Iman itu telanjang,
pakaiannya takwa dan buahnya adalah ilmu/kebaikan.
(hadits riwayat Al
Hakim)
A.
IMAN ADALAH SYARAT DAN TAKWA ADALAH
TUJUAN.
Berdasarkan surat Al Baqarah (2) ayat
183 di bawah ini, pada prinsipnya iman adalah syarat sedangkan taqwa adalah
tujuan atau buah dari keimanan adalah ketakwaan total baik fisik, pikiran dan
hati. Kedudukan iman sebagai syarat
menunjukkan bahwa kewajiban melaksanakan ibadah puasa hanya dapat dilaksanakan melalui
wadah keimanan ini. Mengingat bahwa nilai-nilai iman berfluktuasi maka sudah
pasti nilai-nilai puasa juga demikian. Oleh karena itu, melalui wadah iman ini
pulalah maka tujuan dari puasa yaitu menuju jenjang taqwa sangat mudah
direalisasikan.
Wahai orang orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu
berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.
(surat Al Baqarah (2) ayat 183)
Iman dan taqwa laksana dua sisi mata
uang yang sangat sulit untuk dipisahkan dan bahkan kedua-duanya saling
membutuhkan. Dengan kata lain, jenjang taqwa tidak akan pernah terwujud bila tidak
diawali dengan keimanan dan keimanan itu sendiri tidak akan memiliki nilai
apa-apa bila tidak sampai ke derajat ketaqwaan.
Jika sekarang iman sudah dijadikan syarat
untuk melaksanakan puasa oleh Allah SWT, berarti jika kita berpuasa lalu tidak
mencapai derajat ketakwaan berarti ada yang salah di dalam keimanan yang kita
miliki atau ada yang salah saat melaksanakan puasa di bulan Ramadhan, yaitu
terutama adanya ketidaksesuaian antara syarat dan tujuan.
B.
IMAN DAN TAKWA ADALAH PERPADUAN KEYAKINAN DENGAN
PERBUATAN.
Perpaduan antara iman dan taqwa ini adalah
kemuliaan sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Al-Qur'an. Oleh karena itu,
Al-Qur'an dengan tegas menyebutkan bahwa manusia yang paling mulia di sisi
Allah adalah orang-orang yang paling taqwa. Predikat kemuliaan ini sangat
ditentukan oleh kualitas taqwa, semakin tinggi tingkat ketaqwaan seseorang maka
semakin mulia pula kedudukannya pada pandangan Allah. Perpaduan antara iman dan
taqwa ini tidak akan terjadi secara otomatis karena iman memiliki persyaratan
untuk menuju nilai kesempurnaannya.
Persyaratan ini dapat dilihat melalui
aturan-aturan yang diberlakukan kepada iman yaitu memadukan keyakinan dengan
perbuatan. Tanpa melakukan perpaduan ini maka iman akan selalu bersifat statis
karena berada pada tataran ikrar tidak pada tataran aplikasi. Oleh karena itu,
maka kata 'iman' selalu digandeng dalam Al-Qur'an dengan amal shaleh (amanu wa
'amilu alshalihat) supaya keberadaan iman terkesan lebih energik.
Penggandengan kata 'iman' dengan
perbuatan baik ini menunjukkan adanya upaya-upaya khusus yang harus dilakukan
untuk menjaga keeksisan iman itu sendiri. Perlunya upaya khusus ini karena
posisi manusia masih sangat labil jika masih berada pada level iman. Untuk
menguatkan posisi ini maka orang-orang yang beriman diperintahkan untuk
melakukan perbuatan-perbuatan baik untuk menuju kestabilan.
Adapun yang dimaksud dengan taqwa
ialah kemampuan diri menjaga perpaduan ini secara kontiniu sesuai makna dasar
dari kata taqwa itu sendiri yaitu 'menjaga'. Dengan demikian, maka sifat taqwa
merupakan benteng untuk menjaga aturan-aturan Allah supaya posisi iman tidak
lagi berada dalam kelabilan. Kunci sukses yang ditawarkan Al-Qur'an untuk
menghindari kelabilan ini ialah dengan melakukan perbuatan-perbuatan baik.
Berikut ini akan kami kemukakan
beberapa bentuk penggandengan kata iman dan takwa sebagai bentuk perpaduan
antara keyakinan dengan perbuatan, yang pada akhirnya menunjukkan kualitas dari
seorang yang beriman dan bertakwa, yaitu:
a.
Berdasarkan
ketentuan surat Al Baqarah (2) ayat 278 di bawah ini, setiap orang yang beriman
maka keimanannya wajib ditunjukkan dengan bertakwa kepada Allah dan sanggup
meninggalkan sisa riba (yang belum dipungut/diambil). Jika hal ini tidak
dilakukan berarti ia belum menunjukkan kualitas keimanannya apalagi
ketakwaannya.
Wahai orang orang yang beriman!
Bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika
kamu orang yang beriman. (surat Al Baqarah (2) ayat 278)
b.
Berdasarkan
ketentuan surat Ali Imran (3) ayat 102 di bawah ini, setiap orang yang beriman
wajib menunjukkan ketakwaannya dengan sebenar benarnya takwa dan terus
dibuktikan sampai akhir hayatnya. Ini berarti keimanan dan ketakwaan tidak bisa
bersifat sewaktu waktu atau hanya saat tertentu saja, melainkan harus konsisten
dalam komitmen sepanjang hayat masih di kandung badan.
Wahai orang orang beriman!
Bertakwalah kepada Allah sebenar
benarnya takwa kepadaNya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim. (surat Ali Imran (3)
ayat 102)
c.
Berdasarkan
ketentuan surat Al Maaidah (5) ayat 35 di bawah ini, setiap orang yang beriman
wajib menunjukkan ketakwaannya dengan terus menerus mendekatkan diri kepada
Allah serta selalu berjihad atau berjuang di jalan Allah SWT yang sesuai dengan
minat dan bakat masing masing yang pada akhirnya menjadikan orang yang beriman
dan bertakwa adalah orang yang beruntung.
Wahai orang orang yang beriman!
Bertakwalah kepada Allah dan carilah wasilah (jalan) untuk mendekatkan diri
kepadaNya, dan berjihadlah (berjuanglah) di jalanNya, agar kamu beruntung.
(surat Al Maaidah (5) ayat 35)
d. Berdasarkan ketentuan surat At Taubah
(9) ayat 119 di bawah ini, setiap orang yang beriman wajib menunjukkan
ketakwaannya dengan selalu bersama sama dengan orang orang yang benar
(shaleh/shalehah) atau yang memiliki pemahaman yang sama, yang memiliki tujuan
yang sama, yang memiliki kefitrahan yang sama.
Wahai orang orang yang beriman!
Bertakwalah kepada Allah, dan bersamalah kamu dengan orang orang yang benar.
(surat At Taubah (9) ayat 119)
e.
Berdasarkan
ketentuan surat Al Ahzab (33) ayat 70 di bawah ini, setiap orang yang beriman
wajib menunjukkan ketakwaannya dengan selalu mengucapkan perkataan yang benar
lagi baik serta tidak memprovakasi orang lain.
Wahai orang orang yang beriman!
Bertakwalah kamu kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar. (surat Al
Ahzab (33) ayat 70)
f.
Berdasarkan
ketentuan surat Al Hadiid (57) ayat 28 di bawah ini, setiap orang yang beriman
wajib menunjukkan ketakwaannya dengan beriman kepada RasulNya sehingga ia mampu
menjadi cahaya kebaikan bagi dirinya sendiri dan juga mampu memberikan kebaikan
di tengah tengah masyarakat sehingga tampillah apa yang dikemukakan sebagai kesalehan
diri yang tercermin dalam keshalehan sosial.
Wahai orang orang yang beriman!
Bertakwalah kepada Allah dan berimanlah kepada RasulNya (Muhammad), niscaya
Allah memberikan rahmatNya kepadamu dua bagian, dan menjadikan cahaya untukmu
yang dengan cahaya itu kamu dapat berjalan serta Dia mengampuni kamu. Dan Allah
Maha Pengampun, Maha Penyayang. (surat Al Hadiid (57) ayat 28)
g.
Berdasarkan
ketentuan surat Al Hadiid (57) ayat 28 di bawah ini, setiap orang yang beriman
wajib menunjukkan ketakwaannya dengan selalu berbuat dan bertindak untuk kepentingan akhiratnya
tanpa melupakan kehidupan dunianya.
Wahai orang orang yang beriman! Bertakwalah
kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah
diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh,
Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan. (surat Al Hasyr (59) ayat 18)
Berdasarkan apa apa yang kami
kemukakan di atas, terlihat dengan jelas bahwa perintah-perintah di atas
mengindikasikan bahwa iman belum mencapai kesempurnaannya tanpa mendapatkan
nilai taqwa. Ini berarti orang-orang yang beriman harus cerdas mencari mediator
yang cocok untuk dijadikan jembatan menuju taqwa. Al-Qur'an telah memberikan
bimbingan kepada orang-orang Mukmin bahwa mediator yang paling efektif untuk
memfasilitasi hubungan iman dengan taqwa adalah melalui ibadah atau melalui
pelaksanaan diinul islam secara kaffah.
C.
IMAN ADALAH AKAR DAN TAKWA ADALAH
BATANGNYA
Ibarat sebuah pohon, iman adalah akar
dan takwa adalah batangnya. Hanya melalui akar, sebuah batang bisa tegak dan
hanya melalu akar dan batang pohon maka tumbuh ranting dan lalu terbentuk daun
serra buahnya yang dapat berguna bagi kemaslahatan manusia dan makhluk lainnya.
Ranting boleh patah, dedaunan boleh berguguran, atau bahkan batang pun boleh
rusak, tetapi jika akarnya masih tetap kokoh/eksis, pohon tersebut masih
memiliki harapan dan kesempatan untuk tumbuh berkembang. Oleh karena itu, iman
dan takwa adalah bekal hidup yang paling berharga dalam diri seseorang yang
beragama. Tanpanya (maksudnya tanpa iman dan takwa) hidup menjadi tidak
bermakna dan penuh kegelisahan.
Tidakkah
kamu memerhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik
(kalimah thayyibah) seperti pohon yang baik (thayyibah), akarnya kuat, dan
cabangnya (menjulang) ke langit. (Pohon) itu menghasilkan buahnya pada setiap
waktu dengan seizing Tuhannya. Dan Allah membuat perumpamaan itu untuk manusia
agar mereka selalu ingat. Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang
buruk, yang telah dicabut akar akarnya dari permukaan bumi, tidak dapat tetap
(tegak) sedikitpun. Allah meneguhkan (iman) orang orang yang beriman dengan
ucapan yang teguh (dalam kehidupan) di dunia dan di akhirat; dan Allah
menyesatkan orang orang yang zhalim dan Allah berbuat apa yang Dia kehendaki.
(surat
Ibrahim (14) ayat 24, 25, 26, 27)
Begitu indah kalimat/firman/kata kata
Allah di atas ini yang mentamsilkan sedemikian jelas, terang benderang
perumpamaan bagi hambaNya yang beriman dan bertaqwa secara utuh. Indikator
manusia yang beriman dan bertakwa digambarkan seperti pohon yang baik
(thayyibah) yang memiliki ciri: akarnya teguh/kuat yang menghujam ke bumi;
cabangnya menjulang di langit dan pohonnya memberikan buah sepanjang musim
dengan seizin Tuhannya. Allah SWT membuat perumpamaan perumpamaan itu
bagi manusia agar setiap manusia mudah mengingatnya, mudah memahaminya dan
mudah pula mengamalkannya.
D.
PENGARUH IMAN DAN TAKWA BAGI DIRI
KITA.
Keimanan dan ketakwaan yang benar akan
membuahkan kesuksesan dan kehidupan dengan indikatornya antara lain, adalah: (1)
Ketenangan bathin karena merasakan kehadiran Allah dalam setiap detak jantung
dan denyut nadi kehidupannya; (2) Jiwanya berani dan ingin terus maju karena
membela kebenaran; (3) Memiliki pandangan hidup dan pekerjaan yang baik dan
benar dalam dimensi dunia dan akhirat; (4) Mampu mengendalikan hawa nafsu
sehingga jiwanya menjadi jiwa muthmainnah; (5) Tidak mau mengeksplotasi orang
apalagi menipu orang lain atau tidak mau menuntut yang bukan haknya serta tidak
menahan hak orang lain; (6) umurnya barakah dan bekerja cerdas; (7) menjauhi
diosa besar; (8) sabar dan syukur dalam menjalani kehidupan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar