Sampai kapankah kita harus melaksanakan
perintah menunaikan zakat dan harus berapa kalikah kita harus menunaikan zakat
saat hidup di muka bumi ini? Masa berlaku ketentuan menunaikan zakat secara
umum, mulai berlaku sejak diturunkannya perintah menunaikan zakat oleh Allah
SWT sampai dengan hari kiamat kelak. Itulah masa berlaku zakat secara umum. Sedangkan
bagi perorangan, atau secara pribadi-pribadi, masa berlaku ketentuan menunaikan
zakat dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
1. Yang pertama, dimulai dari timbulnya kewajiban menunaikan
zakat saat terpenuhinya nishab dan haul pada harta kekayaan dan/atau penghasilan
yang kita miliki sampai dengan Ruh/Ruhani diri kita berpisah dengan Jasmani;
2. Yang kedua, dimulai dari timbulnya kewajiban menunaikan zakat
saat terpenuhinya nishab dan haul pada harta kekayaan dan/atau penghasilan yang
kita miliki sampai diri kita sendiri yang memutuskan untuk tidak lagi mau
menunaikan zakat.
Adanya dua buah ketentuan di atas,
menunjukkan kepada diri kita bahwa pilihan jangka waktu menunaikan zakat ada
pada diri kita sendiri, bisa panjang dan bisa pula pendek. Allah SWT selaku
pemberi perintah tidak pernah memutuskan berapa lama atau sampai kapan perintah
menunaikan zakat berlaku bagi manusia? Sepanjang manusia, termasuk diri kita
sadar akan pentingnya menunaikan zakat maka sepanjang itulah masa berlakunya
perintah zakat secara pribadi pribadi.
Sekali lagi kami tegaskan bahwa panjang atau
pendeknya masa berlaku perintah menunaikan zakat, bukanlah Allah SWT yang tetapkan,
akan tetapi diri kita sendirilah yang menentukan. Hal ini dikarenakan Allah SWT
tidak butuh dengan zakat yang kita tunaikan berapapun jumlahnya, tetapi kitalah
yang sangat membutuhkan manfaat yang hakiki yang terdapat dibalik perintah
menunaikan zakat.
Untuk itu kita dipersilahkan oleh Allah SWT
untuk mempelajari apa apa yang tertuang di dalam surat Fushshilat (41) ayat
5-6-7 berikut ini: “Mereka berkata: “Hati Kami
berada dalam tutupan (yang menutupi) apa yang kamu seru Kami kepadanya dan
telinga Kami ada sumbatan dan antara Kami dan kamu ada dinding, Maka Bekerjalah
kamu; Sesungguhnya Kami bekerja (pula).” Katakanlah: “Bahwasanya aku hanyalah
seorang manusia seperti kamu, diwahyukan kepadaku bahwasanya Tuhan kamu adalah
Tuhan yang Maha Esa, Maka tetaplah pada jalan yang Lurus menuju kepadanya dan
mohonlah ampun kepadanya. Dan kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang
mempersekutukan-Nya, (yaitu) orang-orang yang tidak menunaikan zakat dan mereka
kafir akan adanya (kehidupan) akhirat.” sebelum diri kita
melanggar perintah menunaikan Hak Allah SWT. Allah SWT mengemukakan dengan
jelas jika kita tidak mau menunaikan zakat yang tidak lain adalah Hak Allah SWT
saat hidup di dunia ini maka kita disamakan dengan orang orang yang
mempersekutukan Allah SWT sehingga bersiaplah menerima kecelakaan besar dari
Allah SWT. Ingat, berapa banyak umat yang terdahulu telah di azab oleh Allah
SWT, apakah hal ini tidak kita ambil pelajaran?
Sekarang, berapa kali kita harus menunaikan zakat
yang tidak lain adalah Hak Allah SWT saat
kita hidup di muka bumi ini? Sepanjang diri kita masih hidup di muka
bumi ini, sepanjang diri kita masih mempergunakan, masih mendayagunakan, masih
memiliki, apa-apa yang diciptakan dan dimiliki oleh Allah SWT, maka sepanjang
itu pula kita harus menunaikan Hak Allah SWT untuk kepentingan orang yang
berhak menerima Zakat, dengan catatan harus memenuhi syarat nishab dan haul.
Jika tidak maka bersiaplah menerima dan merasakan apa apa yang telah diancamkan
oleh Allah SWT kepada diri kita.
Jika kita mengacu kepada surat Ibrahim (14)
ayat 31 berikut ini: “Katakanlah kepada
hamba-hamba-Ku yang telah beriman: “Hendaklah mereka mendirikan shalat,
menafkahkan sebahagian rezki yang Kami berikan kepada mereka secara sembunyi
ataupun terang-terangan sebelum datang hari (kiamat) yang pada bari itu tidak
ada jual beli dan persahabatan[790].”
[790] Maksudnya: pada hari kiamat itu tidak ada
penebusan dosa dan pertolongan sahabat, Lihat juga ayat 254 surat (2) Al
Baqarah.
Menunaikan hak Allah SWT melalui zakat tidak
terbatas jumlahnya, bisa dilakukan kapanpun, dimanapun dan dalam kondisi
apapun, sepanjang ruh belum berpisah dengan jasmani, serta sepanjang yang
ditunaikan tersebut adalah hasil usaha dari diri kita sendiri yang di dalamnya
tidak terdapat sesuatu yang haram. Selama memenuhi syarat dan ketentuan zakat
yang berlaku yaitu nishab dan haul maka sepanjang itu pula kita wajib
menunaikan zakat dan juga sebelum kiamat datang. Ingat, setelah kiamat berlalu
tidak ada lagi jual beli dan persahabatan dengan siapapun juga, yang ada
hanyalah pertanggungjawaban sendiri sendiri.
Sekarang bagaimana jika kita hanya menunaikan
zakat sesekali atau sekali saja seumur hidup atau sekali setahun saja saat
menunaikan zakat fitrah sebelum hari raya Idhul Fitri? Sebelum kami menjawab
pertanyaan ini, perkenankan kami mengemukakan hal-hal sebagai berikut: Jika saat ini kita masih hidup berarti kita
tidak akan mungkin hanya berdiam diri saja. Kita wajib bekerja, berusaha,
melakukan aktivitas jasmani, yang pada akhirnya kita tidak bisa menghindar kan
diri atau pasti akan mengalami apa yang dinamakan dengan keringat, bau badan
serta adanya aktivitas buang air, baik besar maupun kecil.
Selain daripada itu kitapun tidak bisa
menghindarkan diri dari pengaruh lingkungan, seperti angin, debu, polusi, yang
mengakibatkan tubuh kita menjadi kotor serta menjadikan diri kita menjadi tidak
bersemangat, lesu dan lelah. Jalan keluar yang paling baik untuk mengatasi
hal-hal yang kami kemukakan di atas hanyalah dengan mandi yang sesuai dengan
ilmu kesehatan. Lalu apakah cukup hanya sekali saja kita mandi, sedangkan
aktivitas jasmani maupun pengaruh lingkungan terus terjadi selama kita hidup di
dunia? Sepanjang pengaruh dari dalam diri akibat aktivitas jasmani tidak bisa
kita hindarkan, sepanjang pengaruh lingkungan tidak bisa kita elakkan, sepanjang
tubuh kita mengalami kemunduran akibat lelah, maka sepanjang itu pula kita
membutuhkan mandi. Adanya kondisi ini berarti mandi tidak bisa kita laksanakan
hanya sekali saja, atau hanya sesekali saja karena adanya kondisi yang tidak
bisa kita elakkan, yaitu adanya aktivitas jasmani.
Hal yang samapun terjadi saat diri kita
melaksanakan tugas sebagai khalifah di muka bumi, atau selama ruh/ruhani belum
berpisah dengan jasmani, kita tidak akan pernah bisa menghindar dari adanya
saling pengaruh mempengaruhi atau perang antara kepentingan jasmani yang
membawa Nilai-Nilai Keburukan (yang disebut dengan ahwa/hawa nafsu) yang
didukung oleh syaitan dengan kepentingan ruh/ruhani yang membawa Nilai-Nilai
Kebaikan (yang disebut dengan Nafs/Anfuss) yang sesuai dengan kehendak Allah
SWT.
Jika ruh/ruhani sampai dikalahkan oleh jasmani
berarti jiwa kita dimasukkan ke dalam kelompok jiwa fujur, sedangkan jika ruh/ruhani
mampu mengalahkan jasmani berartu jiwa kita dimasukkan dalam kelompok jiwa taqwa.
Adanya kondisi yang tidak akan mungkin bisa dihindarkan oleh siapapun juga
(maksudnya adalah perang melawan ahwa/hawa nafsu dan juga perang melawan syaitan)
sedangkan kita harus bisa mempertahankan kefitrahan diri kita yang sesungguhnya
adalah ruh/ruhani, oleh Allah SWT diberikan jalan keluar untuk mengalahkan ahwa
(hawa nafsu), untuk meningkatkan kualitas ruhani, kita diperintahkan untuk melaksanakan Diinul Islam secara kaffah.
Lalu apakah cukup hanya dengan sekali saja
kita menunaikan zakat maka kita akan sanggup menghadapi ahwa dan syaitan selama
hayat masih dikandung badan, sedangkan ahwa (hawa nafsu) dan syaitan akan tetap
ada mempengaruhi diri kita sepanjang ruhani belum berpisah dengan jasmani?
Sepanjang pengaruh ahwa (perang melawan hawa nafsu) tidak bisa kita hindarkan,
sepanjang pengaruh buruk dari syaitan tidak bisa kita elakkan. Sepanjang kita
ingin mempertahankan ruhani sebagai jati diri kita yang sesungguhnya. Sepanjang
kita harus mempertahankan kefitrahan diri (maksudnya kefitrahan ruh). Sepanjang
kita ingin pulang kampung ke syurga, maka sepanjang itu pula kita membutuhkan zakat,
atau melaksanakan Diinul Islam yang kaffah yang sesuai dengan kehendak Allah
SWT.
Jika
ini kondisi dasar yang harus kita hadapi saat melaksanakan tugas sebagai khalifah
di muka bumi, berarti kita sangat membutuhkan manfaat yang hakiki yang terdapat
dibalik perintah menunaikan zakat bukan hanya sekali, namun terus dan terus
sepanjang hayat masih dikandung badan. Hakekat dari melaksanakan perintah menunaikan
zakat adalah perintah yang bersifat berkesinambungan yang akan terus dan terus
berlaku sepanjang kita masih hidup di dunia. Dilain sisi juga karena perintah
menunaikan zakat adalah bagian dari Rukun Islam. Sedangkan Rukun Islam itu
sendiri adalah bagian dari Diinul Islam sehingga seluruh ketentuan Rukun Islam
tidak bisa dipisahkan dengan ketentuan Rukun Iman dan Ikhsan.
Sekarang terpulang kepada diri kita sendiri,
apakah mau menunaikan zakat ataukah tidak karena baik resiko ataupun manfaat
dari menunaikan zakat diri kita sendirilah yang akan merasakan akibatnya. Allah
SWT berfirman: “Dan bersegeralah kamu mencari
ampunan dari Tuhanmu dan mendapatkan syurga yang luasanya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk
orang-orang yang bertakwa,(yaitu) orang-orang yang berinfak baik di waktu
lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema’afkan
(kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. (surat
Ali Imran (3) ayat 133-134). Setelah diri kita mampu menunaikan hak Allah
SWT maka kita harus tetap melaksanakan Diinul Islam secara kaffah, kita harus
tetap bertuhankan kepada Allah SWT, kita harus tetap beramal shaleh, kita harus
tetap melaksanakan ibadah-ibadah Sunnah lainnya, kita harus tetap Istiqamah dan
seterusnya yang pada intinya kita harus tetap berada di dalam kehendak Allah
SWT selama hayat masih di kandung badan, sebagaimana firman Allah SWT beriut
ini: “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan
Kami ialah Allah”, kemudian mereka tetap istiqamah[1388] Maka tidak ada
kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita.
(surat Al Ahqaaf
(46) ayat 13)
[1388] Istiqamah ialah teguh pendirian dalam
tauhid dan tetap beramal yang saleh.
Sekarang bagaimana jika kita sudah terlanjur
hanya menunaikan zakat sekali saja, atau sudah merasa cukup dengan zakat yang
telah pernah kita tunaikan? Jika ini sampai terjadi kepada diri kita, ada
baiknya kita juga melaksanakan mandi hanya sekali saja, atau merasa cukup
dengan mandi yang telah pernah kita lakukan dengan tidak mandi lagi. Lalu apa
hasilnya? Jawaban dari pertanyaan ini, hanya diri kitalah yang tahu sebab
jawaban dari pertanyaan ini adalah cerminan dari diri kita yang sesungguhnya.
Akan tetapi jika kita ingin sesuai dengan kehendak Allah SWT maka lakukanlah
taubatan nasuha lalu laksanakanlah Diinul Islam secara kaffah saat ini juga,
karena kita tidak tahu kapan ruh/ruhani kita berpisah dengan jasmani.
Ingat, kesempatan untuk menunaikan zakat
hanya pada saat diri kita hidup di muka bumi ini dan ketahuilah Allah SWT tidak
butuh dengan zakat yang kita tunaikan berapapun jumlahnya. Ayo segera tunaikan
zakat jika nishab dan haulnya sudah terpenuhi lalu nikmatilah hidup nyaman,
aman, damai dan bersahaja di dalam kerangka keshalehan pribadi yang tercermin
dalam keshalehan sosial.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar