Setiap perintah yang diperintahkan oleh Allah SWT
dapat dipastikan bukanlah perintah yang bersifat asal asalan, asal sudah
dikerjakan maka selesai sudah perintah itu dilaksanakan. Perintah Allah SWT
adalah perintah yang sangat bersifat khusus dan bermakna hakiki sehingga segala
yang diperintahkan oleh Allah SWT harus dilaksanakan dan dikerjakan sesuai
dengan kehendak Allah SWT selaku pemberi perintah. Setiap perintah Allah SWT
yang telah diperintahkan bukanlah tujuan
akhir dari perintah itu sendiri, melainkan sarana atau alat bantu bagi yang
diperintah untuk mendapatkan dan merasakan makna yang tersembunyi di balik
perintah.
Hal yang samapun berlaku kepada perintah menunaikan zakat
yang saat ini berlaku sampai dengan hari kiamat kelak. Agar diri kita terhindar
dari melaksanakan perintah yang tidak sesuai dengan kehendak pemberi perintah,
atau agar makna yang hakiki yang terdapat di balik perintah dapat kita raih dan
rasakan maka kita wajib belajar dan memiliki ilmu tentang zakat lalu
menunaikannya dengan baik dan benar. Berikut ini akan kami kemukakan beberapa perhitungan
perhitungan atau methode ataupun cara melaksanakan perintah menunaikan zakat
yang sesuai dengan syariat yang berlaku, yaitu :
A.
ZAKAT PROFESI
Zakat profesi atau
zakat penghasilan adalah zakat yang dikeluarkan dari penghasilan profesi jika
sudah mencapai nilai tertentu (nishab). Profesi yang dimaksud pegawai negeri
atau swasta dll. Katakan ada seorang pegawai dengan penghasilan minimal setara
520 kg beras (senilai Rp.5.200.000, dengan harga beras Rp.10.000,-/kg) maka ia wajib
mengeluarkan zakatnya sebesar 2,5% begitu menerimanya. Sebagai contoh: katakan
“Ibu Tania SBA” adalah seorang karyawati sebuah perusahaan swasta nasional.
Setiap awal bulan ia mendapat gaji dari perusahaan tersebut (take home pay)
sebesar Rp.10.000.000,- per bulan. Maka zakat yang harus ditunaikan oleh “Ibu Tania
SBA” adalah sebagai berikut: Penghitungan Rp.10.000.000,- x 2,5%= Rp.250.000,- per
bulan.
B.
ZAKAT TABUNGAN (ZAKAT
MAAL)
Uang simpanan yang
telah mengendap selama 1 (satu) tahun dan mencapai nilai minimal (nishab)
setara 85 gr emas 24K. Wajib dikeluarkan zakatnya sebesar 2,5% dari nilai tabungan yang
dimilikinya. Adapun dalil tentang zakat tabungan sebagai berikut: “Hai
orang-orang yang beriman, Sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim
Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan
batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang
yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka
beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih, pada
hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahannam, lalu dibakar dengannya
dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: “Inilah
harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, Maka rasakanlah sekarang
(akibat dari) apa yang kamu simpan itu.” (surat At Taubah (9) ayat 34,35) dan
juga berdasarkan hadits berikut ini: “Rasulullah SWT bersabda: “Tiadalah
bagi pemilik simpanan (termasuk emas/tabungan) yang tidak menunaikan zakatnya,
kecuali dibakar di atasnya di neraka jahanam? (Hadits Riwayat Bukhori)
Jadi, berapa batas
terkena wajib zakat maal? Terkena wajib zakat maal bila tabungan tersebut telah
memenuhi syarat sebagai berikut: (1) disimpan dan milik penuh oleh seorang
Muslim sudah sampai setahun, (2) tidak berutang, (3) cukup nisab, yakni setara
nilainya dengan 85 gram emas, kalau nilai emas satu gram hari ini @Rp 1.000.000
x 85 gr berarti tabungan yang sudah mencapai Rp.85.000.000, harus mengeluarkan
zakatnya 2,5 persen. Sebagai contoh, “Ibu Tania SBA” memiliki tabungan yang
telah mengendap satu tahun sebesar Rp.105.000.000,- maka zakat tabungan (zakat
maal) yang harus ditunaikan oleh “Ibu Tania SBA” adalah sebesar : 2,5 persen dari
Rp.105.000.000 = Rp.2.625.000,-. Namun apabila jumlah tabungan “Ibu Tania SBA”
hanya berjumlah Rp.50.000.000, maka tidak wajib menunaikan zakat tabungan
(zakat maal) karena nishabnya belum terpenuhi, akan tetapi beliau dianjurkan
untuk bersedekah atau menunaikan infaq.
C.
ZAKAT FITRAH.
Zakat fitrah
merupakan salah satu dari jenis zakat yang wajib dikeluarkan setiap individu
merdeka dan mampu serta sesuai dengan syarat yang telah ditetapkan. Zakat
sendiri telah menjadi salah satu bagian dari rukun islam yang ke-4. Oleh karena
itu, diwajibkan kita sebagai umat muslim untuk selalu membayar zakat terutama
zakat fitrah. Adapun pengertian dari zakat fitrah adalah zakat yang berguna
untuk membersihkan diri (untuk menjaga kefitrahan diri) dan juga sebagai pelengkap dari ibadah puasa
di bulan Ramadhan sehingga tanpa zakat fitrah yang kira tunaikan puasa di bulan
Ramadhan kita tidak terlengkapi (sempurna), sebagaimana hadits berikut ini: “Dari
Ibnu Umar ra, sesungguhnya Rasulullah
Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: Aku diperintahkan untuk memerangi manusia
hingga mereka bersaksi bahwa tidak ada Ilah selain Allah dan bahwa Muhammad
adalah Rasulullah, menegakkan shalat, menunaikan zakat. Jika mereka melakukan
hal itu maka darah dan harta mereka akan dilindungi kecuali dengan hak
Islam dan perhitungan mereka ada pada Allah Subhanahu wata’ala.” (Hadits Riwayat.
Bukhari no. 25; Muslim no. 22)
Adapun syarat-syarat dari
wajib zakat fitrah yaitu sebagai berikut: (a) Beragama Islam dan Merdeka; (b) Menemui
dua waktu yaitu diantara bulan Ramadhan dan Syawal walaupun hanya sesaat; (c) Mempunyai
harta yang lebih dari pada kebutuhannya sehari-hari untuk dirinya dan
orang-orang di bawah tanggungan pada hari raya dan malamnya.
Persyaratan di atas ini
merupakan syarat-syarat untuk orang yang wajib zakat fitrah. Ada juga syarat
tidak wajib zakat fitrah yaitu: (a) Orang yang meninggal sebelum terbenam
matahari pada akhir Ramadhan; (b) Anak yang lahir selepas terbenam matahari
pada akhir Ramadhan; (c) Orang yang baru memeluk agama Islam sesudah matahari
terbenam pada akhir Ramadhan; (d) Tanggungan istri yang baru saja dinikahi
selepas matahari terbenam pada akhir Ramadhan. Adapun ketentuan dari zakat fitrah yang harus kita
tunaikan sebelum Hari Raya Idhul Fitri adalah :
1. Besarnya
Zakat fitrah adalah 2.5 kg, boleh dibayarkan sesuai dengan harga dari makanan
pokok tersebut, sebagaimana hadits berikut ini: “Ibnu Umar ra,
berkata: Rasulullah telah mewajibkan Zakat Fitrah pada bulan Ramadhan sebanyak
satu sha’ kurma atau satu sha’ gandum kepada hamba sahaya maupun orang orang
yang merdeka, laki laki atau perempuan, besar maupun kecil dari umat Islam.” (Hadits
Riwayat Bukhari, Muslim). Adapun zakat fitrah disesuaikan dengan
makanan pokok kita dan masyarakat Indonesia pada umumnya yaitu adalah beras
sebanyak 3,5 liter atau 2,5 kg beras.
2. Orang
yang wajib membayar Zakat fitrah adalah semua muslim tanpa membedakan laki-laki
dan perempuan, bayi, anak-anak dan dewasa, kaya atau miskin (yang mempunyai
makanan pokok lebih dari sehari)
3. Waktu
mengeluarkan atau menunaikan Zakat fitrah : (1) Waktu wajib membayar zakat fitrah yaitu
ditandai dengan tenggelamnya matahari diakhir bulan Ramadhan atau (2)
Diperbolehkan mendahului atau mempercepat pembayaran zakat fitrah dari
waktu wajib tersebut.
Ibnu
Abbas, ra, berkata: ‘Rasulullah SAW telah mewajibkan ditunaikannya Zakat Fitrah
untuk mensucikan orang yang berpuasa dari perbuatan yang sia sia dan dari
perkataan buruk selama ia berpuasa; disamping Zakat Fitrah adalah dapat memberi
makanan kepada orang orang miskin, Karena itu, siapa yang menunaikannya sebelum
Shalat Ied, maka itulah zakat yang diterima. Sementara siapa yang menunaikannya
setelah Shalat Ied, maka Zakat itu seperti bagian dari sedekah biasa”. Berikut
uraian waktu zakat yang tepat untuk mengeluarkan zakat fitrah.
a.
Waktu
Harus: bermula dari awal bulan Ramadhan sampai akhir bulan Ramadhan.
b. Waktu Wajib: setelah
matahari terbenam pada akhir bulan Ramadhan.
c.
Waktu
Afdhal: setelah melaksanakan solat subuh pada hari akhir Ramadhan sampai
sebelum mengerjakan sholat idul fitri.
d. Waktu Makruh:
melaksanakan sholat idul fitri sehingga sebelum terbenam matahari.
Semoga kita mampu
menunaikan zakat fitrah sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan jangan sampai
karena kelalaian kita terlambat atau gagal menunaikan zakat fitrah
mengakibatkan puasa Ramadhan kita tercoreng menjadi tidak sempurna.
D.
FIDYAH
Pada dasarnya, Allah
SWT mewajibkan berpuasa kepada semua kaum muslimin di bulan Ramadhan dan
dikerjakan secara langsung bagi mereka yang tidak ada udzur seperti sakit dan
safar ataupun dengan qadha’ bagi yang tidak sanggup menjalankannya. Bagi mereka
yang memiliki udzur dan ada kemungkinan udzurnya hilang sesudah Ramadhan, maka
puasa dikerjakan dengan cara qadha’. Akan tetapi, bagi kaum muslimin yang sudah
tidak mampu lagi berpuasa seperti orang tua renta dan orang sakit yang tak ada
harapan sembuh, Allah SWT memberikan keringanan kepada mereka dengan memberi
makan orang miskin sebagai ganti puasanya, yang disebut fidyah.
Hal ini termaktub
dalam surat Al Baqarah (2) ayat 184 berikut ini: “(yaitu) dalam beberapa hari yang
tertentu. Maka Barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan
(lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang
ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang
berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu):
memberi Makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan
kebajikan[114], Maka Itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik
bagimu jika kamu mengetahui.”
[114] Maksudnya memberi Makan lebih dari seorang miskin
untuk satu hari.
Namun ada
permasalahan yang dirasakan kaum muslim yang berhalangan puasa pada bulan
Ramadhan, yaitu bagaimana takaran dalam membayar fidyah. Ada yang
mengatakan boleh dibayar sesuai harga nominal makan kita untuk satu porsi
dikalikan jumlah puasa yang harus diganti, ada pula yang menyarankan dengan
memberi makan orang miskin sebanyak 1 mud (1,25
kilogram cerealia, seperti gandum, beras dan lainnya).
Membayar fidyah
ditetapkan berdasarkan jumlah hari yang ditinggalkan untuk berpuasa. Setiap 1
hari seseorang meninggalkan puasa, maka dia wajib
membayar fidyah kepada 1 orang fakir miskin. Sedangkan teknis
pelaksanaannya, apakah mau perhari atau mau sekaligus sebulan, kembali kepada
keluasan masing-masing orang. Bila seseorang nyaman memberikan fidyah setiap
hari, silahkan dilakukan. Sebaliknya, bila lebih nyaman untuk diberikan
sekaligus untuk puasa 1(satu) bulan, silakan saja. Yang penting jumlah
takarannya tidak kurang dari yang telah ditetapkan. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa fidyah hanya diberikan kepada fakir miskin seperti zakat fitrah.
Menurut Nabi Muhammad
saw, bentuk fidyah berupa makanan, biasanya adalah makanan pokok yang di setiap
negeri berbeda satu dengan yang lainnya. Makanan pokok dapat dalam bentuk siap
santap atau hanya berupa bahan mentah, keduanya boleh, karena memang tidak ada
aturan khusus yang mengikat.Sedangkan untuk ukuran fidyah, seberapa banyak
jumlahnya yang harus dikeluarkan, para ulama memiliki beberapada
perbedaan pandangan. Berikut ini penjelasannya:
1. Satu Mud. Sebagian ulama seperti Imam As-Syafi’i, Imam
Malik dan Imam An-Nawawi menetapkan bahwa ukuran fidyahyang harus
dibayarkan kepada setiap 1 orang fakir miskin adalah 1 mud gandum sesuai dengan
ukuran mud Nabi SAW. Maksudnya mud adalah telapak tangan yang
ditengadahkan ke atas untuk menampung makanan (mirip orang berdoa). Mud adalah
istilah yang menunjuk ukuran volume, bukan ukuran berat. Dalam kitab Al-Fiqhul
Islami Wa Adillatuhu disebutkan bila diukur dengan ukuran zaman sekarang, 1 mud
setara dengan 675 gram atau 0,688 liter.
2. Dua Mud atau Setengah Sha’. Sebagian ulama yang
lain seperti Abu Hanifah berpendapat ½ sha’ atau 2 mud gandum dengan
ukuran mud Rasulullah SAW atau setara dengan setengah sha‘ kurma atau
tepung. Setara dengan memberi makan siang dan makan malam hingga kenyang 1
orang miskin. Sebagian ulama yang kira-kira ½ sha’ beratnya 1,5 kg dari makanan
pokok. Telah disebutkan dalam fatwa Lajnah Daimah: “Kapan saja dokter
memutuskan bahwa penyakit yang diderita seseorang yang karenanya tidak berpuasa
tidak bisa diharapkan kesembuhannya, maka dia boleh tidak berpuasa dan wajib
memberi makan untuk setiap harinya 1 orang miskin sejumlah setengah sha’ dari
makanan pokok suatu negeri seperti kurma atau yang lainnya, jika telah memberi
makan seorang miskin sejumlah hari-hari yang ditinggalkan maka itu telah
mencukupi”.
3. Satu Sha’. Ini adalah pendapat dari kalangan Hanafiyah,
seperti Imam Al-Kasani dalam Bada’i’ wa As-Shana’i’. Satu sha’ itu setara
dengan 4 mud, sama dengan jumlah zakat fitrah yang dibayarkan. Bila ditimbang,
1 sha‘ itu beratnya 2.176 gram. Bila diukur volumenya, 1 sha‘ setara dengan 2,75
liter. Dari perbedaan ulama diatas kadar fidyah paling sedikit adalah satu mud,
tetapi yang paling utama kita mengeluarkan setengah sha’ atau memberi satu
porsi makanan masak kepada setiap miskin. Lalu siapa sajakah yang punya
kewajiban membayar fidyah tersebut?
a.
Orang
yang sakit dan secara umum ditetapkan sulit untuk sembuh lagi,
b. Orang tua atau lemah
yang sudah tidak kuat lagi berpuasa,
c.
Wanita
yang hamil dan menyusui apabila ketika puasa mengkhawatirkan anak yang
dikandung atau disusuinya. Mereka wajib membayar fidyah saja menurut
sebagian ulama, namun menurut Imam Syafi’I selain wajib
membayar fidyah juga wajib mengqadha’ puasanya. Sedangkan menurut
pendapat lain, tidak membayar fidyah tetapi cukup mengqadha’.
d. Orang yang menunda
kewajiban mengqadha’ puasa Ramadhan tanpa uzur syar’i hingga Ramadhan tahun
berikutnya telah menjelang. Mereka wajib mengqadha’nya sekaligus
membayar fidyah, menurut sebagian ulama.
Inti pembayaran
fidyah adalah mengganti 1 (satu) hari puasa yang ditinggalkan dengan memberi
makan 1 (satu) orang miskin. Namun, model pembayarannya dapat diterapkan dengan
2 (dua) cara:
a.
Memasak
atau membuat makanan, kemudian mengundang orang miskin sejumlah hari yang
ditinggalkan selama bulan Ramadhan, sebagaimana yang dilakukan oleh sahabat
Anas bin Malik ra, ketika beliau sudah menginjak usia senja dan tidak sanggup
lagi berpuasa seperti dijelaskan dalam hadits berikut ini: “Bahwa beliau tidak mampu
berpuasa selama setahun lalu beliau membuat satu nampan besar bubur dan
mengundang tiga puluh orang miskin dan mengenyangkan mereka. (HR. Ad-Daruquthni
dan dishahihkan sanadnya oleh Syeikh Al-Albani dalam kitab Irwa’.”
b. Memberi orang miskin
berupa makanan yang belum dimasak. Namun, sebaiknya juga diberikan sesuatu
untuk dijadikan lauk.
Seseorang dapat
membayar fidyah, pada hari itu juga ketika dia tidak melaksanakan puasa. Atau
diakhirkan sampai hari terakhir bulan Ramadhan, sebagaimana dilakukan oleh
sahabat Anas bin Malik ketika beliau telah tua.Yang tidak boleh dilaksanakan
adalah pembayaran fidyah yang dilakukan sebelum Ramadhan.Misalnya: Ada orang
yang sakit yang tidak dapat diharapkan lagi kesembuhannya, kemudian ketika
bulan Sya’ban telah datang, dia sudah lebih dahulu membayar fidyah. Maka, yang seperti
ini tidak diperbolehkan. Ia harus menunggu sampai bulan Ramadhan benar-benar
telah masuk, barulah ia boleh membayarkan fidyah ketika hari itu juga atau bisa
ditumpuk di akhir Ramadhan.
Fidyah adalah
pengganti dari suatu ibadah yang telah ditinggalkan, berupa sejumlah makanan
yang diberikan kepada fakir miskin. Dengan mengamati definisi dan tujuan fidyah
yang merupakan santunan kepada orang miskin, maka boleh memberikan fidyah dalam
bentuk uang. Karena jika orang miskin tersebut, sudah cukup memiliki bahan
makanan, maka lebih baik memberikan fidyah dalam bentuk uang, agar dapat dipergunakan
untuk keperluan lain. Jumhur ulama mewajibkan untuk dikeluarkan makanan
berdasarkan Al-Qur’an, namun madzhab Hanafiyah membolehkan membayarkan
nilainya.
Lebih baik mengambil
pendapat jumhur ulama, kecuali jika mengeluarkan fidyah sejumlah nilainya lebih
mendatangkan maslahat maka diperbolehkan.Sehingga dapat diambil kesimpulan
bahwa kewajiban fidyah boleh dilaksanakan dengan mengganti uang, jika lebih
bermanfaat. Namun jika uang tersebut akan digunakan untuk foya-foya, maka
wajib memberikannya dalam bentuk bahan makanan pokok
Fidyah diberikan
kepada fakir miskin sesuai jumlah hari yang ditinggalkan, yakni satu
fidyah untuk satu hari untuk satu miskin dan pemberiannya dapat dilakukan
sekaligus. Misalnya kita meninggalkan puasa 30 hari maka kita cukup membayar 30
porsi makanan kepada 30 orang miskin saja.Dapat pula diberikan hanya kepada 1 (satu)
orang miskin saja sebanyak 30 hari. Adapun ketentuan memberikan seluruh fidyah
kepada 1 (satu) orang miskin saja, sebagian ulama melarangnya, namun Imam
Nawawi rahimahullah dalam kitab Al-Majmu’ membolehkannya. Begitu juga Al
Mawardi yang mengatakan, “Boleh saja mengeluarkan fidyah pada satu orang miskin
sekaligus. Hal ini tidak ada perselisihan di antara para ulama.”
E.
ZAKAT INVESTASI.
Zakat Investasi
adalah yang dikenakan terhadap harta yang diperoleh dari hasil investasi.
Contohnya : Bangunan atau kendaraan yang disewakan. Zakat investasi dikeluarkan
pada saat menghasilan sedangkan modal tidak dapat dikenai zakat. Besar zakat
yang dikeluarkan 5% untuk penghasilan kotor dan 10 % untuk penghasilan bersih. Misalkan
: Hj. Dewayani adalah seorang yang kaya raya, ia memiliki rumah kontrakan
berjumlah 20 (dua puluh) pintu, karena sifatnya yang dermawan, arif dan
bijaksana, ia menyewakan rumah kontrakannya tidak terlalu mahal, perbulannya
seharga Rp.500.000,-/pintunya.
Setiap bulannya Hj.
Dewayani mengeluarkan Rp.1.500.000,- untuk biaya perawatan seluruh rumah
kontrakannya. Apakah Hj.Dewayani
termasuk yang wajib menunaikan zakat? Berapa zakatnya? Perhitungan
Zakatnya adalah : Penghasilan dari rumah kontrakan dianalogikan dengan zakat
investasi, yaitu nishabnya senilai 520 kg beras dengan perhitungan 5% dari
bruto atau 10% dari netto. Berdasarkan ketentuan Nishab yang berlaku maka Hj
Dewayani tergolong orang yang mempunyai kewajiban untuk menunaikan Zakat.
Dimana setiap bulannya Hj. Dewayani memiliki penghasilan sebanyak 20 x Rp.500.000,-
= Rp.10.000.000,- sehingga besaran zakatnya berdasarkan perhitungan bruto
sebesar : Rp.10.000.000 x 5% = Rp.500.000, - setiap bulannya.
F.
ZAKAT PERDAGANGAN.
Zakat perniagaan
adalah zakat yang dikenakan pada harta perniagaan. Dalam sebuah kisah
diriwayatkan: “Rasulullah SAW memerintahkan kami agar mengeluarkan zakat dari semua
yang kami persiapkan untuk berdagang.” (Hadits Riwayat Abu Daud). Adapun ketentuan dari Zakat Perdagangan yang harus kita
tunaikan dengan ketentuan sebagai berikut:
1.
Kepemilikan harus telah mencapai haul (setahun kepemilikan).
2.
Mencapai nishab 85 (delapan puluh lima) gram emas.
3.
Besaran Zakat adalah 2,5
% .
4.
Dapat dibayar dengan barang atau uang tunai.
5.
Berlaku untuk perdagangan secara individu atau badan usaha ( CV,
PT, Koperasi)
6.
Cara Menghitung Zakat Perdagangan = ( Modal yang diputar +
keuntungan + piutang yang dapat dicairkan ) – (hutang-kerugian) x 2,5 %
Misalkan : Ibu Azizah
seorang pedagang kelontong, walaupun tokonya tidak begitu besar ia memiliki
modal sebanyak Rp.6.000.000,- setiap harinya ia mendapatkan keuntungan bersih
sebesar Rp.150.000,- dari any yang ia buka setiap hari. Usaha yang ia
mulai pada bulan Januari 2009 tersebut, setelah berjalan 1 tahun, pada bulan
tersebut ia mempunyai piutang Rp.3.000.000,- dan hutang yang harus ia bayar
pada bulan tersebut sebesar Rp.3.100.000,-
Perhitungan Zakat Ibu
Azizah adalah :
a.
Modal
yang dimiliki Rp.6.000.000,-
b. Keuntungan setiap
hari Rp.150.000,- selama 1 tahun = 150.000x365 = 54.750.000,-
c.
Piutang
sejumlah Rp. 3.000.000,- serta Hutang sejumlah Rp. 3.100.000,-
d. Adapun penghitungan
zakatnya adalah : (Modal + Untung + Piutang) – (Hutang) x 2,5%, maka zakat yang
harus ditunaikan adalah sebesar = (6.000.000 + 54.750.000 + 3.000.000)-
(3.100.000) x 2,5% = Rp.1.516.250
G. ZAKAT
EMAS DAN PERAK.
Zakat yang
dikenakan atas emas atau perak yang telah mencapai nisab
dan haul. Zakat emas wajib dikenakan atas
kepemilikan emas yang telah mencapai nisab 85
gram emas. Zakat perak wajib dikenakan atas kepemilikan perak yang
telah mencapai nisab 595 gram perak. Kadar zakat atas emas ataupun perak sebesar
2,5%.
1.
Ketentuan
Zakat Emas : (a) Mencapai haul; (b)
Mencapai nishab, 85 gr emas murni; (c) Besar zakat 2,5 %. Adapun cara
menghitung zakat emas:
a.
Jika seluruh emas/perak yang dimiliki, tidak dipakai atau
dipakainya hanya setahun sekali Zakat emas/perak = emas yang dimiliki x harga
emas x 2,5 %
b.
Jika emas yang dimiliki ada yang dipakai Zakat = (emas yang
dimiliki – emas yang dipakai) x harga emas x 2,5 %
2.
Ketentuan
Zakat Perak : (a) Mencapai haul; (b) Mencapai nishab 595 gram perak; (c) Besar
zakat 2,5 %. Adapaun cara menghitung zakat perak :
a.
Jika seluruh perak yang dimiliki, tidak dipakai atau dipakainya
hanya setahun sekali Zakat = perak yang dimiliki x harga perak x 2,5 %
b.
Jika emas yang dimiliki ada yang dipakai Zakat = (perak yang
dimiliki – perak yang dipakai) x harga emas x 2,5 %.
H.
ZAKAT HADIAH.
1.
Jika hadiah tersebut terkait dengan gaji maka ketentuannya sama
dengan zakat profesi dan dikeluarkan pada saat menerima hadiah. Besar Zakat
yang dikeluarkan 2.5%.
2.
Jika komisi, terdiri dari 2 bentuk : Pertama, jika komisi dari hasil
prosentasi keuntungan perusahaan kepada pegawai, maka zakat yang dikeluarkan
sebesar 10%.Kedua, jika komisi
dari hasil profesi misalnya makelar, maka zakatnya seperti zakat profesi.
3.
Jika hibah : Pertama,
jika sumber hibah tidak diduga – duga maka zakat yang dikeluarkan sebesar 20%.Kedua, jika sumber hibah sudah diduga
dan diharapkan, maka hibah tersebut digabungkan dengan kekayaan yang ada, zakat
yang dikeluarkan sebesar 2.5%.
I.
ZAKAT HASIL PERTANIAN.
1. Ketentuan
Nishab Zakat Pertanian. Nishab hasil pertanian adalah 5 wasaq atau
setara dengan 750 kg. Apabila hasil pertanian termasuk makanan pokok, seperti
beras, jagung, gandum, kurma, dll, maka nishabnya adalah 750 kg dari hasil
pertanian tersebut. (pendapat lain menyatakan 815 kg untuk beras dan 1481 kg
untuk yang masih dalam bentuk gabah). Tetapi jika hasil pertanian itu
bukan merupakan makanan pokok, seperti buah-buahan, sayur-sayuran, daun, bunga,
dll, maka nisabnya disetarakan dengan harga nisab dari makanan pokok yang
paling umum di daerah (negeri) tersebut (di negeri kita = beras/sagu/jagung).
2. Ketentuan
Kadar Zakat Pertanian. Besar zakat untuk hasil pertanian, apabila
diairi dengan air hujan, atau sungai/mata/air, maka 10%, apabila diairi dengan
cara disiram atau irigasi (ada biaya tambahan) maka zakatnya 5%. Dari ketentuan
ini dapat dipahami bahwa pada tanaman yang disirami zakatnya 5%. Artinya 5%
yang lainnya didistribusikan untuk biaya pengairan.
Imam Az Zarqoni berpendapat bahwa apabila pengolahan lahan
pertanian diairi dengan air hujan (sungai) dan disirami (irigasi) dengan
perbandingan 50;50, maka kadar zakatnya 7,5% (3/4 dari 1/10).
Pada sistem pertanian saat ini, biaya tidak sekedar air, akan
tetapi ada biaya lain seperti pupuk, insektisida, dll. Maka untuk mempermudah
perhitungan zakatnya, biaya pupuk, intektisida dan sebagainya diambil dari
hasil panen, kemudian sisanya (apabila lebih dari nishab) dikeluarkan zakatnya
10% atau 5% (tergantung sistem pengairannya)
J. ZAKAT HASIL
PETERNAKAN.
Zakat Hasil Ternak (salah satu jenis Zakat Maal) meliputi hasil
dari peternakan hewan baik besar (sapi,unta) sedang (kambing,domba) dan kecil
(unggas, dll). Perhitungan zakat untuk masing-masing tipe hewan ternak, baik
nisab maupun kadarnya berbeda-beda dan sifatnya bertingkat. Sedangkan haulnya
yakni satu tahun untuk tiap hewan.
K.
ZAKAT BARANG TEMUAN (RIKAZ)
Zakat Barang Temuan (Rikaz)
wajib dikeluarkan untuk barang yang ditemukan terpendam di dalam tanah, atau
yang biasa disebut dengan harta karun. Zakat barang temuan tidak mensyaratkan
baik haul (lama penyimpanan) maupun nisab (jumlah minimal untuk terkena
kewajiban zakat), sementara kadar zakatnya adalah sebesar seperlima atau 20%
dari jumlah harta yang ditemukan. Jadi setiap mendapatkan harta temuan
berapapun besarnya, wajib dikeluarkan zakatnya sebesar seperlima dari besar
total harta tersebut. Hadits yang mendasari kewajiban mengeluarkan zakat ini
adalah: “Dari Abu Hurairah r.a., bahwa
Rasulullah s.a.w. bersabda: “ .. dan pada rikaz (diwajibkan zakatnya) satu
perlima. (Hadits Riwayat
Bukhari)
Untuk menambah wawasan tentang zakat, berikut
ini akan kami kemukakan beberapa istilah-istilah yang berlaku di dalam perzakatan,
yaitu :
|
No. |
Istilah |
Keterangan |
|
1 |
Nishab zakat |
Kadar atau jumlah minimal pada harta wajib
zakat dimana jika kurang dari batas minimalnya tidak terkena kewajiban zakat.
Nishab zakat berbeda-beda tergantung jenis dan spesifikasi harta. |
|
2 |
Melewati Haul |
Harta wajib zakat dengan nilai/kadar
mencapai nishab dan melewati masa 12 bulan (baik masehi atau hiriyah). Awal
penentuan batas haul adalah saat dimana harta mencapai nishab. Tidak ada
syarat haul pada harta pertanian, barang tambang, dan rikaz/harta karun,
serta luqathah/barang temuan. |
|
3 |
Kadar Zakat |
Kadar atau nilai nominal yang wajib
dikeluarkan dari harta yang sudah wajib zakat jika sudah terpenuhi nishab dan
haul. |
|
4 |
Sepuluh Persen |
Adalah kadar besarnya zakat yang harus
dikeluarkan dari harta wajib zakat pertanian non-irigasi. |
|
5 |
Dua Puluh Persen |
Adalah kadar besarnya zakat yang harus
dikeluarkan dari harta wajib zakat tertentu (harta karun, barang tambang, dan
barang temuan).
|
|
6 |
Dua Setengah Persen |
Adalah kadar besarnya zakat yang harus
dikeluarkan dari harta wajib zakat (emas, perak, uang tabungan, saham,
perniagaan). |
|
7 |
Muzakki |
Orang atau lembaga atau badan usaha yang
sudah wajib mengeluarkan zakat atas kekayaan harta tertentu, dengan syarat
muslim, tidak ada syarat aqil-baligh menurut jumhur ulama (sebagian ulama
lainnya mensyaratkan aqil-baligh). |
|
8 |
Mustahiq Zakat |
Adalah kelompok orang tertentu yang berhak
mendapatkan harta zakat. Mereka adalah 8 jenis: fakir, miskin, amil, muallaf,
pembebasan budak, gharim/pailit, fii sabilillah, dan ibnu sabil. |
|
9 |
Shadaqah |
Adalah sesuatu yang diberikan kepada orang
fakir-miskin sebagai sebuah bantuan suka-rela, karena ingin mendapatkan
ganjaran dari Allah SWT. |
|
10 |
Amil |
Adalah orang yang ditugaskan untuk
mengumpulkan, mengurusi, dan membagikan harta zakat kepada mustahiqnya. |
|
11 |
Nishab atas Perak |
Nishab atas perak
setara dengan 200 (dua ratus) dirham setara dengan 595 (lima ratus sembilan
puluh lima) gram perak; |
|
12 |
Nishab atas Emas |
Nishab atas emas
setara dengan 20 (dua puluh) dinar atau setara dengan 85 (delapan puluh lima)
gram emas 24 Karat. |
|
13 |
Nishab atas Uang |
Nishab uang setara
dengan 20 (dua puluh) dinar atau setara dengan 85 (delapan puluh lima) gram emas 24 Karat. |
|
14 |
Dirham |
Satu dirham setara
dengan 2,975 gram perak. |
|
15 |
Dinar |
Satu dinar setara
dengan 4,25 gram emas murni, |
|
16 |
Dinar |
Satu dinar setara
dengan 10 dirham. |
|
|
|
|
Sebagai Muzakki tentu kita tidak bisa begitu
saja menunaikan zakat walaupun Nishab dan Haul sudah terpenuhi. Kita harus
tetap memperhatikan syarat dan ketentuan yang berlaku, sebagaimana hadits
berikut ini: “Dari Ali ibn Abi Thalib, Rasulullah bersabda, “Jika engkau memiliki 200
dirham dan telah melewati 1 tahun (haul), maka zakatnya adalah 5 dirham dan
engkau setelah itu tidak ada kewajiban apapun atas 200 dirham tersebut; Sampai
engkau memiliki 20 dinar dan telah melewati masa 1 tahun, maka zakatnya adalah
½ dinar. Adapun kelebihan dirham atau dinar, maka patokannya adalah seperti
tersebut di atas. Dan engkau tidak memiliki kewajiban zakat apapun, kecuali
jika harta tersebut telah melewati masa haul (1 tahun). (Hadits Riwayat Abu
Daud, Ibn Majah, Baihaqi, hadits hasan. Imam Daraquthni, Bukhari, Nawawi
menshahihkannya, Al-Hafidz menghasankannya).
Agar maksud dan tujuan yang hakiki dari
menunaikan zakat dapat kita peroleh secara maksimal maka etika saat menunaikan zakat
harus kita penuhi terlebih dahulu. Berikut ini akan kami kemukakan etika
dimaksud, yaitu:
1. Merahasiakan ketika menunaikannya, karena hal ini dapat menghindarkamn
diri dari riya. Terkecuali jika kita berniat untuk memberikan support,
dorongan, contoh kepada orang lain sehingga apa yang kita contohkan mampu
diikuti oleh orang lain. Jika demikian niatnya, maka hal ini diperbolehkan
untuk memperlihatkan diri ketika kita menunaikan zakat, sebagaima firmanNya
berikut ini: “Jika
kamu Menampakkan sedekah(mu)[172], Maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu
menyembunyikannya[173] dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, Maka
Menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan menghapuskan dari kamu
sebagian kesalahan-kesalahanmu; dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (surat
Al Baqarah (2) ayat 271)
[172] Menampakkan sedekah dengan tujuan supaya dicontoh
orang lain.
[173] Menyembunyikan sedekah itu lebih baik dari
menampakkannya, karena Menampakkan itu dapat menimbulkan riya pada diri si
pemberi dan dapat pula menyakitkan hati orang yang diberi.
2. Tidak merusak zakat
dan sedekahnya dengan menyebut nyebutnya dan menyakiti hati perasaan penerima,
sebagaimana firmanNya berikut ini: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti
(perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya
kepada manusia dan Dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka
perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian
batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah Dia bersih (tidak bertanah).
Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah
tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir[168]. (surat Al Baqarah
(2) ayat 264)
[168] Mereka ini tidak mendapat manfaat di dunia dari
usaha-usaha mereka dan tidak pula mendapat pahala di akhirat.
3. Untuk memilihkan
harta yang akan dizakati dari harta terbaik, terhalal dan yang paling
dicintainya.
4. Dalam menunaikan
zakat, sebaiknya muzakki memilih orang orang yang akan menerima zakatnya
(mustahik) memiliki sifat sifat sebagai
berikut:
a.
Orang
yang bertaqwa, agar zakat yang diterimanya dapat lebih membantunya dalam melakukan
ketaatan kepada Allah SWT;
b. Orang yang sedang
menuntut ilmu atau sedang belajar. Jika ada pilihan antara penuntut ilmu dan
ilmu umum, maka yang diutamakan adalah yang sedang menuntut ilmu agama. Agar
zakat yang diterimanya dapat memberikan semangat untuk mencari ilmu dan
mendapatkannya, mengembangkannya dan menyebarkannya;
c.
Mempunyai
hubungan kerabat dengannya karena zakat kepada orang yang masih memiliki
hubungan kerabat, disamping akan mendapat pahal zakat juga mendapatkan pahala
menyambung tali silaturrahmi;
d. Untuk menyegarakan
menunaikan zakat semampunya karena kita tidak tahu apa yang akan menimpa dan
yang akan kita alami;
e.
Untuk
menganggap kecil atau sepele zakat yang ditunaikannya. Hal ini untuk
menghindari dari sifat sombong karena sifat sombong dapat menghilangkan amal
kebaikan.
Setelah kita mengetahui etika saat menunaikan
zakat, kami berharap kita semua mampu
menunaikan zakat sesuai dengan kehendak Allah SWT. Lalu jangan pernah menunda
nunda pembayarannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar