Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Jumat, 25 Februari 2022

PERUMPAMAAN DARI ALQURAN

 

Perumpamaan adalah perlambang hikmah sesuatu yang tak terdengar dan tak terlihat. Dengan perlambang itu, jiwa dapat memahami hikmah yang tak kasatmata lewat sesuatu yang kasatmata.

(Al Hakim al Tirmidzi dalam bukunya “Rahasia Perumpamaan dalam Quran dan Sunah”).

 

 

Diantara kebijaksanaan Allah SWT terhadap hamba-Nya yang juga sekaligus khalifah-Nya di muka bumi ialah: Allah membuat berbagai macam perumpamaan untuk mereka dari diri mereka sendiri, sehingga mereka bisa mengetahui apa yang tidak terjangkau oleh penglihatan dan pendengaran lahiriah. Apabila perumpamaan diberikan kepada jiwa, persoalan yang ada menjadi tampak nyata baginya. Itu tak ubahnya seperti orang yang melihat cermin; di dalamnya ia bisa melihat wajah dirinya dan orang yang dibelakangnya. Dengan perumpamaan yang kasatmata tersebut, jiwa mengetahui sesuatu yang sebelumnya tidak terlihat olehnya. Ia pun menjadi tenangm dan patuh kepada hati. Ia ibarat tiang bagi atap rumah. Apabila tiang goyah, atap pun goyah dan akhirnya tiang dan atap akan hancur berantakan.

 

Adanya perumpamaan juga telah dikemukakan oleh Allah SWT dalam surat Al Baqarah (2) ayat 26 sebagaimana berikut ini: Sesungguhnya Allah tidak segan membuat perempamaan seekor nyamuk atau yang lebih kecil dari itu. Adapun orang orang yang beriman, mereka tahu bahwa itu kebenaran dari Tuhan. Tetapi mereka yang kafir berkata, “Apa maksud Allah dengan perumpamaan ini?” Dengan perumpamaan itu banyak orang yang dibiarkan-Nya sesat, dan dengan itu banyak (pula) orang yang diberi-Nya petunjuk. Tetapi tidak ada yang Dia sesatkan dengan (perumpamaan) itu selain orang orang fasik.” Lalu Allah SWT menyebut mereka yang memahami perumpamaan sebagai orang yang berilmu, sebagaimana dikemukakan-Nya di dalam surat Al Ankabuut (29) ayat 43 berikut ini: “Dan perumpamaan perumpamaan ini Kami buat untuk manusia; dan tidak ada yang akan memahaminya kecuali mereka yang berilmu.” Sekarang sudahkah diri kita menjadi orang yang berilmu sebagaimana dikehendaki oleh Allah SWT?

 

Barangkali ada yang bertanya, “Bukankah perumpamaan adalah penyerupaan?” Tidak, perumpamaan (tamsil) bukanlah penyerupaan (tasybih). Perumpamaan sekadar mengumpama kan sesuatu yang ghaib dengan sesuatu yang tampak agar mudah dipahami oleh manusia. Barangkali ada yang meminta penjelasan lebih lanjut, “Misalnya seperti apa?” Rasulullah SAW bersabda: “Setelah Allah SWT mengajarkan berbicara di bukit Sinai, Nabi Musa as, kembali kepada Bani Israil. Mereka melihat wajah Musa as, bercahaya dan mereka belum pernah melihat itu sebelumnya. Kedua belas kabilah Yahudi mendatanginya seraya berkata, “Wahai Musa, engkau telah mendengar langsung Tuhanmu berbicara. Gambarkanlah Dia kepada kami!” Musa as, menjawab, “Mahasuci Allah. Dia tidak bisa digambarkan.” Musa as, mengucapkan kalimat tersebut tiga kali. Mereka berkata, “Kalau begitu katakanlah saja seperti apa Dia!” Musa as, menjawab, “Mahasuci Allah. Tidak ada sesuatu pun yang seperti Dia.” Beliau as, mengucapkannya tiga kali. Mereka kemudian berujar, “Wahai Musa terangkanlah sesuatu tentang-Nya yang dapat kami memahami.” Akhirnya Musa as, menjelaskan, “Aku mendengar firman Tuhan-ku tidak mengandung keraguan sama sekali, ibarat kilat paling terang dengan guntur paling keras yang Allah ciptakan dalam logika paling indah. Tidak ada sedikit pun keburukan yang terlintas. Aku bertanya, ‘Wahai Tuhan, apakah begini kalam-Mu?” Dia menjawab, “Tidak, wahai Musa, Aku mengajakmu berbicara dengan kekuatan sepuluh ribu lisan. Aku memiliki seluruh kekuatan lisan. Andaikan Aku berbicara kepadamu dengan hakikat kalam-Ku, engkau sudah tiada.

 

Diriwayatkan bahwa Al Huwayrits berkomentar, “Allah SWT berbicara kepada Musa as, sesuai dengan kemampuannya. Seandainya Dia berbicara kepadanya dengan sesuatu yang di luar kemampuannya, ia tidak akan sanggup. Jadi, itu bukanlah penyerupaan.


Kaum beriman yang benar-benar mengenal Allah SWT mengetahui bahwa kalam-Nya tidak menyerupai kalam makhluk, tetapi keindahan, keberkahan, dan maknanya sampai ke hati para ahli tauhid. Dia munculkan cahaya makrifat dan tauhid dari sumbernya, kemudian Dia iringi dengan keindahan, keberkahan dan makna tersebut. Allah SWT memperdengarkan kalam-Nya kepada Musa as, karena ia layak mendapatkan keistimewaan ini. Seandainya Musa as, tidak memiliki kepekaan rasa, tentu keistimewaan, keindahan, dan kenikmatan ini tidak bermanfaat baginya.

 

Dalam riwayat yang lainnya disebutkan bahwa Allah SWT berfirman, “Wahai Musa, aku akan mewafatkanmu.” Musa as, bertanya, “Lalu, siapakah yang akan memandikanku?” Allah SWT menjawab, “Cukuplah bagimu kesucian-Ku.” Musa as, kembali bertanya, “Siapakah yang menangisiku?” “Jin dan pepohonan,” Jawab-Nya. Tidakkah engkau melihat bagaimana Dia telah menyucikan kalam-Nya?

 

Sekarang mari kita pelajari beberapa perumpamaan-perumpamaan dimaksud yang terdapat di dalam AlQuran, yakni: 

1.            Perumpamaan tentang Kaum Munafik.

 

a.    Perumpamaan kaum Munafik. Sikap dan janji setia kaum munafik kepada Bani Qurayzhah tak ubahnya seperti sikap syaitan kepada Barshisha. Syaitan berkata kepadanya, “Kafirlah”. Ketika ia telah kafir, syaitan cuci tangan, “Aku berlepas diri dari kamu.” Kaum munafik itu berjanji  kepada kaum Yahudi, Bani Qurayzhah, “Kami mendukung kalian untuk memerangi Muhammad.” Ternyata, ketika masa perang tiba, kaum munafik berlepas diri dari mereka. Kesudahan mereka semua adalah neraka, sama seperti kesudahan orang-orang yang masuk neraka.

 

b.       Bagai  Menyalakan  Api  lalu Dipadamkan. Orang munafik yang mengucapkan keima-nan agar dianggap beriman oleh manusia laksana orang yang menyalakan api dan berjalan dalam naungan cahaya selama apinya menyala. Bila meninggalkan keimanan, ia pun berada dalam kegelapan seperti orang yang apinya padam. Akhirnya, ia tidak mendapat petunjuk dan tidak dapat melihat. “Allah lenyapkan cahaya yang menyinari mereka” maknanya Allah melenyapkan keimanan yang telah mereka nyatakan dan “membiarkan mereka dalam kegelapan tidak dapat melihat” bermakna: Allah meninggalkan mereka dalam kesesatan, sehingga mereka tidak bisa melihat petunjuk.

 

Sebagaimana dikemukakan dalam surat Al Baqarah (2) ayat 14-15-16-17-18 berikut ini:  “Dan apabila mereka berjumpa dengan orang yang beriman, mereka berkata, “Kami telah beriman.” Tetapi apabila mereka kembali kepada setan setan (pemimpin mereka), mereka berkata, “Sesungguhnya kami bersama kamu, kami hanya berolok olok.” Allah akan mengolok olokkan mereka dan membiarkan mereka terombang ambing dalam kesesatan. Mereka itulah yang membeli kesesatan dengan petunjuk. Maka perdagangan mereka itu tidak beruntung dan mereka tidak mendapat petunjuk. Perumpamaan mereka seperti orang orang yang menyalakan api, setelah menerangi sekelilingnya. Allah melenyapkan cahaya (yang menyinari) mereka dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat. Mereka tuli, bisu dan buta, sehingga mereka tidak dapat kembali.”  

 

Perumpamaan di atas ini, Allah SWT berikan untuk orang munafik yang secara lahiriah mengaku beriman. Dengan pengakuannya itu, ia bisa menikah dan mendapat warisan. Darah dan hartanya pun terlindungi. Namun ketika kematian datang dan hatinya tetap ingkar, maka hak haknya tercabut. Ia pun dibiarkan dalam penderitaan dan kegelapan. Ia terombang ambing dalam kebingungan sebagaimana sikapnya terhadap Allah SWT di dunia. Dilain sisi, “Api itu menerangi sekelilingnya” adalah ketika mereka mendatangi kaum mukmin serta petunjuk dan “Allah lenyapkan cahaya yang menerangi mereka” saat mereka mendatangi kaum musyrik. Hati orang munafik itu miring. Tidak ada yang bisa menetap padanya. Setiap kali cahaya kebenaran bersinar, ia keluar lagi dari sisi yang lain. Hatinya seperti lubang tikus, ia masuk dari satu pintu dan keluar dari pintu yang lain.

 

c.        Perumpamaan Sikap Yahudi Terhadap Nabi.  Surat Al Baqarah (2) ayat  14-15-16-17-18 sebagaimana tersebut di atas merupakan perumpamaan sikap umat Yahudi terhadap Nabi Muhammad SAW. Mereka berada dalam kesulitan dan kegelapan yang sangat pekat serta menantikan jalan keluar dan cahaya. Mereka menantikan Nabi Muhammad SAW. Mereka mengetahui bahwa beliau benar, namun, ketika beliau datang, mereka malah mendustakan dan mendengkinya karena takut kehilangan dan mata pencaharian. Karena itu, Allah melenyapkan cahaya yang menyinari mereka. Allah lenyapkan kenikmatan dalam hati mereka, sebagai hukuman atas sikap membangkang mereka. Allah SWT membiarkan mereka dalam kegelapan sehingga tidak bisa melihat petunjuk.

 

Dan sungguh, engkau (Muhammad) akan mendapati mereka (orang-orang Yahudi), manusia yang paling tamak akan kehidupan (dunia), bahkan lebih tamak dari orang orang musyrik. Masing-masing dari mereka ingin diberi umur seribu tahun, padahal umur panjang itu tidak akan menjauhkan mereka dari azab. Dan Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan.” (surat Al Baqarah (2) ayat 96).”

 

Mereka seperti orang yang menyalakan api di padang luas yang tandus pada malam yang gelap gulita untuk mencari keselamatan. Ketika api telah bersinar, tiba-tiba api itu padam dan mereka pun berada di dalam kegelapan. Demikianlah bangsa Yahudi. Sebelumnya, mereka mengharapkan pertolongan agar selamat. Ketika orang yang mereka kenali sebagai penolong datang, mereka mengingkarinya. Allah SWT melaknat kaum Yahudi yang ingkar itu. “Perniagaan mereka tidak beruntung” karena mereka telah membeli sesuatu yang tak bernilai dengan suatu yang tak ternilai. Sungguh buruk kerugian yang mereka peroleh!.

 

d.    Bagai Orang Terkena Hujan Badai. Allah SWT berfirman: “Atau seperti (orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit, yang disertai kegelapan, petir dan kilat. Mereka menyumbat telinga dengan jari-jarinya, (menghindari) suara petir itu karena takut mati. Allah meliputi orang-orang yang kafir (surat Al Baqarah (2) ayat 19). Kaum munafik yang mendustakan AlQuran diibaratkan seperti sekelompok orang yang singgah di gurun sahara di waktu malam. Hujan badai turun menimpa mereka. AlQuran diserupakan dengan hujan, karena sebagaimana dalam hujan terdapat kehidupan manusia, dalam AlQuran pun terdapat kehidupan dan manfaat bagi orang yang beriman. “Disertai (banyak kegelapan, guntur dan kilat” menunjukkan bahwa hujan tersebut disertai keadaan gelap gulita, sambaran petir, dan kelebat kilat. Seolah-olah Allah SWT berfirman, “Hujan tersebut turun di malam yang gelap gulita. Ia disertai oleh guntur dan kilat.”

 

Hujan ini adalah AlQuran. Sebagaimana hujan yang mengandung kehidupan, AlQuran pun mengandung kehidupan bagi orang yang beriman, yakni kehidupan akhirat yang hanya dapat diperoleh dengan iman. Kondisi gelap gulita adalah kekufuran. Guntur adalah ancaman yang mereka takuti. Kilat yang terdapat dalam hujan adalah cahaya iman yang terdapat dalam AlQuran. Manusia mendapat petunjuk dengan cahaya AlQuran sebagaimana malam itu mereka mendapat dengan cahaya kilat.

 

e.         Menyumbat Telinga dengan Jari. Perumpamaan lainnya sebagaimana dikemukakan da-lam surat Al Baqarah (2) ayat 19 adalah “……………Mereka menyumbat telinga dengan jari-jarinya, (menghindari) suara petir itu karena takut mati. Allah meliputi orang-orang yang kafir (surat Al Baqarah (2) ayat 19).  Demikianlah perumpamaan orang munafik apabila mendengar bacaan AlQuran dari Nabi Muhammad SAW. Ia menutup telinga karena benci, persis seperti orang yang menyumbat telinga ketika mendengar guntur karena takut mati. Orang munafik menyumbat telinga dan tidak mau mendengar suara Nabi Muhammad SAW karena takut mendengar nasihat dan takut kalau indahnya bacaan beliau masuk ke dalam hati.

 

2.            Perumpamaan Orang Kafir.

 

a.     Lebih Keras daripada Batu. Hati orang kafir digambarkan oleh Allah SWT sebagai sekeras atau bahkan lebih keras daripada batu. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam surat Al Baqarah (2) ayat 74 berikut ini: “Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras, sehingga (hatimu)  seperti batu, bahkan lebih keras. Padahal dari batu-batu itu pasti ada sungai-sungai  yang (airnya) memancar dari padanya. Adapula yang terbelah lalu keluarlah mata air  daripadanya. Dan adapula yang meluncur jatuh karena takut kepada Allah. Dan Allah tidaklah lengah terhadap apa yang kamu kerjakan.” Selanjutnya Allah SWT menggambarkan  bahwa ada batu yang mengeluarkan air, terbelah atau jatuh karena takut kepada Allah. Dengan kata lain, batu saja tunduk dan tersungkur bersujud, sementara itu, hati yang keras tidak akan basah, tidak mau membuka diri serta tidak mau tunduk dan bersujud kepada Allah.  

 

b.         Bagai Tuli, Bisu dan Buta. Orang kafir tidak memahami makna kata-kata nasihat yang disampaikan kepadanya. Ia tidak mengerti makna ayat AlQuran dan ucapan bijak selain sebagai seruan kosong belaka. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam firman-Nya berikut ini: “Dan perumpamaan bagi (penyeru) orang yang kafir adalah seperti (pengembala) yang meneriaki (binatang) yang tidak mendengar selain panggilan dan teriakan. (Mereka) tuli, bisu dan buta, maka mereka tidak mengerti. (surat Al Baqarah (2) ayat 171)

 

Allah SWT selanjutnya mengatakan bahwa orang kafir itu “tuli” dari kebenaran sehingga tidak dapat mendengar petunjuk, “bisu” untuk mengucapkan kebenaran sehingga tidak dapat berbicara menurut petunjuk, serta “buta” dari kebenaran sehingga tidak bisa melihat petunjuk. “Mereka tidak mengerti” ucapan Nabi Muhammad SAW dan tidak menghendaki kebenaran. Itu karena Nabi SAW mengajak mereka untuk bertauhid dan mengikuti nasihat-nasihat AlQuran.

 

c.       Bagai  Pengembala  dan  Binatang Gembalaan. Inilah salah satu bentuk perumpamaan dari Nabi Muhammad SAW kepada orang kafir. Sang pengembala memanggil binatang gembalaan, namun binatang gembalaan hanya mendengar panggilan dan teriakan saja. Binatang gembalaan tersebut mendengar suara tanpa memahami maknanya. Begitulah orang kafir. Ia hanya mendengar nasihat-nasihat AlQuran tanpa memahaminya. Yang didengarnya hanyalah suara belaka.

 

3.        Keledai Si Pembawa Kitab. Allah SWT menyerupakan bangsa Yahudi dengan kele-dai, karena mereka tidak mempelajari dan mengetahui isi Taurat tetapi tidak mengamalkannya. Dengan begitu, mereka sebenarnya hanya melelahkan diri sendiri tanpa mendapat manfaat. Sebagaimana firmanNya berikut ini: “Perumpamaan orang orang yang diberi tugas disuruh membawa Taurat, kemudian mereka tidak membawanya (tidak mengamalkannya) adalah seperti keledai yang membawa kitab kitab tebal. Sangat buruk perumpamaan kaum yang mendustakan ayat ayat Allah. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang orang yang zhalim (surat Al Jumu’ah (62) ayat 5).”  Di lain sisi, Allah SWT juga telah memberikan perumpamaan lain kepada keledai sebagaimana firmanNya berikut ini: “Dan sederhanakanlah dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk buruk suara adalah suara keledai. (surat Luqman (31) ayat 19)

 

4.        Bagai Kalian dan Budak Kalian. Allah SWT membuat perumpamaan tentang syirik, sebagaimana termaktub dalam surat Ar Ruum (30) ayat 28 berikut ini: “Dia membuat perumpamaan untuk kalian dari diri kalian sendiri. Apakah di antara hamba sahaya yang kalian miliki ada sekutu dalam rezeki yang Kami berikan kepada kalian? Kalian sama dengan mereka dalam hal (penggunaan) rezeki. Kalian takut kepada mereka sebagaimana kalian takut terhadap diri kalian sendiri. Demikianlah Kami menjelaskan ayat ayat bagi kaum yang berakal.” Apakah kalian menjadikan para hamba sahaya sebagai sekutu dalam apa yang Kami berikan kapada kalian? Kalian sama dalam hal itu. Kalian takut terhadap kecaman hamba sahaya kalian jika tidak mengikutsertakan mereka dalam penggunaan harta kalian sebagaimana kalian takut terhadap diri sendiri, yakni anak-anak dan kerabat yang menjadi ahli waris jika mereka tidak diberi warisan. Pengertiannya, manusia tidak takut terhadap kesertaan budak dalam hartanya baik saat hidup maupun sesudah mati sebagaimana ia takut terhadap keluarga, anak-anak, dan kerabatnya. Demikianlah seluruh makhluk yang merupakan hamba Allah SWT. Dia tidak takut terhadap kesertaan hamba dalam kekuasaan-Nya.

 

5.    Budak yang Mengabdi kepada Banyak Tuan. Seorang yang beriman (seorang ahli tauhid) menyerahkan diri semata mata kepada Allah SWT, sedangkan orang musyrik menyerahkan diri kepada banyak tuhan. Bagaimanakan kondisinya di dunia selama ia melakukan ibadah yang sia sia kepada mereka? Bagaimanakah kondisinya di akhirat? Ia dan para tuhannya berada di dalam neraka. Sebagaimana firmanNya berikut ini: “Allah membuat perumpamaan (yaitu) seorang laki laki (hamba sahaya) yang dimiliki oleh beberapa orang yang berserikat yang dalam perselisihan, dan seorang hamba sahaya yang menjadi milik penuh dari seorang (saja). Adalah kedua hamba sahaya itu sama keadaannya? Segala puji bagi Allah, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui. (surat Az Zumar (39) ayat 29).

 

6.      Sarang laba laba. Allah SWT membuat perumpamaan lain untuk orang kafir seba-gaimana firmanNya berikut ini: “Perumpamaan orang orang yang mengambil pelindung selain Allah adalah seperti laba laba yang membuat rumah. Dan sesungguhnya rumah yang paling lemah ialah rumah laba laba, sekiranya mereka mengetahui. (surat Al Ankabut (29) ayat 41).” Mereka menyembah para pelindung yang tidak bisa memberikan manfaat kepada mereka di akhirat sebagaimana rumah laba laba tidak bisa melindungi laba laba dari panas dan dingin. Demikianlah ketidakmampuan berhala. Pantaslah Allah SWT berfirman, “rumah yang paling lemah adalah rumah laba laba.” Begitulah kondisi semua sesembahan selainNya. Jadi orang yang kafir terlepas dari hijab Allah. Ia keluar menuju Allah dalam keadaan telanjang tanpa busana. Semua aib dan keburukannya tersingkap di hadapan seluruh mata.

 

7.       Bagai Anjing. Inilah  perumpamaan yang  tertuang di dalam surat Al A’raf (7) ayat 175-176 dimana disebutkan bahwa perumpamaan orang yang telah diberi ayat ayat Allah lalu meninggalkannya. Ia seperti anjing. Jika dihalau atau dibiarkan, ia tetap menjulurkan lidah. Isa disamakan dengan anjing karena sama-sama mati hatinya. Orang yang disamakan dengan anjing karena jika melihat ayat ayat Kami, tidak mau mengambil pelajaran apalagi mau mempelajarinya.

 

8.       Tanaman Musnah bagai Tak Pernah Tumbuh. Allah SWT berfirman, “Perumpamaan kehidupan dunia seperti air (hujan) yang Kami turunkan dari langit, lalu dengan air itu tanaman-tanaman bumi tumbuh subur. Diantaranya ada yang dimakan manusia dan binatang ternak. Hingga, apabila bumi telah sempurna keindahannya dan memakai perhiasan serta para pemiliknya mengira bahwa mereka menguasainya, tiba-tiba datanglah azab Kami di waktu malam atau siang, lalu Kami jadikan tanaman-tanaman itu laksana telah disabit, seakan-akan belum pernah tumbuh kemarin (sebelumnya). Demikianlah Kami menjelaskan tanda-tanda (kekuasaan Kami) kepada orang-orang yang berpikir. (surat Yunus (10) ayat 24). Allah SWT memperlihatkan kepada mereka kesudahan dan kefanaan dunia lewat berlalunya musim semi ketika mereka melihat bagaimana perhiasan dan keindahannya lenyap begitu saja. Begitulah dunia.

 

9.    Air yang Mengalir di Lembah-lembah. Allah SWT membuat perumpamaan guna membedakan secara jelas antara kebenaran dan kebathilan. Sebagaimana firman-Nya, “Allah telah menurunkan air (hujan) dari langit, maka mengalirlah air di lembah-lembah menurut ukuranya. Arus air itu membawa buih yang mengembang. Dan dari apa (logam) yang mereka lebur dalam api untuk membuat perhiasaan atau alat-alat, terdapat (pula) buih seperti buih air itu. Demikianlah Allah membuat perumpamaan (bagi) kebenaran dan kebathilan. Buih akan hilang sebagai sesuatu yang tak ada berharga, sementara yang bermanfaat bagi manusia tetap (ada) di bumi. Demikianlah Allah membuat berbagai perumpamaan.” (surat Ar Rad (13) ayat 17). Kebenaran baik air mengalir ke lembah-lembah. Air itu mengalir di lembah sesuai dengan ukurannya. Artinya, kebenaran bercampur kebathilan, karena jiwa juga membawa kebathilan, angan-angan, dan segala keinginan yang bersifat fana. Semua itu membuat hati menjadi lalai.

 

Adapun kebenaran tidak pernah fana dan lenyap. Firman Allah SWT, “Dia menurunkan air (hujan) dari langit.” Yakni AlQuran. AlQuran diserupakan dengan air, karena ia mengandung manfaat agama berupa hukum dan syariat sebagaimana hujan mengandung manfaat dunia. Selanjutnya Allah SWT menyerupakan hati dengan lembah, karena cahaya menemukan saluran dalam hati sebagaimana air menemukan celah dan saluran di lembah. Allah SWT lalu menyerupakan hati dengan arus air dan menyerupakan kebathilan dengan buih yang mengambang di atas air. Hati yang tidak berpikir, tidak mengambil pelajaran dan tidak menginginkan kebenaran, akan tercampakkan. Kegelapan dan hawa nafsu pun menemukan celah dan saluran dalam hatinya sebagaimana arus air menemukan celah da saluran di lembah.

 

Ketika hati dicampakkan, ia membawa kebathilan sebagaimana arus air membawa buih yang mengambang. Apabila hati mendapat taufik, lalu mau berpikir dan mengambil pelajaran, ia aka membawa kebenaran sebagaimana manusia mengambil manfaat dari air yang jernih. Selanjutnya, Allah SWT menggambarkan kebenaran dan kebathilan, “Buih (yang mengambang) akan hilang begitu saja.” Manfaatnya lenyap. Demikianlah kebathilan, ia tidak bermanfaat bagi pelakunya baik di dunia maupun di akhirat. Sementara itu, sesuatu yang bermanfaat bagi manusia akan tetap ada di bumi. Itulah air yang jernih. Itulah kebenaran. Allah SWT menyerupakan kebenaran dengan air yang jernih, karena ia terus memberi manfaat dunia dan akhirat bagi pelakunya sebagaimana air jernih bermanfaat bagi orang yang mengambilnya.

 

10.   Mengambil Air dengan Dua Telapan Tangan Terbuka. Orang kafir ketika berdoa sama seperti orang yang membuka dan memasukkan kedua telapan tangannya ke dalam air ketika ingin minum. Tentu saja air tidak akan sampai ke mulutnya dan yang berarti doa orang kafir tidak akan berhasil sebagaimana ia tidak bisa mendapatkan air dengan kedua telapak tangannya yang terbuka. Sebagaimana firman-Nya, “Hanya kepada Allah doa yang benar. Berhala-berhala yang mereka sembah selain Allah tidak dapat mengabulkan apapun  bagi mereka, tidak ubahnya seperti orang yang membukakan kedua telapak tangannya ke dalam air agar air sampai ke mulutnya. Padahal air itu tidak akan sampai kemulutnya. Dan doa orang-orang kafir itu, hanyalah sia-sia belaka. (surat Al Rad (13) ayat 14).” 

 

11.    Pohon  yang  Baik. Allah SWT berfirman, “Perumpamaan  kalimat  yang baik adalah seperti pohon yang baik, akarnya kuat dan cabangnya menjulang ke laing. Pohon itu menghasilkan buahnya pada setiap waktu dengan seizin Tuhannya. Dan Allah membuat perumpamaan itu untuk manusia agar manusia selalu ingat. (surat Ibrahim (14) ayat 24-25).” Yang dimaksud adalah kalimat syahadat. Ia kokoh dan banyak mempunyai cabang lewat amal amal shaleh. Adapun kalimat kemusyrikan seperti pohon yang jelek, yaitu pohon hanzhal (sejenis labu pahit). Ia tidak kokoh, bahkan terjatuh di tanah, rasa dan baunya tidak enak.

 

12.     Budak Tak Berdaya. Perumpamaan berhala yang mereka sembah selain Allah adalah seperti hamba sahaya yang sama sekali tidak berdaya: “Allah membuat perumpamaan dengan seorang hamba sahaya dibawah kekuasaan orang lain, yang tidak berdaya berbuat sesuatu dan seeorang yang Kami beri rezeki yang baik, lalu  ia menginfaqkan sebagaian darina secara rahasia dan terang-terangan. Apakah mereka sama? Segala puji bagi Allah, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.” (surat An Nahl (16) ayat 75). Jadi, bagaimana kalian menyamakan berhala dengan-Ku padahal Akulah Sang Maha Pemberi rezeki. Akulah yang memberikan rezeki kepada kalian.

 

Allah SWT kemudian membuat perumpamaan yang lain: “Dan Allah (juga) membuat perumpamaan, dua orang laki-laki, yang seorang bisu, tidak dapat berbuat sesuatu dan dia menjadi beban penanggungnya ke mana saja dia disuruh (oleh penanggungnya itu), dia sama sekali tidak dapat mendatangkan suatu kebaikan. Samakah orang itu dengan orang yang menyuruh berbuat kebaikanm dan dia berada di jalan yang lurus? (surat An Nahl (16) ayat 76).” “Bagaimana kalian menyekutukan-Ku dengannya, padahal Aku tidak bisu, Aku menciptakan kalian dengan satu kata, lalu lewat kekuasaan-Ku Kuberi kalian dunia dengan segala kenikmatan di dalamnya. Kujamin kalian dan Kuberi kalian makan, sementara kalian tidak memberi-Ku makan.”

 

13.      Mengurai Benang yang Telah Dipintal. Allah SWT membuat perumpamaan tentang orang yang mengingkari janji: “Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali. Kamu menjadikan sumpah (perjanjian)mu sebagai alat penipu di antaramu, disebabkan adanya satu golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan yang lain. Allah hanya menguji kamu dengan hal itu, dan pasti pada hari Kiamat akan dijelaskan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan. (surat An Nahl (16) ayat 92).” Jadi, orang yang mengingkari janji sama dengan wanita bodoh yang mengurai kembali benang yang telah dipintalnya sendiri.

 

Amir ibn Ka’b ibn Sa’d memiliki seorang anak perempuan bernama Raythah. Apabila selesai memintal sesuatu, ia mengurainya kembali karena kedungungannya. Karena itulah Allah SWT berkata, “Janganglah kalian membatalkan dan mengingkari janji yang sudah dibuat sebagaimana wanita dungu mengurai benang yang sudah dipintalnya dengan kuat.” Demikianlah orang yang membuat janji kemudian tidak menepatinya.

 

14.   Lebih Lemah daripada Seekor Lalat. Allah SWT membuat perumpamaan lain ten-tang berhala: “Wahai manusia! Telah dibuat suatu perumpamaan. Maka dengarkanlah! Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah tidak dapat menciptakan seekor lalat pun walaupun mereka bersatu untuk menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, mereka tidak akan dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Sama lemahnya yang menyembah dan yang disembah. (surat Al Hajj (22) ayat 73).” Allah SWT memperlihatkan kelemahan lalat agar mereka mengetahui ketidakberdayaan berhala yang mati dan tak mampu bergerak itu. Ia sungguh lebih hina dan lebih lemah dari lalat. Bagaimana mungkin ia menjadi sekutu bagi Dzat Yang Mahakuasa?!

 

15.   Antara Pelita Cahaya dan Kegelapan Berlapis-lapis. Allah SWT berfirman: “Allah (pemberi) cahaya kepada langit dan bumi. Perumpamaan cahaya-Nya seperti sebuah lubang yang tidak tembus, yang didalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam tabung kaca, (dan) tabung kaca itu bagaikan bintang yang berkilauan, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang diberkahi, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di timur dan tidak pula di barat, yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah memberi petunjuk kepada cahaya-Nya bagi orang yang dikehendaki, dan Allah Allah membuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (surat An Nur (24) ayat 35).” Allah SWT membuat perumpamaan tentang hati orang mukmin untuk memperlihatkan kehormatan dan kedudukannya. Lewat sesuatu yang nyata di dunia ini, Dia menunjukkan sesuatu yang Dia persiapkan nanti.

 

Jiwa mukmin ibarat sebuah rumah. Hatinya  ibarat kotak kaca. Pengetahuannya ibarat lentera. Mulutnya ibarat pintu. Lisannya ibarat kunci. Pelita tersebut bergantung dalam rumah dengan minyaknya yang berasal dari keyakinan, sumbunya dari zuhud, kacanya dari ridha, dan kaitannya dari akal. Apabila seorang mukmin membuka lisannya dengan mengucapkan apa yang ada dalam hatinya, keluarlah sinar terang hingga mencapai Arasy Allah. Ucapannya bercahaya, perbuatannya bercahaya, lahirnya bercahaya, bathinya bercahaya, masuknya bercahaya, keluarnya bercahaya, serta akhir perjalanannya di hari Kiamat menuju cahaya.

 

Adapun perumpamaan amal perbuatan orang kafir seperti fatamorgana yang disangka air oleh mereka yang dahaga. Ketika dihampiri, pupuslah harapan mereka dan mereka pun digiring ke neraka. Sedangkan “kegelapan yang bertingkat-tingkat” Allah SWT mengumpamakan dada, hati, dan amal perbuatan orang kafir dengan gelapnya lautan, ombak dan awan. Laut adalah hatinya yang gelap dan linglung. Ombak adalah sekutunya. Awan adalah  amal perbuatan buruknya. Begitu gelapnya, ia tidak dapat melihat tangannya sendiri. Demikianlah hati orang kafir yang sangat pekat, yang terdapat dalam dada yang gelap dan dalam tubuh yang gelap. Ia sama sekali tidak bisa melihat cahaya iman dan tidak berkeinginan untuk melihatnya.

 

Dilain sisi, ada yang berpendapat bahwa maksud, “kegelapan yang bertingkat-tingkat” adalah pendengaran gelap, penglihatan gelap, lisan gelap dan hati gelap. “Barangsiapa tdiak diberi cahaya oleh Allah, ia sama sekali tidak memiliki cahaya.

 

16.  Tunjukkan Kami ke Jalan yang Lurus. Ada yang bertanya, “Jalan yang lurus pada firman Allah ‘Tunjukkanlah kami ke jalan yang lurus,’ banyak ditafsirkan sebagai “jalan Islam”. Padahal doa itu dipanjatkan oleh orang yang telah menerima dan mendapatkan petunjuk? Bukankah aneh kalau seseorang mengikrarkan kesilamannya, sementara dia adalah seorang muslim? Apa maksudnya?

 

Kondisi dan keadaan ini  harus didudukkan secara jelas. Benar, petunjuk pada firman itu memang petunjuk Islam. Hanya saja ia berasal dari petunjuk jalan. Seorang muslim ketika mengatakan doa itu sesungguhnya sedang mengkhawatirkan dirinya terjatuh ke dalam berbagai keinginan sesat yang sebagaimana digambarkan Nabi SAW dalam sabdanya, “Bani Israil terpecah menjadi tujuh puluh dua kelompok, semua di neraka, kecuali hanya satu kelompok. Umat ini akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga kelompok. Semuanya di neraka, kecuali hanya satu kelompok, yaitu kelompok yang mengikuti jamaah kaum muslimin. (Hadits Riwayat Ahmad).”

 

Mereka khawatir diri mereka termasuk di dalamnya, sementara mereka sendiri tidak mengetahui. Oleh karena itu, mereka menyerahkan diri kepada Allah dengan hati yang tunduk dan takut seraya berkata, “Hanya kepada-Mu kami mengabdi, hanya kepada-Mu kami meminta tolong.” Permintaan tolong ini harus juga dipanjatkan mereka agar mereka bisa mengabdi pada Allah. Mereka juga meminta petunjuk untuk itu semua. 

 

Daftar Pustaka.

1.  Al Hakim Al Tirmidzi, Rahasia Perumpamaan dalam Quran & Sunnah: Melihat Makna Gaib Melalui Fenomena Nyata, Serambi Ilmu Semesta, Jakarta, 2006.

2.  Al Hakim Al Tirmidzi, Menyibak Tabir: Hal Hal Yang Tidak Terungkap Dalam Tradisi Islam, Serambi Ilmu Semesta, Jakarta, 2005.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar