Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Minggu, 12 Februari 2017

SAAT DIMANA HARTA TIDAK ADA MANFAATNYA


Saat kita hidup di dunia, setiap harta kekayaan atau penghasilan yang kita miliki, dapat dipastikan bisa bermanfaat baik bagi kehidupan diri, keluarga dan anak keturunan serta masyarakat sepanjang kita berada di dalam koridor kehendak Allah STW. Akan tetapi ketahuilah bahwa tidak selamanya harta kekayaan atau penghasilan bisa bermanfaat bagi diri, keluarga, anak dan keturunan serta masyarakat, yaitu saat saat berikut ini : .

 

1.       Saat Hari Kiamat. Pada saat diri kita hidup di dunia, harta kekayaan ataupun penghasilan adalah sesuatu yang berharga bagi diri kita. Akan tetapi pada saat hari kiamat, segala harta kekayaan, segala penghasilan tidak ada gunanya bagi diri kita. Berapapun jumlah harta kekayaan kita, berapapun jumlah penghasilan kita, semuanya tidak ada artinya dihadapan Allah SWT karena Allah SWT tidak melihat hal tersebut.Allah SWT memiliki parameter tersendiri di dalam menilai kekhalifahan yang ada di muka.

 

Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya orang-orang yang kafir, harta benda dan anak-anak mereka, sedikitpun tidak dapat menolak (siksa) Allah dari mereka. Dan mereka itu adalah bahan bakar api neraka, (Surat Ali Imran (3) ayat 10). Saat hari kiamat tiba, saat hari berhisab tiba, yang dibutuhkan pada saat itu bukanlah banyaknya harta kekayaan ataupun banyaknya penghasilan, yang dibutuhkan pada saat menghadap Allah SWT adalah Hati yang bersih. Inilah yang dikemukakan dalam surat Asy Syu’araa (26) ayat 88 dan 89 berikut ini: “(yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih, (Surat Asy Syu’araa’ (26) ayat 88 dan 89)

 

Selain hati yang bersih, hal yang dibutuhkan pada hari kiamat adalah penggunaan harta kekayaan atau penghasilan yang halal lagi diridhai Allah SWT yang sudah dibelanjakan di jalan Allah SWT. Sekarang sudahkah diri kita memiliki saldo penggunaan harta kekayaan atau penghasilan yang dibelanjakan di jalan Allah SWT? Jika kita belum memiliki, tunaikan hal itu sekarang juga dan jangan pernah menunda nunda kesempatan membelanjakan harta kekayaan atau penghasilan di jalan Allah SWT.

 

Hal ini dikarenakan jika sampai ruh tiba di kerongkongan lalu belum juga kita tunaikan zakatnya, sia sialah harta kekayaan yang kita miliki, sia sia pula penghasilan yang kita miliki karena ulah diri kita sendiri yang tidak mau membelanjakan harta kekayaan di jalan Allah SWT. Akan tetapi bagi pemilik harta kekayaan atau penghasilan yang telah mampu membelanjakannya di jalan Allah SWT maka harta kekayaan yang sudah dibelanjakannya, apakah melalui zakat, infaq, shadaqah, wakaf akan menjadi penolong bagi pemiliknya di hari kiamat kelak, terutama saat berhisab, yaitu saat mempertanggungjawabkan asal usul harta kekayaan atau penghasilan serta penggunaan atau pemanfaatan harta kekayaan atau penghasilan dimaksud.  

 

2.       Bagi Orang Kafir sebagai Bahan Azab di Dunia dan Akhirat. Memiliki harta kekayaan atau penghasilan yang banyak adalah idaman bagi banyak orang. Akan tetapi ketahuilah bahwa harta kekayaan atau penghasilan tidak selamanya berguna. Berguna tidaknya harta kekayaan atau penghasilan sangat ditentukan oleh siapa harta itu didapatkan dan oleh siapa harta itu dikelola. Apabila yang mendapatkan atau yang mengelola orang yang beriman maka harta kekayaan atau penghasilan itu berguna baik untuk kehidupan dunia dan juga kehidupan di akhirat kelak.

 

Allah SWT berfirman: “orang-orang Baduwi yang tertinggal (tidak turut ke Hudaibiyah) akan mengatakan: “Harta dan keluarga Kami telah merintangi Kami, Maka mohonkanlah ampunan untuk kami”; mereka mengucapkan dengan lidahnya apa yang tidak ada dalam hatinya. Katakanlah : “Maka siapakah (gerangan) yang dapat menghalang-halangi kehendak Allah jika Dia menghendaki kemudharatan bagimu atau jika Dia menghendaki manfaat bagimu. Sebenarnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (surat Al Fath (48) ayat 11)

 

Bagi orang kafir atau orang yang tidak beriman, harta kekayaan atau penghasilan yang mereka cari dan mereka miliki bisa yang seharusnya menolong pemiliknya di akhirat kelak justru menjadi bahan baku azab di akhirat kelak. Sedangkan bagi kehidupan di dunia, harta kekayaan atau penghasilan yang seharusnya sesuatu yang bisa diatur oleh pemiliknya justru sebaliknya yang terjadi yaitu menjadi pemiliknya yang diatur oleh harta kekayaan atau penghasilan, sebagaimana Allah SWT berfirman berikut ini: “Maka janganlah harta benda dan anak-anak mereka menarik hatimu. Sesungguhnya Allah menghendaki dengan (memberi) harta benda dan anak-anak itu untuk menyiksa mereka dalam kehidupan di dunia dan kelak akan melayang nyawa mereka, sedang mereka dalam Keadaan kafir. (surat At Taubah (9) ayat 55)

 

Allah SWT berfirman: “Dan janganlah engkau tujukan pandangan matamu kepada kenikmatan yang telah Kami berikan kepada beberapa golongan dari mereka, (sebagai) bunga kehidupan dunia, agar Kami uji mereka dengan (kesenangan) itu. Karunia Tuhanmu lebih baik dan lebih kekal.  (surat Thaahaa (20) ayat 131). Berdasarkan ketentuan ini, Allah SWT melarang orang mukmin melihat harta kekayaan, atau kesenangan yang ada pada orang orang kafir karena harta kekayaan (kesenangan hidup di dunia) bagi orang kafir merupakan ujian pula bagi mereka.

 

Adanya pemberian harta yang berlimpah kepada orang kafir oleh Allah SWT merupakan salah satu bukti bahwa kehidupan dunia itu remeh dihadapan Allah SWT bahkan tidak bisa disandingkan dengan sayap seekor nyamuk. Rasulullah SAW bersabda: “Andaikata dunia dihadapa Allah sebanding dengan sayap seekor nyamuk, maka Allah tidak akan memberikan seteguk airpun, dari dunia pada orang kafir. (Hadits Riwayat Ath Thirmidzi). Hadits ini merupakan perumpamaan dari rendahnya nilai harta kekayaan dunia dihadapan Allah SWT.

 

Orang kafir adalah teman syaitan dan musuh Allah SWT dan musuh tidak akan mungkin diberikan sesuatu yang berharga oleh yang memberinya (Allah SWT). Allah SWT memberikan harta yang banyak pada orang kafir dan membiarkannya serta menikmatinya dalam waktu lama. Dan yang demikian ini bukanlah karena mulia dihadapan Allah SWT melainkan karena factor istidraj (diulur agar lebih tenggelam lagi) dan ujian serta untuk menunjukkan bahwa harta dan anak anak bukanlah bukti bahwa Allah SWT mencintai mereka. Sesungguhnya yang mendekatkan mereka pada Allah SWT adalah iman dan perbuatan baik mereka. Sebagaimana Allah SWT berfirman berikut ini: “Sesungguhnya orang orang kafir, baik harta maupun anak anak mereka, sedikitpun tidak dapat menolak azab Allah. Mereka itu penghuni neraka, (dan) mereka kekal di dalamnya. (surat Ali Imran (3) ayat 116). Untuk itu kita harus selalu ingat pesan Nabi Muhammad SAW berikut ini: “Sesungguhnya Allah tidak melihat rupa kalian dan harta kalian. Akan tetapi allah melihat hati kalian dan perbuatan kalian. (Hadits Riwayat Muslim).

 

Saat hidup di dunia, orang yang kafir atau orang yang tidak beriman akan diperbudak oleh harta kekayaan atau penghasilan yang dimilikinya sehingga hidup hanya untuk harta kekayaan atau penghasilan. Segala sesuatu diukur dengan harta kekayaan atau penghasilan semata dengan meninggalkan keberkahan yang terdapat di balik itu semua. Padahal keberkahan itulah yang bisa mendatangkan kebahagiaan hakiki bagi manusia. 

 

Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi, ketahuilah bahwa rezeki dan harta yang banyak yang didapat oleh orang kafir saat di dunia merupakan kebaikan yang dipercepat oleh Allah SWT untuk mereka. Hal ini dikarenakan di kehidupan akhirat mereka tidak akan mendapatkan bagian apapun, di akhirat hanya untuk orang yang beriman dan bertaqwa. Dan inilah salah satu bentuk keadilan Allah SWT.

 

Selanjutnya jika kita termasuk orang yang selalu mendambakan keberkahan dari harta kekayaan atau penghasilan, ketahuilah bahwa keberkahan bukanlah ditinjau dari banyaknya atau sedikitnya harta kekayaan atau penghasilan, namun sangat tergantung kepada siapa pemilik atau pengelola harta kekayaan atau penghasilan dimaksud. Dimana pemilik atau pengelola harta kekayaan atau penghasilan wajib harus memiliki apa yang dinamakan dengan keimanan dan juga rasa syukur. Semakin tinggi tingkat keimanan dan rasa syukur seseorang maka semakin berkahlah harta kekayaan atau penghasilan seseorang, walaupun apa yang dimilikinya hanya sedikit.

 

Keberkahan harta kekayaan atau penghasilan tidak akan dapat kita peroleh bila cara mendapatkan dari harta kekayaan atau penghasilan melalui cara yang haram lagi dikehendaki syaitan. Semakin tinggi tingkat keharaman harta kekayaan atau penghasilan yang kita miliki maka semakin jauh keberkahan dari diri kita walaupun apa yang kita miliki berjumlah sangat banyak. Adanya kondisi ini maka jangan pernah berharap jika harta kekayaan atau penghasilan diri kita termasuk dalam kategori haram lagi dikehendaki syaitan akan mendatangkan keberkahan dan juga  akan mendatangkan kebahagiaan hakiki.

 

Buang jauh jauh harapan itu karena keberkahan maupun kebahagiaan hakiki hanya akan dapat kita peroleh dari yang halal lagi diridhai Allah SWT serta kita sendiri haruslah beriman yang memiliki rasa bersyukur yang tinggi. Dan semoga diri kita, keluarga kita, anak keturunan kita mampu mendapatakan serta memperoleh harta kekayaan atau penghasilan yang halal lagi diridhai Allah SWT sehingga dengan harta kekayaan atau penghasilan itu mampu menghantarkan diri kita menjadi pribadi pribadi yang terhormat, yang selalu berbuat sesuatu yang menunjukkan kehormatan kita. Amien. 

 

Kamis, 09 Februari 2017

KETAHUILAH BAHWA HARTA KEKAYAAN BAHAN UJIAN DI DUNIA



Memiliki harta kekayaan yang banyak atau memiliki penghasilan yang tinggi bukanlah sesuatu yang terlarang dihadapan Allah SWT. Hal yang harus kita pahami adalah cara memperoleh harta kekayaan atau penghasilan harus kita perhatikan, apakah sesuai dengan kehendak Allah SWT ataukah sesuai dengan kehendak syaitan. Selanjutnya setelah memiliki harta kekayaan atau penghasilan kitapun wajib memiliki ilmu tentang penggunaan harta kekayaan atau penghasilan yang sesuai dengan kehendak Allah SWT dan sesuai dengan kehendak syaitan. Hal ini penting kita ketahui agar kepemilikan harta kekayaan atau penghasilan bisa menjadi alat bantu kita menuju ke syurga. Jika tidak, ketahuilah harta kekayaan atau penghasilan juga bisa menghantarkan diri kita ke neraka.  

 

Saat diri kita memiliki harta kekayaan atau penghasilan, maka pada saat itulah terjadi tarik menarik antara kepentingan Jasmani dengan kepentingan ruh/ruhani didalam mempergunakan atau mendayagunakan harta kekayaan atau penghasilan dimaksud. Jika ruh/ruhani yang berperan di dalam mendayagunakan harta kekayaan atau penghasilan maka kehendak Allah SWT yang menjadi pedoman. Akan tetapi jika Jasmani yang berperan maka kehendak syaitan yang menjadi pedoman penggunaan harta kekayaan atau penghasilan dimaksud. Adanya saling  pengaruh mempengaruhi yang terjadi di dalam diri setiap manusia, maka harta kekayaan atau penghasilan yang kita miliki beberapa dimensi jika ditinjau dari adanya pertarungan antara ruh/ruhani dengan jasmani saat mengelola harta kekayaan atau penghasilan. Adapun dimensi itu bisa kami kemukakan sebagai berikut: 

 

1.       Harta Kekayaan atau Penghasilan adalah Ujian Bagi Keimanan. Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi kita harus mengetahui dengan pasti bahwa memiliki harta kekayaan atau penghasilan merupakan ujian bagi keimanan diri kita. Jika harta kekayaan atau penghasilan menjadi penguji iman berarti sebagai khalifah di muka bumi kita akan dihadapkan pada saat memperoleh atau mendapatkan harta kekayaan atau penghasilan dan juga saat mempergunakan harta kekayan atau penghasilan, yaitu apakah sesuai dengan kehendak Allah SWT (halal) ataukah sesuai dengan kehendak syaitan (haram). Sepanjang diri kita masih hidup di muka bumi maka ujian yang berhubungan dengan harta kekayaan atau penghasilan pasti terjadi, pasti kita alami.  

 

Allah SWT selaku pengutus manusia sebagai khalifah di muka bumi, melalui surat al Furqan (25) ayat 67 berikut ini: “Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.” Telah mengemukakan cara membelanjakan harta kekayaan atau penghasilan, yaitu kita tidak diperkenakan untuk boros atau berlebihan dan juga tidak boleh pelit atau kikir dengan harta kekayaan atau penghasilan. Yang diperkenankan oleh Allah SWT adalah di tengah tengah antara keduanya. Kita tidak boleh kikir atau pelit karena itu adalah sifat alamiah jasmani, jika kita pelit dan kikir bagaimana kita bisa melaksanakan perintah menunaikan zakat dan membelanjakan harta melalui infaq dan shadaqah yang sesuai dengan kehendak Allah SWT. Kita tidak boleh boros karena boros adalah temannya syaitan, sedangkan jika kita boros berarti kesempatan untuk menunaikan zakat dan membelanjakan harta melalui Infaq dan Shadaqah tertutup kesempatannya karena pengaruh syaitan akan menghalangi atau menggagalkan diri kita berbuat kebaikan melalui harta kekayaan atau penghasilan.

 

Selanjutnya agar diri kita terhindar dari perilaku “berjantung tidak berhati” maka kita harus menjadikan ruh/ruhani menjadi panglima saat mencari dan mempergunakan harta kekayaan atau penghasilan sehingga kita selalu berada di dalam kehendak Allah SWT. Jika ini yang terjadi maka kita lulus ujian melalui harta kekayaan atau penghasilan yang kita miliki. Sebaliknya jika Jasmani yang menjadi panglima saat mencari dan mempergunakan harta kekayaan atau penghasilan akan menjadikan diri kita selalu berada di dalam kehendak syaitan yang mengakibatkan kegagalan dalam ujian melalui harta kekayaan atau penghasilan. 

 

Salah satu contoh nyata yang telah dikemukakan oleh Allah SWT dalam AlQuran adalah kisah Karun, seorang yang kaya raya namun tidak lolos ujian keimanan saat memiliki harta kekayaan yang sangat banyak, sebagaimana kami kemukakan berikut ini: “Maka Kami benamkan dia (Karun) bersama rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya satu golonganpun yang akan menolongnya selain Allah, dan dia tidak termasuk orang orang yang dapat membela diri. Dan orang orang yang kemarin mengangan-angankan kedudukannya (Karun) itu berkata, “Aduhai, benarlah kiranya  Allah yang melapangkan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki di antara hamba hambaNya dan membatasi (bagi siapa yang Dia kehendaki di antara hamba hambaNya). Sekiranya Allah tidak melimpahkan karuniaNya pada kita, tentu Dia telah membenamkan kita pula. Aduhai, benarlah kiranya tidak akan beruntung orang orang yang mengingkari (nikmat Allah). (surat Al Qashash (28) ayat 81, 82). Adanya kisah nyata yang dikemukakan oleh Allah SWT dalam AlQuran tentunya Allah SWT sangat berkehendak agar khalifah yang diutusnya ke muka bumi tidak menjadi karun karun generasi baru, yang pelit lagi kikir yang hanya mementingkan diri sendiri.

 

2.       Harta Kekayaan atau Penghasilan adalah Penguji Kesabaran.Harta kekayaan atau penghasilan selain ujian bagi keimanan kita, juga ujian bagi kesabaran diri kita. Jika ini kondisinya berarti pada saat bersamaan ada dua buah ujian yang berhubungan dengan harta kekayaan atau penghasilan, yaitu ujian keimanan dan ujian kesabaran, sebagaimana dua buah firmanNya berikut ini: “Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu. Dan (juga) kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. Jika kamu bersabar dan bertakwa, Maka Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk urusan yang patut diutamakan. (Surat Ali Imran (3) ayat 186)

 

Allah SWT berfirman: “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (Surat Al Baqarah (2) ayat 155)

 

Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi yang membutuhkan harta kekayaan atau penghasilan kita tidak bisa lalai dengan 2(dua) ketentuan yang kami kemukakan di atas, yaitu di dalam harta kekayaan atau penghasilan terdapat ujian keimanan dan ujian kesabaran bagi pemiliknya. Hal ini penting kita ketahui terutama saat mencari dan juga saat membelanjakan harta kekayaan atau penghasilan yang telah kita cari dan kita miliki. Ujian keimanan dan ujian kesabaran bukanlah ujian yang berdiri sendiri sendiri. Ujian ini merupakan ujian yang bersifat satu kesatuan. Di dalam ujian keimanan di dalamnya terdapat ujian kesabaran, demikian pula dibalik ujian kesabaran di dalamnya terdapat ujian keimanan. Ingat, Iman tanpa kesabaran tidak bisa berjalan. Kesabaran tanpa iman juga tidak bisa kita laksanakan.

 

Sebagai seorang abd’ (hamba) dan yang juga khalifah yang sedang melaksanakan tugas di muka bumi, ketahuilah mencari harta kekayaan atau penghasilan merupakan ibadah untuk kepentingan diri, keluarga serta anak keturunan. Hasilnya bisa sedikit dan juga bisa banyak. Adanya perbedaan hasil usaha harus disikapi dengan baik dan benar. Disinilah letak pertama dari ujian keimanan dan ujian kesabaran seseorang dari hasil usaha yang dilakukannya. Hasil usaha yang sedikit ataupun yang banyak sangat tergantung kepada kita sendiri terutama bagaimana kita menyikapi hal tersebut.

 

Sepanjang diri kita mampu menjadikan kita sebagai orang yang beriman, hasil yang sedikit bukanlah menjadi sesuatu yang tabu apalagi yang sesuatu yang menakutkan untuk membiayai kehidupan. Sesuatu yang sedikit bagi orang yang beriman bisa bermakna banyak sehingga ia akan mengatakan biarlah sedikit asal keberkahannya banyak. Sebaliknya bagi orang yang tidak beriman, sedikit tetaplah sedikit dan akan terus merasa kurang. Disinilah letak perbedaan sikap antara orang yang beriman dengan orang yang tidak beriman, memandang hasil usaha yang sedikit.

Hal yang sering terjadi di dalam masyarakat adalah bagaimana saya bisa berinfaq dan bersedekah sedangkan buat biaya kehidupan saja tidak cukup. Jika ini yang terjadi adalah harta yang sedikit, hasil usaha yang sedikit akan tetap sedikit. Sedangkan jika kita memiliki harta yang sedikit atau penguhasilan yang sedikit lalu tetap berinfaq dan bersedekah maka hasilnya justru bertambah banyak karena Allah SWT memberi keberkahan terhadap harta atau penghasilan yang sedikit itu. Disinilah letaknya keimanan dan kesabaran mulai diuji, sanggupkah kita berjalan dan berbuat kebaikan dengan yang sedikit itu.

 

Adalah suatu ujian pula jika kita memiliki harta kekayaan atau penghasilan yang banyak namun tidak membawa pemiliknya bisa berbuat kebaikan kepada diri, keluarga, anak keturunan, masyarakat, melalui zakat yang ditunaikan dan juga melalui infaq dan shadaqah yang dilaksanakan. Sehingga harta kekayaan atau penghasilan bukan menghantarkan pemiliknya ke syurga melainkan ke neraka. Akan tetapi jika harta kekayaan atau penghasilan mampu kita pergunakan dan dayagunakan untuk kemashalatan diri, keluarga, anak dan keturunan serta masyarakat itulah sebaik baiknya kepemilikan harta kekayaan atau penghasilan.

 

Selain daripada itu, saat kita hidup di dunia sering terjadi apa yang dinamakan dengan “Banyak Kurang, Sedikit Cukup”. Disinilah letak perbedaan antara orang yang beriman dengan orang yang tidak beriman. Orang yang tidak beriman, berapapun harta kekayaan atau penghasilan yang ia terima dan miliki akan terasa kurang dari waktu ke waktu. Sebaliknya orang yang beriman tidak bermasalah dengan sedikitnya harta kekayaan atau penghasilan namun segala sesuatunya terasa cukup. Cukup karena dicukupkan oleh Allah SWT dan juga karena keberkahan dari harta kekayaan atau penghasilan itulah yang mencukupkan. 

 

3.       Tidak Lulus Ujian Akan Disiksa. Allah SWT selaku pengutus diri kita ke muka bumi ini telah memberikan rambu rambu kehidupan yaitu jangan sampai harta kekayaan atau penghasilan dan juga anak anak melalaikan diri kita dari mengingat Allah SWT termasuk di dalamnya lalai dalam ujian keimanan dan kesabaran memiliki harta kekayaan atau penghasilan. Ingat, jika kita gagal maka kita akan menjadi orang yang merugi yang pada akhirnya akan menghantarkan diri kita ke neraka, sebagaimana firman Allah SWT berikut ini:  “Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian Maka mereka Itulah orang-orang yang merugi. (Surat Al Munaafiquun (63) ayat 9)

 

Hal ini penting kita sadari sejak awal sebelum diri kita memulai mencari harta kekayaan atau penghasilan karena di dalam harta kekayaan atau penghasilan yang kita cari dan miliki, bukanlah sesuatu kosong belaka namun ada ujiannya dan apabila gagal menghadapi ujian tersebut akan menerima sanksi. Adanya informasi tentang hal ini seharusnya dapat menjadikan diri kita mawas diri saat mencari, mendapatkan harta kekayaan atau penghasilan sehingga kita tidak sembarangan di dalam mencari dan juga mempergunakan harta kekayaan atau penghasilan dimaksud. 

 

Apabila syarat dan ketentuan ini sudah kita ketahui sejak dini maka sudah sepatutnya kita berhati hati saat mencari harta kekayaan atau penghasilan. Kita tidak bisa sembarangan mencari dan mendapatkannya. Ada rambu rambu yang harus kita taati dan tidak boleh kita langgar. Jangan sampai kita yang sudah susah payah mencari dan memperoleh harta kekayaan atau penghasilan, hasil akhirnya hanyalah sia sia belaka, menguap tanpa jejak seperti fatamorgana. Harta kekayaan atau penghasilan secara hitung hitungan terlihat saat besar, namun manfaat bagi hidup dan kehidupan tidak seimbang dengan jumlahnya karena pengaruh ahwa dan juga syaitan.  





HARTA KEKAYAAN TIDAK AKAN BERTAMBAH BILA..........................

 

     Setelah memiliki harta kekayaan atau penghasilan, ada 2 (dua) hal yang tidak boleh kita lakukan karena akan mengakibatkan harta kekayaan atau penghasilan menjadi berkurang atau tidak memberikan manfaat bagi diri, keluarga dan anak keturunan, yaitu:

 

1.  Sombong Dengan Harta Kekayaan. Hal pertama yang tidak diperkenankan oleh Allah SWT setelah diri kita memiliki harta kekayaan atau penghasilan adalah jangan pernah sombong dengan harta kekayaan atau penghasilan yang kita miliki. Akibat yang timbul dari kesombongan memiliki harta kekayaan atau penghasilan adalah kebinasaan atau kemudharatan yang datang dari kepemilikan harta kekayaan tersebut kepada pemiliknya. Allah SWT berfirman: “Dan harta kekayaannya dibinasakan; lalu ia membulak-balikkan kedua tangannya (tanda menyesal) terhadap apa yang ia telah belanjakan untuk itu, sedang pohon anggur itu roboh bersama para-paranya dan Dia berkata: “Aduhai kiranya dulu aku tidak mempersekutukan seorangpun dengan Tuhanku”.(Surat Al Kahfi (18) ayat 42)

 

    Sebelum diri kita sombong dengan harta kekayaan atau penghasilan, renungkan pertanyaan ini, punya apakah diri kita saat hadir ke muka bumi ini? Bisa apakah diri kita saat hadir ke muka bumi ini? Apa yang kita bawa saat hadir ke muka bumi ini? Sanggupkah kita membayar penggunaan air, udara, darah, jantung, lever yang kita pergunakan saat hidup? Jawaban dari pertanyaan ini adalah kita tidak memiliki apa apa, kita ini miskin, kita ini tidak bisa berbuat apa apa dan kita tidak akan sanggup membayar segala apa apa yang telah kita pergunakan. Jika ini jawaban dari diri kita maka tidak ada ikhlas yang dapat dibenarkan untuk berlaku sombong baik kepada Allah SWT dan juga kepada siapapun juga.

 

    Selanjutnya masih ada pertanyaan lagi sebelum diri kita sombong. Apakah kita bisa lahir sendirian? Apakah diberi nama sendiri? Apakah bisa belajar sendiri? Apakah mandi terakhir bisa dilakukan sendiri? Apakah dimakamkan sendiri? Jawaban dari pertanyaan ini dapat dipastikan kita tidak bisa melakukan sendiri berarti kita membutuhkan orang lain. Jika sudah demikian kita dilarang untuk sombong kepada siapapun juga karena tidak tidak bisa sendirian hidup di muka bumi ini.

 

     Sifat sombong hanya milik oleh Allah SWT karena Allah SWT lah pemilik dan pencipta langit dan bumi beserta kekhalifahan yang ada di dalamnya. Dan jika sekarang kita sombong dengan apa yang kita miliki dihadapan Allah SWT dan juga dihadapan  manusia, berarti kita tidak mampu mengambil pelajaran dari kisah Qarun dan siap menjadi Qarun Qarun generasi baru dan siap menjadi berkawan dengan Syaitan. Selanjutnya bersiaplah merasakan azab yang telah dipersiapkan oleh Allah SWT kepada orang orang yang sombong berupa Neraka Jahannam.

 

2.     Infaq yang Diiringi dengan Cercaan. Hal kedua yang tidak boleh kita lakukan setelah memiliki harta kekayaan atau penghasilan adalah  menunaikan Zakat atau membelanjakan harta di jalan Allah SWT melalui Infaq dan Shadaqah yang diiringi dengan cercaan atau menyebut nyebut pemberian serta menyakiti perasaan penerima (mustahik) termasuk di dalamnya menafkahkan harta kekayaan atau penghasilan dengan riya karena ingin disanjung oleh manusia.

 

    Allah SWT melalui surat Al Baqarah (2) ayat 262, 263 dan 264 dengan tegas melarang diri kita melakukan hal hal tersebut di atas: orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. Perkataan yang baik dan pemberian maaf[167] lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan Dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah Dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir[168].”

 

     [167] Perkataan yang baik Maksudnya menolak dengan cara yang baik, dan maksud pemberian ma’af ialah mema’afkan tingkah laku yang kurang sopan dari si penerima.

    [168] Mereka ini tidak mendapat manfaat di dunia dari usaha-usaha mereka dan tidak pula mendapat pahala di akhirat.

 

  Dilain sisi Allah SWT membandingkan antara perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik daripada zakat, infaq, shadaqah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan perasaan penerima. Jika sampai diri kita melakukan hal ini menunjukkan bahwa kita termasuk orang yang tidak beriman kepada Allah SWT dan Hari Kemudian, yang pada akhirnya sia sialah memiliki harta kekayaan atau penghasilan karena tidak memberikan manfaat apa apa untuk kehidupan kita kelak.

 

3.       Memakan Harta orang lain dengan Cara yang Bathil. Berdasarkan ketentuan surat An Nisaa’ (4) ayat 29, 30 berikut ini: “Wahai orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu. Dan barangsiapa berbuat demikian dengan cara melanggar hukum dan dzalim, akan Kami masukkan di ke dalam neraka. Yang demikian itu mudah bagi Allah.” Allah SWT melarang diri kita memakan harta antar sesama manusia dengan cara yang bathil, yaitu dengan cara cara yang tidak sesuai dengan syariat dan undang undang yang berlaku, seperti judi, menipu, mencuri, merampas hak orang lain dan lain sebagainya.

 

   Setiap orang yang mengambil hak-hak orang lain yang tidak sesuai dengan syariat dan undang undang yang berlaku berarti harta kekayaan yang dimilikinya adalah sesuatu yang bersifat haram yang tidak bisa dirubah menjadi halal walaupun berdasarkan keputusan pengadilan.

 

4. Memakan Harta Anak Yatim. Berdasarkan surat An Nisaa’ (4) ayat 2 sebagaiman kami kemukakan berikut ini: “Dan berikanlah kepada anak  anak yatim (yang sudah dewasa) harta mereka. Janganlah kamu menukar yang baik dengan yang buruk, dan janganlah kamu makan harta mereka bersama hartamu. Sungguh, (tindakan menukar dan memakan) iu adalah dosa yang besar.” Allah SWT telah memerintahkan kepada diri kita untuk menyerahkan harta anak yatim kepada pemiliknya yang berhak. Dan Allah SWT juga melarang mencampur harta mereka dengan harta anak yatim dalam memakan dan mempergunakannya.


5.   Merusak (Mengambil) Harta Milik Orang Lain. Berdasarkan hadits berikut ini: Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa mengambil harta orang lain dengan niat mengembalikannya, maka Allah akan mengembalikannya. Barangsiapa mengambilnya dengan niat merusaknya, maka Allah akan merusaknya. (Hadits Riwayat Muslim). Hadits ini menerangkan tentang orang yang mengambil harta orang lain, dengan hutang, atau cara lainnya, kemudian tidak berniat untuk mengembalikannya, maka Allah SWT akan merusak diri orang tersebut baik jiwa dan kehidupannya di dunia dan jua di akhirat kelak.

 

6.    Rakus dan Pelit (Tidak Mau Berbagi). Berdasarkan surat Muhammad (47) ayat 36,37,38 berikut ini: “Sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan senda gurau. Jika kamu beriman serta bertaqwa, Allah akan memberikan pahala kepadamu, dan Dia tidak akan meminta hartamu. Sekiranya Dia meminta harta kepadamu lalu mendesak kamu (agar memberikan semuanya) niscaya kamu akan kikir, dan Dia akan menampakkan kedengkianmu. Ingatlah, kamu adalah orang yang diajak untuk menginfaqkan (hartamu) di jalan Allah. Lalu diantara kamu ada orang yang kikir dan barangsiapa kikir maka sesungguhnya dia kikir terhadap dirinya sendiri. Dan Allahlah Yang Maha Kaya dan kamulah yang membutuhkan (karunianya). Dan jika kamu berpaling dari jalan yang benar Dia menggantikan (kamu) dengan kaum yang lain, dan mereka tidak akan (durhaka) seperti kamu.”  Orang orang yang bersikap pelit (kikir dan tidak mau berbagi) atas harta kekayaannya karena mereka rakus dan takut kekurangan.

 

    Orang orang yang bersikap seperti itu tidak mengetahui bahwa perbuatan derma akan berakibat baik buat mereka, namun yang terjadi adalah mereka menganggap berderma akan membahayakan kehidupan mereka akhirnya mereka bersikap pelit dan menampakkan kebencian mereka.Adanya sikap pelit dan kikir akan menjadi harta harta kekayaan yang dimilikinya menjadi benda yang akan menyiksa mereka pada hari Kiamat.  Dan Rasulullah SAW juga pernah mengingatkan bahwa pelit dalam mengeluarkan hak hak Allah SWT tidak hanya menjadi sebab sulitnya rezeki, berkurangnya keberkahan harta dan kerugian di dunia, juga akan menjadi sebab tidak turunnya hujan dari langit. Rasulullah SAW bersabda: “Mereka tidak mencegah zakat mereka kecuali mereka akan dicegah dari turunnya hujan dari langit. Andai bukan karena hewan ternak, maka mereka tidak akan mendapatkan hujan. (Hadits Riwayat Ibnu Majah).

 

    Allah SWT menjanjikan kemudahan pada orang orang yang mau menunaikan zakat, menginfaqkan, mensedekahkan dan juga mewakafkan hartanya di jalan kebaikan, dan Allah SWT aka mengancam untuk mempersulit kehidupan orang orang yang pelit lagi kikir yang tidak mau berbagi kepada sesama.

 

   Selain daripada itu semua, harta kekayaan akan berkurang baik dari sisi jumlah maupun dari sisi keberkahannya jika kita melakukan hal hal sebagai berikut: (1) mengungkit ungkit pemberian yang telah kita lakukan; (2) mengadu kepada manusia dengan harapan orang lain membantunya; (3) memberi harta kekayaan kepada orang-orang yang pandir; (4) menyianyiakan harta; (5) berbuat dan bertindak mempergunakan dari sesuatu yang haram, seperti dari hasil menipu; korupsi; (6) berbuat curang melalui timbangan dan ukuran; dan yang ke tujuh adalah kufur kepada nikmat yang telah Allah SWT berikan kepada diri kita. 





Selasa, 07 Februari 2017

AGAR HARTA KEKAYAAN BERTAMBAH


Setelah memiliki harta kekayaan atau penghasilan tentu kita selalu berharap agar harta kekayaan atau penghasilan yang kita miliki bertambah dari waktu ke waktu. Untuk mencapai hal ini tentu saja tidak mudah jika kita tidak tahu caranya. Berikut ini akan kami kemukakan 2(dua) buah cara yang bisa kita tempuh jika kita berkehendak harta kekayaan atau penghasilan bertambah dari waktu ke waktu yang tentunya harus sesuai dengan kehendak Allah SWT. 

 

1.       Tunaikan Zakatnya dan/atau Dibelanjakan di jalan Allah SWT melalui Infaq dan Sedekah serta Wakaf.Cara pertama yang harus kita tempuh jika ingin harta kekayaan atau penghasilan bertambah dari waktu ke waktu adalah dengan menunaikan zakatnya, jika telah harta kekayaan atau penghasilan memenuhi syarat nishab dan haul. Untuk itu perhatikanlah apa yang terjadi di masyarakat dimana sampai dengan hari ini, tidak pernah terjadi orang yang menunaikan zakat, membelanjakan harta dan penghasilan di jalan Allah SWT melalui infaq dan shadaqah serta wakaf menjadikan orang yang menunaikannya menjadi miskin.

 

Padahal secara kasat mata dengan menunaikan zakat ataupun membelanjakan di jalan Allah SWT melalui infaq dan shadaqah seseorang mengurangi harta kekayaan atau penghasilan yang dimilikinya sejumlah tertentu. Akan tetapi yang terjadi adalah semakin ditunaikan zakatnya, semakin dibelanjakan di jalan Allah SWT melalui infaq dan shadaqah serta wakaf semakin bertambah harta kekayaan atau penghasilan seseorang. Sebagaimana firman Allah SWT berikut ini: Dan sesuatu Riba (tambahan) yang kamu berikan agar Dia bertambah pada harta manusia, Maka Riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, Maka (yang berbuat demikian) Itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya). (Surat Ar Ruum (30) ayat 39)

 

Disinilah letak dari kehebatan yang terdapat dibalik perintah menunaikan zakat dan juga kehebatan dari melaksanakan infaq dan shadaqah serta wakaf, dimana Allah SWT memberikan apresiasi berupa balasan yang tidak terhingga kepada siapapun yang ikhlas melaksanakan apa apa yang telah diperintahkan Nya. Sehingga terlihat di depan mata kepala kita sendiri, tidak ada seorangpun yang menjadi miskin setelah menunaikan zakat, infaq dan shadaqah serta wakaf, tidak ada seorangpun yang meninggal setelah melaksanakan puasa dan seterusnya. Hal ini dimungkinkan karena adanya firman Allah SWT berikut ini: “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah[166] adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha mengetahui. (surat Al Baqarah (2) ayat 261)

 

[166] Pengertian menafkahkan harta di jalan Allah meliputi belanja untuk kepentingan jihad, pembangunan perguruan, rumah sakit, usaha penyelidikan ilmiah dan lain-lain.

 

Di lain sisi, hidup bersifat dinamis, kadang di atas kadang di bawah. Sehingga pada satu waktu tertentu kita tidak menunaikan zakat karena syarat nishab dan haul tidak tercapai. Akan tetapi bukan karena kita tidak menunaikan zakat lalu kita tidak bisa berbuat kebaikan kepada masyarakat. Masih ada jalan lain yang bisa kita tempuh yaitu dengan membelanjakan di jalan Allah SWT melalui infaq dan shadaqah. Demikian pula sebaliknya, pada suatu waktu tertentu pula, kita wajib menunaikan zakat karena syarat nishab dan haul tercapai. Jika kondisi ini tercapai bukan berarti kita hanya menunaikan zakat semata, kita juga bisa melaksanakan infaq dan shadaqah secara bersamaan. Semakin banyak kita menunaikan zakat yang dibarengi melaksanakan infaq dan shadaqah berarti semakin besar pula kesempatan Allah SWT memberikan balasan kepada diri kita. Sekarang semuanya terpulang kepada diri kita, apakah mau melaksanakannya atau tidak.

 

2.       Melakukan Kebaikan. Berdasarkan hadits yang kami kemukakan berikut ini: “Sesungguhnya Allah tidak akan mendzalimi hambanya yang berbuat kebaikan. Dia akan membalas dengan diberi rezeki di dunia dan akan dibalas dengan pahala di akhirat. (Hadits Riwayat Ahmad). Tidak seorang muslim pun yang berbuat kebaikan di dunia ini kecuali akan dibalas oleh Allah SWT baik di dunia dan di akhirat. Di dunia akan diluaskan rezekinya (ditambah rezekinya) dengan diberi rezeki yang baru untuknya. Sedangkan di akhirat derajatnya akan ditinggikan di dalam syurga. Adanya kondisi ini menunjukkan bahwa manfaat dari kebaikan akan dikembalikan kepada orang yang melakukannya, demikian pula sebaliknya.

 

3.       Menyambung Silaturahim. Berdasarkan hadits yang kami kemukakan berikut ini: Rasulullah SAW bersabda: Barangsiapa yang ingin rezekinya diperluas dan umurnya diperpanjang, maka sambunglah silaturahim. (Hadits Riwayat Bukhari). Berdasarkan ketentuan ini, agama Islam mengajarkan kepada diri kita untuk menyambung tali silaturahim yang akan dapat menambah luasnya rezeki yang telah kita miliki, dalam hal ini adalah tingkat keberkahan harta menjadi lebih baik dan meningkat kualitasnya,

 

4.       Tidak Melalaikan Ibadah Oleh Sebab Harta dan Pekerjaan (Perniagaan). Berdasarkan surat Al Jumu’ah (62) ayat 9 berikut ini: “Wahai orang orang yang beriman! Apabila telah diseru untuk melaksanakan shalat pada hari Jum’at, aka segeralah kami mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”  Berdasarkan ketentuan ayat ini, Allah SWT telah dengan tegas mengemukakan bahwa jaul beli (perdagangan) merupakan salah satu aktivitas yang sering melalaikan manusia untuk beribadah kepada Allah SWT. Oleh karena itu Allah SWT sangat melarang para hambaNya yang beriman dari lalai mengingat Allah dan juga lalai dari shalat sebab harta dan anak anak. Apabila hal ini terjadi maka Allah SWT mengancam dengan kerugian baik di dunia dan di akhirat sebagaimana firmanNya berikut ini: “ Wahai orang orang yang beriman! Janganlah harta bendamu dan anak anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Dan barangsiapa berbuat demikian, maka mereka itulah orang orang yang merugi. (surat Al Munafiqun (63) ayat 9)

 

5.       Selalu Memohon Kepada Allah SWT yang Dibarengi Selalu Bersyukur. Hal kedua yang harus kita lakukan agar harta kekayaan atau penghasilan yang kita miliki bisa bertambah dari waktu ke waktu adalah dengan selalu memohon kepada Allah SWT yang diikuti dengan selalu bersyukur kepadaNya. Allah SWT berfirman: “Dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan Mengadakan untukmu kebun-kebun dan Mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.Mengapa kamu tidak percaya akan kebesaran Allah? Padahal Dia Sesungguhnya telah menciptakan kamu dalam beberapa tingkatan kejadian[1519]. (Surat Nuh (71) ayat 12 sampai 14)

 

[1519] Lihat surat Al Mu’minun ayat 12, 13 dan 14

 

Dengan selalu memohon kepada Allah SWT melalui doa yang kita panjatkan berarti kita mengajukan permohonan agar harta kekayaan atau penghasilan yang kita miliki dijaga oleh Allah SWT dari niat jahat, dari niat busuk, dari niat yang membahayakan harta, diri dan keluarga kita baik yang berasal dari jin dan manusia. Adanya penjagaan dari Allah SWT maka terjagalah harta kekayaan atau penghasilan yang kita miliki termasuk diri, keluarga dan anak keturunan. 

 

Bersyukur kepada Allah SWT bukanlah sekedar mengucapkan “hamdallah”, atau mengucapkan terima kasih kepada Allah SWT karena diri kita telah mendapatkan sesuatu. Syukur kepada Allah SWT adalah tindakan nyata yang kita laksanakan setelah menerima sesuatu dari Allah SWT dimana tindakan yang kita lakukan harus sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh Allah SWT. Allah SWT berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, ingatlah akan nikmat Allah (yang telah dikurniakan) kepadamu ketika datang kepadamu tentara-tentara, lalu Kami kirimkan kepada mereka angin topan dan tentara yang tidak dapat kamu melihatnya[1204]. Dan adalah Allah Maha melihat akan apa yang kamu kerjakan. (surat Al Ahzab (33) ayat 9)

 

[1204] Ayat ini menerangkan kisah Ahzab Yaitu golongan-golongan yang dihancurkan pada peperangan Khandaq karena menentang Allah dan Rasul-Nya. Yang dimaksud dengan tentara yang tidak dapat kamu Lihat adalah Para Malaikat yang sengaja didatangkan Tuhan untuk menghancurkan musuh-musuh Allah itu.

 

Sebagai makhluk yang sejak awal diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk yang terhormat, jika kita hanya mampu mengucapkan hamdallah atau ucapan terima kasih kepada Allah SWT atas nikmat dan karunia yang telah diberikannya kepada diri kita berarti diri kita bukanlah makhluk terhormat yang dikehendaki oleh Allah SWT sebab diri kita tidak mampu mencerminkan, atau tidak dapat menunjukkan perilaku terhormat kepada Allah SWT setelah menerima sesuatu yang paling berharga dari Allah SWT.

 

Jika demikian kondisi dan  keadaan diri kita  kepada Allah SWT, tentu tempat kembali diri kita bukan yang terhormat lagi, melainkan Neraka Jahannam.Sebagai makhluk yang terhormat sudah menjadi kewajiban kita untuk selalu bersyukur kepada Allah SWT, atas segala nikmat yang telah kita peroleh. Bersyukur bisa kita lakukan melalui perbuatan, melalui lisan ataupun melalui qolbu. Dengan memperbanyak rasa syukur maka insya Allah kenikmatan bertuhankan kepada Allah SWT dapat kita nikmati sepanjang hayat masih di kandung badan.

 

Berikut ini akan kami kemukakan manfaat dari bersyukur kepada Allah SWT yang bisa langsung kita rasakan saat hidup di muka bumi ini, yaitu:

 

a.        Ditambahkan Nikmat. Seseorang yang selalu senantiasa bersyukur dengan kondisi apapun, maka Allah SWT akan menambahkan nikmatnya. Sebaliknya orang yang banyak mengeluh dan selalu iri dengan kehidupan orang lain maka ia hidupnya akan semakin menderita. Allah SWT berfirman : dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". (surat Ibrahim (14) ayat 7)

 

b.       Orang yang banyak bersyukur diampuni dosa-dosanya oleh Allah SWT. Hal ini sesuai dengan hadits sebagai berikut : “Dari Jabir ra. bahwa Rasulullah SAW. bersabda : “Allah SWT tidak memberi suatu nikmat kepada seorang hamba kemudian ia mengucapkan Alhamdulillah, kecuali Allah SWT menilai ia telah mensyukuri nikmat itu. Apabila dia mengucapkan Alhamdulillah yang kedua, maka Allah SWT akan memberinya pahala yang baru lagi. Apabila dia mengucapkan Alhamdulillah untuk yang ketiga kalinya, maka Allah SWT mengampuni dosa-dosanya.” (Hadits Riwayat Al Hakim dan Baihaqi). Selain daripada itu, bersyukur adalah hal yang utama di sisi Allah Ta’ala berdasarkan hadits sebagai berikut : Dari Abu Umamah Radhiyallahu ‘Anhu, Rasulullah SAW bersabda : “Allah SWT tidak memberikan nikmat kepada seorang hamba, kemudian ia memuji Allah SWT atas nikmat-Nya,kecuali pujiannya itu lebih utama dari nikmat itu, meskipun kenikmatan itu besar.” (Hadits Riwayat Ath Thabrani)

 

c.        Disayang Allah  SWT. Allah SWT sangat cinta kepada orang yang bersyukur, inilah haditsnya : “Jika engkau tidak mampu membalasnya maka doakan dia hingga engkau merasa bahwa engkau telah mensyukuri kebaikan tersebut, karena sesungguhnya Allah SWT sangat cinta kepada orang-orang yang bersyukur”. (Hadits Riwayat. Abu Dawud).

d.       Dilipatgandakan Pahalanya. Berdasarkan hadits di bawah ini, semakin kita bersyukur kepada Allah SWT semakin banyak pahala atau nilai kebaikan yang dilimpahkan kepada diri kita. Dari Abu Abdillah a.s, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Orang yang menyantap makanan dengan rasa syukur, maka dia diberi pahala, seperti orang yang berpuasa menjaga dirinya. Orang yang sehat yang mensyukuri kesehatannya, maka dia diberi pahala, orang yang menanggung penderitaan (jasmani)-nya dengan sabar. Dan orang yang memberikan dengan rasa syukur, maka dia mendapat pahala yang sama dengan orang yang menanggung kerugian dari menjaga diri”. (Hadits Riwayat Abu Hurairah dan al-Qudha’i)

 

e.        Bersyukur mampu menghindarkan diri kita dari cobaan atau ujian, sebagaimana hadits berikut ini:“Apabila seorang melihat orang cacat lalu berkata (tanpa didengar oleh orang tadi):  “Alhamdulillah yang telah menyelamatkan aku dari apa yang diujikan Allah kepadanya dan melebihkan aku dengan kelebihan sempurna atas kebanyakan makhlukNya”, maka dia tidak akan terkena ujian seperti itu betapapun keadaannya.” (Hadits Riwayat. Abu Dawud)

 

f.         Berysukur atau banyak bersyukur mampu meningkatkan kadar keimanan yang ada di dalam dada, sebagaimana hadits berikut ini: “Dua hal apabila dimiliki oleh seseorang dia dicatat oleh Allah sebagai orang yang bersyukur dan sabar. Dalam urusan agama (ilmu dan ibadah) dia melihat kepada yang lebih tinggi lalu meniru dan mencontohnya. Dalam urusan dunia dia melihat kepada yang lebih bawah, lalu bersyukur kepada Allah bahwa dia masih diberi kelebihan.” (Hadits Riwayat Ath Thirmidzi)

 

g.        Membuat Hati Tenang. Seseorang yang kufur nikmat, selalu merasa hidupnya kurang dan iri dengan milik orang lain maka hatinya tidak akan tenang. Hatinya dipenuhi penyakit. Bahkan ia menjadi semakin jauh dari Allah SWT. Berbeda dari orang yang senantiasa bersyukur. Susah ataupun senang ia tetap tersenyum dan ridha. Ia tidak memperdulikan omongan orang lain. Ini akan membuat hati lebih damai dan tenang.

 

h.       Dijanjikan Syurga. Orang yang saat ditimpa musibah, lantas ia menerima keadaannya dengan syukur dan sabar maka Allah SWT menjajikan surga kepada orang tersebut. Coba bayangkan, nikmat mana yang lebih indah dari pemberian syurga? Syurga adalah akhir bagi orang-orang yang beriman dan bertaqwa, sebagaimana hadits sebagai berikut : Sesungguhnya Allah berfirman, ‘Apabila Aku menguji hamba-Ku dengan kedua matanya, kemudian dia bersabar, maka aku gantikan syurga baginya.” (Hadits Riwayat. Bukhari)

 

i.         Meningkatkan Kesejahteraan Hidup. Seseorang yang senang bersyukur biasanya pikirannya juga lebih optimis. Walau mungkin ia mengalami kegagalan atau bangkrut, ia tetap bersemangat dan percaya pada Allah SWT. Ia menjalani hidupnya yang kurang berkecukupan tanpa mengeluh. Sehingga itu semua pun menjadi berkah baginya. Pernyataan ini pernah dijelasakan dalam Journal of Personality and Social Psychology tahun 2013 yang mana mengatakan bahwa banyak-banyak bersyukur dapat meningkatkan kesejahteraan hidup seseorang.

 

j.          Meningkatkan Kualitas Tidur. Rasa syukur bisa meningkatkan kualitas tidur. Seseorang yang jarang bersyukur maka hatinya tidak tenang. Hal itu membuat ia jadi terus berpikir dan sulit tidur. Sebaliknya dengan rajin bersyukur maka perasaan jadi tenang. Tidur pun akan mudah. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Journal Applied Psychology: Healt and Well-Being yang mengungkapkan bahwa seseorang yang meluangkan waktu untuk bersyukur selama 15 menit setiap sebelum tidur, maka orang tersebut akan memiliki kuliatas tidur yang lebih baik. Atau dengan kata lain tidurnya nyenyak.

 

k.       Mengurangi Risiko Penyakit Degeratif. Munculnya penyakit degeneratif seperti jantung, diabetes, hipertensi atau stroke ternyata tidak hanya dipicu oleh pola makan yang buruk. Tapi juga dipengaruhi kondisi mental. Seseorang yang tertekan dan stress biasanya lebih gampang penyakitan. Menurut penelitian yang dimuat dalam American Journal of Cardiology tahun 1995, menyatakan bahwa seseorang yang punya emosi dan pikiran positif maka organ tubuhnya berfungsi lebih baik. Irama denyut jantungnya normal dan aliran darah juga lancar. Sehingga orang tersebut akan hidup lebih sehat.

 

l.         Menimbulkan Rasa Bahagia. Bersyukur dan manfaat ucapan Alhamdulillah bisa menimbulkan perasaan bahagia. Saat kita rela dengan apa yang kita miliki maka hidup jadi tentram. Tidak ada perasaan iri, dengki, kufur atau penyakit hati lainnya. Kita hanya perlu berjuang untuk menjaga apa yang telah kita punya. Berusaha dan berdoa untuk hidup lebih baik tanpa perlu memaksakan takdir, sebagaimana dua firman Allah SWT berikut ini: “Maka sabarlah kamu atas apa yang mereka katakan, dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu, sebelum terbit matahari dan sebelum terbenamnya dan bertasbih pulalah pada waktu-waktu di malam hari dan pada waktu-waktu di siang hari, supaya kamu merasa senang, (sura Thaahaa (20) ayat 130)

 

Allah SWT berfirman: “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. (surat Ar Ra’d (13) ayat 28)

 

m.     Hidup Jadi Lebih Berkah. Bersyukur bisa membuat hidup lebih berkah. Maksudnya walaupun mungkin rezeki kita tidak banyak tapi manfaatnya sangat terasa. Mungkin rezeki itu bermanfaat bagi orang lain, juga cukup untuk memenuhi segala kebutuhan. Allah SWT berfirman:“dan Sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, Yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. dan Barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), Maka Sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan Barangsiapa yang tidak bersyukur, Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji". (surat Lukman (31) ayat 12)

 

n.       Terhindar Dari Penyakit Hati. Manfaat bersyukur kepada Allah juga bisa menghindari diri dari penyakit hati, seperti sombong, dengki, dendam dan sebagainya. Perlu Anda tahu bahwa penyakit hati itu membuat hidup jadi sumpek. Selain itu juga meningkatkan risiko penyakit. Bahkan Allah SWT  pun tidak menyukai orang-orang yang menyimpan penyakit dalam hatinya, sebagaimana hadits berikut ini: “Rasulullah SAW bersabda: “Ketahuilah bahawa dalam jasad manusia ada segumpal daging, jika baik maka baiklah seluruh anggota dan jika umaka rusaklah seluruh anggota, ketahuilah itulah hati.” (Hadits Riwayat. Bukhari dan Muslim)

 

o.       Terlihat Awet Muda. Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa seseorang yang hatinya rajin bersyukur maka ia cenderung awet muda. Ini dikarenakan energi positif yang berasal dari hati dan pikirannya, mampu mempengaruhi organ dan jaringan tubuh menjadi lebih sehat. Allah SWT berfirman: “diwajibkan atas kamu berperang, Padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. boleh Jadi kamu membenci sesuatu, Padahal ia Amat baik bagimu, dan boleh Jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, Padahal ia Amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.(surat Al Baqarah (2) ayat 216)

 

Sebenarnya bersyukur kepada Allah SWT memiliki banyak manfaat bagi hidup dan kehidupan manusia. Bersyukur bisa mempermudah datangnya kesuksesan, harta makin bertambah, membangkitkan semangat, hidup menjadi lebih produktif, dan kepercayaan diri pun juga bertambah. Maka itu perbanyaklah bersyukur. Terkadang kita menganggap bahwa hidup kita yang paling menyedihkan, padahal nyatanya banyak orang-orang yang hidupnya lebih susah dari kita. Kita harus percaya dengan Allah SAW bahwa apa yang kita miliki sekarang adalah takdirnya dan itu pasti yang terbaik untuk kita.