Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Sabtu, 12 Desember 2015

Route to 1.6.7.99 INILAH SPIRIT DIRI KITA : MUKADDIMAH



Hamba ALLAH SWT yang selalu dirahmati-Nya
Tulisan yang berjudul "Route to 1.6.7.99 : Inilah Spirit Diri Kita” yang sedang anda baca, kami sajikan dalam rangka mengamalkan ajaran Diinul Islam yang berlaku, yaitu:


Rasulullah SAW bersabda: “Bila seseorang telah meninggal, terputus untuknya pahala segala amal kecuali tiga hal yang tetap kekal: Shadaqah Jariah, Ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang senantiasa mendoakannya”.
(HR Bukhari-Muslim)


“Tiap-tiap sesuatu ada zakatnya (penyuciannya). Zakat harta ialah sedekah kepada fakir miskin dan yang membutuhkan lainnya. Zakat kekuatan ialah membela kaum dhuafa yang teraniaya. Zakat argumentasi dan kefasehan lidah ialah mengokohkan hujjah dan dalil-dalil agama. Dan Zakat ilmu pengetahuan adalah dengan mengajarkan ilmunya kepada orang lain”.                                                                                                               (Alim Ulama)


Rasulullah SAW bersabda: “Wahai orang yang berilmu! Ketahuilah bahwa jika engkau tidak mengamalkan ilmu yang engkau miliki, maka ia tidak akan membelamu kelak dihadapan (pengadilan) Rabbmu”.
(HR Ad-Darimi)


Buku yang sedang anda baca juga merupakan salah satu jawaban atas tantangan ALLAH SWT yang tertuang dalam perintah Iqra. Iqra secara harfiah artinya Baca, sekarang dapatkah manusia melaksanakan perintah Iqra jika tidak ada sesuatu yang tertulis terlebih dahulu, atau jika tidak ada tanda-tanda khusus tertentu terlebih dahulu? Untuk dapat melaksanakan perintah Iqra tentu mutlak diperlukan adanya sebuah media tertentu untuk melaksanakan nya, sebab tanpa media ini aktivitas Iqra tidak dapat dilakukan dengan baik oleh manusia. Ini berarti untuk melaksanakan perintah Iqra mutlak harus ada sesuatu yang tertulis terlebih dahulu, atau harus ada tanda-tanda khusus tertentu terlebih dahulu, barulah manusia termasuk diri kita bisa melaksanakan perintah Iqra dengan baik. Adanya kondisi seperti ini berarti perintah Iqra bukanlah sekedar perintah untuk Membaca semata. Akan tetapi perintah Iqra dapat juga berarti perintah untuk Membaca dan juga Menulis serta perintah untuk belajar, atau perintah menuntut Ilmu tentang sesuatu secara konprehensif.


Di lain sisi, saat ini kita sudah diberikan oleh ALLAH SWT  sebuah Buku Manual yang sangat Hebat yaitu Al-Qur'an. Dimana Al-Qur'an yang kita terima saat ini sudah dalam keadaan Tertulis. Sekarang apakah Al-Qur'an yang sudah Tertulis itu cukup sekedar dibaca saja, lalu kita dapat memperoleh secara keseluruhan maksud dan tujuan dari Al-Qur'an yang diturunkan oleh ALLAH SWT ke muka bumi?  Al-Qur'an yang tidak lain adalah Kalam ALLAH SWT yang telah dikalamkan, Al-Qur'an yang tidak lain adalah Ilmu ALLAH SWT yang telah diilmukan, Al-Qur'an yang tidak lain adalah sarana untuk memperkenalkan   ALLAH SWT kepada makhluk-Nya, Al-Qur'an yang tidak lain adalah aturan dan juga undang-undang yang berasal dari ALLAH SWT, tidak akan mungkin hanya dengan dibaca saja maka secara keseluruhan isi dan makna yang terkandung di dalam Al-Qur'an dapat kita ketahui


   Jika kita hanya mampu meletakkan, atau hanya mampu membaca Al-Qur'an sebatas apa yang tertulis dalam huruf Arab semata, ini berarti kita hanya memperoleh pahala membaca Al-Qur’an semata tanpa  pernah tahu apa isi yang terkandung di dalam Al-Qur’an sesuai dengan kehendak ALLAH SWT. Sekarang jika ini yang terjadi pada diri kita saat menjawab tantangan Iqra yang berasal dari ALLAH SWT, maka akan tersimpanlah segala isi dan makna yang terkandung di dalam Al-Qur'an itu di lemari buku, atau di perpustakaan selama-lamanya dan kondisi ini sangat dikehendaki oleh Syaitan sang laknatullah yang tidak lain musuh abadi diri kita.


Selain daripada itu, melalui buku-buku yang kami tulis, kami juga ingin memulai setahap demi setahap untuk menjadikan buku sebagai jembatan untuk menyeimbangkan Budaya Tutur yang sudah melanda sebahagian masyarakat dengan Budaya Tulis yang telah mulai hilang di tengah masyarakat (maksudnya orang lebih senang berbicara, atau ngomong dibandingkan dengan menulis) Ingat, Budaya Tutur akan hilang setelah Penuturnya tiada, akan tetapi jika Budaya Tulis yang terjadi, walaupun penulisnya telah tiada, tulisannya akan tetap ada sepanjang jaman, sehingga dapat dipelajari oleh generasi yang datang dikemudian hari.


    Sekarang apa jadinya jika sampai Bukhari dan Muslim atau perawi Hadits lainya, tidak menulis tentang Hadits yang dikumpulkannya? Tentu kita tidak akan pernah Tahu apa yang dinamakan dengan Hadits yang perawinya Bukhari dan Muslim sampai dengan hari kiamat kelak. Adanya kondisi seperti ini, berarti Umur dari Bukhari dan Muslim akan tetap ada sampai dengan hari kiamat, walaupun usia beliau sudah tidak ada lagi. Yang menjadi persoalan sekarang adalah maukah kita berumur panjang seperti umur Bukhari dan Muslim?


Jika anda mau berumur panjang seperti halnya Bukhari dan Muslim menulislah, atau lakukanlah perbuatan baik dengan melakukan suatu karya besar yang dapat dinikmati masyarakat luas, atau amalkanlah ilmu yang bermanfaat melalui Tulisan, atau jadikan Budaya Tulis menjadi kebiasaan di tengah masyarakat. Adanya kondisi yang kami kemukakan di atas, mendorong kami untuk terus berkarya melalui tulisan-tulisan yang berkenaan dengan Aqidah Islam sehingga masyarakat akan selalu memiliki buku-buku pembanding atas buku-buku yang telah terbit terlebih dahulu,yang pada akhirnya akan menjadikan masyarakat menjadi dinamis dengan perkembangan ilmu maupun perubahan jaman.


    Hamba ALLAH SWT, tentu anda bertanya-tanya, apa arti dari kata Route to 1.6.7.99 yang sesungguhnya? Route to 1.6.7.99  secara mudah kami artikan sebagai “Rute menuju  ALLAH SWT”. Timbul pertanyaan, kenapa kami harus mempergunakan istilah Rute? Istilah Rute, atau Trayek memiliki makna yang menunjukkan kepada diri kita akan sesuatu yang pasti menuju kepada sesuatu, atau adanya kepastian untuk menuju ke sesuatu tempat. Lalu bagaimana dengan ALLAH SWT yang diistilahkan dengan 1.6.7.99? Jika Route to 1.6.7.99 langsung kami tulis sebagai Route to ALLAH SWT seperti apa adanya, hal ini tidak akan memiliki daya tarik tertentu karena orang sudah tahu artinya, sehingga dengan adanya istilah Route to 1.6.7.99, akan menimbulkan rasa penasaran dari orang yang membaca tulisan tersebut sehingga ia akan bertanya apakah yang dimaksud dengan istilah itu dan juga menjadi dorongan bagi kami untuk menjelaskannya secara detail dan ilmiah tentang hal itu.


   Sekarang apa yang dimaksud dengan 1.6.7.99 itu sendiri? Adapun istilah dari 1.6.7.99 dapat kami artikan sebagai berikut :

a.      Angka 1(satu) melambangkan ALLAH SWT yang tidak lain adalah Dzat yang menamakan dirinya sendiri ALLAH SWT, dimana  ALLAH SWT adalah yang pertama kali ada dan akan ada sampai kapanpun juga sehingga yang lain ada karena adanya ALLAH SWT, atau dengan kata lain ALLAH SWT mustahil tidak ada. 

b.    Angka 6 (enam) melambangkan  Sifat Salbiyah yang dimiliki ALLAH SWT yang terdiri dari sifat Wujud, sifat Qidam, sifat Baqa, sifat Mukhalafah Lil Hawadish, sifat Qiyamuhu Binafsih, sifat Wahdaniah.

c.   Angka 7 (tujuh) melambangkan Sifat Ma’ani dari ALLAH SWT yang terdiri dari sifat Qudrat,  sifat Iradat, sifat Ilmu, sifat Sami’, sifat Bashir, sifat Kalam, sifat Hayat.

d.      Angka 99 (Sembilan puluh Sembilan) melambangkan Nama-Nama Yang Indah dari ALLAH SWT (atau disebut juga dengan Asmaul Husna).


Selanjutnya apa arti yang sesungguhnya dari Route  to 1.6.7.99 itu, apakah hanya sekedar Rute menuju ALLAH SWT, ataukah ada pengertian yang lainnya? Route to 1.6.7.99 bukan hanya berarti Rute menuju ALLAH SWT semata, akan tetapi Route to 1.6.7.99 memiliki makna SYAHADAT yaitu tidak ada Tuhan selain ALLAH SWT,

a.     yang memiliki sifat Salbiyah, yang 6 (enam) yang terdiri dari Wujud, Qidam, Baqa, Mukhalafah Lil Hawadish, Qiyamuhu Binafsih, Wahdaniah;

b.      yang memiliki sifat Ma’ani yang 7(tujuh) yang terdiri dari Qudrat, Iradat, Ilmu, Sami’, Bashir, Kalam, Hayat dan

c.     yang memiliki Nama-Nama Yang Indah (Asmaul Husna) yang berjumlah 99 (Sembilan puluh Sembilan).


    Adanya hal ini, menunjukkan kepada diri kita bahwa jika ada Tuhan-Tuhan lain yang tidak memiliki hal yang kami kemukakan di atas, maka dapat dipastikan ia bukan  ALLAH SWT. Hal ini dikarenakan hanya ALLAH SWT sajalah yang memiliki itu semua. Sekarang jika Route to 1.6.7.99 memiliki makna Syahadat berarti Route to 1.6.7.99 juga memiliki arti bahwa kita telah memberikan kesaksian Tiada Tuhan selain ALLAH SWT yang mampu menciptakan langit dan bumi beserta isinya serta yang mampu menciptakan kekhalifahan yang ada di muka bumi ini.


    Selain daripada itu Route to 1.6.7.99 juga merupakan ajakan kepada seluruh umat manusia untuk selalu ingat kepada ALLAH SWT kapanpun, dimanapun dan dalam kondisi apapun bahwa ALLAH SWT adalah segala-galanya serta kita tidak bisa melepaskan diri dari Kekuatan, Kemahaan, Kebesaran serta Ilmu ALLAH SWT saat melaksanakan tugas sebagai KHALIFAH di muka bumi serta Route to 1.67.99 juga memiliki arti perintah untuk melaksanakan Diinul Islam secara Kaffah. 


Sebagai KHALIFAH yang sedang melaksanakan tugas di muka bumi, tentu kita sangat membutuhkan ALLAH SWT, atau kita harus dapat melaksanakan Route to 1.6.7.99 dengan sebaik mungkin. Timbul pertanyaan, bagaimana kita akan bisa  melaksanakan Route to 1.6.7.99 dengan baik dan benar jika :

a.     Kita tidak memiliki Ilmu tentang ALLAH SWT dengan baik dan benar?

b.     Kita tidak tahu dimana keberadaan ALLAH SWT saat kita hidup di dunia?

c.   Kita tidak tahu bagaimana caranya melaksanakan Route to 1.6.7.99 yang sesuai dengan kehendak ALLAH SWT ?

d.     Kita tidak mengerti kenapa kita harus membutuhkan ALLAH SWT saat hidup di dunia?

e.      Kita tidak paham ada hubungan apakah antara diri kita dengan ALLAH SWT? 


     Jika sampai apa yang kami kemukakan di atas ini menimpa diri kita, lalu apa yang harus kita lakukan? Jika sampai hal tersebut di atas terjadi pada diri kita, maka tidak ada jalan lain bagi diri kita mulai saat ini juga untuk belajar, atau mempelajari Ilmu tentang ALLAH SWT, atau belajar tentang Diinul Islam yang sesuai dengan Kehendak ALLAH SWT. Sekarang mana yang lebih banyak orang yang memiliki Ilmu tentang ALLAH SWT dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki Ilmu tentang ALLAH SWT? Menurut pendapat kami, lebih banyak orang yang tidak memiliki Ilmu tentang ALLAH SWT dibandingkan dengan orang yang memiliki Ilmu tentang ALLAH SWT.


Adanya kondisi dan keadaan yang kami kemukakan di atas, mendorong kami untuk membuat tulisan/buku Route to 1.6.7.99 dengan sebaik mungkin sehingga kita semua, termasuk anak dan keturunan kita sendiri, mampu menempatkan dan meletakkan Kemahaan dan Kebesaran ALLAH SWT sesuai dengan kehendak ALLAH SWT itu sendiri dan juga kita mampu melaksanakan Syahadat yang sesuai dengan Kehendak ALLAH SWT sebaik dan sesempurna mungkin serta jangan sampai generasi yang datang sesudah diri kita, katakan generasi 30 (tiga puluh) tahun yang datang kemudian hanya mampu mengartikan, hanya mampu memahami bahwa  Route to 1.6.7.99  adalah Rute tanggal 16 Juli 1999, padahal arti yang sesungguhnya bukanlah hal itu.


Sebelum kami membahas lebih lanjut tentang buku ini, perkenankan kami mengemukakan hal-hal sebagai berikut sebagai pembuka jalan untuk menuju Route To 1.6.7.99 dimaksud, yaitu :


1.  ALLAH SWT adalah PENCIPTA dan PEMILIK dari ALAM SEMESTA

Seperti telah kita ketahui bersama bahwa untuk dapat  menciptakan sesuatu maka kita diharuskan memiliki 3(tiga) hal terlebih dahulu yaitu Kehendak, Kemampuan dan Ilmu secara berbarengan dan juga sama-sama tinggi kualitasnya. Apa maksudnya? Hal ini dikarenakan jika kita hanya memiliki Ilmu saja tanpa dibarengi dengan Kehendak dan Kemampuan, yang ada hanyalah konsep semata. Jika yang ada hanyalah Kemampuan saja tanpa dibarengi dengan Kehendak dan Ilmu maka yang ada hanyalah omong kosong. Sedangkan jika yang ada hanyalah Kehendak saja tanpa dibarengi dengan Ilmu dan Kemampuan maka yang ada hanyalah angan-angan belaka.

Sekarang langit, bumi, matahari, bulan, bintang, udara, air, hewan, tumbuhan, jin, syaitan, malaikat, ada di hadapan diri kita. Timbul pertanyaan, wajibkah pencipta dari itu semua memiliki Ilmu, memiliki Kehendak, dan memiliki Kemampuan yang sangat hebat? Akal sehat manusia akan mengatakan tidak akan mungkin pencipta dari itu semua jika tidak memiliki Ilmu, jika tidak memiliki Kehendak dan jika tidak memiliki Kemampuan yang sangat hebat. Lalu siapakah pencipta yang memiliki Ilmu, Kehendak dan Kemampuan yang begitu hebat sehingga mampu menciptakan segala sesuatu yang kami kemukakan di atas? Berdasarkan surat Fushshilat (41) ayat 11-12 dan surat   As Sajdah (32) ayat 4 serta Hadits yang diriwayatkan oleh At Tarmidzi di bawah ini, yang memiliki Ilmu, yang memiliki Kehendak dan yang memiliki Kemampuan yang sangat hebat secara berbarengan sehingga mampu menciptakan langit dan bumi beserta isinya adalah  ALLAH SWT semata.


kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: "Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa". keduanya menjawab: "Kami datang dengan suka hati".
 Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa. Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. dan Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan yang Maha Perkasa lagi Maha mengetahui.
(surat Fushshilat (41) ayat 11-12)


Sabda Nabi Muhammad SAW: “Ketika Allah menciptakan bumi terjadilah goncangan dan getaran-getaran, maka Allah ciptakan gunung-gunung hingga bumi menjadi tenang dan tetap. Malaikat kagum atas kehebatan gunung-gunung itu, mereka bertanya: “Tuhan kami, adakah Engkau ciptakan satu ciptaan yang lebih hebat dari gunung-gunung itu?” Firman Allah: “Ada yaitu Besi”. Adakah yang lebih hebat dari Besi? “ Ada Api” Adakah yang lebih hebat dari Api? Ada! Yaitu Air, yang lebih hebat dari semua itu ialah Anak Adam yang bersedekah tangan kanannya lalu sembunyikan dari tangan kirinya.
(HR At Tarmidzi)


Sekarang jika ALLAH SWT adalah Pencipta dari langit dan bumi beserta isinya, timbul pertanyaan, siapakah yang paling Ahli, siapakah yang paling mengerti, siapakah yang paling mengetahui, siapakah yang paling paham tentang langit dan bumi beserta isinya? Yang paling Ahli, yang paling Tahu, yang paling Mengerti, yang paling paham tentang itu semua adalah Pencipta dari itu semua, dalam hal ini adalah ALLAH SWT.

Lalu dapatkah keberadaan langit dan bumi beserta isinya termasuk di dalamnya jin, iblis, syaitan dan malaikat, dipisahkan begitu saja dengan Ilmu, Kehendak dan Kemampuan ALLAH SWT? Langit, dan bumi beserta isinya, jin, iblis, syaitan dan malaikat sebagai ciptaan  ALLAH SWT maka ia tidak akan mungkin dapat dipisahkan dengan Ilmu, Kehendak dan Kemampuan ALLAH SWT sampai kapanpun juga. Sehingga keberadaan  langit dan bumi bukanlah sesuatu yang bersifat insidentil namun sudah ada di dalam Ilmu ALLAH SWT.

  
Allah lah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy[1188]. tidak ada bagi kamu selain dari padanya seorang penolongpun dan tidak (pula) seorang pemberi syafa'at[1189]. Maka Apakah kamu tidak memperhatikan?
(surat As Sajdah (32) ayat 4)


[1188] Bersemayam di atas 'Arsy ialah satu sifat Allah yang wajib kita imani, sesuai dengan kebesaran Allah dsan kesucian-Nya.
[1189] Syafa'at: usaha perantaraan dalam memberikan sesuatu manfaat bagi orang lain atau mengelakkan sesuatu mudharat bagi orang lain. syafa'at yang tidak diterima di sisi Allah adalah syafa'at bagi orang-orang kafir.


    Adanya kondisi ini berarti Langit, dan bumi beserta isinya, jin, iblis, syaitan dan malaikat tidak lain adalah tanda-tanda dari Kemahaan dan Kebesaran ALLAH SWT itu sendiri. Sekarang siapakah yang memiliki langit dan bumi beserta isinya? Jika kita mengacu kepada keberadaan pencipta, yang harus ada terlebih dahulu sebelum ciptaannya diciptakan, maka pencipta dari ciptaan dapat dipastikan adalah pemilik dari ciptaan itu sendiri, dalam hal ini adalah ALLAH SWT. Apa buktinya? Buktinya ada pada surat  An Nuur (24) ayat 64; surat Ibrahim (14) ayat 2 dan surat Al Hadiid (57) ayat 2, yang kami kemukakan di bawah ini.


ketahuilah Sesungguhnya kepunyaan Allahlah apa yang di langit dan di bumi. Sesungguhnya Dia mengetahui Keadaan yang kamu berada di dalamnya (sekarang). dan (mengetahui pula) hati (manusia) dikembalikan kepada-Nya, lalu diterangkan-Nya kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan. dan Allah Maha mengehui segala sesuatu.
(surat An Nuur (24) ayat 64)


Allah-lah yang memiliki segala apa yang di langit dan di bumi. dan kecelakaanlah bagi orang-orang kafir karena siksaan yang sangat pedih,
(surat Ibrahim (14) ayat 2)


    Jika ALLAH SWT adalah Pencipta dan juga pemilik dari langit dan bumi beserta segala isinya, timbul pertanyaan, Undang-Undang siapakah, Hukum siapakah, Peraturan siapakah, Ketentuan siapakah, yang wajib berlaku di langit dan di bumi ini?


kepunyaan-Nyalah kerajaan langit dan bumi, Dia menghidupkan dan mematikan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.
(surat Al Hadiid (57) ayat 2)

Akal sehat manusia akan menyatakan bahwa Undang-Undang, Hukum, Peraturan, Ketentuan, yang wajib berlaku di langit dan di bumi yang tidak pernah diciptakan oleh manusia adalah Undang-Undang ALLAH SWT, Hukum  ALLAH SWT, Peraturan ALLAH SWT serta Ketentuan ALLAH SWT selaku pencipta dan pemilik. Sekarang, sudahkah hal ini kita sadari, sudahkah hal ini kita pahami dengan sebaik mungkin sesuai dengan kehendak ALLAH SWT dan selanjutnya sebagai KHALIFAH yang sedang menumpang di langit dan di bumi ALLAH SWT sudahkah kita melaksanakan segala ketentuan ALLAH SWT sebaik mungkin!


2.  ALLAH SWT adalah PENCIPTA dan PEMILIK dari KEKHALIFAHAN di muka bumi


Sekarang bagaimana dengan keberadaan Kekhalifahan yang ada di muka bumi, atau bagaimana dengan keberadaan diri kita yang saat ini ada di muka bumi, apakah ada dengan sendirinya, ataukah ada karena ada yang mengadakan?Jika kita berpedoman bahwa sesuatu ada karena ada yang mengadakan berarti Kekhalifahan yang ada di muka bumi, ada pasti ada yang mengadakan dan juga berarti yang mengadakan, atau yang menciptakan Kekhalifahan di muka bumi wajib memiliki Ilmu, wajib memiliki Kehendak dan wajib pula memiliki Kemampuan yang sangat hebat. Sekarang siapakah yang memiliki Ilmu, Kehendak dan Kemampuan yang sangat hebat itu sehingga mampu menciptakan Kekhalifahan yang ada di muka bumi ini?

Berdasarkan surat Al Baqarah (2) ayat 30 di bawah ini, ALLAH SWT lah yang memiliki Ilmu,  ALLAH SWT lah yang memiliki Kehendak dan ALLAH SWT juga yang memiliki Kemampuan yang sangat hebat, sehingga mampu menciptakan Kekhalifahan di muka bumi. Selanjutnya untuk apakah diri kita diciptakan oleh ALLAH SWT? Seluruh Manusia, termasuk diri kita, diciptakan oleh ALLAH SWT untuk dijadikan KHALIFAH di muka bumi, atau untuk dijadikan perpanjangan tangan ALLAH SWT di muka bumi sehingga dengan adanya kekhalifahan di muka bumi terperiharalah segala apa-apa yang telah diciptakan ALLAH SWT.

Jika ALLAH SWT adalah pencipta dari kekhalifahan yang ada di muka bumi ini maka hanya ALLAH SWT sajalah yang paling Ahli, hanya ALLAH SWT yang paling Mengetahui, hanya ALLAH SWT sajalah yang paling paham tentang Kekhalifahan yang ada di muka bumi, termasuk di dalamnya yang paling tahu, yang paling mengerti tentang diri kita dan anak keturunan kita, tentang musuh kita apakah itu Ahwa dan juga Syaitan. Adanya kondisi ini menandakan bahwa ALLAH SWT telah merencanakan dengan matang tentang kekhalifahan di muka bumi ini.


ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."
(surat Al Baqarah (2) ayat 30)


Jika ALLAH SWT adalah pencipta dari Kekhalifahan di muka bumi maka segala Undang-Undang, segala Hukum, segala Peraturan, segala Ketentuan yang berlaku untuk mengatur Kekhalifahan yang ada di muka bumi dapat dipastikan adalah Undang-Undang, Hukum, Peraturan dan Ketentuan yang berasal dari ALLAH SWT semata. Alangkah lucunya, alangkah anehnya, alangkah tidak tahu dirinya jika manusia, yang telah di angkat sebagai KHALIFAH di muka bumi oleh  ALLAH SWT justru tidak mau menerima, tidak mau melaksanakan segala ketentuan yang telah ALLAH SWT tetapkan berlaku di muka bumi ini serta alangkah keterlaluannya jika sampai manusia mengganti ketentuan, hukum ALLAH SWT yang berlaku di muka bumi.

Sekarang jika kita menelaah lebih mendalam lagi tentang ALLAH SWT selaku pencipta dan pemilik dari alam semesta ini, termasuk di dalamnya kekhalifahan di muka bumi, maka akan didapat beberapa keterangan yang harus kita jadikan pedoman saat diri kita menjadi KHALIFAH di muka bumi, yaitu :


1.      Pencipta harus lebih dahulu ada dibandingkan dengan Ciptaan  dan jika ini adalah ketentuan yang berlaku umum maka ALLAH SWT sebagai Pencipta dapat dipastikan sudah  ada terlebih dahulu sebelum langit dan bumi diciptakan, atau ALLAH SWT pasti ada sebelum Kekhalifahan di muka bumi diciptakan sebab mustahil diakal jika Ciptaan ada terlebih dahulu dibandingkan dengan Penciptanya. Sekarang jika ada Tuhan-Tuhan lain selain ALLAH SWT yang keberadaannya ada setelah langit dan bumi diciptakan maka dapat dipastikan Tuhan tersebut bukanlah ALLAH SWT, tetapi makhluk yang diciptakan oleh ALLAH SWT.


2.      Setiap Ciptaan yang diciptakan oleh ALLAH SWT, apakah itu Langit dan Bumi beserta isinya, apakah itu manusia, apakah itu diri kita, apakah itu anak dan keturunan kita sendiri,  jika ditelaah secara mendalam bukanlah hanya sebatas Ciptaan ALLAH SWT. Akan tetapi semuanya adalah Tanda-Tanda Kebesaran dan Kemahaan ALLAH SWT dan secara tersembunyi ALLAH SWT ada dibalik ciptaan yang telah diciptakan oleh  ALLAH SWT sehingga semuanya tidak bisa dipisahkan dengan ALLAH SWT. Adanya kondisi ini maka kita harus bisa menempatkan dan meletakkan Kebesaran dan Kemahaan ALLAH SWT yang selalu ada bersama Ciptaan ALLAH SWT sesuai dengan kehendak ALLAH SWT.


3. Jika langit dan bumi beserta isinya diciptakan dan dimiliki oleh ALLAH SWT berarti seluruh kekhalifahan yang ada di muka bumi, siapapun orangnya, apapun pangkat dan jabatannya, kaya atau miskin, tua atau muda, laki-laki atau perempuan, bukanlah pencipta dan pemilik dari langit dan bumi beserta isinya. Selanjutnya jika ini kondisi dasar dari setiap manusia, termasuk di dalamnya diri kita, berarti kita hanyalah orang-orang yang diberi hak untuk menikmati, atau orang yang sedang menumpang di langit dan di bumi,  atau  tamu yang sedang menumpang di langit dan di bumi, dalam rangka melaksanakan tugas sebagai KHALIFAH di muka bumi.  


4.    Sebagai orang yang sedang menumpang, atau sebagai orang yang sedang menjadi tamu di langit dan di muka bumi yang diciptakan dan dimiliki oleh ALLAH SWT, tentu kita tidak bisa seenaknya saja menumpang, atau tentu kita tidak bisa menjadi tamu yang tidak tahu diri. Untuk itu kita harus mematuhi segala Undang-Undang, segala Hukum, segala Peraturan, segala Ketentuan yang telah ditetapkan berlaku oleh ALLAH SWT, terkecuali jika kita ingin memperoleh predikat Tamu yang tidak tahu diuntung, atau tamu yang tidak tahu diri, yaitu sudahlah menumpang Tuan Rumah kita lawan. 


Sampai kapankah Kemutlakan yang dimiliki oleh ALLAH SWT kepada seluruh ciptaan-Nya, atau sampai kapankah masa berlakunya hubungan antara ALLAH SWT dengan seluruh ciptaan-Nya yang ada di langit dan di bumi? Kemutlakan yang Dimiliki oleh ALLAH SWT kepada seluruh ciptaan-Nya,  akan tetap Kekal Selamanya  sesuai dengan kondisi  ALLAH SWT yang akan kekal selamanya, atau hubungan ALLAH SWT dengan seluruh ciptaan-Nya yang ada di langit dan di bumi sesuai dengan Kekekalan yang dimiliki-Nya.


Ibnu Abbas ra, berkata:  Nabi SAW bersabda:
ALLAH ta'ala berfirman: Wahai Anak Adam! Jika engkau ingat kepada-Ku, Aku Ingat kepadamu dan bila engkau lupa kepada-Ku, Akupun ingat kepadamu. Jika engkau taat kepada-Ku pergilah kemana saja engkau suka, pada tempat dimana Aku berkawan dengan engkau dan engkau berkawan dengan da-Ku. Engkau berpaling daripada-Ku padahal aku menghadap kepadamu, Siapakah yang memberimu makan dikala engkau masih di dalam perut ibumu. Aku selalu mengurusmu dan memeliharamu sampai terlaksanalah kehendak-Ku bagimu, maka setelah Aku keluarkan engkau ke alam dunia engkau berbuat banyak maksiat. Apakah demikian seharusnya pembalasan kepada yang telah berbuat kebaikan kepadamu?.
(HQR Abu Nasher Rabi'ah bin Ali Al Ajli dan Arrafi'ie; 272:182)


Selain daripada itu, jika kita mengacu kepada hadits di atas, hubungan ALLAH SWT kepada makhluk-Nya, termasuk kepada diri kita, akan terus terjadi sampai kapanpun walaupun kita telah melupakan ALLAH SWT, atau walaupun kita telah memutuskan hubungan dengan ALLAH SWT. ALLAH SWT tetap memperhatikan diri kita, ALLAH SWT tetap menghadapi diri kita. Sekarang apakah akan kita sia-siakan ALLAH SWT yang sudah begitu sayang kepada diri kita?


Berikutnya, masih ada satu hal yang sangat perlu kita ketahui bersama bahwa selain manusia, atau diri kita di alam semesta ini, juga ada matahari, bulan, bintang, gunung, air, udara, binatang, tumbuhan, yang juga diciptakan oleh ALLAH SWT. Sekarang tahukah kita semua apa yang dilakukan oleh matahari, bulan, bintang, gunung, air, udara, binatang, tumbuhan kepada  ALLAH SWT selaku Yang Maha Pencipta? Berdasarkan surat Al Hadiid (57) ayat 1 dan surat Al Hajj (22) ayat 18 yang kami kemukakan di bawah ini, diterangkan bahwa seluruh apa-apa yang ada di langit dan seluruh apa-apa yang ada di muka bumi, yang terdiri dari matahari, bulan, bintang, gunung, air, udara, binatang, tumbuhan, tanpa terkecuali, melakukan Sujud kepada ALLAH SWT, Bertasbih kepada ALLAH SWT,dengan menyatakan dan mengakui akan kebesaran ALLAH SWT; menyatakan dan mengakui akan kekuasan ALLAH SWT, menyatakan dan mengakui akan Kemahaan dan Kebesaran ALLAH SWT. Sekarang bagaimana dengan diri kita yang saat ini sama-sama berada di langit dan bumi ALLAH SWT, seperti halnya matahari, bulan, air, udara, bintang, gunung, binatang, dan tumbuhan?



semua yang berada di langit dan yang berada di bumi bertasbih kepada Allah (menyatakan kebesaran Allah). dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
(surat Al Hadiid (57) ayat 1)


Apakah kamu tiada mengetahui, bahwa kepada Allah bersujud apa yang ada di langit, di bumi, matahari, bulan, bintang, gunung, pohon-pohonan, binatang-binatang yang melata dan sebagian besar daripada manusia? dan banyak di antara manusia yang telah ditetapkan azab atasnya. dan Barangsiapa yang dihinakan Allah Maka tidak seorangpun yang memuliakannya. Sesungguhnya Allah berbuat apa yang Dia kehendaki.
(surat Al Hajj (22) ayat 18)


    Sebagai Makhluk yang diciptakan oleh  ALLAH SWT sama seperti halnya matahari, bulan, bintang, gunung, binatang, tumbuhan, tentu kita tidak memiliki kekuatan dan kemampuan apapun juga dibandingkan dengan ALLAH SWT. Dan jika Diri Kita adalah sama-sama makhluk yang diciptakan oleh ALLAH SWT, apakah diri kita yang sedang menumpang di langit dan di bumi juga telah melaksanakan seperti yang dilakukan  oleh matahari, bulan, bintang, gunung, air, udara, binatang, tumbuhan kepada ALLAH SWT yaitu sujud dan bertasbih kepadaALLAH SWT?


Lalu bagaimana jika diri kita tidak mau melaksanakan seperti apa yang dilaksanakan oleh matahari, bulan, bintang, gunung, binatang, tumbuhan kepada ALLAH SWT, lalu apa bedanya diri kita yang telah dijadikan Khalifah di muka bumi dibandingkan dengan matahari, bulan, bintang, gunung, binatang, tumbuhan. Sedangkan Khalifah itu sendiri memiliki makna lain adalah Makhluk yang Terhormat dibandingkan dengan makhluk ALLAH SWT lainnya? Yang jelas jika kita mengacu kepada isi surat Al Hajj (22) ayat 18, hanya sebahagian manusia saja yang mau melaksanakan seperti yang dilaksanakan oleh matahari, bulan, bintang, gunung, binatang, tumbuhan kepada  ALLAH SWT. 


    Selanjutnya termasuk di dalam kelompok manakah Diri Kita ini, apakah kelompok yang sujud dan bertasbih kepada  ALLAH SWT, atau apakah kelompok yang tidak mau sujud dan bertasbih kepada ALLAH SWT? Kami senantiasa berharap kita semua termasuk dalam kelompok manusia yang selalu Sujud dan Bertasbih kepada ALLAH SWT, dimanapun, kapanpun dan dalam kondisi apapun. Apakah ada sanksinya, jika kita tidak mau sujud, tidak mau patuh, tidak mau bertasbih kepada ALLAH SWT? Jika kita tidak mau sujud dan bertasbih dengan menyatakan dan mengakui akan Kebesaran dan Kemahaan ALLAH SWT, berarti diri kita termasuk orang-orang yang Tidak Tahu Diri, karena sudahlah menumpang di langit dan di bumi ALLAH SWT lalu tidak mau tunduk patuh kepada pemilik dari itu semua. (baca: Mengenal dan Berkenalan dengan ALLAH SWT Lebih Dekat)


Hamba ALLAH SWT, jika saat ini kita ada di dunia ini, berarti keberadaan diri kita di muka bumi ini bukanlah sesuatu yang bersifat insidentil atau datang tiba-tiba tanpa perencanaan. Namun keberadaan diri kita adalah bagian dari Kehendak dan Kemampuan ALLAH SWT di dalam melaksanakan Rencana Besar Kekhalifahan di muka bumi. Sebagai Makhluk yang diciptakan oleh ALLAH SWT berarti saat ini kita dapat diibaratkan sebagai sebuah Mainan yang diciptakan ALLAH SWT. Jika ini kondisinya berarti Mainan tidak akan mungkin menentukan sendiri Aturan Main dalam suatu Permainan. Akan tetapi Pemain hanyalah Boneka-Boneka yang harus melaksanakan dan menjalankan Aturan Permainan. Ini berarti jika diri kita adalah Mainan bagi ALLAH SWT maka Diri Kita harus menjalankan dan melaksanakan Aturan Permainan yang telah ditetapkan oleh ALLAH SWT selaku Pencipta dan Pemilik dari Kekhalifahan di muka bumi.


Selanjutnya jika hidup di dunia yang saat ini kita laksanakan  sebagai suatu  permainan, maka di dalam permainan yang saat ini kita jalankan, dalam hal ini kita menjalankan permainan Kekhalifahan di muka bumi, maka :

a.    Di dalam setiap permainan harus ada awalnya dan harus pula ada akhirnya, sehingga tidak akan pernah ada permainan yang selamanya bermain.

b.   Di dalam setiap permaian maka harus ada tempat bertanding, atau ada arenanya tempat melaksanakan permainan.

c.   Di dalam setiap permainan harus ada kawan dan harus pula ada lawan, atau musuh sehingga dengan adanya lawan, atau musuh maka akan menghasilkan suatu kemenangan, atau suatu kekalahan atau ada yang menang, atau ada yang kalah.

d. Di dalam setiap permainan harus ada aturan-aturan, atau ketentuan-ketentuan yang baku untuk membedakan peserta permainan atau juga untuk menentukan siapakah pemenang dari suatu permainan. 

e.  Di dalam setiap permainan harus ada Wasit atau Pengawas Pertandingan dalam rangka menegakkan prinsip Fairplay dalam permainan. 


     Sekarang adakah prinsip-prinsip dalam sebuah permainan yang kami kemukakan di atas, ada pada Rencana Besar Kekhalifahan di muka bumi yang diciptakan oleh ALLAH SWT? ALLAH SWT selaku Pencipta dan Pemilik dari Kekhalifahan di muka bumi, juga sudah memiliki semua ketentuan yang mengatur tentang permainan kekhalifahan di muka bumi, yaitu:

a.      ALLAH SWT sudah pula menentukan lamanya permainan manusia, atau permainan diri kita saat menjadi KHALIFAH di muka bumi yaitu dimulai dari ditiupkannya Ruh sewaktu masih di dalam rahim ibu sampai dengan saat berpisahnya Jasmani dengan Ruhani.

b.      ALLAH SWT sudah pula menentukan Arena, atau tempat bertandingnya diri kita di dalam melaksanakan Kekhalifahan di muka bumi, dalam skala kecil tempatnya di dalam diri sendiri (dalam hal ini perang melawan Ahwa serta memerangi Syaitan), sedangkan dalam skala besar tempatnya ada di muka bumi ini.

c.    ALLAH SWT menetapkan Malaikat sebagai Kawan bagi Manusia saat menjadi KHALIFAH di muka bumi dan menetapkan Iblis/Jin/Syaitan dan Ahwa sebagai Musuh dalam permainan yang kita lakukan. ALLAH SWT juga sudah menyediakan bagi Manusia yang dapat mengalahkan Musuhnya berupa Syurga dan memberikan Neraka bagi Manusia yang gagal atau kalah.

d.      ALLAH SWT menurunkan dan menetapkan Diinul Islam sebagai satu-satunya Aturan Main, atau satu-satunya Alat Bantu untuk membedakan Pemenang , ataupun Pecundang di dalam permainan Kekhalifahan di muka bumi. 

e.    ALLAH SWT adalah Wasit, ataupun Pengawas, Pengarah, Penilai dari permainan yang dilakukan oleh Manusia di muka bumi sehingga prinsip Fairplay dapat terjaga dan terpelihara.


Adanya 5(lima) ketentuan ALLAH SWT yang mengatur tentang permainan Kekhalifahan di muka bumi, terlihat dengan jelas bahwa ALLAH SWT telah mengatur Kekhalifahan di muka bumi secara sempurna sejak mulai dalam perencanaan sampai dengan manusia menempati Syurga atau Neraka kelak.


Sebagai Pemain di dalam Permainan Kekhalifahan di muka bumi, timbul pertanyaan yang paling mendasar bagi diri kita, yaitu mau menjadi Pecundangkah atau mau menjadi Pemenangkah diri kita? Rasanya tidak akan ada Manusia yang ingin menjadi Pecundang di dalam permainan Kekhalifahan di muka bumi sebab Hadiah dan Penghargaan yang akan diterimanya adalah Neraka Jahannam. Semua Manusia, termasuk diri kita, pasti ingin menjadi Pemenang sebab akan memperoleh apa yang dinamakan dengan Syurga sehingga kita dapat bertemu langsung dengan ALLAH SWT.


Untuk menjadi Pemenang bukanlah perkara mudah seperti membalik telapak tangan, sebab Musuh atau Lawan yang akan Kita hadapi adalah Musuh atau Lawan yang sangat Profesional kerjanya; Musuh atau Lawan yang Tidak Nampak oleh Mata namun pengaruhnya sangat hebat; Musuh atau Lawan yang tidak pernah kenal lelah dalam rangka mengalahkan lawannya; Musuh atau Lawan yang dapat bergerak mengikuti delapan penjuru mata angin; Musuh atau Lawan yang sangat Licin, Licik, yang akan mempergunakan segala Cara tanpa ada batasan, apakah Halal ataupun Haram yang penting lawannya Kalah menjadi Pecundang.


Mampukah diri kita mengalahkan Musuh, atau Lawan yang mempunyai Kualifikasi seperti di atas, atau mampukah kita mengalahkan Syaitan seorang diri yang jumlahnya lebih banyak dari jumlah manusia? Rasanya jika kita hanya seorang diri tanpa bantuan ALLAH SWT, atau jika kita hanya mengandalkan kemampuan yang ada pada diri sendiri untuk menghadapi Syaitan, sangat sulit mengalahkan Syaitan. Apalagi di saat kita berperang melawan Syaitan di dalam diri kita sendiri pun masih ada Musuh yang tersembunyi, apakah itu?


Musuh dalam Selimut yang terdapat di dalam diri setiap Manusia adalah Ahwa atau Hawa Nafsu. Untuk itu di saat kita berperang melawan Syaitan, kita tidak boleh menganggap enteng dan remeh tentang Ahwa yang ada di dalam diri kita, atau kita tidak boleh mengatakan Ahwa adalah Lawan, atau Musuh yang Mudah dikalahkan. Hal ini dikarenakan Ahwa merupakan kendaraan bagi Syaitan, atau alat bantu bagi Syaitan untuk mengalahkan Manusia.


    Jika ini adalah Kondisi Dasar dari Permainan yang sedang kita laksanakan, apakah yang harus kita perbuat? Apabila kita ingin memenangkan Pertandingan melawan Syaitan dan menang melawan Ahwa atau apabila kita ingin selalu  menjadikan diri kita sendiri sebagai Makhluk yang Terhormat diantara makhluk ciptaan ALLAH SWT lainnya maka tidak ada jalan lain bagi diri kita untuk menerima dan melaksanakan, dengan sepenuh hati Diinul Islam sebagai satu-satunya Konsep Ilahiah bagi diri kita, tanpa dikurangi, tanpa ditambah, apalagi disesuaikan dengan kondisi apapun juga, atau kita harus bersama dengan ALLAH SWT maka barulah kita bisa mengalahkan Ahwa dan Syaitan.


Selain daripada itu masih ada hal lainnya yang harus pula kita jadikan pedoman tentang Diinul Islam sebagai sebuah Konsep yang berasal dari ALLAH SWT, yaitu kita harus bisa menempatkan dan meletakkan Diinul Islam sesuai dengan Kebesaran dan Kemahaan ALLAH SWT selaku pemilik konsep untuk kepentingan kekhalifahan di muka bumi. Untuk itu jangan pernah salahkan ALLAH SWT jika kita hanya memperoleh, jika kita hanya bisa merasakan dan mendapatkan atas apa-apa yang telah kita persepsikan dan sangkakan kepada ALLAH SWT melalui Diinul Islam.


Untuk itu Hadits Qudsi yang kami kemukakan di bawah ini, kiranya dapat di jadikan pedoman bagi diri kita untuk tidak bersikap, atau tidak memandang sempit Diinul Islam hanya sebatas Ritual Belaka seperti kita menganggap Diinul Islam hanya sebatas Pahala dan Dosa, atau sebatas Syurga dan Neraka, atau sebatas Halal dan Haram semata. Akan tetapi kita harus keluar dari pengertian itu semua, sebab jika kita terus berprinsip seperti itu maka yang akan kita peroleh dari Diinul Islampun hanya sebatas itu pula. Sedangkan telah kita ketahui bersama  bahwa ALLAH SWT lebih dari sekadar itu semua sebab ALLAH SWT adalah segala-galanya.


Abu Hurairah ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta'ala berfirman: Aku selalu mengikuti sangkaan hamba-Ku pada-Ku, maka terserah padanya akan menyangka apa saja kepada-Ku.
(HQR Muslim dan Alhakiem dari Watsilah dan Ibu Abud-Dunia, Alhakiem dari Abu Hurairah ra: 272: 67)


Watsilah bin Al-asqa' ra. berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta'ala berfirman: Aku selalu menurutkan sangkaan hamba-Ku terhadap diri-Ku, jika ia baik sangka kepada-Ku maka ia dapat dari padaku apa yang ia sangka. Dan bila ia jahat (jelek) sangka kepada-Ku, maka ia dapat apa yang ia sangka dari pada-Ku.
(HQR Atthabarani dan Ibn Hibban; 272:71)


ALLAH SWT memberikan kebebasan kepada diri kita untuk berprasangka kepada-Nya, apakah itu prasangka baik, ataupun prasangka buruk, atau apakah itu prasangka sempit ataupun prasangka yang mendalam. Adanya prasangka, atau penilaian yang kita berikan kepada Diinul Islam, maka dari sinilah ALLAH SWT memulai penilaian kepada diri kita.Semakin baik dan semakin tinggi diri kita berprasangka kepada ALLAH SWT, atau semakin tinggi diri kita berprasangka kepada  Diinul Islam yang diturunkan oleh ALLAH SWT, maka akan semakin tinggi dan semakin baik pula yang akan diberikan ALLAH SWT kepada diri kita.



Anas ra. berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta'ala berfirman: Wahai Anak Adam! Jika ingat kepada-Ku dalam dirimu, Akupun ingat kepadamu dalam diri-Ku dan bila engkau ingat kepada-Ku di dalam himpunan orang, akan Aku ingat kepadamu dalam himpunan yang lebih baik dari himpunanmu. Jika engkau mendekati-Ku sejengkal, Aku mendekatimu sedepa, bila engkau mendekati-Ku sedepa Aku dekati engkau sehasta. Dan bila engkau datang kepada-Ku berjalan , Aku akan datang kepadamu berlari.
(HQR Ahmad dan Abd. Bin Hamid; 272:185)


Untuk menambah pengertian dan pemahaman yangtelah kami kemukakan di atas, berikut ini akan kami kemukakan sebuah Hadits Qudsi yang memperlihatkan kepada diri kita bagaimana ALLAH SWT bersikap kepada hamba-Nya yang selalu ingat kepada-Nya. ALLAH SWT akan bersikap melebihi apa yang diperbuat oleh hamba-Nya jika hamba-Nya melakukan penilaian, ataupun berprasangka, atau mempunyai perbuatan yang  bersifat Positif Point kepada ALLAH SWT. Akan tetapi ALLAH SWT tidak melakukan sesuatu yang melebihi jika hamba-Nya berbuat negatif, atau berseberangan dengan ALLAH SWT. ALLAH SWT hanya membalas sebatas penilaian, atau sebatas prasangka yang dikemukakan oleh hamba-Nya tersebut. Disinilah ALLAH SWT menunjukkan sikap demokratisnya serta kasih sayang-Nya kepada diri kita yang telah yang telah dijadikan-Nya sebagai KHALIFAH di muka bumi.


Sekarang jika yang terjadi ALLAH SWT hanya bersikap apa adanya kepada diri kita, atau bahkan ALLAH SWT tidak bersikap sama sekali kepada kita, atau ALLAH SWT justru mengacuhkan diri kita, apa yang sebenarnya terjadi? Jika kita mengacu kepada ketentuan hadits di atas, dapat dipastikan itulah sikap kita kepada ALLAH SWT, karena ALLAH SWT berbuat sesuai dengan apa yang kita perbuat. Untuk itu jika kita ingin memperoleh sesuatu yang melebihi dari yang kita perbuat maka bersikaplah sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh ALLAH SWT selaku pemilik, pencipta dari langit dan bumi termasuk di dalamnya Diinul Islam.


Jika saat ini ALLAH SWT telah menurunkan Diinul Islam kepada diri kita dalam rangka mensukseskan tugas kita sebagai KHALIFAH di muka bumi maka terimalah, letakkan, tempatkan Diinul Islam itu sesuai dengan Kebesaran dan Kemahaan  ALLAH SWT serta laksanakan Diinul Islam secara Kaffah dan jangan pernah memberikan penilaian, persepsi, anggapan, seperti Katak Dalam Tempurung untuk Diinul Islam sebab baik dan buruknya penilaian ALLAH SWT kepada diri kita dimulai dari apa yang kita lakukan kepada apa apa yang dikehendaki oleh ALLAH SWT. Untuk itu lanjutkan terus mempelajari Route to 1.6.7.99 secara utuh agar kita tahu, agar kita mengerti dan agar kita paham betul tentang ALLAH SWT sehingga memudahkan kita menjadi Khalifah di muka bumi ini.
mtalaqidah.blogspot.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar