1. Bahlul
dan Seorang Budak. Pada suatu hari, salah seorang budak Harun
ar Rasyid memakan keju, dan sepotong keju kecil menempel di jenggotnya. Bahlul
lalu bertanya padanya, "Apa yang kau makan?" Budak itu dengan
bercanda berkata, "Aku makan burung dara." "Aku telah
mengetahuinya sebelum kau katakan,"jawab Bahlul. "Bagaimana kau
tahu?" tanya budak itu." Aku melihat kotoran burung di
jenggotmu," jawab Bahlul.
2. Bahlul
Duduk di singgasana Harun Ar Rasyid. Suatu hari, Bahlul datang ke
istana Harun dan melihat bahwa singgasana dalam keadaan kosong. Tak ada
seorangpun yang menghentikannya, sehingga ia tanpa ragu-ragu dan tanpa takut
duduk di singgasana Harun itu, mereka dengan segera mencambuknya dan menariknya
dari singgasana. Bahlul pun menangis. Harun datang dan melihatnya, ia mendekat
dan bertanya mengapa Bahlul menangis. Seorang budak menceritakan kejadiannya.
Harun pun memarahi mereka dan mencoba untuk menghibur Bahlul. Bahlul berkata
bahwa ia tidak menangisi keadaannya, tetapi ia menangisi keadaan Harun. Ia
berkata, "Aku duduk dikursi kekhalifahan dengan tidak sah untuk beberapa
saat, akibatnya aku menerima pukulan dan menanggung kemalangan seperti tadi.
Tetapi engkau telah duduk di singgasana itu selama hidupmu! Alangkah banyak
kesulitan yang mesti kau tanggung, namun masih saja engkau tidak takut akan
akibatnya."
3. Percakapan
Bahlul Dengan Abu Hanifah. Suatu hari, Abu Hanifah (pendiri Madzhab
Hanafi) mengajar di sebuah perguruan tinggi. Bahlul duduk di sebuah sudut
ruangan, mendengarkan pelajaran Abu Hanifah. Di tengah-tengah pelajarannya, Abu
Hanifah berkata, "Imam Ja'far Shadiq mengatakan tiga hal yang aku tidak
menyetujuinya. Pertama, Imam berkata bahwa Iblis akan dihukum dalam api neraka.
Karena Iblis terbuat dari api, maka bagaimana mungkin api akan menyakitinya?
Suatu benda tidak dapat tersakiti oleh benda lain yang sejenis. Kedua, beliau
berkata bahwa kita tidak dapat melihat Allah (dengan mata fisik). Namun, suatu
keberadaan pastilah dapat dilihat. Oleh karena itu, Allah dapat dilihat dengan
mata kita. Ketiga, beliau berkata bahwa siapapun yang berbuat maka dirinya
sendiri yang akan bertanggung jawab, dan akan ditanya tentang hal itu. Tetapi
hal ini tidak terbukti. Maksudnya, apapun yang dilakukan oleh manusia adalah
kehendak Allah dan manusia tidak dapat mengusahakan apa yang ia lakukan".
Segera
setelah Abu Hanifah berkata demikian, Bahlul mengambil gumpalan tanah dan
melemparkannya ke arah Abu Hanifah. Lemparam itu mengenai dahi Abu Hanifah dan
membuatnya sangat kesakitan. Kemudian Bahlul lari. Murid-murid Abu Hanifah
segera mengejar Bahlul dan menangkapnya. Karena Bahlul berhubungan dekat dengan
Khalifah, mereka membawanya dan menceritakan seluruh kejadiannya. Bahlul
berkata, "Panggil Abu Hanifah, agar aku dapat memberikan jawabanku
padanya." Abu Hanifah pun dipanggil dan Bahlul lalu berkata padanya,
"Apa kesalahan yang aku lakukan padamu?" Abu Hanifah menjawab,
"Kau melempar dahiku dengan gumpalan tanah, sehingga dahi dan kepalaku
menjadi sakit sekali." Bahlul bertanya lagi, "Dapatkah kau
perlihatkan rasa sakitmu?" Abu Hanifah menjawab, "Mana mungkin rasa
sakit diperlihatkan?" Bahlul lalu menjawab, "Pertama, kau sendiri berkata bahwa suatu keberadaan pasti dapat
dilihat, sehingga kau mengkritik Imam Ja'far Shadiq dengan mengatakan bagaimana
mungkin Allah itu ada tetapi tidak terlihat (mata fisik). Kedua, kau salah ketika mengatakan bahwa gumpalan tanah itu menyakiti
kepalamu. Karena gumpalan itu terbuat dari lumpur (campuran tanah dan air) dan
kau juga terbuat dari lumpur. Jadi bagaimana bisa suatu benda menyakiti benda
lain yang sejenis? Ketiga, kau
mengatakan bahwa seluruh perbuatan manusia adalah kehendak Allah. Jadi
bagaimana bisa kau mengatakan bahwa aku bersalah, lalu menyerahkan aku pada
khalifah, mengadukan aku, dan meminta hukuman untukku!" Abu Hanifah
mendengarkan jawaban Bahlul yang cerdas itu, dan dengan perasaan malu ia
meninggalkan istana Harun.
4. Bahlul
Dan Seorang Pejabat. Suatu hari, seorang pejabat istana berkata
pada Bahlul, "Khalifah telah mengangkatmu menjadi amir dan pemimpin para
anjing,ayam dan babi!" Bahlul menjawab, "maka mulai sekarang,jangan
melanggar perintahku, karena kau telah menjadi bawahanku!" Semua sahabat
pejabat itu tertawa. Dan pejabat itu pun merasa malu dengan jawaban Bahlul
tersebut.
5. Harun
Al Rasyid Bertanya Kepada Bahlul tentang Khamar. Suatu
hari, Bahlul pergi menemui Harun yang sedang sibuk minum khamar. Harun ingin
membuktikan bahwa khamar adalah halal, sehingga ia bertanya pada Bahlul,
"Apakah haram memakan anggur?""Tidak," jawab
Bahlul."Apakah haram, jika setelah makan anggur kemudian minum air?"
tanya Harun."Tidak ada masalah," jawab Bahlul."Lalu, bagaimana
jika setelah makan anggur dan minum air, seseorang duduk sebentar dibawah sinar
matahari?" tanya Harun lagi."Itu pun tidak ada masalah," jawab
Bahlul.Kemudian Harun berkata, "Jika demikian, ketika adonan anggur dan
air dijemur sebentar diterik matahari, bagaimana bisa menjadi
haram?"Bahlul menjawab dengan pertanyaan, "Jika sedikit tanah
diletakkan di kepala seseorang, akankah berbahaya?""Tidak,"
jawab Harun."
Kemudian
jika air dituangkan ke tanah itu, akankah menyebabkan rasa sakit?" tanya
Bahlul."Tidak," jawab Harun."Jika tanah dan air dicampur menjadi
sebuah bata, lalu dilemparkan ke kepala seseorang, akankah menyebabkan rasa
sakit?" tanya Bahlul.Khalifah menjawab, "Benar, bata itu akan melukai
orang itu,"Bahlul lalu berkata, "Kesimpulannya, adonan tanah dan air
(yang dijadikan bata) bisa melukai kepala manusia dan menyebabkan rasa sakit
padanya. Demikian pula adonan anggur dan air (yang dijadikan khamar). Minum
khamar menyebabkan banyak masalah, dan adalah wajib menghukum peminumnya!) Khalifah
menjadi tertekan atas jawaban Bahlul,
dan memerintahkan agar persediaan khamarnya dibuang.
6. Bahlul
Mengkritik Harun Al Rasyid. Suatu hari Bahlul berada didekat Harun.
Lalu Harun berkata," Wahai Bahlul,kritik aku!" Bahlul kemudian
berkata,"Wahai Harun! Jika tak ada air di gurun, sementara engkau sangat
haus dan mendekati kematian,apa yang akan kau berikan untuk seteguk air
segar?"Harun menjawab,"Dinar-dinar emas."Bahlul bertanya
lagi,"Bagaimana jika orang yang memiliki air itu tidak mau menukar airnya
dengan dinar emasmu?apa yang akan kau berikan?"Harun menjawab,"Aku
akan berikan separo kerajaanku."Bahlul bertanya lagi,"setelah meminum
air itu,kau terserang penyakit yang membuatmu tidak dapat buang air kecil.
Sekarang,apa
yang akan kau berikan pada satu-satunya orang yang dapat menyembuhkan
penyakitmu?" Harun menjawab,"Aku akan berikan sisa
kerajaanku."Bahlul lalu berkata,"Maka janganlah kau anggap penting
kerajaan ini,karena dia tidak lebih berharga daripada seteguk air. Apakah
sepatutnya engkau berbuat baik pada makhluk-makhluk Allah?".
7. Bahlul
dan Makanan Khalifah. Harun ar Rasyid mengirim sedikit makanan
untuk Bahlul. Pelayannya lalu membawa makanan itu kepada Bahlul. Ia meletakkan
makanan itu dihadapan Bahlul,lalu iapun berkata,"ini adalah makanan
istimewa Khalifah,ia telah mengirimkannya untuk kau makan." Bahlul lalu
memberikan makanan itu kepada anjing yang duduk di reruntuhan bangunan dekat
tempat itu. Pelayan itupun berteriak,"Mengapa kau berikan makanan Khalifah
pada anjing?!" Bahlul berkata,"Diamlah! Jika anjing itu mendengar
bahwa Khalifah yang mengirimkan makanan itu,maka ia tak akan mau memakannya
juga!"
8. Bahlul
dan Harun Al Rasyid. Suatu hari, Harun bertanya pada Bahlul,
"Apa rahmat Allah yang terbesar?"Bahlul segera menjawab, "Berkah
terbesar dari Allah adalah akal. Khawajah Abdullah Anshari berkata dalam
doanya, "Ya Allah! Mereka yang Engkau beri kecerdasan, (sesungguhnya)
telah Engkau beri segalanya. Dan mereka yang tidak Engkau beri pemahaman,
(sesungguhnya) tidak Engkau beri apa-apa. Dalam salah satu hadist sahih, ketika
Allah memutuskan untuk mengambil kembali rahmatNya, maka terlebih dahulu Dia
akan mengambil kecerdasan mereka. Akal adalah salah satu nafkah hidup. Adalah
menyedihkan bahwa Allah mengambil rahmat ini dariku."
9. Harun
Bertanya kepada Bahlul Tentang Ali bin Abi Thalib ra,. Suatu hari, Bahlul menemui Harun yang sedang
dalam keadaan mabuk. Harun lalu berkata pada Bahlul, "Apakah Ali bin Abi
Thalib yang lebih agtng dari Abdullah ibnu Abbas (putra paman Nabi saw), atau
Abdullah ibnu Abbas yang lebih agung dari Ali?" "Sepanjang kau tidak
membumuhku, aku akan katakan yang sebenarnya," jawab Bahlul. "Kau
akan selamat," kata Harun.Bahlul pun berjata, "Imam Ali lebih agung
dari seluruh kaum muslimin selain nabi Muhammad al Musthafa saw. Karena beliau
seorang pemuda yang pemberani dan memiliki keimanan yang sesungguhnya. Seluruh
perbuatan baik ada pada diri beliau. Beliau tidak menunjukkan sikap enggan
dalam mematuhi islam dan perintah Allah. Beliau patuhi perintah Allah kata demi
kata. Beliau sempurna dan memiliki keyakinan yang tak akan berubah, yang mana
beliau tidak berpikir tentang kehidupan dunianya dan kehidupan dunia
anak-anaknya.
Dalam
semua peperangan, beliau selalu berada di garis depan. Tak seorangpun yang
pernah melihat beliau lari dari musug. Sehingga suatu kali beliau pernah
ditanya mengenai pernahkah beliau berpikir tentang nyawanya selama pertempuran,
'Mungkin saja seseorang menyerang anda dari belakang, dan membunuh anda,' Lalu
Ali menjawab, 'pertempuranku adalah demi kdpentingan agama Allah. Sehingga aku
tidak berpikir unttk memperoleh keuntungan atau ketamakan dan keinginan
pribadi. Hidupku ada ditangan Allah. Jika aku mati, maka itu adalah kehendak
Allah dan aku akan mati di jalan Allah. Apa yang lebih agung dari itu? Dan aku
akan menikmatinya yang mana aku akan terbunuh di jalan Allah dan berada di
antara orang-orang yang beriman serta berada di jalan yang benar.'
Bahkan
ketika Imam Ali menjadi pemimpin dan khalifah kaum muslimin, beliau tidak
menyukai kemewahan. Beliau habiskan seluruh waktunya, bekerja untuk kaum muslim
dan beribadah kepada Allah. Beliau tidak pernah mengambil satu dinar pun yang
tidak semestinya dari baitul mal. Pernah saudara laki-laki beliau, Aqil, yang
telah berkeluarga meminta pada beliau untuk memberinya lebih dari yang biasa
diterimanya dari baitul maal. Tetapi beliau menolak permintaan Aqil tersebut.
Beliau berkata pada seluruh pejabatnya untuk tidak menindas rakyat. Selurth
urusan diputuskan berdasarkan keadilan dan tanpa pandang bulu. Pejabat yang
melakukan penindasan atau kekejaman sedikit saja dipecat dari jabatannya
setelah dimintai pertanggungjawabannya dengam tegas oleh Imam Ali. Beliau
bahkan tidak memaafkan teman dekatnya dari hukuman yang mesti mereka
terima."
Harun ar Rasyid menjadi malu mendengar hal ini, ia ingin membalas Bahlul,
sehingga ia bertanya, "Mengapa orang agung dan terhormat seperti itu
dibunuh?"
"Banyak
orang berada dijalan yang benar telah terbunuh, dan ribuan Nabi serta hamba
Allah yang saleh terus berjihad di jalan Allah," jawab Bahlul.Harun pun
berkata pada Bahlul, "Ceritakan dengan terperinci tentang kematian
Ali."Bahlul lalu menjelaskan, "Sebagaimana yang telah diriwayatkan
Imam Ali Zainal Abidin, ketika Abdurrahman ibnu Muljam memutuskan untuk
membunui Imam Ali, ia mengajak seseorang bersamanya. Manusia terkutuk itu
tertidur dengan lelap begitu pula dengan ibnu Muljam. Ketika Amirul Mukminin
Ali memasuki masjid, beliau membangunkan mereka untuk shalat. Ketika Imam Ali
mendirikan shalat lalu sujud, seketika si terkutuk Ibnu Muljam menyerang kepala
Beliau dengan pedangnya. Pukulan itu tepat di tempat dimana Amr bin Abdu Wudd
pernah melukai beliau dalam sebuah perang tanding di pertempuran Khandaq.
Karena pukulan tersebut, kepala beliau terluka hingga ke alis mata.
Dan
karena orang terkutuk itu telah merendam pedangnya dengan racun, Imam Ali
mengucapkam selamat tinggal pada dunia selang tiga hari setelah kejadian
tersebut. Beliau mengumpulkan anak-anaknya, 'Demi para kekasih Allah,
persahabatan para nabi dan para pewaris nabi adalah lebih baik dari dunia fana
ini. Jika aku mati karena luka ini, maka berikah satu pukulan saja pada
pembunuhku, karena ia hanya memukulku sekali dengan pedangnya. Jangan
potong-potong tubuhnya.' Setelah berkata demikian, beliau tidak sadarkan diri
selama beberapa saat. Dan ketika beliau terbangun, beliau berkata, 'Aku melihat
Rasulullah yang memerintahku untuk pergi. Beliau berkata bahwa besok aku akan
bersamanya.' Beliau berkata demikian dan syahid. Kemudian langitpun berubah
warna dan bumi mulai berguncang. Suara tasbih dan pujian-pujian datang dari
langit ke telinga manusia, dan setiap orang tahu bahwa itu adalah suara
malaikat. Tentang kejadian ini, sebuah syair melukiskannya dengan indah ;
Malam
ini kaum kafir terbangun dengan bendera penindasan dan kekejaman. Karena
kejatuhan ini (dengan syahidnya Imam Ali) mereka hancurkan prinsip-prinsip
islam. Sekali pukulan yang diberikan kepada Bapak orang-orang beriman (imam
Ali), laksana meruntuhkan rumah keimanan. Seluruh penghuni syurga melepas
mahkota kehormatan dan melemparkannya ke bumi karena berduka atas Ali. Umat
manusia di dunia merasakan air menjadi pahit. Mungkin penjara penindasan dan
tiran dapat bernafas dengan lega. Dengan membunuh menantu Thaha (Rasulullah),
para penindas melemparkan anak panah kesedihan ke hati dan tubuh Yasin
(Rasulullah). Dan kesedihan dan kesengsaraan itu, para penghuni syurga menjadi
marah. Dikarnakan kesesatan, kaum kafir menyarangkan pedang kebencian di dahi
imam Ali. Kaum penindas thdah hanya membelah kepala Imam Ali menjadi dua bagian,
mereka juga memotong 'tangan Allah' (Imam Ali). Ketika pedang musuh bersarang
di dahi Imam, bulan dan matahari juga menerima luka kedukaan. Pukulan itu
melukai dahi raja orang-orang yang Beriman, Ali. Kejadian itu bagaikan mukjizat
terbelahnya bulan (syaq al Qamar) Dahi Ali terbelah menjadi dua bagian
sebagaimana jari-jari Rasulullah membelah bulan menjadi dua bagian.'
Suara tangisan Zainab dan Ummu Kultsum pun terdengar, bahkan Hasan dan Husain meletakkan serban mereka ke tanah karena kesedihan mereka."
10. Bahlul dengan Syekh Junaid Al Baghdadi. Syekh Junaid
Al-Baghdadi adalah seorang Sufi terkemuka. Pada suatu waktu beliau keluar kota
Baghdad bersama dengan beberapa muridnya. Syekh Junaid Al-Baghdadi bertanya
tentang Bahlul. Muridnya menjawab, “Ia adalah orang gila, apa yang anda
butuhkan darinya?”. “Cari dia, aku ada perlu dengannya,” kata Syekh
Junaid.Murid-muridnya lalu mencari Bahlul dan bertemu dengannya di gurun.
Mereka lalu mengantar Syekh Junaid kepadanya. Ketika Syekh Junaid mendekati bahlul,
Beliau melihat Bahlul sedang gelisah sambil menyandarkan kepalanya ke tembok.
Syekh Junaid kemudian menyapanya, Bahlul menjawab dan bertanya kepadanya,
“Siapakah engkau?”“Aku adalah Junaid Al-Baghdadi,” kata Syekh Junaid.“Apakah
engkau Abul Qasim?” tanya Bahlul. Iya,” jawab Syekh Junaid.“Apakah engkau Syekh
Baghdadi yang memberikan petunjuk spiritual kepada orang-orang?,” Tanya Bahlul
lagi. “Iya,” jawab Syekh Junaid. Apakah engkau tahu bagaimana cara makan?”
tanya Bahlul.Syekh Junaid lalu menjawab, “Aku mengucapkan Bismillah, aku makan
yang ada dihadapanku, aku menggigitnya sedikit, meletakkannya disisi kanan
dalam mulutku dan perlahan mengunyahnya, aku tidak menatap suapan berikutnya,
aku mengingat Allah sambil makan, apapun yang aku makan aku ucapkan Alhamdulillah,
aku cuci tanganku sebelum dan sesudah makan”.
Bahlul
berdiri menyibakkan pakaiannya dan berkata “Kau ingin menjadi guru spiritual di
dunia tapi kau bahkan tidak tahu bagaimana cara makan” sambil berkata demikian
ia kemudian berjalan pergi.Murid Syekh kemudian berkata “Wahai Syekh dia adalah
orang gila”.Syekh Junaid berkata, “Dia adalah orang gila yang cerdas dan bijak,
dengarkan kebenaran darinya”. Bahlul mendekati sebuah bangunan yang telah
ditinggalkan lalu dia duduk, Syekh Junaid pun datang mendekatinya. Bahlul
kemudian bertanya “Siapakah engkau?”“Syekh Baghdadi yang bahkan tidak tau
bagaimana cara makan” jawab Syekh Junaid.“Engkau tidak tahu bagaimana cara
makan, tapi taukah engkau bagaimana cara berbicara?” Tanya Bahlul.“Iya” jawab
Syek Junaid "Bagaimana cara berbicara?” Tanya Bahlul.
Syekh Junaid kemudian menjawab “Aku berbicara tidak kurang tidak lebih dan apa
adanya, aku tidak terlalu banyak bicara, aku berbicara agar pendengar dapat
mengerti. Aku mengajak orang-orang kepada Allah dan Rasulullah SAW., aku tidak
berbicara terlalu banyak agar orang tidak menjadi bosan, aku memberikan
perhatian atas kedalaman pengetahuan lahir dan bathin”. Kemudian Ia
menggambarkan apa saja yang berhubungan dengan sikap dan etika. Lalu Bahlul
berkata, “Lupakan tentang makan, karena kau pun tidak tahu bagaimana cara
berbicara”.
11. Api Dibawa dari Dunia.Ada seorang waliyullah
bernama Bahlul Daanaa (abad VIII) yang hidup di masa khalifah Harun Al Rasyid.
Bahlul terkenal dengan sikapnya yang sering kali di luar sikap manusia pada
umumnya. Sehingga orang orang seringkali menganggapnya sebagai orang gila.
Meski sebenarnya sikap anehnya ini dilakukannya dengan sengaja. Bahlul selalu
mencari kesempatan untuk bisa dekat dengan khalifah Harun Al Rasyid guna
memberi peringatan kepadanya tentanh suatu hal. Suatu hari Bahlul mendatangi
khalifah dengan sekujur tubuhnya lusuh penuh dengan kotoran tanah; menunjukkan
kalau dirinya baru saja kembali dari melakukan perjalanan panjang. Mendapati
keadaan yang sepeti ini khalifah Harun Al Rasyid bertanya: “Bahlul kenapa
keadaanmu seperti itu, darimana saja engkau?’
“Saya baru saja kembali dari
neraka Jahannam, wahai Khalifah!’.
“Dari neraka Jahannma? Untuk
apa engkau kesana?”
“Saya datang kesana untuk
mengambil api”. “Jika engkau butuh api
kenapa harus kesana? Lalu apakah engkau sudah mengambil apinya?”
“Tidak, wahai khalifah.
Sesampainya di pintu neraka Jahannam saya bertemu dengan para penjaga. Mereka
mengatakan bahwa ‘Di neraka tidak ada api seperti yang disangka semua orang. Yang benar
adalah semua orang membawa apinya sendiri sendiri dari dunia ke sini”. Baik
apinya neraka Jahannam maupun gemerlapnya istana di syurga, semuanya adalah
disiapkan di dunia ini. Karena itu manakah yang ingin engkau persiapkan? Untuk
itu perhatikanlah amal amal perbuatanmu!
12. Condong Kepada Allah SWT. Suatu hari sorang alim agung
bernama Bahlul Daanaa berlama lama mentafakuri sebuah rumah reyot di pinggir
jalan yang hampir roboh. Ia merenungi bagaimana jiak rumah itu benar benar
roboh. Dan kembali pada suatu hari saat ia bertafakur, tiba tiba rumah yang
dilihatnya itu roboh. Mendapati kejadian ini Bahlul mengungkapkan
kegembiraannya yang tiada terhingga. Tentu saja orang orang di sekelilingnya
yang sama sekali tidak faham mengapa ia bergembira rumah itu roboh saling
bertanya kepadanya. Mendapati pertanyaan mereka, Bahlul menjawabnya demikian:
“Rumah itu roboh persis searah dengan condongnya”. Namun jawaban yang
diberikannya ini justru semakin membuat semua orang bingung.
“Memangnya kenapa kalau rumah
itu roboh searah condongnya?” Bahlul kemudian menceritakan hikmah dari
bertafakurnya demikian: “Sebagaimana rumah itu, apa saja yang ada di dunia ini
pada akhirnya akan jatuh sesuai dengan kecondongannya. Demikian kecondonganku
adalah kepada Allah SWT, karena itu semoga akhir dari hidupku insya Allah akan
berjumpa dengan Allah SWT. Wahai warga! Berteguhlah untuk selalu condong kepada
Allah saat rukuk, dan sujud. Jangan sampai kita jatuh kepada yang lain saat
meninggalkan dunia ini”.
Setiap orang haruslah selalu berusaha agar
hatinya condong kepada Allah SWT; agar selalu taat meniti jalanNya. Caranya
tidak lain adalah berusaha melawan ketidaksabaran dengan kesabaran, melawan
kelupaan dengan berdzikir, melawan kesombongan dengan bersyukur, melawan pembangkangan
dengan taat, melawan pelit dengan dermawan, melawan keraguan dengan keyakinan,
melawan riya dengan ikhlas, melawan dosa dengan bertaubat, melawan kebohongan
dengan kebenaran, melawan kebodohan dengan bertafakur sehingga insya Allah diri
kita, keluarga kita, anak keturunan kita, bisa menjadi hamba yang baik di sisi
Allah SWT. Amien.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar