Ramadhan adalah bulan ke 9 di dalam kalender
Islam (kalender Hijriah), adalah bulan yang sangat istimewa bagi jutaan umat
Islam di seluruh penjuru dunia maka bulan itu dijuluki sebagai Rajanya Bulan.
Semua orang Islam baik anak anak maupun yang sudah memiliki kewajiban untuk
berpuasa, dari saat fajar menyingsing hingga tenggelamnya mata hari di waktu
maghrib. Bagi non muslim, atau bagi orang yang tidak berimana, puasa di bulan
Ramadhan mungkin saja dianggap sebagai ibadah yang berat lagi melelahkan,
tetapi tidaklah demikian apa yang dialami oleh umat Islam yang beriman. Karena
setidaknya terdapat beberapa hikmah yang membuat puasa menjadi lebih mudah dan
menyenangkan bagi umat Islam yang beriman. Adapun hikmah tersebut adalah:
1.
Adanya Peran Niat
Dalam Berpuasa.
Agar tujuan diperintahkannya puasa sesuai
dengan kehendak Allah SWT maka puasa harus dilandasi dengan niat yang penuh
karena Allah semata. Inilah yang harus dicapai secara mental, spiritual dan
emosional. Dengan ini kita tidak memaksudkannya sebagai niat yang dilakukan
setiap akan menjalankan puas. Ini adalah niat yang muncul dari hati dan jiwa.
Ketika seluruh bulan Ramadhan dijalani dengan penuh kesadaran maka rahmat Allah
yang besar akan dapat kita peroleh.
Jika seorang beriman dapat menyesuaikan
niatnya dengan ridha Allah, mereka akan memperoleh keuntungan yang tak
terhingga. Mereka bahkan bisa memperolehnya ketika mereka tertidur, berbicara,
makan, minum sesuai dengan niatan dari perbuatan perbuatan tersebut. Niat
bisa membuat kaca menjadi intan atau sebaliknya. Dengan niat yang tulus
seorang biasa bisa menjadi raja diantara para raja, namun dengan niat yang
tidak tulus orang tersebut hanya akan menjadi raja badut. Niat adalah bentuk
dari kekuatan tekad yang keluar dari hati nurani seseorang. Niat adalah batu
loncatan yang membedakan keutamaan dari yang tidak berkualitas; niat adalah
agama dan kepercayaan; sehingga niat adalah nilai orisinal dari kemanusiaan,
dan keuntungan niat adalah keuntungan yang sebenarnya dari kepribadian
seseorang.
Beribadah dengan sungguh sungguh untuk meraih
derajat keimanan yang lebih tinggi tanpa niat yang ikhlas adalah kesiasiaan.
Seseorang seharusnya mempertanyakan pertanyaan pertanyaan tersebut kepada
dirinya sendiri sebelum memutuskan sesuatu, untuk mengetahui hakikat keinginan
tersebut, apakah ia betul betul untuk kepentingan Allah? Apakah demi keridhaan
Allah? Dan apakah karena perintah Allah? Apabila seseorang tidak menyadari akan
pertanyaan pertanyaan ini didalam setiap usahanya, maka kemungkinan niatnya
tersebut tidak akan membawa hasil.
Hal yang sangat disesali dalam kehidupan di
akhirat kelak adalah hidup tanpa niat. Keinginan bisa merubah seluruh aktifitas
hidup menjadi ibadah adalah mustahil dan menyianyiakan kesempatan hidup ini
adalah kesalahan yang sangat besar. Ya, kita akan sering mengatakan, “jika
seandainya dulu…” nanti di alam akhirat. Jika ini yang terjadi berarti
kesempatan untuk merubah perbuatan biasa menjadi ibadah telah lewat, kesempatan
beramal di kehidupan yang fana untuk kehidupan abadi telah hilang. Padahal
pahala atau kebaikan itu hanya diberikan pada saat tersenyum, menangis, tidur
atau bahkan ketika sedang menunggu.
Adanya niat yang tulus dan ikhlas sangat
membantu mengurangi beratnya ibadah puasa dan juga untuk aktifitas aktifitas
lainnya. Ketika seseorang berniat secara
sungguh sungguh untuk berpuasa, maka puasa menjadi sangat mudah baginya,
berbuat kebaikan juga menjadi mudah baginya, apalagi ketika melihat saudara
seiman berpuasa dan berbagai makanan sahur maupun berbuka puasa, sangat besar
pengaruhnya bagi peningkatan semangat kemasyarakatan. Inilah salah satu sisi
kehebatan dari ibadah puasa yang telah diperintahkan oleh Allah SWT.
2.
Adanya Kemampuan
Tubuh Manusia Untuk Menyesuaikan Diri Melalui Keimanan.
Saat diri kita berpuasa, maka reaksi tubuh
manusia ternyata secara luar biasa dapat menyesuaikan diri. Dalam
beberapa hari saja berpuasa, tubuh telah mampu menyesuaikan diri dengan ritme
metabolisme yang baru, dan seseorang tidak lagi merasakan kelaparan di waktu
siang sebagaimana biasanya ketika tidak berpuasa. Sungguh luar biasa
tubuh/jasmani manusia, ia bisa diatur sedemikian rupa oleh kekuatan yang
tersembunyi yaitu ruhani dengan keimanan yang melekat di dalamnya. Semakin
berkualitas kadar keimanan dalam ruhani manusia, maka semakin kuat pengaruh
ruhani ini kepada tubuh manusia. Sehingga saat tubuh di puasakan dalam kurun
waktu tertentu, ia mampu dipuasakan tanpa mengalami kerusakan, justru dengan
dipuasakannya tubuh/jasmani manusia ia menjadi lebih sehat serta aktifitas
sehari hari tidak mengakibatkan produktifitas menjadi lebih rendah.
Lalu bagaimana jika ada yang mengatakan bahwa
berpuasa terlalu lama menyebabkan gangguan kesehatan atau menurunnya kualitas
kerja bahkan mengganggu pembangunan suatu negara? Kekhawatiran tentang puasa
yang mengakibatkan adanya pandangan negatif seperti diatas tentang puasa
dikarenakan orang tersebut tidak memahami apa yang sesungguhnya terjadi pada
saat orang melaksanakan puasa di bulan Ramadhan. Hal ini dimungkinkan jika yang
dilihat sisi tidak diberikan makan, minum dan berhubungan badan, dalam kurun
waktu tertentu kepada tubuh/jasmani, kekhawatiran itu bisa terjadi. Namun, bagi
orang yang beriman yang memahami bahwa yang dipuasakan hanyalah tubuh/jasmani
semata sedangkan ruhani bukanlah obyek yang dipuasakan maka fokus dari orang
yang berpuasa hanyalah tertuju kepada ruhani semata. Sehingga segala ibadah
yang dilakukan baik wajib ataupun ibadah sunnah hanya untuk kepentingan ruhani
semata.
Adanya kondisi dan keadaan yang meningkat
pada ruhani, maka kekuatan yang berasal dari ruhani menjadi kekuatan bagi
jasmani saat dipuasakan sehingga puasa begitu mudah dilaksanakan. Apalagi di
bulan Ramadhan ada ketentuan khusus bagi kepentingan ruhani, yaitu setiap
ibadah sunnah statusnya ditingkatkan oleh Allah SWT menjadi ibadah wajib,
sedangkan ibadah wajib dilipatgandakan, yang kesemuanya pasti memberikan dampak
yang luar biasa bagi kualitas ruhani dengan keimanannya. Apabila ini yang
terjadi pada pribadi pribadi orang yang berpuasa, maka tidak ada alasan menjadikan
puasa sebagai penghalang dan penghambat untuk berprestasi bagi diri, keluarga,
masyarakat, bangsa dan negara. Justru dengan adanya kekuatan yang berasal dari
meningkatnya kefitrahan ruhani di saat berpuasa seharusnya dibuktikan dengan
bermanfaat bagi kepentingan khalayak ramai.
Sekarang bagaimana dengan tubuh/jasmani yang
tidak dipuasakan akibat dari kurangnya keimanan dalam diri manusia? Kemampuan
tubuh untuk menyesuaikan diri dengan puasa merupakan suatu bentuk kecanggihan
tubuh yang berasal dari Allah SWT. Dimana kecanggihan tubuh ini baru akan bisa
terlihat dan terasa jika tubuh/jasmani ini tunduk patuh kepada ruhani yang
beriman, atau ruhani dengan keimanan yang ada di dalamnya mampu mengendalikan
tubuh/jasmani untuk berpuasa. Untuk itu yang harus dipuasakan baik di bulan
Ramadhan ataupun di luar bulan Ramadhan hanyalah tubuh/jasmani semata.
Sedangkan ruhani dengan keimanan yang ada di dalamnya harus bisa dipertahankan
atau bahkan ditingkatkan dengan tidak mempuasakannya melalui pelaksanaan ibadah
wajib ataupun ibadah sunnah yang meningkat dibandingkan dengan bulan bulan di
luar bulan Ramadhan. Hal ini dikarenakan dengan berkualitasnya keimanan dalam
ruhani maka keimanan inilah yang akan menjadi kekuatan bagi tubuh/jasmani
melaksanakan puasa.
Puasa Ramadhan adalah manifestasi ketaatan.
Puasa membawa kepada kesediaan untuk bersyukur, yang merupakan inti dari
ibadah. Puasa juga untuk memperkuat sisi ruhani untuk melawan kecenderungan
jasmani. Jika kita umpamakan tubuh kita sebagai sebuah kapal sedangkan akal,
hati dan nafsu jasmaniah adalah tangan tangan yang ingin mengendalikan kapal.
Puasa adalah suatu yang dapat mengurangi kekuatan jasmani dan menguatkan akal,
serta hati untuk mengendalikan kapal.Rasa lapar dalam puasa akan mampu
menghentikan manusia secara jasmani dari pengingkarannya akan Tuhan, dan
menyadarkannya atas kelemahannya, serta menyadarkannya bahwa ia hanyalah hamba
Tuhan. Kesadaran diri, atau rasa ke Akuan adalah bagian dari amanah/trust yang
diberikan kepada manusia sebagai khalifahNya di muka bumi.
3.
Adanya Pertolongan
Allah SWT.
Melaksanakan puasa di bulan Ramadhan
merupakan bentuk taatnya manusia atas perintah yang telah diperintahkan oleh
Allah SWT. Allah SWT sebagai pemberi perintah berpuasa di bulan Ramadhan tentu
tidak akan lepas tangan atas perintahNya. Allah SWT selaku pemberi perintah
tentu memiliki maksud dan tujuan kenapa perintah ini harus dilaksanakan. Allah
SWT selaku pemberi perintah pasti memiliki parameter di dalam menilai
keberhasilan perintah ini dilaksanakan. Apalagi perintah puasa memiliki
karakteristik khusus sebagaimana hadits di bawah ini.
Ibn Mas’ud ra, berkata; Nabi SAW bersabda: Allah ta’ala
berfirman: Semua amal ibadah anak Adam untuk dirinya sendiri, kecuali puasa,
maka itu untukKu,dan Aku sendiri yang akan membalasnya. Dan bagi orang yang
puasa dua kali kesenangan gembira ketika berbuka puasa dan gembira ketika
menghadap kepada Tuhannya. Dan sesungguhnya bau mulut orang berpuasa disisi
Allah lebih dari harum dari misik (kesturi). (Hadits Qudsi Riwayat Ath
Thabrani, Ibn Annajjar dan Ibnu Asakir dari Abdullah bin Al Harits bin Naufal;
272:123)
Jika ini adalah kondisinya berarti Allah SWT pasti
akan memberikan pertolongan kepada setiap manusia yang mau melaksanakan
perintahNya. Adanya pertolongan dari Allah membuat puasa menjadi mudah dan menyenangkan
walaupun harus berpuasa selama kurang lebih 20 jam (terutama di belahan bumi
yang saat berpuasa masuk dalam musim panas).
4.
Adanya Semangat
Kemasyarakatan Untuk Merekatkan Kesenjangan.
Adanya semangat kemasyarakatan untuk
melaksanakan puasa di bulan Ramadhan secara langsung dan bersamaan akan
memberikan dampak positif bagi yang diperintahkan untuk berpuasa yaitu menjadi
motor penggerak atau tenaga pendorong bagi yang melaksanakan puasa sehingga
puasa yang dilaksanakannya bukanlah sesuatu yang memberatkan atau menjadi beban
saat melaksanakannya. Dilain sisi, saat
diri kita tidak mau melaksanakan puasa di bulan Ramadhan, maka pada saat
bersamaan kita akan merasa terasingkan dengan sendirinya dari kebanyakan orang.
Dikarenakan posisi diri kita menjadi minoritas ditengah mayoritas yang melaksanakan
puasa. Dan jika tidak merasa risih karena tidak berpuasa di bulan Ramadhan
berarti ada komponen yang ada di dalam diri kita bermasalah, dalam hal ini
adalah keimanan, pendengaran, penglihatan dan perasaan.
Seorang koresponden BBC di Darfur, sebuah
kota di Sudan yang sering kali dalam kondisi yang sangat menyedihkan karena
dilanda perang saudara dan kelaparan yang berkepanjangan, melaporkan: “Diantara
bau busuk dan lalat lalat, anak anak tergeletak. Pandangan mereka kosong
menerawang. Kulit mereka mengkerut, mengendor akibat kelaparan yang parah,
sementara sang ibu duduk disampingnya tak berdaya. Mereka menghadapi kelaparan
yang dengan kejam membunuhnya berlahan lahan.
Kelaparan bisa dan sebenarnya telah
diramalkan secara tepat, karena ia tidak terjadi begitu saja. Namun melalui
proses berbulan bulan dan bertahun tahun, dari mulai sekedar kekurangan makanan
sampai dengan keadaan darurat. Kelaparan terus berlangsung padahal kita terus
memproduksi makanan yang sebenarnya cukup untuk orang di planet ini. Tapi
kenapa? Jawaban atas pertanyaan ini sangat mudah, di dunia yang makmur ini tidak
dapat menghayati makna di balik rasa lapar. Seseorang yang kelebihan berat
badan jangan diharapkan mampu menghayati apa itu kekurangan air minum. Mereka
tidak bisa menghayatinya karena kebanyakan orang yang hidup dalam kemakmuran
tidak pernah mengalami kelaparan.
Badai yang sewaktu waktu menimpa suatu
negara, memang meninggalkan orang orang yang luka luka dan kekurangan makanan,
dan itu mungkin bisa memberikan pengalaman tentang apa itu kelaparan. Namun
karena bantuan dengan cepat datang dan diberikan kepada para korban, maka
kekurangan makan itu hanyaa sangat sementara, dan oleh karenanya sama sekali
tidak seimbang jika dibandingkan dengan kelaparan yang berkepanjangan yang
diderita oleh banyak penduduk di Afrika terutama di Sudan atau Somalia. Orang
yang berpuasa secara rutin akan lebih mampu menghayati dan memahami hal hal
tersebut. Inilah salah satu hikmah yang tidak ternilai dari diwajibkannya puasa
oleh Allah SWT. Allah menghendaki umat manusia memiliki simpati yang
lebih besar terhadap penderitaan yang diderita oleh orang lain sehingga puasa
bukanlah untuk merasakan laparnya orang miskin yang kelaparan.
5.
Adanya Kebersamaan
Sosial Maupun Kultural.
Akhir akhir ini, buka puasa Ramadhan
memperoleh fungsinya yang lain, yaitu sebagai sarana untuk meningkatkan
hubungan lintas agama dan dialog lintas budaya. Umat Islam yang hidup di
lingkungan masyarakat non Muslim banyak yang telah mengamalkan ajaran
Rasulullah untuk memberikan pelayanan kepada tetangganya dan berbagi makanan
dengan mereka. Melalui cara ini, berbuka puasa dalam bulan Ramadhan akan
membawa umat manusia di setiap kehidupan untuk tidak hanya sekedar menikmati
makan, namun juga persahabatan yang baru dan berharap akan diperolehnya dunia
baru yang lebih damai. Berpuasa di bulan Ramadhan dapat juga dikatakan sebagai
sebuah gerakan kebersamaan di dalam satu tujuan, yang dimulai dari adanya
keimanan untuk meraih ketaqwaan secara bersama sama sehingga terjadilah apa
yang dinamakan dengan energi kebersamaan. Adanya energi kebersamaan yang sangat
besar selama satu bulan akan memberikan kekuatan yang luar biasa bagi diri,
keluarga masyarakat, bangsa dan negara.
Sebagai tambahan tentang bulan Ramadhan, berikut ini
akan kami kemukakan beberapa hal tentang bulan Ramadhan itu, yaitu: .
1.
Bulan Ramadhan sering dikatakan sebagai tamu yang
agung. Jika bulan Ramadhan dikatakan sebagai tamu yang agung berarti yang
menjadi tuan rumah dari tamu agung itu adalah orang orang yang beriman yang
mampu melaksanakan ibadah puasa di bulan Ramadhan. Sebagai orang yang telah
diperintahkan untuk melaksanakan ibadah puasa di bulan Ramadhan ketahuilah
bahwa kemuliaan tamu yang datang mengunjungi kita sangat tergantung dengan
kemuliaan tuan rumah. Sekarang sudahkah kita mampu menjadi tuan rumah yang baik
dan benar saat bulan Ramadhan yang mulia datang kepada diri kita? Jangan sampai
bulan Ramadhan yang tidak lain adalah tamu agung yang mulia tercoreng
kemuliaannya oleh rendahnya pemahaman, keimanan dari diri kita sehingga tamu
yang mulia tidak mampu menjadikan diri kita mulia pula laksana tamunya.
2.
Bulan Ramadhan adalah bulan untuk melatih dan
mendidik diri kita menjadi tuan rumah bagi tamunya yang mulia sehingga hanya
tuan rumah yang mulia pulalah yang mampu memuliakan tamunya. Ingat, saat diri
kita melaksanakan ibadah haji dan umroh berarti kita hanya merubah posisi diri
kita dari menjadi tuan rumah bagi bulan Ramadhan menjadi tamu yang datang ke
Baitullah karena tuan rumahnya adalah Allah SWT. Jika kita sudah dilatih oleh
Allah SWT berkali kali menjadi tuan rumah bagi bulan Ramadhan yang hadir setiap
tahunnya maka akan memudahkan diri kita saat menjadi tamu yang mulia di
Baitullah saat melaksanakan ibadah haji dan umroh. Yang pada akhirnya kita mampu
menjadi tamu tamu yang dibanggakan oleh Tuan Rumah saat melaksanakan ibadah
haji dan umroh.
3.
Bulan Ramadhan juga sering disebut sebagai bulan
pendidikan terutama pendidikan tentang kejujuran. Adalah sesuatu yang biasa
biasa saja jika kita tidak boleh melakukan perbuatan yang diharamkan. Namun
akan menjadi yang sangat istimewa jika kita dilarang untuk melakukan sesuatu
yang halal dalam kurun waktu tertentu. Disinilah letak pendidikan yang istimewa
tersebut. Bayangkan kita dilarang untuk berbuat sesuatu padahal hal itu adalah
halal seperti makan dan minum serta menyalurkan syahwat. Hal ini hanya bisa
dilaksanakan dengan baik dan benar oleh orang yang beriman sehingga tidak salah
jika yang diperintahkan untuk berpuasa adalah orang yang beriman.
4.
Ingat bulan Ramadhan maka kita harus ingat iklan
“You C1000” yang berbunyi “healthy inside fresh out side” yang bermakna puasa
Ramadhan harus menjadikan jasmani kita sehat (fresh out side) serta memperoleh ruh/ruhani
kita kembali fitrah (healthy inside) melalui jasmani yang dipuasakan sedangkan
ruh/ruhani tidak boleh dipuasakan sedetikpun. Sekali lagi, yang berpuasa
hanyalah jasmani sedangkan ruh/ruhani harus diberi makan sebanyak banyaknya
melalui ibadah sunnah yang dinilai menjadi ibadah wajib dan ibadah wajib dilipatgandakan.
Sebagai penutup, ibadah puasa sebagai pilar
(rukun) ketiga yang harus dijalankan oleh setiap manusia, termasuk diri kita
yang telah menyatakan beriman kepada Allah, memiliki beberapa dimensi, seperti “dimensi
perilaku, dimensi keagamaan, dimensi sosial, dan dimensi spiritual”.
Dimensi pertama yang sangat nyata adalah dimensi perilaku. Puasa Ramadhan
berarti menunjukkan hasil dari pembelajaran di dalam mengendalikan diri. Karena
berkurangnya pemenuhan kebutuhan jasmani di siang hari ketika menjalankan
puasa, maka ruhani menjadi lebih dominan. Sehingga jiwa akan terbebaskan dari
belitan nafsu jasmaniah. Berpuasa memberikan waktu istirahat dari rutinitas
kegiatan yang kaku atau perilaku semau maunya. Ketika manusia berpuasa, tidak
hanya lambung, mulut, mata, telinga, maupun anggota badan lainnya, namun hati
dan pikiran juga harus dikendalikan dan didayagunakan sesuai dengan kehendak
Allah. Sebagaimana kita harus mengendalikan nafsu jasmaniah, kita juga harus
mengendalikan emosi dan tindak tanduk kita terutama menghentikan perilaku yang
negatif sehingga yang ada hanyalah perilaku yang positif dalam diri dan
hasilnya bisa dirasakan oleh orang banyak.
Dilihat dari aspek dimensi sosial, puasa
adalah cara kita memberikan pengalaman diri bagaimana rasanya lapar dan
memberikan rasa simpati kepada mereka yang kekurangan dan belajar untuk selalu
mensyukuri rahmat Allah yang begitu besar. Puasa meningkatkan rasa
simpati dan belas kasih kita kepada mereka yang serba kekurangan. Orang dengan
mudah mengetahui bahwa di berbagai penjuru dunia, banyak orang yang kelaparan
dan kekurangan, namun pengetahuan ini tidak cukup kuat untuk memberikan
pengaruh kepada perilaku keseharian kita. Kita menjalani puasa di bulan
Ramadhan, karena kita tidak lagi sekedar tahu bahwa di sana banyak orang
kelaparan namun kita juga merasakan rasa lapar yang mereka alami, maka
pengetahuan ini diinternalisasikan. Internalisasi ini membantu kita mengurangi
perilaku kemubadziran dan kita akan berupaya sedapat mungkin untuk membantu
mereka yang membutuhkan dan meningkatnya rasa syukur kepada Allah SWT atas apa
apa yang telah diberikanNya.
Dilihat dari dimensi spiritual, bulan
Ramadhan memberikan reorientasi kepada hati dari kehidupan duniawi menuju jalan
lurus menuju Tuhan. Selama bulan Ramadhan umat Islam memohon karunia Tuhan dan
ampunanNya. Kebersihan hati dan tingkah laku adalah sangat penting. Selama
bulan Ramadhan umat Islam merasakan kedamaian yang tercipta dari ketaatan
spiritual serta dari amal kebajikan yang diberikan kepada sesama muslim. Ramadhan
mengajak kita untuk melakukan dzikir, memikirkan kembali makna kehidupan dan
makna diri dalam kehidupan ini. Ia adalah bulan pertaubatan, rahmat dan
ampunan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar