Memiliki harta
kekayaan yang banyak atau memiliki penghasilan yang tinggi bukanlah sesuatu
yang terlarang dihadapan Allah SWT. Hal yang harus kita pahami adalah cara
memperoleh harta kekayaan atau penghasilan harus kita perhatikan, apakah sesuai
dengan kehendak Allah SWT ataukah sesuai dengan kehendak syaitan. Selanjutnya
setelah memiliki harta kekayaan atau penghasilan kitapun wajib memiliki ilmu
tentang penggunaan harta kekayaan atau penghasilan yang sesuai dengan kehendak
Allah SWT dan sesuai dengan kehendak syaitan. Hal ini penting kita ketahui agar
kepemilikan harta kekayaan atau penghasilan bisa menjadi alat bantu kita menuju
ke syurga. Jika tidak, ketahuilah harta kekayaan atau penghasilan juga bisa
menghantarkan diri kita ke neraka.
Saat diri kita
memiliki harta kekayaan atau penghasilan, maka pada saat itulah terjadi tarik
menarik antara kepentingan Jasmani dengan kepentingan ruh/ruhani didalam
mempergunakan atau mendayagunakan harta kekayaan atau penghasilan dimaksud.
Jika ruh/ruhani yang berperan di dalam mendayagunakan harta kekayaan atau
penghasilan maka kehendak Allah SWT yang menjadi pedoman. Akan tetapi jika
Jasmani yang berperan maka kehendak syaitan yang menjadi pedoman penggunaan
harta kekayaan atau penghasilan dimaksud. Adanya saling pengaruh mempengaruhi yang terjadi di dalam
diri setiap manusia, maka harta kekayaan atau penghasilan yang kita miliki
beberapa dimensi jika ditinjau dari adanya pertarungan antara ruh/ruhani dengan
jasmani saat mengelola harta kekayaan atau penghasilan. Adapun dimensi itu bisa
kami kemukakan sebagai berikut:
1.
Harta Kekayaan atau
Penghasilan adalah Ujian Bagi Keimanan. Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya
di muka bumi kita harus mengetahui dengan pasti bahwa memiliki harta kekayaan
atau penghasilan merupakan ujian bagi keimanan diri kita. Jika harta kekayaan
atau penghasilan menjadi penguji iman berarti sebagai khalifah di muka bumi
kita akan dihadapkan pada saat memperoleh atau mendapatkan harta kekayaan atau
penghasilan dan juga saat mempergunakan harta kekayan atau penghasilan, yaitu
apakah sesuai dengan kehendak Allah SWT (halal) ataukah sesuai dengan kehendak syaitan
(haram). Sepanjang diri kita masih hidup di muka bumi maka ujian yang
berhubungan dengan harta kekayaan atau penghasilan pasti terjadi, pasti kita
alami.
Allah
SWT selaku pengutus manusia sebagai khalifah di muka bumi, melalui surat al
Furqan (25) ayat 67 berikut ini: “Dan orang-orang yang apabila
membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan
adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.” Telah mengemukakan
cara membelanjakan harta kekayaan atau penghasilan, yaitu kita tidak
diperkenakan untuk boros atau berlebihan dan juga tidak boleh pelit atau kikir
dengan harta kekayaan atau penghasilan. Yang diperkenankan oleh Allah SWT
adalah di tengah tengah antara keduanya. Kita tidak boleh kikir atau pelit
karena itu adalah sifat alamiah jasmani, jika kita pelit dan kikir bagaimana
kita bisa melaksanakan perintah menunaikan zakat dan membelanjakan harta
melalui infaq dan shadaqah yang sesuai dengan kehendak Allah SWT. Kita tidak
boleh boros karena boros adalah temannya syaitan, sedangkan jika kita boros
berarti kesempatan untuk menunaikan zakat dan membelanjakan harta melalui Infaq
dan Shadaqah tertutup kesempatannya karena pengaruh syaitan akan menghalangi
atau menggagalkan diri kita berbuat kebaikan melalui harta kekayaan atau
penghasilan.
Selanjutnya
agar diri kita terhindar dari perilaku “berjantung tidak berhati” maka kita
harus menjadikan ruh/ruhani menjadi panglima saat mencari dan mempergunakan
harta kekayaan atau penghasilan sehingga kita selalu berada di dalam kehendak
Allah SWT. Jika ini yang terjadi maka kita lulus ujian melalui harta kekayaan
atau penghasilan yang kita miliki. Sebaliknya jika Jasmani yang menjadi
panglima saat mencari dan mempergunakan harta kekayaan atau penghasilan akan
menjadikan diri kita selalu berada di dalam kehendak syaitan yang mengakibatkan
kegagalan dalam ujian melalui harta kekayaan atau penghasilan.
Salah
satu contoh nyata yang telah dikemukakan oleh Allah SWT dalam AlQuran adalah
kisah Karun, seorang yang kaya raya namun tidak lolos ujian keimanan saat
memiliki harta kekayaan yang sangat banyak, sebagaimana kami kemukakan berikut
ini: “Maka
Kami benamkan dia (Karun) bersama rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada
baginya satu golonganpun yang akan menolongnya selain Allah, dan dia tidak
termasuk orang orang yang dapat membela diri. Dan orang orang yang kemarin
mengangan-angankan kedudukannya (Karun) itu berkata, “Aduhai, benarlah
kiranya Allah yang melapangkan rezeki
bagi siapa yang Dia kehendaki di antara hamba hambaNya dan membatasi (bagi
siapa yang Dia kehendaki di antara hamba hambaNya). Sekiranya Allah tidak
melimpahkan karuniaNya pada kita, tentu Dia telah membenamkan kita pula.
Aduhai, benarlah kiranya tidak akan beruntung orang orang yang mengingkari
(nikmat Allah). (surat Al Qashash (28) ayat 81, 82). Adanya kisah nyata
yang dikemukakan oleh Allah SWT dalam AlQuran tentunya Allah SWT sangat
berkehendak agar khalifah yang diutusnya ke muka bumi tidak menjadi karun karun
generasi baru, yang pelit lagi kikir yang hanya mementingkan diri sendiri.
2.
Harta Kekayaan atau
Penghasilan adalah Penguji Kesabaran.Harta kekayaan atau penghasilan selain ujian
bagi keimanan kita, juga ujian bagi kesabaran diri kita. Jika ini kondisinya
berarti pada saat bersamaan ada dua buah ujian yang berhubungan dengan harta
kekayaan atau penghasilan, yaitu ujian keimanan dan ujian kesabaran,
sebagaimana dua buah firmanNya berikut ini: “Kamu
sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu. Dan (juga) kamu
sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu
dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang
menyakitkan hati. Jika kamu bersabar dan bertakwa, Maka Sesungguhnya yang
demikian itu Termasuk urusan yang patut diutamakan. (Surat Ali Imran (3) ayat
186)
Allah SWT berfirman: “Dan sungguh akan Kami berikan
cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa
dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (Surat
Al Baqarah (2) ayat 155)
Sebagai
abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi yang membutuhkan
harta kekayaan atau penghasilan kita tidak bisa lalai dengan 2(dua) ketentuan
yang kami kemukakan di atas, yaitu di dalam harta kekayaan atau penghasilan
terdapat ujian keimanan dan ujian kesabaran bagi pemiliknya. Hal ini penting
kita ketahui terutama saat mencari dan juga saat membelanjakan harta kekayaan
atau penghasilan yang telah kita cari dan kita miliki. Ujian keimanan dan ujian
kesabaran bukanlah ujian yang berdiri sendiri sendiri. Ujian ini merupakan
ujian yang bersifat satu kesatuan. Di dalam ujian keimanan di dalamnya terdapat
ujian kesabaran, demikian pula dibalik ujian kesabaran di dalamnya terdapat
ujian keimanan. Ingat, Iman tanpa kesabaran tidak bisa berjalan. Kesabaran
tanpa iman juga tidak bisa kita laksanakan.
Sebagai
seorang abd’ (hamba) dan yang juga khalifah yang sedang melaksanakan tugas di
muka bumi, ketahuilah mencari harta kekayaan atau penghasilan merupakan ibadah
untuk kepentingan diri, keluarga serta anak keturunan. Hasilnya bisa sedikit
dan juga bisa banyak. Adanya perbedaan hasil usaha harus disikapi dengan baik
dan benar. Disinilah letak pertama dari ujian keimanan dan ujian kesabaran
seseorang dari hasil usaha yang dilakukannya. Hasil usaha yang sedikit ataupun
yang banyak sangat tergantung kepada kita sendiri terutama bagaimana kita
menyikapi hal tersebut.
Sepanjang
diri kita mampu menjadikan kita sebagai orang yang beriman, hasil yang sedikit
bukanlah menjadi sesuatu yang tabu apalagi yang sesuatu yang menakutkan untuk
membiayai kehidupan. Sesuatu yang sedikit bagi orang yang beriman bisa bermakna
banyak sehingga ia akan mengatakan biarlah sedikit asal keberkahannya banyak.
Sebaliknya bagi orang yang tidak beriman, sedikit tetaplah sedikit dan akan
terus merasa kurang. Disinilah letak perbedaan sikap antara orang yang beriman
dengan orang yang tidak beriman, memandang hasil usaha yang sedikit.
Hal
yang sering terjadi di dalam masyarakat adalah bagaimana saya bisa berinfaq dan
bersedekah sedangkan buat biaya kehidupan saja tidak cukup. Jika ini yang
terjadi adalah harta yang sedikit, hasil usaha yang sedikit akan tetap sedikit.
Sedangkan jika kita memiliki harta yang sedikit atau penguhasilan yang sedikit
lalu tetap berinfaq dan bersedekah maka hasilnya justru bertambah banyak karena
Allah SWT memberi keberkahan terhadap harta atau penghasilan yang sedikit itu.
Disinilah letaknya keimanan dan kesabaran mulai diuji, sanggupkah kita berjalan
dan berbuat kebaikan dengan yang sedikit itu.
Adalah
suatu ujian pula jika kita memiliki harta kekayaan atau penghasilan yang banyak
namun tidak membawa pemiliknya bisa berbuat kebaikan kepada diri, keluarga,
anak keturunan, masyarakat, melalui zakat yang ditunaikan dan juga melalui
infaq dan shadaqah yang dilaksanakan. Sehingga harta kekayaan atau penghasilan
bukan menghantarkan pemiliknya ke syurga melainkan ke neraka. Akan tetapi jika
harta kekayaan atau penghasilan mampu kita pergunakan dan dayagunakan untuk
kemashalatan diri, keluarga, anak dan keturunan serta masyarakat itulah sebaik
baiknya kepemilikan harta kekayaan atau penghasilan.
Selain
daripada itu, saat kita hidup di dunia sering terjadi apa yang dinamakan dengan
“Banyak Kurang, Sedikit Cukup”. Disinilah letak perbedaan antara orang yang
beriman dengan orang yang tidak beriman. Orang yang tidak beriman, berapapun
harta kekayaan atau penghasilan yang ia terima dan miliki akan terasa kurang
dari waktu ke waktu. Sebaliknya orang yang beriman tidak bermasalah dengan
sedikitnya harta kekayaan atau penghasilan namun segala sesuatunya terasa
cukup. Cukup karena dicukupkan oleh Allah SWT dan juga karena keberkahan dari harta
kekayaan atau penghasilan itulah yang mencukupkan.
3.
Tidak Lulus Ujian Akan
Disiksa. Allah
SWT selaku pengutus diri kita ke muka bumi ini telah memberikan rambu rambu
kehidupan yaitu jangan sampai harta kekayaan atau penghasilan dan juga anak
anak melalaikan diri kita dari mengingat Allah SWT termasuk di dalamnya lalai
dalam ujian keimanan dan kesabaran memiliki harta kekayaan atau penghasilan.
Ingat, jika kita gagal maka kita akan menjadi orang yang merugi yang pada
akhirnya akan menghantarkan diri kita ke neraka, sebagaimana firman Allah SWT
berikut ini: “Hai orang-orang
beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat
Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian Maka mereka Itulah orang-orang yang
merugi. (Surat Al Munaafiquun (63) ayat 9)
Hal
ini penting kita sadari sejak awal sebelum diri kita memulai mencari harta
kekayaan atau penghasilan karena di dalam harta kekayaan atau penghasilan yang
kita cari dan miliki, bukanlah sesuatu kosong belaka namun ada ujiannya dan
apabila gagal menghadapi ujian tersebut akan menerima sanksi. Adanya informasi
tentang hal ini seharusnya dapat menjadikan diri kita mawas diri saat mencari,
mendapatkan harta kekayaan atau penghasilan sehingga kita tidak sembarangan di
dalam mencari dan juga mempergunakan harta kekayaan atau penghasilan
dimaksud.
Apabila
syarat dan ketentuan ini sudah kita ketahui sejak dini maka sudah sepatutnya
kita berhati hati saat mencari harta kekayaan atau penghasilan. Kita tidak bisa
sembarangan mencari dan mendapatkannya. Ada rambu rambu yang harus kita taati
dan tidak boleh kita langgar. Jangan sampai kita yang sudah susah payah mencari
dan memperoleh harta kekayaan atau penghasilan, hasil akhirnya hanyalah sia sia
belaka, menguap tanpa jejak seperti fatamorgana. Harta kekayaan atau
penghasilan secara hitung hitungan terlihat saat besar, namun manfaat bagi
hidup dan kehidupan tidak seimbang dengan jumlahnya karena pengaruh ahwa dan
juga syaitan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar