Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Jumat, 30 Agustus 2019

SAAT TIBA DI PERSIMPANGAN JALAN (part 2 of 2)


4.     Hal-Hal Yang Harus Dihindari saat berada di persimpangan jalan. Siapa saja yang berusia 60 tahun sampai 70 tahun, namun masih memiliki tindak tanduk yang tidak disukai Allah, sementara ajalnya hanya tinggal sejengkal lagi, bahkan enggan untuk secara tulus bertekat bertaubat dan pasrah kepada Allah, maka demi Allah kapan lagi ia akan bertaubat?

 

Utsman bin Affan ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta’ala berfirman: Apabila usia hambaKu telah mencapai empat puluh tahun, Aku bebaskan ia dari tiga penyakit: Gila, Kusta dan Sopak (belang). Dan bila mencapai lima puluh tahun, Aku menghisabnya seringan ringannya. Bila mencapai enam puluh tahun, Aku gemarkan ia bertaubat. Bila mencapai usia tujuh puluh tahun, Aku jadikan Malaikat cinta kasih padanya. Dan bila mencapai delapan puluh tahun, Aku catat kebaikannya dan Aku hapuskan dosa dosanya. Dan bila mencapai sembilan puluh tahun, maka berkatalah Malaikat kepadanya: Tawanan Allah di atas bumi, dan diampunkan baginya dosa dosanya yang lalu dan yang akan datang, dan diberi hak syafa’at. Dan bila sampai pada usia yang terjelek (selemah lemahnya), maka Allah mencatat baginya pahala apa yang biasa dikerjakan di masa sehat kuatnya, dan bila berbuat dosa tidak dicatat atasnya. (Hadits Qudsi Riwayat Ath Thirmidzi; 272: 16)

 

Untuk itu perhatikan dengan seksama hadits qudsi yang kami kemukakan di atas ini, yaitu apabila seseorang telah mencapai usia enam puluh tahun, digemarkan oleh Allah untuk bertaubat. Adanya kondisi yang dikemukakan dalam hadits di atas berarti sunnatullah yang berlaku bagi seseorang yang telah mencapai usia enam puluh tahun seharusnya gemar bertaubat yang kemudian dipertegas jika sampai usia 70 tahun Malaikat cinta kasih kepadanya.

 

Pada umumnya, orang yang telah berusia demikian energi tubuhnya sudah berkurang, tekadnya sudah mengendur, maka sudah sepantasnya ia memasrahkan diri kepada Allah dan meminta kerelaan dihadapan-Nya, karena Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Allah SWT menjadikan usia enam puluh tahun sebagai puncak dari udzur seseorang. Karena usia itu sudah dekat dengan simpang maut seseorang. Usia kepasrahan, usia kekhusyu’an, usia penyerahan diri secara total kepada Allah, usaha menanti kematian dan menanti perjumpaan dengan Allah SWT.

 

Jika seseorang sudah mencapai usia enam puluh tahun, maka itu adalah usia di mana seseorang harus berfikir dan mengejar taufik dan hidayah, sebagaimana yang dikemukakan oleh Allah SWT dalam surat Faathir (35) ayat 37 berikut ini: “Dan mereka berteriak di dalam neraka itu : "Ya Tuhan Kami, keluarkanlah Kami niscaya Kami akan mengerjakan amal yang saleh berlainan dengan yang telah Kami kerjakan". dan Apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berfikir bagi orang yang mau berfikir, dan (apakah tidak) datang kepada kamu pemberi peringatan? Maka rasakanlah (azab Kami) dan tidak ada bagi orang-orang yang zalim seorang penolongpun”. (surat Faathir (35) ayat 37)

 

Ayat di atas ini mengisyaratkan bahwa pada usia tersebut, seharusnya seseorang mulai terpupuk cintanya kepada kepasrahan, yakni kembali kepada Allah SWT, karena usia itu merupakan sinyal menuju berakhirnya usia manusia pada umumnya.

 

Sesungguhnya puncak kedewasaan dan kekuatan seseorang terjadi pada usia empat puluh. Usia tersebut merupakan usia yang paling sempurna dan usia setelahnya akan senantiasa berkurang dan melemah. Jika seseorang telah mencapai usia enam puluh tahun, maka itu adalah usia perenungan dan tak lagi produktif. Jika seseorang sudah diberi usia panjang hingga enam puluh tahun, maka sudah saatnya untuk melakukan perenungan, karena empat puluh tahun adalah puncak optimalisasi energi tubuh. Kalau sudah lebih dari usia tersebut hingga enam puluh tahun berarti ia sudah melalui dua puluh tahun masa penurunan, yaitu setengah dari usia empat puluh yang merupakan puncak energi tubuhnya.

 

Yang berarti ia sudah kehilangan setengah kekuatannya. Oleh sebab itu, seharusnya realitas itu menjadi pukulan bagi dirinya dan seyognyanya ia menciptakan sebuah kehormatan baru, dengan memasrahkan diri kepada Allah dalam hal yang diridhaiNya, yaitu perenungan. Karena kalau seseorang melakukan perenungan, pasti akan terilhami melakukan berbagai ketaatan. Ia hanya akan menjadi hina dina, bila usianya menjadi bencana dan hujjah yang menggugat dirinya. Berikut ini akan kami kemukakan beberapa hal yang harus kita hindari selama hayat masih di kandung badan, apalagi saat berada di persimpangan jalan, yaitu:

 

a.    Memperturutkan ahwa (hawa nafsu) dan terlalu banyak memuaskan diri dengan hal hal yang mubah, seperti terlalu banyak makan dan minum, tidur di siang hari, bergadang dan lain sebagainya.

 

b.     Berteman dengan orang orang yang membuatnya tidak sempurna, karena kerjanya hanya mengingat dunia dengan segala kenikamatannya serta ikatannya yang semu belaka. Padahal Allah SWT memerintahkan dalam surat At Taubah (9) ayat 119 untuk selalu berteman atau menemani orang orang yang benar. Allah SWT berfirman: “Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar. (surat At Taubah (9) ayat 119)

 

c.    Banyak bercanda dan berbicara dalam hal yang tidak berguna untuk akhirat, dan hanya untuk mencari popularitas, atau banyak menukil kisah dan berita-berita duniawi yang sedikit manfaatnya, yang bisa menyesaki daya hafalnya sehingga sulit menghafal AlQuran dan Hadits.

 

d.  Memberi persaksian terhadap setiap orang yang meminta, tanpa mengkonfirmasi atau menyelidikinya terlebih dahulu. Terkadang demi mendapatkan imbalan financial, ia terpaksa melakukan persaksian palsu atau mau menerima berita bohong yang dia bawa sampai mati.

 

e.     Berdandan dan berpenampilan secara berlebihan, sampai pada tingkat terjerumus dalam hal yang diharamkan menurut syariat yang berlaku. Ingat, seseorang akan dibangkitkan sesuai dengan kondisi saat dia mati, Diriwayatkan oleh Muslim.

 

f.   Banyak bepergian atau melakukan perjalanan yang tidak berguna, terlebih lebih bila menyentuh hal hal yang diharamkan, atau menyebabkan terjerumus pada yang haram.

 

g.     Semakin khawatir dan gundah memikirkan urusan hidup, terutama setelah berkurangnya sumber sumber penghasilan karena faktor pensiun dan sejenisnya. Hendaknya ia menanamkan keyakinan sesuai dengan sabda Nabi SAW: “Seseorang tidak akan mati sebelum segala rezekinya terpenuhi” (hadits riwayat Ibnu Hibban).

 

Untuk mempertegas hal-hal yang harus kita hindari saat dipersimpangan jalan, ada baiknya kita memperhatikan dengan seksama hadits yang kami kemukakan di bawah ini, agar kita waspada. Rasullullah SAW bersabda: Hati orang yang berusia lanjut akan tetap muda dalam dua hal, yakni cinta dunia dan berangan angan panjang. (Hadits Riwayat Bukhari)

 

“Manusia menjadi tua, dan ada dua hal yang akan tetap muda ikut bersamanya, yakni kecintaan mencari harta dan hasrat memperpanjang usia. (Hadits Riwayat Muslim).”

 

Berdasarkan dua buah hadits di atas ini, Nabi SAW telah memberikan peringatan dini kepada umatnya agar berhati hati saat berada di persimpangan jalan. Karena disatu sisi ada penurunan kemampuan phisik. Di lain sisi ada dua hal yang tetap muda di dalam diri seseorang yaitu kecintaan terhadap harta serta angan angan panjang. Kita harus pandai pandai mempergunakan sisa usia yang ada karena jika sampai salah mengambil tindakan dan perbuatan akan berakibat fatal untuk kehidupan akhirat kelak.

 

“Orang yang terbaik adalah orang yang panjang usianya dan bagus amal perbuatannya. (Hadits Riwayat Ath Thirmidzi)

 

Jangan sampai hadits yang kami kemukakan berikut ini: “Orang yang terbaik adalah orang yang panjang usianya dan bagus amal perbuatannya. (Hadits Riwayat Ath Thirmidzi).  Hanya menjadi angan angan panjang kita setelah diri kita memiliki usia yang panjang. Anehnya atau bahkan sangat keterlaluan, masih saja ada orang yang sudah mencapai usia dipersimpangan jalan, namun tetap saja membandel.

 

Padahal ancaman Allah SWT terhadap orang yang tidak mau bertaubat di usia usia rawan (menjelang kematian) sangatlah besar. Terutama sekali bagi orang yang diceritakan oleh Nabi Muhammad SAW kepada kita, sebagaimana hadits berikut ini: “Allah tidak akan mengajak mereka berbicara di hari kiamat nanti, tidak akan menyucikan mereka, tidak akan memandang mereka, dan mereka pasti mendapatkan siksa yang pedih. Siapakah mereka? Yakni orang yang berusia lanjut yang berzina, raka uamh suka berdusta dan orang fakir yang sombong”. (Hadits Riwayat Muslim). Lalu bagaimana dengan diri kita sendiri, yang saat ini pasti sedang menuju waktu Isya namun urutan dan antrian kita tidak pernah kita ketahui kapan sampainya.Apakah kondisi ini tidak bisa menyadarkan kita untuk bersiap siap menghadapi kematian!

 

5.   Kiat Sukses Merasaaka Nikmatnya bertuhankan Kepada Allah SWT saat berada di per-simpangan jalan. Saat berada dipersimpangan jalan perbanyaklah mengingat mati atau kematian. Hidup dan mati adalah ujian, ketika kita memiliki pemikiran hidup dan mati adalah ujian, selayaknya kita bersemangat untuk menghadapi ujian dimaksud. Setiap perubahan atau adanya sesuatu yang berubah adalah tidak abadi, begitu juga dengan ujian yang kita alami saat di dunia, tidak akan abadi, cuma sementara.

 

“Ada lima hal yang dapat memperburuk citra seseorang, yakni gaya muda di masa tua, semangat meniru bacaan orang lain; kurang rasa malu padahal berkedudukan; pelit padahal banyak harta, dan selalu marah karena berkuasa. (Hisyam bin Al Hakam Ats Tsaqafi)

 

Adanya kondisi ini yang akan memperburuk citra diri seseorang disaat berada dipersimpangan jalan maka yang dapat kita lakukan adalah sabar. Berikut ini akan kami kemukakan beberapa kiat yang dapat kita lakukan  yaitu : (1) Jadikan Hati Satu Tujuan yaitu Allah; (2) Jadikan Hati Selalu Tawadhu; (3) Membaca, Mempelajari “One Day One Ayat” dan juga “One Day One Hadits” lalu mengamalkannya; (4) Ridha atas ketetapan Allah SWT; serta (5) melaksanakan sunnah sunnah yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW.

 

Kelima hal yang kami kemukakan di atas, akan sangat mudah kita laksanakan jika saat dipersimpangan jalan kita sudah mampu melaksanakan hakekat dari beribadah tanpa melanggar syariat yang berlaku. Selain apa yang telah kami kemukakan di atas, berikut ini akan kami kemukakan beberapa kiat lainya yang harus kita laksanakan sebelum semuanya berakhir (sebelum kematian tiba kepada diri kita), yaitu:

 

a.  Hargailah waktu. Apalagi kita telah sampai di persimpangan jalan. Waktu adalah representasi dari kesempatan hidup yang diberikan Allah SWT kepada diri kita. Waktu tidak pernah memandang diri kita siapa. Waktu adalah kesempatan yang tidak akan datang dua kali. Waktu tidak pernah menunggu diri kita untuk berbuat sesuatu. Akan tetapi di dalam waktu itulah kita diberi kesempatan untuk melakukan suatu perbuatan (dalam hal ini menanam tanpa menunai untuk menuju menuai tanpa menanam). Allah SWT berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (surat Al Hasyr (59) ayat 18)

 

Berdasarkan surat Al Hasyr (59) ayat 18 di atas, waktu yang sangat berharga adalah saat ini, karena waktu kemarin sudah berlalu dan tidak mungkin akan kembali lagi. Waktu yang akan datang tidak kita ketahui keberadaannya karena belum tentu kita sampai di waktu yang akan datang. Waspadalah terhadap setiap jam dan bagaimana ia berlalu, dan habiskanlah waktu itu dengan cara sebaik mungkin. Jangan mengabaikan dirimu sendiri, tetapi buatlah dirimu terbiasa dengan amalan yang paling mulia dan terbaik, dan kirimkan kekuburanmu sesuatu yang kelak akan menyenangkan kamu ketika tiba disana.(Ibnul Qayyum Al Jauziah)

 

b.      Alangkah nikmatnya beribadah di saat kita berada di persimpangan jalan jika ibadah yang kita laksanakan sudah berada di dalam wilayah ibadah yang bersifat bathiniah. Yang berarti kita sudah keluar dari wilayah ibadah yang bersifat ragawi atau ibadah yang bersifat menggugurkan kewajiban atau mencari pahala. Hal ini menunjukkan kita sudah mampu melaksanakan hakekat dari ibadah yang sesungguhnya yang tentunya tidak melanggar syariat. Jika hal ini terjadi pada diri kita, pada keluarga kita, pada anak keturunan kita maka kefitrahann ruhani tetap terjaga dari waktu ke waktu (konsep datang fitrah kembali fitrah mampu kita laksanakan) serta ibadah yang kita lakukan mampu menggarap hati ruhani kita sehingga keteguhan hati menjadi kuat; membuka kepekaan hati sehingga kesalehan diri mampu tercermin di dalam kesalehan sosial serta hilangnya sumber penyakit hati melalui ibadah jumroh yang kita laksanakan.

 

c.   Banyak berdoa dengan doa doa yang diriwayatkan secara shahih dari Nabi SAW yang sesuai dengan konteks usia tersebut. Seperti: “Ya Allah, biarkanlah aku hidup kalau memang hidup itu lebih baik bagiku, dan cabutlah nyawaku kalau memang kematian itu lebih baik bagiku” (Hadits Riwayat Bukhari Muslim)

 

“Ya Allah, berikanlah perluasan rezekiMu pada usia tuaku dan pada saat berakhirnya hidupku”. (Hadits Riwayat Al Hakim)

 

Karena seseorang tidak mengetahui, mana yang lebih baik bagi dirinya, apakah hidup ataukah apakah mati? Kita juga bisa berdoa:

 

d.     Banyak berdzikir dan beristighfar atas kekeliruan dan keteledorannya. Karena yang layak dilakukannya pada saat itu adalah memohon ampun, menjalankan ketaatan dan berkonsentrasi  secara penuh menghadapi akhirat.

 

e.    Menambah pengetahuan ilmu agama untuk lebih mengenal apa apa yang dikehendaki Allah SWT, serta mengejar ketertinggalan selama ini. Karena siapa saja yang dikehendaki baik oleh Allah SWT, niscaya akan diberikan pengetahuan yang mendalam di bidang agama. Imam Al Ghazali pernah mengungkapkan, “Usia tua hanya menambah kebodohan bagi orang yang bodoh. Karena ilmu adalah buah kecerdasan, dan jumlahnya berlimpah, tidak akan terpengaruh oleh adanya uban di kepala.”

 

f.  Mengkonsentrasikan hati dan cita citanya untuk mengejar visi akhirat yang telah dicanangkan dikarenakan sisa usia yang tersedia sangat sedikit. Aktivitas anak muda sudah tidak lagi relevan atau sesuai dengan kondisi dirinya. Hal ini bukan berarti ia harus meninggalkan dunia secara totalitas. Namun, ia harus berkonsen-trasi untuk kepentingan akhirat karena tidak mungkin ia kembali menjadi bersema-ngat dan kuat seperti di masa muda.

 

Engkau sudah demikian tua, apakah engkau berharap untuk tetap seperti dirimu di masa muda?Tubuhmu sendiri tidak akan menerima keinginanmu karena pakaian using tidak akan dapat disamakan dengan pakaian baru. (ungkapan Al Jahizh)

 

g.    Menulis surat wasiat, yang isinya tentang apa apa yang menjadi hak dan kewajibannya, sedapat mungkin ada yang menyaksikannya.

 

h.   Memperbanyak menyambung tali silaturrahmi, untuk menggantikan sikap yang kurang baik terhadap kerabat di masa lampau. Juga berbuat baik kepada mereka. Karena bisa jadi perbuatan di penghujung hidupnya dapat menghapus keteledoran dan perbuatan buruk terhadap mereka di masa lalu.

 

i.  Mengupayakan berdamai dengan orang yang pernah disakitinya atau dicoreng kehormatannya dengan gunjingan, atau diambil sebahagian hak finansialnya atau setidaknya hak haknya secara moril, sebelum datang hari dimana harta dan anak tidak akan berguna lagi.

 

j.       Berusaha mendapatkan pekerjaan yang halal, makanan dan minuman serta pakaian yang halal. “Carilah makanan yang halal, niscaya doamu akan dikabulkan” (Hadits Riwayat Ibnu Mardawaih dan Ath Thabrani). Dan tetap berpola hidup sehat dengan tidak mengabaikan pentingnya berolah raga yang sesuai dengan usia.

 

k.     Menetapkan program harian untuk menambah dzikir dan ibadah, serta membudidayakan sisa usia yang ada, terutama sekali pada waktu waktu yang diutamakan, sehingga aktivitasnya tidak lari dari program tersebut, tapi kalau bisa justru menambahnya.  Dan pada dasarnya hal ini, juga berlaku bagi setiap muslim, untuk segala usia. Namun orang orang yang sudah mencapai usia dipersimpangan jalan lebih ditekankan lagi. Berikut ini akan kami kemukakan contoh program harian dimaksud, yaitu:

 

(1)  Bangun beberapa saat sebelum fajar untuk dapat mendirikan shalat sebatas kemam-puan, setelah itu duduk di tempat shalatnya sambil berdzikir menunggu adzan, lalu mendirikan shalat subuh (jika memungkin berjamaah). Usai shalat subuh, berdiam diri sejenak sambil berdzikir hingga matahari terbit yang dilanjutkan dengan shalat sunnah dua rakaat.

(2)  Pergi ke masjid sebelum adzan untuk membaca AlQuran dan melaksanakan shalat sunnah Rawathib serta berusaha untuk dibarisan shaf terdepan.

(3)   Melakukan puasa sunnah senin dan kamis atau salah satunya saja setiap minggu.

(4)   Shalat dhuha semampunya.

(5) Jika memiliki keahlian atau memiliki kemampuan untuk mengajar maka wakafkan waktu seminggu sekali untuk mengajar kepada komunitas tertentu sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Tidak harus mengajar ilmu agama, tetapi ilmu apapun sepanjang bermanfaat bagi orang lain, seperti motivasi, membuka usaha baru.

(6) Mengikuti kajian kajian agama secara rutin baik yang dilakukan setelah shalat ber-jamaah ataupun tidak.

(7)    Menamatkan bacaan AlQuran dengan membuat program pribadi, katakan setiap hari wajib membaca 10 (sepuluh) ayat AlQuran yang diikuti dengan mempelajari terjemahannya.

(8)  Bersedekah setiap hari dengan jumlah tertentu. Kecil jumlahnya namun rutin kita lakukan.

(9)  Dan jika masih memungkinkan menjenguk orang sakit, turut serta menshalatkan je-nazah serta menghantarkan jenazah. Dan lain lain sebagainya.

 

Saat ini, kita bisa melakukan apa saja, tetapi resiko yang harus ditanggung akibat dari melakukan perbuatan dosa terlebih lebih di saat berada dipersimpangan jalan, akan jauh lebih besar dari sedikit kenikmatan yang kita rasakan. Berfikirlah secara terbuka dengan mempergunakan mata bathin sebelum bertindak. Karena maksiat yang kita lakukan akan membuat sesuatu yang sebenarnya bisa menjadi milik kita terlepas dari tangan. Selain dari apa-apa yang telah kami kemukakan di atas, kiranya tabel yang kami kemukakan di bawah ini dapat menjadi pengingat bagi diri kita agar selalu sesuai dengan kehendak Allah SWT.


 APA YANG BISA KITA LAKUKAN?  KURANGI UNTUK MENAMBAH

Kurangi analisa perbanyak usaha

Kurangi ketergantungan tingkatkan kesadaran.

Kurangi menilai perbanyak perhatian

Kurangi kata lidah tingkatkan kata hati.

Kurangi kertas perbanyak pohon

Kurangi makan perbanyak puasa

Kurangi asap perbanyak udara bersih

Kurangi gadget perbanyak silaturahmi.

Kurangi mengkritik perbanyak memuji.

Kurangi pembelian tingkatkan berbagi.

Kurangi perbedaan perbanyak pengertian.

Kurangi bicara perbanyak diam.

Kurangi meminta perbanyak memberi.

Kurangi keinginan perbanyak bersyukur

Kurangi penjelasan perbanyak perbuatan.

Kurangi stress perbanyak tertawa.

Kurangi jam bersama tv tingkatkan jam bersama membaca.

Kurangi mencari keluar perbanyak pencarian diri ke dalam

Kurangi batasan perbanyak kebebasan.

Kurangi bicara tingkatkan mendengar.

Kurangi kepemilikan tingkatkan kreatifitas.

Kurangi berfikir perbanyak rasa.

 

Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi yang sedang berada di persimpangan jalan, tentu kita bisa dan sanggup melaksanakan  apa-apa yang kami kemukakan di atas ini. 



Segalanya tak akan berubah,
tatkala kita hanya mampu membaca tanpa mau menghayatinya,
melihat tanpa mau merenunginya,
menghafalnya tanpa mau mewujudkannya.
Hidup yang kita jalani akan berubah menjadi lebih baik kalau kita mau merubah pikiran ke arah yang positif dan terbuka menerima masukan.  Insya Allah.

Kono Kene Konco
Ono rego ono rupo ono roso.
Olah pikir olah roso olah rego.
Ngalah Ora Kalah Menang Tanpo Ngasorake Ngunduh Wohing Pakarti
Guyub Guyon Gayeng
  




SAAT TIBA DI PERSIMPANGAN JALAN (part 1 of 2)


Usia itu ada 4 (empat) kriteria atau tingkatan atau kelompok, yakni masa kecil, masa muda, masa separuh baya, dan masa tua. Masa tua adalah akhir dari usia seseorang. Adanya kategori usia menjadi empat kelompok sejalan dengan waktu waktu shalat yang lima waktu, dimana Shubuh merupakan saat kelahiran, sedangkan Isya adalah saat kematian. Titik krusial dari persoalan ini adalah di posisi manakah diri kita saat ini? Tidak ada yang pernah tahu dimana posisi kita yang sesungguhnya, namun yang pasti adalah semuanya menuju ke waktu Isya (menuju kepada kematian) dengan kecepatan yang konstan yaitu 60 (enam puluh) menit per jamnya.

 

Enam puluh tahun hingga tujuh puluh tahun menjadi batas usia umat ini. Hal ini dikarenakan di usia inilah usia yang paling dekat dengan pertarungan maut, atau bisa dikatakan sebagai usia kepasrahan dan kekhusyu’an, atau usia menanti kematian. Hal ini sebagaimana hadits berikut ini: “Rasulullah SAW bersabda: Usia umatku berkisar antara enam puluh hingga tujuh puluh tahun. Sedikit yang berhasil melewatinya. (Hadits Riwayat Ath Thirmidzi dan Ibnu Majah). Sedangkan berdasarkan ketentuaan surat Al Hajj (22) ayat 47 berikut ini: “Sesungguhnya sehari di sisi Tuhanmu adalah seperti seribu tahun menurut perhitunganmu. (surat Al Hajj (22) ayat 47)”. Sekarang mari kita hitung berapa lama kita hidup di dunia ini dibandingkan dengan waktu di akhrat?

 

a.        1 hari di akhirat            = 1.000 tahun kita hidup di dunia.

b.        24 jam di akhirat                        = 1.000 tahun kita hidup di dunia.

c.        1 jam di akhirat              = 41,66 tahun kita hidup di dunia.

d.       1,5 jam di akhirat                       = 62,49 tahun kita hidup di dunia

 

Ini berarti umat Nabi Muhammad SAW berdasarkan hadits di atas, hanya berusia 1,44 jam hidup di dunia sampai dengan 1,680 jam hidup di dunia dengan memakai ketentuan waktu akhirat. Jika ini kondisi manusia hidup di muka bumi ini, maka pantaslah jika kita selalu diingatkan dengan masalah waktu oleh Allah SWT.

 

Untuk itu kita bisa mempelajarinya melalui surat Adh Dhuhaa (93) ayat 1 sampai dengan 11 sebagaimana berikiut ini: “demi waktu matahari sepenggalahan naik, dan demi malam apabila telah sunyi (gelap), Tuhanmu tiada meninggalkan kamu dan tiada (pula) benci kepadamu[1581]. dan Sesungguhnya hari kemudian itu lebih baik bagimu daripada yang sekarang (permulaan)[1582]. dan kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu , lalu (hati) kamu menjadi puas. Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu? dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung[1583], lalu Dia memberikan petunjuk. dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan.  sebab itu, terhadap anak yatim janganlah kamu Berlaku sewenang-wenang. dan terhadap orang yang minta-minta, janganlah kamu menghardiknya. dan terhadap nikmat Tuhanmu, Maka hendaklah kamu siarkan. (surat Adh Dhuhaa (93) ayat 1 sampai 11).”

 

[1581] Maksudnya: ketika turunnya wahyu kepada Nabi Muhammad s.a.w. terhenti untuk Sementara waktu, orang-orang musyrik berkata: "Tuhannya (Muhammad) telah meninggalkannya dan benci kepadaNya". Maka turunlah ayat ini untuk membantah Perkataan orang-orang musyrik itu.

[1582] Maksudnya ialah bahwa akhir perjuangan Nabi Muhammad s.a.w. itu akan menjumpai kemenangan-kemenangan, sedang permulaannya penuh dengan kesulitan-kesulitan. ada pula sebagian ahli tafsir yang mengartikan akhirat dengan kehidupan akhirat beserta segala kesenangannya dan ula dengan arti kehidupan dunia.

[1583] Yang dimaksud dengan bingung di sini ialah kebingungan untuk mendapatkan kebenaran yang tidak bisa dicapai oleh akal, lalu Allah menurunkan wahyu kepada Muhammad s.a.w. sebagai jalan untuk memimpin ummat menuju keselamatan dunia dan akhirat.

 

Sekarang perhatikan dengan seksama surat Al Muddatstir (74) ayat 7 berikut ini: “dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah. (surat Al Muddatstsir (74) ayat 7).” Lalu berdasarkan rumus hidup di diatas, berarti hanya 1,44 jam sampai dengan 1,680 jam saja kita wajib memenuhi (melaksanakan) perintah Allah SWT dan sudah sepantasnya kita bersabar untuk melaksanakannya. Hal yang samapun berlaku saat diri kita berbuat kebaikan di muka bumi, yaitu hanya selama 1,44 jam sampai dengan 1,68 jam, apakah kita tidak mau bersabar untuk melaksanakannya padahal hasil dari perbuatan ini akan dicukupkan pahala mereka tanpa batas.

 

Allah SWT berfirman: “Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang beriman. bertakwalah kepada Tuhanmu". orang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. dan bumi Allah itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas. (surat Az Zumar (39) ayat 10)

 

Allah SWT berfirman: “dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang. (surat Yusuf (12) ayat 53)

 

Demikian juga dengan memerangi (perang) melawan ahwa (hawa nafsu) yang menyuruh kepada kejahatan masanya juga sangat singkat. Untuk itu jadikan apa yang dikemukakan oleh Allah SWT dalam surat At Taubah (9) ayat 72 berikut ini: “Allah menjanjikan kepada orang-orang mukmin, lelaki dan perempuan, (akan mendapat) surga yang dibawahnya mengalir sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya, dan (mendapat) tempat-tempat yang bagus di surga 'Adn. dan keridhaan Allah adalah lebih besar; itu adalah keberuntungan yang besar.” sebagai motivasi yang diikat dengan komitmen betapa perjuangan yang sangat singkat itu akan diganjar oleh Allah SWT berupa Syurga. Jadi apalagi yang menghalangi diri kita untuk berbuat dan berbuat yang sesuai dengan kehendak Allah SWT di saat diri kita sudah berada di persimpangan jalan.

 

Saat manusia mencapai usia 60 tahun hingga 70 tahun, maka pada saat itulah muncul kecenderungan melemahnya kekuatan dan penurunan daya tahan tubuh. Maka sudah seyogyanya, seseorang untuk berkonsentrasi pada urusan akhirat, karena mustahil seseorang akan kembali bersemangat seperti sebelumnya.

 

1.        Hati-Hati Dalam Mengarungi Kehidupan. Ada 5 (lima) tipe manusia yang hidupnya selalu menderita, atau yang selalu gundah gulana, atau merasa tidak bahagia, atau selalu dirundung duka saat hidup di muka bumi, yaitu :

 

a.        Manusia yang mengira bahwa hidup ini akan selalu mulus tanpa hambatan apapun;

b.        Manusia yang mengira bahwa dia akan selalu menghadapi peristiwa dan kejadian yang diharapkan;

c.        Manusia yang mengira bahwa dia akan selalu dicintai oleh orang lain;

d.       Manusia yang terlalu mencintai sesuatu (benda atau manusia lain);

e.        Manusia yang tidak bergantung kepada Allah SWT.

 

Semoga saat diri kita berada dipersimpangan jalan, kita sudah menyadari dengan sesadar-sadarnya tentang kelima hal tersebut di atas, sehingga langkah ke depan menjadi lebih mudah kita lalui. Selamat sampai tujuan, yaitu syurga.

 

Ingat, di saat kesedihan, masalah, ujian dan cobaan menimpa kita, badan terasa sangat sulit digerakkan. Kita menjadi lebih senang untuk tinggal berdiam diri di kamar, melamun tidak karuan lalu membiarkan pikiran berlari tanpa arah. Pada saat itulah syaitan akan berusaha masuk. Awalnya, syaitan akan menggoda dengan menyarankan melakukan dosa besar, apabila orang tersebut menolak, syaitan akan menggodanya dengan menyarankan melakukan dosa kecil. Sampai orang tersebut mau melakukan apa yang diinginkan oleh syaitan. Oleh karena itu, apabila kita ingin hidup bahagia, apalagi saat berada di persimpangan jalan, ada 5 (lima) kesiapan yang harus kita miliki, yaitu:

 

a.        Siap menjalani hidup yang tidak mulus;

b.        Siap menjalani peristiwa yang tidak diharapkan;

c.        Siap dibenci orang;

d.       Siap tidak terlalu mencintai benda atau manusia lain;

e.        Siap hanya bergantung kepada Allah SWT.

 

Untuk itu ketahuilah bahwa setiap kesedihan, setiap kemarahan, setiap kegetiran, setiap ketidaknyamanan serta setiap ketidakbahagiaan, bisa teratasi apabila kita mau mengendalikan cara pandang hidup kita, berfikir positif dan memaksimalkan kesungguhan dan ketekunan dalam beribadah kepada Allah SWT semata. Kalau kita mampu melakukannya secara terus menerus, akan lahir perilaku yang menakjubkan dan mencengangkan keadaan yang pada akhirnya akan mengubah keadaan kita. Kita perlu berfikir dan membiasakan diri untuk mempraktekkannya, sehingga sampai pada tujuan yang diinginkan, yaitu kebahagiaan yang tidak hanya di dunia namun juga akhirat kelak.

 

Lalu jangan pernah sekalipun kita meninggalkan Allah SWT dalam kondisi apapun, apalagi berprasangka buruk kepada Allah SWT. Insya Allah selama kita mampu berharap dan selalu berprasangka baik kepada Allah SWT maka Allah SWT tidak akan membiarkan kita begitu saja. Untuk itu berkacalah dengan hadits yang kami kemukakan berikut ini: “Aku tergantung pada sangkaan hamba-Ku kepada-Ku dan Aku bersama hamba-Ku ketika dia mengingat-Ku. Jika dia mengingat-Ku di dalam dirinya, maka Aku mengingatnya dalam diri-Ku. Jika dia mengingatku di tengah orang banyak, maka Aku mengingatnya di tengah orang banyak yang lebih baik daripada mereka. Jika dia mendekat sejengkal kepada-Ku, Aku mendekat sehasta kepadanya. Jika dia mendekat sehasta kepada-Ku, Aku mendekat sedepa kepadanya. Jika dia mendatangi-Ku dengan berjalan, maka Aku mendatangi dengan berlari. (Hadits Riwayat Bukhari, Muslim)

 

2.        Perhatikan Rambu-Rambu Kehidupan Saat di persimpangan Jalan. Katakan, saat ini kita menjelang di persimpangan jalan, atau sudah berada di persimpangan jalan atau termasuk yang sedikit yang melampaui persimpangan jalan, ada beberapa pertanyaan yang bersifat pernyataan sikap, yang harus bisa kita sikapi dengan baik dan benar saat usia menuju waktu Isya, yaitu:

 

a.        Apa arti kepiawaian menata banyak hal dalam kehidupan ini, tapi awam soal kehidupan kekal sejati yang akan menanti kita semua kelak?

 

b.        Apa guna berbagai kemahiran mengolah tubuh dan pikiran, tapi pandir tentang seluk beluk hati dan jiwa kita sendiri?

 

c.        Apa manfaat segala bentuk pencarian ilmu demi memahami alam semesta dan segenap isinya, tanpa (berupaya) memahami kehadiran Dzat Sang Maha Pencipta, Sang Maha Penguasam dan Sang Maha Pengasih?

 

d.       Jika uang hanya bisa membeli kesenangan, tetapi bukan kebahagiaan, maka apakah yang bisa engkau lakukan untuk menyempurnakan nikmat?

 

e.        Jika bertambahnya kekayaan tidak menjamin bertambahnya kenikmatan, maka apakah yang bisa engkau lakukan agar hidup ini penuh rahmat?

 

f.         Jika di malam malam yang hening engkau tidak bisa menyungkurkan keningmu untuk bersujud kepada-Nya, maka apakah yang bisa engkau lakukan untuk membuka jalan ke syurga-Nya? Atas setiap tetes nikmat yang kita rasakan hari ini, Allah akan bertanya kepada kita. Lalu apakah yang telah kita lakukan agar Allah tidak murka kepada kita?

 

g.        Kalau engkau melihat api yang menyala-nyala, maka airlah yang dapat memadamkannya. Bukan dengan menghembuskan angin yang mendesu, sebab itu akan membuatnya semakin berkobar kobar, Begitu pula saat engkau menghadapi hati yang beku, sikap yang keras dan merasa benar sendiri seperti Fir’aun, maka redakanlah sejenak. Ambillah wudhu lalu shalatlah. Jangan mengobarkan kemarahannya dengan perdebatan yang bersungut-sungut.

h.       Ya, ada hak orang lain dalam harta kita di luar zakat. Ada yang lebih utama dari yang utama dalam setiap amal. Sungguh, engkau belum berbuat kebajikan kalau doa doamu belum engkau ikuti dengan hartamu, padahal Allah berikan harta yang berlimpah kepadamu. Memberi tidak membuat kita kehilangan. Seperti pupuk, ia menyuburkan tanaman. Kata Ali bin Abi Thalib, “Mintalah curahan rezeki dengan banyak bersedekah”.

 

i.         Ada keresahan yang tidak sanggup kita obati, meski telah mendatangi psikolog, dan majelis majelis taklim ataupun majelis dzikir. Bukan psikolog ataupun majelis taklim atau dzikir itu salah, tetapi sikap bathin kita saat menghadirinya. Kita datang karena ingin mencari keasyikan menangis, bukan sungguh sungguh mengingat Allah. Kita menyangka telah menemukan spiritualitas, padahal sesungguhnya hanyalah spiritual engineering (rekayasa spiritual).

 

j.          Kematian bukanlah tragedi. Kematian juga bukan malapetaka, karena setiap kita pasti akan mengalaminya. Tak ada yang memilukan dengan kematian jika ia datang di saat kita berserah diri kepada-Nya.

 

k.        Telah banyak manusia yang berlalu, tetapi amat sedikit yang dikenang orang. Sebagian ada yang dilepas kepergiannya dengan air mata orang orang yang mencintainya. Tetapi sebagian di antara mereka diantarkan ke pemakaman dengan rasa syukur oleh orang orang yang merasa sesak dengan kehidupannya.

 

l.          Setiap kita hendaklah berhati hati dalam menilai. Betapapun badan sudah penuh tato, hidung sudah bertengger anting anting, dan mulut sudah berlumur kata kata kotor, kita tetap tidak memilik hak untuk menghalangi jalan mereka untuk memperbaiki diri.

 

Apa perasaan anda yang terdalam, saat membaca dan lalu merenungi pertanyaan yang berifat penyataan sikap yang ada di atas ini! Jawablah dengan sejujur-jujurnya karena anda sendirilah yang tahu dengan kondisi dan keadaan diri anda yang sesungguhnya. Ingat, jawaban yang anda diberikan harus disesuaikan dengan posisi anda saat ini, apakah menuju persimpangan jalan, ataukah sudah masuk di periode persimpangan ataukah yang termasuk kelompok yang sedikit yaitu yang berada di luar persimpangan jalan? Semoga hal hal yang membuat diri kita selalu berada di dalam kehendak Allah SWT lah yang menjadi jawaban anda.

 

Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi yang sedang berada di persimpangan jalan dan yang juga sedang melaksanakan tugas  di muka bumi, tentu kita sangat berharap menjadi hamba dan khalifah yang sesuai dengan kehendak-Nya. Namun bagaimana mungkin kita bisa sesuai dengan kehendak Allah SWT jika kita sendiri masih belum memiliki ilmu dan pemahaman yang sangat mendasar terutama tentang “Tahu Diri, Tahu Aturan dan Tahu Tujuan Akhir” padahal usia sudah menjelang waktu Isya! Jangan sampai kita tidak tahu diri, tidak tahu aturan yang mengakibatkan kita tersesat jalan karena tidak tahu tujuan akhir yang sesungguhnya. Untuk itu, alangkah baiknya jika ilmu dan pemahaman tentang “Tahu Diri, Tahu Aturan dan Tahu Tujuan Akhir” sudah kita miliki jauh sebelum kita tiba di persimpangan jalan. Sehingga saat tiba di persimpangan jalan kita tidak kehilangan arah, kita tahu tujuan dan kita mampu tetap berprestasi di usia menjelang waktu Isya. 

 

Segalanya tak akan berubah, tatkala kita hanya mampu membaca tanpa mau menghayatinya, melihat tanpa mau merenunginya, menghafalnya tanpa mau mewujudkannya. Hidup yang kita jalani akan berubah menjadi lebih baik kalau kita mau merubah pikiran ke arah yang positif dan terbuka menerima masukan. Insya Allah.

 

3.   Kapan Anda Tahu Kalau Telah Berhasil Saat Berada di persimpangan Jalan. Selanjutnya, agar diri kita yang mengalami kesulitan atau belum siap menghadapi kehidupan di saat berada di persimpangan jalan. Berikut ini akan kami kemukakan beberapa indikator yang harus kita jadikan pedoman agar suksesnya diperjalanan menuju waktu Isya, yaitu:

 

a.      Anda akan menjadi orang yang berhasil jika telah memiliki keimanan, harapan dan cinta. Anda akan menjadi seorang yang berhasil jika hidup yang dijalani bebas dari marah, bebas dari tamak, dari dosa, daru iri, atau pikiran pikiran negatif untuk menuntut balas, yang kesemuanya bertentangan dengan kehendak Allah SWT.

 

b.     Anda akan menjadi orang yang berhasil jika berani untuk selalu jujur dimanapun, kapan-pun dan dalam kondisi apapun serta bisa selalu berdamai dengan kehendak Allah SWT seperti melaksanakan perintah dan laranganNya dan juga dengan orang lain.

 

c.    Anda akan menjadi orang yang berhasil jika melihat ke belakang dengan mata toleran, melihat ke depan dengan mata penuh harapan, melihat ke bawah dengan mata kasihan, dan melihat ke atas dengan mata syukur dan bangga.

 

d.   Anda akan menjadi orang yang berhasil jika benar benar mengetahui kemampuan jas-mani, intelektual dan ruhani Anda, serta menumbuh kembangkan dan menggunakannya untuk kepentingan orang lain.

 

e.    Anda akan menjadi orang yang berhasil jika merasa semua tingkah laku Anda diawasi Sang Pencipta, sehingga melangkah di jalan ketaatan.

 

f.       Anda akan menjadi seorang yang berhasil jika mampu mencapai kedewasaan yang mem-buat Anda lebih mendahulukan kewajiban daripada hak dan retribusi diri, sehingga mampu menjadikan diri kita bermanfaat bagi orang lain dengan mengusung tema kehidupan yang berbunyi “Kesalehan diri wajib tercermin dalam kesalehan sosial”.

 

g.    Anda akan menjadi seorang yang berhasil ketika sadar bahwa kegagalan, keterpurukan, ketertinggalan, ketidakberdayaan, hanyalah sebuah insiden, bukan hal yang terus melekat pada diri seseorang. Anda akan menjadi orang yang berhasil ketika sadar bahwa hari kemarin sudah berakhir pada malam tadi, dan besok adalah hari yang benar benar baru.

 

h.     Anda akan menjadi seorang yang  berhasil ketika tahu bahwa kesuksesan tidak bisa men-cetak Anda, dan kegagalan tidak bisa menghancurkan Anda.

 

i.    Anda akan menjadi seorang yang berhasil jika tahu bahwa kegagalan dalam memper-tahankan  kebenaran adalah awal untuk menjadi korban kesalahan dan kriminal.

 

j.    Anda akan menjadi seorang yang berhasil jika bisa mengubah rival dan musuh Anda menjadi sahabat. Andapun akan menjadi seorang yang sukses jika berhasil mendapatkan cinta dan penghormatan dari orang yang Anda kenal baik.

 

k.        Anda akan menjadi seorang yang berhasil jika tahu bahwa orang lain mungkin bisa memberi kenikmatan kepada Anda, Tapi kebahagiaan besar hanya datang jika Anda melakukan sesuatu untuk orang lain.

 

l.          Anda akan menjadi seorang yang berhasil jika memberi harapan kepada orang orang yang putus asa, memberi cinta kepada orang orang yang dibenci, memunculkan kegembiraan pada jiwa yang merasa menderita, berinteraksi dengan orang orang kasar secara luwes, dan menggauli orang orang yang membutuhkan dengan mulia.

 

m.     Anda akan menjadi seorang yang berhasil jika tahu bahwa orang-orang besar adalah mereka yang memilih untuk melayani orang lain. Tangan di atas atau tidak berat tangan untuk membantu orang lain.

 

Semoga kita berhasil baik sebelum dan sesudah berada di persimpangan jalan yang selanjutnya mampu menghantarkan diri kita ke syurga. Aamiin.