Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Jumat, 25 Februari 2022

APA ITU KEBURUKAN

 

Allah SWT melalui surat Al Mu’min (40) ayat 31 berikut ini mengemukakan: “(yakni) seperti Keadaan kaum Nuh, 'Aad, Tsamud dan orang-orang yang datang sesudah mereka. dan Allah tidak menghendaki berbuat kezaliman terhadap hamba-hamba-Nya.” Ayat ini menyatakan bahwa Allah SWT tidak menghendaki berbuat kedzaliman terhadap hamba hambaNya. Adanya pernyataan Allah SWT seperti ini menunjukkan bahwa Allah SWT berkehendak kepada diri kita agar selalu berbuat kebaikan dari waktu ke waktu. Untuk itu jangan sampai pernyataan Allah SWT menjadi tidak berlaku lagi karena ulah diri kita yang berbuat keburukan saat hidup di dunia. Jadi jangan salahkan siapapun juga jika Allah SWT akhirnya memberikan azab/siksa kepada diri kita yang telah keluar dari kehendak Allah SWT sebagaimana yang terjadi kamu Nuh, “Aad, dan Tsamud.

 Keburukan adalah lawan daripada Kebaikan. Keburukan adalah pembanding dari adanya Kebaikan sehingga terlihatlah perbedaan diantara keduanya. Kebaikan membawa ke jalan yang dikehendaki Allah SWT sedangkan Keburukan membawa ke jalan yang dikehendaki oleh syaitan. Kebaikan akan membawa ke syurga sedangkan keburukan akan membawa ke neraka. Untuk itu jangan pernah berniat untuk berbuat keburukan kapanpun juga. Jangan pernah berfikir tidak mengapa melakukan keburukan pada saat berusia muda karena masih ada kesempatan untuk taubat saat usia tua. Jangan pernah pula berbuat keburukan (korupsi, kolusi, nepotisme) untuk menjadi kaya sehingga setelah kaya kita bisa menebus keburukan dengan banyak bersedekah. Buang jauh jauh konsep ini, karena kita tidak tahu sampai kapan kita hidup di muka bumi ini.

 Selanjutnya agar diri kita tidak salah jalan, agar diri kita selalu berada di dalam kehendak Allah SWT.Berikut ini akan kami kemukakan beberapa hal yang termasuk atau yang dikategorikan dengan keburukan itu, yaitu : 

A.     MEMPERTURUTKAN AHWA (HAWA NAFSU). 

Salah satu bentuk dari keburukan, lawan dari kebaikan, adalah memperturutkan ahwa (hawa nafsu) yang berarti diri kita sesuai dengan kehendak syaitan. Hal ini dikarenakan saat terjadi tarik menarik antara nilai nilai keburukan yang berasal dari jasmani mampu mengalahkan nilai nilai kebaikan yang berasal dari ruhani sehingga jiwa kita termasuk dalam kategori jiwa fujur. Padahal kondisi dasar setiap Abd’ (hamba) yang sekaligus khalifah di muka bumi adalah makhluk terhormat yang berperilaku sesuai dengan kehendak Allah SWT. Dan jika sampai diri kita memperturutkan ahwa (hawa nafsu) dalam hal ini memperturutkan sifat sifat alamiah jasmani yang mencerminkan nilai nilai keburukan demi mengejar keinginan tertentu melalui cara-cara yang tidak terhormat, seperti mementingkan diri sendiri, malas, pelit, tergesa gesa, membuat syariat-syariat baru atau membuat ketentuan untuk kepentingan sesaat, berarti diri kita memang sudah tidak layak lagi menyandang status terhormat. Dan jika ini sudah terjadi atau kita sudah melakukannya berarti kita tidak akan pernah sampai ke tempat yang terhormat dengan cara yang terhormat, untuk bertemu dengan yang Maha Terhormat dalam suasana yang saling hormat menghormati, karena kita pulang kampungnya ke neraka jahannam. 

Lalu adakah resiko dari manusia jika memperturutkan hawa nafsunya atau menjadikan dirinya jiwa fujur? Untuk itu mari kita perhatikan apa yang dikemukakan oleh “Muhammad Mahdi al Ashifi” dalam bukunya “Mencerdaskan Hawa Nafsu” yang telah mengemukakan tentang pengaruh buruk (destruktif) hawa nafsu bagi manusia, sebagaimana berikut ini: 

1.    Hawa nafsu menutup pintu pintu hati dari petunjuk Allah SWT sebagaimana termaktub dalam surat Al Jatsiyah (45) ayat 23 berikut ini: “Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya sesat dengan sepengetahuanNya, dan Allah telah mengunci pendengaran dan hatinya serta meletakkan tutup atas penglihatannya? Maka siapakah yang mampu memberinya petunjuk setelah Allah (membiarkannya sesat)? Mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?”.Demikianlah, mengikuti hawa nafsu akan menyebabkan tertutupnya jendela jendela hati untuk menerima kehadiran Allah, RasulNya, tanda tanda kebesaranNya, hujjah hujjahNya dan bayyinah bayyinahNya. Untuk itu berhati hatilah dengan hawa nafsu karena hawa nafsu adalah sekutu kebutaan. Jauhilah hawa nafsu karena akan mangajak diri kita kepada kebutaan, baik di dunia maupun di akhirat kelak. 

2.    Hawa nafsu dapat menyesatkan manusia dan menghalangi manusia dari jalan Allah SWT, sebagaimana termaktub dalam surat Maryam (19) ayat 59 berikut ini: “Kemudian datanglah setelah mereka, pengganti pengganti yang mengabaikan shalat dan mengikui keinginannya (memperturutkan hawa nafsunya) maka kelak mereka akan tersesat.” Dan juga berdasarkan surat Shad (38) ayat 26 berikut ini: Janganlah engkau mengikuti hawa nafsu, karena akan menyesatkan engkau dari jalan Allah. Sungguh, orang orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.” 

Selain dua buah ketentuan yang telah kami kemukakan di atas, ahwa (hawa nafsu) juga dapat diartikan: (1) sebagai penyakit; (2) sebagai awal nestapa manusia; (3) sebagai kendaraan fitnah; (4) sebagai kehancuran dan kebinasaan; (5) sebagai pangkal kemusnahan; (6) sebagai musuh manusia; dan (7) hawa nafsu juga akan mendisfungsikan akal. Beginilah jadinya bila ahwa (hawa nafsu) telah berkuasa dengan sewenang wenang. Ia akan menjadi kendaraan yang melumpuhkan segala daya kemanusian manusia. Sudahkah kita memahaminya! Lalu mampukah kita membayangkan akhir perjalanan orang yang memperturutkan hawa nafsunya kelak? 

Sebagai Abd’ (hamba) yang sekaligus khalifah di muka bumi ketahuilah bahwa sifat-sifat alamiah jasmani (insan) yang berasal dari alam, termasuk di dalamnya perbuatan dari sifat-sifat alamiah jasmani (ahwa/hawa nafsu) kesemuanya adalah sunnatullah atau sudah menjadi ketetapan Allah SWT yang wajib berlaku bagi jasmani setiap manusia. Sehingga setiap orang yang ada di muka bumi ini, tanpa terkecuali, siapapun orangnya, apapun kedudukannya, apapun jabatannya, baik laki-laki ataupun perempuan, termasuk Nabi Muhammad SAW, juga  memiliki sifat-sifat alamiah jasmani yang berasal dari alam, juga memiliki ahwa (hawa nafsu) dan juga memiliki kemampuan sifat insan dan ahwa (hawa nafsu) seperti manusia-manusia lainnya yang ada di muka bumi._nkan laki-laki ataupun perempukan,  Apa dasarnya? Jawabannya ada pada surat Al Kahfi (18) ayat 110 yang kami kemukakan di berikut ini: “Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa". Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya". 

Perbuatan sifat jasmani (ahwa/hawa nafsu) yang mencerminkan nilai nilai keburukan  bukanlah sesuatu yang menakutkan, akan tetapi sunnatullah yang harus kita terima. Hal ini dikarenakan melalui ahwa (hawa nafsu) yang didukung syaitan kita dapat menikmati apa yang dinamakan syurga dan neraka atau yang dapat menghantarkan diri kita menjadi pemenang ataupun pecundang. Dan sebagai Abd’ (hamba) yang sekaligus khalifah di muka bumi, kita tidak boleh apriori dengan adanya sifat alamiah jasmani yang paling disukai oleh syaitan. Hal ini dikarenakan jika keduanya tidak ada (maksudnya ahwa (hawa nafsu) dan syaitan tidak ada) maka hambarlah hidup yang kita laksanakan sehingga monotonlah kehidupan yang ada di muka bumi ini, atau kita tidak akan dapat merasakan apa yang dinamakan dengan kemenangan jika tidak ada musuh dalam suatu permainan. 

Sekarang mari kita pelajari sifat sifat jasmani manusia, yang di dalamnya terdapat apa yang dinamakan dengan sifat (insan), perbuatan (ahwa) dan juga kemampuan (basyar) yang kesemuanya mencerminkan nilai nilai keburukan yang sesuai dengan kehendak syaitan, sebagaimana dikemukakan oleh “Bachtiar Ma’ani” dalam bukunya “Let’s Know At Tauhid: Kisi Kisi Pembelajaran Ilmu Tauhid” sebagaimana berikut ini:   

1.    Diciptakan Dengan Keadaan Lemah (Terbatas). Sekarang adakah sifat lemah (dhaif) di dalam diri manusia? Sifat lemah ada di dalam diri manusia sebagaimana dikemukakan oleh Allah SWT dalam firmanNya berikut ini: “Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah.” (surat An Nisaa’ (4) ayat 28). Selain ayat di atas, adanya sifat lemah juga dikemukakan oleh Allah SWT dalam surat Ar Ruum (30) ayat 54 sebagaimana kami kemukakan berikut ini:Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari Keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah Keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah yang Maha mengetahui lagi Maha Kuasa.” Adanya sifat lemah dalam diri yang berasal dari sifat jasmani menunjukkan bahwa jasmani memiliki keterbatasan sehingga kemampuan jasmani manusia ada batasnya, tidak mampu selamanya kuat sehingga jasmani memiliki penurunan fungsi setelah mencapai titik optimalnya. 

Jika sekarang jasmani memiliki sifat lemah (dhaif) berarti perbuatan jasmani (ahwa/hawa nafsu yang ada pada diri kita setiap manusia) adalah melemahkan diri kita. Sedangkan kekuatan dan kemampuan untuk melemahkan sangat tergantung dengan kemampuan sifat lemah tersebut di dalam mempengaruhi manusia.Dan jika sifat lemah mampu mempengaruhi atau mampu mengalahkan sifat ruh/ruhani maka manusia (diri kita) dibuat malas untuk beraktifitas, hanya berorientasi jangka pendek, rendah motivasi, selalu bersikap pesimis dan lain sebagainya yang akhirnya manusia berada di dalam koridor nilai-nilai keburukan atau  berada di dalam suatu keadaan yang paling dikehendaki oleh syaitan. Hal ini sangat bertentangan kehendak Allah SWT kepada diri kita yang selalu memerintahkan diri kita untuk selalu aktif berbuat kebaikan dimanapun dan kapanpun, yang beriorientasi jangka panjang (maksudnya tidak hanya untuk duniawi semata), selalu memiliki motivasi untuk maju dengan selalu bersikap optimis. Dan jika sampai diri kita mampu dipengaruhi oleh ahwa (hawa nafsu) berarti kita sendirilah yang memberikan kesempatan bagi syaitan untuk melaksanakan aksinya k epada diri kita. 

2.    Keluh Kesah dan Kikir (Bakhil). Adakah sifat keluh kesah dan kikir lagi bakhil dalam diri manusia? Jawabannya dikemukakan oleh Allah SWT dalam surat Al Ma’aarij (70) ayat 19-20-21 berikut ini: Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ditimpa kesusuahan ia berkeluh kesah. Dan apabila dapat kebaikan ia amat kikir.”). Dan jika manusia memiliki sifat berkeluh kesah dan selalu kikir lagi bakhil berarti perbuatan jasmani (ahwa/hawa nafsu yang ada pada diri kita) adalah selalu merasa dirinya kekurangan sehingga memilitkan diri sendiri melalui enggan untuk berbagi kepada orang yang membutuhkan. Pada akhirnya orang seperti ini hanya mementingkan diri sendiri, keluarga dan kelompoknya saja tanpa pernah memperdulikan orang lain. 

Hal ini terlihat jika manusia ditimpa kesusahan ia selalu berkeluh kesah dan jika ia mendapat kebaikan selalu merasa kurang dan akan kikir untuk berbagi kepada sesama. Jika di dalam diri kita sudah ada sifat demikian, bagaimanakah kita harus bersikap sedangkan di lain sisi kita harus berbagi kepada fakir miskin atau wajib menunaikan hak Allah SWT melalui zakat, infaq, shadaqah. Kedua keadaan tersebut di atas akan terus terjadi selama ruhani dan jasmani masih bersatu sehingga tarik menarik keduanya pasti akan terjadi. Jika Nilai-Nilai Ilahiah yang berasal dari ruhani dapat mengalahkan sifat-sifat jasmani yang berasal dari alam maka kita akan menjadi dermawan dan jika sebaliknya yang terjadi maka kikir dan bakhil serta mementingkan diri sendiri yang terjadi. Selanjutnya apa yang akan terjadi jika sifat keluh kesah dan kikir sampai mempengaruhi diri kita atau jika ahwa (hawa nafsu) mempengaruhi diri kita melalui sifat keluh kesah dan kikir? Jika sifat ini mempengaruhi diri kita maka kita selalu merasa kekurangan sehingga tidak bisa menerima sesuatu secara ikhlas, selalu iri melihat orang lain sukses dan juga selalu mementingkan diri sendiri, susah untuk diajak berbagi untuk kepentingan bersama, demikian seterusnya yang kesemuanya berkesesuaian dengan kehendak setan. Kondisi ini sangat bertentangan dengan perintah Allah SWT kepada diri kita, seperti kita diharuskan ikhlas menerima sesuatu, mau berbagi, tidak mendahulukan kepentingan pribadi serta selalu bersyukur. Sekarang yang manakah perbuatan kita? 

3.    Loba, Tamak Akan Harta. Adakah sifat loba, tamak akan harta dalam diri manusia? Jawabannya ada pada surat Al Fajr (89) ayat 17-18-19-20 yang kami kemukakan berikut ini: Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya kamu tidak memuliakan anak yatim. Dan kamu tidak saling mengajak memberi makan orang miskin. Dan kamu memakan harta pusaka dengan cara mencampur baurkan (yang halal dan yang bathil) dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan.” Dan jika manusia memiliki sifat loba, tamak atau rakus akan harta benda berarti perbuatan jasmani (ahwa (hawa nafsu) yang ada pada diri kita) adalah selalu merasa dirinya kekurangan sehingga semua ingin dimilikinya yang pada akhirnya ia berbuat tanpa memikirkan dari mana harta ataupun benda itu berasal, apakah halal ataupun haram semuanya dianggap sama rata. 

Pernahkah anda merasakan sifat ini di dalam diri kita atau adakah sifat ini di dalam diri kita? Jika saat ini kita merasa memiliki sifat loba, tamak apakah akan kita pertahankan atau jika kita merasa tidak memiliki sifat loba, tamak apakah kita akan tetap mempertahankan nya? Ingat, tangan di atas selalu lebih baik dari tangan di bawah. Lalu, apa yang terjadi jika sifat loba, tamak, rakus akan harta sampai mempengaruhi diri manusia atau seperti apakah kondisi ahwa (hawa nafsu) di dalam mempengaruhi diri kita melalui sifat loba, tamak?  Jika sampai perbuatan loba, tamak akan harta menjadi perbuatan kita maka ahwa (hawa nafsu) dari itu semua membuat diri kita melakukan segala cara untuk mendapatkan sesuatu, halal dan haram bukanlah ukuran, melanggar ampo bukanlah masalah, yang penting apa yang diinginkan dapat tercapai. Selanjutnya kondisi inilah yang paling dikehendaki oleh setan sang laknatullah dan yang paling tidak disukai/dibenci oleh Allah SWT.   

4.    Selalu Berburuk Sangka Dengan Allah SWT. Adakah sifat buruk sangka dalam diri manusia? Jawabannya ada pada surat Al Fajr (89) ayat 15-16 berikut ini: Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu memuliakanNya dan diberiNya kesenangan, maka dia berkata: “Tuhanku telah memuliakanku”. Adapun bila TuhanNya mengujinya lalu membatasi rezkinya maka dia berkata: “Tuhanku menghinakanku”.  Jika manusia selalu berburuk sangka ini adalah sifat jasmani berarti perbuatan dari sifat jasmani ini adalah memandang sesuatu hal dari sisi keburukan semata tanpa pernah mampu melihat dari sisi kebaikan atau isi positif sesuatu hal. Sehingga menjadikan seseorang menjadi orang yang pesimis. Dan saking pesimisnya ia berani untuk berburuk sangka kepada Allah SWT. 

Sekarang pejamkan mata dan renungkan adakah sifat ini di dalam diri kita? Jika sifat itu ada di dalam diri kita, baikkah jika sifat ini kita pelihara dan kita lestarikan? Sekarang apa yang terjadi jika sifat buruk sangka sampai mempengaruhi perbuatan manusia melalui ahwa? Jika sifat buruk sangka menyerang diri kita maka diri kita akan selalu berprasangka buruk kepada siapapun, merasa diri kita benar sehingga orang lain selalu salah, merasa orang lain ingin mencelakakan diri kita padahal orang tersebut ingin menolong diri kita. Dan jika sifat ini terus mengendap di dalam diri maka ketenangan bathin di dalam diri sirna dikarenakan prasangka-prasangka buruk selalu menghantui diri, padahal apa yang kita sangkakan belum tentu benar adanya. 

5.    Selalu Bermaksiat Terus Menerus. Adakah sifat selalu bermaksiat terus menerus ada dalam diri manusia?  Jawabannya ada pada surat Al Qiyamah (75) ayat 5 berikut ini: Bahkan manusia itu hendak membuat maksiat terus menerus.” Jika ini adalah sifat dari manusia maka perbuatan dari sifat jasmani (ahwa) ini adalah tidak pernah mau bersyukur atas apa apa yang telah diberikan oleh Allah SWT kepada diri kita yang ada hanyalah kurang dan kurang. Selain tidak mau bersyukur, juga tidak mau mengalah atau selalu mau menang sendiri seperti halnya huku alam yang lemah selalu dikalahkan oleh yang kuat. Dan selama di alam itu ada maka hokum alam akan tetap berlaku dan terus berlaku. Adanya hukum alam maka sifat alam juga akan ada di dalam jasmani manusia. Jika manusia melakukan tindakan berbuat zhalim kepada kejam atau selalu menganiaya yang lemah atau selalu berbuat maksiat dengan tidak mau bersyukur maka hukum alam yang telah berlaku dan juga  merupakan sunnatullah telah menjadi perbuatan diri kita. 

Selanjutnya jika hal ini terjadi di dalam diri kita, bagaimana kita harus menyikapinya? Jika kita ingin selalu berada di dalam kehendak Allah SWT maka tidak ada jalan lain kecuali kita menolak atau meniadakan atau tidak menjadikan hukum alam tersebut berlaku bagi diri kita.Sekarang apa jadinya jika sampai sifat jasmani yang selalu bermaksiat terus menerus sampai mempengaruhi diri manusia? Jika ini yang terjadi maka kenyamanan, ketentraman, kerukunan hidup di dalam masyarakat hilang, yang ada perasaan untuk mengintimidasi orang lain, tingginya rasa permusuhan di antara sesama, serta hilangnya kepercayaan di tengah masyarakat. Adanya kondisi ini memudahkan setan memecah belah umat dan serta memudahkan setan menghancurkan persatuan dan kesatuan bangsa. 

6.    Selalu Minta Perlindungan Kepada Makhluk. Adakah sifat meminta perlindungan kepada makhluk dalam diri manusia? Jawabannya dikemukakan oleh Allah SWT dalam surat Al Jin (72) ayat 6 berikut ini: Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki diantara jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan.” Adanya sifat ini dalam diri manusia maka akan menimbulkan yang lemah akan selalu meminta perlindungan atau akan selalu minta untuk dilindungi oleh yang kuat sehingga terjadilah adu kuat di antara mereka. Sekarang adakah kondisi yang terjadi di alam juga terjadi di dalam diri manusia? Di dalam diri setiap manusia juga terjadi hal yang sama jika terjadi pertentangan ataupun di dalam keadaan tertentu yang mengakibatkan manusia terjepit. Untuk itu manusia biasanya akan selalu meminta perlindungan kepada makhluk tertentu yang dianggap mampu untuk melindunginya. Di lain sisi Allah SWT sudah menyatakan dengan tegas bahwa Allah SWT akan menjadi penolong dan pelindung bagi hamba-Nya yang beriman. Sekarang jika kita mengalami hal tersebut di atas kemanakah kita mencari perlindungan? Semuanya terpulang kepada diri kita sendiri. 

Selanjutnya apa yang terjadi jika sifat jasmani yang selalu meminta perlindungan kepada makhluk sampai mempengaruhi diri kita melalui jalan ahwa (hawa nafsu)? Jika ini yang terjadi maka akan ada manusia-manusia yang merasa dirinya jagoan, akan ada apa yang dinamakan jawara-jawara yang dapat dimintakan tolong baik untuk kebaikan maupun untuk keburukan. Adanya kondisi ini maka akan timbul di dalam masyarakat apa yang dinamakan rasa kebencian terhadap kelompok masyarakat tertentu, rasa mementingkan kelompok tertentu tumbuh di dalam masyarakat, stigma buruk dan jelek kepada kelompok tertentu tumbuh subur, yang pada akhirnya akan menghancurkan sendi-sendi persatuan dan kesatuan bangsa.  

7.    Suka Membantah, Menantang dan Membangkang. Adakah sifat suka membantah, menantang dan membangkang ada dalam diri manusia? Jawabannya dikemukakan oleh Allah dalam surat Al Nahl (16) ayat 4 berikut ini: Dia telah menciptakan manusia dari mani, tiba-tiba ia menjadi pembantah yang nyata.” Dan juga berdasarkan ketentuan surat Al Kahfi (18) ayat 54 yang kami kemukakan berikut ini: Dan sesungguhnya Kami telah mengulang-ulangi bagi manusia dalam  Al Qur’an ini bermacam-macam perumpamaan. Dan manusia adalah makhluk yang paling banyak membantah.” Kenapa timbul sifat ini di dalam diri manusia, padahal sebelumnya manusia itu tidak mempunyai kemampuan apa-apa pada waktu dilahirkan? Timbulnya sifat pembantah, penentang dan pembangkang di dalam diri setiap orang disebabkan di dalam diri manusia juga terdapat hawa panas yang berasal dari api. Sifat api atau hawa panas biasanya selalu ingin menang sendiri dan tidak mau tunduk kepada siapapun. Dan hawa panas biasanya akan langsung keok atau tidak dapat berbuat apa-apa jika bertemu dengan air. Sekarang perhatikan orang  pembangkang dan pembantah, dia baru akan terdiam jika sudah tersudutkan atau setelah di “skak-mat” baru tidak dapat membantah lagi. Lalu, pernahkah kita merasakan hal tersebut di atas. Sekarang apa jadinya jika sifat jasmani yang suka membantah, membangkang dan juga suka menantang sampai mempengaruhi diri manusia? Jika ini yang terjadi maka akan di dalam diri dan juga masyarakat rasa untuk memberontak, rasa tidak puas serta merasa diri jagoan, merasa diri benar orang lain salah dan seterusnya yang pada akhirnya akan selalu berada di dalam kehendak syaitan, tetapi tidak sesuai dengan kehendak Allah SWT. 

8.    Suka Ingkar. Adanya sifat ingkar dalam diri manusia dikemukakan Allah SWT dalam  surat Az Zukhruf  (43) ayat 15 berikut ini: Dan mereka menjadikan sebahagian dari hamba-hambaNya sebagai bahagian dari padaNya. Sesungguhnya manusia itu benar-benar pengingkar yang nyata (terhadap) rahmat Allah).”  Sekarang pernahkah anda merasakan atau mengalami hal tersebut di atas? Setiap manusia pasti mengalami apa yang dinamakan dengan ingkar, merasa kufur atas nikmat yang telah diberikan Allah SWT. Hal ini terjadi karena kurangnya kesadaran diri akibat selalu mementingkan jasmani dibandingkan mementingkan ruhani (ruhani nomor sepatu, jasmani nomor satu). Sekarang apa jadinya jika sifat jasmani yang suka ingkar atau suka kufur nikmat sampai mempengaruhi diri manusia? Jika ini yang terjadi maka di dalam diri dan juga di dalam masyarakat, akan  timbul rasa tidak pernah puas dengan apa yang telah diperoleh, susah untuk bersyukur atau susah untuk mengakui kekalahan walaupun sudah menyatakan siap menang dan siap kalah. Hal ini sangat bertentangan dengan kehendak Allah SWT namun sesuai dengan kehendak setan. Sebagai khalifah di muka bumi yang baik, tentu kita tidak diperkenankan berbuat seperti apa yang kami kemukakan di atas, terkecuali diri kita merasa nyaman dengan kehendak setan. 

9.    Suka Zhalim dan Tidak Mensyukuri Nikmat. Adakah sifat suka dzalim dan tidak mensyukuri nikmat dalam diri manusia? Jawabannya ada pada surat Ibrahim (14) ayat 34 berikut ini: Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dari segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung ni’mat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (ni’mat Allah).” Timbul pertanyaan, dari manakah asalnya sifat ini? Untuk itu lihatlah dan perhatikanlah dunia hewan, seekor  hewan buas ditolong oleh manusia apakah hewan tersebut berterima kasih kepada manusia yang telah menolongnya? Hewan buas setelah ditolong bukannya berterima kasih malah menyerang balik manusia yang telah menolongnya. Dan jika sekarang di dalam diri manusia terjadi hal yang serupa, apakah ini berarti manusia mengambil contoh dari apa yang terjadi di alam? Jasmani yang berasal dari alam tentunya mempunyai nilai-nilai tertentu yang diturunkan dari alam (ingat, kita juga senang mengkonsumsi hewan). Timbul pertanyaan manusiakah yang mengambil contoh atas perilaku hewan ataukah hewan yang mengikuti perilaku manusia?

 

Lalu apa jadinya jika sifat jasmani yang suka berbuat zhalim dan tidak suka bersyukur sampai mempengaruhi diri manusia? Jika ini yang terjadi maka di dalam diri dan juga di dalam masyarakat maka akan terjadilah apa yang dinamakan yang kuat menindas yang lemah, yang berkuasa menindak yang membutuhkan sesuatu, aparatur yang seharusnya melayani justru ingin dilayani serta rendahnya tingkat kesadaran di dalam masyarakat untuk berbuat kebaikan. Jika sampai hal ini terjadi rusaklah tatanan hidup di masyarakat bangsa dan negara dan kondisi ini sangat dinantikan oleh setan namun sangat dibenci oleh Allah SWT. 

10.    Dalam Bahaya Ingat Allah SWT, Jika Selamat Lupa Untuk Bersyukur. Sifat manusia yang seperti ini dikemukakan oleh Allah SWT dalam surat Al israa’ (17) ayat 67 berikut ini: Dan apabila kamu ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilanglah siapa yang kamu seru kecuali Dia. Maka tatkala Dia menyelamatkan kamu ke daratan, kamu berpaling. Dan manusia adalah selalu tidak berterima kasih.” Sifat jasmani yang seperti ini tidak ubahnya dengan sifat hewan buas, setelah ditolong menyerang balik penolongnya. Sekarang bagaimana dengan manusia dalam kehidupan sehari-hari? Manusia juga sering lupa siapa yang menolongnya. Lalu apa jadinya jika sifat jasmani yang ingat kepada Allah SWT hanya pada saat ada perlunya saja sampai mempengaruhi diri manusia? Jika ini yang terjadi maka di dalam diri dan juga di dalam masyarakat maka akan terjadi budaya pamrih, hilang rasa ikhlas di dalam bekerja dan berbuat sesuatu, tumbuh subur budaya udang di balik batu, tingkat produktifitas rendah karena kurang ikhlas di dalam bekerja dan berkarya. Kondisi sangat disukai oleh setan sang laknatullah namun sangat dibenci oleh Allah SWT dan semoga kita tidak termasuk orang-orang yang melakukan itu semua. 

11.    Tergesa-gesa Tidak Sabaran dan Ingin Cepat. Adapun sifat lainnya yang ada di dalam diri manusia adalah suka tergesa-gesa, tidak sabaran dan selalu ingin cepat selesai. Keinginan ini biasanya akan tercermin pada saat kita diharuskan untuk mengantri atau berbaris satu persatu untuk mengambil sesuatu atau pada waktu terjadi kemacetan lalu lintas. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Allah SWT dalam firmanNya: dan manusia mendoa untuk kejahatan sebagaimana ia mendoa untuk kebaikan. Dan adalah manusia bersifat tergesa-gesa. (surat Al Isra’ (17) ayat 11).” Selanjutnya apa yang terjadi pada tubuh kita setelah kita melakukan hal tersebut diatas? Biasanya kita akan mengumpat, menggerutu dan seterusnya dan sebaliknya kita akan senang jika orang lain dibuat susah. 

Sekarang bagaimana jika ahwa (hawa nafsu) yang berasal dari sifat tergesa-gesa atau tidak sabaran atau ingin cepat mempengaruhi sifat ruh/ruhani atau mempengaruhi perbuatan manusia? Jika sifat jasmani yang seperti ini sampai mempengaruhi perbuatan manusia maka manusia tersebut tidak akan mau disuruh mengantri, selalu meminta perlakuan khusus jika harus mengantri, tidak mau diatur di dalam kepentingan bersama secara urutan, sehingga apa yang dilakukan harus ia dahulu yang dilayani, harus ia dahulu yang memperoleh sesuatu sedangkan secara urutan ia memperoleh belakangan. Jangan sampai diri kita melakukan hal seperti ini dan jika sampai kita laksanakan berarti diri telah dipengaruhi atau telah memperturutkan ahwa (hawa nafsu). 

12.    Tidak Mau Mensyukuri Nikmat Allah SWT. Adakah sifat tidak mau mensyukuri nikmat Allah SWT di dalam diri manusia? Jawabannya ada pada surat Al Hajj (22) ayat 66 berikut ini:“Dan dialah Allah yang telah menghidupkan kamu, kemudian mematikan kamu, sesungguhnya manusia itu, benar-benar sangat mengingkari ni’mat.”. Jika ini yang terjadi dalam kehidupan diri kita berarti sifat jasmani yang tidak mau bersyukur, atau yang tidak mau mensyukuri apa yang telah diberikan oleh Allah SWT sejalan dengan hukum pembagian dan juga hukum pengurangan yang mana kedua hukum ini adalah ketentuan yang sangat sulit dilaksanakan oleh manusia karena manusia sangat sulit untuk berbagi kepada sesama atau manusia paling tidak suka untuk mengurangi haknya kepada orang lain. Manusia lebih senang dan suka untuk selalu menambah dan mengalikan apa yang dimilikinya, dimana kondisi ini sangat bertentangan dengan hukum pembagian dan pengurangan. Sekarang yang manakah yang anda miliki dan yang anda laksanakan, apakah konsep pembagian dan pengurangan ataukah konsep perkalian dan penjumlahan! 

13.     Ditimpa Bahaya Berdoa, Senang Kafir. Adakah sifat ditimpa bahaya berdoa, senang menjadi kafir dalam diri manusia? Jawabannya telah dikemukakan oleh Allah SWT dalam firmanNya surat Asy Syuura (42) ayat 48 sebagaimana berikut ini: Jika mereka berpaling maka Kami tidak mengutus kamu sebagai pengawas bagi mereka. Kewajibanmu tidak lain hanyalah menyampaikan (risalah). Sesungguhnya apabila Kami merasakan kepada manusia sesuatu rahmat dari Kami dia bergembira ria karena rahmat itu. Dan jika mereka ditimpa kesusahan disebabkan perbuatan tangan mereka sendiri (niscaya mereka ingkar) karena sesungguhnya manusia itu amat ingkar (kepada ni’mat).”  Selain ayat di atas, Allah SWT juga mengemukakan dalam surat Yunus (10) ayat 12 yang kami kemukakan berikut ini: “Dan apabila manusia ditimpa bahaya dia berdo’a kepada kami dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri, tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu daripadanya, dia (kembali) melalui (jalannya yang sesat), seolah-olah dia tidak pernah berdo’a kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya. Begitulah orang-orang yang melampaui batas itu memandang baik apa yang selalu mereka kerjakan.”   

Berdasarkan ke dua ayat di atas, sifat manusia yang dipengaruhi oleh sifat alamiah jasmani adalah jika ditimpa bahaya, atau mengalami kekurangan, atau dalam posisi terjepit maka ia akan  akan selalu berdoa dan meminta pertolongan kepada Allah SWT. Namun setelah doanya dikabulkan oleh Allah SWT maka ia lupa, ia lalai, merasa apa yang telah diperolehnya bukan atas bantuan Allah SWT.  Selanjutnya jika perbuatan yang kita lakukan seperti di atas ini, berarti apa yang kita lakukan sama dengan hewan buas yang telah kita tolong. Sekarang hewankah yang meniru kita atau kita kah yang meniru tingkah laku hewan? 

14.    Selalu Dalam Kerugian. Adakah sifat manusia selalu dalam kerugian itu ada di dalam diri manusia? Jawabannya telah dikemukakan oleh Allah SWT dalam surat Al Ashr (103) ayat 1 dan 2 sebagaimana berikut ini:Demi masa. Sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian.”  Jika ini adalah sifat dari jasmani berarti perbuatan dari jasmani (ahwa/hawa nafsu) adalah menghabiskan dan menghambur hamburkan waktu dengan cara cara yang tidak berguna atau menganggap waktulah yang menunggunya. Manusia berpikir bahwa waktu adalah sesuatu yang dapat dikendalikannya atau bahkan dapat dibelinya sehingga pada saat waktu itu telah habis atau akan berakhir barulah manusia itu sadar dan berharap waktu akan kembali lagi. Di sinilah letaknya jika manusia dikatakan selalu berada di dalam kerugian. Kerugian yang terjadi akibat kelalaian di dalam memanfaatkan waktu atau tidak mampunya kita memanfaatkan saat bersatunya ruh/ruhani dengan jasmani sehingga fungsi dari kekhalifahan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT kepada diri kita tidak dapat terlaksana dengan baik dan benar.  

Berdasarkan apa-apa yang telah kami kemukakan tentang 14 (empat belas) sifat-sifat alamiah jasmani, yang di dalam AlQuran disebut dengan insan. Tidak ada satupun sifat-sifat alamiah jasmani (insan) yang sesuai dengan nilai-nilai kebaikan yang berasal dari nilai-nilai Ilahiah. Termasuk juga perbuatan dari sifat insan itu sendiri yang dinamakan dengan ahwa (hawa nafsu). Sifat-sifat alamiah jasmani yang kami kemukakan di atas dan perbuatannya (ahwanya) kesemuanya mencerminkan nilai-nilai keburukan yang sangat dikehendaki oleh syaitan sang laknatullah. Lalu perlukah kita meratapi dan mempertanyakan kembali sifat-sifat alamiah jasmani? Sifat sifat alamiah jasmani yang telah kami sebutkan diatas merupakan sunnatullah yang harus berlaku di muka bumi ini sama seperti sifat garam yaitu asin dan mengasinkan atau sifat gula yaitu manis dan memaniskan. Kita semua tidak dapat merubah sifat gula maupun sifat garam, yang dapat kita lakukan adalah meramu atau mencampur sifat gula dan sifat garam menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi hidup dan kehidupan. 

Saat ini sifat-sifat jasmani sudah ada di dalam diri setiap manusia, lalu dapatkah sifat-sifat itu dirubah atau ditiadakan? Sifat-sifat alamiah jasmani yang ada pada jasmani tidak dapat ditiadakan atau dihilangkan. Akan tetapi harus kita jadikan rambu-rambu (larangan-larangan) yang tidak boleh dilanggar jika kita ingin selamat dan sukses menjadi Abd’ (hamba) yang sekaligus khalifah di muka bumi sehingga mampu menghantarkan diri kita pulang kampung ke  syurga. Dan jika saat ini kita masih hidup tentu kondisi ini sedang kita alami, tinggal bagaimana kita menyikapi hal ini yang sunnatullah sudah berlaku di alam semesta ini. Perjalanan masih panjang. Jangan berhenti belajar. Jangan berhenti berjuang dan jangan pula berhenti berbuat yang sesuai dengan kehendak Allah SWT. 

Selanjutnya, setelah diri kita mengetahui tentang sifat sifat alamiah jasmani (insan) maka langkah berikutnya adalah kita harus mengetahui pula pola kerja dari sifat sifat jasmani, atau cara kerja ahwa (hawa nafsu) di dalam mempengaruhi diri manusia. Adanya pengetahuan tentang hal ini maka kita akan mengetahui cara mengatasi dan mengalahkan ahwa (hawa nafsu) secara bermartabat karena ahwa (hawa nafsu) tidak bisa dibunuh/dihabisi total, atau tidak bisa dibuang habis dalam diri. Ahwa (hawa nafsu) akan tetap ada dalam diri manusia sepanjang jasmani dengan ruhani belum dipisahkan melalui proses kematian yang dilakukan oleh malaikat sang pencabut nyawa. 

Dan ingatlah selalu bahwa perbuatan sifat jasmani (ahwa/hawa nafsu) yang mencerminkan nilai nilai keburukan  bukanlah sesuatu yang menakutkan, akan tetapi sunnatullah yang harus kita terima. Hal ini dikarenakan melalui ahwa (hawa nafsu) yang didukung syaitan kita dapat menikmati apa yang dinamakan syurga dan neraka atau yang dapat menghantarkan diri kita menjadi pemenang ataupun pecundang. Dan sebagai Abd’ (hamba) yang sekaligus khalifah di muka bumi, kita tidak boleh apriori dengan adanya sifat alamiah jasmani yang paling disukai oleh syaitan. Hal ini dikarenakan jika keduanya tidak ada (maksudnya ahwa (hawa nafsu) dan syaitan tidak ada) maka hambarlah hidup yang kita laksanakan sehingga monotonlah kehidupan yang ada di muka bumi ini, atau kita tidak akan dapat merasakan apa yang dinamakan dengan kemenangan jika tidak ada musuh dalam suatu permainan. 

B.      MENSIASIAKAN JANJI JANJI ALLAH SWT. 

Salah satu bentuk keburukan sebagai lawan dari kebaikan adalah mensiasiakan janji janji Allah SWT atau mensiasiakan fasilitas yang memang diperkenankan oleh Allah SWT kepada diri kita dalam hal ini mengajukan permohonan berupa doa dan harapan kepada Allah SWT, sebagaimana surat Al Baqarah (2) ayat 186 berikut ini: “dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, Maka (jawablah), bahwasanya aku adalah dekat. aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” Berdasarkan ketentuan surat Al Baqarah (2) ayat 186 ini, mengajukan permohonan doa dan harapan kepada Allah SWT merupakan fasilitas dari Allah SWT yang merupakan hak yang diperkenankan oleh Allah SWT dan Allah SWT sendiri sudah berjanji kepada diri kita akan mengabulkan permohonan diri kita sepanjang syarat dan ketentuan yang dikehendaki Allah SWT kita penuhi, dalam hal ini memenuhi segala perintah dan larangan Allah SWT yang dilanjutkan dengan beriman kepadaNya. 

Jika sampai diri kita mensiasiakan fasilatas dan juga janji kepada Allah SWT atau bahkan ragu ragu di dalam mengajukan doa dan harapan kepada Allah SWT maka hilanglah kesempatan untuk merasakan janji janji Allah SWT akibat ulah diri kita yang mensiasiakan fasilitas yang sudah dipersiapkan oleh Allah SWT untuk diri kita. 

Kiranya inspirasi yang akan kami kemukakan di bawah ini dapat kita jadikan pedoman agar diri kita mampu memperoleh apa apa yang telah dijanjikan oleh Allah SWT atau agar diri kita tidak berbuat keburukan karena telah mensiasiakan kesempatan untuk berdoa namun hasilnya sia sia belaka, sebagaimana berikut ini: Seseorang bertanya kepada Ali bin Abi Thalib ra, bukankah  Allah berfirman ‘Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu” (surat Al  Al- Ghafir (40) ayat 60), lalu mengapa ketika kami berdoa, tetapi tidak dikabulkan? Sayidina Ali menjawab, “Sebab hati kamu keliru dalam delapan hal: (1). Engkau mengenal Allah, tetapi tidak memenuhi hak-Nya; (2). Engkau beriman kepada Rasul-Nya, tetapi menentang sunnahnya; (3). Engkau membaca kitab-Nya, tetapi tidak beramal dengannya; (4). Engkau takut kepada neraka, tetapi selalu berbuat dosa yang mendekatkanmu kepadanya; (5). Engkau ingin masuk surga, tetapi banyak berbuat maksiat yang menjauhkanmu darinya; (6). Engkau makan rezeki-Nya, tetapi tidak mensyukurinya; (7). Engkau menyatakan memusuhi setan, tetapi menjadi temannya; (8). Engkau melihat kesalahan orang lain, dan melupakan dosamu sendiri. Maka bagaimana mungkin Allah mengabulkan doamu, sementara engkau sendiri menutup pintu pegabulannya. Karenanya, berkatakwalah kepada Allah dan tingkatkan amal ibadah, sucikan niat dan laksanakan amar ma’ruf nahi munkar, barulah Allah SWTmengabulkan doa-doa kita.” Setelah mengetahui adanya 8 (delapan) hal yang mengakibat kan doa kita tidak dikabulkan oleh Allah SWT. Untuk itu jadikan kesempatan untuk berdoa kepada Allah SWT merupakan hak diri kita yang patut kita jadikan modal dasar di dalam mengarungi hidup dan kehidupan ini. 

Selanjutnya akan kami kemukakan beberapa hak diri kita yang siap diberikan oleh Allah SWT sepanjang diri kita beriman kepada Allah SWT. Akan tetapi hal hal yang akan kami kemukakan akan menjadi keburukan jika kita tidak mampu menjadikan sesuatu yang menjadi hak diri kita menjadi sesuatu yang kita siasiakan saat kita  hidup di muka bumi ini, yaitu:   

Pertama. Berdasarkan surat Al Mu’minun (23) ayat 1 berikut ini: “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman” dikemukakan hak orang yang beriman adalah menjadi orang yang beruntung. Namun jika kemalangan atau keburukan yang kita raih dan rasakan berarti kita telah berbuat keburukan yang dikehendaki syaitan. 

Kedua. Berdasarkan surat Al Hajj (22) ayat 54 berikut ini: “dan agar orang-orang yang telah diberi ilmu, meyakini bahwasanya Al Quran Itulah yang hak dari Tuhan-mu lalu mereka beriman dan tunduk hati mereka kepadanya dan Sesungguhnya Allah adalah pemberi petunjuk bagi orang-orang yang beriman kepada jalan yang lurus.” dikemukakan bahwa hak orang yang beriman selalu diberi petunjuk oleh Allah SWT sehingga orang yang beriman tidak akan sesat lagi menyesatkan orang lain. 

Ketiga. Berdasarkan surat Ar Ruum (30) ayat 47  berikut ini: “dan Sesungguhnya Kami telah mengutus sebelum kamu beberapa orang Rasul kepada kaumnya, mereka datang kepadanya dengan membawa keterangan-keterangan (yang cukup), lalu Kami melakukan pembalasan terhadap orang-orang yang berdosa[1175]. dan Kami selalu berkewajiban menolong orang-orang yang beriman.” Dikemukakan bahwa hak orang yang beriman adalah selalu ditolong oleh Allah SWT sehingga segala urusannya selalu dilancarkan dan dibantu. 

[1175] Dengan kedatangan Rasul-rasul yang cukup membawa keterangan-keterangan kepada kaumnya itu, Maka sebahagian mereka mempercayainya dan sebahagian lagi mendustakannya bahkan sampai ada yang menyakitinya. Maka terhadap orang yang berdosa seperti itu Allah menyiksa mereka. 

Dan masih banyak lagi hak hak orang yang beriman yang siap diberikan oleh Allah SWT. Hal yang harus kita jadikan pedoman adalah jangan sampai karena kebodohan kita sendiri sesuatu yang sudah menjadi hak bagi diri kita, namun tidak bisa kita nikmati karena kita berbuat keburukan. 

C.      BERBUAT  DZALIM. 

Salah satu bentuk keburukan sebagai bentuk lawan dari kebaikan adalah berbuat dzalim atau berperilaku dzalim saat hidup di muka bumi sebagaimana dikemukakan dalam surat An Naml (27) ayat 11 berikut ini: Tetapi orang yang Berlaku dzalim, kemudian ditukarnya kedzalimannya dengan kebaikan (Allah akan mengampuninya); Maka sesungguhnya aku Maha Pangampun lagi Maha Penyayang.” Dzalim atau aniaya termasuk salah satu akhlak tercela. Dzalim artinya menempatkan sesuatu bukan pada tempatnya. Hal ini berlaku juga ketika kita berbuat sesuatu tidak pada tempat yang semestinya. Konteks dzalim yang begitu luas ini yang membuat banyak manusia terjerumus pada perbuatan dosa ini. Karena banyak sekali jenis – jenis perbuatan dzalim di kehidupan ini. Maka kita sebagai umat Agama Islam yang bijak harus terus bermawas diri agar tidak terjerumus pada perbuatan buruk ini. Inilah pentingnya kita memahami jenis – jenis perbuatan dzalim ini. 

Dzalim diharamkan oleh Allah SWT di dalam setiap keadaan, di manapun kita berada,  jangan sekali-kali berbuat dzalim, baik kepada diri sendiri atau kepada orang lain. Lebih-lebih jangan sampai kita berbuat dzalim kepada Allah SWT melalui tindakan menyekutukanNya dengan sesuatu. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam sebuah hadits qudsi berikut ini: “Allah SWT berfirman: Wahai hamba-hamba-Ku, Aku haramkan kedzaliman pada diriku sendiri dan Aku jadikan suatu hal yang diharamkan pada kalian, oleh karena itu janganlah kalian saling mendzalimi. (Hadits Riwayat Ahmad). Berdasarkan hadits ini, Allah SWT telah menegaskan bahwa kedzaliman adalah perbuatan yang diharamkan, sebagaimana Allah SWT telah mengharamkan DzatNya untuk berbuat dzalim kepada makhlukNya. Tidak pernah Allah SWT  menganiaya manusia atau makhluk yang lain dan akan menjadi sebuah kesalahan yang luar biasa ketika ada yang berfikir bahwa Allah SWT sudah melakukan kedzaliman pada diri manusia. Contohnya, ditimpa musibah lalau seseorang menyalahkan takdir Allah SWT. Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya Allah tidak menzalimi manusia sedikit pun, tetapi manusia itulah yang menzalimi dirinya sendiri.” (surat Yunus (10) ayat 44).

Dzalim atau kedzaliman mempunyai beragam bentuk, salah satunya yaitu syirik sebagaimana telah kami kemukakan di atas. Sementara itu kalimat dzalim juga dapat digunakan sebagai bentuk dari sifat yang tak berperikemanusiaan, bengis, kemungkaran, gemar melihat kesengsaraan dan penderitaan orang lain, ketidakadilan, dan lain sebagainya berdasarkan pengertian dzalim itu sendiri. Perbuatan dzalim termasuk sifat yang hina dan keji serta bertentangan dengan fitrah dan akhlak manusia, dimana tindakan yang seharusnya dilakukan oleh setiap manusia adalah melakukan kebaikan.Adapun perbuatan atau perilaku dzalim itu sendiri dapat terdiri dari beberapa jenis perilaku sebagaimana berikut ini: 

1.    Manusia yang menyembah selain kepada Allah SWT merupakan salah satu perbuatan dzalim. Hal ini menurut surat Huud (11) ayat 101 berikut ini: “dan Kami tidaklah Menganiaya mereka tetapi merekalah yang Menganiaya diri mereka sendiri, karena itu Tiadalah bermanfaat sedikitpun kepada mereka sembahan-sembahan yang mereka seru selain Allah, di waktu azab Tuhanmu datang. dan sembahan-sembahan itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali kebinasaan belaka.” 

2.    Berperilaku angkuh, sombong serta merasa perbuatannya selalu benar juga termasuk perilaku dzalim. Hal ini berdasarkan surat Al-Kahfi (18) ayat 35 berikut ini: “dan Dia memasuki kebunnya sedang Dia zalim terhadap dirinya sendiri[882]; ia berkata: "Aku kira kebun ini tidak akan binasa selama-lamanya.” 

[882] Yaitu: dengan keangkuhan dan kekafirannya. 

3.    Perilaku yang merugikan orang lain, memperturutkan amarah dan juga memperturutkan ahwa (hawa nafsu) juga masuk di dalam kategori perilaku dzalin. Hal ini menurut ketentuan surat Al-Maaidah (5) ayat 47 berikut ini: “dan hendaklah orang-orang pengikut Injil, memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah didalamnya[419]. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik[420].” 

[419] Pengikut pengikut Injil itu diharuskan memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah didalam Injil itu, sampai pada masa diturunkan Al Quran.

[420] Orang yang tidak memutuskan perkara menurut hukum Allah, ada tiga macam: a. karena benci dan ingkarnya kepada hukum Allah, orang yang semacam ini kafir (surat Al Maa-idah ayat 44). b. karena menurut hawa nafsu dan merugikan orang lain dinamakan zalim (surat Al Maa-idah ayat 45). c. karena Fasik sebagaimana ditunjuk oleh ayat 47 surat ini. 

4.    Orang yang masih tetap membantah meskipun sudah diberikan penjelasan dan keterangan kepadanya melalui cara yang paling baik serta masih saja tetap menyatakan permusuhan, dikategorikan sebagai perilaku dzalim sebagaimana menurut surat Al-Ankabuut (29) ayat 46 berikut ini:“dan janganlah kamu berdebat denganAhli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka[1154], dan Katakanlah: "Kami telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada Kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan Kami dan Tuhanmu adalah satu; dan Kami hanya kepada-Nya berserah diri". 

[1154] Yang dimaksud dengan orang-orang yang zalim Ialah: orang-orang yang setelah diberikan kepadanya keterangan-keterangan dan penjelasan-penjelasan dengan cara yang paling baik, mereka tetap membantah dan membangkang dan tetap menyatakan permusuhan. 

5.    Orang dzalim adalah orang yang ketika merasakan azab dari Allah berusaha untuk melarikan diri, hal ini sebagaimana dikemukakan dalam surat Al Anbiyaa (21) ayat 13 berikut ini: “janganlah kamu lari tergesa-gesa; Kembalilah kamu kepada nikmat yang telah kamu rasakan dan kepada tempat-tempat kediamanmu (yang baik), supaya kamu ditanya[953].” 

[953] Maksudnya: orang yang zalim itu di waktu merasakan azab Allah melarikan diri, lalu orang-orang yang beriman mengatakan kepada mereka dengan secara cemooh agar mereka tetap ditempat semula dengan menikmati kelezatan-kelezatan hidup sebagaimana biasa untuk Menjawab pertanyaan-pertanyaan yang akan dihadapkan kepada mereka. 

Itulah 5 (lima) buah makna dari perbuatan dzalim yang dikemukakan dalam AlQuran. Sekarang mari kita pelajari makna dzalim ditinjau dari sisi hadits yang shahih. Menurut hadist shahih yang diriwayatkan oleh Ibnu Sirin, dimana Nabi Muhammad SAW mengatakan ”diantara jenis atau bentuk kedzaliman dari seseorang kepada saudaraya yaitu jika ia telah menyebutkan suatu keburukan yang diketahui oleh saudaranya serta menyembunyikan semua kebaikannya.” Sedangkan berdasarkan kisah dari Abu Dzar Al-Ghifari dimana ketika Rasulullah memperoleh wahyu Allah, dan Allah pun berfirman, “Wahai hamba-Ku, aku sesungguhnya telah mengharamkan suatu kedzaliman terhadap diri-Ku, Aku pun telah menetapkan kedzaliman itu haram bagi kalian, untuk itu janganlah kalian berlaku dzalim. 

Berdasarkan hadist yang lainnya, dimana Rasulullah SAW pernah menyatakan dimana setiap orang harus takut akan kedzaliman sebab yang namanya kedzaliman merupakan kegelapan yang akan terjadi di hari kiamat. Sehingga perbuatan dzalim adalah perbuatan yang sangat dikehendaki oleh syaitan sang laknatullah, sebagaiman firmanNya berikut ini: Maka Apakah orang yang dijadikan (syaitan) menganggap baik pekerjaannya yang buruk lalu Dia meyakini pekerjaan itu baik, (sama dengan orang yang tidak ditipu oleh syaitan)? Maka Sesungguhnya Allah karena Kesedihan terhadap mereka. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat. (surat Faathir (35) ayat 8). 

Sebagai Abd’ (hamba) yang sekaligus khalifah di muka bumi ada baiknya kita memperhatikan dengan seksama apa yang dikemukakan Allah SWT dalam surat Faathir (35) ayat 8 di atas. Dikatakan bahwa orang yang telah dipengaruhi oleh syaitan, orang yang telah menjadikan syaitan sebagai pemimpinnya, akan memandang baik segala perbuatan buruk yang telah dilakukannya. Adanya kondisi ini bukan tidak mungkin orang yang telah berlaku dzalim tidak sadar bahwa ia telah melakukan perbuatan yang tidak disukai Allah SWT akibat pengaruh syaitan. Hasil akhir dari itu semua adalah Allah SWT lepas tangan kepada diri kita lalu bersiaplah merasakan panasnya api neraka yang panasnya 70 (tujuh puluh) kali api dunia di akhirat kelak.  Dan semoga Allah SWT menjauhkan diri kita dan keluarga kita dari segala bentuk kedzaliman. Amiin. 

D.     MELANGGAR BATAS. 

Salah satu bentuk keburukan yang bertentangan dengan ibadah Ikhsan adalah berbuat sesuatu yang melanggar batas atau tidak sesuai apa yang telah ditetapkan berlaku, sebagaimana dikemukakan oleh Allah SWT dalam surat Al Ahzab (33) ayat 52 berikut ini: “tidak halal bagimu mengawini perempuan-perempuan sesudah itu dan tidak boleh (pula) mengganti mereka dengan isteri-isteri (yang lain), meskipun kecantikannya menarik hatimu kecuali perempuan- perempuan (hamba sahaya) yang kamu miliki. dan adalah Allah Maha mengawasi segala sesuatu[1227].” Ayat ini menerangkan tentang adanya seorang lelaki bisa menikah lebih dari satu kali dengan catatan ia tidak boleh menikah lebih dari empat kali atau ia tidak bisa mengganti istrinya yang sah dengan wanita lain karena kecantikannya lebih menarik dibandingkan dengan istrinya yang sah. Jika ini terjadi maka terjadilah apa yang dinamakan dengan melanggar batas. Kondisi ini tidak dikehendaki oleh Allah SWT namun dikehendaki oleh syaitan. 

[1227] Nabi tidak dibolehkan kawin sesudah mempunyai isteri-isteri sebanyak yang telah ada itu dan tidak pula dibolehkan mengganti isteri-isterinya yang telah ada itu dengan menikahi perempuan lain. 

Selain daripada itu, berdoa kepada Allah SWT adalah hak diri kita yang diperkenankan oleh Allah SWT. Namun hak yang diperkenankan oleh Allah SWT akan melampaui batas jika kita melakukannya dengan suara yang keras lagi memekakkan telinga. Padahal yang dikehendaki oleh Allah SWT adalah lakukan berdoa dengan berendah diri dihadapan Allah SWT serta bersuara lemah lembut. Ingat, Allah SWT pasti akan mengabulkan doa yang kita panjatkan sepanjang syarat dan ketentuan berlaku telah mampu kita penuhi, sebagaimana firmanNya berikut ini: “Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas[549]. dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah Amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik. (surat Al A’raaf (7) ayat 55 dan 56). Dan alangkah ruginya kita yang telah diberi hak untuk berdoa kepada Allah SWT justru kita sendiri yang mensiasiakannya dengan meminta sesuatu yang melebihi batas serta cara meminta dengan yang tidak pantas seperti bersuara keras saat berdoa seolah olah Allah SWT jauh dan juga seolah olah Allah SWT tidak mendengar apa yang kita minta. 

[549] Maksudnya: melampaui batas tentang yang diminta dan cara meminta. 

Di lain sisi jika saat kita berdoa kepada Allah SWT menunjukkan bahwa diri kita lemah, diri kita tidak mampu, diri kita butuh pertolongan, diri kita butuh perlindungan dan lain sebagainya, yang kesemuanya menunjukkan bahwa yang butuh dengan Allah SWT adalah diri kita. Lalu alangkah naifnya jika kita yang butuh dengan Allah SWT justru berbuat dan bertindak yang berseberangan dengan kehendak Allah SWT!. Sekarang masih adakah tindakan atau perbuatan yang melampaui batas, selain yang telah kami kemukakan di atas? Berdasarkan surat At Taubah (9) ayat 10 berikut ini: “mereka tidak memelihara (hubungan) Kerabat terhadap orang-orang mukmin dan tidak (pula mengindahkan) perjanjian. dan mereka Itulah orang-orang yang melampaui batas.”  Berdasarkan ketentuan ayat ini tindakan memutuskan hubungan kekerabatan dalam persaudaraan mukmin serta melanggar perjanjian apa yang telah menjadi sebuah kesepakatan bersama karena alasan adanya perbedaan agama, suku, warna kulit merupakan tindakan atau perbuatan yang melampaui batas. Kita tidak bisa melanggar kesepakatan hanya karena ada perbedaan agama, perbedaan suku, perbedaan warna kulit dan juga ras sepanjang sudah menjadi kesepakatan bersama. Kesepakatan harus tetap dilaksanakan sepanjang perjanjian belum dibatalkan oleh para pihak. 

E.      IRI, DENGKI, HASAD. 

Salah satu bentuk keburukan yang bertentangan dengan ibadah Ikhsan adalah berbuat iri, berbuat dengki, hasad kepada orang lain, sebagaimana dikemukakan dalam surat Ali Imran (3) ayat 120 berikut ini: “jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, tetapi jika kamu mendapat bencana, mereka bergembira karenanya. jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak mendatangkan kemudharatan kepadamu. Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang mereka kerjakan.” dan juga berdasarkan ketentuan dalam surat At Taubah (9) ayat 50 dan 51 yang kami kemukakan berikut ini:  “jika kamu mendapat suatu kebaikan, mereka menjadi tidak senang karenanya; dan jika kamu ditimpa oleh sesuatu bencana, mereka berkata: "Sesungguhnya Kami sebelumnya telah memperhatikan urusan Kami (tidak pergi perang)" dan mereka berpaling dengan rasa gembira. Katakanlah: "Sekali-kali tidak akan menimpa Kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami. Dialah pelindung Kami, dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal." Ayat ini menerangkan tentang kondisi seseorang yang selalu iri, dengki terhadap orang lain yang memperoleh kebaikan, atau  merasa susah melihat orang lain senang dan bahagia sehingga  merasa senang melihat orang lain susah. 

Jika sampai diri kita seperti ini berarti kita sendiralah yang telah mengkondisikan keburukan dalam diri, yang mana kondisi ini sesuatu yang paling dikehendaki syaitan. Bayangkan yang seharusnya kita turut prihatin atas musibah atau bencana yang dialami orang lain lalu berusaha untuk turut membantu orang tersebut dari musibah. Namun perbuatan kita justru bergembira di atas musibah orang lain atau justru lari meninggalkan mereka. Lalu kemanakah perginya rasa kasih sayang yang ada di dalam diri padahal Ruh/Ruhani telah disifati dengan sifat pengasih dan penyayang? 

Sebagai makhluk yang telah diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk yang terhormat maka sudah sepatutnya kita berperilaku terhormat sesuai dengan kehormatan yang kita miliki. Jika kita telah disifati oleh Allah SWT dengan sifat kasih sayang maka sudah sepatutnya kita berkasih sayang pula kepada sesama. Jika tidak maka kita tidak pantas lagi menyandang gelar makhluk yang terhomat. Perbuatan iri, dengki dan hasad bukanlah ciri dari orang yang beriman, melainkan ciri orang yang paling disukai oleh syaitan. Selanjutnya jika iri, dengki dan hasad bukan menjadi ciri orang yang beriman, maka jangan pernah menjadikan perbuatan menjadi perbuatan diri kita karena resiko yang harus kita tanggung sangatlah berat. 

F.     TIDAK MAU BERSYUKUR. 

Salah satu bentuk keburukan yang bertentangan dengan ibadah Ikhsan adalah tidak mau bersyukur, sebagaimana dikemukakan dalam surat Al A’raaf (7) ayat 94 sampai 96 berikut ini: “Kami tidaklah mengutus seseorang nabipun kepada sesuatu negeri, (lalu penduduknya mendustakan Nabi itu), melainkan Kami timpakan kepada penduduknya kesempitan dan penderitaan supaya mereka tunduk dengan merendahkan diri. kemudian Kami ganti kesusahan itu dengan kesenangan hingga keturunan dan harta mereka bertambah banyak, dan mereka berkata: "Sesungguhnya nenek moyang Kamipun telah merasai penderitaan dan kesenangan", Maka Kami timpakan siksaan atas mereka dengan sekonyong-konyong sedang mereka tidak menyadarinya. Jikalau Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, Maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” 

Syukur mudah diucapkan, tetapi sulit untuk dilaksanakan sebab ungkapan rasa syukur tidak cukup hanya dengan mengucapkan Hamdallah dan Terima Kasih. Untuk dapat dikatakan kita telah bersyukur, tentu harus ada parameter lainnya selain Terima Kasih. Sebagai contoh, jika kita diberi hadiah berupa baju koko kemudian baju koko tersebut dipakai untuk membersihkan mobil, apakah hal ini sudah dikatakan bersyukur walaupun kita sudah mengucapkan terima kasih? Hamdallah dan Terima Kasih bukanlah ungkapan syukur, melainkan adab dan sopan santun jika kita menerima sesuatu. Untuk itu setelah menerima baju koko, maka kita harus dapat meletakkan dan menempatkan baju koko dan juga pemberi baju koko, sebagai berikut : (1) Baju koko bukanlah sarana atau alat bantu untuk membersihkan mobil, apabila kita melakukannya berarti kita telah keluar dari maksud dan tujuan dihadiahkannya baju koko kepada kita; (2) Menerima sebuah Pemberian tidak terlepas dari menyenangkan hati pemberi hadiah; (3) Memakai baju koko sesuai dengan peruntukkannya merupakan penghormatan kepada pemberi hadiah. 

Ketiga ketentuan yang kami kemukakan di atas ini, berlaku secara umum dan harus kita laksanakan dalam rangka menjaga hubungan yang harmonis antar sesama umat manusia. Sekarang bagaimana dengan Allah SWT yang telah memberikan ruhani yang berasal dari NurNya, lalu Allah SWT juga telah memberikan jasmani yang begitu luar biasa kecanggihannya serta diri kita juga telah diberikan Amanah yang 7 yang berasal dari sifat Ma’ani Allah SWT. 

Selain daripada itu, Allah SWT juga telah mensibhghah Ruh/Ruhani diri kita dengan Asmaul HusnaNya serta Allah SWT juga telah memberikan Af’idah, Akal, Hubbul serta Diinul Islam kepada diri kita, lalu wajibkah kita bersyukur kepada Allah SWT yang telah memberikan itu semuanya kepada diri kita? Jika apa yang kami kemukakan ini merupakan sesuatu yang diberikan oleh Allah SWT kepada diri kita, apakah cukup dengan mengucapkan Terima Kasih saja maka kita sudah dapat dikatakan Mensyukuri segala apa-apa yang telah diberikan Allah SWT? Terima Kasih tidak dapat kita jadikan acuan dan pedoman bagi kesuksesan pelaksanaan syukur kepada Allah SWT seperti yang dikemukakan Allah SWT dalam surat  Al Baqarah (2) ayat 152 berikut ini: karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya aku ingat (pula) kepadamu[98], dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku. (surat Al Baqarah (2) ayat 152) 

[98] Maksudnya: aku limpahkan rahmat dan ampunan-Ku kepadamu. 

Setiap manusia yang ada di muka bumi ini, termasuk diri kita adalah penerima Ruh, penerima Amanah yang 7, penerima sibghah Asmaul Husna, penerima Akal dan Perasaan, penerima Hubbul,  penerima Jasmani yang begitu canggih, serta penerima Diinul Islam, lalu sudahkah kita mensyukuri pemberian Allah SWT tersebut? Jika kita ingin bersyukur kepada Allah SWT, maka kita harus berpedoman kepada surat Al Baqarah (2) ayat 152 yang kami kemukakan di atas, karena Allah SWT telah memberikan tuntunannya kepada kita jika ingin bersyukur kepadaNya, yaitu: 

1.        Jika kita bersyukur telah menerima Ruh dari Allah SWT, sudahkah kita melaksanakan pernyataan Ketuhanan kepada Allah SWT?

2.        Jika kita bersyukur telah menerima Ilmu sebagai bagian Amanah yang 7, lalu sudahkah Ilmu tersebut kita manfaatkan sesuai dengan peruntukkannya dan juga apakah sudah kita ajarkan dengan baik kepada yang membutuhkannya?

3.        Jika kita bersyukur telah menerima Af’idah (perasaan) dan juga akal dari Allah  SWT, apakah kita masih juga terus menyakiti orang lain?

4.        Jika kita bersyukur telah menerima Hubbul Maal dari Allah SWT, sudahkan sebahagian RezekiI yang kita peroleh kita zakatkan, infaqkan, untuk orang yang tidak mampu?

5.        Jika kita bersyukur telah menerima Ar Rahman dan Ar Rahhim dari Allah SWT, sudahkah kita berkasih sayang dengan kepada sesama manusia?

6.        Jika kita bersyukur telah menerima jasmani yang canggih dari Allah SWT, sudahkah kekuatan yang ada di dalam tubuh kita dipergunakan untuk kebaikan dan untuk beribadah?

7.        Jika kita bersyukur telah menerima Diinul Islam sebagai agama yang haq, sudahkah kita menjalankannya secara kaffah? 

Sebagai Abd’ (hamba) yang sekaligus khalifah di muka bumi yang tidak lain adalah tamu dan orang yang menumpang di muka bumi yang diciptakan oleh Allah SWT, sudahkah kita mampu melaksanakan 7(tujuh) ketentuan yang kami kemukakan di atas sebagai wujud syukur kita kepada Allah SWT? Jika belum berarti ada sesuatu yang salah dalam diri kita, yaitu kita belum tahu diri, belum tahu aturan main dan belum tahu tujuan akhir. Bersyukur bisa kita lakukan melalui perbuatan, melalui lisan ataupun melalui qalbu. Dengan memperbanyak rasa syukur maka insya Allah kenikmatan bertuhankan kepada Allah SWT dapat kita nikmati sepanjang hayat masih di kandung badan. 

Agar diri kita selalu mampu untuk bersyukur dalam kehidupan, mari kita renungkan manfaat dari bersyukur yang begitu luar biasa. Apakah akan kita buang begitu saja manfaatnya saat diri kita hidup di dunia ini? Semoga kita termasuk orang orang yang selalu bersyukur sehingga mampu merasakan secara langsung manfaat bersyukur sebagaimana berikut ini: 

a.    Ditambahkan Nikmat. Seseorang yang selalu senantiasa bersyukur dengan kondisi apapun, maka Allah SWT akan menambahkan nikmatnya. Sebaliknya orang yang banyak mengeluh dan selalu iri dengan kehidupan orang lain maka ia hidupnya akan semakin menderita, sebagaimana termaktub dalam firmanNya berikut ini: “dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". (surat Ibrahim (14) ayat 7) 

b.    Diampuni dosa-dosanya.  Hal ini berdasarkan hadits yang kami kemukakan berikut ini: “Dari Jabir ra. bahwa Rasulullah SAW. bersabda : “Allah SWT tidak memberi suatu nikmat kepada seorang hamba kemudian ia mengucapkan Alhamdulillah, kecuali Allah SWT menilai ia telah mensyukuri nikmat itu. Apabila dia mengucapkan Alhamdulillah yang kedua, maka Allah SWT akan memberinya pahala yang baru lagi. Apabila dia mengucapkan Alhamdulillah untuk yang ketiga kalinya, maka Allah SWT mengampuni dosa-dosanya.” (Hadits Riwayat. Hakim dan Baihaqi).” Bersyukur adalah Hal Utama di sisi Allah Ta’ala, sebagaimana hadits berikut ini: “Dari Abu Umamah Radhiyallahu ‘Anhu, Rasulullah SAW bersabda : “Allah SWT tidak memberikan nikmat kepada seorang hamba, kemudian ia memuji Allah SWT atas nikmat-Nya,kecuali pujiannya itu lebih utama dari nikmat itu, meskipun kenikmatan itu besar.” (Hadits Riwayat. Tabrani) 

c.    Disayang Allah  SWT.  Hal ini berdasarkan ketentuan hadits berikut ini: “Jika engkau tidak mampu membalasnya maka doakan dia hingga engkau merasa bahwa engkau telah mensyukuri kebaikan tersebut, karena sesungguhnya Allah SWT sangat cinta kepada orang-orang yang bersyukur”. (Hadits Riwayat. Abu Dawud). orang yang yang selalu bersyukur di sayang Allah SWT. 

d.   Dilipatgandakan Pahalanya. Hal ini berdasarkan hadits yang kami kemukakan berikut ini: “Dari Abu Abdillah a.s, beliau berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Orang yang menyantap makanan dengan rasa syukur, maka dia diberi pahala, seperti orang yang berpuasa menjaga dirinya. Orang yang sehat yang mensyukuri kesehatannya, maka dia diberi pahala, orang yang menanggung penderitaan (jasmani)-nya dengan sabar. Dan orang yang memberikan dengan rasa syukur, maka dia mendapat pahala yang sama dengan orang yang menanggung kerugian dari menjaga diri”. (Hadits Riwayat Abu Hurairah dan al-Qudha’i).” Orang yang bersyukur dilipatgandakan pahalanya.   

e.    Dihindarkan dari Cobaan. Hal ini berdasarkan hadits yang kami kemukakan berikut ini: “Apabila seorang melihat orang cacat lalu berkata (tanpa didengar oleh orang tadi):  “Alhamdulillah yang telah menyelamatkan aku dari apa yang diujikan Allah kepadanya dan melebihkan aku dengan kelebihan sempurna atas kebanyakan makhlukNya”, maka dia tidak akan terkena ujian seperti itu betapapun keadaannya.” (Hadits Riwayat. Abu Dawud).” Orang yang banyak bersyukur akan dihindarkan dari cobaan atau ujian yang dihadapinya. 

f.     Meningkatkan Iman. Bersyukur mampu meningkatkan kualitas iman seseorang. Hal ini berdasarkan hadits yang kami kemukakan berikut ini: “Dua hal apabila dimiliki oleh seseorang dia dicatat oleh Allah sebagai orang yang bersyukur dan sabar. Dalam urusan agama (ilmu dan ibadah) dia melihat kepada yang lebih tinggi lalu meniru dan mencontohnya. Dalam urusan dunia dia melihat kepada yang lebih bawah, lalu bersyukur kepada Allah bahwa dia masih diberi kelebihan.” (Hadits Riwayat. Tirmidzi).” 

g.    Membuat Hati Tenang. Seseorang yang kufur nikmat, selalu merasa hidupnya kurang dan iri dengan milik orang lain maka hatinya tidak akan tenang. Hatinya dipenuhi penyakit. Bahkan ia menjadi semakin jauh dari Allah SWT. Berbeda dari orang yang senantiasa bersyukur. Susah ataupun senang ia tetap tersenyum dan ridha. Ia tidak memperdulikan omongan orang lain. Ini akan membuat hati lebih damai dan tenang. 

h.   Dijanjikan Syurga. Orang yang saat ditimpa musibah, lantas ia menerima keadaannya dengan syukur dan sabar maka Allah SWT menjajikan surga kepada orang tersebut. Coba bayangkan, nikmat mana yang lebih indah dari pemberian syurga? Syurga adalah akhir bagi orang-orang yang beriman dan bertaqwa, sebagaimana hadits berikut ini:  Nabi SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah berfirman, ‘Apabila Aku menguji hamba-Ku dengan kedua matanya, kemudian dia bersabar, maka aku gantikan surga baginya.” (Hadits Riwayat. Bukhari) 

i.     Mendapatkan Kebaikan dari Allah Ta’ala. Orang yang bersyukur kepada Allah SWT akan mendapatan kebaikan yang berasal dari Allah SWT. Hal ini berdasarkan hadits berikut ini: Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa mengucap subhanallah maka baginya sepuluh kebaikan. Barang siapa membaca la ilahaillallah maka baginya duapuluh kebaikan. Dan barang siapa membaca alhamdulillah baginya tiga puluh kebaikan.” 

j.     Meningkatkan Kesejahteraan Hidup. Seseorang yang senang bersyukur biasanya pikirannya juga lebih optimis. Walau mungkin ia mengalami kegagalan atau bangkrut, ia tetap bersemangat dan percaya pada Allah SWT. Ia menjalani hidupnya yang kurang berkecukupan tanpa mengeluh. Sehingga itu semua pun menjadi berkah baginya. Pernyataan ini pernah dijelasakan dalam Journal of Personality and Social Psychology tahun 2013 yang mana mengatakan bahwa banyak-banyak bersyukur dapat meningkatkan kesejahteraan hidup seseorang. 

k.   Meningkatkan Kualitas Tidur. Rasa syukur bisa meningkatkan kualitas tidur. Seseorang yang jarang bersyukur maka hatinya tidak tenang. Hal itu membuat ia jadi terus berpikir dan sulit tidur. Sebaliknya dengan rajin bersyukur maka perasaan jadi tenang. Tidur pun akan mudah. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Journal Applied Psychology: Healt and Well-Being yang mengungkapkan bahwa seseorang yang meluangkan waktu untuk bersyukur selama 15 menit setiap sebelum tidur, maka orang tersebut akan memiliki kuliatas tidur yang lebih baik. Atau dengan kata lain tidurnya nyenyak. 

l.     Mengurangi Risiko Penyakit Degeneratif. Munculnya penyakit degeneratif seperti jantung, diabetes, hipertensi atau stroke ternyata tidak hanya dipicu oleh pola makan yang buruk. Tapi juga dipengaruhi kondisi mental. Seseorang yang tertekan dan stress biasanya lebih gampang penyakitan. Menurut penelitian yang dimuat dalam American Journal of Cardiology tahun 1995, menyatakan bahwa seseorang yang punya emosi dan pikiran positif maka organ tubuhnya berfungsi lebih baik. Irama denyut jantungnya normal dan aliran darah juga lancar. Sehingga orang tersebut akan hidup lebih sehat. 

m.  Menimbulkan Rasa Bahagia. Bersyukur dan manfaat ucapan Alhamdulillah bisa menimbulkan perasaan bahagia. Saat kita rela dengan apa yang kita miliki maka hidup jadi tentram. Tidak ada perasaan iri, dengki, kufur atau penyakit hati lainnya. Kita hanya perlu berjuang untuk menjaga apa yang telah kita punya. Berusaha dan berdoa untuk hidup lebih baik tanpa perlu memaksakan takdir, sebagaimana firmanNya: “Maka sabarlah kamu atas apa yang mereka katakan, dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu, sebelum terbit matahari dan sebelum terbenamnya dan bertasbih pulalah pada waktu-waktu di malam hari dan pada waktu-waktu di siang hari, supaya kamu merasa senang, (sura Thaahaa (20) ayat 130).” Allah SWT berfirman: “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. (surat Ar Ra’d (13) ayat 28) 

n.   Hidup Jadi Lebih Berkah. Bersyukur bisa membuat hidup lebih berkah. Maksudnya walaupun mungkin rezeki kita tidak banyak tapi manfaatnya sangat terasa. Mungkin rezeki itu bermanfaat bagi orang lain, juga cukup untuk memenuhi segala kebutuhan, sebagaimana firmanNya: “dan Sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, Yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. dan Barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), Maka Sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan Barangsiapa yang tidak bersyukur, Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji".(surat Lukman (31) ayat 12) 

o.   Terhindar Dari Penyakit Hati. Manfaat bersyukur kepada Allah juga bisa menghindari diri dari penyakit hati, seperti sombong, dengki, dendam dan sebagainya. Perlu Anda tahu bahwa penyakut hati itu membuat hidup jadi sumpek. Selain itu juga meningkatkan risiko penyakit. Bahkan Allah Ta’ala pun tidka menyukai orang-orang yang menyimpan penyakit dalam hatinya. Rasulullah SAW bersabda: “Ketahuilah bahawa dalam jasad manusia ada segumpal daging, jika baik maka baiklah seluruh anggota dan jika umaka rusaklah seluruh anggota, ketahuilah itulah hati.” (Hadits Riwayat. Bukhari dan Muslim) 

p.   Terlihat Awet Muda. Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa seseorang yang hatinya rajin bersyukur maka ia cenderung awet muda. Ini dikarenakan energi positif yang berasal dari hati dan pikirannya, mampu mempengaruhi organ dan jaringan tubuh menjadi lebih sehat. Allah SWT berfirman: “diwajibkan atas kamu berperang, Padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. boleh Jadi kamu membenci sesuatu, Padahal ia Amat baik bagimu, dan boleh Jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, Padahal ia Amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.(surat Al Baqarah (2) ayat 216) 

Berdasarkan 16 (enam belas) uraian tentang manfaat bersyukur di atas, terlihat dengan jelas bersyukur kepada Allah SWT memiliki banyak manfaat bagi hidup dan kehidupan manusia. Namun karena pengaruh ahwa (hawa nafsu) dan syaitan manfaat syukur yang begitu luar biasa hilang dalam kehidupan ini karena ulah kita sendiri yang tidak tahu diri, tidak tahu aturan main dan tidak tahu tujuan akhir. Padahal kita tahu bahwa bersyukur bisa mempermudah datangnya kesuksesan, membangkitkan semangat, hidup menjadi lebih produktif, dan kepercayaan diri pun juga bertambah maka dari itu perbanyaklah bersyukur. 

G.     MUNAFIQ. 

Salah satu bentuk keburukan yang bertentangan dengan ibadah Ikhsan adalah berbuat munafiq atau berperilaku munafiq, sebagaimana termaktub dalam surat At Taubah (9) ayat 107 berikut ini, “dan (di antara orang-orang munafik itu) ada orang-orang yang mendirikan masjid untuk menimbulkan kemudharatan (pada orang-orang mukmin), untuk kekafiran dan untuk memecah belah antara orang-orang mukmin serta menunggu kedatangan orang-orang yang telah memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu[660]. mereka Sesungguhnya bersumpah: "Kami tidak menghendaki selain kebaikan." dan Allah menjadi saksi bahwa Sesungguhnya mereka itu adalah pendusta (dalam sumpahnya).” Ayat ini menerangkan beberapa sifat munafik yang terjadi dalam masyarakat seperti mendirikan masjid yang seharusnya untuk kebaikan justru untuk kemudharatan, untuk kekafiran, serta untuk memecah belah umat. 

[660] Yang dimaksudkan dengan orang yang telah memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu ialah seorang pendeta Nasrani bernama Abu 'Amir, yang mereka tunggu-tunggu kedatangannya dari Syiria untuk bersembahyang di masjid yang mereka dirikan itu, serta membawa tentara Romawi yang akan memerangi kaum muslimin. akan tetapi kedatangan Abu 'Amir ini tidak Jadi karena ia mati di Syiria. dan masjid yang didirikan kaum munafik itu diruntuhkan atas perintah Rasulullah s.a.w. berkenaan dengan wahyu yang diterimanya sesudah kembali dari perang Tabuk. 

Munafik adalah orang yang memiliki sifat nifak. Nifak artinya menampakkan yang baik dan menyembunyikan yang buruk. Nifak sangat dibenci oleh Allah SWT sehingga orang yang munafik diancam dengan siksa yang pedih yaitu ditempatkan di Neraka Jahannam kelak. Allah SWT memberi ancaman sangat keras karena nifak merupakan sifat yang sangat berbahaya. Dan dalam peribahasa, kita sering mendengar istilah ”ular berkepala dua”, ”bermuka dua” dan ”lain di mulut lain di hati”. Semuanya itu menggambarkan sifat nifak yang sangat dibenci oleh semua orang. Seorang munafik bisa sangat berbahaya karena kepandaiannya menyembunyikan kebenaran. Ia sangat pandai bermuka manis, bahkan kepada orang yang ia musuhi atau orang yang hendak ia tipu atau celakai. Dan dalam sejarah perkembangan Islam, kelihaian orang munafik telah menyebabkan Nabi Muhammad SAW. dan pasukan muslimin menderita kerugian. Gara-gara tindakan munafik, sebagian tentara Islam membelot sehingga kaum muslimin mengalami kekalahan dalam Perang Uhud. Banyak sekali ayat AlQuran yang berbicara tentang sifat munafik. Di antaranya terdapat dalam ayat AlQuran berikut ini: 

Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka[364]. dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. mereka bermaksud riya[365] (dengan shalat) di hadapan manusia. dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali[366]. (Surat An-Nisaa’(4) ayat 142) 

[364] Maksudnya: Alah membiarkan mereka dalam pengakuan beriman, sebab itu mereka dilayani sebagai melayani Para mukmin. dalam pada itu Allah telah menyediakan neraka buat mereka sebagai pembalasan tipuan mereka itu.

[365] Riya Ialah: melakukan sesuatu amal tidak untuk keridhaan Allah tetapi untuk mencari pujian atau popularitas di masyarakat.

[366] Maksudnya: mereka sembahyang hanyalah sekali-sekali saja, Yaitu bila mereka berada di hadapan orang. 

Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka. (surat An Nisaa’ (4) ayat 15)

 

Allah SWT berfirman: “(ingatlah), ketika orang-orang munafik dan orang-orang yang ada penyakit di dalam hatinya berkata: "Mereka itu (orang-orang mukmin) ditipu oleh agamanya". (Allah berfirman): "Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah, Maka Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana". (surat Al Anfaal (8) ayat 49) 

Orang munafik merasa berhasil dengan tipuannya, tetapi dibantah oleh Allah. Oleh karena itu, kita dianjurkan untuk bersikap hati-hati tehadap orang munafik. Kita harus mengecek kebenaran berita yang mereka sampaikan secara baik dan benar.  Sekarang bagaimana perasaan kita jika dikhianati oleh orang lain? Pasti kita sedih, kecewa, dongkol, marah campur aduk menjadi satu. Apalagi jika kita dikhianati oleh teman sendiri. Oleh karena itu, kita perlu mengetahui ciri-ciri orang munafik. Ciri-ciri orang munafik dapat kita  temukan dalam hadits yang disampaikan Abu Hurairah berikut ini : “Tanda-tanda orang munafik ada tiga, yaitu: 1) jika berbicara ia berdusta, 2) jika berjanji ia ingkar, dan 3) jika dipercaya ia berkhianat. (Hadits Riwayat Bukhari). 

Sifat nifak akan mendatangkan akibat-akibat negatif yang sangat membahayakan, baik bagi pelakunya maupun orang lain. Di antara akibat-akibat negatif tersebut dapat kami kemukakan di  bawah ini: (a) Perilaku nifak sangat merugikan orang lain, masyarakat bahkan bangsa dan negara baik secara moril maupun materiil; (b) Orang yang berlaku nifak telah merugikan dirinya sendiri. Ia tidak akan lagi dipercaya karena kebiasaannya berbohong, berkhianat, dan ingkar janji; (c) Perilaku nifak dapat merusak tatanan kehidupan masyarakat karena setiap individu menaruh curiga terhadap individu lain; (d) Perilaku nifak dapat menyeret pelakunya ke dasar neraka yang paling dalam. Dengan kita mengingat bahaya dan sifat nifak, sudah sepantasnya jika kita berusaha untuk menghindari sifat tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Perilaku munafik tersebut harus kita hindari saat menjalin hubungan dengan orang lain di tengah masyarakat. Dengan menjauhi perilaku munafik, hubungan silaturahmi bersama masyarakat akan terjalin kukuh. Kita akan terhindar dari kesalahpahaman yang bisa menyebabkan kesatuan dan persatuan di antara kita terganggu. 

Hal yang harus kita jadikan pedoman dalam hidup ini adalah Munafik adalah Penyakit Jiwa Paling Parah, sudahkah kita memahaminya! Hal ini dikarenakan dosa hati yang terbesar sekaligus penyakit jiwa terparah tak lain dan tidak bukan adalah kemunafikan. Kemunafikan memisahkan manusia dari kemanusiannya tanpa ampun. Orang yang munafik dianggap bagian dari syaitan. Bahkan di dunia ini, ia dipandang Allah sebagai makhluk paling hina dan di akhirat nanti akan menempati neraka terbawah, sebagaimana firmanNya berikut ini: “Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka. (surat An Nisaa’ (4) ayat 145). Ayat ini mengemukakan bahwa hukuman terhadap orang orang munafik akan lebih berat dibandingkan terhadap orang kafir. Karena sesungguhnya kemunafikan adalah jenis kekafiran yang paling buruk. 

Demi meraih keuntungan duniawi, orang munafik menabiri/menutupi kekafirannya dengan tirai kesalehan. Dari luar, ucapan dan perbuatannya tampak shaleh. Padahal hatinya tidak demikian. Sebagai contoh, ketika mengucapkan dua kalimat syahadat, secara lisan mengakui Al Qur’an dan Hari Perhitungan. Namun tidak ada iman dalam hatinya, melainkan pengingkaran terhadap apa yang ia lisankan, sebagaimana firmanNya berikut ini:orang-orang Baduwi yang tertinggal (tidak turut ke Hudaibiyah) akan mengatakan: "Harta dan keluarga Kami telah merintangi Kami, Maka mohonkanlah ampunan untuk kami"; mereka mengucapkan dengan lidahnya apa yang tidak ada dalam hatinya. Katakanlah : "Maka siapakah (gerangan) yang dapat menghalang-halangi kehendak Allah jika Dia menghendaki kemudharatan bagimu atau jika Dia menghendaki manfaat bagimu. sebenarnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (surat Al Fath (48) ayat 11) 

Orang orang semacam ini melakukan perbuatan baik dengan penuh semangat untuk mendapatkan kepopuleran di tengah tengah masyarakat. Mereka shalat, berhaji, bersedekah agar orang orang menganggap mereka baik, mulia dan memuji, serta percaya kepada mereka. Disamping kekafiran, orang orang munafik juga menderita penyakit suka berdusta, menipu, dan melecehkan keimanan. Mereka berdusta kepada Allah, Rasul dan orang orang beriman. Mereka merasa tenteram dengan menipu dan menjadikan kebenaran sebagai olok olok. Namun sebenarnya tak ada yang mereka dustai selain diri mereka sendiri. Mereka menipu diri sendiri dan menjadi diri mereka bahan olok olok. 

Sekarang mari kita perhatikan dengan seksama firman Allah SWT berikut ini: “apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: "Kami mengakui, bahwa Sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah". dan Allah mengetahui bahwa Sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah mengetahui bahwa Sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta. mereka itu menjadikan sumpah mereka sebagai perisai[1476], lalu mereka menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Sesungguhnya Amat buruklah apa yang telah mereka kerjakan. yang demikian itu adalah karena bahwa Sesungguhnya mereka telah beriman, kemudian menjadi kafir (lagi) lalu hati mereka dikunci mati; karena itu mereka tidak dapat mengerti. dan apabila kamu melihat mereka, tubuh-tubuh mereka menjadikan kamu kagum. dan jika mereka berkata kamu mendengarkan Perkataan mereka. mereka adalah seakan-akan kayu yang tersandar[1477]. mereka mengira bahwa tiap-tiap teriakan yang keras ditujukan kepada mereka. mereka Itulah musuh (yang sebenarnya) Maka waspadalah terhadap mereka; semoga Allah membinasakan mereka. Bagaimanakah mereka sampai dipalingkan (dari kebenaran)? dan apabila dikatakan kepada mereka: Marilah (beriman), agar Rasulullah memintakan ampunan bagimu, mereka membuang muka mereka dan kamu Lihat mereka berpaling sedang mereka menyombongkan diri. sama saja bagi mereka, kamu mintakan ampunan atau tidak kamu mintakan ampunan bagi mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik. mereka orang-orang yang mengatakan (kepada orang-orang Anshar): "Janganlah kamu memberikan perbelanjaan kepada orang-orang (Muhajirin) yang ada disisi Rasulullah supaya mereka bubar (meninggalkan Rasulullah)." Padahal kepunyaan Allah-lah perbendaharaan langit dan bumi, tetapi orang-orang munafik itu tidak memahami. mereka berkata: "Sesungguhnya jika kita telah kembali ke Madinah[1478], benar-benar orang yang kuat akan mengusir orang-orang yang lemah dari padanya." Padahal kekuatan itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang mukmin, tetapi orang-orang munafik itu tiada mengetahui. Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian Maka mereka Itulah orang-orang yang merugi. dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: "Ya Rabb-ku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku Termasuk orang-orang yang saleh?" dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila telah datang waktu kematiannya. dan Allah Maha Mengenal apa yang kamu kerjakan.  (surat Al Munafiquun (63) ayat 1 sampai 11) 

[1476] Mereka bersumpah bahwa mereka beriman adalah untuk menjaga harta mereka supaya jangan dibunuh atau ditawan atau dirampas hartanya.

[1477] Mereka diumpamakan seperti kayu yang tersandar, Maksudnya untuk menyatakan sifat mereka yang buruk meskipun tubuh mereka bagus-bagus dan mereka pandai berbicara, akan tetapi sebenarnya otak mereka adalah kosong tak dapat memahami kebenaran.

[1478] Maksudnya: kembali dari peperangan Bani Musthalik. 

Berdasarkan ketentuan surat Al Munafiquun (63) ayat 1 sampai 11 yang kami kemukakan di  atas, menunjukkan betapa hinanya orang orang munafik, betapa buruknya sifat sifat mereka dan tempat kembalinya adalah neraka. Kemunafikan adalah jalan syaitan, sedangkan kebenaran dan iman adalah jalan manusia. Manusia bisa menjalankan kehidupannya secara manusiawi. Ia juga bisa mencapai derajat sangat agung di akhirat dan akan selamanya bergembira dan berbahagia. Tetapi betapa besarnya kesalahan yang bisa dilakukan manusia apabila ia berdiri di persimpangan jalan, kemudian ia mengambil keputusan yang salah serta meninggalkan jalan yang indah. Di lain pihak, ia menempuh jalan syaitan dan konsekuensinya harus menanggung berbagai kesulitan tak terperi yang menantinya di jalan itu. Bahkan kematian pun tak membuatnya terlepas dari rantai dan jeratan api, sementara malaikat yang murka terus mengancamnya dengan tidak membiarkan mereka lepas dari jeratan api neraka. 

H.     DURHAKA KEPADA ORANG TUA. 

Salah satu bentuk keburukan yang bertentangan dengan ibadah Ikhsan adalah durhaka kepada orang tua yang melahirkan diri kita. Inilah salah satu keburukan yang sangat dibenci oleh Allah SWT namun sangat dikehendaki oleh syaitan sang laknatullah, sebagaimana dikemukakan dalam surat Al Ahqaaf (46) ayat 17 dan 18 berikut ini: “dan orang yang berkata kepada dua orang ibu bapaknya: "Cis bagi kamu keduanya, Apakah kamu keduanya memperingatkan kepadaku bahwa aku akan dibangkitkan, Padahal sungguh telah berlalu beberapa umat sebelumku? lalu kedua ibu bapaknya itu memohon pertolongan kepada Allah seraya mengatakan: "Celaka kamu, berimanlah! Sesungguhnya janji Allah adalah benar". lalu Dia berkata: "Ini tidak lain hanyalah dongengan orang-orang dahulu belaka". mereka Itulah orang-orang yang telah pasti ketetapan (azab) atas mereka bersama umat-umat yang telah berlalu sebelum mereka dari jin dan manusia. Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang merugi.” 

Sebagai khalifah  yang sedang menjalankan tugas di muka bumi yang diciptakan oleh Allah SWT, ada beberapa pertanyaan yang akan kami ajukan, yaitu: (a) dapatkah kita menjalankan tugas sebagai khalifah di muka bumi jika kita tidak pernah dilahirkan ke muka bumi? ; (b) dapatkah kita merasakan enaknya menjadi seorang pengusaha, merasakan enaknya menjadi orang kaya, merasakan enaknya menjadi Eksekutif, Yudikatif, Legislatif, atau merasakan enaknya menimang cucu, atau menikmati kesenangan hidup, jika kita tidak pernah dilahirkan ke muka bumi? ; (c) dapatkah proses Regenerasi kekhalifahan di muka bumi yang saat ini kita jalankan terjadi, sedangkan diri kita tidak pernah dilahirkan ke muka bumi? Jawaban dari pertanyaan di atas adalah tegas yaitu tanpa pernah dilahirkan ke muka bumi, maka diri kita tidak akan pernah bisa melaksanakan tugas sebagai khalifah di muka bumi, atau kita juga tidak akan mungkin melaksanakan proses regenerasi kekhalifahan serta tidak akan pernah merasakan kesenangan yang ada di dunia ini. 

Selanjutnya untuk dapat lahir ke dunia ini, tentu kita tidak bisa ada dengan sendirinya sehingga kita harus dilahirkan terlebih dahulu, lalu siapakah yang melahirkan diri kita? Berdasarkan surat Az Zumar (39) ayat 6 berikut ini: “Dia menciptakan kamu dari seorang diri kemudian Dia jadikan daripadanya isterinya dan Dia menurunkan untuk kamu delapan ekor yang berpasangan dari binatang ternak. Dia menjadikan kamu dalam perut ibumu kejadian demi kejadian dalam tiga kegelapan[1306]. yang (berbuat) demikian itu adalah Allah, Tuhan kamu, Tuhan yang mempunyai kerajaan. tidak ada Tuhan selain dia; Maka bagaimana kamu dapat dipalingkan?” 

[1306] Tiga kegelapan itu ialah kegelapan dalam perut, kegelapan dalam rahim, dan kegelapan dalam selaput yang menutup anak dalam rahim. 

Keberadaan diri kita bermula dari dalam rahim seorang ibu melalui tahap demi tahap, kejadian demi kejadian, yang kemudian lahirlah diri kita ke dunia dalam keadaan tidak mampu berbuat apapun juga kecuali dengan tangisan. Tangisan adalah senjata utama diri kita untuk segala maksud dan tujuan yang ingin kita peroleh, apakah itu lapar, apakah itu buang air, apakah itu sakit. Jika sekarang Allah SWT selaku Inisiator yang sekaligus Pencipta dan Pemilik dari kekhalifahan di muka bumi, memerintahkan kepada diri kita untuk berbakti kepada orang tua, apakah seruan, perintah Allah SWT ini berlebihan atau apakah memang sudah seharusnya ini kita lakukan dengan baik. 

Allah SWT berfirman: Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu Yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar[518]". demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu memahami(nya). (surat Al An'am (6) ayat 151) 

[518] Maksudnya yang dibenarkan oleh syara' seperti qishash membunuh orang murtad, rajam dan sebagainya. 

Allah SWT berfirman: “dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau Kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia[850]. (surat Al Israa' (17) ayat 23) 

[850] Mengucapkan kata Ah kepada orang tua tidak dlbolehkan oleh agama apalagi mengucapkan kata-kata atau memperlakukan mereka dengan lebih kasar daripada itu. 

Jika kita termasuk orang yang telah beriman maka kita pasti tahu siapa diri kita yang sesungguhnya dan tahu siapa Allah SWT yang sesungguhnya, maka sudah sepatutnya dan memang sudah seharusnya kita memenuhi perintah Allah SWT untuk berbakti kepada orang tua dan juga mertua, atau berbuat baik kepada orang tua dan juga mertua sebab keberadaan diri kita, istri dan suami kita, di muka bumi ini tidak akan mungkin pernah terjadi jika tanpa ada ke dua orang tua dan kedua orang mertua, yang melahirkan kita ke muka bumi ini, yang kemudian mendidik dan membesarkan kita. 

Adanya keterkaitan yang begitu kental dan begitu hebat antara diri kita dengan orang tua kita, lihatlah hadits yang kami kemukakan di bawah ini. Allah SWT sampai-sampai meletakkan dan menempatkan baik ridhaNya maupun murkaNya di bawah keridhaan dan kemurkaan orang tua dan mertua, sebagaimana hadits berikut ini: “Keridhaan Allah SWT tergantung kepada keridhaan kedua orang tua dan murka Allah SWT pun terletak pada murka kedua orang tua. (Hadits Riwayat Al Hakim). Begitu tinggi, begitu mulia, begitu hebat, posisi orang tua dan mertua diletakkan oleh Allah SWT dalam struktur keluarga, atau di dalam kerangka rencana besar kekhalifahan di muka bumi yang diciptakan oleh Allah SWT. 

Jika Allah SWT saja meletakkan dan menempatkan setiap orang tua dan mertua pada posisi yang begitu tinggi dan mulia, apakah kita sebagai orang yang dilahirkan, diasuh, dididik, dibesarkan oleh orang tua, justru akan merendahkan orang tua dengan berbuat durhaka kepada mereka atau berkata kasar kepada mereka atau bahkan menelantarkan mereka? Jika sampai diri kita berani berbuat durhaka kepada  kepada orang tua, berarti kita telah menantang Allah SWT dan siap untuk  memperoleh hadiah dari Allah SWT berupa tiket masuk ke kampung kebinasaan dan kesengsaraan yaitu neraka jahannam. 

Untuk itu, berfikirlah seribu kali atau bahkan jutaan kali sebelum diri kita durhaka kepada ke dua orang tua karena resikonya sangat luar biasa yaitu sama beratnya dengan seluruh pasir di bumi, sebagaimana hadits berikut ini: “Anas ra, berkata: Nabi Saw bersabda: Allah ta’ala berfirman: Allah SWT telah mewahyukan kepada Nabi Musa! Coba tidak karena mereka yang mengucapkan Syahadat “Lailaha illa Allah” niscaya kutimpakan Jahannam di atas dunia. Wahai Musa! Coba tidak karena mereka yang bersembah kepadaKu tidaklah Aku lepaskan mereka yang bermaksiat sekejap matapun. Wahai Musa! Sesungguhnya barangsiapa beriman kepadaKu adalah makhluk yang termulia dalam pandanganKu. Wahai Musa! Sesungguhnya sepatah kata dari seorang yang durhaka  (terhadap ke dua orang tuanya) adalah sama beratnya dengan seluruh pasir bumi. Bertanya Nabi Musa: “Siapakah orang yang durhaka itu, ya TuhanKu?” Ialah orang yang berkata kepada kedua orang tuanya : “Tidak Tidak” ketika dipanggil. (Hadits Qudsi Riwayat Abu Nu’aim; 272:225). Sekarang tahukah kita berapa jumlah pasir yang ada di bumi seperti yang dikemukakan dalam hadits qudsi yang kami kemukakan di atas. Semoga diri kita, anak keturunan kita mampu berbakti kepada kedua orang tua saat hidup di muka bumi ini. 

I.      INGKAR JANJI . 

Bentuk keburukan lainnya yang bertentangan dengan ibadah Ikhsan adalah melanggar janji atau ingkar dengan janji yang telah disepakati, sebagaimana dikemukakan dalam surat Al Maaidah (5) ayat 13 yang kami kemukakan berikut ini: “(tetapi) karena mereka melanggar janjinya, Kami kutuki mereka, dan Kami jadikan hati mereka keras membatu. mereka suka merobah Perkataan (Allah) dari tempat-tempatnya[407], dan mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang mereka telah diperingatkan dengannya, dan kamu (Muhammad) Senantiasa akan melihat kekhianatan dari mereka kecuali sedikit diantara mereka (yang tidak berkhianat), Maka maafkanlah mereka dan biarkan mereka, Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” 

[407] Maksudnya: merobah arti kata-kata, tempat atau menambah dan mengurangi. 

Sebagai orang yang terikat dengan janji tentu kita akan kecewa jika janji dari seseorang yang telah terikat dengan perjanjian melanggar ketentuan yang telah disepakati. Hal yang sama pun berlaku antara diri kita dengan Allah SWT dimana kita telah membuat sebuah perjanjian sesaat Ruh/Ruhani dipersatukan dengan jasmani. Salah satu janji manusia kepada Allah SWT ada pada surat Al A’raaf (7) ayat 172 berikut ini: dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah aku ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), Kami menjadi saksi". (kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)", dimana setiap Ruh/Ruhani yang merupakan jati diri manusia yang sesungguhnya telah menyatakan bertuhankan kepada Allah SWT. 

Janji yang telah kita nyatakan saat masih dalam rahim seorang ibu masih berlaku akan terus berlaku sampai dengan hari kiamat kelak. Janji yang telah kita nyatakan wajib kita tunjukkan, pertahankan yang pada akhirnya harus kita pertanggungjawabkan kepada Allah SWT. Adapun resiko dari melanggar janji yang telah kita nyatakan ada pada surat Al Maaidah (5) ayat 13 di atas, yaitu pelakunya dikutuk oleh Allah SWT dan juga hati orang yang melanggar janji menjadi keras seperti batu. Adanya dua buah resiko yang telah kami kemukakan lalu sudahkah kita merenungi kedua resiko tersebut lalu atau sanggupkah kita hidup di muka bumi ini di tengah kutukan Allah SWT dan hati yang keras seperti batu. Jika kita tidak sanggup menghadapi kutukan Allah SWT dan kerasnya hati yang seperti batu maka segeralah penuhi janji yang pernah kita lakukan kepada Allah SWT saat ini juga.  

J.        BERHUKUM KEPADA HUKUM SELAIN HUKUM ALLAH SWT . 

Salah satu bentuk keburukan yang bertentangan dengan ibadah Ikhsan adalah berhukum kepada hukum selain hukum Allah SWT. Ingat, langit dan bumi beserta isinya adalah ciptaan Allah SWT dan juga dimiliki Allah SWT dan jika ini kondisinya maka segala hukum dan ketentuan yang wajib berlaku di muka bumi ini adalah ketentuan dan hukum Allah SWT. Alangkah tidak tahu diri jika kita yang sedang menumpang di langit dan di bumi Allah SWT justru kita tidak mau berhukum dengan hukum yang telah ditetapkan Allah SWT, dalam hal ini adalah AlQuran. 

Untuk itu mari kita perhatikan surat Al Maaidah (5) ayat 55 yang kami kemukakan berikut ini: “Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah).” Ayat ini mengemukakan bahwa penolong diri kita hanyalah Allah SWT, RasulNya dan orang orang yang beriman. Allah SWT menetapkan adanya ketentuan pertolongan bukan untuk kepentinganNya, melainkan untuk kepentingan umat manusia termasuk di dalamnya untuk diri kita, yaitu agar setiap orang mampu sukses melaksanakan tugas sebagai Abd’ (hamba) yang sekaligus khalifah di muka bumi yang sesuai dengan kehendak Allah SWT sepanjang orang yang akan ditolong adalah orang yang mendirikan, menunaikan zakat dan tunduk patuh kepada Allah SWT. Dan inilah salah satu hukum Allah SWT yang berlaku di muka bumi ini. Apakah ada lagi? 

Untuk mengetahui hukum dan ketentuan Allah SWT yang lainnya yang juga yang berlaku di muka bumi ini, sekarang mari kita perhatikan dengan seksama surat Al An’am (6) ayat 151 sampai 153 yang kami kemukakan berikut ini: “Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu Yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar[518]". demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu memahami(nya). dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada sesorang melainkan sekedar kesanggupannya. dan apabila kamu berkata, Maka hendaklah kamu Berlaku adil, Kendatipun ia adalah kerabat(mu)[519], dan penuhilah janji Allah[520]. yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat. dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus, Maka ikutilah Dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain)[152], karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalanNya. yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa. 

[518] Maksudnya yang dibenarkan oleh syara' seperti qishash membunuh orang murtad, rajam dan sebagainya.

[519] Maksudnya mengatakan yang sebenarnya meskipun merugikan Kerabat sendiri.

[520] Maksudnya penuhilah segala perintah-perintah-Nya.

[152] Shalat wusthaa ialah shalat yang di tengah-tengah dan yang paling utama. ada yang berpendapat, bahwa yang dimaksud dengan shalat wusthaa ialah shalat Ashar. menurut kebanyakan ahli hadits, ayat ini menekankan agar semua shalat itu dikerjakan dengan sebaik-baiknya. 

Berdasarkan ketentuan surat Al An’am (6) ayat 150 sampai 153 di atas, terdapat sepuluh ketentuan hukum yang sudah diberlakukan oleh Allah SWT berlaku di muka bumi ini sampai hari kiamat kelak, yaitu: (1) janganlah kamu mempersekutukan Allah SWT; (2) berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapak; (3) janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan; (4) janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi; (5) janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah SWT; (6) janganlah kamu dekati harta anak yatim; (7) sempurnakanlah takaran dan timbangan (8) berlaku adil; (9) penuhilah janji kepada Allah; (10) serta menempuh jalan yang lurus. Sekarang sudahkah sepuluh ketentuan dan hukum yang kami kemukakan di atas sudah kita ketahui, kita pahami dan kita laksanakan dengan sebaik mungkin sebagai bentuk kebaikan dalam kerangka melaksanakan ibadah Ikhsan? 

Jika belum berarti kita yang telah menjadi penumpang atau tamu di muka bumi yang tidak tahu diri, sudahlah menumpang atau sudahlah menjadi tamu lalu “Tuan Rumah” kita lawan dengan tidak melaksanakan ketentuan dan hukum yang telah ditetapkan Allah SWT selaku tuan rumah. Alangkah murkanya Allah SWT selaku tuan rumah kepada orang yang menumpang atau kepada orang yang menjadi tamu, dimana keduanya mengabaikan segala hukum dan ketentuan tuan rumah. Sekarang bayangkan tamu mengatur tuan rumah di rumah tuan rumah, sedangkan tamu tersebut sedang menumpang di rumah tuan rumah. Jika tuan rumah marah, tidak suka lalu memasukkan tamu tersebut ke neraka, memang seharusnya itu terjadi. Semoga kita tidak termasuk orang yang seperti itu.  

K.      MENGIKUTI LANGKAH LANGKAH SYAITAN . 

Salah satu bentuk keburukan yang bertentangan dengan ibadah Ikhsan adalah mengikuti langkah langkah syaitan. Langkah langkah syaitan merupakan jalan yang berlawanan dengan apa apa yang dikehendaki Allah SWT. Hasil akhir dari pelaksanaan mengikuti langkah langkah syaitan akan membawa kita menuju kampung kesengsaraan dan kebinasaan, yaitu Neraka, sebagaimana firmanNya berikut ini: “dan Katakanlah kepada hamha-hamba-Ku: "Hendaklah mereka mengucapkan Perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya syaitan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia.” (surat Al Israa’ (17) ayat 53) 

Di lain sisi, Allah SWT sudah menetapkan diri kita untuk bermusuhan dengan syaitan, namun alangkah ruginya jika kita yang sudah ditetapkan oleh Allah SWT untuk bermusuhan dengan syaitan justru menjadikan syaitan sebagai teman, sebagai pelindung, sebagai pemimpin diri kita. Jangan sampai diri kita merubah ketentuan yang sudah diberlakukan oleh Allah SWT karena resiko yang kita hadapi sangatlah berat. Hal yang harus kita ketahui dengan seksama adalah syaitan sebagai musuh tentu tidak akan senang jika musuhnya menang. Syaitan akan terus dan terus berusaha untuk mengalahkan musuhnya sampai kalah. Syaitan sebagai musuh akan tetap konsisten menjadi musuh bagi manusia. 

Sekarang bagaimana dengan sikap diri kita yang telah ditetapkan untuk bermusuhan dengan syaitan oleh Allah SWT? Untuk mengalahkan musuh maka kita harus memiliki ilmu tentang musuh. Kita harus tahu apa kelemahan musuh  dan harus tahu pula kekuatan musuh. Ingat, musuh hanya bisa dikalahkan melalui kelemahan yang dimilikinya. Sekarang sudahkah kita memiliki ilmu tentang musuh diri kita, dalam hal ini tentang syaitan dan juga telah memiliki prinsip berperang sebagaimana berikut ini: “Prinsip perang adalah jangan pernah berasumsi musuh tidak akan datang, melainkan bersiaplah menyambut kedatangannya. Jangan pernah menduga musuh (syaitan) tidak akan menyerang, melainkan buatlah agar posisi anda tidak bisa diserang”. (Sun Tzu dalam The Art of War) 

Untuk menambah wawasan tentang syaitan sang musuh abadi diri kita, mari kita pelajari apa yang dikemukakan oleh Allah SWT dalam surat Al An’am (6) ayat 112 berikut ini: “dan Demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap Nabi itu musuh, Yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia)[499]. Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, Maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan.” Ayat ini mengemukakan tentang syaitan, dimana syaitan ada dua jenis yaitu syaitan dalam bentuk makhluk halus (ghaib) yang tidak terlihat (maksudnya jenis jin)  dan juga manusia yang telah berubah menjadi syaitan. Kedua jenis syaitan ini sulit diketahui, jika tanpa adanya petunjuk AlQuran. 

[499] Maksudnya syaitan-syaitan jenis jin dan manusia berupaya menipu manusia agar tidak beriman kepada Nabi. 

Kedua jenis syaitan ini sulit diketahui (maksudnya syaitan dalam bentuk aslinya dan juga manusia yang telah berubah bentuk menjadi syaitan),  jika tanpa adanya petunjuk AlQuran. Agar diri kita tidak mudah digoda dan disesatkan oleh Syaitan tersebut maka kita harus bisa mengenal sifat sifatnya dan jalan atau caranya untuk menyesatkan manusia. Adapun ciri ciri yang terdapat di dalam Al Qur’an dapat kami kemukakan sebagai berikut: 

1.    Membisik bisikan perkataan perkataan indah dan menarik untuk memperdaya manusia seperti apa yang dikemukakan dalam surat Al An’am (6) ayat 112 di atas. Apabila ada manusia yang juga membisik bisikan kata kata yang indah dan menarik untuk mempengaruhi manusia melanggar hukum Allah SWT maka orang itu bisa termasuk kepada manusia tetapi berhati syaitan. 

2.    Suka membujuk bujuk manusia untuk berbuat maksiat, sehingga mereka menganggap baik segala perbuatan keji dan mungkar di muka bumi ini, sebagaimana firmanNya: “iblis berkata: "Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan ma'siat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya, (surat Al Hijr (15) ayat 39). Jika ada orang yang berusaha untuk mempengaruhi orang lain meninggalkan perintah perintah Allah SWT dan mengerjakan sesuatu yang dilarangNya, maka itulah manusia syaitan. 

3.    Berusaha mencegah orang yang ingin berjalan di jalan Allah SWT dan jika terdapat manusia yang berusaha menghalangi orang yang ingin menegakkan agama Allah SWT di muka bumi ini maka itulah manusia syaitan, sebagaimana firmanNya berikut: “iblis menjawab: "Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus, (surat Al A’raf (7) ayat 16) 

4.    Berusaha menimbulkan pertentangan dalam masyarakat, sehingga terjadi perselisihan, tuduh menuduh, saling memfitnah dan melemparkan isu isu beracun, sehingga mengakibatkan permusuhan dan kekacauan dalam masyarakat. Hal ini sebagaimana termaktub dalam firmanNya: “dan Katakanlah kepada hamha-hamba-Ku: "Hendaklah mereka mengucapkan Perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya syaitan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia. (surat Al Israa’ (17) ayat 53) 

5.    Mencegah orang mengingat Allah SWT (mendirikan shalat) baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT berikut ini: “Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan peri omusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; Maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu). (surat Al Maaidah (5) ayat 91) 

6.    Suka menakut nakuti orang orang Islam dengan berbagai macam ancaman, jika tidak mau mengikuti kehendaknya. Hal ini termaktub dalam firmanNya berikut ini: “Sesungguhnya mereka itu tidak lain hanyalah syaitan yang menakut-nakuti (kamu) dengan kawan-kawannya (orang-orang musyrik Quraisy), karena itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepadaKu, jika kamu benar-benar orang yang beriman. (surat Ali Imran (3) ayat 175) 

7.    Menakut nakuti orang Islam dengan kefakiran dan kemiskinan, bila orang Islam menginfakkan harta bendanya ke jalan Allah SWT sehingga akhirnya mereka mencari cari alasan untuk tidak membelanjakan hartanya di jalan Allah SWT, sebagaimana termaktub dalam firmanNya berikut ini: syaitan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjadikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia[170]. dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengatahui. (surat Al Baqarah (2) ayat 268) 

[170] Balasan yang lebih baik dari apa yang dikerjakan sewaktu di dunia. 

8.    Berusaha menjerumuskan orang orang Islam dalam kesesatan, dengan berpura pura menampakkan niat baik berjuang untuk kepentingan umat Islam, padahal sebenarnya tidak. Allah SWT berfirman: “Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? mereka hendak berhakim kepada thaghut[312], Padahal mereka telah diperintah mengingkari Thaghut itu. dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya. (surat An Nisaa’ (4) ayat 60) 

[312] Yang selalu memusuhi Nabi dan kaum muslimin dan ada yang mengatakan Abu Barzah seorang tukang tenung di masa Nabi. Termasuk Thaghut juga: 1. orang yang menetapkan hukum secara curang menurut hawa nafsu. 2. berhala-berhala. 

Itulah sebahagian dari ciri ciri atau sifat sifat syaitan terutama syaitan yang telah berubah bentuk menjadi manusia yang terdapat di dalam AlQuran. Apabila ada orang yang mengaku muslim atau mengaku dirinya mukmin atau nampaknya manusia, tetapi dirinya terdapat sifat dan ciri tersebut, maka itulah syaitan dari jenis manusia. Hanya mukanya seperti manusia, tetapi hatinya seperti syaitan. Kita harus berhati hati dengan type manusia yang seperti ini, yang nyata nyata semakin hari semakin banyak jumlahnya sehingga ia menjadi musuh dalam selimut bagi umat Islam. 

Selanjutnya masih adakah bentuk lainnya dari keburukan yang bertentangan dengan ibadah ikhsan? Bentuk lainnya adalah menyembah berhala sehingga meniadakan Allah SWT di langit dan di bumi yang diciptakan dan yang dimiliki oleh Allah SWT sebagaimana dikemukakan dalam surat As Shaaffat (37) ayat 125 berikut ini: “Patutkah kamu menyembah Ba'l[1286] dan kamu tinggalkan Sebaik-baik Pencipta,”  Adanya berhala yang kita sembah menjadi Tuhan lain selain Allah SWT sungguh tindakan yang tidak bisa ditolerir oleh Allah SWT selaku tuan rumah. 

[1286] Ba'i adalah nama salah satu berhala dari orang Phunicia. 

Berikutnya berdasarkan surat Al Israa’ (17) ayat 26 berikut ini: “dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.”  bentuk dari keburukan yang juga bertentangan dengan ibadah Ikhsan adalah menghambur hamburkan harta secara boros  untuk kesenangan dunia semata. Tidak mau memberikan hak hak keluarga dekat. Tidak mau berbagi kepada orang yang miskin dan juga kepada orang orang yang dalam perjalanan. Selain daripada itu, masih ada lagi bentuk dari keburukan yang bertentangan dengan ibadah Ikhsan yaitu terdapat di dalam surat Al Israa’ (17) ayat 37 berikut ini: “dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung.”  yaitu berperilaku sombong. Jika kita sombong di rumah kita sendiri merupakan hal yang biasa biasa saja. 

Namun apabila kita sombong di langit dan di muka bumi yang tidak pernah kita ciptakan bukanlah sesuatu yang biasa biasa saja namun sesuatu tindakan yang konyol lagi tidak tahu diri. Bisa kita bayangkan betapa marahnya Allah SWT kepada orang yang berlaku sombong di tempat yang tidak pernah diciptakan dan dimilikinya sedangkan orang yang sombong itu juga diciptakan oleh Allah SWT. Lalu menumpang disana. Lalu memanfaatkan segala sesuatu yang diciptakan dan yang dimiliki Allah SWT. Hasil akhir dari perilaku sombong tentulah menjadi tetangga syaitan di neraka jahannam. 

Sebagai penutup, perkenankan kami mengemukakan sebuah ilustrasi sebagai berikut: Apa yang bisa diperbuat oleh kesebelasan sekelas Persib Bandung atau sekelas Barcelona jika yang ada hanya Persib Bandung atau Barcelona saja. Atau apa jadinya kesebelasan Persib Bandung tanpa kesebelasan Persipura Jayapura atau Barcelona tanpa Real Madrid? Kehebatan sebuah kesebelasan tidak akan bisa terlihat jika hanya ada satu kesebelasan sepak bola. Untuk menentukan suatu kesebelasan hebat maka diperlukan adanya suatu kompetisi atau sebuah liga sehingga hasil akhir dari kompetisilah atau liga yang menentukan siapa yang berhak menyandang juara. Hal yang samapun terjadi di dalam diri kita, dimana setiap manusia sedang melaksanakan suatu kompetisi melawan ahwa (hawa nafsu) yang dibelakangnya ada syaitan. Adanya kompetisi melawan ahwa (hawa nafsu) dan syaitan maka akan diketahuilah siapakah yang menjadi pemenang dan juga pecundang. Agar diri kita mampu menjadi pemenang lagi beruntung maka kita harus memiliki ilmu dan pengetahuan tentang musuh diri kita yang dilanjutkan harus memenuhi kriteria yang terdapat di dalam surat Al Ashr (103) ayat 1 sampai 3 berikut ini: “demi masa.Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” 

Berdasarkan ketentuan surat Al Ashr (103) ayat 1 sampai 3 di atas,  jika kita berkeinginan menjadi pemenang lagi beruntung di dunia dan akhirat kelak, maka kita harus memenuhi 4(empat) buah ketentuan, yaitu: (a) beriman; (b) mengerjakan amal saleh; (c) nasehat menasehati dalam kebenaran serta; (d) nasehat menasehati dalam kesabaran. Inilah 4 (empat) ketentuan yang harus kita laksanakan saat hidup di muka bumi secara keseluruhan, apabila ada salah satu ketentuan tidak kita laksanakan maka menjadikan diri kita pecundang lagi yang merugi sedangkan Allah SWT menghendaki diri kita menjadi pemenang lagi yang beruntung.   

Alangkah ruginya jika kita yang sudah mampu mengerjakan amal shaleh berupa kebaikan bagi masyarakat luas serta mampu pula nasehat menasehati dalam kebenaran dan kesabaran namun kriteria utama yang dipersyaratkan Allah SWT tidak bisa kita penuhi yaitu beriman kepada Allah SWT. Jika ini kondisinya maka inilah keburukan yang paling merugikan diri kita yang mengakibatkan seluruh apa apa yang telah kita lakukan hilang atau sirna begitu saja. Untuk itu mulai saat ini juga segeralah laksanakan beriman kepada Allah SWT sebelum semuanya terlambat. Ingat, janji janji Allah SWT yang siap diberikan kepada diri kita hanya akan diberikan jika kita beriman kepada Allah SWT.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar