Perumpamaan adalah perlambang hikmah sesuatu yang tak terdengar dan tak terlihat. Dengan perlambang itu, jiwa dapat memahami hikmah yang tak kasatmata lewat sesuatu yang kasatmata.
(Al Hakim al Tirmidzi dalam bukunya “Rahasia Perumpamaan dalam Quran dan Sunah”).
Diantara
kebijaksanaan Allah SWT terhadap hamba-Nya yang juga sekaligus khalifah-Nya di
muka bumi ialah: Allah membuat berbagai macam perumpamaan untuk mereka dari
diri mereka sendiri, sehingga mereka bisa mengetahui apa yang tidak terjangkau
oleh penglihatan dan pendengaran lahiriah. Apabila perumpamaan diberikan kepada
jiwa, persoalan yang ada menjadi tampak nyata baginya. Itu tak ubahnya seperti
orang yang melihat cermin; di dalamnya ia bisa melihat wajah dirinya dan orang
yang dibelakangnya. Dengan perumpamaan yang kasatmata tersebut, jiwa mengetahui
sesuatu yang sebelumnya tidak terlihat olehnya. Ia pun menjadi tenangm dan
patuh kepada hati. Ia ibarat tiang bagi atap rumah. Apabila tiang goyah, atap
pun goyah dan akhirnya tiang dan atap akan hancur berantakan.
Adanya perumpamaan
juga telah dikemukakan oleh Allah SWT dalam surat Al Baqarah (2) ayat 26
sebagaimana berikut ini: “Sesungguhnya Allah tidak segan membuat
perempamaan seekor nyamuk atau yang lebih kecil dari itu. Adapun orang orang
yang beriman, mereka tahu bahwa itu kebenaran dari Tuhan. Tetapi mereka yang
kafir berkata, “Apa maksud Allah dengan perumpamaan ini?” Dengan perumpamaan
itu banyak orang yang dibiarkan-Nya sesat, dan dengan itu banyak (pula) orang
yang diberi-Nya petunjuk. Tetapi tidak ada yang Dia sesatkan dengan
(perumpamaan) itu selain orang orang fasik.” Lalu Allah SWT menyebut
mereka yang memahami perumpamaan sebagai orang yang berilmu, sebagaimana
dikemukakan-Nya di dalam surat Al Ankabuut (29) ayat 43 berikut ini: “Dan
perumpamaan perumpamaan ini Kami buat untuk manusia; dan tidak ada yang akan
memahaminya kecuali mereka yang berilmu.” Sekarang sudahkah diri kita
menjadi orang yang berilmu sebagaimana dikehendaki oleh Allah SWT?
Barangkali
ada yang bertanya, “Bukankah perumpamaan adalah penyerupaan?” Tidak,
perumpamaan (tamsil) bukanlah penyerupaan (tasybih). Perumpamaan sekadar
mengumpama kan sesuatu yang ghaib dengan sesuatu yang tampak agar mudah
dipahami oleh manusia. Barangkali ada yang meminta penjelasan lebih lanjut,
“Misalnya seperti apa?” Rasulullah SAW bersabda: “Setelah Allah SWT mengajarkan berbicara di bukit Sinai, Nabi Musa as,
kembali kepada Bani Israil. Mereka melihat wajah Musa as, bercahaya dan mereka
belum pernah melihat itu sebelumnya. Kedua belas kabilah Yahudi mendatanginya
seraya berkata, “Wahai Musa, engkau telah mendengar langsung Tuhanmu berbicara.
Gambarkanlah Dia kepada kami!” Musa as, menjawab, “Mahasuci Allah. Dia tidak
bisa digambarkan.” Musa as, mengucapkan kalimat tersebut tiga kali. Mereka
berkata, “Kalau begitu katakanlah saja seperti apa Dia!” Musa as, menjawab,
“Mahasuci Allah. Tidak ada sesuatu pun yang seperti Dia.” Beliau as,
mengucapkannya tiga kali. Mereka kemudian berujar, “Wahai Musa terangkanlah
sesuatu tentang-Nya yang dapat kami memahami.” Akhirnya Musa as, menjelaskan,
“Aku mendengar firman Tuhan-ku tidak mengandung keraguan sama sekali, ibarat
kilat paling terang dengan guntur paling keras yang Allah ciptakan dalam logika
paling indah. Tidak ada sedikit pun keburukan yang terlintas. Aku bertanya,
‘Wahai Tuhan, apakah begini kalam-Mu?” Dia menjawab, “Tidak, wahai Musa, Aku
mengajakmu berbicara dengan kekuatan sepuluh ribu lisan. Aku memiliki seluruh
kekuatan lisan. Andaikan Aku berbicara kepadamu dengan hakikat kalam-Ku, engkau
sudah tiada.”
Diriwayatkan
bahwa Al Huwayrits berkomentar, “Allah
SWT berbicara kepada Musa as, sesuai dengan kemampuannya. Seandainya Dia
berbicara kepadanya dengan sesuatu yang di luar kemampuannya, ia tidak akan
sanggup. Jadi, itu bukanlah penyerupaan.”
Kaum
beriman yang benar-benar mengenal Allah SWT mengetahui bahwa kalam-Nya tidak
menyerupai kalam makhluk, tetapi keindahan, keberkahan, dan maknanya sampai ke
hati para ahli tauhid. Dia munculkan cahaya makrifat dan tauhid dari sumbernya,
kemudian Dia iringi dengan keindahan, keberkahan dan makna tersebut. Allah SWT
memperdengarkan kalam-Nya kepada Musa as, karena ia layak mendapatkan
keistimewaan ini. Seandainya Musa as, tidak memiliki kepekaan rasa, tentu
keistimewaan, keindahan, dan kenikmatan ini tidak bermanfaat baginya.
Dalam
riwayat yang lainnya disebutkan bahwa Allah SWT berfirman, “Wahai Musa, aku
akan mewafatkanmu.” Musa as, bertanya, “Lalu, siapakah yang akan memandikanku?”
Allah SWT menjawab, “Cukuplah bagimu kesucian-Ku.” Musa as, kembali bertanya,
“Siapakah yang menangisiku?” “Jin dan pepohonan,” Jawab-Nya. Tidakkah engkau melihat
bagaimana Dia telah menyucikan kalam-Nya?
Sekarang mari kita pelajari beberapa perumpamaan-perumpamaan dimaksud yang terdapat di dalam AlQuran, yakni:
1.
Perumpamaan tentang Kaum
Munafik.
a. Perumpamaan kaum
Munafik.
Sikap dan janji setia kaum munafik kepada Bani Qurayzhah tak ubahnya seperti
sikap syaitan kepada Barshisha. Syaitan berkata kepadanya, “Kafirlah”. Ketika
ia telah kafir, syaitan cuci tangan, “Aku berlepas diri dari kamu.” Kaum
munafik itu berjanji kepada kaum Yahudi,
Bani Qurayzhah, “Kami mendukung kalian untuk memerangi Muhammad.” Ternyata,
ketika masa perang tiba, kaum munafik berlepas diri dari mereka. Kesudahan
mereka semua adalah neraka, sama seperti kesudahan orang-orang yang masuk
neraka.
b. Bagai Menyalakan Api lalu Dipadamkan. Orang munafik yang
mengucapkan keima-nan agar dianggap beriman oleh manusia laksana orang yang
menyalakan api dan berjalan dalam naungan cahaya selama apinya menyala. Bila
meninggalkan keimanan, ia pun berada dalam kegelapan seperti orang yang apinya
padam. Akhirnya, ia tidak mendapat petunjuk dan tidak dapat melihat. “Allah lenyapkan cahaya yang menyinari mereka”
maknanya Allah melenyapkan keimanan yang telah mereka nyatakan dan “membiarkan mereka dalam kegelapan tidak
dapat melihat” bermakna: Allah meninggalkan mereka dalam kesesatan,
sehingga mereka tidak bisa melihat petunjuk.
Sebagaimana
dikemukakan dalam surat Al Baqarah (2) ayat 14-15-16-17-18 berikut ini: “Dan apabila mereka berjumpa dengan orang
yang beriman, mereka berkata, “Kami telah beriman.” Tetapi apabila mereka
kembali kepada setan setan (pemimpin mereka), mereka berkata, “Sesungguhnya
kami bersama kamu, kami hanya berolok olok.” Allah akan mengolok olokkan mereka
dan membiarkan mereka terombang ambing dalam kesesatan. Mereka itulah yang
membeli kesesatan dengan petunjuk. Maka perdagangan mereka itu tidak beruntung
dan mereka tidak mendapat petunjuk. Perumpamaan mereka seperti orang orang yang
menyalakan api, setelah menerangi sekelilingnya. Allah melenyapkan cahaya (yang
menyinari) mereka dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat.
Mereka tuli, bisu dan buta, sehingga mereka tidak dapat kembali.”
Perumpamaan di atas
ini, Allah SWT berikan untuk orang munafik yang secara lahiriah mengaku beriman.
Dengan pengakuannya itu, ia bisa menikah dan mendapat warisan. Darah dan
hartanya pun terlindungi. Namun ketika kematian datang dan hatinya tetap
ingkar, maka hak haknya tercabut. Ia pun dibiarkan dalam penderitaan dan
kegelapan. Ia terombang ambing dalam kebingungan sebagaimana sikapnya terhadap
Allah SWT di dunia. Dilain sisi, “Api itu
menerangi sekelilingnya” adalah ketika mereka mendatangi kaum mukmin serta
petunjuk dan “Allah lenyapkan cahaya yang
menerangi mereka” saat mereka mendatangi kaum musyrik. Hati orang munafik
itu miring. Tidak ada yang bisa menetap padanya. Setiap kali cahaya kebenaran
bersinar, ia keluar lagi dari sisi yang lain. Hatinya seperti lubang tikus, ia
masuk dari satu pintu dan keluar dari pintu yang lain.
c. Perumpamaan Sikap Yahudi Terhadap Nabi. Surat Al Baqarah (2) ayat 14-15-16-17-18 sebagaimana tersebut di atas
merupakan perumpamaan sikap umat Yahudi terhadap Nabi Muhammad SAW. Mereka
berada dalam kesulitan dan kegelapan yang sangat pekat serta menantikan jalan
keluar dan cahaya. Mereka menantikan Nabi Muhammad SAW. Mereka mengetahui bahwa
beliau benar, namun, ketika beliau datang, mereka malah mendustakan dan
mendengkinya karena takut kehilangan dan mata pencaharian. Karena itu, Allah
melenyapkan cahaya yang menyinari mereka. Allah lenyapkan kenikmatan dalam hati
mereka, sebagai hukuman atas sikap membangkang mereka. Allah SWT membiarkan
mereka dalam kegelapan sehingga tidak bisa melihat petunjuk.
“Dan sungguh, engkau (Muhammad)
akan mendapati mereka (orang-orang Yahudi), manusia yang paling tamak akan
kehidupan (dunia), bahkan lebih tamak dari orang orang musyrik. Masing-masing
dari mereka ingin diberi umur seribu tahun, padahal umur panjang itu tidak akan
menjauhkan mereka dari azab. Dan Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan.”
(surat Al Baqarah (2) ayat 96).”
Mereka seperti orang
yang menyalakan api di padang luas yang tandus pada malam yang gelap gulita
untuk mencari keselamatan. Ketika api telah bersinar, tiba-tiba api itu padam
dan mereka pun berada di dalam kegelapan. Demikianlah bangsa Yahudi.
Sebelumnya, mereka mengharapkan pertolongan agar selamat. Ketika orang yang
mereka kenali sebagai penolong datang, mereka mengingkarinya. Allah SWT
melaknat kaum Yahudi yang ingkar itu. “Perniagaan mereka tidak beruntung”
karena mereka telah membeli sesuatu yang tak bernilai dengan suatu yang tak
ternilai. Sungguh buruk kerugian yang mereka peroleh!.
d. Bagai Orang Terkena Hujan Badai. Allah SWT berfirman:
“Atau
seperti (orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit, yang disertai kegelapan,
petir dan kilat. Mereka menyumbat telinga dengan jari-jarinya, (menghindari)
suara petir itu karena takut mati. Allah meliputi orang-orang yang kafir (surat
Al Baqarah (2) ayat 19). Kaum munafik yang mendustakan AlQuran
diibaratkan seperti sekelompok orang yang singgah di gurun sahara di waktu
malam. Hujan badai turun menimpa mereka. AlQuran diserupakan dengan hujan,
karena sebagaimana dalam hujan terdapat kehidupan manusia, dalam AlQuran pun
terdapat kehidupan dan manfaat bagi orang yang beriman. “Disertai (banyak kegelapan, guntur dan kilat” menunjukkan bahwa
hujan tersebut disertai keadaan gelap gulita, sambaran petir, dan kelebat
kilat. Seolah-olah Allah SWT berfirman, “Hujan tersebut turun di malam yang gelap
gulita. Ia disertai oleh guntur dan kilat.”
Hujan ini adalah
AlQuran. Sebagaimana hujan yang mengandung kehidupan, AlQuran pun mengandung
kehidupan bagi orang yang beriman, yakni kehidupan akhirat yang hanya dapat
diperoleh dengan iman. Kondisi gelap gulita adalah kekufuran. Guntur adalah
ancaman yang mereka takuti. Kilat yang terdapat dalam hujan adalah cahaya iman
yang terdapat dalam AlQuran. Manusia mendapat petunjuk dengan cahaya AlQuran
sebagaimana malam itu mereka mendapat dengan cahaya kilat.
e. Menyumbat Telinga dengan Jari. Perumpamaan lainnya
sebagaimana dikemukakan da-lam surat Al Baqarah (2) ayat 19 adalah “……………Mereka
menyumbat telinga dengan jari-jarinya, (menghindari) suara petir itu karena
takut mati. Allah meliputi orang-orang yang kafir (surat Al Baqarah (2) ayat
19). Demikianlah perumpamaan
orang munafik apabila mendengar bacaan AlQuran dari Nabi Muhammad SAW. Ia
menutup telinga karena benci, persis seperti orang yang menyumbat telinga
ketika mendengar guntur karena takut mati. Orang munafik menyumbat telinga dan
tidak mau mendengar suara Nabi Muhammad SAW karena takut mendengar nasihat dan
takut kalau indahnya bacaan beliau masuk ke dalam hati.
2.
Perumpamaan Orang
Kafir.
a. Lebih Keras daripada Batu. Hati orang kafir
digambarkan oleh Allah SWT sebagai sekeras atau bahkan lebih keras daripada
batu. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam surat Al Baqarah (2) ayat 74
berikut ini: “Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras, sehingga (hatimu) seperti batu, bahkan lebih keras. Padahal
dari batu-batu itu pasti ada sungai-sungai
yang (airnya) memancar dari padanya. Adapula yang terbelah lalu
keluarlah mata air daripadanya. Dan
adapula yang meluncur jatuh karena takut kepada Allah. Dan Allah tidaklah
lengah terhadap apa yang kamu kerjakan.” Selanjutnya Allah SWT
menggambarkan bahwa ada batu yang
mengeluarkan air, terbelah atau jatuh karena takut kepada Allah. Dengan kata
lain, batu saja tunduk dan tersungkur bersujud, sementara itu, hati yang keras
tidak akan basah, tidak mau membuka diri serta tidak mau tunduk dan bersujud
kepada Allah.
b. Bagai Tuli, Bisu dan Buta. Orang kafir tidak
memahami makna kata-kata nasihat yang disampaikan kepadanya. Ia tidak mengerti
makna ayat AlQuran dan ucapan bijak selain sebagai seruan kosong belaka. Hal
ini sebagaimana dikemukakan dalam firman-Nya berikut ini: “Dan perumpamaan bagi (penyeru)
orang yang kafir adalah seperti (pengembala) yang meneriaki (binatang) yang
tidak mendengar selain panggilan dan teriakan. (Mereka) tuli, bisu dan buta,
maka mereka tidak mengerti. (surat Al Baqarah (2) ayat 171)
Allah SWT selanjutnya
mengatakan bahwa orang kafir itu “tuli”
dari kebenaran sehingga tidak dapat mendengar petunjuk, “bisu” untuk mengucapkan kebenaran sehingga tidak dapat berbicara
menurut petunjuk, serta “buta” dari
kebenaran sehingga tidak bisa melihat petunjuk. “Mereka tidak mengerti” ucapan Nabi Muhammad SAW dan tidak
menghendaki kebenaran. Itu karena Nabi SAW mengajak mereka untuk bertauhid dan
mengikuti nasihat-nasihat AlQuran.
c. Bagai Pengembala dan Binatang Gembalaan. Inilah salah satu
bentuk perumpamaan dari Nabi Muhammad SAW kepada orang kafir. Sang pengembala
memanggil binatang gembalaan, namun binatang gembalaan hanya mendengar
panggilan dan teriakan saja. Binatang gembalaan tersebut mendengar suara tanpa
memahami maknanya. Begitulah orang kafir. Ia hanya mendengar nasihat-nasihat
AlQuran tanpa memahaminya. Yang didengarnya hanyalah suara belaka.
3. Keledai Si Pembawa
Kitab. Allah
SWT menyerupakan bangsa Yahudi dengan kele-dai, karena mereka tidak mempelajari
dan mengetahui isi Taurat tetapi tidak mengamalkannya. Dengan begitu, mereka
sebenarnya hanya melelahkan diri sendiri tanpa mendapat manfaat. Sebagaimana
firmanNya berikut ini: “Perumpamaan orang orang yang diberi tugas
disuruh membawa Taurat, kemudian mereka tidak membawanya (tidak mengamalkannya)
adalah seperti keledai yang membawa kitab kitab tebal. Sangat buruk perumpamaan
kaum yang mendustakan ayat ayat Allah. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada
orang orang yang zhalim (surat Al Jumu’ah (62) ayat 5).” Di lain sisi, Allah SWT juga telah memberikan
perumpamaan lain kepada keledai sebagaimana firmanNya berikut ini: “Dan
sederhanakanlah dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk
buruk suara adalah suara keledai. (surat Luqman (31) ayat 19)
4. Bagai Kalian dan
Budak Kalian.
Allah SWT membuat perumpamaan tentang syirik, sebagaimana termaktub dalam surat
Ar Ruum (30) ayat 28 berikut ini: “Dia membuat perumpamaan untuk kalian dari
diri kalian sendiri. Apakah di antara hamba sahaya yang kalian miliki ada
sekutu dalam rezeki yang Kami berikan kepada kalian? Kalian sama dengan mereka
dalam hal (penggunaan) rezeki. Kalian takut kepada mereka sebagaimana kalian
takut terhadap diri kalian sendiri. Demikianlah Kami menjelaskan ayat ayat bagi
kaum yang berakal.” Apakah kalian menjadikan para hamba sahaya sebagai
sekutu dalam apa yang Kami berikan kapada kalian? Kalian sama dalam hal itu.
Kalian takut terhadap kecaman hamba sahaya kalian jika tidak mengikutsertakan
mereka dalam penggunaan harta kalian sebagaimana kalian takut terhadap diri
sendiri, yakni anak-anak dan kerabat yang menjadi ahli waris jika mereka tidak
diberi warisan. Pengertiannya, manusia tidak takut terhadap kesertaan budak
dalam hartanya baik saat hidup maupun sesudah mati sebagaimana ia takut
terhadap keluarga, anak-anak, dan kerabatnya. Demikianlah seluruh makhluk yang
merupakan hamba Allah SWT. Dia tidak takut terhadap kesertaan hamba dalam
kekuasaan-Nya.
5. Budak yang Mengabdi
kepada Banyak Tuan. Seorang
yang beriman (seorang ahli tauhid) menyerahkan diri semata mata kepada Allah
SWT, sedangkan orang musyrik menyerahkan diri kepada banyak tuhan. Bagaimanakan
kondisinya di dunia selama ia melakukan ibadah yang sia sia kepada mereka?
Bagaimanakah kondisinya di akhirat? Ia dan para tuhannya berada di dalam
neraka. Sebagaimana firmanNya berikut ini: “Allah membuat perumpamaan (yaitu) seorang
laki laki (hamba sahaya) yang dimiliki oleh beberapa orang yang berserikat yang
dalam perselisihan, dan seorang hamba sahaya yang menjadi milik penuh dari
seorang (saja). Adalah kedua hamba sahaya itu sama keadaannya? Segala puji bagi
Allah, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui. (surat Az Zumar (39) ayat
29).
6. Sarang laba laba. Allah SWT membuat
perumpamaan lain untuk orang kafir seba-gaimana firmanNya berikut ini: “Perumpamaan
orang orang yang mengambil pelindung selain Allah adalah seperti laba laba yang
membuat rumah. Dan sesungguhnya rumah yang paling lemah ialah rumah laba laba,
sekiranya mereka mengetahui. (surat Al Ankabut (29) ayat 41).” Mereka
menyembah para pelindung yang tidak bisa memberikan manfaat kepada mereka di
akhirat sebagaimana rumah laba laba tidak bisa melindungi laba laba dari panas
dan dingin. Demikianlah ketidakmampuan berhala. Pantaslah Allah SWT berfirman,
“rumah yang paling lemah adalah rumah laba laba.” Begitulah kondisi semua
sesembahan selainNya. Jadi orang yang kafir terlepas dari hijab Allah. Ia
keluar menuju Allah dalam keadaan telanjang tanpa busana. Semua aib dan
keburukannya tersingkap di hadapan seluruh mata.
7. Bagai Anjing. Inilah perumpamaan
yang tertuang di dalam surat Al A’raf (7) ayat 175-176 dimana disebutkan bahwa
perumpamaan orang yang telah diberi ayat ayat Allah lalu meninggalkannya. Ia
seperti anjing. Jika dihalau atau dibiarkan, ia tetap menjulurkan lidah. Isa
disamakan dengan anjing karena sama-sama mati hatinya. Orang yang disamakan
dengan anjing karena jika melihat ayat ayat Kami, tidak mau mengambil pelajaran
apalagi mau mempelajarinya.
8. Tanaman Musnah bagai
Tak Pernah Tumbuh.
Allah SWT berfirman, “Perumpamaan
kehidupan dunia seperti air (hujan) yang Kami turunkan dari langit, lalu dengan
air itu tanaman-tanaman bumi tumbuh subur. Diantaranya ada yang dimakan manusia
dan binatang ternak. Hingga, apabila bumi telah sempurna keindahannya dan
memakai perhiasan serta para pemiliknya mengira bahwa mereka menguasainya,
tiba-tiba datanglah azab Kami di waktu malam atau siang, lalu Kami jadikan
tanaman-tanaman itu laksana telah disabit, seakan-akan belum pernah tumbuh
kemarin (sebelumnya). Demikianlah Kami menjelaskan tanda-tanda (kekuasaan Kami)
kepada orang-orang yang berpikir. (surat Yunus (10) ayat 24). Allah SWT
memperlihatkan kepada mereka kesudahan dan kefanaan dunia lewat berlalunya
musim semi ketika mereka melihat bagaimana perhiasan dan keindahannya lenyap
begitu saja. Begitulah dunia.
9. Air yang Mengalir di
Lembah-lembah.
Allah SWT membuat perumpamaan guna membedakan secara jelas antara kebenaran dan
kebathilan. Sebagaimana firman-Nya, “Allah
telah menurunkan air (hujan) dari langit, maka mengalirlah air di lembah-lembah
menurut ukuranya. Arus air itu membawa buih yang mengembang. Dan dari apa
(logam) yang mereka lebur dalam api untuk membuat perhiasaan atau alat-alat,
terdapat (pula) buih seperti buih air itu. Demikianlah Allah membuat
perumpamaan (bagi) kebenaran dan kebathilan. Buih akan hilang sebagai sesuatu
yang tak ada berharga, sementara yang bermanfaat bagi manusia tetap (ada) di
bumi. Demikianlah Allah membuat berbagai perumpamaan.” (surat Ar Rad (13) ayat
17). Kebenaran baik air mengalir ke lembah-lembah. Air itu mengalir di
lembah sesuai dengan ukurannya. Artinya, kebenaran bercampur kebathilan, karena
jiwa juga membawa kebathilan, angan-angan, dan segala keinginan yang bersifat
fana. Semua itu membuat hati menjadi lalai.
Adapun kebenaran
tidak pernah fana dan lenyap. Firman Allah SWT, “Dia menurunkan air (hujan) dari langit.” Yakni AlQuran. AlQuran
diserupakan dengan air, karena ia mengandung manfaat agama berupa hukum dan
syariat sebagaimana hujan mengandung manfaat dunia. Selanjutnya Allah SWT
menyerupakan hati dengan lembah, karena cahaya menemukan saluran dalam hati
sebagaimana air menemukan celah dan saluran di lembah. Allah SWT lalu
menyerupakan hati dengan arus air dan menyerupakan kebathilan dengan buih yang
mengambang di atas air. Hati yang tidak berpikir, tidak mengambil pelajaran dan
tidak menginginkan kebenaran, akan tercampakkan. Kegelapan dan hawa nafsu pun
menemukan celah dan saluran dalam hatinya sebagaimana arus air menemukan celah
da saluran di lembah.
Ketika hati
dicampakkan, ia membawa kebathilan sebagaimana arus air membawa buih yang
mengambang. Apabila hati mendapat taufik, lalu mau berpikir dan mengambil
pelajaran, ia aka membawa kebenaran sebagaimana manusia mengambil manfaat dari
air yang jernih. Selanjutnya, Allah SWT menggambarkan kebenaran dan kebathilan,
“Buih (yang mengambang) akan hilang
begitu saja.” Manfaatnya lenyap. Demikianlah kebathilan, ia tidak
bermanfaat bagi pelakunya baik di dunia maupun di akhirat. Sementara itu,
sesuatu yang bermanfaat bagi manusia akan tetap ada di bumi. Itulah air yang
jernih. Itulah kebenaran. Allah SWT menyerupakan kebenaran dengan air yang
jernih, karena ia terus memberi manfaat dunia dan akhirat bagi pelakunya
sebagaimana air jernih bermanfaat bagi orang yang mengambilnya.
10. Mengambil Air dengan
Dua Telapan Tangan Terbuka. Orang kafir ketika berdoa sama seperti orang yang
membuka dan memasukkan kedua telapan tangannya ke dalam air ketika ingin minum.
Tentu saja air tidak akan sampai ke mulutnya dan yang berarti doa orang kafir
tidak akan berhasil sebagaimana ia tidak bisa mendapatkan air dengan kedua
telapak tangannya yang terbuka. Sebagaimana firman-Nya, “Hanya kepada Allah doa yang benar. Berhala-berhala yang mereka sembah
selain Allah tidak dapat mengabulkan apapun
bagi mereka, tidak ubahnya seperti orang yang membukakan kedua telapak
tangannya ke dalam air agar air sampai ke mulutnya. Padahal air itu tidak akan
sampai kemulutnya. Dan doa orang-orang kafir itu, hanyalah sia-sia belaka.
(surat Al Rad (13) ayat 14).”
11. Pohon yang Baik. Allah SWT berfirman,
“Perumpamaan kalimat yang baik adalah
seperti pohon yang baik, akarnya kuat dan cabangnya menjulang ke laing. Pohon
itu menghasilkan buahnya pada setiap waktu dengan seizin Tuhannya. Dan Allah
membuat perumpamaan itu untuk manusia agar manusia selalu ingat. (surat Ibrahim
(14) ayat 24-25).” Yang dimaksud adalah kalimat syahadat. Ia kokoh dan
banyak mempunyai cabang lewat amal amal shaleh. Adapun kalimat kemusyrikan
seperti pohon yang jelek, yaitu pohon hanzhal (sejenis labu pahit). Ia tidak
kokoh, bahkan terjatuh di tanah, rasa dan baunya tidak enak.
12. Budak Tak Berdaya. Perumpamaan berhala
yang mereka sembah selain Allah adalah seperti hamba sahaya yang sama sekali
tidak berdaya: “Allah membuat perumpamaan
dengan seorang hamba sahaya dibawah kekuasaan orang lain, yang tidak berdaya
berbuat sesuatu dan seeorang yang Kami beri rezeki yang baik, lalu ia menginfaqkan sebagaian darina secara
rahasia dan terang-terangan. Apakah mereka sama? Segala puji bagi Allah, tetapi
kebanyakan mereka tidak mengetahui.” (surat An Nahl (16) ayat 75). Jadi,
bagaimana kalian menyamakan berhala dengan-Ku padahal Akulah Sang Maha Pemberi
rezeki. Akulah yang memberikan rezeki kepada kalian.
Allah SWT kemudian
membuat perumpamaan yang lain: “Dan Allah
(juga) membuat perumpamaan, dua orang laki-laki, yang seorang bisu, tidak dapat
berbuat sesuatu dan dia menjadi beban penanggungnya ke mana saja dia disuruh
(oleh penanggungnya itu), dia sama sekali tidak dapat mendatangkan suatu kebaikan.
Samakah orang itu dengan orang yang menyuruh berbuat kebaikanm dan dia berada
di jalan yang lurus? (surat An Nahl (16) ayat 76).” “Bagaimana kalian
menyekutukan-Ku dengannya, padahal Aku tidak bisu, Aku menciptakan kalian
dengan satu kata, lalu lewat kekuasaan-Ku Kuberi kalian dunia dengan segala
kenikmatan di dalamnya. Kujamin kalian dan Kuberi kalian makan, sementara
kalian tidak memberi-Ku makan.”
13. Mengurai Benang yang
Telah Dipintal.
Allah SWT membuat perumpamaan tentang orang yang mengingkari janji: “Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan
yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai
kembali. Kamu menjadikan sumpah (perjanjian)mu sebagai alat penipu di antaramu,
disebabkan adanya satu golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan yang
lain. Allah hanya menguji kamu dengan hal itu, dan pasti pada hari Kiamat akan
dijelaskan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan. (surat An Nahl (16)
ayat 92).” Jadi, orang yang mengingkari janji sama dengan wanita bodoh yang
mengurai kembali benang yang telah dipintalnya sendiri.
Amir ibn Ka’b ibn
Sa’d memiliki seorang anak perempuan bernama Raythah. Apabila selesai memintal
sesuatu, ia mengurainya kembali karena kedungungannya. Karena itulah Allah SWT
berkata, “Janganglah kalian membatalkan dan mengingkari janji yang sudah dibuat
sebagaimana wanita dungu mengurai benang yang sudah dipintalnya dengan kuat.”
Demikianlah orang yang membuat janji kemudian tidak menepatinya.
14. Lebih Lemah daripada
Seekor Lalat.
Allah SWT membuat perumpamaan lain ten-tang berhala: “Wahai manusia! Telah dibuat suatu perumpamaan. Maka dengarkanlah!
Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah tidak dapat menciptakan seekor
lalat pun walaupun mereka bersatu untuk menciptakannya. Dan jika lalat itu
merampas sesuatu dari mereka, mereka tidak akan dapat merebutnya kembali dari
lalat itu. Sama lemahnya yang menyembah dan yang disembah. (surat Al Hajj (22)
ayat 73).” Allah SWT memperlihatkan kelemahan lalat agar mereka mengetahui
ketidakberdayaan berhala yang mati dan tak mampu bergerak itu. Ia sungguh lebih
hina dan lebih lemah dari lalat. Bagaimana mungkin ia menjadi sekutu bagi Dzat
Yang Mahakuasa?!
15. Antara Pelita Cahaya
dan Kegelapan Berlapis-lapis. Allah SWT berfirman: “Allah (pemberi) cahaya kepada langit dan bumi. Perumpamaan cahaya-Nya
seperti sebuah lubang yang tidak tembus, yang didalamnya ada pelita besar.
Pelita itu di dalam tabung kaca, (dan) tabung kaca itu bagaikan bintang yang
berkilauan, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang diberkahi, (yaitu)
pohon zaitun yang tumbuh tidak di timur dan tidak pula di barat, yang minyaknya
(saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas
cahaya (berlapis-lapis), Allah memberi petunjuk kepada cahaya-Nya bagi orang
yang dikehendaki, dan Allah Allah membuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia.
Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (surat An Nur (24) ayat 35).”
Allah SWT membuat perumpamaan tentang hati orang mukmin untuk memperlihatkan
kehormatan dan kedudukannya. Lewat sesuatu yang nyata di dunia ini, Dia
menunjukkan sesuatu yang Dia persiapkan nanti.
Jiwa mukmin ibarat
sebuah rumah. Hatinya ibarat kotak kaca.
Pengetahuannya ibarat lentera. Mulutnya ibarat pintu. Lisannya ibarat kunci.
Pelita tersebut bergantung dalam rumah dengan minyaknya yang berasal dari
keyakinan, sumbunya dari zuhud, kacanya dari ridha, dan kaitannya dari akal.
Apabila seorang mukmin membuka lisannya dengan mengucapkan apa yang ada dalam
hatinya, keluarlah sinar terang hingga mencapai Arasy Allah. Ucapannya
bercahaya, perbuatannya bercahaya, lahirnya bercahaya, bathinya bercahaya,
masuknya bercahaya, keluarnya bercahaya, serta akhir perjalanannya di hari
Kiamat menuju cahaya.
Adapun perumpamaan
amal perbuatan orang kafir seperti fatamorgana yang disangka air oleh mereka
yang dahaga. Ketika dihampiri, pupuslah harapan mereka dan mereka pun digiring
ke neraka. Sedangkan “kegelapan yang bertingkat-tingkat” Allah SWT
mengumpamakan dada, hati, dan amal perbuatan orang kafir dengan gelapnya
lautan, ombak dan awan. Laut adalah hatinya yang gelap dan linglung. Ombak
adalah sekutunya. Awan adalah amal
perbuatan buruknya. Begitu gelapnya, ia tidak dapat melihat tangannya sendiri.
Demikianlah hati orang kafir yang sangat pekat, yang terdapat dalam dada yang
gelap dan dalam tubuh yang gelap. Ia sama sekali tidak bisa melihat cahaya iman
dan tidak berkeinginan untuk melihatnya.
Dilain sisi, ada yang
berpendapat bahwa maksud, “kegelapan yang
bertingkat-tingkat” adalah pendengaran gelap, penglihatan gelap, lisan
gelap dan hati gelap. “Barangsiapa tdiak
diberi cahaya oleh Allah, ia sama sekali tidak memiliki cahaya.”
16. Tunjukkan Kami ke
Jalan yang Lurus. Ada
yang bertanya, “Jalan yang lurus pada firman Allah ‘Tunjukkanlah kami ke jalan
yang lurus,’ banyak ditafsirkan sebagai “jalan Islam”. Padahal doa itu
dipanjatkan oleh orang yang telah menerima dan mendapatkan petunjuk? Bukankah
aneh kalau seseorang mengikrarkan kesilamannya, sementara dia adalah seorang
muslim? Apa maksudnya?
Kondisi dan keadaan
ini harus didudukkan secara jelas.
Benar, petunjuk pada firman itu memang petunjuk Islam. Hanya saja ia berasal
dari petunjuk jalan. Seorang muslim ketika mengatakan doa itu sesungguhnya
sedang mengkhawatirkan dirinya terjatuh ke dalam berbagai keinginan sesat yang
sebagaimana digambarkan Nabi SAW dalam sabdanya, “Bani Israil terpecah menjadi tujuh puluh dua kelompok, semua di neraka,
kecuali hanya satu kelompok. Umat ini akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga
kelompok. Semuanya di neraka, kecuali hanya satu kelompok, yaitu kelompok yang
mengikuti jamaah kaum muslimin. (Hadits Riwayat Ahmad).”
Mereka khawatir diri mereka termasuk di dalamnya, sementara mereka sendiri tidak mengetahui. Oleh karena itu, mereka menyerahkan diri kepada Allah dengan hati yang tunduk dan takut seraya berkata, “Hanya kepada-Mu kami mengabdi, hanya kepada-Mu kami meminta tolong.” Permintaan tolong ini harus juga dipanjatkan mereka agar mereka bisa mengabdi pada Allah. Mereka juga meminta petunjuk untuk itu semua.
Daftar Pustaka.
1. Al Hakim Al Tirmidzi, Rahasia Perumpamaan dalam Quran & Sunnah: Melihat Makna Gaib Melalui Fenomena Nyata, Serambi Ilmu Semesta, Jakarta, 2006.
2. Al Hakim Al Tirmidzi, Menyibak Tabir: Hal Hal Yang Tidak Terungkap Dalam Tradisi Islam, Serambi Ilmu Semesta, Jakarta, 2005.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar