Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Senin, 23 Januari 2017

PERHITUNGAN PERHITUNGAN ZAKAT

 

Setiap perintah yang diperintahkan oleh Allah SWT dapat dipastikan bukanlah perintah yang bersifat asal asalan, asal sudah dikerjakan maka selesai sudah perintah itu dilaksanakan. Perintah Allah SWT adalah perintah yang sangat bersifat khusus dan bermakna hakiki sehingga segala yang diperintahkan oleh Allah SWT harus dilaksanakan dan dikerjakan sesuai dengan kehendak Allah SWT selaku pemberi perintah. Setiap perintah Allah SWT yang telah diperintahkan bukanlah  tujuan akhir dari perintah itu sendiri, melainkan sarana atau alat bantu bagi yang diperintah untuk mendapatkan dan merasakan makna yang tersembunyi di balik perintah.

 

Hal yang samapun berlaku kepada perintah menunaikan zakat yang saat ini berlaku sampai dengan hari kiamat kelak. Agar diri kita terhindar dari melaksanakan perintah yang tidak sesuai dengan kehendak pemberi perintah, atau agar makna yang hakiki yang terdapat di balik perintah dapat kita raih dan rasakan maka kita wajib belajar dan memiliki ilmu tentang zakat lalu menunaikannya dengan baik dan benar. Berikut ini akan kami kemukakan beberapa perhitungan perhitungan atau methode ataupun cara melaksanakan perintah menunaikan zakat yang sesuai dengan syariat yang berlaku, yaitu :

 

A.     ZAKAT PROFESI

 

Zakat profesi atau zakat penghasilan adalah zakat yang dikeluarkan dari penghasilan profesi jika sudah mencapai nilai tertentu (nishab). Profesi yang dimaksud pegawai negeri atau swasta dll. Katakan ada seorang pegawai dengan penghasilan minimal setara 520 kg beras (senilai Rp.5.200.000, dengan harga beras Rp.10.000,-/kg) maka ia wajib mengeluarkan zakatnya sebesar 2,5% begitu menerimanya. Sebagai contoh: katakan “Ibu Tania SBA” adalah seorang karyawati sebuah perusahaan swasta nasional. Setiap awal bulan ia mendapat gaji dari perusahaan tersebut (take home pay) sebesar Rp.10.000.000,- per bulan. Maka zakat yang harus ditunaikan oleh “Ibu Tania SBA” adalah sebagai berikut: Penghitungan Rp.10.000.000,- x 2,5%= Rp.250.000,- per bulan.

 

B.    ZAKAT TABUNGAN (ZAKAT MAAL)

 

Uang simpanan yang telah mengendap selama 1 (satu) tahun dan mencapai nilai minimal (nishab) setara 85 gr emas 24K. Wajib dikeluarkan zakatnya  sebesar 2,5% dari nilai tabungan yang dimilikinya. Adapun dalil tentang zakat tabungan sebagai berikut: “Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih, pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, Maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.” (surat At Taubah (9) ayat 34,35) dan juga berdasarkan hadits berikut ini: “Rasulullah SWT bersabda: “Tiadalah bagi pemilik simpanan (termasuk emas/tabungan) yang tidak menunaikan zakatnya, kecuali dibakar di atasnya di neraka jahanam? (Hadits Riwayat Bukhori)

 

Jadi, berapa batas terkena wajib zakat maal? Terkena wajib zakat maal bila tabungan tersebut telah memenuhi syarat sebagai berikut: (1) disimpan dan milik penuh oleh seorang Muslim sudah sampai setahun, (2) tidak berutang, (3) cukup nisab, yakni setara nilainya dengan 85 gram emas, kalau nilai emas satu gram hari ini @Rp 1.000.000 x 85 gr berarti tabungan yang sudah mencapai Rp.85.000.000, harus mengeluarkan zakatnya 2,5 persen. Sebagai contoh, “Ibu Tania SBA” memiliki tabungan yang telah mengendap satu tahun sebesar Rp.105.000.000,- maka zakat tabungan (zakat maal) yang harus ditunaikan oleh “Ibu Tania SBA” adalah sebesar : 2,5 persen dari Rp.105.000.000 = Rp.2.625.000,-. Namun apabila jumlah tabungan “Ibu Tania SBA” hanya berjumlah Rp.50.000.000, maka tidak wajib menunaikan zakat tabungan (zakat maal) karena nishabnya belum terpenuhi, akan tetapi beliau dianjurkan untuk bersedekah atau menunaikan infaq.

 

C.     ZAKAT FITRAH.

 

Zakat fitrah merupakan salah satu dari jenis zakat yang wajib dikeluarkan setiap individu merdeka dan mampu serta sesuai dengan syarat yang telah ditetapkan. Zakat sendiri telah menjadi salah satu bagian dari rukun islam yang ke-4. Oleh karena itu, diwajibkan kita sebagai umat muslim untuk selalu membayar zakat terutama zakat fitrah. Adapun pengertian dari zakat fitrah adalah zakat yang berguna untuk membersihkan diri (untuk menjaga kefitrahan diri)  dan juga sebagai pelengkap dari ibadah puasa di bulan Ramadhan sehingga tanpa zakat fitrah yang kira tunaikan puasa di bulan Ramadhan kita tidak terlengkapi (sempurna), sebagaimana hadits berikut ini: “Dari Ibnu Umar ra,  sesungguhnya Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwa tidak ada Ilah selain Allah dan bahwa Muhammad adalah Rasulullah, menegakkan shalat, menunaikan zakat. Jika mereka melakukan hal itu maka darah dan harta  mereka akan dilindungi kecuali dengan hak Islam dan perhitungan mereka ada pada Allah Subhanahu wata’ala.” (Hadits Riwayat. Bukhari no. 25; Muslim no. 22)

 

Adapun syarat-syarat dari wajib zakat fitrah yaitu sebagai berikut: (a) Beragama Islam dan Merdeka; (b) Menemui dua waktu yaitu diantara bulan Ramadhan dan Syawal walaupun hanya sesaat; (c) Mempunyai harta yang lebih dari pada kebutuhannya sehari-hari untuk dirinya dan orang-orang di bawah tanggungan pada hari raya dan malamnya.

 

Persyaratan di atas ini merupakan syarat-syarat untuk orang yang wajib zakat fitrah. Ada juga syarat tidak wajib zakat fitrah yaitu: (a) Orang yang meninggal sebelum terbenam matahari pada akhir Ramadhan; (b) Anak yang lahir selepas terbenam matahari pada akhir Ramadhan; (c) Orang yang baru memeluk agama Islam sesudah matahari terbenam pada akhir Ramadhan; (d) Tanggungan istri yang baru saja dinikahi selepas matahari terbenam pada akhir Ramadhan. Adapun ketentuan dari zakat fitrah yang harus kita tunaikan sebelum Hari Raya Idhul Fitri adalah :

 

1.       Besarnya Zakat fitrah adalah 2.5 kg, boleh dibayarkan sesuai dengan harga dari makanan pokok tersebut, sebagaimana hadits berikut ini: “Ibnu Umar ra, berkata: Rasulullah telah mewajibkan Zakat Fitrah pada bulan Ramadhan sebanyak satu sha’ kurma atau satu sha’ gandum kepada hamba sahaya maupun orang orang yang merdeka, laki laki atau perempuan, besar maupun kecil dari umat Islam.” (Hadits Riwayat Bukhari, Muslim). Adapun zakat fitrah disesuaikan dengan makanan pokok kita dan masyarakat Indonesia pada umumnya yaitu adalah beras sebanyak 3,5 liter atau 2,5 kg beras.

 

2.       Orang yang wajib membayar Zakat fitrah adalah semua muslim tanpa membedakan laki-laki dan perempuan, bayi, anak-anak dan dewasa, kaya atau miskin (yang mempunyai makanan pokok lebih dari sehari)

 

3.       Waktu mengeluarkan atau menunaikan Zakat fitrah : (1) Waktu wajib membayar zakat fitrah yaitu ditandai dengan tenggelamnya matahari diakhir bulan Ramadhan atau (2) Diperbolehkan mendahului atau mempercepat pembayaran zakat fitrah dari waktu wajib tersebut.

 

Ibnu Abbas, ra, berkata: ‘Rasulullah SAW telah mewajibkan ditunaikannya Zakat Fitrah untuk mensucikan orang yang berpuasa dari perbuatan yang sia sia dan dari perkataan buruk selama ia berpuasa; disamping Zakat Fitrah adalah dapat memberi makanan kepada orang orang miskin, Karena itu, siapa yang menunaikannya sebelum Shalat Ied, maka itulah zakat yang diterima. Sementara siapa yang menunaikannya setelah Shalat Ied, maka Zakat itu seperti bagian dari sedekah biasa”. Berikut uraian waktu zakat yang tepat untuk mengeluarkan zakat fitrah.

 

a.        Waktu Harus: bermula dari awal bulan Ramadhan sampai akhir bulan Ramadhan.

b.       Waktu Wajib: setelah matahari terbenam pada akhir bulan Ramadhan.

c.        Waktu Afdhal: setelah melaksanakan solat subuh pada hari akhir Ramadhan sampai sebelum mengerjakan sholat idul fitri.

d.       Waktu Makruh: melaksanakan sholat idul fitri sehingga sebelum terbenam matahari.

 

Semoga kita mampu menunaikan zakat fitrah sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan jangan sampai karena kelalaian kita terlambat atau gagal menunaikan zakat fitrah mengakibatkan puasa Ramadhan kita tercoreng menjadi tidak sempurna.

 

D.  FIDYAH

 

Pada dasarnya, Allah SWT mewajibkan berpuasa kepada semua kaum muslimin di bulan Ramadhan dan dikerjakan secara langsung bagi mereka yang tidak ada udzur seperti sakit dan safar ataupun dengan qadha’ bagi yang tidak sanggup menjalankannya. Bagi mereka yang memiliki udzur dan ada kemungkinan udzurnya hilang sesudah Ramadhan, maka puasa dikerjakan dengan cara qadha’. Akan tetapi, bagi kaum muslimin yang sudah tidak mampu lagi berpuasa seperti orang tua renta dan orang sakit yang tak ada harapan sembuh, Allah SWT memberikan keringanan kepada mereka dengan memberi makan orang miskin sebagai ganti puasanya, yang disebut fidyah.

 

Hal ini termaktub dalam surat Al Baqarah (2) ayat 184 berikut ini: “(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka Barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi Makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan[114], Maka Itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”

 

[114] Maksudnya memberi Makan lebih dari seorang miskin untuk satu hari.

 

Namun ada permasalahan yang dirasakan kaum muslim yang berhalangan puasa pada bulan Ramadhan, yaitu bagaimana takaran dalam membayar fidyah. Ada yang mengatakan boleh dibayar sesuai harga nominal makan kita untuk satu porsi dikalikan jumlah puasa yang harus diganti, ada pula yang menyarankan dengan memberi makan orang miskin sebanyak 1 mud (1,25 kilogram cerealia, seperti gandum, beras dan lainnya).

 

Membayar fidyah ditetapkan berdasarkan jumlah hari yang ditinggalkan untuk berpuasa. Setiap 1 hari seseorang meninggalkan puasa, maka dia wajib membayar fidyah kepada 1 orang fakir miskin. Sedangkan teknis pelaksanaannya, apakah mau perhari atau mau sekaligus sebulan, kembali kepada keluasan masing-masing orang. Bila seseorang nyaman memberikan fidyah setiap hari, silahkan dilakukan. Sebaliknya, bila lebih nyaman untuk diberikan sekaligus untuk puasa 1(satu) bulan, silakan saja. Yang penting jumlah takarannya tidak kurang dari yang telah ditetapkan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa fidyah hanya diberikan kepada fakir miskin seperti zakat fitrah.

 

Menurut Nabi Muhammad saw, bentuk fidyah berupa makanan, biasanya adalah makanan pokok yang di setiap negeri berbeda satu dengan yang lainnya. Makanan pokok dapat dalam bentuk siap santap atau hanya berupa bahan mentah, keduanya boleh, karena memang tidak ada aturan khusus yang mengikat.Sedangkan untuk ukuran fidyah, seberapa banyak jumlahnya yang harus dikeluarkan, para ulama memiliki beberapada perbedaan pandangan. Berikut ini penjelasannya:

 

1.       Satu Mud. Sebagian ulama seperti Imam As-Syafi’i, Imam Malik dan Imam An-Nawawi menetapkan bahwa ukuran fidyahyang harus dibayarkan kepada setiap 1 orang fakir miskin adalah 1 mud gandum sesuai dengan ukuran mud Nabi SAW. Maksudnya mud adalah telapak tangan yang ditengadahkan ke atas untuk menampung makanan (mirip orang berdoa). Mud adalah istilah yang menunjuk ukuran volume, bukan ukuran berat. Dalam kitab Al-Fiqhul Islami Wa Adillatuhu disebutkan bila diukur dengan ukuran zaman sekarang, 1 mud setara dengan 675 gram atau 0,688 liter.

 

2.       Dua Mud atau Setengah Sha’. Sebagian ulama yang lain seperti Abu Hanifah berpendapat ½ sha’ atau 2 mud gandum dengan ukuran mud Rasulullah SAW atau setara dengan setengah sha‘ kurma atau tepung. Setara dengan memberi makan siang dan makan malam hingga kenyang 1 orang miskin. Sebagian ulama yang kira-kira ½ sha’ beratnya 1,5 kg dari makanan pokok. Telah disebutkan dalam fatwa Lajnah Daimah: “Kapan saja dokter memutuskan bahwa penyakit yang diderita seseorang yang karenanya tidak berpuasa tidak bisa diharapkan kesembuhannya, maka dia boleh tidak berpuasa dan wajib memberi makan untuk setiap harinya 1 orang miskin sejumlah setengah sha’ dari makanan pokok suatu negeri seperti kurma atau yang lainnya, jika telah memberi makan seorang miskin sejumlah hari-hari yang ditinggalkan maka itu telah mencukupi”.

 

3.       Satu Sha’. Ini adalah pendapat dari kalangan Hanafiyah, seperti Imam Al-Kasani dalam Bada’i’ wa As-Shana’i’. Satu sha’ itu setara dengan 4 mud, sama dengan jumlah zakat fitrah yang dibayarkan. Bila ditimbang, 1 sha‘ itu beratnya 2.176 gram. Bila diukur volumenya, 1 sha‘ setara dengan 2,75 liter. Dari perbedaan ulama diatas kadar fidyah paling sedikit adalah satu mud, tetapi yang paling utama kita mengeluarkan setengah sha’ atau memberi satu porsi makanan masak kepada setiap miskin. Lalu siapa sajakah yang punya kewajiban membayar fidyah tersebut?

 

a.        Orang yang sakit dan secara umum ditetapkan sulit untuk sembuh lagi,

b.       Orang tua atau lemah yang sudah tidak kuat lagi berpuasa,

c.        Wanita yang hamil dan menyusui apabila ketika puasa mengkhawatirkan anak yang dikandung atau disusuinya. Mereka wajib membayar fidyah saja menurut sebagian ulama, namun menurut Imam Syafi’I selain wajib membayar fidyah juga wajib mengqadha’ puasanya. Sedangkan menurut pendapat lain, tidak membayar fidyah tetapi cukup mengqadha’.

d.       Orang yang menunda kewajiban mengqadha’ puasa Ramadhan tanpa uzur syar’i hingga Ramadhan tahun berikutnya telah menjelang. Mereka wajib mengqadha’nya sekaligus membayar fidyah, menurut sebagian ulama.

 

Inti pembayaran fidyah adalah mengganti 1 (satu) hari puasa yang ditinggalkan dengan memberi makan 1 (satu) orang miskin. Namun, model pembayarannya dapat diterapkan dengan 2 (dua) cara:

 

a.        Memasak atau membuat makanan, kemudian mengundang orang miskin sejumlah hari yang ditinggalkan selama bulan Ramadhan, sebagaimana yang dilakukan oleh sahabat Anas bin Malik ra, ketika beliau sudah menginjak usia senja dan tidak sanggup lagi berpuasa seperti dijelaskan dalam hadits berikut ini: “Bahwa beliau tidak mampu berpuasa selama setahun lalu beliau membuat satu nampan besar bubur dan mengundang tiga puluh orang miskin dan mengenyangkan mereka. (HR. Ad-Daruquthni dan dishahihkan sanadnya oleh Syeikh Al-Albani dalam kitab Irwa’.”

 

b.       Memberi orang miskin berupa makanan yang belum dimasak. Namun, sebaiknya juga diberikan sesuatu untuk dijadikan lauk.

 

Seseorang dapat membayar fidyah, pada hari itu juga ketika dia tidak melaksanakan puasa. Atau diakhirkan sampai hari terakhir bulan Ramadhan, sebagaimana dilakukan oleh sahabat Anas bin Malik ketika beliau telah tua.Yang tidak boleh dilaksanakan adalah pembayaran fidyah yang dilakukan sebelum Ramadhan.Misalnya: Ada orang yang sakit yang tidak dapat diharapkan lagi kesembuhannya, kemudian ketika bulan Sya’ban telah datang, dia sudah lebih dahulu membayar fidyah. Maka, yang seperti ini tidak diperbolehkan. Ia harus menunggu sampai bulan Ramadhan benar-benar telah masuk, barulah ia boleh membayarkan fidyah ketika hari itu juga atau bisa ditumpuk di akhir Ramadhan.

 

Fidyah adalah pengganti dari suatu ibadah yang telah ditinggalkan, berupa sejumlah makanan yang diberikan kepada fakir miskin. Dengan mengamati definisi dan tujuan fidyah yang merupakan santunan kepada orang miskin, maka boleh memberikan fidyah dalam bentuk uang. Karena jika orang miskin tersebut, sudah cukup memiliki bahan makanan, maka lebih baik memberikan fidyah dalam bentuk uang, agar dapat dipergunakan untuk keperluan lain. Jumhur ulama mewajibkan untuk dikeluarkan makanan berdasarkan Al-Qur’an, namun madzhab Hanafiyah membolehkan membayarkan nilainya.

 

Lebih baik mengambil pendapat jumhur ulama, kecuali jika mengeluarkan fidyah sejumlah nilainya lebih mendatangkan maslahat maka diperbolehkan.Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa kewajiban fidyah boleh dilaksanakan dengan mengganti uang, jika lebih bermanfaat. Namun jika uang ter­sebut akan digunakan untuk foya-foya, maka wajib memberi­kannya dalam bentuk bahan makanan pokok

 

Fidyah diberikan kepada fakir miskin sesuai jumlah hari yang ditinggalkan, yakni satu fidyah untuk satu hari untuk satu miskin dan pemberiannya dapat dilakukan sekaligus. Misalnya kita meninggalkan puasa 30 hari maka kita cukup membayar 30 porsi makanan kepada 30 orang miskin saja.Dapat pula diberikan hanya kepada 1 (satu) orang miskin saja sebanyak 30 hari. Adapun ketentuan memberikan seluruh fidyah kepada 1 (satu) orang miskin saja, sebagian ulama melarangnya, namun Imam Nawawi rahimahullah dalam kitab Al-Majmu’ membolehkannya. Begitu juga Al Mawardi yang mengatakan, “Boleh saja mengeluarkan fidyah pada satu orang miskin sekaligus. Hal ini tidak ada perselisihan di antara para ulama.”

 

E.     ZAKAT INVESTASI.

 

Zakat Investasi adalah yang dikenakan terhadap harta yang diperoleh dari hasil investasi. Contohnya : Bangunan atau kendaraan yang disewakan. Zakat investasi dikeluarkan pada saat menghasilan sedangkan modal tidak dapat dikenai zakat. Besar zakat yang dikeluarkan 5% untuk penghasilan kotor dan 10 % untuk penghasilan bersih. Misalkan : Hj. Dewayani adalah seorang yang kaya raya, ia memiliki rumah kontrakan berjumlah 20 (dua puluh) pintu, karena sifatnya yang dermawan, arif dan bijaksana, ia menyewakan rumah kontrakannya tidak terlalu mahal, perbulannya seharga Rp.500.000,-/pintunya. 

 

Setiap bulannya Hj. Dewayani mengeluarkan Rp.1.500.000,- untuk biaya perawatan seluruh rumah kontrakannya. Apakah Hj.Dewayani  termasuk yang wajib menunaikan zakat? Berapa zakatnya? Perhitungan Zakatnya adalah : Penghasilan dari rumah kontrakan dianalogikan dengan zakat investasi, yaitu nishabnya senilai 520 kg beras dengan perhitungan 5% dari bruto atau 10% dari netto. Berdasarkan ketentuan Nishab yang berlaku maka Hj Dewayani tergolong orang yang mempunyai kewajiban untuk menunaikan Zakat. Dimana setiap bulannya Hj. Dewayani memiliki penghasilan sebanyak 20 x Rp.500.000,- = Rp.10.000.000,- sehingga besaran zakatnya berdasarkan perhitungan bruto sebesar : Rp.10.000.000 x 5% = Rp.500.000, - setiap bulannya.

 

F.      ZAKAT PERDAGANGAN.

 

Zakat perniagaan adalah zakat yang dikenakan pada harta perniagaan. Dalam sebuah kisah diriwayatkan: “Rasulullah SAW memerintahkan kami agar mengeluarkan zakat dari semua yang kami persiapkan untuk berdagang.” (Hadits Riwayat Abu Daud). Adapun ketentuan dari Zakat Perdagangan yang harus kita tunaikan dengan ketentuan sebagai berikut:

 

1.       Kepemilikan harus telah mencapai haul (setahun kepemilikan).

2.       Mencapai nishab 85 (delapan puluh lima) gram emas.

3.       Besaran  Zakat adalah 2,5 % .

4.       Dapat dibayar dengan barang atau uang tunai.

5.       Berlaku untuk perdagangan secara individu atau badan usaha ( CV, PT, Koperasi)

6.       Cara Menghitung Zakat Perdagangan = ( Modal yang diputar + keuntungan + piutang yang dapat dicairkan ) – (hutang-kerugian) x 2,5 %

 

Misalkan : Ibu Azizah seorang pedagang kelontong, walaupun tokonya tidak begitu besar ia memiliki modal sebanyak Rp.6.000.000,- setiap harinya ia mendapatkan keuntungan bersih sebesar  Rp.150.000,- dari any yang ia buka setiap hari. Usaha yang ia mulai pada bulan Januari 2009 tersebut, setelah berjalan 1 tahun, pada bulan tersebut ia mempunyai piutang Rp.3.000.000,- dan hutang yang harus ia bayar pada bulan tersebut sebesar Rp.3.100.000,-

 

Perhitungan Zakat Ibu Azizah adalah :

 

a.        Modal yang dimiliki Rp.6.000.000,-

b.       Keuntungan setiap hari Rp.150.000,- selama 1 tahun = 150.000x365 = 54.750.000,-

c.        Piutang sejumlah Rp. 3.000.000,- serta Hutang sejumlah Rp. 3.100.000,-

d.       Adapun penghitungan zakatnya adalah : (Modal + Untung + Piutang) – (Hutang) x 2,5%, maka zakat yang harus ditunaikan adalah sebesar = (6.000.000 + 54.750.000 + 3.000.000)- (3.100.000) x 2,5% = Rp.1.516.250

 

G.    ZAKAT EMAS DAN PERAK.

 

Zakat yang dikenakan atas emas atau perak yang telah mencapai nisab dan haul. Zakat emas wajib dikenakan atas kepemilikan emas yang telah mencapai nisab 85 gram emas. Zakat perak wajib dikenakan atas kepemilikan perak yang telah mencapai nisab 595 gram perak. Kadar zakat atas emas ataupun perak sebesar 2,5%.

 

1.       Ketentuan Zakat Emas : (a) Mencapai haul; (b) Mencapai nishab, 85 gr emas murni; (c) Besar zakat 2,5 %. Adapun cara menghitung zakat emas:

 

a.        Jika seluruh emas/perak yang dimiliki, tidak dipakai atau dipakainya hanya setahun sekali Zakat emas/perak = emas yang dimiliki x harga emas x 2,5 %

b.       Jika emas yang dimiliki ada yang dipakai Zakat = (emas yang dimiliki – emas yang dipakai) x harga emas x 2,5 %

 

2.       Ketentuan Zakat Perak : (a) Mencapai haul; (b) Mencapai nishab 595 gram perak; (c) Besar zakat 2,5 %. Adapaun cara menghitung zakat perak :

 

a.        Jika seluruh perak yang dimiliki, tidak dipakai atau dipakainya hanya setahun sekali Zakat = perak yang dimiliki x harga perak x 2,5 %

 

b.       Jika emas yang dimiliki ada yang dipakai Zakat = (perak yang dimiliki – perak yang dipakai) x harga emas x 2,5 %.

 

H.    ZAKAT HADIAH.

 

1.       Jika hadiah tersebut terkait dengan gaji maka ketentuannya sama dengan zakat profesi dan dikeluarkan pada saat menerima hadiah. Besar Zakat yang dikeluarkan 2.5%.

 

2.       Jika komisi, terdiri dari 2 bentuk : Pertama, jika komisi dari hasil prosentasi keuntungan perusahaan kepada pegawai, maka zakat yang dikeluarkan sebesar 10%.Kedua, jika komisi dari hasil profesi misalnya makelar, maka zakatnya seperti zakat profesi.

 

3.       Jika hibah : Pertama, jika sumber hibah tidak diduga – duga maka zakat yang dikeluarkan sebesar 20%.Kedua, jika sumber hibah sudah diduga dan diharapkan, maka hibah tersebut digabungkan dengan kekayaan yang ada, zakat yang dikeluarkan sebesar 2.5%.

 

I.        ZAKAT HASIL PERTANIAN.

 

1.       Ketentuan Nishab Zakat Pertanian. Nishab hasil pertanian adalah 5 wasaq atau setara dengan 750 kg. Apabila hasil pertanian termasuk makanan pokok, seperti beras, jagung, gandum, kurma, dll, maka nishabnya adalah 750 kg dari hasil pertanian tersebut. (pendapat lain menyatakan 815 kg untuk beras dan 1481 kg untuk yang masih dalam bentuk gabah). Tetapi jika hasil pertanian itu bukan merupakan makanan pokok, seperti buah-buahan, sayur-sayuran, daun, bunga, dll, maka nisabnya disetarakan dengan harga nisab dari makanan pokok yang paling umum di daerah (negeri) tersebut (di negeri kita = beras/sagu/jagung).

 

2.       Ketentuan Kadar Zakat Pertanian. Besar zakat untuk hasil pertanian, apabila diairi dengan air hujan, atau sungai/mata/air, maka 10%, apabila diairi dengan cara disiram atau irigasi (ada biaya tambahan) maka zakatnya 5%. Dari ketentuan ini dapat dipahami bahwa pada tanaman yang disirami zakatnya 5%. Artinya 5% yang lainnya didistribusikan untuk biaya pengairan.

 

Imam Az Zarqoni berpendapat bahwa apabila pengolahan lahan pertanian diairi dengan air hujan (sungai) dan disirami (irigasi) dengan perbandingan 50;50, maka kadar zakatnya 7,5% (3/4 dari 1/10).

 

Pada sistem pertanian saat ini, biaya tidak sekedar air, akan tetapi ada biaya lain seperti pupuk, insektisida, dll. Maka untuk mempermudah perhitungan zakatnya, biaya pupuk, intektisida dan sebagainya diambil dari hasil panen, kemudian sisanya (apabila lebih dari nishab) dikeluarkan zakatnya 10% atau 5% (tergantung sistem pengairannya)

 

J.       ZAKAT HASIL PETERNAKAN.

 

Zakat Hasil Ternak (salah satu jenis Zakat Maal) meliputi hasil dari peternakan hewan baik besar (sapi,unta) sedang (kambing,domba) dan kecil (unggas, dll). Perhitungan zakat untuk masing-masing tipe hewan ternak, baik nisab maupun kadarnya berbeda-beda dan sifatnya bertingkat. Sedangkan haulnya yakni satu tahun untuk tiap hewan.

 

K.     ZAKAT BARANG TEMUAN (RIKAZ)

 

Zakat Barang Temuan (Rikaz) wajib dikeluarkan untuk barang yang ditemukan terpendam di dalam tanah, atau yang biasa disebut dengan harta karun. Zakat barang temuan tidak mensyaratkan baik haul (lama penyimpanan) maupun nisab (jumlah minimal untuk terkena kewajiban zakat), sementara kadar zakatnya adalah sebesar seperlima atau 20% dari jumlah harta yang ditemukan. Jadi setiap mendapatkan harta temuan berapapun besarnya, wajib dikeluarkan zakatnya sebesar seperlima dari besar total harta tersebut. Hadits yang mendasari kewajiban mengeluarkan zakat ini adalah: Dari Abu Hurairah r.a., bahwa Rasulullah s.a.w. bersabda: “ .. dan pada rikaz (diwajibkan zakatnya) satu perlima. (Hadits Riwayat Bukhari)

 

Untuk menambah wawasan tentang zakat, berikut ini akan kami kemukakan beberapa istilah-istilah yang berlaku di dalam perzakatan,  yaitu :

 

 

No.

Istilah

Keterangan

1

Nishab zakat

Kadar atau jumlah minimal pada harta wajib zakat dimana jika kurang dari batas minimalnya tidak terkena kewajiban zakat. Nishab zakat berbeda-beda tergantung jenis dan spesifikasi harta.

2

Melewati Haul

Harta wajib zakat dengan nilai/kadar mencapai nishab dan melewati masa 12 bulan (baik masehi atau hiriyah). Awal penentuan batas haul adalah saat dimana harta mencapai nishab. Tidak ada syarat haul pada harta pertanian, barang tambang, dan rikaz/harta karun, serta luqathah/barang temuan.

3

Kadar Zakat

Kadar atau nilai nominal yang wajib dikeluarkan dari harta yang sudah wajib zakat jika sudah terpenuhi nishab dan haul.

4

Sepuluh Persen

Adalah kadar besarnya zakat yang harus dikeluarkan dari harta wajib zakat pertanian non-irigasi.

5

Dua Puluh Persen

Adalah kadar besarnya zakat yang harus dikeluarkan dari harta wajib zakat tertentu (harta karun, barang tambang, dan barang temuan).

 

6

Dua Setengah Persen

Adalah kadar besarnya zakat yang harus dikeluarkan dari harta wajib zakat (emas, perak, uang tabungan, saham, perniagaan).

7

Muzakki

Orang atau lembaga atau badan usaha yang sudah wajib mengeluarkan zakat atas kekayaan harta tertentu, dengan syarat muslim, tidak ada syarat aqil-baligh menurut jumhur ulama (sebagian ulama lainnya mensyaratkan aqil-baligh).

8

Mustahiq Zakat

Adalah kelompok orang tertentu yang berhak mendapatkan harta zakat. Mereka adalah 8 jenis: fakir, miskin, amil, muallaf, pembebasan budak, gharim/pailit, fii sabilillah, dan ibnu sabil.

9

Shadaqah

Adalah sesuatu yang diberikan kepada orang fakir-miskin sebagai sebuah bantuan suka-rela, karena ingin mendapatkan ganjaran dari Allah SWT.

10

Amil

Adalah orang yang ditugaskan untuk mengumpulkan, mengurusi, dan membagikan harta zakat kepada mustahiqnya.

11

Nishab atas Perak

Nishab atas perak setara dengan 200 (dua ratus) dirham setara dengan 595 (lima ratus sembilan puluh lima) gram perak;

12

Nishab atas Emas

Nishab atas emas setara dengan 20 (dua puluh) dinar atau setara dengan 85 (delapan puluh lima) gram emas 24 Karat.

13

Nishab atas Uang

Nishab uang setara dengan 20 (dua puluh) dinar atau setara dengan  85 (delapan puluh lima) gram emas 24 Karat.

14

Dirham

Satu dirham setara dengan  2,975 gram perak.

15

Dinar

Satu dinar setara dengan 4,25 gram emas murni,

16

Dinar

Satu dinar setara dengan 10 dirham.

 

 

 

 

Sebagai Muzakki tentu kita tidak bisa begitu saja menunaikan zakat walaupun Nishab dan Haul sudah terpenuhi. Kita harus tetap memperhatikan syarat dan ketentuan yang berlaku, sebagaimana hadits berikut ini: Dari Ali ibn Abi Thalib, Rasulullah bersabda, “Jika engkau memiliki 200 dirham dan telah melewati 1 tahun (haul), maka zakatnya adalah 5 dirham dan engkau setelah itu tidak ada kewajiban apapun atas 200 dirham tersebut; Sampai engkau memiliki 20 dinar dan telah melewati masa 1 tahun, maka zakatnya adalah ½ dinar. Adapun kelebihan dirham atau dinar, maka patokannya adalah seperti tersebut di atas. Dan engkau tidak memiliki kewajiban zakat apapun, kecuali jika harta tersebut telah melewati masa haul (1 tahun). (Hadits Riwayat Abu Daud, Ibn Majah, Baihaqi, hadits hasan. Imam Daraquthni, Bukhari, Nawawi menshahihkannya, Al-Hafidz menghasankannya).

 

Agar maksud dan tujuan yang hakiki dari menunaikan zakat dapat kita peroleh secara maksimal maka etika saat menunaikan zakat harus kita penuhi terlebih dahulu. Berikut ini akan kami kemukakan etika dimaksud, yaitu:

 

1.       Merahasiakan ketika menunaikannya, karena hal ini dapat menghindarkamn diri dari riya. Terkecuali jika kita berniat untuk memberikan support, dorongan, contoh kepada orang lain sehingga apa yang kita contohkan mampu diikuti oleh orang lain. Jika demikian niatnya, maka hal ini diperbolehkan untuk memperlihatkan diri ketika kita menunaikan zakat, sebagaima firmanNya berikut ini: “Jika kamu Menampakkan sedekah(mu)[172], Maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya[173] dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, Maka Menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu; dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (surat Al Baqarah (2) ayat 271)

 

[172] Menampakkan sedekah dengan tujuan supaya dicontoh orang lain.

[173] Menyembunyikan sedekah itu lebih baik dari menampakkannya, karena Menampakkan itu dapat menimbulkan riya pada diri si pemberi dan dapat pula menyakitkan hati orang yang diberi.

 

2.       Tidak merusak zakat dan sedekahnya dengan menyebut nyebutnya dan menyakiti hati perasaan penerima, sebagaimana firmanNya berikut ini: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan Dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah Dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir[168]. (surat Al Baqarah (2) ayat 264)

 

[168] Mereka ini tidak mendapat manfaat di dunia dari usaha-usaha mereka dan tidak pula mendapat pahala di akhirat.

 

3.     Untuk memilihkan harta yang akan dizakati dari harta terbaik, terhalal dan yang paling dicintainya.

 

4.       Dalam menunaikan zakat, sebaiknya muzakki memilih orang orang yang akan menerima zakatnya (mustahik)  memiliki sifat sifat sebagai berikut:

 

a.        Orang yang bertaqwa, agar zakat yang diterimanya dapat lebih membantunya dalam melakukan ketaatan kepada Allah SWT;

b.       Orang yang sedang menuntut ilmu atau sedang belajar. Jika ada pilihan antara penuntut ilmu dan ilmu umum, maka yang diutamakan adalah yang sedang menuntut ilmu agama. Agar zakat yang diterimanya dapat memberikan semangat untuk mencari ilmu dan mendapatkannya, mengembangkannya dan menyebarkannya;

c.        Mempunyai hubungan kerabat dengannya karena zakat kepada orang yang masih memiliki hubungan kerabat, disamping akan mendapat pahal zakat juga mendapatkan pahala menyambung tali silaturrahmi;

d.       Untuk menyegarakan menunaikan zakat semampunya karena kita tidak tahu apa yang akan menimpa dan yang akan kita alami;

e.        Untuk menganggap kecil atau sepele zakat yang ditunaikannya. Hal ini untuk menghindari dari sifat sombong karena sifat sombong dapat menghilangkan amal kebaikan.

 

Setelah kita mengetahui etika saat menunaikan zakat, kami berharap kita semua  mampu menunaikan zakat sesuai dengan kehendak Allah SWT. Lalu jangan pernah menunda nunda pembayarannya.

 




Tidak ada komentar:

Posting Komentar