Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Senin, 02 Januari 2017

MUKADDIMAH : ZAKAT : HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN


Segala puji bagi Allah yang telah memberikan limpahan rahmat kepada kami, yang tidak bisa dihitung dan diukur dengan apapun juga. Tak lupa shalawat dan salam senantiasa kami haturkan kepada Nabi Muhammad SAW uswah kami sepanjang hayat beserta keluarga dan para sahabatnya.

 

Buku yang sedang jamaah baca dan pelajari dengan seksama, kami tulis dan kami sajikan dengan semangat untuk mengamalkan ajaran Islam yang berlaku seperti yang kami kemukakan berikut ini: “Rasulullah SAW bersabda: “Bila seseorang telah meninggal, terputus untuknya pahala segala amal kecuali tiga hal yang tetap kekal: Shadaqah Jariah, Ilmu yang bermanfaat yang diajarkan, dan anak shaleh yang senantiasa mendoakannya”. (Hadits Riwayat Bukhari-Muslim).

 

Selain berdasarkan hadits di atas, masih ada ajaran Islam yang kami amalkan sebagaimana hadits berikut ini: Rasulullah SAW bersabda: “Wahai orang yang berilmu! Ketahuilah bahwa jika engkau tidak mengamalkan ilmu yang engkau miliki, maka ia tidak akan membelamu kelak dihadapan (pengadilan) Rabbmu. (Hadits Riwayat Ad-Darimi).” Dan ada pula nasehat dari alim ulama yang juga kami amalkan sebagaimana berikut ini: “Tiap-tiap sesuatu ada zakatnya (penyuciannya). Zakat harta ialah sedekah kepada fakir miskin dan yang membutuhkan lainnya. Zakat kekuatan ialah membela kaum dhuafa yang teraniaya. Zakat argumentasi dan kefasehan lidah ialah mengokohkan hujjah dan dalil-dalil agama. Dan Zakat ilmu pengetahuan adalah dengan mengajarkan ilmunya kepada orang lain”. (Alim Ulama).”

 

Alangkah hebatnya umat Islam jika mampu menjalankan apa apa yang tertuang dalam hadits dan nasehat alim ulama di atas ini, yaitu: (1) Memberi bukanlah sebatas sedekah yang berasal dari harta kekayaan atau penghasilan semata; (2) Memberi juga bisa kita lakukan dengan cara membela kaum dhuafa yang teraniaya melalui zakat/sedekah yang berasal kekuatan atau kekuasaan yang kita miliki; (3). Memberi juga bisa kita lakukan dalam kerangka untuk mengokohkan hujjah dan dalil dalil agama melalui zakat/sedekah argumentasi dan kefasehan lidah yang kita miliki; (4). Dan yang terakhir memberi juga bisa kita lakukan dengan cara mengajarkan ilmu pengetahuan yang melalui jalan zakat/sedekah ilmu pengetahuan yang kita miliki.

 

Apalagi jika apa apa yang kami kemukakan di atas ini terlaksana tanpa diketahui oleh tangan kiri sewaktu tangan kanan memberi (maksudnya adalah berbuat dan bertindak secara ikhlas karena Allah SWT semata), kekuatannya sangat luar biasa dan hasil yang akan kita rasakan juga sepadan yaitu luar biasa pula, sebagaimana hadits berikut ini: “Abu Said ra, berkata: Nabi bersabda; “Seseorang yang memberi sedekah satu dirham selama hidupnya, lebih baik baginya daripada memberi seratus dirham di waktu matinya”. (Hadits Riwayat Abu Dawud)”. Adanya semangat untuk mengamalkan ajaran Islam sebagaimana telah kami kemukakan di atas, maka tersajilah buku ini kepada jamaah sekalian dan kami berharap buku ini bisa menjangkau generasi yang datang dikemudian hari dan mampu tersebar ke berbagai tempat yang ada di muka bumi ini.

 

Buku ini kami tulis berdasarkan pengajian ketauhidan yang kami dapatkan dari 2 (dua) orang guru, yang pertama adalah “H. Nurdin Hakami”, beliau adalah anak dari Hasyim L Husaini, yang akrab di Sumatra Barat disapa dengan panggilan “Hasyim Tiku”. Dan yang kedua,  kajian ketauhidan ini kami dapatkan dari “H. Bachtiar Ma’ani yang mana beliau adalah guru yang sekaligus orang tua kandung dari kami sendiri. Dan semoga keduanya selalu di dalam limpahan rahmat Allah SWT. Amiin.

 

Buku ini juga merupakan jawaban atas tantangan Allah SWT yang termaktub dalam surat Al Alaq (96) ayat 1 berikut ini: bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan.” yaitu perintah melaksanakan membaca atas nama Tuhanmu yang menciptakan yaitu membaca yang bukan sekedar membaca, atau membaca yang bukan sekedar untuk menghafalkan tanpa makna. Melainkan membaca AlQuran yang diiringi dengan mampu mengimani, mampu mempelajari, mampu memahami, mampu melaksanakan, mampu mendakwahkan serta mampu menyebar-luaskannya serta menjadikan AlQuran sebagai akhlak bagi diri kita.

 

Buku ini kami tulis bukan hanya untuk kepentingan  umat  Islam semata, namun juga kami dedikasikan juga untuk kepentingan umat yang bukan beragama Islam (non Muslim) yang ingin berniat untuck mempelajari Diinul Islam khususnya mengenai konsep zakat  yang berlandaskan AlQuran dan hadits  dalam kerangka mengetahui dan mempelajari Diinul Islam yang tidak lain adalah konsep Ilahiah bagi kepentingan rencana besar kekhalifahan yang ada di muka bumi secara baik dan benar. Semoga hal ini menjadi kenyataan. Amien.

 

Melalui buku, kami juga ingin memulai setahap demi setahap untuk menjadikan buku sebagai jembatan untuk menyeimbangkan “Budaya Tutur” yang sudah melanda sebahagian masyarakat dengan “Budaya Tulis” yang telah mulai hilang.Budaya Tutur” akan hilang setelah Penuturnya tiada. Akan tetapi jika “Budaya Tulis” yang terjadi, walaupun penulisnya telah tiada, tulisannya akan tetap ada sepanjang jaman, sehingga dapat dipelajari oleh generasi yang datang dikemudian hari. Sekarang apa jadinya jika sampai Bukhari dan Muslim atau perawi hadits lainya, tidak pernah menulis hadits-hadits yang dikumpulkannya? Tentu kita tidak akan pernah tahu apa yang dinamakan dengan hadits yang perawinya Bukhari dan Muslim atau perawi hadits lainnya. Adanya kondisi seperti ini, berarti umur dari Bukhari dan Muslim akan tetap ada sampai dengan hari kiamat, walaupun usia beliau sudah tidak ada lagi. Yang menjadi persoalan sekarang adalah maukah kita berumur panjang seperti umur Bukhari dan Muslim?

 

Jika kita bercita cita untuk berumur panjang seperti halnya Bukhari dan Muslim menulislah, atau lakukanlah perbuatan baik dengan melakukan suatu karya nyata yang besar yang dapat dinikmati masyarakat luas dan bisa dinikmati oleh generasi yang datang di kemudian hari atau amalkanlah ilmu yang bermanfaat melalui tulisan atau jadikan “Budaya Tulis” menjadi kebiasaan di tengah masyarakat. Hal inilah yang mendorong kami untuk terus berkarya melalui tulisan-tulisan yang berkenaan dengan Aqidah Islam atau tentang ketauhidan sepanjang Allah SWT menghendaki ini terjadi, yang pada akhirnya masyarakat akan selalu memiliki buku-buku pembanding atas buku-buku yang telah terbit terlebih dahulu, sehingga mampu menjadikan masyarakat dan generasi yang akan datang dikemudian menjadi lebih dinamis dengan perkembangan ilmu maupun perkembangan zaman dan semoga hal ini menjadi kenyataan. Amiin.

 

Untuk itu ketahuilah bahwa semua ini (apakah itu kebaikan atau apakah itu keburukan) hanya bisa terjadi di sisa usia kita yang kita miliki. Dimana di sisa usia inipun kita masih dibatasi dengan adanya ketentuan yang lainnya, yaitu: “waktu tidak bisa diputar ulang; kesempatan hanya datang satu kali; serta menyesal adanya dibelakang hari.” Jadi jangan pernah menunda nunda jika kita sudah berniat untuk berbuat kebaikan dalam bentuk karya nyata yang bersifat jangka panjang. Lakukan saat ini juga karena kita tidak pernah dibatasi oleh Allah SWT untuk melakukan perbuatan baik. Semoga Allah SWT memudahkan diri kita untuk berbuat kebaikan di sisa usia yang kita miliki. Amien. 

 

Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi ketahuilah bahwa setelah dipisahkannya ruhani dengan jasmani, yang ada dan yang tertinggal dari diri kita di muka bumi ini adalah 2(dua) hal yaitu: jejak jejak kebaikan ataukah jejak jejak keburukan. Adanya jejak jejak kebaikan ataukah jejak jejak keburukan yang tertinggal di muka bumi merupakan tanda mata bahwa kita pernah ada dan pernah hidup di muka bumi ini. Dan melalui jejak jejak kehidupan yang tertinggal inilah maka akan diketahui secara nyata kualitas diri kita yang sesungguhnya.

 

Untuk itu ingatlah bahwa hakikat kelahiran setiap manusia adalah kemampuan meninggalkan jejak kehidupan yang mendalam di muka bumi ini. Kehidupan seorang manusia takkan berarti atau tidak akan meninggalkan jejak yang kuat serta pengaruh yang besar, kecuali bila orang tersebut memiliki jiwa yang kuat, akal yang cerdas, tekad yang membaja, dan kemauan yang tak lekang dikikis waktu, yang di dukung oleh tahu diri, tahu aturan, dan tahu tujuan akhir.

 

Jika jejak jejak kebaikan yang kita tinggalkan dan jejak tersebut mampu dinikmati oleh generasi yang datang dikemudian hari berarti kita telah berumur panjang dan juga kita telah mampu menjadi kebanggaan bagi anak keturunan kita yang datang di kemudian hari, yang akhirnya doa akan terus dipanjatkan untuk kita oleh sebab karya nyata berupa kebaikan yang kita tinggalkan. Namun, jika yang terjadi adalah jejak jejak keburukan yang kita tinggalkan setelah diri kita tiada berarti berumur pendeklah diri kita serta hilanglah rasa bangga kepada diri kita yang berasal dari anak keturunan kita sendiri yang pada akhirnya menjadikan diri kita menjadi orang yang terlupakan, atau jika disebut nama kita yang diingat oleh kebanyakan orang adalah keburukan. Semoga kita semua tidak seperti itu.

 

Menunaikan zakat merupakan salah satu bagian dari pelaksanaan Diinul Islam secara kaffah yang tertuang di dalam surat Al Baqarah (2) ayat 208 seperti yang kami kemukakan berikut ini: “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” Pelaksanaan menunaikan zakat tidak bisa dipisahkan dengan ketentuan Rukun Islam yang lainnya, tidak bisa dipisahkan dengan ketentuan Rukun Iman dan juga tidak bisa dipisahkan dengan ketentuan ibadah Ikhsan. Kesemuanya harus dilaksanakan dalam satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan, jika sampai salah satu tidak bisa dilaksanakan maka batallah pelaksanaan Diinul Islam secara kaffah.

 

Kita tidak bisa hanya melaksanakan ketentuan Rukun Iman saja dengan mengabaikan ketentuan Rukun Islam dan ketentuan ibadah Ikhsan. Demikian pula sebaliknya kita tidak bisa hanya melaksanakan ketentuan Rukun Islam saja dengan mengabaikan ketentuan Rukun Iman dan ketentuan ibadah Ikhsan. Kita juga tidak bisa melaksanakan ketentuan ibadah Ikhsan saja dengan mengabaikan ketentuan Rukun Iman dan Rukun Islam. Adanya kondisi ini maka kita harus melaksanakan ketiganya (maksudnya melaksanakan Rukun Iman, Rukun Islam dan Ikhsan) dalam satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan oleh sebab apapun juga.

 

Ketentuan dalam surat Al Baqarah (2) ayat 208 yang kami kemukakan di atas tidak bisa dipisahkan dengan perintah menunaikan Zakat yang terdapat di dalam surat At Taubah (9) ayat 11 berikut ini: “Jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan zakat, Maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama. Dan Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui.”  dan juga dalam surat Al Bayyinah (98) ayat 5 yang kami kemukakan berikut ini: “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus[1595], dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus.”

[1595] Lurus berarti jauh dari syirik (mempersekutukan Allah) dan jauh dari kesesatan.

 

Hal ini dikarenakan dari pengertian dasar dari rukun itu sendiri adalah ketentuan dasar yang harus dilaksanakan dalam satu kesatuan yang tidak terpisahkan oleh sebab apapun juga. Jika salah satu ditinggalkan maka batallah ketentuan melaksanakan Diinul Islam secara kaffah.

 

Dalam persoalan Diinul Islam ketahuilah bahwa Allah SWT dapat dipastikan tidak akan pernah membutuhkan Diinul Islam karena Allah SWT sudah Maha dan akan Maha selamanya. Adanya kondisi ini maka yang membutuhkan Diinul Islam adalah manusia, termasuk di dalamnya diri kita, anak dan keturunan kita. Jika ini kondisinya berarti tinggi rendahnya kualitas Diinul Islam yang kita miliki akan mempengaruhi kualitas pelaksanaan Diinul Islam itu sendiri.Semakin tinggi kualitas pemahaman Diinul Islam maka semakin baik pula pelaksanaan Diinul Islam yang hasilnya adalah kesempatan untuk merasakan nikmat dari bertuhankan kepada Allah SWT semakin terbuka lebar, demikian pula sebaliknya. Ingat, nikmat yang kita rasakan adalah milik pribadi diri kita sendiri yang tidak akan bisa dialihkan, tidak bisa  dipindahtangankan, dan juga tidak bisa diwariskan walaupun kepada anak keturunan kita sendiri. Disinilah letak pentingnya kita belajar dan memahami tentang Diinul Islam yang sesuai dengan kehendak Allah SWT.

 

Allah SWT adalah pencipta dan juga pemilik dari langit dan bumi beserta isinya termasuk di dalamnya pemilik dan pencipta seluruh manusia yang ada di muka bumi ini. Sehingga segala ketentuan, segala hukum, segala undang-undang, segala peraturan yang ada di langit dan di bumi ini termasuk ketentuan kekhalifahan yang berada di muka bumi adalah ketentuan, hukum, undang-undang, peraturan dari Allah SWT selaku pencipta dan pemilik dari itu semuanya. Allah SWT selain menentukan hukum, undang undang, ketentuan serta peraturan yang berlaku di muka bumi ini, Allah SWT juga penilai dan penentu akhir dari pelaksanaan seluruh ketentuan yang telah diberlakukan.  

 

Lalu jika kita bukanlah pencipta dan juga bukan pula pemilik dari langit dan bumi berarti kita adalah orang yang menumpang atau tamu yang ada di langit dan di bumi ini, yang tentunya harus tunduk patuh untuk melaksanakan segala ketentuan, hukum, undang-undang, peraturan Allah SWT selaku pencipta dan pemilik. Allah SWT selaku pencipta dan pemilik langit dan bumi telah mengeluarkan ketentuan tentang perintah menunaikan zakat seperti tertuang di dalam surat At Taubah (9) ayat 11 dan surat Al Bayyinah (98) ayat 5 yang kami kemukakan di atas.

 

Adanya perintah menunaikan zakat maka perintah ini memiliki 3 (tiga) makna, yaitu: (1) perintah yang telah diperintahkan oleh Allah SWT menjadi ketentuan dan peraturan yang harus dilaksanakan oleh umat manusia; (2) perintah yang telah diperintahkan bukanlah tujuan akhir dari perintah itu sendiri melainkan sarana dan alat bantu bagi manusia untuk merasakan hidup nyaman, aman, damai serta bersahaja dengan menunaikan zakat; (3) dan adanya perintah merupakan bukti bahwa Allah SWT sangat sayang kepada umat manusia. Adanya hal ini maka setiap orang yang berada di langit dan di bumi Allah SWT wajib untuk menunaikan zakat yang sesuai dengan kehendak Allah SWT karena langit dan bumi  ini dimiliki dan diciptakan oleh Allah SWT.

 

Saat diri kita melaksanakan perintah Allah SWT untuk menunaikan zakat berarti terjadilah apa yang dinamakan dengan ketaatan dan kepatuhan terhadap Allah SWT dan selanjutnya dengan melaksanakan perintah maka kita telah berusaha memelihara keimanan yang ada dalam jiwa yang sangat dibutuhkan oleh ruh/ruhani. Namun apabila kita tidak mau melaksanakan peritntah yang telah ditetapkan berlaku oleh Allah SWT berarti kita telah menunjukkan sifat keangkuhan dan kesombongan kepada Allah SWT selaku pemilik alam semesta ini. Pertanyaannya adalah siapa diri kita dan siapa Allah SWT lalu patutkah kita berperilaku seperti itu di langit dan di bumi yang tidak pernah kita ciptakan dan tidak pernah kita miliki?

 

Jika kita berbicara tentang suatu perintah maka perintah baru dapat dikatakan sebagai sebuah perintah yang baku (maksudnya perintah yang dapat dipertanggungjawabkan) maka perintah dimaksud harus memenuhi 5(lima) buah ketentuan dasar, yaitu ada yang memberi perintah, ada yang diperintah untuk melaksanakan suatu perintah, ada isi perintah, ada syarat dan ketentuan perintah serta ada maksud dan tujuan dari perintah yang akan dilaksanakan oleh yang diperintah yang tentunya harus sesuai dengan kehendak dari pemberi perintah. Adanya kondisi ini kita tidak bisa melaksanakan perintah menunaikan zakat yang telah diperintahkan oleh Allah SWT dengan mempergunakan parameter dari diri kita selaku yang diperintahkan untuk menunaikan zakat.

 

Lalu bagaimana dengan perintah menunaikan zakat seperti yang tercantum di dalam surat At Taubah (9) ayat 11 dan Surat Al Bayyinah (98) ayat 5 yang kami kemukakan di atas? Perintah menunaikan zakat juga telah memenuhi 5(lima) buah kriteria dasar yang  hakiki dari sebuah perintah,  yaitu:

 

1.   Ada yang memerintahkan untuk menunaikan zakat, dalam hal ini Allah SWT selaku pemilik dan pencipta alam semesta ini termasuk di dalamnya pemilik dan pencipta kekhalifahan yang ada di muka bumi ini. Allah SWT selaku pemberi perintah menunaikan zakat tidak mempunyai kepentingan apapun dengan perintah yang diperintahkan-Nya. Allah SWT memberikan perintah menunaikan zakat dikarenakan Allah SWT sayang kepada umatnya, Allah SWT sangat peduli kepada umatnya, Allah SWT berkehendak agar umatnya pulang kampung ke syurga, terutama bagi orang yang beriman.

 

2.   Ada yang diperintahkan untuk menunaikan zakat, dalam hal ini manusia yang ber-iman, termasuk di dalamnya diri kita dan anak keturunan kita, yang mana yang diperintahkan untuk menunaikan zakat adalah orang yang sedang menumpang, atau yang sedang menjadi tamu di langit dan di bumi Allah SWT sehingga kedudukan yang diperintah dengan yang memerintah tidak akan mungkin sejajar.

 

3.    Ada perintah yang harus dilaksanakan, dalam hal ini perintah untuk menunaikan za-kat. Perintah menunaikan zakat sekarang sudah berlaku di muka bumi ini, berarti dengan adanya perintah ini menunjukkan kepada diri kita bahwa Allah SWT begitu perhatian kepada orang yang beriman karena dibalik perintah menunaikan zakat ada manfaat yang hakiki yang siap diberikan Allah SWT bagi yang mau menunaikan zakat yang sesuai dengan kehendak Allah SWT.

 

4.     Ada syarat dan ketentuan dan ketentuan yang harus dilaksanakan, dalam hal ini harus sesuai dengan kehendak pemberi perintah menunaikan zakat, seperti adanya ketentuan Nishab dan Haul, adanya ketentuan mustahik dan muzakki dan lain sebagainya, sehingga syarat dan ketentuan inilah yang harus kita patuhi jika kita mau menunaikan zakat yang sesuai dengan kehendak Allah SWT.

 

5.     Ada maksud dan tujuan dari menunaikan zakat dan yang harus kita jadikan pedoman adalah menunaikan zakat bukanlah tujuan akhir dari perintah itu sendiri. Menunaikan zakat hanyalah sarana ataupun alat bantu untuk memperoleh maksud dan tujuan yang hakiki dari perintah menunaikan zakat, yaitu hidup nyaman, aman, damai  dan bersahaja melalui kesalehan pribadi yang tercermin dalam kesalehan sosial.Adapun hasil dari kesalehan sosial dapat kami kemukakan sebabagi berikut:

 

a.   Mengurangi kesenjangan sosial antara mereka yang berada dengan mereka yang miskin;

b.      Pilar amal bagi para mujahid dan da’i yang berjuang dan berda’wah dalam rangka meninggikan kalimat Allah SWT;

c.        Membersihkan dan mengikis akhlak yang buruk;

d.       Alat pembersih harta dan penjagaan dari ketamakan orang jahat;

e.        Ungkapan rasa syukur atas nikmat yang Allah SWT berikan;

f.         Untuk pengembangan potensi umat;

g.        Dukungan moral kepada orang yang baru masuk Islam;

h.       Menambah pendapatan negara untuk proyek-proyek yang berguna bagi umat.

 

Perintah menunaikan zakat yang telah diperintahkan oleh Allah SWT tidak bisa dipandang sebagai perintah yang bersifat asal-asalan. Asal sudah dikerjakan maka selesai sudah kewajiban yang kita laksanakan serta tidak dapat pula kita laksanakan dengan mempergunakan parameter yang berasal dari diri kita sendiri selaku yang diperintahkan untuk menunaikan zakat. Akhir dari perintah menunaikan zakat harus tercermin hasilnya setelah zakat ditunaikan, maka barulah zakat yang kita tunaikan  dapat dikatakan telah kita laksanakan dengan baik dan benar sesuai dengan kehendak Allah SWT selaku pemberi perintah.


Sekarang bagaimana jika kita yang sedang menumpang, atau kita yang sedang menjadi tamu di langit dan di bumi Allah SWT tidak mau melaksanakan ketentuan Allah SWT?  Jawaban dari pertanyaan ini ada pada hadits yang kami kemukakan berikut ini: Anas ra, berkata: Nabi Saw bersabda: Allah ta’ala berfirman: Barangsiapa tidak rela dengan hukum-Ku dan takdir-Ku maka hendaklah ia mencari Tuhan selain Aku. (Hadits Qudsi Riwayat Al Baihaqi dari Ibnu Umar serta Atthabarani dan Ibnu Hibban dari Abi Hind, Al Baihaqi dan Ibnu Najjar, 272:153). Kita dipersilahkan untuk mencari Tuhan selain Allah SWT yang berarti kita harus keluar dari langit dan bumi Allah SWT. Hal yang tidak kalah penting adalah dengan kita tidak mau menunaikan zakat akan menghantarkan diri kita menjadi sahabat/teman yang didambakan oleh syaitan sang laknatullah sehingga bertambah banyaklah penghuni neraka.

 

Untuk dapat menciptakan sesuatu, harus di mulai dari adanya kehendak, adanya kemampuan dan adanya ilmu, dalam satu kesatuan. Hal ini dikarenakan jika yang ada hanya Kehendak saja, tanpa diiringi oleh kemampuan dan ilmu berarti yang ada hanyalah angan-angan. Sedangkan jika yang ada hanyalah kemampuan saja, tanpa diiringi dengan kehendak dan ilmu berarti yang ada hanya omongan semata. Demikian pula jika yang ada hanya ilmu saja, tanpa dibarengi dengan adanya kehendak dan kemampuan maka yang ada hanyalah konsep semata. Sekarang langit dan bumi sudah ada dan diri kitapun sudah menetap di muka bumi, timbul pertanyaan wajibkah pencipta langit dan bumi beserta isinya memiliki kehendak dan kemampuan serta ilmu dalam satu kesatuan yang sangat maha? Menurut akal sehat manusia, pencipta langit dan bumi beserta isinya wajib memiliki kehendak, kemampuan dan ilmu yang sangat hebat dalam satu kesatuan. Sekarang siapakah yang memiliki kehendak dan kemampuan serta ilmu yang sangat hebat dalam satu kesatuan sehingga mampu menciptakan langit dan bumi beserta isinya?

 

Berdasarkan surat Ibrahim (14) ayat 19  yang kami kemukakan berikut ini:“Tidakkah kamu perhatikan, bahwa Sesungguhnya Allah telah menciptakan langit dan bumi dengan hak[784]? Jika Dia menghendaki, niscaya Dia membinasakan kamu dan mengganti(mu) dengan makhluk yang baru.”

 

[784] Maksudnya: Allah menjadikan semua yang disebutkan itu bukanlah dengan percuma, melainkan dengan penuh hikmah.

 

Dan juga berdasarkan surat As Sajdah (32) ayat 4  yang kami kemukakan berikut ini: “Allah lah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy[1188]. Tidak ada bagi kamu selain dari padanya seorang penolongpun dan tidak (pula) seorang pemberi syafa’at[1189]. Maka Apakah kamu tidak memperhatikan?.  

[1188] Bersemayam di atas ‘Arsy ialah satu sifat Allah yang wajib kita imani, sesuai dengan kebesaran Allah dsan kesucian-Nya.

[1189] Syafa’at: usaha perantaraan dalam memberikan sesuatu manfaat bagi orang lain atau mengelakkan sesuatu mudharat bagi orang lain. Syafa’at yang tidak diterima di sisi Allah adalah syafa’at bagi orang-orang kafir.

 

Berdasarkan dua buah ketentuan di atas, Allah SWT lah yang menciptakan langit dan bumi beserta isinya dengan Hak dan jika Allah SWT yang menciptakan langit dan bumi beserta isinya dengan Hak berarti Allah SWT pasti memiliki kehendak, pasti memiliki kemampuan serta pasti memiliki ilmu yang sangat hebat dalam satu kesatuan serta di langit dan di bumi ini berlaku ketentuan dan hukum dari pencipta dan pemilik langit dan bumi.

 

Lalu bagaimana dengan keberadaan diri kita yang saat ini sedang menempati langit dan bumi yang diciptakan oleh Allah SWT dengan hak itu, apakah diri kita ada dengan sendirinya tanpa ada yang menciptakan sedangkan langit dan bumi ada yang menciptakan? Berdasarkan surat Ar Ruum (30) ayat 54 “Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari Keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah Keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah yang Maha mengetahui lagi Maha Kuasa.” dan juga berdasarkan surat Al Baqarah (2) ayat 30 yang kami kemukakan berikut ini: “dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu): janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat kebaikanlah kepada ibu bapa, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling.” Keberadaan seluruh manusia, termasuk di dalamnya keberadaan orang tua kita, keberadaan diri kita, keberadaan anak dan kerurunan kita, di langit dan di bumi Allah SWT, tidak datang dengan sendirinya, tidak datang tiba-tiba. Semuanya ada karena ada yang menciptakan, semuanya ada karena adanya kehendak, kemampuan dan Ilmu Allah SWT dalam satu kesatuan yang sangat maha.

 

Keberadaan manusia, termasuk di dalamnya keberadaan diri kita, tidak akan mungkin bisa dilepaskan dari adanya kehendak Allah SWT, adanya kemampuan Allah SWT serta adanya ilmu Allah SWT yang sangat hebat dalam satu kesatuan. Dan jika ini adalah kondisi dasar dari Allah SWT saat menciptakan manusia, atau saat menciptakan diri kita berarti keberadaan diri kita di dunia saat ini, bukanlah sesuatu yang datang dengan tiba-tiba, bukan pula sesuatu yang datang yang bersifat insidentil, tanpa ada perencanaan yang matang, tanpa ada maksud dan tujuan yang jelas. Keberadaan diri kita di muka bumi  sudah direncanakan dengan matang oleh  Allah SWT untuk dijadikan sebagai khalifah di muka bumi atau dijadikan sebagai perpanjangan tangan Allah SWT di muka bumi atau bentuk penampilan Allah SWT di muka bumi.

 

Sebagai khalifah di muka bumi, tahukah kita, sadarkah kita bahwa keberadaan diri kita, keberadaan langit dan bumi yang kita tempati saat ini, bukan kita yang menjadi inisiatornya, bukan pula kita yang menciptakannya, bukan pula kita yang memilikinya, atau merasakah kita menciptakan jasmani, ruhani, langit, bumi, air serta udara yang kita butuhkan atau mampukah kita menciptakan, jasmani, ruh/ruhani, amanah yang 7 (seperti Qudrat, Iradat, Ilmu, Kalam, Hayat, Sami’ dan Bashir), Hubbul yang 7 (seperti Hubbul Syahwat, Hubbul Maadah, Hubbul Jam’i, Hubbul Riasah, Hubbul Maal, Hubbul Istitlaq; Hubbul Hurriyah), hati (kalbu), akal, perasaan, langit dan bumi beserta isinya serta Diinul Islam?

 

Jika kita termasuk orang yang Tahu Diri, Tahu siapa diri kita yang sesungguhnya dan Tahu siapa Allah SWT yang sesungguhnya, maka kita harus menyatakan bahwa diri kita ada karena ada yang menciptakan; jasmani, ruhani, amanah, hubbul, akal, perasaan ada karena ada yang menciptakan; langit dan bumi beserta isinya ada karena ada yang menciptakan. Kondisi ini dipertegas dengan pernyataan Allah SWT yang tertuang di dalam surat Faathir (35) ayat 40 berikut ini: “Katakanlah: “Terangkanlah kepada-Ku tentang sekutu-sekutumu yang kamu seru selain Allah. Perlihatkanlah kepada-Ku (bahagian) manakah dari bumi ini yang telah mereka ciptakan ataukah mereka mempunyai saham dalam (penciptaan) langit atau Adakah Kami memberi kepada mereka sebuah kitab sehingga mereka mendapat keterangan-keterangan yang jelas daripadanya? Sebenarnya orang-orang yang zalim itu sebahagian dari mereka tidak menjanjikan kepada sebahagian yang lain, melainkan tipuan belaka”. yang menyatakan bahwa di dalam penciptaan langit dan bumi tidak ada sedikitpun saham atau partisipasi manusia sehingga hanya Allah SWT sajalah yang menciptakan. Di lain sisi keberadaan langit dan bumi lebih dahulu ada dibandingkan dengan keberadaan manusia, sehingga tidak akan mungkin ciptaan lebih dahulu ada dibandingkan penciptanya.

 

Lalu jika ini kondisi dasar dari diri kita saat hadir di muka bumi ini, lalu punya apakah diri kita saat hadir ke muka bumi ini? Jika kita termasuk orang yang sudah sadar diri maka kita wajib menyatakan dengan tegas bahwa kita ini miskin, tidak mempunyai apapun juga saat hadir di muka bumi dan jika saat ini kita memiliki Jasmani, memiliki Ruhani, memiliki Amanah yang 7, memiliki Hubbul yang 7, memiliki Hati, memiliki Perasaan, memiliki Akal, karena ada yang memberikan, dalam hal ini adalah Allah SWT. Lalu siapakah yang paling kaya, sebandingkah diri kita dengan Allah SWT, sejajarkah diri kita dengan Allah SWT? Berdasarkan uraian di atas, diri kita tidak akan mungkin bisa mensejajarkan diri dengan Allah SWT, hal ini dikarenakan ciptaan tetaplah ciptaan sampai dengan kapanpun juga serta tidak mungkin mendahului keberadaan penciptanya.

 

Sekarang sebagai apakah diri kita di muka bumi ini? Jika kita merasa tidak pernah menciptakan langit dan bumi beserta segala apa-apa yang ada di antara langit dan bumi berarti saat ini kita sedang menumpang di langit dan di bumi Allah SWT, atau kita sedang menjadi tamu di langit dan di bumi Allah SWT, atau dapat kita sedang menjadi pemain di dalam kerangka rencana besar kekhalifahan di muka bumi yang diciptakan oleh Allah SWT. Di lain sisi, jika langit dan bumi diciptakan dan dimiliki oleh Allah SWT berarti segala ketentuan, segala hukum, segala undang-undang, segala peraturan yang berlaku di langit dan di bumi adalah ketentuan, hukum, undang-undang, peraturan yang berasal dari Allah SWT yang termaktub dalam kitab suci AlQuran.

 

Agar diri kita tidak dinilai oleh pencipta langit dan bumi sebagai orang yang menumpang yang tidak tahu diri; sebagai tamu yang tidak tahu diri; sebagai khalifah yang tidak tahu diri, maka sudah sepatutnya dan sepantasnyalah kita mengimani AlQuran lalu AlQuran nya jangan ditambah, jangan dikurangi, jangan dibantah isinya. Kemudian baru pelajari AlQuran kepada Allah SWT melalui guru/ustadz kemudian laksanakan segala ketentuan, segala, hukum, segala undang-undang dan segala peraturan yang berlaku di muka bumi ini dengan sebaik mungkin dan yang terakhir ajarkan kepada masyarakat.

 

Sekarang jika di langit dan di bumi Allah SWT, ada ketentuan yang termaktub dalam surat  Al Baqarah (2) ayat 83 berikut ini: “Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu): janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat kebaikanlah kepada ibu bapa, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling.” dan juga dalam surat Al Bayyinah (98) ayat 5 sebagaimana berikut ini: “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus.” apa yang harus kita sikapi dengan adanya ketentuan ini?

 

Jika kita merasa menjadi penumpang  yang tahu diri, jika kita merasa menjadi tamu yang tahu diri, jika kita merasa menjadi khalifah yang sesuai dengan kehendak Allah SWT, maka sudah seharusnya mengimani, mempelajari, memahami lalu melaksanakan segala ketentuan, segala hukum, segala undang-undang, segala peraturan Allah SWT yang berlaku di muka bumi dan jangan lupa mengajarkan kepada sesama. Jangan sampai kita hidup di muka bumi ini tanpa mengindahkan ketentuan yang berlaku yang berasal dari Allah SWT.

 

Saat ini sampai dengan hari kiamat kelak, perintah menunaikan zakat sudah menjadi ketentuan baku dan menjadi sarana, alat bantu, media bagi diri kita untuk mendapatkan dan merasakan langsung manfaat yang ada dibalik perintah menunaikan zakat. Ingat, perintah menunaikan zakat yang telah diperintahkan oleh Allah SWT adalah perintah yang bersifat individualistik sehingga segala manfaat yang ada dibalik perintah menunaikan zakat, hanya untuk kepentingan yang mau melaksanakan perintah menunaikan zakat, dalam hal ini adalah diri kita sendiri, sehingga orang lain tidak akan mungkin memperoleh hikmah dari perintah menunaikan zakat dari pelaksanaan perintah menunaikan zakat yang kita lakukan.

 

Ayo segera menunaikan zakat, jangan pernah menunda nunda, menahan apalagi mengalihkan pembayaran zakat untuk kepentingan pribadi jika nishab dan haulnya sudah tercapai. Semakin cepat kita menunaikan zakat yang telah jatuh tempo semakin baik kita merasakan nikmatnya berbagi melalui zakat serta semakin cepat pula penerima zakat merasakan buah dari zakat yang kita tunaikan. Lalu nikmatilah hidup nyaman, aman, damai dan bersahaja di dalam kehendak Allah SWT. Aamiin.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar