasal dari Nilai-Nilai Ilahiah.
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang
kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran,
penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.
(surat Al Israa’ (17) ayat 36)
Sekarang bagaimana jika fungsi mendengar dan pendengaran yang kita miliki
kita gunakan untuk mendengar dan mengkhayal sesuatu yang tidak baik, seperti
gosip, fitnah, berita bohong atau sesuatu yang paling sesuai dengan kehendak
Syaitan? Jika sampai diri kita melakukan
itu semua berarti penggunaan dan pemanfaatan fungsi mendengar dan pendengaran
yang kita miliki sudah tidak sesuai lagi dengan konsep awal saat ALLAH SWT
memberikan fungsi mendengar dan pendengaran.
ALLAH SWT melalui surat Al Israa’ (17) ayat 36, memberikan sebuah peringatan kepada manusia
untuk hati-hati mempergunakan kemampuan fungsi mendengar dan kemampuan fungsi
pendengaran sebab akan dimintakan pertanggung jawabannya oleh ALLAH SWT. Selanjutnya jika hal ini sudah menjadi ketetapan ALLAH SWT berarti kita
tidak bisa sembarangan mempergunakan fungsi mendengar dan juga pendengaran,
kita tidak bisa asal-asalan mempergunakan fungsi mendengar dan fungsi
pendengaran saat hidup di dunia. Kita harus bisa mempergunakan ke-duanya di dalam koridor untuk
mensukseskan diri kita menjadi KHALIFAH di muka bumi yang sekaligus Makhluk
yang Terhormat.
5. Bashir
(Melihat, Maha Melihat)
Apakah
artinya sifat Bashir? Bashir
artinya Melihat, Maha Melihat. Seperti apakah sifat Bashir yang
dimiliki oleh ALLAH SWT? Penglihatan ALLAH SWT adalah Terang dan Jelas, tidak
ada satupun yang tersembunyi dari penglihatan-Nya, meskipun ulat di dalam batu,
hatta sekecil atom sekalipun dan dimanapun adanya. Ini berarti seluruh makhluk
yang memiliki kemampuan memandang dan melihat tidak akan mampu melawan,
menandingi, mengalahkan penglihatan ALLAH SWT.
Adanya
penglihatan (sifat Bashir) dan
pendengaran (sifat Sami’) yang
dimiliki oleh ALLAH SWT secara bersamaan, maka
ALLAH SWT dapat memantau seluruh aktivitas makhluk-Nya baik yang nyata
maupun yang ghaib tanpa ada hijab, tanpa penghalang sedikitpun.
Sekarang mau kemana diri kita pergi bersembunyi, ALLAH SWT pasti tahu
keberadaan kita.Timbul pertanyaan, wajibkah ALLAH SWT selaku pemilik sifat
Bashir mempertunjukkan sifat Bashir dimiliki-Nya sesuai dengan Kebesaran dan
Kemahaan ALLAH SWT itu sendiri?
(Kedudukan) mereka itu bertingkat-tingkat di sisi
Allah, dan Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan.
(surat
Ali Imran (3) ayat 163)
Lalu
untuk siapakah sifat Bashir yang dimiliki ALLAH SWT itu? Segala Kemahaan dan
Kebesaran dari sifat Bashir yang dimiliki oleh ALLAH SWT bukanlah untuk ALLAH
SWT itu sendiri, melainkan untuk seluruh makhluknya, termasuk untuk diri kita
dan juga anak dan keturunan kita, sepanjang diri kita mau meminta dan
membutuhkan ALLAH SWT serta mau beriman dan bertaqwa kepada ALLAH SWT. Sebagai
KHALIFAH di muka bumi, apakah kesempatan yang telah disediakan oleh ALLAH SWT
akan kita sia-siakan begitu saja sehingga kita tidak butuh lagi dengan
pertolongan ALLAH SWT melalui sifat Bashir yang dimiliki-Nya, atau apakah kemudahan yang memang sudah
diperuntukkan untuk diri kita akan kita sia-siakan begitu saja?
Selanjutnya.
adakah sifat Bashir dalam diri kita dan dimanakah sifat Bashir diletakkan dalam
diri? Untuk menjawab pertanyaan ini kita harus mengetahui terlebih dahulu bahwa
fungsi melihat dan fungsi penglihatan adalah berbeda. Fungsi melihat ada karena
berfungsinya organ-organ mata, sedangkan penglihatan bukan seperti itu. Lalu
seperti apakah penglihatan itu? Penglihatan
adalah suatu kemampuan manusia yang diberikan oleh ALLAH SWT untuk
memperlihatkan kembali, atau menggambarkan kembali apa-apa yang telah di lihat oleh Mata kita
pada waktu yang telah lampau.
Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam
keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar
kamu bersyukur.
(surat An Nahl (16) ayat 78)
Jika
saat ini kita dapat mempelihatkan kembali, atau mampu menggambarkan kembali
kondisi kampung halaman di saat kita masih kecil, itulah yang dinamakan dengan
Penglihatan. Selanjutnya adakah perbedaan yang mencolok antara fungsi melihat
dengan fungsi penglihatan? Fungsi
melihat tidak bisa menembus jarak, ruang dan waktu, sedangkan fungsi
penglihatan mampu menembus jarak, ruang dan waktu. Sekarang
dimanakah diletakkannya sifat Bashir oleh ALLAH SWT pada diri kita? Sifat
Bashir di letakkan dan ditempatkan oleh ALLAH SWT di dalam mata kita. Adanya
kondisi ini berarti di dalam mata manusia terdapat 2 (dua) fungsi yaitu fungsi
untuk Melihat dan fungsi untuk Penglihatan.
Adakah
perbedaan antara Melihat dan Penglihatan di dalam Mata manusia? Fungsi Melihat sangat tergantung dari
berfungsi atau tidaknya organ mata, sedangkan Penglihatan tidak tergantung
dengan berfungsi atau tidaknya organ mata manusia. Ini
berarti walaupun mata mengalami gangguan maka fungsi Penglihatan akan tetap
dapat bekerja dengan baik. Lalu dari manakah sifat Bashir itu?
Katakanlah: “Siapakah yang memberi rezki kepadamu dari
langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan
penglihatan, dan siapakah yang
mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang
hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?” Maka mereka akan menjawab: “Allah”.
Maka katakanlah: “Mengapa kamu tidak bertakwa (kepada-Nya)?”
(surat Yunus (10) ayat 31)
Adanya
kemampuan Penglihatan dalam diri kita asalnya dari ALLAH SWT, atau pemberian ALLAH SWT yang berasal dari sifat
Ma’ani ALLAH SWT itu sendiri sehingga sifat Bashir merupakan Amanah dari ALLAH
SWT kepada diri kita. Hal yang harus kita perhatikan adalah Kemampuan Melihat
dan Kemampuan Penglihatan yang kita miliki bersifat Sementara dan Tidak Kekal,
sedangkan kemampuan Mendengar dan Pendengaran dari ALLAH SWT sangat Maha, Kekal
lagi Abadi.
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang
kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan
dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.
(surat Al Israa’ (17) ayat 36)
Untuk apakah ALLAH
SWT sampai memberikan kemampuan Melihat dan kemampuan Penglihatan yang berasal
dari sifat Ma’ani ALLAH SWT kepada diri kita? ALLAH SWT memberikan
kemampuan melihat dan penglihatan kepada diri kita bukan tanpa maksud dan
tujuan yang jelas. Adaya kemampuan Melihat dan kemampuan Penglihatan yang
dimiliki oleh diri kita, maka: Komunikasi menjadi Lancar dan Efektif; Proses
Belajar dan Mengajar Mudah dilaksanakan; Transfer Ilmu dan Pengetahuan antar
sesama manusia dapat terlaksana dengan mudah dan baik; Kita dapat menuangkan
kembali apa-apa yang telah kita lihat sehingga kita bisa memiliki kemampuan
khayal, atau memiliki kemampuan membuat khayalan yang bersifat tiga dimensi.
Kemampuan Melihat
dan kemampuan Penglihatan yang seperti apakah yang dapat menjadikan diri kita
sebagai KHALIFAH sekaligus Makhluk yang Terhormat di muka bumi? Kemampuan
Melihat dan kemampuan Penglihatan yang akan dapat menjadi Modal Dasar
kesuksesan diri kita adalah penggunaan kemampuan di maksud yang berlandaskan Nilai-Nilai Kebaikan yang
berasal dari Nilai-Nilai Ilahiah sehingga kita mampu selalu sesuai dengan
kehendak ALLAH SWT. Sekarang bagaimana jika fungsi
melihat melalui mata dan fungsi penglihatan yang berasal dari ALLAH SWT kita
gunakan untuk melihat, mengkhayal sesuatu yang tidak baik, seperti melihat dan
mempertontonkan pornografi, pornoaksi, atau melakukan sesuatu yang paling
sesuai dengan kehendak Syaitan? Jika sampai diri kita melakukan itu semua
berarti penggunaan dan pemanfaatan fungsi melihat dan fungsi penglihatan yang
kita miliki sudah tidak sesuai lagi dengan konsep awal saat ALLAH SWT memberikan fungsi melihat dan
fungsi penglihatan. Untuk itu ALLAH SWT
melalui suratAl Israa’ (17) ayat 36 memberikan sebuah peringatan kepada manusia
untuk hati-hati mempergunakan kemampuan melihat dan kemampuan penglihatan sebab
akan dimintakan pertanggungjawabannya kelak di hari kiamat oleh ALLAH SWT.
Jika hal ini sudah menjadi ketetapan ALLAH SWT berarti kita tidak bisa sembarangan,
kita tidak bisa seenaknya, kita tidak bisa asal-asalan, mempergunakan fungsi
melihat dan fungsi penglihatan saat hidup di dunia. Kita harus mempergunakan ke duanya di dalam koridor untuk mensukseskan
diri kita menjadi KHALIFAH di muka bumi yang sekaligus Makhluk yang Terhormat,
terkecuali jika kita ingin pulang ke Neraka Jahannam untuk hidup bertetangga
dengan Syaitan.
6. Kalam
(Berkata-kata, Maha Berkata-kata)
Apakah artinya sifat Kalam itu? Kalam
artinya Berkata-Kata, Maha Berkata-Kata. Seperti apakah sifat Kalam
yang dimiliki ALLAH SWT? Sifat Kalam ALLAH SWT adalah Perkataan ALLAH SWT yang
tidak terpengaruh oleh Susunan Huruf dan Bunyi, sehingga pembicaraan dan
perkataan ALLAH SWT tidak berupa huruf dan bunyi, karena bila berupa huruf dan
bunyi berarti ALLAH SWT dipengaruhi oleh susunan huruf dan bunyi atau nada.
Mustahil ALLAH SWT akan bisa terpengaruh oleh apapun juga dan oleh siapapun
juga. Adanya kondisi ini berarti Kalam yang dimiliki oleh ALLAH SWT
adalah Kalam yang berdiri
sendiri, dengan Kalam yang dimilikinya ALLAH SWT mampu berkomunikasi dengan
seluruh ciptaannya baik yang nyata atau yang dapat dilihat dengan mata maupun
yang ghaib, kapanpun,
dimanapun, dalam situasi apapun tanpa mengenal Jarak, Ruang dan Waktu.
Dan (Kami telah
mengutus) rasul-rasul yang sungguh telah kami kisahkan tentang mereka kepadamu dahulu, dan
rasul-rasul yang tidak Kami kisahkan tentang mereka kepadamu. Dan Allah telah
berbicara kepada Musa dengan langsung.
(surat An Nisaa (4) ayat 164)
[381] Allah berbicara langsung dengan Nabi Musa a.s.
merupakan keistimewaan Nabi Musa a.s., dan karena Nabi Musa a.s. disebut:
Kalimullah sedang Rasul-rasul yang lain mendapat wahyu dari Allah dengan
perantaraan Jibril. dalam pada itu Nabi Muhammad s.a.w. pernah berbicara secara
langsung dengan Allah pada malam hari di waktu mi'raj.
Salah satu bentuk dari kumpulan Kalam dari ALLAH
SWT adalah Al Qur’an. Dimana Al-Qur'an berfungsi sebagai sarana penghubung dan
informasi bagi umat-Nya tentang keberadaan ALLAH SWT dan juga sebagai wujud
kasih sayang-Nya kepada seluruh umat manusia. Selanjutnya untuk membuktikan
bahwa ALLAH SWT mempunyai sifat Kalam,
ALLAH SWT berbicara langsung dengan Nabi Musa a.s sehingga Nabi Musa
a.s disebut Kalimullah. Sedangkan Nabi Muhammad SAW juga pernah
berbicara langsung dengan ALLAH SWT,
saat peristiwa Mi'raj, yaitu sewaktu ALLAH SWT memerintahkan kepada Nabi
Muhammad SAW mendirikan SHALAT.
Sekarang
untuk siapakah sifat Kalam yang dimiliki ALLAH SWT itu? Yang pasti ALLAH SWT
tidak membutuhkan sifat Kalam yang dimiliki-Nya, melainkan untuk seluruh
makhluk-Nya, termasuk di dalamnya untuk diri kita dan anak keturunan kita,
sepanjang diri kita mau meminta hal tersebut kepada ALLAH SWT, atau selama diri
kita mau memenuhi apa-apa yang dikehendaki ALLAH SWT saat hidup di dunia.
Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari
Tuhannya, maka Allah menerima Taubatnya. Sesungguhnya Allah Penerima taubat
lagi Maha Penyayang.
(surat Al Baqarah (2) ayat 37)
dan dia berbicara dengan manusia dalam
buaian dan ketika sudah dewasa dan dia termasuk di antara orang-orang yang
saleh.”
(surat Ali ‘Imran (3) ayat 46)
Sekarang
adakah sifat Kalam dalam diri kita dan dimanakah sifat Kalam diletakkan di
dalam diri? Sifat Kalam pasti ada di dalam diri kita. Apa buktinya? Lihatlah
dan perhatikanlah bayi yang baru lahir, ia hanya bisa menangis untuk segala
apapun permasalahan yang dihadapinya, contohnya lapar nangis, buang air nangis,
digigit nyamuk nangis, tidak aman nangis. Dari manakah asalnya tangis itu?
Tangis bayi ada karena adanya Kalam ALLAH SWT yang ada pada bayi tersebut. Tangis bayi merupakan bahasa, atau
kata-kata dari bayi untuk menyampaikan suatu pesan kepada orang tuanya. Bayi
hanya bisa menangis karena pita suara, atau selaput suara yang dimilikinya
belum sempurna. Sekarang dimanakah sifat Kalam diletakkan oleh ALLAH SWT?
Sifat Kalam diletakkan di dalam selaput suara, atau di dalam pita suara. Apa
buktinya? Lihat dan perhatikanlah orang yang tuna rungu, ia tidak bisa
berbicara karena pita suaranya rusak. Akan tetapi dengan adanya sifat Kalam ia
dapat berkomunikasi dengan orang lain melalui bahasa isyarat.
Adanya
sifat Kalam di dalam selaput suara, atau di dalam pita suara akan melahirkan
Sebuah Bahasa sebagai Sarana, ataupun Alat Bantu untuk Berkomunikasi antar
sesama manusia. Sekarang coba anda bayangkan jika sampai ALLAH SWT tidak
memberikan sifat Kalam-Nya kepada diri kita? Kita hanya bisa saling melihat,
saling memandang dan hanya saling memberikan kode tanpa mengerti apa yang
disampaikan dan dimaksudkan satu sama lain. Selanjutnya Bahasa yang seperti
apakah yang boleh dipergunakan oleh diri kita dalam hidup dan kehidupan? Bahasa yang dilandasi oleh Nilai-Nilai
Kebaikan yang berasal dari Nilai-Nilai Ilahiah. Sekarang apakah kita sudah melakukan Komunikasi dengan
mempergunakan Bahasa yang tidak bertentangan dengan Nilai-Nilai Kebaikan saat
menjadi KHALIFAH di muka bumi?
Sekarang bagaimana jika
sampai sifat Kalam yang berasal dari ALLAH SWT kita gunakan untuk mencaci maki
orang, untuk menyebarkan fitnah dan berita bohong, untuk mengumpat orang, untuk
menipu orang melalui kata-kata yang manis, ngerumpi sambil ngomongin orang,
atau melakukan sesuatu yang paling sesuai dengan kehendak Syaitan? Jika sampai diri kita melakukan itu semua
berarti fungsi Kalam yang kita miliki sudah kita pergunakan dan sudah kita
manfaatkan sesuai dengan Kehendak Syaitan sang Laknatullah.
Untuk itu ALLAH SWT melalui
surat Al Israa’ (17) ayat 36 memberikan sebuah peringatan kepada manusia untuk
selalu berhati-hati saat mempergunakan dan mendayagunakan kemampuan fungsi
sifat Kalam sebab akan dimintakan pertanggungjawabannya oleh ALLAH SWT.
Dan jika hal ini sudah menjadi ketetapan ALLAH SWT kepada diri kita berarti
kita tidak bisa sembarangan, kita tidak bisa seenaknya saja, kita tidak bisa
asal-asalan, di dalam mempergunakan fungsi sifat Kalam saat hidup di dunia.
Kita harus bisa mempergunakan fungsi sifat Kalam di dalam koridor untuk
mensukseskan diri kita menjadi KHALIFAH di muka bumi yang sekaligus Makhluk
yang Terhormat, terkecuali jika kita ingin pulang ke Neraka Jahannam.
7. Hayat
(Hidup, Maha Hidup)
Apakah artinya sifat Hayat itu? Hayat artinya Hidup, Maha Hidup. Seperti
apakah Sifat Hayat yang dimiliki oleh ALLAH SWT? Sifat Hayat yang dimiliki oleh
ALLAH SWT adalah Maha,
Kekal lagi Abadi sebab ALLAH SWT kekal abadi selamanya. Selanjutnya jika ALLAH
SWT sampai binasa, berarti ALLAH
SWT sama dengan makhluk yang diciptakan-Nya, hal ini mustahil adanya. Adanya
kondisi ini berarti ALLAH SWT akan terus ada sampai kapanpun juga.
Allah-lah yang menjadikan bumi bagi kamu tempat
menetap dan langit sebagai atap, dan membentuk kamu lalu membaguskan rupamu
serta memberi kamu rezki dengan sebahagian yang baik-baik. Yang demikian itu
adalah Allah Tuhanmu, Maha Agung Allah, Tuhan Semesta Alam. Dialah yang hidup
kekal, tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia; maka sembahlah Dia
dengan memurnikan ibadat kepada-Nya. Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam.
(surat Al Mu’min (40) ayat 64-65)
ALLAH
SWT adalah Dzat Yang Maha Hidup, yang menghidupkan ciptaan-Nya adalah sangat
bertolak belakang jika ALLAH SWT sampai mati atau binasa. Tidaklah demikian
ALLAH SWT dengan Maha Hidup-Nya sebab Maha Hidup-Nya juga bersifat baqa (kekal) dan qiyamuhu binafsih (berdiri sendiri),
ingat sifat baqa yang dimiliki
oleh ALLAH SWT juga berlaku kepada seluruh sifat yang dimiliki-Nya. Sehingga
akan memberikan sifat Hayat sebaik mungkin kepada setiap makhkuk yang
diciptakannya.
Sekarang
adakah sifat Hayat dalam diri kita dan dimanakah sifat Hayat diletakkan di
dalam diri? Kita bisa hidup di dunia ini karena dihidupkan oleh ALLAH SWT
melalui bersatunya Jasmani dengan Ruhani, atau adanya sifat Hayat di dalam diri
manusia di dalam mempersatukan Jasmani dengan Ruhani. Lalu dimanakah sifat
Hayat diletakkan oleh ALLAH SWT?
Sifat Hayat diletakkan oleh ALLAH SWT di dalam Jasmani dan Ruhani sebagai
Perekat, sebagai Penyatu di antara keduanya. Jika sifat Hayat yang dimiliki
oleh ALLAH SWT tidak ada pada diri manusia, apa yang dapat manusia lakukan?
Manusia tanpa Hayat bukan disebut manusia tetapi disebut dengan Mayat.
Mengapa
kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan
kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian
kepada-Nya-lah kamu dikembalikan?
(surat
Al Baqarah (2) ayat 28)
Sifat Hayat akan melahirkan apa yang disebut dengan
Hidup. Adanya Hidup atau saat bersatunya Jasmani dengan Ruhani maka manusia
dapat melakukan segala aktivitas kehidupannya, dapat melaksanakan tugasnya
sebagai KHALIFAH di muka bumi. Jika Jasmani telah berpisah dengan Ruhani maka selesai sudah Hidup
manusia di muka bumi ini dan itulah yang disebut dengan ajal atau kematian. Hidup dan Mati adalah sebuah kenyataan yang
harus dihadapi oleh setiap manusia. Lalu untuk apakah ALLAH SWT mengadakan
Hidup dan Mati, atau apakah ALLAH SWT begitu saja menciptakan Hidup dan Mati?
Hidup adalah saat dimana manusia menjalankan aktivitasnya sebagai seorang KHALIFAH
di muka bumi, sedangkan Mati adalah berakhirnya aktivitas manusia sebagai
seorang KHALIFAH di muka bumi, yang tercermin dari berpisahnya Ruhani dengan
Jasmani. Jasmani kembali ke tanah sedangkan Ruhani pulang ke alam Barzah yang
selanjutnya menunggu untuk mempertanggungjawabkan atas segala apa-apa yang
telah dilakukannya saat hidup di muka bumi.
Hidup yang seperti apakah yang dapat menjadikan manusia sukses menjadi
KHALIFAH di muka bumi sekaligus Manusia yang Terhormat? Hidup yang kita lakukkan haruslah Hidup yang berlandaskan Diinul Islam
yang Kaffah, Hidup yang sesuai dengan kehendak ALLAH SWT; Hidup yang berada di
jalan ALLAH SWT, Hidup yang
dapat menjadikan diri kita menjadi Makhluk yang Terhormat, yang dapat
menghantarkan diri kita ke tempat yang terhormat, dengan cara terhormat, untuk
bertemu dengan Yang Maha Terhormat, dalam suasana yang penuh saling hormat
menghormati.
Katakanlah:
“Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua, yaitu Allah
yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah)
selain Dia, Yang menghidupkan dan mematikan, maka berimanlah kamu kepada Allah
dan Rasul-Nya, Nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada
kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya)
dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk”.
(surat
Al A’raaf (7) ayat 158)
Sekarang bagaimana jika sifat Hayat yang berasal dari ALLAH SWT kita gunakan untuk berfoya-foya,
untuk menakut-nakuti orang, untuk berbuat kejahatan, untuk korupsi, untuk
mensyerikati ALLAH SWT, untuk mencaci maki orang, untuk menyebarkan fitnah dan
berita bohong, atau melakukan sesuatu yang paling sesuai dengan kehendak
Syaitan? Jika sampai diri kita melakukan itu semua berarti sifat Hayat yang
kita miliki sudah kita pergunakan dan sudah kita manfaatkan sesuai dengan
Kehendak Syaitan sang Laknatullah. Untuk itu ALLAH
SWT melalui surat Al Israa’ (17) ayat 36
memberikan sebuah peringatan kepada seluruh manusia untuk berhati-hati di dalam
mempergunakan dan mendayagunakan kemampuan sifat Hayat sebab akan dimintakan
pertanggung jawabannya oleh ALLAH SWT. Selanjutnya
jika hal ini sudah menjadi ketetapan ALLAH SWT kepada manusia berarti kita tidak bisa sembarangan,
kita tidak bisa seenak-enaknya, kita tidak bisa asal-asalan di dalam
mempergunakan sifat Hayat saat hidup di dunia. Kita harus bisa mempergunakan
fungsi Hayat di dalam koridor untuk mensukseskan diri kita menjadi KHALIFAH di
muka bumi yang sekaligus Makhluk yang Terhormat, terkecuali jika kita ingin
pulang ke Neraka Jahannam.
Hamba ALLAH SWT, itulah sifat Ma’ani yang 7 (tujuh) yang dimiliki
oleh ALLAH SWT yang tidak dipisahkan
dengan sifat Salbiyah ALLAH SWT yang 6(enam) dan sebagai KHALIFAH di muka bumi
kitapun telah pula telah memiliki bagian dari sifat Ma’ani ALLAH SWT yang
terdiri dari sifat Qudrat, sifat Iradat, sifat Ilmu, sifat Sami’, sifat Bashir,
sifat Kalam dan juga sifat Hayat yang kesemuanya bersifat sementara. Timbul
pertanyaan yang paling mendasar, apakah kualitas dari Amanah 7 yang ada dalam
diri kita akan selamanya konstan, ataukah bisa berubah-ubah?
Kualitas Amanah 7 yang ada dalam diri kita, tidak akan bisa selamanya
konstan. Kualitas Amanah 7 akan dapat berubah ubah, bisa naik bisa turun,
seiring dengan penggunaan Amanah 7 yang kita lakukan saat hidup di dunia serta
sangat tergantung pula dengan tingkat keimanan dan ketaqwaan kita kepada ALLAH
SWT. Jika kita mempergunakan Amanah 7 di dalam koridor Nilai-Nilai Keburukan
yang sesuai dengan kehendak Syaitan, atau diri kita tidak mau beriman dan
bertaqwa kepada ALLAH SWT maka kualitas
Amanah 7 akan mengalami penurunan dari waktu ke waktu. Dilain sisi jika
kita mampu mempergunakan Amanah 7 sesuai dengan koridor Nilai-Nilai Kebaikan
yang sesuai dengan kehendak ALLAH SWT, atau saat diri kita mempergunakan Amanah
7 kita beriman dan bertaqwa kepada ALLAH SWT maka kualitas Amanah 7 dapat
konstan, atau bahkan bisa naik kualitasnya karena ditambah kemampuannya oleh
ALLAH SWT.
Kemanakah kita akan memperbaiki Amanah 7 yang telah mengalami penurunan
kualitas, atau telah mengalami kerusakan akibat kesalahan yang telah kita
perbuat saat hidup di dunia? Untuk memperbaiki, untuk meningkatkan kualitas
Amanah 7 yang kita miliki tidak bisa kita lakukan selain kepada ALLAH SWT semata, karena Amanah 7 asalnya
dari ALLAH SWT. Adanya kondisi
ini berarti sampai kapanpun juga tidak akan pernah ada di muka bumi ini
bengkel, atau pabrikan, atau dokter, atau teknologi yang mampu memperbaiki,
menambah Amanah 7 yang telah mengalami gangguan dan kerusakan selain ALLAH SWT. Lalu bagaimana
caranya kita meminta bantuan ALLAH SWT? Cara menambah, atau cara memperbaiki
kualitas Amanah 7 maka kita harus terlebih dahulu melaksanakan Taubatan Nasuha,
yang dilanjutkan dengan beriman dan betaqwa kepada ALLAH SWT serta selalu
mempergunakan Amanah 7 di dalam koridor Nilai-Nilai Kebaikan yang sesuai dengan
kehendak ALLAH SWT.
Sesungguhnya Kami
telah mengemukakan amanat[1233] kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka
semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan
mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia
itu Amat zalim dan Amat bodoh,
(surat Al Ahzab (33)
ayat 72)
[1233]
Yang dimaksud dengan amanat di sini ialah tugas-tugas keagamaan.
Sebagai
Makhluk yang Terhormat, tentu kita sangat berharap dapat kembali ke Tempat yang
Terhormat dengan Cara yang Terhormat dalam suasana yang Saling Hormat Menghormati.
Jika kondisi ini yang kita inginkan, maka tidak ada jalan lain bagi diri kita
untuk mempergunakan, untuk mendayagunakan Qudrat yang kita terima, Iradat yang
kita terima, Ilmu yang kita terima, Kalam yang kita terima, Sami' yang kita
terima, Bashir yang kita terima, Hayat yang kita terima, dengan cara-cara yang
Terhormat pula sesuai dengan pemilik dari itu semua yaitu ALLAH SWT, Dzat Yang
Maha Terhormat.
Sekarang
apa jadinya jika sesuatu yang telah diberikan oleh Yang Maha Terhormat justru
kita pergunakan sesuai dengan kehendak Syaitan sang laknatullah, sehingga
menghancurkan Kehormatan yang telah kita miliki? Untuk itu tolong perhatikan dengan seksama apa
yang dikemukakan oleh ALLAH SWT dalam surat Al Ahzab (33) ayat 72 di atas,
dimana ALLAH SWT dengan tegas menyatakan Amat Zalim dan Amat Bodoh kepada
manusia, termasuk kepada diri kita, jika kita tidak mampu memanfaatkan Amanah 7
yang berasal dari sifat Ma’ani ALLAH SWT untuk mensukseskan diri kita menjadi
KHALIFAH di muka bumi yang sekaligus Makhluk yang Terhormat. Jika
sampai ini terjadi pada diri kita berarti kita telah jatuh tapai dari Makhluk
yang terhormat menjadi mahkluk yang amat zalim dan amat bodoh dikarenakan kita
telah menyianyiakan sesuatu yang paling hebat yang berasal dari ALLAH SWT, Yang
Maha Terhormat.
Untuk itu
sadarilah dengan sesadar-sadarnya mulai saat ini juga bahwa sifat Qudrat, sifat
Iradat, sifat Ilmu, sifat Sami', sifat Bashir, sifat Kalam dan sifat Hayat yang
telah ALLAH SWT berikan kepada diri kita, bukanlah barang gratisan, atau
pemberian cuma-cuma, sehingga dapat dipergunakan seenaknya saja tanpa
menghiraukan maksud dan tujuan dari diberikannya hal itu kepada kita, padahal semuanya akan diminta
pertanggungjawabannya oleh ALLAH SWT. Agar diri kita terbebas dari
pertanggungjawaban dari sifat Qudrat, sifat Iradat, sifat Ilmu, sifat Sami’,
sifat Bashir, sifat Kalam, sifat Hayat yang telah kita terima, tidak ada jalan lain bagi diri kita mulai
saat ini juga untuk mempergunakan, untuk mendayagunakan Amanah 7 yang kita
miliki di dalam koridor Nilai-Nilai Kebaikan yang dikehendaki oleh ALLAH SWT,
terkecuali jika kita sangat berkeinginan untuk pulang kampung bersama syaitan
ke Neraka Jahannam.
3.
PENDEKATAN melalui ASMA atau NAMA-NAMA
ALLAH SWT YANG INDAH
Sebelum kami membahas lebih lanjut
tentang Pendekatan Asmaul Husna, yang tidak lain merupakan jawaban dari angka
99 (Sembilan puluh Sembilan) dari istilah Route to 1.6.7.99, berikut ini akan
kami kemukakan ilustrasi sebagai berikut : Nama yang diberikan oleh orang
tua kepada saya katakan adalah Hendi Azhari Anwar, sekarang siapakah panggilan, atau sebutan
saya jika saya mengajar di sekolah, apakah tetap Hendi Azhari Anwar ataukah dipanggil
dengan sebutan pak guru? Saat mengajar di sekolah maka saya akan dipanggil
dengan panggilan pak Guru.
Lalu bagaimana jika saya mengemudikan kapal laut, siapakah
sebutan saya saat itu? Saat mengemudikan kapal laut maka saya dipanggil dengan
sebutan Nahkoda. Hal yang
samapun terjadi jika saya mengemudikan kereta, maka saya akan dipanggil dengan
sebutan Masinis. Sekarang berubahkah nama saya setelah melakukan suatu
pekerjaan? Nama saya tetap Hendi Azhari Anwar sampai kapanpun juga, namun panggilan
atau sebutan yang berlaku bagi saya dapat berubah sesuai dengan peran dan
pekerjaan, atau perbuatan, atau profesi yang saya lakukan. Sekarang
bagaimana dengan ALLAH SWT yang memiliki Asmaul Husna sebanyak 99 (sembilan
puluh sembilan) yang termaktub dalam Nama-Nama ALLAH SWT Yang Indah?
Adanya nama-nama ALLAH SWT sebanyak 99(sembilan puluh
sembilan) bukanlah berarti ALLAH
SWT berjumlah 99 (sembilan puluh sembilan). ALLAH SWT tetap satu yaitu ALLAH SWT sampai dengan kapanpun
juga, namun ALLAH SWT akan bernama, atau ALLAH SWT akan dinamakan An Nuur pada
saat ALLAH SWT menjadi Yang Maha Bercahaya. Selanjutnya ALLAH SWT akan bernama Al Barr pada saat ALLAH SWT menjadi Yang Maha
Dermawan, demikian pula ALLAH SWT akan bernama Al Baqqi pada saat ALLAH SWT
menjadi Yang Maha Kekal. Sekarang bagaimana dengan As Salam? ALLAH SWT akan
dinamakan As Salam pada saat ALLAH SWT bertindak sebagai Maha Penyelamat. Hal
yang samapun terjadi pada saat ALLAH SWT sebagai Yang Maha Kuasa, maka ALLAH
SWT akan bernama Al Qaadir. Demikian seterusnya sesuai dengan Asmaul Husna yang
dimiliki oleh ALLAH SWT. Selanjutnya apakah kebesaran dan kemahaan ALLAH SWT
akan berubah dengan adanya Asmaul Husna yang berjumlah 99 (sembilan puluh
sembilan)?
Dialah Allah yang
tiada Tuhan selain Dia, yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Dia-lah yang
Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia,
Raja, yang Maha Suci, yang Maha Sejahtera, yang Mengaruniakan Keamanan, yang
Maha Memelihara, yang Maha perkasa, yang Maha Kuasa, yang memiliki segala
Keagungan, Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.
Dialah Allah yang
Menciptakan, yang Mengadakan, yang membentuk Rupa, yang mempunyai asmaaul
Husna. bertasbih kepadanya apa yang di langit dan bumi. dan Dialah yang Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana.
(surat Al Hasyr (59) ayat 22-23-24)
Kemahaan,
Kebesaran ALLAH SWT tidak akan sedikitpun berubah, atau mengalami perubahan
walaupun ALLAH SWT memiliki Nama-Nama Yang Indah sebanyak 99(sembilan puluh
sembilan). Yang berubah dari ALLAH SWT hanyalah namanya saja, hal ini karena
disesuaikan dengan Aktivitas dan Perbuatan ALLAH SWT atau yang dikenal dengan
istilah Asmaul Husna. Berikut ini akan kami kemukakan 99(sembilan puluh
sembilan) Nama-Nama ALLAH SWT yang indah, yang disebut juga Asmaul Husna,
yaitu:
Asmaul
Husna
Nama-Nama
ALLAH yang Indah
1
|
Ar-Rakhman
|
Maha Pengasih, pemberi kenikmatan yang agung-agung, pengasih
di dunia dan pengasih yang zhahir
|
2
|
Ar-Rahiem
|
Maha Penyayang, pemberi kenikmatan yang pelik-pelik,
penyayang di akhirat dan/atau pengasih yang bathin.
|
3
|
Al-Maalik
|
Maha Merajai, Maha Memiliki, mengatur kerajaan &
milik-Nya dengan kehendak-Nya.
|
4
|
Al-Quddus
|
Maha Suci, suci dari segala cacat dan cela.
|
5
|
As-Salam
|
Maha Penyelamat, pemberi keamanan dan kesentosaan bagi
makhluk-Nya.
|
6
|
Al-Mu'min
|
Maha Pemelihara Keamanan, siapa yang salah mendapat siksa,
sedangkan yang taat dapat pahala.
|
7
|
Al-Muhaimin
|
Maha Penjaga, Maha Pemberi Kebahagiaan lahir dan bathin,
melindungi segala sesuatu.
|
8
|
Al-'Aziz
|
Maha Mulia, kuasa dan mampu berbuat sekehendaknya
|
9
|
Al-Jabbar
|
Maha Perkasa, mencukupi segala kebutuhan, melangsungkan
segala perintah-Nya serta memperbaiki keadaan seluruhnya.
|
10
|
Al-Mutakabbir
|
Maha Sombong/Megah, menyendiri dengan sifat keagungan &
kemegahan-Nya.
|
11
|
Al –Khaliq
|
Maha Pencipta, mengadakan seluruh makhluk tanpa asal, juga
menakdirkan adanya semua ini.
|
12
|
Al-Baari'
|
Maha Pembuat, mengadakan sesuatu yang bernyawa yang ada asal
mulanya.
|
13
|
Al-Mushawwir
|
Maha Pembentuk, memberikan gambaran atau bentuk pada sesuatu
yang berbeda dengan lainnya yang sesuai dengan keadaan & keperluannya.
|
14
|
Al-Ghaffar
|
Maha Pengampun, banyak pemberian maaf-Nya dan menutupi
dosa-dosa dan kesalahan.
|
15
|
Al-Qahhar
|
Maha Pemaksa, menggenggam segala sesuatu dalam kekuasaan-Nya
serta memaksa makhluk menurut kehendak-Nya.
|
16
|
Al-Wahhab
|
Maha Pemberi, banyak kenikmatan dan selalu memberi kurnia
dan anugerah.
|
17
|
Ar-Razzaq
|
Maha Pemberi Rezeki. membuat berbagai rezeki serta membuat
pula sebab-sebab diperolehnya.
|
18
|
Al-Fattaah
|
Maha Membukakan, yakni membuka gudang dan gedung penyimpanan
rahmat-Nya untuk seluruh hamba-Nya.
|
19
|
Al-'Aliem
|
Maha Mengetahui, yakni mengetahui segala yang maujud ini dan
tidak ada sesuatu benda apapun yang tersembunyi dari pengetahuan-Nya.
|
20
|
Al-Qoobidl
|
Maha Pencabut, mengambil nyawa atau mempersempit rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya.
|
21
|
Al-Bassith
|
Maha Meluaskan, memudahkan terkumpulnya rezeki bagi siapa
yang dikehendaki-Nya.
|
22
|
Al- Khafidl
|
Maha Menjatuhkan, yakni terhadap orang-orang yang
selayaknya dijatuhkan karena akibat
kelakuannya sendiri.
|
23
|
Ar-Rafi'
|
Maha Mengangkat, yakni terhadap orang-orang yang selayaknya
diangkat karena usahanya yang giat yaitu yang termasuk golongan kaum yang
bertaqwa.
|
24
|
Al-Mu'izz
|
Maha Pemberi Kemuliaan, yakni kepada orang-orang yang
berpegang teguh kepada agama-Nya dengan memberi pertolongan dan kemenangan.
|
25
|
Al-Mudzill
|
Maha Pemberi Kehinaan,
yakni kepada musuh-musuh-Nya dan musuh umat Islam seluruhnya.
|
26
|
Al-Saami'
|
Maha Mendengar.
|
27
|
Al-Bashir
|
Maha Melihat.
|
28
|
Al-Hakam
|
Maha Menetapkan Hukum, sebagai hakim yang memutuskan yang
tidak seorangpun dapat menolak keputusan-Nya, juga tidak seorangpun yang
kuasa merintangi kelangsungan hukum-Nya.
|
29
|
Al-'Adlu
|
Maha Adil, serta sangat sempurna dalam keadilan-Nya
|
30
|
Al-Lathief
|
Maha Lembut, yakni mengetahui segala yang samar-samar, yang
pelik-pelik dan yang kecil-kecil.
|
31
|
Al –Khoobir
|
Maha Waspada dan/atau Maha Pemberi Khabar
|
32
|
Al-Haliim
|
Maha Penghiba atau
Maha Penyantun, penyantun yang tidak tergesa-gesa melakukan kemarahan dan
pula gegabah memberikan siksaan.
|
33
|
Al-'Azhiem
|
Maha Agung, yakni
mencapai puncak tertinggi dari mercusuar keagungan karena bersifat dengan segala macam sifat
kebesaran dan kesempurnaan.
|
34
|
Al-Ghafuur
|
Maha Pengampun,
banyak pengampunan-Nya kepada hamba-hamba-Nya.
|
35
|
Asy-Syakuur
|
Maha Pembalas, yakni
memberikan balasan yang banyak sekali atas amalan yang kecil dan tidak
berarti.
|
36
|
Al-'Aliyy
|
Maha Tinggi, yakni mencapai tingkat yang setinggi-tingginya yang
tidak mungkin digambarkan oleh akal fikiran siapapun dan tidak dapat dipahami
oleh otak yang bagaimanapun pandainya.
|
37
|
Al-Kabiir
|
Maha Besar, yang kebesarannya tidak dapat diikuti oleh panca
indera ataupun akal sehat manusia.
|
38
|
Al-Hafiidz
|
Maha Pemelihara, yakni menjaga sesuatu jangan sampai rusak
dan guncang. Juga menjaga segala amal perbuatan hamba-hamba-Nya, sehingga
tidak akan disiasiakan sedikitpun untuk memberi balasan-Nya.
|
39
|
Al-Muqiit
|
Maha Pemberi Kecukupan, baik yang berupa makanan tubuh ataupun
makanan ruhani.
|
40
|
Al-Hasiib
|
Maha Penjamin, yakni memberi jaminan kecukupan kepada
seluruh hamba-Nya, juga dapat diartikan Maha Menghisab amalan hamba-Nya pada
hari kiamat.
|
41
|
Al-Jaliil
|
Maha Luhur, yang mempunyai sifat keluhuran karena kesempurnaan
sifat-sifat-Nya.
|
42
|
Al-Kariem
|
Maha Pemurah, mulia hati dan memberi siapapun tanpa diminta
atau sebagai penggantian dari sesuatu pemberian.
|
43
|
Al-Raqieb
|
Maha Peneliti, yang mengamat-amati gerak-gerik segala
sesuatu dan mengawasinya.
|
44
|
Al-Mujiib
|
Maha Mengabulkan, yang memenuhi permohonan siapa saja yang
berdoa kepada-Nya.
|
45
|
Al-Waasi'
|
Maha Luas, yakni bahwa segala kerahmatan-Nya itu merata
kepada segala yang maujud dan luas pula ilmu-Nya terhadap segala sesuatu.
|
46
|
Al-Hakiim
|
Maha Bijaksana, yakni memiliki kebijaksanaan yang tertinggi,
kesempurnaan ilmu-Nya serta kerapihan-Nya dalam membuat segala sesuatu.
|
47
|
Al-Waduud
|
Maha Pencinta, yang menginginkan segala kebaikan untuk
seluruh hamba-Nya dan pula berbuat baik
pada mereka itu dalam segala ihwal dan keadaan.
|
48
|
Al-Majiid
|
Maha Mulia, yakni mencapai tingkat teratas dalam hal
kemulian dan keutamaan.
|
49
|
Al –Baa'its
|
Maha Membangkitkan,
yakni membangkitkan para Rasul, membangkitkan semangat dan kemauan,
juga membangkitkan orang-orang yang telah mati dari masing-masing kuburnya
pada hari kiamat.
|
50
|
Asy-Syahiid
|
Maha Menyaksikan, Maha Mengetahui keadaan semua makhluk-Nya.
|
51
|
Al-Haqq
|
Maha Haq , Maha Benar, yang kekal dan tidak akan berubah
sedikitpun.
|
52
|
Al-Wakiil
|
Maha Memelihara Penyerahan, yakni memelihara semua urusan
hamba-hamba-Nya dan apa-apa yang menjadi kebutuhan mereka itu.
|
53
|
Al-Qawiyy
|
Maha Kuat, yaitu memiliki kekuatan yang
sesempurna-sempurnanya.
|
54
|
Al-Matiin
|
Maha Kokoh, Maha Perkasa, yakni memiliki keperkasaan yang
sudah sampai dipuncaknya.
|
55
|
Al-Waliyy
|
Maha Melindungi, yakni melindungi serta menertibkan semua
kepentingan makhluk-Nya karena kecintaan-Nya yang sangat pada mereka itu dan
pemberian pertolongan-Nya yang tidak terbatas pada keperluan mereka.
|
56
|
Al-Hamid
|
Maha Terpuji, yang memang sudah selayaknya untuk memperoleh
pujian dan sanjungan.
|
57
|
Al-Muhshi
|
Maha Penghitung, yang tidak satupun tertutup dari
pandangan-Nya dan semua amalan itupun diperhitungankan sebagaimana wajarnya.
|
58
|
Al-Mubdi'
|
Maha Memulai, yang melahirkan sesuatu yang asalnya tidak ada
& belum maajud.
|
59
|
Al-Mu'iid
|
Maha Mengulangi, yakni menumbuhkan kembali setelah lenyapnya
atau setelah rusaknya.
|
60
|
Al-Muhyi
|
Maha Menghidupkan, yakni memberikan daya kehidupan pada
setiap sesuatu yang berhak hidup.
|
61
|
Al-Mummit
|
Maha Mematikan, yakni mengambil kehidupan (Ruh) dari apa
yang hidup, lalu disebut mati.
|
62
|
Al-Hayy
|
Maha Hidup, kekal pula Hidup-Nya itu.
|
63
|
Al-Qayyuum
|
Maha Berdiri Sendiri, baik DzatNya, Sifat-Nya, Asma-Nya dan
Af'al-Nya. Juga membuat berdirinya apa-apa yang selain Dia, dengan-Nya pula
berdirinya langit dan bumi ini.
|
64
|
Al-Waajid
|
Maha Kaya, dapat menemukan apa saja yang diinginkan-Nya,
maka tidak membutuhkan pada suatu apapun karena sifat kaya-Nya yang secara
mutlak.
|
65
|
Al-Maajid
|
Maha Mulia, yakni mencapai tingkat teratas dalam hal
kemuliaan dan keutamaan.
|
66
|
Al-Wahhid
|
Maha Tunggal.
|
67
|
Al-Ahad
|
Maha Esa.
|
68
|
Ash-Shomad
|
Maha Dibutuhkan/Tempat Bergantung, yakni selalu menjadi
tujuan dan harapan orang di waktu hajad dan keperluan.
|
69
|
Al-Qaadir
|
Maha Kuasa.
|
70
|
Al-Muqtadir
|
Maha Menentukan.
|
71
|
Al-Muqoddim
|
Maha Mendahulukan, yakni mendahulukan sebagian benda dari
yang lainnya dalam perwujudannya atau dalam kemuliaan, selisih waktu dan
tempatnya.
|
72
|
Al-Mu'akhkhir
|
Maha Mengakhirkan atau Membelakangkan.
|
73
|
Al-Awwal
|
Maha Pertama, dahulu sekali dari semua yang maujud.
|
74
|
Al-Aakhir
|
Maha Penghabisan, kekal selamanya tanpa ujung.
|
75
|
Azh-Zhohir
|
Maha Nyata, yakni menyatakan dan menampakkan ke-WujudanNya
itu dengan bukti-bukti dan tanda-tanda ciptaan-Nya
|
76
|
Al-Baathin
|
Maha Tersembunyi, tidak dapat dimaklumi Dzat-Nya, sehingga
tidak seorangpun dapat mengenal Kunhi Dzatnya
|
77
|
Al-Waaly
|
Maha Menguasai, menggenggam sesuatu dalam kekuasaan-Nya dan
menjadi milik-Nya.
|
78
|
Al-Muta'aaly
|
Maha Suci, Maha Tinggi, terpelihara dari segala kekurangan
dan kerendahan.
|
79
|
Al-Barri
|
Maha Dermawan, banyak kebaikan-Nya dan besar kenikmatan yang
dilimpahkan-Nya.
|
80
|
Al-Tawwaab
|
Maha Penerima Taubat, memberikan pertolongan kepada
orang-orang yang bermaksiot untuk melakukan taubat lalu ALLAH akan
menerimanya.
|
81
|
Al-Muntaqim
|
Maha Penyiksa, kepada orang yang berhak untuk memperoleh
siksa-Nya.
|
82
|
Al-Afuww
|
Maha Pemaaf, pelebur kesalahan orang yang suka kembali untuk
meminta maaf kepada-Nya.
|
83
|
Ar-Ra'uuf
|
Maha Pengasih, banyak kerahmatan-Nya dan kasih sayang-Nya.
|
84
|
Maalikul Mulk
|
Maha Menguasai Kerajaan,
|
85
|
Dzul Jalaal Wal
Ikroom
|
Maha Memiliki Kebesaran dan Kemuliaan
|
86
|
Al-Muqsith
|
Maha Mengadili, yakni memberikan kemenangan pada orang-orang
yang teraniaya dari tindakan orang-orang yang menganiaya dengan keadilan-Nya.
|
87
|
Al-Jaami'
|
Maha Mengumpulkan,
|
88
|
Al-Ghoniyy
|
Maha Kaya, yang tidak membutuhkan apapun dari yang selain
Dzat-Nya sendiri, tetapi yang lain sangat membutuhkan-Nya.
|
89
|
Al-Mughniy
|
Maha Pemberi Kekayaan
|
90
|
Al-Maani'
|
Maha Pembela atau Maha Penolak
|
91
|
Adl-Dlaarr
|
Maha Pemberi Bahaya, dengan menurunkan siksa-siksa-Nya
kepada musuh-musuh-Nya
|
92
|
An-Naafi'
|
Maha Pemberi Kemanfaatan
|
93
|
An-Nuur
|
Maha Bercahaya, yakni menonjolkan Dzat-Nya sendiri dan menampakkan
untuk yang selain-Nya dengan menunjukkan tanda-tanda kekuasaan-Nya.
|
94
|
Al-Haadii
|
Maha Pemberi Petunjuk, memberikan jalan yang benar kepada
segala sesuatu agar langsung adanya dan terjaga kehidupannya.
|
95
|
Al-Badii'
|
Maha Pencipta Yang Baru
|
96
|
Al-Baaqi
|
Maha Kekal, yakni kekal hidup-Nya selama-lamanya.
|
97
|
Al-Waarist
|
Maha Pewaris, yakni kekal setelah musnahnya seluruh makhluk.
|
98
|
Ar-Rasyid
|
Maha Cendekiawan, yakni memberi penerangan dan tuntunan pada
seluruh hamba-Nya dan segala
peraturan-Nya itu berjalan menurut ketentuan yang digariskan oleh kecendekiawanan-Nya.
|
99
|
Ash-Shabur
|
Maha Penyabar, yang tidak tergesa-gesa memberikan siksaan
dan tidak pula cepat-cepat melaksanakan sesuatu sebelum waktunya.
|
Sebagai KHALIFAH yang sedang
menumpang di langit dan di bumi ALLAH SWT, apa yang harus kita sikapi dengan
adanya 99 (sembilan puluh sembilan) Nama-Nama ALLAH SWT yang Indah ini? Sikap
yang harus kita lakukan adalah kita harus mengimaninya, yang dilanjutkan dengan
meyakini bahwa seluruh Asmaul Husna yang dimiliki oleh ALLAH SWT bukanlah untuk ALLAH SWT itu
sendiri, namun Asmaul Husna yang dimiliki oleh ALLAH SWT untuk seluruh umat
manusia yang beriman dan bertaqwa kepada-Nya, termasuk di dalamnya adalah untuk
diri kita dan anak keturunan kita, sepanjang diri kita, anak keturunan kita mau
beriman dan bertaqwa kepada ALLAH SWT.
Sekarang, katakan ALLAH SWT adalah
Al Haadii, lalu wajibkah bagi ALLAH SWT untuk memberi petunjuk kepada diri kita
sesuai dengan Kemahaan dan Kebesaran yang dimiliki-Nya? Sepanjang diri kita
yakin bahwa ALLAH SWT adalah Maha Pemberi Petunjuk maka ALLAH SWT pasti akan
menunjukkan Kebesaran dan Kemahaan dari Al Haadii yang dimiliki-Nya kepada diri
kita dengan memberikan petunjuk-Nya kepada diri kita. Sekarang kita yang akan
diberi petunjuk oleh ALLAH SWT, sudah
Haqqul Yakinkah kita pasti akan diberi
petunjuk oleh ALLAH SWT? Berdasarkan hadits yang kami kemukakan di bawah
ini, ALLAH SWT berbuat, bertindak, bersikap kepada diri kita sesuai dengan
persepsi diri kita kepada ALLAH SWT. Dan
jika ini adalah kondisi dasar ALLAH SWT kepada diri kita, sekarang tergantung
diri kita sendiri mau bersikap seperti apa kepada ALLAH SWT saat hidup di muka
bumi ini. Selanjutnya apa yang harus kita perbuat setelah diri kita
memperoleh petunjuk dari ALLAH SWT?
Abu Hurairah ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta'ala berfirman:
Aku selalu mengikuti sangkaan hamba-Ku pada-Ku, maka terserah padanya akan
menyangka apa saja kepada-Ku.
(HQR Muslim dan
Alhakiem dari Watsilah dan Ibu Abud-Dunia, Alhakiem dari Abu Hurairah ra: 272:
67)
Watsilah bin
Al-asqa' ra. berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta'ala berfirman: Aku selalu
menurutkan sangkaan hamba-Ku terhadap diri-Ku, jika ia baik sangka kepada-Ku
maka ia dapat dari padaku apa yang ia sangka. Dan bila ia jahat (jelek) sangka
kepada-Ku, maka ia dapat apa yang ia sangka dari pada-Ku.
(HQR Atthabarani dan
Ibn Hibban; 272:71)
Sebelum kami menjawab pertanyaan
ini perkenankan kami mengemukakan ilustrasi sebagai berikut: Katakan kita
memiliki anak yang sudah berangkat remaja 5(lima) orang, lalu setiap anak kita
berikan uang jajan sebanyak Rp.15.000,- (lima belas ribu rupiah). Lalu salah
satu dari anak kita, uangnya selalu habis dibelanjakan, besok jika ia meminta
lagi apakah akan kita beri? Jawabannya bisa ya, bisa tidak. Selanjutnya yang
terjadi adalah kita memberi lagi kepada anak tersebut uang karena uang yang
kemarin telah habis dibelanjakan untuk menolong temannya yang sedang kesusahan,
dan juga menolong temannya yang kehabisan uang untuk ongkos pulang.
Timbul pertanyaan, kenapa kita
memberikan uang kepada anak tersebut? Kita memberikan uang karena apa yang
diperbuat oleh anak tersebut adalah tindakan, atau perbuatan yang paling kita
sukai, atau anak tersebut telah mampu menyenangkan hati kita dengan perbuatan
yang dilakukannya. Sekarang bagaimana dengan anak yang lain, yang uangnya masih
tetap utuh, besok jika ia meminta uang apakah akan kita beri? Jawabannya adalah
tidak, karena uang yang kemarin masih ada, jadi pergunakan saja uang yang
kemarin untuk hari ini.
Sekarang bagaimana dengan ALLAH SWT kepada
orang yang telah menerima petunjuk? Hal yang sama juga diberlakukan oleh
ALLAH SWT kepada orang yang telah menerima petunjuk dari-Nya, jika kita
telah menerima petunjuk dari ALLAH SWT maka kita tidak diperkenankan oleh ALLAH SWT untuk menyimpan, atau
menyembunyikan, petunjuk dari ALLAH SWT untuk kepentingan diri sendiri, melainkan
kita harus berbagi petunjuk yang telah kita terima dengan sesama. Hal ini
penting kita lakukan karena dengan berbuat dan bersikap seperti itu maka kita
telah sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh ALLAH SWT.
Selanjutnya jika ini mampu kita
laksanakan maka jika kita meminta lagi petunjuk pasti akan diberikan lagi oleh
ALLAH SWT. Akan tetapi jika petunjuk yang telah kita terima kita simpan
saja, maka ALLAH SWT pun akan bersikap yang sama kepada diri kita dengan
mengatakan petunjuk yang kemarin masih ada jadi gunakan saja petunjuk yang
kemarin. Hal yang harus kita
perhatikan dengan seksama adalah ALLAH SWT tidak hanya memberlakukan hal ini
kepada petunjuk-Nya saja, namun berlaku juga untuk Rezeki yang telah kita
terima, untuk Ilmu yang telah kita peroleh dan lain sebagainya sesuai dengan
sifat Ma’ani dan Asmaul Husna.
Berdasarkan Hadits yang
diriwayatkan oleh Imam Abu Daud, yang kami kemukakan di bawah ini, kita
diperkenankan, atau kita tidak dilarang berdoa kepada ALLAH SWT dengan
mempergunakan Nama-Nama ALLAH SWT Yang Indah. Apa maksudnya? Katakan kita
sangat membutuhkan petunjuk dari ALLAH SWT, maka pada saat kita berdoa kepada
ALLAH SWT kita dapat mempergunakan nama ALLAH SWT, Al Haadii (Yang Maha
Pemberi Petunjuk) dengan mengucapkan Ya ALLAH SWT, Engkau adalah Al Haadii,
Engkau Maha Pemberi Petunjuk, tunjukilah aku dan seterusnya. Lalu bagaimana
jika kita ingin memperoleh Rezeki, maka kita bisa mempergunakan Ar Razzaq atau
Al Mughniy pada saat mengajukan doa kepada ALLAH SWT, demikian seterusnya
sesuai dengan Asmaul Husna.
Nabi SAW mendengar seorang laki-laki berkata dalam
doanya: Ya Allah sesungguhnya hamba memohon kepada-Mu, dengan sesungguhnya aku
naik saksi bahwa Engkau adalah Allah yang tidak ada Tuhan yang patut disembah
kecuali Engkau. Yang Maha Esa, Tempat bergantung, yang tidak beranak dan tidak
diperanakkan dan tidak pula yang dapat menyamai-Nya. Buraidah berkata
selanjutnya – lalu Rasulullah bersabda, Demi Dzat yang jiwaku berada di dalam
genggaman-Nya, sesungguhnya orang itu telah meminta kepada Allah dengan Nama-Nya
Yang Agung, yang apabila dipanjatkan doa dengan nama itu, Allah kabulkan dan
apabila dimintai dengan Ismul ‘Azhom (nama yang agung atau nama yang satu) itu
diberinya.
(HR Imam Abu Daud, dari Buraidah)
Selain
daripada itu ada satu hal yang harus kita perhatikan benar yaitu kita tidak
diperkenankan berdoa mempergunakan Asmaul Husna dengan menggunakan bilangan
tertentu. Apa maksudnya? Di dalam masyarakat kita sering mendengar, atau sering
pula diajarkan berdzikir, atau berdoa mempergunakan Asmaul Husna dengan
cara-cara melafalkan, hal-hal sebagai berikut:
a.
Ucapkan “Ya ALLAH” sebanyak 5000 (lima ribu) kali
setiap malam selama sebulan, Insya Allah semua keinginan kita dikabulkan.
b. Ucapkan “Ya Rakhman” sebanyak 500 (lima ratus) setiap selesai shalat wajib, maka hati akan menjadi tenang, hilang sifat pelupa dan gugup.
c. Ucapkan ‘Ya Aziz” sebanyak 40(empat puluh) kali selama 40(empat puluh) hari setiap selesai shalat Subuh, maka anda akan menjadi mulia dan kaya karena Allah.
Inilah tiga buah contoh dzikir, atau doa yang banyak beredar di tengah masyarakat. Apabila kita sampai melakukan hal yang kami kemukakan di atas ini, berarti :
a. Kita telah salah menempatkan dan meletakkan
Kebesaran dan Kemahaan Asmaul Husna yang dimiliki oleh ALLAH SWT karena tidak ada hubungannya antara Kebesaran
dan Kemahaan Asmaul Husna yang dimiliki oleh ALLAH SWT dengan bilangan jumlah
yang kita sebut saat berdzikir ataupun saat berdoa.
b. Hebat benar diri kita, karena mampu memaksa, mampu menodong, mampu mengharuskan ALLAH SWT untuk mengabulkan apa yang kita minta dengan hanya membaca, dengan hanya melafalkan, dengan hanya mendzikirkan Asmaul Husna sekian kali maka permohonan kita bisa dikabulkan oleh ALLAH SWT.
c.
Kita telah melakukan tindakan yang tidak pernah
dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW, selaku utusan ALLAH SWT.
Sekarang, apakah Asmaul Husna dapat memberikan itu semua, atau apakah Asmaul Husnakah yang dapat memberikan pertolongan dan yang dapat mengabulkan permohonan kita ataukah ALLAH SWT yang memberikan pertolongan dan yang mengabulkan permohonan diri kita melalui Kebesaran dan Kemahaan Asmaul Husna yang dimiliki-Nya? Asmaul Husna, Nama-Nama ALLAH SWT yang Indah, sampai dengan kapanpun juga, tidak akan bisa memberikan pertolongan, tidak akan bisa mengabulkan segala permohonan diri kita, karena Asmaul Husna hanyalah Nama-Nama ALLAH Yang Indah. Adanya kondisi ini berarti yang akan dapat menolong dan mengabulkan permohonan diri kita adalah Pemilik dari Asmaul Husna, atau pemilik dari Nama-Nama Yang Indah, dalam hal ini adalah ALLAH SWT. Dan jika ini adalah kondisi dasar yang sesungguhnya maka patut dan pantaskah kita meminta pertolongan, bantuan, ampunan, rezeki, ketenangan kepada ALLAH SWT dengan mempergunakan bilangan tertentu, seolah-olah kedudukan kita lebih tinggi daripada ALLAH SWT, padahal Nabi Muhammad SAW tidak pernah mengajarkan dan juga tidak pernah mencontohkan hal itu kepada umatnya.
Sebagai
KHALIFAH yang sedang menumpang di muka bumi, yang sudah berada di dalam
Kebesaran dan Kemahaan ALLAH SWT, jangan pernah menjadikan diri kita sendiri
hanya sebatas penonton dari Kebesaran dan Kemahaan ALLAH SWT tanpa bisa berbuat
untuk dapat merasakan nikmatnya bertuhankan ALLAH SWT, atau jangan pernah kita
hanya mampu menjadi pengagum, jangan penah kita hanya mampu menjadi penggemar,
atas Kebesaran dan Kemahaan ALLAH SWT yang sudah begitu dekat dengan diri kita
tanpa kita bisa meraihnya, atau jangan pernah menjadikan diri kita hanya mampu
menjadi komentator dari Kemahaan dan Kebesaran
ALLAH SWT, yang hanya mengatakan nikmatnya bertuhankan ALLAH SWT, tanpa
bisa merasakan secara langsung nikmatnya bertuhankan ALLAH SWT. Untuk itu
kita harus bisa merasakan nikmatnya bertuhankan kepada ALLAH SWT saat hidup di
muka bumi dengan melaksanakan segala apa yang telah diperintahkan-Nya, atau
mampu melaksanakan Diinul Islam secara Kaffah selama hayat masih di kandung
badan.
4. HUBUNGAN
antara Pendekatan DZAT, Pendekatan SIFAT dan Pendekatan ASMAUL HUSNA.
Sekarang kita telah mengetahui tiga buah pendekatan dalam rangka untuk mengenal ALLAH SWT lebih dekat. Lalu apa yang harus kita lakukan dengan ketiga pendekatan tersebut? Jika kita berbicara, jika kita mengucapkan, jika kita mengemukakan, jika kita menyatakan, serta jika kita mengimani dan meyakini tentang ALLAH SWT, maka kita harus menyatakannya dalam satu kesatuan yang tidak terpisahkan antara Dzat ALLAH SWT, Sifat ALLAH SWT serta Asma ALLAH SWT. Adanya kondisi ini berarti Hubungan Dzat, Sifat dan Asma yang dimiliki oleh ALLAH SWT adalah satu kesatuan Pemahaman, satu kesatuan Pemikiran, satu kesatuan Pernyataan, satu kesatuan yang harus kita Imani dan Yakini secara utuh. Ini berarti ketentuan tentang Dzat ALLAH SWT, ketentuan tentang Sifat ALLAH SWT dan serta ketentuan tentang Asma ALLAH SWT tidak boleh dipisah-pisahkan, tidak boleh dikotak-kotakkan. Misalnya ketentuan tentang Dzat ALLAH SWT berdiri sendiri, ketentuan tentang Sifat ALLAH SWT berdiri sendiri, serta ketentuan tentang Asma ALLAH SWT berdiri sendiri.
Untuk memudahkan pemahaman tentang
apa yang kami kemukakan di atas, akan kami berikan contoh sebagai berikut: jika
ALLAH SWT mempunyai nama Ar Rakhman maka Ar Rakhman yang dimiliki oleh ALLAH
SWT pasti bersifat Baqa, bersifat Mukhalafah Lil Hawadish, bersifat Qiyamuhu
Binafsih, bersifat Wahdaniyah dan seterusnya sesuai dengan sifat Salbiyah yang
dimiliki-Nya yang kesemuanya saling berhubungan antara Sifat dan Asmaul Husna
yang lainnya. Demikian pula dengan sifat Baqa, jika ALLAH SWT memiliki sifat Baqa,
maka Baqa pula, sifat Ma’ani ALLAH SWT dan Baqa pula Asmaul Husna ALLAH SWT dan
Baqa pula sifat Salbiyah ALLAH SWT yang lainnya.
Selain daripada itu, untuk lebih meyakinkan diri kita tentang ALLAH SWT berikut akan kami kemukakan kembali sebuah pertanyaan yang mendasar, yaitu Wajibkah ALLAH SWT mempunyai Sifat dan Asmaul Husna? ALLAH SWT tidak wajib memiliki Sifat dan Asmaul Husna jika yang ada hanya ALLAH SWT semata. Akan tetapi setelah ALLAH SWT menciptakan langit dan bumi beserta isinya termasuknya di dalamnya menciptakan kekhalifahan di muka bumi maka ALLAH SWT mewajibkan dirinya sendiri memiliki Sifat dan Asmaul Husna. Lalu untuk siapakah Sifat dan Asmaul Husna yang dimiliki oleh ALLAH SWT itu, apakah untuk ALLAH SWT semata, ataukah untuk seluruh makhluk yang telah diciptakan-Nya? ALLAH SWT setelah menjadi Maha Pencipta maka ALLAH SWT telah mewajibkan bagi dirinya memiliki Sifat dan Asmaul Husna. Akan tetapi kepemilikan Sifat dan Asmaul Husna tersebut bukanlah untuk kepentingan ALLAH SWT karena ALLAH SWT sudah Maha dan akan Maha selamanya. Adanya kondisi ini berarti Sifat dan Asmaul Husna yang dimiliki oleh ALLAH SWT ditujukan dan diperuntukkan hanya untuk makhluk yang diciptakan ALLAH SWT termasuk untuk diri kita, sepanjang diri kita meminta hal itu kepada ALLAH SWT yang tentunya harus memenuhi segala apa yang dikehendaki ALLAH SWT. Lalu sudahkah kita semua menyadari hal ini semua sewaktu menjadi KHALIFAH di muka bumi, atau apakah kita memang tidak membutuhkan lagi pertolongan dari ALLAH SWT?
Selanjutnya akan kami kemukakan lagi beberapa hal yang sangat penting yang wajib pula kita jadikan keyakinan sewaktu menjalankan tugas sebagai KHALIFAH di muka bumi, dan juga pada saat diri kita menyebut, mengucapkan, menyatakan, Route to 1.6.7.99 is Route to ALLAH SWT, yaitu:
a. Sampai dengan kapanpun juga ALLAH SWT hanya Satu sebab
tidak ada tuhan-tuhan lain selain ALLAH SWT
yang ada di alam semesta ini.
b.
Jauh dekatnya ALLAH SWT dengan diri kita sangat tergantung dengan persangkaan kita kepada ALLAH
SWT, atau sejauh mana kita menyambungkan diri kepada ALLAH SWT, atau sejauh
mana kita menghubungkan diri kepada ALLAH SWT. Hal ini
dimungkinkan sebab yang jauh dari ALLAH SWT hanyalah Dzat-Nya karena berada di
Arsy, sedangkan Sifat Ma’ani dan Asmaul Husna ALLAH SWT itu sangat dekat
sehingga tidak terpisahkan dengan diri kita.
c. Kita diperbolehkan oleh ALLAH SWT untuk berdoa
dengan mempergunakan nama-Nya yang indah (Asmaul Husna), akan tetapi tidak
dengan ukuran-ukuran tertentu, atau tidak dengan jumlah yang akan diucapkan
atau yang dibaca sebab kita bukan sesuatu yang dapat memerintahkan ALLAH SWT untuk menolong, membantu diri kita
melalui bacaan yang kita baca.
d.
Ke-esaan ALLAH SWT, Kemahaan ALLAH SWT, Kebesaran
ALLAH SWT yang termaktub di dalam Asmaul Husna tidak ada hubungannya baik
langsung maupun tidak langsung dengan Jumlah dan bilangan tertentu yang kita
baca.
e. Ke-esaan ALLAH SWT, Kemahaan ALLAH
SWT, Kebesaran ALLAH SWT yang termaktub di dalam Asmaul Husna harus
ditempatkan, harus diletakkan, harus didudukkan sesuai dengan Keesaan, Kemahaan
dan Kebesaran ALLAH SWT itu sendiri.
f. Tidak ada
guna dan manfaatnya jika ALLAH SWT yang kita seru, ALLAH SWT yang kita
panggil dan ALLAH SWT yang kita sebut dengan mempergunakan nama-Nya yang indah
(Asmaul Husna) jika yang dipanggil, yang diseru, yang disebut hanya diam saja,
tidak mau menengok, tidak mau mendengar, atau bahkan ALLAH SWT menganggap angin
lalu saja seluruh seruan dan seluruh panggilan yang kita lakukan.
g. Agar seruan, panggilan, yang kita
lakukan kepada ALLAH SWT melalui Asmaul Husna didengar dan dijawab, kita harus
terlebih dahulu menyamakan gelombang, menyamakan saluran, menyamakan persepsi,
menyamakan kriteria antara penyeru atau pemanggil dengan yang diseru atau yang
dipanggil. Tanpa adanya pemenuhan Syarat dan Ketentuan yang
kita penuhi terlebih dahulu maka usaha kita untuk memanggil, menyeru, menyebut
tidak akan pernah berhasil.
Sebagai KHALIFAH yang sedang menumpang di langit di bumi yang tidak pernah kita ciptakan, kita harus sadar dengan sesadar-sadarnya bahwa antara diri kita dengan ALLAH SWT tidak akan mungkin sejajar kedudukannya. Untuk itu jika kita merasa telah tahu diri, tahu siapa diri kita dan tahu siapa ALLAH SWT, maka sudah sepantasnya dan sepatutnya kita menjadi makhluk yang tahu diri sehingga mampu menempatkan ALLAH SWT sesuai dengan kemahaan dan kebesaran yang dimiliki-Nya serta mampu menempatkan diri kita sendiri sesuai dengan kepatutan sebagai makhluk yang menumpang di muka bumi yang diciptakan dan dimiliki oleh ALLAH SWT.
5. DIMANAKAH ALLAH SWT BERADA?
Sebelum kami membahas tentang dimanakah ALLAH SWT berada, perkenankan kami mengemukakan ilustrasi sebagai berikut: Ibukota Negara Republik Indonesia adalah Jakarta. Presiden Republik Indonesia berkedudukan di ibukota, yaitu di Istana Negara, Jakarta. Jika wilayah territorial Indonesia membentang dari Sabang sampai Merauke berarti daerah kekuasaan dan juga daerah pengawasan serta tanggung jawab dari Presiden Republik Indonesia seluas itu juga. Adanya kondisi seperti ini dapat dikatakan, walaupun secara phisik Presiden Republik Indonesia ada di Jakarta, namun secara kekuasaan, secara pengawasan dan secara tanggung jawab, Presiden Republik Indonesia ada dari Sabang sampai Merauke.
Timbul
pertanyaan adakah Presiden Republik Indonesia di kota Merauke atau di kota Sabang? Secara Phisik
Presiden Republik Indonesia tidak ada di kota Merauke ataupun di kota Sabang,
karena Presiden ada di Ibukota. Akan tetapi secara kekuasaan, secara tanggung
jawab, secara pengawasan, keberadaan Presiden Republik Indonesia ada pada
seantero wilayah teritoral Indonesia. Sekarang berapa jaraknya antara
Presiden Republik Indonesia dengan warganegara Indonesia? Secara Phisik
antara Presiden Republik Indonesia dengan warganegara Indonesia memiliki jarak,
semakin jauh dari ibukota semakin jauh jaraknya. Akan tetapi secara kekuasaan,
secara pengawasan dan secara tanggung jawab Presiden Republik Indonesia dengan
warganya sudah tidak berjarak lagi, sepanjang warganegara Indonesia mau
mengakui keberadaan Presiden Republik Indonesia.
Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy untuk mengatur segala urusan. tiada seorangpun yang akan memberi syafa'at kecuali sesudah ada izin-Nya. (Dzat) yang demikian Itulah Allah, Tuhan kamu, Maka sembahlah Dia. Maka Apakah kamu tidak mengambil pelajaran?
(surat Yunus (10)
ayat 3)
Selanjutnya jika Presiden Republik Indonesia saja bisa seperti itu dengan warganegara Indonesia, sekarang bagaimana dengan ALLAH SWT selaku pencipta dengan diri kita selaku ciptaan? Hal yang sama juga berlaku pada ALLAH SWT dengan diri kita yaitu Dzat ALLAH SWT beserta seluruh sifat Salbiyah yang dimiliki-Nya, sifat Ma’ani yang dimiliki-Nya serta dan Asmaul Husna yang dimiliki-Nya, semuanya ada bersemayam di tempat dan kedudukan ALLAH SWT, dalam hal ini Arsy. Apa dasarnya? Berdasarkan surat Yunus (10) ayat 3 yang kami kemukakan di atas, Dzat ALLAH SWT bersemayam di Arsy, atau ALLAH SWT berkedudukan tetap di Arsy dan melalui Arsy pula ALLAH SWT mengatur segala urusan yang menyangkut seluruh kepentingan makhluk yang diciptakannya, termasuk di dalamnya urusan diri kita dan urusan anak keturunan kita. Lalu dimanakah letaknya Arsy itu dan berapakah jaraknya Arsy itu dengan bumi yang saat ini sedang kita tempati?
malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan dalam sehari yang kadarnya limapuluh ribu tahun.[1510]
(surat Al Ma’aarij
(70) ayat 4)
[1510]
Maksudnya: malaikat-malaikat dan Jibril jika menghadap Tuhan memakan waktu satu
hari. apabila dilakukan oleh manusia, memakan waktu limapuluh ribu tahun.
Berdasarkan hadits Isra Mi’raj didapat keterangan Arsy itu berada di luar ciptaan ALLAH SWT (sehingga Dzat ALLAH SWT tidak berkedudukan yang sama dengan ciptaan-Nya), atau Arsy itu berada di atas Sidratul Muntaha (Sidratul Muntaha adalah suatu lapisan pemisah antara langit yang ke tujuh dengan Arsy) sehingga Arsy merupakan tempat yang paling tinggi dan disanalah Dzat Yang Maha Tinggi, yaitu ALLAH SWT bersemayam. Sedangkan berdasarkan surat Al Ma’aarij (70) ayat 4 dijelaskan bahwa jarak Arsy dengan bumi adalah sejauh lima puluh ribu tahun perjalanan. Adanya kondisi ini terlihat dengan jelas bahwa antara diri kita dengan tempat bersemayamnya Dzat ALLAH SWT memiliki jarak yang begitu jauh. Lalu sanggupkah manusia menuju Arsy, atau adakah teknologi transportasi yang dapat menjangkau ke Arsy?
Sekarang mari kita perhatikan dengan seksama keterangan yang ada pada surat Yunus (10) ayat 3 dibandingkan dengan keterangan yang ada pada surat Al Baqarah (2) ayat 186 dan surat Qaaf (50) ayat 16 tentang dimanakah ALLAH SWT berada? Jika kita perhatikan ketiga ayat yang kami kemukakan, akan terlihat dengan jelas ada sesuatu yang bersifat kontradiktif, atau ada sesuatu yang saling tidak berkesesuaian. Di satu sisi Dzat ALLAH SWT ada di Arsy, di lain sisi ALLAH SWT dijelaskan sangat dekat dengan diri kita, sehingga lebih dekat daripada urat leher kita. Timbul pertanyaan, kenapa bisa begini, apa ada yang salah dengan ALLAH SWT?
dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, Maka (jawablah), bahwasanya aku adalah dekat. aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.
(surat Al Baqarah (2)
ayat 186)
dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan
manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh
hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya,
hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya,
(surat Qaaf (50) ayat
16)_
Apa yang dikemukakan oleh ALLAH SWT tidak ada yang salah sama sekali, semuanya benar adanya. Hal ini dikarenakan surat Yunus (10) ayat 3 menerangkan yang ada di Arsy itu adalah tempat bersemayamnya Dzat ALLAH SWT, dalam hal ini seperti halnya Presiden Republik Indonesia yang berkedudukan tetap di Ibukota, yaitu di Istana Negara, Jakarta. Sedangkan surat Al Baqarah (2) ayat 186 dan surat Qaaf (50) ayat 16 yang kami kemukakan di atas, bukanlah menerangkan tentang tempat dan kedudukan dari Dzat ALLAH SWT. Akan tetapi menerangkan tentang begitu dekatnya sifat Ma’ani dari ALLAH SWT dan juga Asmaul Husna dari ALLAH SWT kepada diri kita. Sehingga kita semua sudah berada di dalam dan bersama kekuasaan ALLAH SWT, sehingga kita semua sudah berada di dalam dan bersama pertolongan ALLAH SWT, sehingga kita semua sudah berada di dalam dan bersama ilmu ALLAH SWT, yang pada akhirnya kita semua yang ada di muka bumi ini tidak bisa melepaskan diri dari sifat Ma’ani dan Asmaul Husna yang dimiliki ALLAH SWT.
Adanya kondisi ini menunjukkan kepada kita semua bahwa keberadaan dan ALLAH SWT ada di mana-mana, ada di seluruh apa-apa yang telah diciptakan ALLAH SWT, sehingga diri kitapun tidak bisa terlepas dari keberadaan ALLAH SWT jika dilihat dari sisi sifat Ma’ani dan Asmaul Husna yang dimiliki-Nya. Selanjutnya berdasarkan apa yang kami kemukakan di atas, kita dapat menyimpulkan 2(dua) hal penting tentang keberadaan ALLAH SWT ada dimana, yaitu:
1. ALLAH SWT berada di Arsy jika ditinjau dari sisi Dzat-Nya, hal ini tidak ubahnya dengan Presiden Republik Indonesia yang berkedudukan tetap di Ibukota, Jakarta. Adanya kondisi ini berarti antara diri kita dengan Dzat ALLAH SWT memiliki jarak yang mustahil dapat kita jangkau, terkecuali Nabi kita, Nabi Muhammad SAW yang pernah diundang langsung oleh ALLAH SWT.
2. ALLAH SWT ada berada dimana-mana,
atau ALLAH SWT ada bersama seluruh ciptaan-Nya sampai dengan kapanpun juga,
jika ditinjau dari sisi sifat Ma’ani yang dimiliki-Nya serta berdasarkan Asmaul
Husna yang termaktub di dalam Nama-Nama ALLAH SWT Yang Indah. Jika ini yang
terjadi maka kekuasaan ALLAH SWT akan
ada dimana-mana, pendengaran dan
penglihatan akan ada dimana-mana, tanggung jawab ALLAH SWT akan ada di
mana-mana, ilmu ALLAH SWT akan ada di mana-mana, kasih sayang ALLAH SWT akan
ada di mana-mana. Hal ini tidak ubahnya dengan kekuasaan, tanggung jawab
Presiden Republik Indonesia yang akan ada di seluruh teritorial Indonesia yaitu
dari Sabang sampai Merauke.
Sebagai KHALIFAH di muka bumi, sudah tahukah kita dengan kondisi ini, sudah mengertikah kita dengan kondisi ini, lalu sudahkah kita mampu menempatkan secara patut dan pantas dimana ALLAH SWT itu berada di dalam kehidupan kita sehari-hari?
Sekarang kita telah mengetahui keberadaan ALLAH SWT ada di mana, baik ditinjau dari sisi Dzat maupun dari sisi sifat Ma’ani dan Asmaul Husna yang dimiliki-Nya. Timbul pertanyaan, berjarakkah kebesaran dan kemahaan sifat Ma’ani dan Asmaul Husna yang dimiliki ALLAH SWT dengan diri kita, atau berjarakkah pendengaran dan penglihatan ALLAH SWT dengan diri kita, memiliki jarakkah pertolongan ALLAH SWT dengan diri kita, berjarakkah ilmu ALLAH SWT yang akan diberikan kepada diri kita dengan diri kita sendiri, atau memiliki jarakkah kasih sayang ALLAH SWT kepada diri kita? Seperti telah kita ketahui bersama bahwa setiap ciptaan yang telah diciptakan oleh ALLAH SWT tidak akan mungkin bisa dipisahkan dengan ALLAH SWT selaku penciptanya, karena setiap ciptaan diciptakan oleh ALLAH SWT berdasarkan adanya Kehendak, Kemampuan dan Ilmu yang dimiliki oleh ALLAH SWT.
Adanya kondisi ini berarti setiap ciptaan yang diciptakan
oleh ALLAH SWT merupakan Tanda-Tanda dari Kebesaran dan Kemahaan ALLAH SWT
serta dibalik ciptaan itu tersembunyi ALLAH SWT, sehingga disetiap ciptaan yang diciptakan oleh ALLAH
SWT pasti tidak bisa dilepaskan dari Kebesaran dan Kemahaan ALLAH SWT itu
sendiri. Lalu
bagaimana dengan diri kita? Hal yang samapun berlaku pada diri kita, yaitu diri
kita adalah ciptaan ALLAH SWT, dan diri kita juga adalah Tanda-Tanda dari
Kebesaran dan Kemahaan ALLAH SWT serta dibalik diri kita tersembunyi ALLAH SWT
sehingga kita juga tidak bisa melepaskan diri dari Kebesaran dan Kemahaan ALLAH
SWT. Selanjutnya jika ini adalah kondisi dasar dari ALLAH SWT kepada setiap
yang diciptakan-Nya berarti sampai dengan kapanpun juga Kebesaran dan Kemahaan
ALLAH SWT akan selalu menyertai diri kita dimanapun kita berada, atau kita sudah berada di dalam Kebesaran dan
Kemahaan ALLAH SWT kapanpun dan dimanapun juga.
Abu Hurairah ra,
berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta’ala berfirman: Aku selalu menurutkan
persangkaan hamba-Ku terhadap diri-Ku, jika berprasangka baik, maka ia dapat balasannya,
demikian pula bila ia berprasangka jahat, maka ia mendapat balasannya.
(HQR Ahmad, Muslim, Atthabarani, Ibn
Annajjar: 272:73)
Sekarang berjarak atau tidaknya Kebesaran dan Kemahaan ALLAH SWT, atau berjarak atau tidaknya kekuasaan, pertolongan, ilmu, kasih sayang ALLAH SWT kepada diri kita sangat tergantung kepada diri kita sendiri. Apa maksudnya? Jika kita mengacu kepada ketentuan hadits qudsi yang kami kemukakan di atas, persepsi kita, persangkaan kita, keyakinan kita sangat memegang peranan penting di dalam menentukan berjarak, atau tidaknya antara diri kita dengan kekuasaan ALLAH SWT, dengan pertolongan ALLAH SWT, dengan Ilmu ALLAH SWT, dengan kasih sayang dan dengan perlindungan ALLAH SWT, atau dengan ALLAH SWT itu sendiri (maksudnya bukan dengan Dzat ALLAH SWT). Sekarang pilihan jarak keberadaan ALLAH SWT kepada diri kita ada pada diri kita sendiri, atau diri kita sendirilah yang menentukan. Jika pilihan diri kita bahwa ALLAH SWT itu berjarak maka jangan pernah salahkan ALLAH SWT jika apa yang sudah diperuntukkan untuk diri kita semuanya akan berjarak dan jika pilihan diri kita bahwa ALLAH SWT tidak berjarak maka apa yang sudah diperuntukkan oleh ALLAH SWT untuk diri kita semuanya tidak berjarak lagi.
Sebagai KHALIFAH yang
sedang menumpang di langit dan di muka bumi ALLAH SWT, berhati-hatilah dengan
persepsi kepada ALLAH SWT, berhati-hatilah dengan persangkaan kita kepada ALLAH
SWT dan berhati-hatilah pula dengan keyakinan kita kepada ALLAH SWT, karena
jika kita salah menempatkan, atau salah menetapkan persepsi, persangkaan dan
keyakinan kita kepada ALLAH SWT maka apa yang seharusnya dapat kita peroleh
justru menjadi gagal karena ulah kita sendiri yang tidak mampu menempatkan dan
meletakkan Kemahaan dan Kebesaran ALLAH SWT ada di mana sehingga kita tidak
tahu ALLAH SWT ada dimana.
Selanjutnya ada hal penting lainnya yang harus kami kemukakan yaitu ALLAH SWT tidak Ghaib di alam dan Esa di alam. Apa maksudnya dan apa dasarnya?
Maka Sesungguhnya akan Kami kabarkan kepada mereka (apa-apa yang telah mereka perbuat), sedang (Kami) mengetahui (keadaan mereka), dan Kami sekali-kali tidak jauh (dari mereka).
(surat Al A’raaf (7)
ayat 7)
Berdasarkan surat Al A’raaf (7) ayat 7 yang kami kemukakan di atas,ALLAH SWT itu ada dan tidak pernah jauh dari makhluk-Nya. Sekarang bagaimana mungkin jika sampai ALLAH SWT tidak ada sedangkan segala apa yang diciptakan-Nya ada (maksudnya langit, bumi, udara, air, manusia, binatang, tumbuhan ada), atau apakah seluruh yang ada di alam semesta ini ada dengan sendirinya tanpa ada yang menciptakan? Adanya hal ini menunjukkan kepada diri kita bahwa keberadaan diri kita ada di muka bumi saat ini karena ALLAH SWT itu ada, atau karena adanya Kemampuan, Kehendak dan Ilmu ALLAH SWT maka langit dan bumi dengan segala isinya ada. Di lain sisi jika ALLAH SWT menampakkan diri kepada ciptaannya, maka hancur luluh lantahlah seluruh alam semesta ini karena tidak mampu menahan Kebesaran dan Kemahaan ALLAH SWT.
Dan
jika sekarang ada Tuhan lain selain ALLAH SWT di alam semesta ini, apakah
mungkin Tuhan lain itu memiliki sifat Salbiyah yang enam, sifat Ma’ani yang
tujuh dan Asmaul Husna yang termaktub di dalam 99 (sembilan puluh sembilan)
Nama-Nama ALLAH SWT Yang Indah? Yang pasti sampai dengan kapanpun juga hanya
ALLAH SWTlah satu-satunya Tuhan yang ada di alam semesta ini. Lalu apakah
Tuhan-Tuhan lain mampu menciptakan segala sesuatu seperti yang diciptakan oleh
ALLAH SWT, katakan menciptakan nyamuk seperti nyamuk yang diciptakan oleh ALLAH
SWT, atau menciptakan darah untuk manusia seperti darah yang diciptakan ALLAH SWT? Yang pasti sampai dengan kapanpun tidak akan
ada Tuhan lain yang mampu menciptakan nyamuk dan darah seperti nyamuk dan darah
yang diciptakan oleh ALLAH SWT.
Untuk itu jika kita bertemu, atau berjumpa dengan orang yang telah menyatakan dirinya Tuhan, atau jika ada orang yang mengaku-ngaku dirinya Tuhan, tolong buktikan apa yang dikatakannya tersebut dengan menyuruh orang tersebut menciptakan sesuatu seperti yang diciptakan oleh ALLAH SWT, apakah mereka mampu? Sekiranya Tuhan lain itu tidak mampu menciptakan Nyamuk seperti Nyamuk yang ALLAH SWT ciptakan, suruhlah Tuhan tersebut Taubat sebelum Malaikat Izrail datang melaksanakan tugasnya.
Hamba ALLAH SWT, sekarang ALLAH SWT sudah dekat dengan diri kita, atau ALLAH SWT sudah ada dimana-mana sehingga diri kita sudah berada dan bersama ALLAH SWT, lalu bisakah kita merasakan kedekatan dengan ALLAH SWT, atau adakah alat bantu yang ada pada diri kita guna merasakan kedekatan diri kita dengan ALLAH SWT? Sebelum kami menjawab pertanyaan ini, perkenankan kami mengemukakan hal berikut ini: Seperti kita ketahui bersama untuk dapat menikmati siaran televisi dengan baik, setiap pesawat televisi harus dilengkapi dengan antena yang baik pula. Hal ini dikarenakan antena memiliki fungsi untuk menerima siaran yang dipancarkan oleh stasiun televisi. Adanya kondisi ini menunjukkan kepada kita betapa pentingnya antena bagi televisi sehingga dengan adanya antena mampu memudahkan diri kita menikmati siaran televisi.
Sekarang bagaimana dengan diri kita, apakah di dalam diri kita ada alat bantu yang fungsinya seperti antena televisi sehingga mampu merasakan kedekatan diri kita dengan ALLAH SWT yang sudah begitu dekat dengan diri kita? Di dalam diri setiap manusia, tidak terkecuali dengan diri kita, juga memiliki alat bantu untuk merasakan kedekatan diri kita dengan ALLAH SWT. Apakah itu? Alat yang ada pada diri kita untuk merasakan keberadaan ALLAH SWT yang sudah dekat dengan diri kita adalah Hati. Timbul pertanyaan, hati yang mana, apakah Hati Ruhani ataukah Hati Jasmani, karena manusia terdiri dari Jasmani dan Ruhani?
Wahab
bin Munabih berkata: Allah ta’ala berirman: Sesungguhnya langit-langit dan bumi
tidak berdaya menjangkau-Ku. Aku telah dijangkau oleh Hati seorang Mukmin.
(HQR
Ahmad dari Wahab bin Munabbih. 272:32)
Hati jasmani tidak akan bisa menjangkau, atau merasakan kedekatan diri kita dengan ALLAH SWT. Hal ini dikarenakan hati Jasmani fungsinya bukan untuk itu, melainkan untuk: penawar racun; membunuh kuman; menguraikan sel-sel darah merah yang sudah rusak dalam sel-sel khusus yang disebut histiosit; memecah hemoglobin sel darah merah menjadi zat besi, globim dan hemin; menghasilkan enzim agrinasse yang berfungsi untuk mengurai asam amino arginin menjadi asam amino ornittin; menyimpan glikkogen, tembaga dan beberapa jenis vitamin; mengatur kadar gula dalam darah; mengubah provitamin A menjadi vitamin A; memproduksi zat antibody; Sebagai tempat pembentukan dan penguraian protein tertentu. Selanjutnya jika hati Jasmani tidak akan mampu menjangkau dan merasakan kedekatan diri kita dengan ALLAH SWT, maka Hati yang dapat merasakan, atau yang dapat menjangkau keberadaan ALLAH SWT adalah Hati Ruhani.
Apakah setiap Hati Ruhani manusia mampu merasakan keberadaan ALLAH SWT, atau apakah setiap Hati Ruhani mampu menjangkau, mampu merasakan kedekatan diri kita dengan ALLAH SWT? Berdasarkan Hadits Qudsi yang kami kemukakan di atas, tidak setiap Hati Ruhani manusia mampu menjangkau, mampu merasakan kedekatan dengan ALLAH SWT, atau tidak setiap Hati Ruhani mampu menjangkau kebesaran dan kemahaan ALLAH SWT. Jika ini keadaannya maka Hati Ruhani yang seperti apakah yang mampu melakukan itu semua?
Berdasarkan hadits di atas, hanya Hati Ruhani orang Mukmin (mukmin artinya beriman dan beramal shaleh) sajalah yang mampu menjangkau kebesaran dan kemahaan ALLAH SWT, atau hanya Hati Ruhani orang Mukmin adalah satu-satunya yang dapat merasakan Kebesaran dan Kemahaan sifat Ma’ani dan Asmaul Husna yang dimiliki oleh ALLAH SWT, atau Hati Ruhani orang Mukmin merupakan sarana, atau alat bantu bagi diri kita untuk merasakan secara sendiri-sendiri nikmatnya bertuhankan ALLAH SWT sepanjang hati manusia tersebut memenuhi syarat untuk itu.
Timbul pertanyaan baru, komponen di dalam Hati orang Mukmin yang manakah yang bisa menjangkau dan merasakan kebesaran dan kemahaan ALLAH SWT? Berdasarkan surat An Nahl (16) ayat 78 di bawah ini, setiap manusia tanpa terkecuali pasti memiliki apa yang dinamakan dengan Af’idah (atau perasaan), yang diberikan bersamaan dengan peniupan ruh ke dalam rahim dan juga bersamaan dengan pemberian pendengaran dan penglihatan. Lalu Af’idah ini diletakkan oleh ALLAH SWT dalam Hati Ruhani manusia. Sekarang apa hubungannya Af’idah dengan Hati orang Mukmin? Dalam kehidupan sehari-hari, hanya sesuatu yang sejenislah yang mampu bercampur satu dengan yang lainnya. Contohnya Air hanya bisa disatukan dengan Air. Air dan Minyak tidak akan bisa disatukan.
dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.
(surat An Nahl (16)
ayat 78)
Berdasarkan
kondisi ini maka hanya Af’idahlah yang bisa disambungkan untuk merasakan
nikmatnya bertuhankan ALLAH SWT. Hal ini dikarenakan Af’idah asalnya dari ALLAH
SWT sehingga dengan adanya kesamaan asal inilah maka Af’idah mampu menjangkau
Kebesaran dan Kemahaan ALLAH SWT. Dan jika sekarang diri kita memiliki Af’idah (atau perasaan)
maka melalui Af’idah inilah kita mampu merasakan rasa kedekatan diri kita
kepada ALLAH SWT, atau merasakan rasa bertuhankan kepada ALLAH SWT sepanjang
Hati Ruhani tempat diletakkannya Af’idah memenuhi syarat, dalam hal ini Hati
Ruhani orang Mukmin.
Adanya kondisi ini
berarti kedudukan
Hati Ruhani orang Mukmin dapat dikatakan lebih tinggi kedudukkannya
dibandingkan dengan langit dan bumi, karena langit dan bumi tidak akan mampu
menghalangi dengan cara apapun Hati Ruhani orang Mukmin untuk menjangkau, untuk
merasakan secara langsung kemahaan dan kebesaran ALLAH SWT dan juga karena
langit dan bumi tidak bisa menjangkau ALLAH SWT. Yang menjadi persoalan saat ini adalah
sudahkah Hati Ruhani diri kita memenuhi Syarat sebagai Hati Ruhani orang Mukmin
yang dikehendaki ALLAH SWT?
Timbul pertanyaan lagi, apakah Hati Ruhani orang Mukmin itu hanya sebagai tempat diletakkannya Af’idah (atau perasaan) yang berguna untuk merasakan rasa dari bertuhankan kepada ALLAH SWT, ataukah ada fungsi lain dari Hati Ruhani orang Mukmin? Hati Ruhani orang Mukmin banyak memiliki manfaat dan kegunaan bagi kepentingan manusia sebagai KHALIFAH di muka bumi. Apakah anda ingin mengetahuinya? Berikut ini akan kami kemukakan hal dimaksud, selanjutnya sangat tergantung kepada diri kita sendiri apakah mampu memanfaatkan dan mempergunakan Hati Ruhaninya sendiri dengan baik dan benar, yaitu:
a. Hati Ruhani merupakan tempat diletakkannya Akal oleh
ALLAH SWT sehingga dengan adanya Akal tersebut dapat membantu manusia untuk
berfikir, berbuat, berusaha, atau memudahkan manusia menjadi KHALIFAH di muka
bumi yang sekaligus Makhluk yang Terhormat.
Abu Hurairah r.a berkata: Nabi SAW. Bersabda; Allah ta’ala berfirman: Tatkala Allah SWT menciptakan akal, berfirmanlah Allah kepadanya: “Datanglah hai akal”; maka datanglah ia, kemudian diperintahkannya: Pergilah dan pergilah ia. Allah berfirman: Aku tidak menciptakan sesuatu makhluk yang lebih Aku cintai dari padamu. Dengan engkau Aku mengambil dan dengan engkau pula Aku memberi.
(R
Abdullah bin Ahmad dari Alhassan dan Aththabarani dari Abi Umamah, 272:269)
b.
Hati Ruhani merupakan tempat diletakkannya Rasa
Tenteram dan Ketentraman diri oleh ALLAH SWT sehingga manusia dapat merasakan
apa yang disebut dengan kebahagian hidup, atau ketenangan hidup atau adanya
ketenangan hati, yang disebut juga ketenangan bathin.
(yaitu) orang-orang yang beriman dan
hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan
mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.
(surat Ar
Ra’d (13) ayat 28)
c. Hati Ruhani merupakan tempat diletakkannya Pemahaman
oleh ALLAH SWT sehingga manusia dapat merasakan apa yang disebut dengan
mengerti ataupun memahami sebuah proses alam atau proses dinamika hidup dan
kehidupan, atau memahami arti dari kebesaran dan kemahaan ALLAH SWT yang telah
diperlihatkan dan ditunjukkan di alam semesta ini.
maka
apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang
dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka
dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang
buta, ialah hati yang di dalam dada.
(surat
Al Hajj (22) ayat 46)
Dan
sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan
manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami
(ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya
untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga
(tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak,
bahkan lebih sesat lagi.Mereka itulah orang-orang yang lalai.
(surat
Al A’raaf (7) ayat 179)
d. Hati Ruhani merupakan tempat diletakkannya Obat dan
Penyembuh bagi penyakit, atau pengobat rasa sedih, rasa gelisah, rasa gundah,
sehingga manusia dapat merasakan ketenangan bathin, atau merasakan rasa
kesembuhan dari suatu musibah ataupun bencana.
Rasulullah bersabda: Maukah aku tunjukkan kepada kalian mengenai
penyakit kalian dan obat untuk kalian? Bahwasanya penyakit kalian adalah
berbuat dosa, sedangkan obatnya adalah beristighfar.
(HR Dailami, dari
Anas bin Malik)
e. Hati Ruhani juga merupakan tempat diletakkannya titik-titik hitam, atau
noda-noda hitam atas setiap dosa yang pernah diperbuat oleh manusia.
Nabi SAW bersabda: Sesungguhnya bila seorang hamba melakukan dosa satu
kali, maka di dalam hatinya timbul satu titik noda hitam. Apabila ia berhenti
dari perbuatan dosanya dan memohon ampun serta bertobat, maka bersihlah
hatinya. Jika ia kembali berbuat dosa,maka bertambahlah hitamnya titik nodanya
itu sampai memenuhi hatinya.
(HR Ahmad, Tirmidzi,
Ibnu Majah, Nasa’I, Ibnu Hibban dan Hakim)
f.
Hati Ruhani merupakan tempat diletakkannya Cahaya
Ilahiah, atau Aura yang berasal dari ALLAH SWT atas segala perbuatan baik yang
telah diperbuat oleh manusia.
Maka
apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam
lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya)?
Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk
mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata.
(surat Az Zumar (39) ayat 22)
g. Hati Ruhani merupakan tempat diletakkannya petunjuk,
ilham, firasat yang berasal dari ALLAH
SWT, sehingga dengan adanya petunjuk, adanya ilham, adanya firasat, akan
memudahkan diri kita mengerjakan sesuatu pekerjaan, atau memecahkan persoalan
hidup, atau dengan adanya petunjuk ALLAH SWT dapat mensukseskan diri kita
menjadi KHALIFAH di muka bumi yang sekaligus Makhluk yang Terhormat.
Tidak
ada sesuatu musibahpun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah; Dan
barangsiapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada
hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
(surat
At Taghaabun (64) ayat 11)
Sudahkah kita mampu merasakan nikmatnya bertuhankan ALLAH SWT melalui Hati
Ruhani yang mampu menjangkau Kebesaran dan Kemahaan ALLAH SWT? Mudah-mudahan
diri kita selalu memperoleh kenikmatan bertuhankan kepada ALLAH SWT tidak hanya
sekali saja atau hanya sesekali saja. Namun kita harus bisa mendapatkan terus
dan terus kenikmatan tersebut selama hayat dikandung badan serta masyarakatpun
harus merasakan juga dampak positif dari apa yang telah kita peroleh dari ALLAH SWT.
Hati bagi Jasmani dan juga bagi Ruhani memiliki peranan yang sangat penting bagi tubuh kita dan juga bagi kesuksesan diri kita menjadi KHALIFAH yang sesuai dengan kehendak ALLAH SWT. Lalu ada berapakah jumlah Hati manusia itu? ALLAH SWT hanya menciptakan Hati manusia berjumlah satu, yaitu yang terletak di dalam rongga dada manusia. Hati yang terletak di dalam rongga dada itu berbentuk seperti segumpal daging, namun ia mempunyai fungsi yang sangat vital bagi kesehatan tubuh manusia. Terganggunya fungsi hati akan mengganggu fungsi dan keteraturan di dalam tubuh manusia yang pada akhirnya dapat menimbulkan penyakit, atau bahkan bisa mengakibatkan kematian. Hati yang ada di dalam rongga dada manusia yang berfungsi dan berhubungan dengan aktivitas tubuh manusia disebut juga dengan Hati Jasmani.
Allah
sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya; dan
Dia tidak menjadikan isteri-isterimu yang kamu zhihar itu sebagai ibumu, dan
Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang
demikian itu hanyalah perkataan di mulutmu saja. Dan Allah mengatakan yang
sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar).
(surat
Al Ahzab (33) ayat 4)
Selanjutnya
di Hati Jasmani tadi diletakkan Hati Ruhani oleh ALLAH SWT, yaitu tempat
diletakkannya perasaan, alat untuk menjangkau dan berkomunikasi dengan ALLAH
SWT, pengobat dan penawar sakit serta alat untuk menerima petunjuk dari ALLAH
SWT. Adanya kondisi Ini berarti bahwa Hati manusia mempunyai fungsi ganda
yaitu sebagai bagian dari anggota tubuh disebut juga Hati Jasmani dan sebagai
sarana bagi manusia untuk berhubungan dengan ALLAH SWT yang disebut juga Hati
Ruhani.
Sekarang
kita telah mengetahui dengan pasti bahwa banyak manfaat dan kegunaan yang
diletakkan ALLAH SWT di dalam Hati, baik Hati Jasmani maupun Hati Ruhani. Adanya
kondisi ini maka Hati Ruhani dapat dikatakan sebagai Raja bagi diri manusia.
Jika Raja itu baik maka baiklah diri manusia dan jika Raja itu rusak maka
rusaklah diri manusia. Untuk itu kita harus mampu mempergunakan,
atau mampu mendayagunakan Hati Jasmani dan Hati Ruhani sesuai dengan
peruntukannya, atau sesuai dengan syarat dan ketentuan yang telah ALLAH SWT
berikan. Sehingga kita bisa selamat di dalam hidup dan kehidupan, atau dapat
menjadikan diri kita sukses menjadi KHALIFAH di muka bumi yang sekaligus
Makhluk yang Terhormat.
Sebagai Khalifah di muka bumi, fungsikanlah Hati Jasmani dan Ruhani sesuai dengan peruntukkannya, tempatkanlah Hati Ruhani sesuai dengan kodrat dan fitrahnya, peliharalah Hati Jasmani dan Ruhani sesuai dengan kehendak ALLAH SWT dan jangan pernah sekalipun sembarangan mempergunakan Hati Jasmani maupun Hati Ruhani. Terkecuali jika kita tidak membutuhkan apapun dari ALLAH SWT melalui Hati Ruhani, kita sudah tidak ingin sehat lagi saat hidup di dunia.
Dalam
rangka mengenal ALLAH SWT secara lebih mendalam lagi, ada baiknya kita
mempelajari keadaan atau posisi ALLAH
SWT kepada diri kita, yang dilanjutkan
dengan apa yang ALLAH SWT perbuat kepada diri kita. Hal ini penting kami
kemukakan dalam rangka menghantarkan diri kita kepada Ma’rifatullah selama diri
kita melaksanakan tugas sebagai KHALIFAH di muka bumi, atau selama hayat masih
di kandung badan, yaitu :
a.
ALLAH SWT berada di sekeliling
diri kita
Berdasarkan hadits qudsi di bawah ini, ALLAH SWT ada di belakang kita,
ALLAH SWT ada di depan kita, ALLAH SWT ada di sebelah kanan kita, serta ALLAH
SWT ada di sebelah kiri kita. Adanya kondisi ini berarti kita semua sudah
berada di dalam kekuasaan ALLAH SWT, kita semua sudah berada di dalam
pengawasan ALLAH SWT, atau kita semua sudah berada bersama ALLAH SWT sehingga
kita tidak bisa melepaskan diri dari ALLAH SWT.
Tsauban ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Nabi Musa berdoa: Ya Rabbi, Dekatkah Engkau untuk saya bercakap-cakap atau jauhkah untuk saya panggil? Saya merasakan dan mendengarkan suara-Mu yang merdu, namun tidak bisa melihat-Mu, dimanakah Engkau? Allah berfirman: “Aku berada di belakangmu, di depanmu, di sebelah kananmu, dan di sebelah kirimu”. Wahai Musa, Aku teman hamba-Ku di waktu ia menyebut nama-Ku dan Aku bersama dia bila dia berdoa kepada-Ku”.
(HQR Addailami; 272:254)
Lalu apanya yang ada didekat diri kita, atau yang ada bersama diri kita? Yang ada didekat diri kita, yang ada bersama diri kita bukanlah Dzat ALLAH SWT. Akan tetapi yang dekat dengan diri kita, yang bersama diri kita dan yang tidak berjarak lagi dengan diri kita adalah sifat Ma’ani ALLAH SWT yang 7(tujuh) serta Asmaul Husna yang berjumlah 99 (sembilan puluh sembilan), yang kesemuanya sudah diperuntukkan untuk seluruh makhluk yang diciptakan ALLAH SWT, termasuk diperuntukkan untuk diri kita.
Jika hal ini adalah kondisi dasar ALLAH SWT kepada diri kita, apakah kita akan meminta pertolongan kepada selain ALLAH SWT jika kita mengalami cobaan atau musibah, atau apakah kita akan meminta petunjuk kepada selain ALLAH SWT jika kita mengalami kebuntuan pikiran, atau justru meminta bantuan kepada Syaitan yang keberadaannya juga tidak berjarak dengan diri kita? Jika kita termasuk orang yang telah Tahu Diri, yaitu Tahu siapa diri kita yang sebenarnya dan Tahu siapa ALLAH SWT yang sebenarnya, maka sudah sepatutnya diri kita meminta pertolongan dan meminta petunjuk kepada ALLAH SWT semata. Sekarang tergantung diri kita apakah yang sudah dekat dan bersama diri kita ini kita jadikan berjarak?
b. ALLAH
SWT berada dimanapun diri kita berada
Berdasarkan surat Al Hadiid (57) ayat 4 yang kami kemukakan di bawah ini, ALLAH SWT menyatakan selalu berada di manapun diri kita berada, atau sepanjang diri kita masih bernaung dan menjadi tamu di langit dan di bumi yang diciptakan dan yang dimiliki ALLAH SWT maka pasti ALLAH SWT akan selalu bersama diri kita dimanapun kita berada. Hal yang harus kita ingat adalah yang bersama dengan diri kita adalah bukanlah Dzat ALLAH SWT, akan tetapi yang selalu bersama diri kita adalah sifat Ma’ani ALLAH SWT yang tujuh dan Asmaul Husna yang berjumlah sembilan puluh sembilan.
Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa: kemudian Dia bersemayam di atas ´arsy[1453] Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepada-Nya [1454]. dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. dan Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.
(surat Al Hadiid (57) ayat 4)
[1453] Bersemayam di atas 'Arsy ialah satu sifat
Allah yang wajib kita imani, sesuai dengan kebesaran Allah dsan kesucian-Nya.
[1454] Yang dimaksud dengan yang naik kepada-Nya
antara lain amal-amal dan do´a-do´a hamba.
Adanya
kondisi ini berarti dimanapun kita berada, dalam kondisi apapun kita, kita
dapat berkomunikasi dengan ALLAH SWT, kita dapat meminta pertolongan kepada
ALLAH SWT, kita dapat meminta petunjuk kepada
ALLAH SWT, dengan catatan sepanjang diri kita mau dan mampu menempatkan
ALLAH SWT adalah satu-satunya Tuhan yang berhak disembah. Sebagai KHALIFAH di
muka bumi, apakah kondisi ALLAH SWT yang sudah bersama diri kita dimanapun kita
berada, akan kita acuhkan begitu saja, atau apakah segala fasilitas yang telah
dipersiapkan oleh ALLAH SWT untuk diri kita kita sia-siakan berlalu, atau
apakah segala kesempatan dari ALLAH SWT berlalu begitu saja sehingga kita
justru beralih meminta bantuan kepada Syaitan yang juga sudah dekat dengan diri
kita, atau apakah memang kita tidak butuh lagi dengan ALLAH SWT karena merasa
sudah hebat?
c.
ALLAH SWT mengatahui apapun yang
ada di langit dan yang ada di bumi.
Berdasarkan surat Ali Imran (3) ayat 5 dan surat Al An’am (6) ayat 59 yang kami kemukakan di bawah ini, ALLAH SWT selaku pencipta dan pemilik dari alam semesta ini, pasti mengetahui apapun juga yang ada di langit dan yang ada di bumi sepanjang semuanya diciptakan oleh ALLAH SWT. Jika ini kondisinya berarti ALLAH SWT adalah Yang Maha Tahu, Yang Maha Mengerti, Yang Maha Ahli dari apa-apa yang diciptakannya, termasuk di dalamnya Yang Maha Ahli tentang diri kita, tentang anak dan keturunan kita, tentang Syaitan dan tentang Ahwa.
Sesungguhnya
bagi Allah tidak ada satupun yang tersembunyi di bumi dan tidak (pula) di
langit.
(surat
Ali Imran (3) ayat 5)
Jika ini adalah kondisi dasar dari ALLAH SWT kepada
seluruh apa yang diciptakan-Nya, lalu bagaimana sikap kita kepada ALLAH SWT
jika kita mengalami persoalan hidup? Hal yang harus kita lakukan adalah meminta
pertolongan langsung kepada ALLAH SWT
tanpa perantara, karena sampai dengan
kapanpun juga hanya ALLAH SWT sajalah Yang Maha Tahu, Yang Maha Ahli, dan yang
mengerti tentang diri kita. Sekarang alangkah naifnya, alangkah lucunya, jika
sampai diri kita meminta pertolongan kepada selain ALLAH SWT, yang tentunya
bukan ahlinya tentang diri kita, hal ini tidak bedanya jika mobil Toyota yang
kita miliki rusak yang kita panggil untuk memperbaiki adalah teknisi mobil
Mercedec Benz.
dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)"
(surat Al An’aam (6)
ayat 59)
Inilah ironi yang sering terjadi di dalam kehidupan kita sehari-hari, yaitu sudah jelas bahwa hanya ALLAH SWT saja yang mampu menolong diri kita, tetapi ALLAH SWT justru yang kita tinggalkan, atau justru ALLAH SWT tidak kita yakini mampu untuk menolong diri kita, atau malah kita berseberangan dengan ALLAH SWT. Hasil akhir dari ini semua adalah ALLAH SWT pasti tidak akan pernah mau menolong diri kita. Selanjutnya dapatkah kita mengalahkan Syaitan yang jumlahnya sudah melebihi jumlah manusia dan juga mengalahkan Ahwa seorang diri? Jika sampai diri kita melakukan hal ini berarti kita merasa sudah paling tahu dan yang paling mengerti tentang Syaitan dan juga Ahwa sehingga sudah tidak membutuhkan lagi ALLAH SWT.
d. ALLAH
SWT menyaksikan dan memperhatikan diri kita dimanapun kita berada.
Berdasarkan surat Al Mujaadilah (58) ayat 7 yang kami kemukakan di bawah ini, ALLAH SWT selaku pencipta dan pemilik dari alam semesta ini telah menyatakan dengan tegas bahwa ALLAH SWT mampu menyaksikan diri kita dimanapun diri kita berada.Jika ini adalah kondisi dasar ALLAH SWT kepada diri kita, kemanakah kita akan bersembunyi, kemanakah kita akan lari? Untuk itu renungkanlah sekali lagi jika kita ingin berbuat sesuatu hal yang berada di dalam koridor Nilai-Nilai Keburukan yang paling sesuai dengan kehendak Syaitan sang laknatullah, karena ALLAH SWT dapat dipastikan mampu menyaksikan apa yang kita lakukan.
tidakkah kamu perhatikan, bahwa Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi? tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah keempatnya. dan tiada (pembicaraan antara) lima orang, melainkan Dia-lah keenamnya. dan tiada (pula) pembicaraan antara jumlah yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia berada bersama mereka di manapun mereka berada. kemudian Dia akan memberitahukan kepada mereka pada hari kiamat apa yang telah mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.
(surat Al Mujaadilah
(58) ayat 7)
Sebagai KHALIFAH di muka bumi, jangan sampai diri kita merasa aman tidak akan diketahui oleh ALLAH SWT jika berbuat korupsi, jika menipu, atau merasa aman mengambil hak orang lain baik sendiri-sendiri ataupun berjamaah. Ingat ALLAH SWT pasti mengetahui apa yang kita perbuat. Apa buktinya? Berdasarkan surat Thaahaa (20) ayat 46 dibawah ini, ALLAH SWT dengan tegas menyatakan “Aku Mendengar dan Aku Melihat”, apa yang dilakukan oleh setiap manusia.
Allah berfirman: "Janganlah kamu berdua khawatir, Sesungguhnya aku beserta kamu berdua, aku mendengar dan melihat".
(surat Thaahaa (20) ayat 46)
Jika saat ini kita sudah tidak malu-malu lagi mengambil hak
orang lain melalui korupsi, melalui kolusi dan melalui nepotisme karena merasa
ALLAH SWT tidak tahu dengan apa yang kita perbuat, ada baiknya kita belajar
kepada kucing yang malu jika mengambil makanan dengan cara mencuri, atau
carilah bumi dan langit lain diciptakan oleh selain ALLAH SWT sehingga bebas
berbuat sekehendak hati kita. Sekarang siapakah yang lebih tahu
diri dan tahu malu, antara kucing dengan manusia yang melakukan korupsi, kolusi
dan nepotisme saat hidup di muka bumi ini?
e.
ALLAH SWT mengetahui setiap
bisikan hati kita.
Berdasarkan surat Qaaf (50) ayat 16 yang kami kemukakan di bawah ini, ALLAH SWT selaku pencipta dan pemilik dari kekhalifaan di muka bumi, sangat hebat sifat Ma’ani yamh dimiliki-Nya sampai-sampai mampu mengetahui setiap bisikan hati diri kita. Adanya kondisi ini mengharuskan diri kita agar selalu berhati-hati di dalam mempergunakan Iradat (kehendak) yang diletakkan di dalam Hati Ruhani karena setiap hasil akhir dari Iradat yang keluar dari Hati Ruhani baik yang jelek, ataupun yang bagus pasti diketahui oleh ALLAH SWT.
dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya,
(surat Qaaf (50) ayat 16)
Agar diri kita mampu mempertanggung jawabkan Iradat yang telah diberikan oleh ALLAH SWT, maka kita harus mampu mempergunakan, mampu memanfaatkan, Iradat (kehendak) atau bisikan yang keluar dari Hati Ruhani harus selalu sesuai dengan Nilai-Nilai Kebaikan yang sesuai dengan kehendak ALLAH SWT, terkecuali jika kita mampu mempertanggung jawabkan Iradat yang berasal dari ALLAH SWT di hari berhisab kelak.
f. ALLAH SWT
mengabulkan doa kita jika dilakukan tanpa perantara.
Berdasarkan surat Al Baqarah (2) ayat 186 yang kami kemukakan di bawah ini, ALLAH SWT dengan tegas menyatakan akan mengabulkan doa yang dimohonkan kepada ALLAH SWT secara langsung tanpa melalui perantara.
dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, Maka (jawablah), bahwasanya aku adalah dekat. aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.
(surat Al Baqarah (2) ayat
186)
Adanya kondisi ini
menunjukkan kepada diri kita bahwa ALLAH SWT siap bertanggung jawab kepada diri
kita yang telah diutusnya ke muka bumi, atau ALLAH SWT siap membuktikan untuk
menolong, untuk membantu, serta siap menjadi Tuhan bagi setiap hamba-Nya yang
mau ditolong, yang mau dibantu oleh ALLAH SWT. Selajutnya agar doa dan
permohonan yang kita ajukan kepada ALLAH SWT dapat dikabulkan, syaratnya ada 3
(tiga) yaitu kita diwajibkan oleh ALLAH SWT untuk mematuhi segala apa yang
telah diperintahkannya, yang dilanjutkan beriman kepada ALLAH SWT serta selalu
berada di dalam kebenaran. Sebagai KHALIFAH di muka bumi, sudahkah syarat
dan ketentuan ini kita penuhi sebelum mengajukan doa dan permohonan kepada
ALLAH SWT?
Selanjutnya dalam rangka menambah wawasan tentang dimana ALLAH SWT, ada baiknya kita perhatikan dengan seksama hadits yang kami kemukakan di bawah ini.
Abu Hurairah ra, meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Pada hari kiamat, Allah SWT berfirman’ Wahai anak Adam, Aku sedang sakit, kenapa kamu tidak menjenguk-Ku. Anak Adam menjawab “ Wahai Tuhan, bagaimana hamba bisa menjenguk-Mu, sedangkan Engkau adalah Tuhan semesta alam? Allah berkata. “ Apakah kamu tidak menyadari jika hamba-Ku, fulan, sedang sakit tapikamu tidak mau menjenguknya? Apakah kamu tidak mengetahui, seadainya kamu menjenguknya, kamu akan mendapatkan-Ku sedang bersamanya?
Allah berkata lahi, “Wahai anak Adam, Aku meminta
makanan kepadamu, tapi mengapa kamu tidak memberi-Ku makanan? Anak Adam
menjawab, Wahai Tuhan, bagaimana hamba bisa memberi makanan, sedangkan Engkau
adalah Tuhan semesta alam?” Allah berkata, Apakah kamu tidak menyadari, ketika
ada hamba-Ku yang meminta makanan kepadamu, tapi kamu tidak mau memberinya
makanan? Apakah kamu tidak mengetahui, seandainya kamu memberinya makanan
niscaya kamu akan mendapatkan itu di sisi-Ku? Allah berkata lagi, “Wahai anak
Adam, Aku meminta minum kepadamu, tapi kamu tidak memberi-Ku minuman? Anak Adam
menjawab, “Wahai Tuhan, bagaimana hamba
bisa memberi-Mu minum, sedangkan Engkau adalah Tuhan semesta alam? Allah
berkata, salah seorang hamba-Ku meminta minum kepadamu tapi kamu tidak
memberinya minun, Apakah kamu tidak mengetahui, seadainya kamu memberinya minum
niscaya kamu mendapatkan itu disisi-Ku.
(HR Muslim, shahih)
Berdasarkan
hadits yang kami kemukakan di atas, ALLAH SWT berada di tengah-tengah orang
yang sedang sakit, sedang kelaparan, sedang kehausan. Dan jika ini kondisinya
maka jika kita ingin bertemu atau menemui ALLAH SWT maka kita harus menjenguk
orang sakit, kita harus memberi orang makan, kita harus memberi orang minum,
atau dengan kata lain kita harus berbuat kebaikan kepada sesama manusia, karena
bersama orang sakit, berasam orang kelaparan, bersama orang kehausan ada ALLAH
SWT. Sebagai KHALIFAH di muka bumi sudahkah kita selalu berusaha untuk membantu
sesama di dalam kerangka bertemu dan menemui ALLAH SWT?
Hamba ALLAH SWT, dari apa-apa yang kami kemukakan tentang ALLAH SWT di atas, semuanya sangat tergantung bagaimana diri kita menyikapinya, dan yang pasti adalah ALLAH SWT tidak butuh dengan diri kita, akan tetapi kitalah yang butuh dengan ALLAH SWT. Untuk segeralah tentukan sikap yang pasti terhadap ALLAH SWT, sebelum semuanya terlambat, karena kita tidak tahu kapan Malaikat Izrail datang melaksanakan tugasnya kepada diri kita.
\
7. Keberpihakan
ALLAH SWT kepada Orang Mukmin
Di dalam sub bab ini kami ingin mengajak semua orang yang telah membaca dan mempelajari buku ini, untuk merenung selama hayat masih dikandung badan tentang begitu banyaknya keberpihakan ALLAH SWT kepada setiap orang mukmin yang ada di muka bumi ini, termasuk di dalamnya keberpihakan kepada diri kita serta keberpihakan kepada anak keturunan kita. Hal ini penting kami kemukakan karena masih banyak orang yang tidak tahu tentang hal ini, atau masih banyak juga orang yang sudah tahu tentang hal ini tetapi mereka tidak pernah sampai dengan Haqqul Yakin tentang hal ini. Apa maksudnya dan apa dasarnya? Seperti telah kita ketahui bersama bahwa setiap manusia yang ada di muka bumi ini, dapat dipastikan ia adalah KHALIFAH di muka bumi, atau ia adalah perpanjangan tangan ALLAH SWT di muka bumi, atau ia adalah Wakil ALLAH SWT di muka bumi.
Sekarang jika kita berbicara tentang Kekhalifahan di muka bumi, maka akan ada dua pihak yang terlibat, yaitu ALLAH SWT selaku pengutus atau pencipta KHALIFAH serta manusia yang dijadikan KHALIFAH di muka bumi. ALLAH SWT selaku pengutus manusia tentu tidak begitu saja menjadikan manusia yang akan dijadikannya KHALIFAH, karena hal ini menyangkut pula dengan Kemahaan dan Kebesaran ALLAH SWT itu sendiri.
Untuk itu mari kita perhatikan dengan seksama tentang Kemahaan dan Kebesaran ALLAH SWT yang terdapat pada perpanjangan tangan-Nya yang ada di muka bumi ini. Untuk itu perhatikanlah keadaan diri kita sendiri, yang terdiri dari Ruhani dan Jasmani. Dimana Ruhani asalnya dari Nur ALLAH SWT dan sedangkan Jasmani asalnya dari saripati tanah serta di dalam Jasmani terdapat organ-organ tubuh yang begitu hebat lagi dasyat. Akan tetapi ALLAH SWT selaku pengutus diri kita ke muka bumi, ALLAH SWT tidak hanya memberikan Jasmani dan Ruhani semata, kita juga juga diberikan Amanah 7 yang berasal dari sifat Ma’ani ALLAH SWT dan kita juga diberikan Sibghah dari Asmaul Husna serta Hati Ruhani tempat diletakkannya Af’idah dan Akal dan juga diberikan Hubbul sebagai motor penggerak bagi diri kita untuk berbuat dan bertindak saat menjadi KHALIFAH di muka bumi serta ALLAH SWT juga menciptakan Diinul Islam yang berasal dari fitrah-Nya sendiri untuk kepentingan diri kita saat hidup di muka bumi. Apakah sudah cukup?
Ternyata
belum, ALLAH SWT juga masih memberikan kepada kita suatu bentuk dukungan yang
begitu besar dalam rangka mensukseskan diri kita menjadi KHALIFAH di muka bumi,
yaitu dalam bentuk keberpihakan ALLAH SWT kepada setiap KHALIFAH-Nya yang
memenuhi Syarat dan Ketentuan sebagai orang mukmin. Adanya keberpihakan ALLAH
SWT kepada orang mukmin menunjukkan bahwa ALLAH SWT berkehendak kepada diri
kita agar diri kita mampu melaksanakan tugas sebagai KHALIFAH di muka bumi yang
sekaligus menjadi Makhluk yang Terhormat, sehingga mampu pulang ke Tempat yang
Terhormat dengan cara yang Terhormat untuk bertemu dengan Yang Maha Terhormat,
dalam suasana yang saling hormat menghormati.
Untuk
mempertegas keberpihakan ALLAH SWT kepada orang mukmin, berikut ini akan kami
kemukakan bentuk-bentuk dari keberpihakan ALLAH SWT kepada orang mukmin, yaitu:
1. Keberpihakan
ALLAH SWT kepada orang Mukmin Berdasarkan Al-Qur’an.
Berikut ini akan kami kemukakan 8 (delapan) bentuk dari keberpihakan ALLAH SWT kepada setiap orang mukmin yang ada di muka bumi ini tanpa terkecuali, yang kesemuanya sudah dikemukakan oleh ALLAH SWT di dalam Al-Qur’an, yaitu:
a. Dilindungi dari penipuan dan pengkhianatan
Berdasarkan surat Al Anfaal (8) ayat 61-62 di bawah ini, ALLAH SWT akan selalu memberikan perlindungan kepada setiap orang mukmin dari segala bentuk penipuan, dari segala bentuk pengkhianatan serta orang mukmin akan selalu dibimbing oleh ALLAH SWT untuk selalu condong di dalam perdamaian.
dan jika mereka condong kepada perdamaian, Maka condonglah kepadanya dan bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah yang Maha mendengar lagi Maha mengetahui.dan jika mereka bermaksud menipumu, Maka Sesungguhnya cukuplah Allah (menjadi pelindungmu). Dialah yang memperkuatmu dengan pertolongan-Nya dan dengan Para mukmin,
(surat Al Anfaal (8)
ayat 61-62)
b. ALLAH SWT menjadi wali atau pelindung
Berdasarkan surat Ali Imran (3) ayat 68 di bawah ini, ALLAH SWT akan menjadi wali atau pelindung bagi setiap orang yang mukmin, atau ALLAH SWT akan menjadi pelindung dan penjaga bagi setiap orang beriman dan beramal shaleh, tanpa terkecuali.
Sesungguhnya orang yang paling dekat kepada Ibrahim
ialah orang-orang yang mengikutinya dan Nabi ini (Muhammad), beserta
orang-orang yang beriman (kepada Muhammad), dan Allah adalah pelindung semua
orang-orang yang beriman.
(surat Ali Imran (3) ayat 68)
c. Hatinya
diteguhkan dengan Iman dan diberikan ketenangan
Berdasarkan
surat Al Fath (43) ayat 4 ayat 26 yang kami kemukakan di bawah ini, ALLAH SWT
menurunkan ketenangan bathin kepada setiap orang mukmin serta hatinya
diteguhkan, atau ditambahkan keimanan yang ada di dalam diri.
Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada). dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi[1394] dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana,
(surat Al Fath (48) ayat 4)
[1394] Yang dimaksud dengan tentara langit dan bumi
ialah penolong yang dijadikan Allah untuk orang-orang mukmin seperti
malaikat-malaikat, binatang-binatang, angin taufan dan sebagainya,
ketika orang-orang kafir menanamkan dalam hati mereka kesombongan (yaitu) kesombongan Jahiliyah lalu Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya, dan kepada orang-orang mukmin dan Allah mewajibkan kepada mereka kalimat-takwa[1404] dan adalah mereka berhak dengan kalimat takwa itu dan patut memilikinya. dan adalah Allah Maha mengetahui segala sesuatu.
(surat Al Fath (48) ayat 26)
[1404] Kalimat takwa ialah kalimat tauhid dan
memurnikan ketaatan kepada Allah.
Sedangkan
bagi orang kafir, atau bagi orang yang tiak mau beriman, akan ditanamkan dalam
hati mereka yaitu sifat kesombongan jahiliyah, sehingga hidup yang dijalaninya
tidak pernah merasakan adanya kedamaian.
d. Diselamatkan
dari anak durhaka
Berdasarkan surat Al Kahfi (18) ayat 80-81 yang kami kemukakan di bawah ini, ALLAH SWT akan menyelamatkan diri kita dari anak durhaka, atau anak yang tidak mau berbakti kepada diri kita selaku orang tua, sepanjang diri kita masuk dalam kategori orang mukmin.
dan Adapun anak muda itu, Maka keduanya adalah orang-orang mukmin, dan Kami khawatir bahwa Dia akan mendorong kedua orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran. dan Kami menghendaki, supaya Tuhan mereka mengganti bagi mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu dan lebih dalam kasih sayangnya (kepada ibu bapaknya).
(surat Al Kahfi (18) ayat 80-81)
Adanya kondisi di atas ini, menunjukkan kepada diri kita jika kita mampu menjadi orang mukmin maka modal awal untuk mencipatakan keluarga sakinah sudah kita miliki.
e. Dikurniai,
disucikan dan diajar oleh ALLAH SWT
Berdasarkan surat Ali Imran (3) ayat 164 yang kami kemukakan di bawah ini, ALLAH SWT akan memberikan karunianya kepada diri kita, sepanjang diri kita beriman dan beramal shaleh, yang dilanjutkan ALLAH SWT juga akan membersihkan jiwa kita serta mengajarkan diri kita Al kitab dan Al hikmah.
sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang Rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al kitab dan Al hikmah. dan Sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.
(surat Ali Imran (3) ayat 164)
f. Ditinggikan
derajatnya
Berdasarkan
surat Al Anfaal (8) ayat 4 yang kami kemukakan di bawah ini, ALLAH SWT akan
meninggikan derajat orang yang beriman dan beramal shaleh serta memberikan
rezeki dan nikmat yang mulia.
Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya.
mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan
serta rezki (nikmat) yang mulia.
(surat Al Anfaal (8) ayat 4)
g. Dibantu oleh tentara ALLAH SWT
Berdasarkan surat At Taubah (9) ayat 26 yang kami kemukakan di bawah ini, ALLAH SWT akan menolong orang beriman dan beramal shaleh melalui bala tentara-Nya yang tidak dapat kita lihat dengan mata sehingga memudahkan diri kita melaksanakan tugas kekhalifahan di muka bumi.
kemudian Allah menurunkan ketenangan kepada RasulNya dan kepada orang-orang yang beriman, dan Allah menurunkan bala tentara yang kamu tiada melihatnya, dan Allah menimpakan bencana kepada orang- orang yang kafir, dan Demikianlah pembalasan kepada orang-orang yang kafir.
(surat At Taubah (9) ayat 26)
h. Disayang ALLAH
SWT
Berdasarkan surat Al Ahzab (33) ayat 43 yang kami kemukakan di bawah ini, ALLAH SWT akan memberikan kasih sayang-Nya kepada setiap orang yang beriman dan beramal shaleh.
Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman.
(surat Al Ahzab (33) ayat 43)
Hamba ALLAH SWT, itulah delapan bentuk dari keberpihakan ALLAH SWT kepada orang mukmin, termasuk keberpihakan kepada diri kita, sepanjang diri kita masuk kriteria sebagai orang mukmin, yang kesemuanya telah dikemukakan oleh ALLAH SWT di dalam Al-Qur’an, yang tidak lain adalah Kalam ALLAH SWT itu sendiri. Selanjutnya sudahkah kita merasa haqqul yaqin dengan keberpihakan ALLAH SWT yang telah kami kemukakan di atas ini? Semua terpulang kepada diri kita masing-masing untuk menyikapi dengan baik hal-hal yang telah dikemukakan oleh ALLAH SWT.
2. Keberpihakan
ALLAH SWT kepada orang Mukmin Berdasarkan Hadits.
Berikut ini akan kami kemukakan bentuk-bentuk dari keberpihakan ALLAH SWT kepada setiap orang mukmin yang ada di muka bumi ini, yang terdapat di dalam hadits, yaitu:
a.
Berdasarkan Hadits yang diriwayatkan oleh Anas ra,
dan Abu Hurairah ra, di bawah ini, ALLAH
SWT menunjukkan sikap-Nya kepada orang yang beriman yang mau mendekat
kepada-Nya. Apa maksudnya?
Anas dan Abuhurairah ra, keduanya berkata: Nabi SAW bersaba: Allah ta’ala berfirman: Jika seorang hamba mendekat kepada-Ku sejengkal, maka Aku mendekatinya sehasta dan jika ia mendekat kepada-Ku sehasta. Aku mendekat padanya sedepa, dan jika ia dating kepada-Ku berjalan. Aku akan datang kepadanya berlari
(HQR Bukhari, Athabarani meriwayatkan dari Salman ra,
272:12)
Jika diri kita mendekat kepada ALLAH SWT sejengkal, maka ALLAH SWT mendekati diri kita sehasta dan jika kita mendekat kepada ALLAH SWT sehasta, maka ALLAH SWT mendekat kepada kita sedepa, dan jika diri kita datang kepada ALLAH SWT berjalan, maka ALLAH SWT mendekat kepada diri kita secara berlari.
b. Berdasarkan Hadits yang diriwayatkan oleh Abu
Hurairah ra, di bawah ini, salah satu bentuk keberpihakan ALLAH SWT kepada
manusia adalah dengan memberikan penilaian lebih tinggi kepada kebaikan yang
kita perbuat dibandingkan dengan keburukan, atau kejahatan yang kita buat.
Abuhurairah
ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta’ala berfirman: Apabila hamba-Ku
merencanakan melakukan suatu amal kebajikan, kemudian tidak jadi dilakukannya,
maka tetap Aku mencatat baginya suatu kebajikan, tetapi bila ia
melaksanakannya, maka tetap Aku mencatat amalnya itu sepuluh kebajikan sampai
berganda tujuh ratus. Dan apabila ia merencanakan untuk melakukan suatu
kejahatan lalu tidak jadi dilaksanakannya, maka tidaklah Aku catat baginya,
tetapi ia tetap melaksanakannya Aku catat baginya sebagai kejahatan.
(HQR
Bukhari dan Muslim, Attirmidzi dan Ibn Hibban dari Abu Hurairah ra, 272:21)
Hal ini terlihat dari catatan amal yang diperbuat oleh diri kita, jika kita berbuat kebaikan, maka ALLAH SWT memberikan pahala sepuluh kebajikan sampai dengan tujuh ratus kebajikan. Sedangkan apabila diri kita berbuat kejahatan hanya dicatat satu kejahatan. Tidak cukup dengan itu semua,ALLAH SWT juga memberikan penilaian kebajikan walaupun kebaikan masih dalam niat untuk dilaksanakan, sedangkan niat kejahatan baru dinilai jika kejahatan itu telah dilakukan.
c.
Berdasarkan Hadits yang diriwayatkan oleh Anas ra,
di bawah ini, ALLAH SWT akan selalu menyertai diri kita sepanjang diri kita
mempersangkakan ALLAH SWT bersama diri kita dan ALLAH SWT akan selalu menyertai
diri kita jika diri kita selalu berdoa kepada ALLAH SWT.
Anas
ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta’ala berfirman: Hai hamba-Ku, Aku
berada menurut pikiranmu tentang diri-Ku dan Aku menyertaimu bila engkau berdoa
kepada-Ku.
(HQR
Al Hakiem, 272:118)
d. Berdasarkan Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dardaa
ra, di bawah ini, ALLAH SWT akan memberikan pengampunan kepada diri kita
walaupun dosa yang kita perbuat tidak dapat ditampung oleh seluruh wadah yang
ada di muka bumi, sepanjang diri kita tidak menyekutukan ALLAH SWT.
Abu
Dardaa ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta’ala berfirman: Andaikan
hamba-Ku menghadap Aku dengan dosa-dosa sepenuh wadah-wadah yang ada di bumi,
namun ia tidak bersyirik menyekutukan sesuatu kepada-Ku, akan kuhadapinya
dengan pengampunan sepenuh wadah-wadah itu.
(HQR
Aththabarani, 272:127)
e. Berdasarkan Hadits yang diriwayatkan oleh Abu
Hurairah ra, di bawah ini, ALLAH SWT menyatakan perang kepada siapapun juga
yang telah menghina Wali ALLAH SWT, atau yang menghina Kekasih ALLAH SWT.
Abu
Hurairah ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta’ala berfirman: Siapa yang
menghina wali-Ku (kekasih-Ku) berarti menyatakan perang kepada-Ku. Dan Aku
tidak ragu dalam segala perbuatan-Ku seperti raga-Ku untuk mencabut ruh
hamba-Ku yang mukmin. Ia tidak suka mati dan AKu tidak suka menganggunya,
tetapi tidak boleh tidak ia harus mati.
(HQR
Bukhari, 272:138)
f. Berdasarkan Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas
ra, di bawah ini, ALLAH SWT akan selalu mengingat diri kita sepanjang diri kita
mau mengingat ALLAH SWT.
Ibnu
Abbas ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta’ala berfirman: Wahai anak Adam,
apabila engkau ingat kepada-Ku di dalam keadaan menyendiri akan Ku-ingat
kepadamu demikian pula dan bila engkau ingat kepada-Ku di dalam himpunan orang
banyak Aku akan ingat kepadamu di dalam
suatu himpunan yang lebih baik dari himpunan itu.
(HQR
Asysyairazi, 272:175)
g.
Berdasarkan Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Said
ra, di bawah ini, ALLAH SWT akan memberikan pengampunan kepada anak dan
keturunan Nabi Adam as, sepanjang mereka meminta ampun kepada ALLAH SWT.
Abu
Said ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta’ala berfirman: Berkata Iblis
kepada Tuhannya: Demi keagungan dan kebesaran-Mu, akan aku sesatkan selalu
anak-anak Adam selama ruh dikandung badan mereka. Lalu Allah berfirman
kepadanya: Demi keagungan dan kebesaran-Ku akan Aku ampuni mereka selama mereka
beristighfar minta ampun pada-Ku.
(HQR
Abu Nua’im, 272:261)
Berdasarkan
apa-apa yang telah kami kemukakan di atas baik yang ada di dalam Al-Qur’an dan
juga Hadits, menunjukkan kepada diri kita semua bahwa setiap manusia yang masuk
kriteria orang mukmin sudah diberikan modal dasar yang begitu hebat oleh ALLAH
SWT dalam rangka memudahkan dan melancarkan serta mensukseskan diri kita di
dalam melaksanakan tugas sebagai KHALIFAH di muka bumi yang sekaligus Makhluk
yang Terhornat.
Sekarang apa yang terjadi setelah diri kita melaksanakan tugas sebagai KHALIFAH di muka bumi, atau apa yang terjadi setelah di dalam diri kita terjadi pertarungan antara Jasmani dengan Ruhani, apakah sesuai dengan keberpihakan ALLAH SWT ataukah sesuai dengan kehendak Syaitan? Berikut ini akan kami kemukakan kondisi dan keadaan yang sering terjadi pada saat ini, yaitu :
a. Kita malah memperturutkan Ahwa yang
didukung oleh Syaitan sehingga jiwa kita menjadi jiwa Fujur, padahal aslinya
jiwa kita adalah Jiwa Taqwa.
b. Kita malah menjadi Pecundang,
sedangkan Syaitan malah menjadi Pemenang di dalam permainan kekhalifahan di
muka bumi ini.
c. Kita malah mau di ajak oleh Syaitan
untuk pulang kampung ke Neraka Jahannam, padahal kampung asli diri kita adalah
Syurga.
d. Kita malah menjadikan diri sendiri
sebagai orang yang merugi karena selalu mengkotori jiwa kita sendiri
(menjadikan jiwa kita masuk dalam kategori Jiwa Fujur), padahal aslinya jiwa
kita adalah jiwa yang bersih (masuk dalam kelompok Jiwa Taqwa).
e. Kita malah bertuhankan kepada selain
ALLAH SWT dan tidak mau mengakui bahwa Nabi Muhammad SAW adalah utusan ALLAH
SWT, padahal kita telah melaksanakan Syahadat dengan mengatakan bahwa “Tiada
Tuhan selain ALLAH SWT dan Nabi Muhammad SAW itu utusan ALLAH SWT”.
f. Kita malah menjadikan diri sendiri terhormat dihadapan Syaitan sang Laknatullah, ketimbang menjadi makhluk yang terhormat dihadapan Yang Maha Terhormat.
g. Kita malah lebih suka membeli tiket
masuk ke Neraka Jahannam ketimbang membeli tiket masuk ke Syurga. Hal ini
dikarenakan baik masuk Syurga ataupun masuk Neraka bukanlah sesuatu yang
bersifat Gratis atau Cuma-Cuma.
h. Kita hanya mampu menjadikan diri kita
sendiri hanya sebagai penonton, hanya sebagai pengagum, hanya sebagai
komentator atas Kebesaran dan Kemahaan
ALLAH SWT. Padahal Kebesaran dan Kemahaan dari ALLAH SWT bukan untuk
ditonton, bukan untuk dikagumi, apalagi untuk dikomentari, tetapi untuk kita
rasakan secara langsung melalui kenikmatan bertuhankan ALLAH SWT.
i.
Kita lebih suka membuat jarak dengan ALLAH SWT karena kita salah
persepsi, karena kita salah meyakini keberadaan ALLAH SWT, padahal ALLAH SWT
sendiri sudah tidak berjarak lagi dengan diri kita.
j. Kita hanya mampu melaksanakan perintah ALLAH SWT sebatas ritual dan
rutinitas belaka, namun kita tidak mampu memperoleh apa yang terdapat dibalik
makna hakiki dari setiap perintah yang telah diperintahkan ALLAH SWT.
k. Kita lebih suka mendapatkan pahala,
atau sibuk mengejar pahala dibandingkan merasakan nikmatnya bertuhankan kepada
ALLAH SWT. Sehingga yang ada pada diri kita sibuk dengan tata cara melakukan
ibadah, namun lupa akan hakekat dari apa yang dikehendaki ALLAH SWT.
Hamba ALLAH SWT, jika Syaitan pulang kampung ke api, karena kampung halamannya memang disana, sehingga hal ini tidak menjadi persoalan bagi Syaitan untuk pulang kampung ke Neraka Jahannam, karena api akan kembali ke api. Akan tetapi justru kita yang kampung aslinya adalah Syurga justru mau dihasut, mau diajak untuk pulang kampung oleh Syaitan ke Neraka Jahannam dengan menukar Syurga dengan Neraka.
Jadi siapakah yang bodoh, jadi
siapakah yang tidak tahu diri, jadi siapakah yang lebih hebat, manusiakah
ataukah Syaitankah, yang pintar membodohi diri kita, yang pintar mengakali diri
kita, sehingga kita mau dengan sukarela menjual tiket masuk ke Syurga untuk
membeli tiket masuk ke Neraka Jahannam saat hidup di dunia ini? Untuk itu
jangan pernah sekalipun untuk menyalahkan, apalagi menyudutkan ALLAH SWT yang
telah begitu memihak kepada diri kita. Namun karena kebodohan, karena
ketidakpercayaan, karena ketidakyakinan diri kita sendiri kepada ALLAH SWT,
maka Syaitan sang laknatullah mampu menggoda, mampu merayu diri kita sehingga kita
menjadi tetangga Syaitan di Neraka Jahannam.
Untuk
itu pelajarilah kembali sejarah umat-umat yang terdahulu yang telah hancur
diluluhlantakkan oleh ALLAH SWT seperti berapa banyaknya umat dari Nabi Nuh as,
yang telah dihancurkan oleh ALLAH SWT melalui banjir bandang, berapa banyaknya
umat Nabi Luth as, yang dihancurkan olehALLAH SWT karena melaksanakan praktek
lesbian dan homoseksual, lalu berapa banyaknya umat Nabi Musa as, yang
ditenggelamkan ke Laut Merah oleh ALLAH SWT dan masih banyak lagi umat-umat
yang terdahulu yang juga telah dihancur luluhlantak oleh ALLAH SWT. Lalu apakah contoh umat-umat
terdahulu yang dihukum, yang di azab oleh ALLAH SWT, yang juga sudah dikemukakan pula oleh
ALLAH SWT di dalam Al-Qur’an, hanya sekedar cerita masa lalu sehingga
tidak cukup mampu menyadarkan diri kita untuk beriman kepada ALLAH SWT, atau
mau melaksanakan Diinul Islam secara Kaffah, atau apakah kita ingin merasakan
hukuman, azab atau bencana seperti yang dirasakan oleh umat-umat terdahulu yang
telah dihancurkan oleh ALLAH SWT?
Patut
dan pantaskah jika ALLAH SWT menghukum kita ke Neraka Jahannam, yang panas
apinya 70 (tujuh puluh) kali panasnya api dunia. Padahal ALLAH SWT sudah begitu
berpihak kepada diri kita, tetapi justru kita kalah melawan Ahwa dan Syaitan
sehingga Syaitan menjadi Pemenang dan diri kita menjadi Pecundang,sehingga diri
kita menjadi makhluk yang terkutuk seperti Syaitan yang telah dikutuk ALLAH SWT?
Rasulullah bersabda:
"Api kalian di dunia yang dinyalakan oleh anak keturunan Adam adalah satu
bagian dari tujuh puluh bagian dari neraka Jahannam". Para sahabat
berkata:"Jika api itu mencukupi ya Rasulullah, maka api itu terpisah
dengan selisih enam puluh Sembilan bagian yang kesemuanya itu adalah
perumpamaan panasnya".
(HR Bukhari, Muslim)
Jika
ini yang terjadi pada diri manusia, memang sudah sepatutnya dan sepantasnyalah ALLAH SWT memberikan hukuman berupa Neraka
Jahannam kepada manusia-manusia yang sudah didukung penuh oleh ALLAH SWT namun
tetap juga kalah melawan Ahwa dan Syaitan, atau tetap tidak sesuai dengan apa
yang dikehendaki oleh ALLAH SWT.
Selanjutnya masih ada hal lain yang sangat-sangat penting tentang ALLAH SWT yang terdapat di dalam Al-Qur’an, untuk itu mari kita perhatikan dengan seksama surat Ali Imran (3) ayat 18 di bawah ini.
Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu[188] (juga menyatakan yang demikian itu). tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
(surat Ali Imran (3)
ayat 18)
[188]
Ayat ini untuk menjelaskan martabat orang-orang berilmu.
Berdasarkan surat Ali Imran (3) ayat 18, ALLAH SWT selaku pencipta dan pemilik dari alam dari semesta ini memberikan kesaksian atas dirinya sendiri. Bayangkan ALLAH SWT memberikan kesaksian tentang dirinya sendiri di dalam Al-Qur’an. Selanjutnya selaku pemberi kesaksian tentu ALLAH SWT paham benar, mengerti benar tentang keadaan dirinya sendirinya, dibandingkan dengan makhluknya yang memberikan kesaksian melalui Syahadat. Untuk itu tolong perhatikan dengan seksama beberapa pertanyaan di bawah ini?
a.
Sekarang tahukah ALLAH SWT, mengertikah ALLAH SWT,
pahamkah ALLAH SWT bahwa ALLAH SWT adalah DZAT yang menamakan dirinya
sendiri ALLAH SWT, dimana DZAT itu ada tanpa ada yang menyertainya ada?
b. Sekarang tahukah ALLAH SWT, mengertikah ALLAH SWT, pahamkah ALLAH SWT bahwa ALLAH SWT adalah DZAT yang memiliki
Sifat Salbiyah yang enam (maksudnya memiliki sifat Wujud, sifat Qidam, sifat
Baqa, sifat Mukhalafah Lil Hawadish, sifat Qiyamuhu Binafsih, sifat
Wahdaniyah), yang tidak akan mungkin dimiliki oleh siapapun juga?
c. Sekarang Tahukah ALLAH SWT, mengertikah ALLAH SWT, pahamkah ALLAH SWT bahwa ALLAH SWT adalah DZAT yang memiliki
sifat Ma’ani yang tujuh (maskudnya sifat Qudrat, sifat Iradat, sifat Ilmu,
sifat Sami’, sifat Bashir, sifat Kalam, sifat Hayat) yang kesemuanya tidak
dapat dipisahkan dengan sifat Salbiyah?
d. Sekarang tahukah ALLAH SWT, mengertikah ALLAH SWT,
pahamkah ALLAH SWT bahwa ALLAH SWT adalah DZAT yang memiliki
AF’AL atau Perbuatan ALLAH SWT yang mencerminkan Nama-Nama ALLAH SWT yang Indah
yang berjumlah 99 (Sembilan puluh Sembilan) atau Asmaul Husna?
e. Sekarang tahukah ALLAH SWT, mengertikah ALLAH SWT,
pahamkah ALLAH SWT bahwa ALLAH SWT akan berada dan bersama
seluruh ciptaannya dimanapun berada sehingga seluruh ciptaan tidak mungkin
dapat dipisahkan dengan ALLAH SWT?
f. Sekarang tahukah ALLAH SWT, mengertikah ALLAH SWT,
pahamkah ALLAH SWT bahwa ALLAH SWT adalah pencipta dari
seluruh alam semesta ini dan juga kekhalifahan yang ada di muka bumi ini tanpa
bantuan siapapun juga?
g. Sekarang tahukah ALLAH SWT, mengertikah ALLAH SWT,
pahamkah ALLAH SWT bahwa ALLAH SWT adalah pencipta Diinul
Islam yang tidak lain adalah satu-satunya konsep ilahiah yang berlaku di muka
bumi ini untuk kepentingan kekhalifahan yang ada di muka bumi?
h.
Sekarang tahukah ALLAH SWT, mengertikah ALLAH SWT,
pahamkah ALLAH SWT dengan segala kebutuhan manusia, dengan segala problema
manusia, baik saat menghadapi ahwa dan syaitan?
i.
Sekarang tahukah ALLAH SWT, mengertikah ALLAH SWT,
pahamkah ALLAH SWT dengan segala azab yang telah ditimpakan kepada
manusia-manusia terdahulu akibat tidak mau beriman kepada-Nya?
ALLAH SWT sampai
dengan kapanpun juga dapat dipastikan tahu, ALLAH SWT dapat dipastikan mengerti
dan ALLAH SWT dapat dipastikan paham betul dengan keberadaan dirinya sendiri,
dengan keberadaan ciptaannya sendiri, dengan keberadaan manusia baik awal sampai
dengan akhir, tanpa terkecuali termasuk diri kita.
Untuk apa ALLAH SWT sampai mengemukakan kesaksian atas dirinya sendiri kepada diri kita melalui Al-Qur’an? Untuk menjawab pertanyaan ini, ada baiknya kita bercermin dengan sesuatu yang terjadi pada kehidupan kita sehari-hari. Sebagai orang tua, kita sering menceritakan pengalaman hidup kepada anak-anak, lalu untuk apakah kita melakukan itu semua? Dengan menceritakan pengalaman hidup baik suka ataupun duka, yang kita alami kepada anak, maka kita berharap anak-anak mampu mengambil hikmah dan pelajaran yang terdapat dibalik cerita yang kita kemukakan dan kita juga berharap agar anak tidak sombong dengan apa yang telah dicapainya hari ini serta jangan sampai anak mengulangi hal-hal yang tidak mengenakkan yang pernah kita alami serta mampu menjadikan diri kita sebagai contoh yang baik saat menjalani kehidupan. Sekarang bagaimana dengan ALLAH SWT?
ALLAH SWT menceritakan
kesaksian atas dirinya di dalam Al-Qur’an, agar setiap manusia yang ada di muka
bumi dapat mengambil hikmah dan pelajaran yang berharga dari ALLAH SWT secara
langsung sehingga dengan itu semua mampu menghantarkan diri kita tetap menjadi
makhluk yang terhormat, yang mampu pulang kampung ke tempat terhormat, dengan
cara terhormat, untuk bertemu dengan Yang Maha Terhormat, dalam suasana yang
saling hormat menghormati serta mampu pula mengambil hikmah dan pelajaran dari
umat-umat terdahulu sehingga kita tidak menjelma menjadi firaun-firaun generasi
baru, atau tidak menjelma menjadi umat Nabi Nuh generasi baru, atau tidak
menjelma menjadi umat Nabi Luth generasi baru, atau tidak menjadikan diri kita
menjadi qarun-qarun generasi baru di jaman Nano Technology.
Sekarang
mari kita perhatikan beberapa ketentuan yang telah ALLAH SWT kemukakan di dalam Al-Qur’an, yaitu :
a.
ALLAH SWT di dalam Al-Qur’an sudah mengemukakan
bahwa Syaitan adalah musuh bagi diri kita, lalu apakah yang telah dikemukakan
oleh ALLAH SWT di dalam Al-Qur’an kita anggap angin lalu saja?
b. ALLAH SWT di dalam Al-Qur’an sudah menyatakan
mintalah kepada ALLAH SWT, lalu apakah kemudahan yang telah dikemukakan oleh
ALLAH SWT kita buang begitu saja sehingga kita lebih senang meminta bantuan
Syaitan?
c. ALLAH SWT di dalam Al-Qur’an sudah menyatakan bahwa
jika berlindung kepada selain ALLAH SWT berarti berlindung kepada sarang
laba-laba, lalu apakah informasi ini kita anggap tidak ada sehingga
perlindungan ALLAH SWT kita tukar dengan sarang laba-laba?
d. ALLAH SWT di dalam Al-Qur’an sudah menyatakan bahwa ALLAH SWT itu dekat, lebih dekat dari urat leher diri kita, lalu apakah ALLAH SWT sudah dekat justru kita campakkan sehingga meminta bantuan kepada selain ALLAH SWT?
e. ALLAH SWT di dalam Al-Qur’an sudah menyatakan untuk
berbakti kepada kedua orang tua, lalu sudahkah hal ini kita laksanakan dengan
baik?
Sebagai KHALIFAH yang sedang menumpang di langit dan di bumi ALLAH SWT, sadarilah bahwa ALLAH SWT begitu sayang dengan kepada diri kita, namun karena ulah diri kita sendiri yang tidak menghiraukan apa-apa yang telah dikemukakan oleh ALLAH SWT maka jangan pernah sekalipun menyalahkan ALLAH SWT jika kita menjadi pecundang sedangkan syaitan menjadi pemenang di dalam permainan kekhalifahan di muka bumi ini.
Sebagai
penutup bab ini, jangan pernah menjadikan diri kita, anak keturunan kita, karyawan
kita, masyarakat, bangsa dan Negara kita,
seperti umat Nabi Nuh as, umat Nabi Luth as, umat Nabi Musa as, serta
umat-umat terdahulu yang telah dihancurkan oleh ALLAH SWT. Untuk itu kita
harus yakin dengan seyakin-yakinnya bahwa kita sudah didukung penuh oleh ALLAH
SWT, lalu gunakan dukungan penuh ALLAH SWT tersebut dengan cara melaksanakan
Diinul Islam secara Kaffah yang sesuai dengan kehendak ALLAH SWT selaku
pencipta Diinul Islam.Untuk itu selama hayat masih di kandung badan jadikan
dukungan ALLAH SWT ini sebagai modal dasar untuk mensukseskan diri kita menjadi
KHALIFAH di muka bumi yang sekaligus yang Makhluk Terhormat sehingga mampu
menghantarkan diri kita untuk bertemu dengan Yang Maha Terhormat, di tempat
yang sangat Terhormat, tidak hanya seorang diri saja, tetapi bersama keluarga,
bersama suami atau bersama istri, bersama anak dan keturunan kita
masing-masing. Semoga berkumpul dengan keluarga besar, dihadapan Yang Maha
Terhormat, dalam suasana yang saling hormat menghormati, bukanlah khayalan belaka
atau sekedar cita-cita belaka, namun kesemuanya menjadi kenyataan. Semoga
ALLAH SWT mengabulkan segala apa yang kita cita-citakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar