4. Hal-Hal Yang Harus Dihindari saat berada di
persimpangan jalan. Siapa saja yang berusia 60
tahun sampai 70 tahun, namun masih memiliki tindak tanduk yang tidak disukai
Allah, sementara ajalnya hanya tinggal sejengkal lagi, bahkan enggan untuk
secara tulus bertekat bertaubat dan pasrah kepada Allah, maka demi Allah kapan
lagi ia akan bertaubat?
Utsman bin Affan ra, berkata: Nabi SAW
bersabda: Allah ta’ala berfirman: Apabila usia hambaKu telah mencapai empat
puluh tahun, Aku bebaskan ia dari tiga penyakit: Gila, Kusta dan Sopak
(belang). Dan bila mencapai lima puluh tahun, Aku menghisabnya seringan
ringannya. Bila mencapai enam puluh tahun, Aku gemarkan ia bertaubat. Bila
mencapai usia tujuh puluh tahun, Aku jadikan Malaikat cinta kasih padanya. Dan
bila mencapai delapan puluh tahun, Aku catat kebaikannya dan Aku hapuskan dosa
dosanya. Dan bila mencapai sembilan puluh tahun, maka berkatalah Malaikat
kepadanya: Tawanan Allah di atas bumi, dan diampunkan baginya dosa dosanya yang
lalu dan yang akan datang, dan diberi hak syafa’at. Dan bila sampai pada usia
yang terjelek (selemah lemahnya), maka Allah mencatat baginya pahala apa yang
biasa dikerjakan di masa sehat kuatnya, dan bila berbuat dosa tidak dicatat
atasnya. (Hadits Qudsi Riwayat Ath Thirmidzi; 272: 16)
Untuk itu perhatikan dengan seksama hadits
qudsi yang kami kemukakan di atas ini, yaitu apabila seseorang telah mencapai
usia enam puluh tahun, digemarkan oleh Allah untuk bertaubat. Adanya kondisi
yang dikemukakan dalam hadits di atas berarti sunnatullah yang berlaku bagi
seseorang yang telah mencapai usia enam puluh tahun seharusnya gemar bertaubat
yang kemudian dipertegas jika sampai usia 70 tahun Malaikat cinta kasih
kepadanya.
Pada umumnya, orang yang telah berusia demikian
energi tubuhnya sudah berkurang, tekadnya sudah mengendur, maka sudah
sepantasnya ia memasrahkan diri kepada Allah dan meminta kerelaan dihadapan-Nya,
karena Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Allah SWT menjadikan usia enam
puluh tahun sebagai puncak dari udzur seseorang. Karena usia itu sudah dekat
dengan simpang maut seseorang. Usia kepasrahan, usia kekhusyu’an, usia
penyerahan diri secara total kepada Allah, usaha menanti kematian dan menanti
perjumpaan dengan Allah SWT.
Jika seseorang sudah mencapai usia enam puluh
tahun, maka itu adalah usia di mana seseorang harus berfikir dan mengejar taufik
dan hidayah, sebagaimana yang dikemukakan oleh Allah SWT dalam surat Faathir
(35) ayat 37 berikut ini: “Dan mereka berteriak di dalam neraka itu :
"Ya Tuhan Kami, keluarkanlah Kami niscaya Kami akan mengerjakan amal yang
saleh berlainan dengan yang telah Kami kerjakan". dan Apakah Kami tidak
memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berfikir bagi orang yang mau
berfikir, dan (apakah tidak) datang kepada kamu pemberi peringatan? Maka
rasakanlah (azab Kami) dan tidak ada bagi orang-orang yang zalim seorang
penolongpun”. (surat Faathir (35) ayat 37)
Ayat di atas ini mengisyaratkan bahwa pada usia
tersebut, seharusnya seseorang mulai terpupuk cintanya kepada kepasrahan, yakni
kembali kepada Allah SWT, karena usia itu merupakan sinyal menuju berakhirnya
usia manusia pada umumnya.
Sesungguhnya puncak kedewasaan dan kekuatan
seseorang terjadi pada usia empat puluh. Usia tersebut merupakan usia yang
paling sempurna dan usia setelahnya akan senantiasa berkurang dan melemah. Jika
seseorang telah mencapai usia enam puluh tahun, maka itu adalah usia perenungan
dan tak lagi produktif. Jika seseorang sudah diberi usia panjang hingga enam
puluh tahun, maka sudah saatnya untuk melakukan perenungan, karena empat puluh
tahun adalah puncak optimalisasi energi tubuh. Kalau sudah lebih dari usia
tersebut hingga enam puluh tahun berarti ia sudah melalui dua puluh tahun masa
penurunan, yaitu setengah dari usia empat puluh yang merupakan puncak energi
tubuhnya.
Yang berarti ia sudah kehilangan setengah
kekuatannya. Oleh sebab itu, seharusnya realitas itu menjadi pukulan bagi
dirinya dan seyognyanya ia menciptakan sebuah kehormatan baru, dengan
memasrahkan diri kepada Allah dalam hal yang diridhaiNya, yaitu perenungan.
Karena kalau seseorang melakukan perenungan, pasti akan terilhami melakukan
berbagai ketaatan. Ia hanya akan menjadi hina dina, bila usianya menjadi
bencana dan hujjah yang menggugat dirinya. Berikut ini akan kami kemukakan
beberapa hal yang harus kita hindari selama hayat masih di kandung badan,
apalagi saat berada di persimpangan jalan, yaitu:
a. Memperturutkan ahwa (hawa
nafsu) dan terlalu banyak memuaskan diri dengan hal hal yang mubah, seperti
terlalu banyak makan dan minum, tidur di siang hari, bergadang dan lain
sebagainya.
b. Berteman dengan orang orang
yang membuatnya tidak sempurna, karena kerjanya hanya mengingat dunia dengan
segala kenikamatannya serta ikatannya yang semu belaka. Padahal Allah SWT
memerintahkan dalam surat At Taubah (9) ayat 119 untuk selalu berteman atau
menemani orang orang yang benar. Allah SWT berfirman: “Hai orang-orang yang beriman
bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.
(surat At Taubah (9) ayat 119)
c. Banyak bercanda dan berbicara
dalam hal yang tidak berguna untuk akhirat, dan hanya untuk mencari
popularitas, atau banyak menukil kisah dan berita-berita duniawi yang sedikit
manfaatnya, yang bisa menyesaki daya hafalnya sehingga sulit menghafal AlQuran
dan Hadits.
d. Memberi persaksian terhadap
setiap orang yang meminta, tanpa mengkonfirmasi atau menyelidikinya terlebih
dahulu. Terkadang demi mendapatkan imbalan financial, ia terpaksa melakukan
persaksian palsu atau mau menerima berita bohong yang dia bawa sampai mati.
e. Berdandan dan berpenampilan
secara berlebihan, sampai pada tingkat terjerumus dalam hal yang diharamkan
menurut syariat yang berlaku. Ingat, seseorang akan dibangkitkan sesuai dengan
kondisi saat dia mati, Diriwayatkan oleh Muslim.
f. Banyak bepergian atau
melakukan perjalanan yang tidak berguna, terlebih lebih bila menyentuh hal hal
yang diharamkan, atau menyebabkan terjerumus pada yang haram.
g. Semakin khawatir dan gundah
memikirkan urusan hidup, terutama setelah berkurangnya sumber sumber
penghasilan karena faktor pensiun dan sejenisnya. Hendaknya ia menanamkan
keyakinan sesuai dengan sabda Nabi SAW: “Seseorang tidak akan mati sebelum segala
rezekinya terpenuhi” (hadits riwayat Ibnu Hibban).
Untuk mempertegas hal-hal yang harus kita
hindari saat dipersimpangan jalan, ada baiknya kita memperhatikan dengan
seksama hadits yang kami kemukakan di bawah ini, agar kita waspada. Rasullullah
SAW bersabda: Hati orang yang berusia lanjut akan tetap muda dalam dua hal,
yakni cinta dunia dan berangan angan panjang. (Hadits Riwayat Bukhari)
“Manusia menjadi tua, dan ada dua hal yang akan
tetap muda ikut bersamanya, yakni kecintaan mencari harta dan hasrat
memperpanjang usia. (Hadits Riwayat Muslim).”
Berdasarkan dua buah hadits di atas ini, Nabi
SAW telah memberikan peringatan dini kepada umatnya agar berhati hati saat
berada di persimpangan jalan. Karena disatu sisi ada penurunan kemampuan
phisik. Di lain sisi ada dua hal yang tetap muda di dalam diri seseorang yaitu
kecintaan terhadap harta serta angan angan panjang. Kita harus pandai pandai
mempergunakan sisa usia yang ada karena jika sampai salah mengambil tindakan
dan perbuatan akan berakibat fatal untuk kehidupan akhirat kelak.
“Orang yang terbaik adalah orang yang panjang
usianya dan bagus amal perbuatannya. (Hadits Riwayat Ath Thirmidzi)
Jangan sampai hadits yang kami kemukakan berikut
ini: “Orang
yang terbaik adalah orang yang panjang usianya dan bagus amal perbuatannya. (Hadits
Riwayat Ath Thirmidzi). Hanya
menjadi angan angan panjang kita setelah diri kita memiliki usia yang panjang.
Anehnya atau bahkan sangat keterlaluan, masih saja ada orang yang sudah
mencapai usia dipersimpangan jalan, namun tetap saja membandel.
Padahal ancaman Allah SWT terhadap orang yang
tidak mau bertaubat di usia usia rawan (menjelang kematian) sangatlah besar. Terutama
sekali bagi orang yang diceritakan oleh Nabi Muhammad SAW kepada kita,
sebagaimana hadits berikut ini: “Allah tidak akan mengajak mereka berbicara
di hari kiamat nanti, tidak akan menyucikan mereka, tidak akan memandang
mereka, dan mereka pasti mendapatkan siksa yang pedih. Siapakah mereka? Yakni
orang yang berusia lanjut yang berzina, raka uamh suka berdusta dan orang fakir
yang sombong”. (Hadits Riwayat Muslim). Lalu bagaimana dengan diri kita
sendiri, yang saat ini pasti sedang menuju waktu Isya namun urutan dan antrian
kita tidak pernah kita ketahui kapan sampainya.Apakah kondisi ini tidak bisa
menyadarkan kita untuk bersiap siap menghadapi kematian!
5. Kiat Sukses Merasaaka Nikmatnya bertuhankan
Kepada Allah SWT saat berada di per-simpangan jalan. Saat berada dipersimpangan jalan perbanyaklah
mengingat mati atau kematian. Hidup dan mati adalah ujian, ketika kita memiliki
pemikiran hidup dan mati adalah ujian, selayaknya kita bersemangat untuk
menghadapi ujian dimaksud. Setiap perubahan atau adanya sesuatu yang berubah
adalah tidak abadi, begitu juga dengan ujian yang kita alami saat di dunia,
tidak akan abadi, cuma sementara.
“Ada lima hal yang dapat memperburuk citra
seseorang, yakni gaya muda di masa tua, semangat meniru bacaan orang lain;
kurang rasa malu padahal berkedudukan; pelit padahal banyak harta, dan selalu
marah karena berkuasa. (Hisyam bin Al Hakam Ats Tsaqafi)
Adanya kondisi ini yang akan memperburuk citra
diri seseorang disaat berada dipersimpangan jalan maka yang dapat kita lakukan
adalah sabar. Berikut ini akan kami kemukakan beberapa kiat yang dapat kita
lakukan yaitu : (1) Jadikan Hati Satu Tujuan
yaitu Allah; (2) Jadikan Hati Selalu Tawadhu; (3) Membaca, Mempelajari “One Day
One Ayat” dan juga “One Day One Hadits” lalu mengamalkannya; (4) Ridha atas
ketetapan Allah SWT; serta (5) melaksanakan sunnah sunnah yang diajarkan oleh
Nabi Muhammad SAW.
Kelima hal yang kami kemukakan di atas, akan
sangat mudah kita laksanakan jika saat dipersimpangan jalan kita sudah mampu
melaksanakan hakekat dari beribadah tanpa melanggar syariat yang berlaku.
Selain apa yang telah kami kemukakan di atas, berikut ini akan kami kemukakan
beberapa kiat lainya yang harus kita laksanakan sebelum semuanya berakhir
(sebelum kematian tiba kepada diri kita), yaitu:
a. Hargailah waktu. Apalagi kita
telah sampai di persimpangan jalan. Waktu adalah representasi dari kesempatan
hidup yang diberikan Allah SWT kepada diri kita. Waktu tidak pernah memandang
diri kita siapa. Waktu adalah kesempatan yang tidak akan datang dua kali. Waktu
tidak pernah menunggu diri kita untuk berbuat sesuatu. Akan tetapi di dalam
waktu itulah kita diberi kesempatan untuk melakukan suatu perbuatan (dalam hal
ini menanam tanpa menunai untuk menuju menuai tanpa menanam). Allah SWT
berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah
Setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok
(akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa
yang kamu kerjakan. (surat Al Hasyr (59) ayat 18)
Berdasarkan surat Al Hasyr (59) ayat 18 di
atas, waktu yang sangat berharga adalah saat ini, karena waktu kemarin sudah
berlalu dan tidak mungkin akan kembali lagi. Waktu yang akan datang tidak kita
ketahui keberadaannya karena belum tentu kita sampai di waktu yang akan datang.
Waspadalah
terhadap setiap jam dan bagaimana ia berlalu, dan habiskanlah waktu itu dengan
cara sebaik mungkin. Jangan mengabaikan dirimu sendiri, tetapi buatlah dirimu
terbiasa dengan amalan yang paling mulia dan terbaik, dan kirimkan kekuburanmu
sesuatu yang kelak akan menyenangkan kamu ketika tiba disana.(Ibnul Qayyum Al
Jauziah)
b. Alangkah nikmatnya beribadah
di saat kita berada di persimpangan jalan jika ibadah yang kita laksanakan
sudah berada di dalam wilayah ibadah yang bersifat bathiniah. Yang berarti kita
sudah keluar dari wilayah ibadah yang bersifat ragawi atau ibadah yang bersifat
menggugurkan kewajiban atau mencari pahala. Hal ini menunjukkan kita sudah
mampu melaksanakan hakekat dari ibadah yang sesungguhnya yang tentunya tidak
melanggar syariat. Jika hal ini terjadi pada diri kita, pada keluarga kita,
pada anak keturunan kita maka kefitrahann ruhani tetap terjaga dari waktu ke
waktu (konsep datang fitrah kembali fitrah mampu kita laksanakan) serta ibadah
yang kita lakukan mampu menggarap hati ruhani kita sehingga keteguhan hati
menjadi kuat; membuka kepekaan hati sehingga kesalehan diri mampu tercermin di
dalam kesalehan sosial serta hilangnya sumber penyakit hati melalui ibadah
jumroh yang kita laksanakan.
c. Banyak berdoa dengan doa doa
yang diriwayatkan secara shahih dari Nabi SAW yang sesuai dengan konteks usia
tersebut. Seperti: “Ya Allah, biarkanlah aku hidup kalau memang hidup itu lebih baik
bagiku, dan cabutlah nyawaku kalau memang kematian itu lebih baik bagiku”
(Hadits Riwayat Bukhari Muslim)
“Ya Allah, berikanlah perluasan rezekiMu pada
usia tuaku dan pada saat berakhirnya hidupku”. (Hadits Riwayat Al Hakim)
Karena seseorang tidak mengetahui, mana yang
lebih baik bagi dirinya, apakah hidup ataukah apakah mati? Kita juga bisa
berdoa:
d. Banyak berdzikir dan
beristighfar atas kekeliruan dan keteledorannya. Karena yang layak dilakukannya
pada saat itu adalah memohon ampun, menjalankan ketaatan dan
berkonsentrasi secara penuh menghadapi
akhirat.
e. Menambah pengetahuan ilmu
agama untuk lebih mengenal apa apa yang dikehendaki Allah SWT, serta mengejar
ketertinggalan selama ini. Karena siapa saja yang dikehendaki baik oleh Allah
SWT, niscaya akan diberikan pengetahuan yang mendalam di bidang agama. Imam Al
Ghazali pernah mengungkapkan, “Usia tua hanya menambah kebodohan bagi
orang yang bodoh. Karena ilmu adalah buah kecerdasan, dan jumlahnya berlimpah,
tidak akan terpengaruh oleh adanya uban di kepala.”
f. Mengkonsentrasikan hati dan
cita citanya untuk mengejar visi akhirat yang telah dicanangkan dikarenakan
sisa usia yang tersedia sangat sedikit. Aktivitas anak muda sudah tidak lagi
relevan atau sesuai dengan kondisi dirinya. Hal ini bukan berarti ia harus
meninggalkan dunia secara totalitas. Namun, ia harus berkonsen-trasi untuk
kepentingan akhirat karena tidak mungkin ia kembali menjadi bersema-ngat dan
kuat seperti di masa muda.
Engkau sudah demikian tua, apakah engkau
berharap untuk tetap seperti dirimu di masa muda?Tubuhmu sendiri tidak akan
menerima keinginanmu karena pakaian using tidak akan dapat disamakan dengan
pakaian baru. (ungkapan Al Jahizh)
g. Menulis surat wasiat, yang
isinya tentang apa apa yang menjadi hak dan kewajibannya, sedapat mungkin ada
yang menyaksikannya.
h. Memperbanyak menyambung tali
silaturrahmi, untuk menggantikan sikap yang kurang baik terhadap kerabat di
masa lampau. Juga berbuat baik kepada mereka. Karena bisa jadi perbuatan di
penghujung hidupnya dapat menghapus keteledoran dan perbuatan buruk terhadap
mereka di masa lalu.
i. Mengupayakan berdamai dengan
orang yang pernah disakitinya atau dicoreng kehormatannya dengan gunjingan,
atau diambil sebahagian hak finansialnya atau setidaknya hak haknya secara
moril, sebelum datang hari dimana harta dan anak tidak akan berguna lagi.
j. Berusaha mendapatkan
pekerjaan yang halal, makanan dan minuman serta pakaian yang halal. “Carilah
makanan yang halal, niscaya doamu akan dikabulkan” (Hadits Riwayat Ibnu
Mardawaih dan Ath Thabrani). Dan tetap berpola hidup sehat dengan tidak
mengabaikan pentingnya berolah raga yang sesuai dengan usia.
k. Menetapkan program harian
untuk menambah dzikir dan ibadah, serta membudidayakan sisa usia yang ada,
terutama sekali pada waktu waktu yang diutamakan, sehingga aktivitasnya tidak
lari dari program tersebut, tapi kalau bisa justru menambahnya. Dan pada dasarnya hal ini, juga berlaku bagi
setiap muslim, untuk segala usia. Namun orang orang yang sudah mencapai usia
dipersimpangan jalan lebih ditekankan lagi. Berikut ini akan kami kemukakan
contoh program harian dimaksud, yaitu:
(1) Bangun beberapa saat sebelum
fajar untuk dapat mendirikan shalat sebatas kemam-puan, setelah itu duduk di
tempat shalatnya sambil berdzikir menunggu adzan, lalu mendirikan shalat subuh
(jika memungkin berjamaah). Usai shalat subuh, berdiam diri sejenak sambil
berdzikir hingga matahari terbit yang dilanjutkan dengan shalat sunnah dua
rakaat.
(2) Pergi ke masjid sebelum adzan
untuk membaca AlQuran dan melaksanakan shalat sunnah Rawathib serta berusaha
untuk dibarisan shaf terdepan.
(3) Melakukan puasa sunnah senin
dan kamis atau salah satunya saja setiap minggu.
(4) Shalat dhuha semampunya.
(5) Jika memiliki keahlian atau
memiliki kemampuan untuk mengajar maka wakafkan waktu seminggu sekali untuk
mengajar kepada komunitas tertentu sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Tidak
harus mengajar ilmu agama, tetapi ilmu apapun sepanjang bermanfaat bagi orang
lain, seperti motivasi, membuka usaha baru.
(6) Mengikuti kajian kajian agama
secara rutin baik yang dilakukan setelah shalat ber-jamaah ataupun tidak.
(7) Menamatkan bacaan AlQuran
dengan membuat program pribadi, katakan setiap hari wajib membaca 10 (sepuluh)
ayat AlQuran yang diikuti dengan mempelajari terjemahannya.
(8) Bersedekah setiap hari dengan
jumlah tertentu. Kecil jumlahnya namun rutin kita lakukan.
(9) Dan jika masih memungkinkan
menjenguk orang sakit, turut serta menshalatkan je-nazah serta menghantarkan
jenazah. Dan lain lain sebagainya.
Saat ini, kita bisa melakukan apa saja, tetapi
resiko yang harus ditanggung akibat dari melakukan perbuatan dosa terlebih
lebih di saat berada dipersimpangan jalan, akan jauh lebih besar dari sedikit
kenikmatan yang kita rasakan. Berfikirlah
secara terbuka dengan mempergunakan mata bathin sebelum bertindak. Karena
maksiat yang kita lakukan akan membuat sesuatu yang sebenarnya bisa menjadi
milik kita terlepas dari tangan. Selain dari apa-apa yang telah kami kemukakan di
atas, kiranya tabel yang kami kemukakan di bawah ini dapat menjadi pengingat
bagi diri kita agar selalu sesuai dengan kehendak Allah SWT.
APA YANG BISA KITA LAKUKAN? KURANGI UNTUK MENAMBAH
|
Kurangi analisa perbanyak usaha |
Kurangi ketergantungan tingkatkan kesadaran. |
|
Kurangi menilai perbanyak perhatian |
Kurangi kata lidah tingkatkan kata hati. |
|
Kurangi kertas perbanyak pohon |
Kurangi makan perbanyak puasa |
|
Kurangi asap perbanyak udara bersih |
Kurangi gadget perbanyak silaturahmi. |
|
Kurangi mengkritik perbanyak memuji. |
Kurangi pembelian tingkatkan berbagi. |
|
Kurangi perbedaan perbanyak pengertian. |
Kurangi bicara perbanyak diam. |
|
Kurangi meminta perbanyak memberi. |
Kurangi keinginan perbanyak bersyukur |
|
Kurangi penjelasan perbanyak perbuatan. |
Kurangi stress perbanyak tertawa. |
|
Kurangi jam bersama tv tingkatkan jam bersama
membaca. |
Kurangi mencari keluar perbanyak pencarian
diri ke dalam |
|
Kurangi batasan perbanyak kebebasan. |
Kurangi bicara tingkatkan mendengar. |
|
Kurangi kepemilikan tingkatkan kreatifitas. |
Kurangi berfikir perbanyak rasa. |
Sebagai abd’
(hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi yang sedang berada di
persimpangan jalan, tentu kita bisa dan sanggup melaksanakan apa-apa yang kami kemukakan di atas ini.