H. PUASA
MENGAJARKAN SIKAP OPTIMISME.
Ibadah
puasa yang kita laksanakan, apakah itu ibadah puasa wajib di bulan Ramadhan
ataupun ibadah puasa sunnah di luar bulan Ramadhan, keduanya mengajarkan kepada
diri kita tentang optimisme bahwa waktu maghrib (waktu berbuka puasa) akan
tiba. Adanya sebuah optimisme dalam diri akan menolong diri atau akan
menjadikan diri kita menjadi pribadi pribadi yang tangguh menghadapi waktu,
cobaan, ujian, serta tantangan dalam hidup dan kehidupan bahwa segala
sesuatunya ada akhirnya, atau akan sampai kepada tujuan. Ingat, rasa optimis
tidak datang begitu saja dalam diri seseorang. Rasa optimis hanya dimiliki atau
hanya ada pada diri diri orang yang beriman sehingga hanya orang berimanlah
yang akan merasakan pelajaran tentang optimisme kehidupan melalui ibadah puasa di
bulan Ramadhan.
Ibn
Mas’ud ra, berkata; Nabi SAW bersabda: Allah ta’ala berfirman: Semua amal
ibadah anak Adam untuk dirinya sendiri, kecuali puasa, maka itu untukKu,dan Aku
sendiri yang akan membalasnya. Dan bagi orang yang puasa dua kali kesenangan gembira
ketika berbuka puasa dan gembira ketika menghadap kepada Tuhannya. Dan
sesungguhnya bau mulut orang berpuasa disisi Allah lebih dari harum dari misik
(kesturi). (Hadits Qudsi Riwayat Ath Thabrani, Ibn Annajjar dan Ibnu Asakir
dari Abdullah bin Al Harits bin Naufal; 272:123)
Dan
hal yang harus kita jadikan pelajaran adalah: Optimisme bahwa waktu maghrib
akan tiba mengandung pelajaran bahwa waktu maghrib tidak pernah menunggu diri
kita karena waktunya akan datang dengan sendirinya. Kita harus berusaha untuk
mencapai sampai dengan waktu maghrib tiba maka barulah kita sampai kepada waktu
maghrib untuk berbuka puasa. Dan jika ini keadaannya, maka segala hambatan,
segala rintangan, segala ujian, segala tantangan, harus kita hadapi dengan
sungguh sungguh lalu rasakanlah kenikmatan berbuka puasa yang begitu indah dan
membahagiakan sebagaimana dikemukakan dalam hadits di atas ini. Jika yang
terjadi adalah pesimis, akan terasa berat menunaikan puasa, akan terasa lama
waktu berjalan, yang pada akhirnya rasa malas dan tertekan muncul yang
mengakibatkan menurunkan kualitas beribadah.
I. DARI PUASA YANG SAMA DAN DENGAN CARA
YANG SAMA, KITA BISA MENGHASILKAN PUASA YANG BERBEDA.
Pernyataan di atas ini bukan sebuah
isapan jempol, akan tetapi sebuah kenyataan yang tidak bisa kita bisa
sembunyikan. Adanya rumus ini atau adanya hukum alam ini, menunjukkan kepada
diri kita akan menghasilkan adanya perbedaan perbedaan yang paling mendasar
antar satu orang dengan orang lainnya sehingga terlihatlah kualitas kualitas
orang tersebut, akhirnya terlihatlah rangking kualitas diri manusia. Adapun
yang membuat hasil akhir dari sesuatu pekerjaan, atau suatu ibadah, atau
pelaksanaan perintah dan larangan Allah SWT bukan semata mata karena “bahan
yang sama dan dengan cara yang sama” melainkan ada faktor lain yang
tidak kentara yang mengakibatkan hasil akhirnya berbeda. Adapun faktor faktor
yang memegang peranan sangat penting itu adalah:
1. Adanya faktor kualitas keikhlasan seseorang
di dalam melaksanakan pekerjaan, atau ibadah yang lainnya sangat menentukan
pelaksanaan ataupun hasil akhir dari pelaksanaan ibadah.
2. Adanya faktor kualitas niat yang melatarbelakangi seseorang untuk berbuat sesuatu, atau melaksanakan sesuatu atau melaksanakan ibadah tertentu.
3. Adanya faktor kualitas ilmu yang dimiliki seseorang akan mempengaruhi kemampuan pemahaman seseorang terhadap sesuatu hal sehingga setiap orang akan melakukan sesuatu sesuai dengan pemahaman yang dimilikinya. Untuk itu hanya melalui belajarlah kita bisa meningkatkan ilmu yang kita miliki.
4. Adanya faktor kualitas pengamalan seseorang
terhadap pemahaman yang dimilikinya menjadikan seseorang memiliki pengalaman
dan juga peningkatan penghayatan
seseorang terhadap apa yang mereka kerjakan atau ibadah yang mereka
laksanakan.
5. Adanya faktor kualitas daya juang serta
ketekunan/keseriusan seseorang untuk melakukan sesuatu pekerjaan atau suatu
ibadah atau kesungguhan di dalam melaksanakan suatu pekerjaan atau suatu ibadah
akan menjadi pembeda kualitas antar satu orang dengan orang lainnya yang pada
akhirnya akan menghasilkan hasil akhir yang berbeda.
6. Adanya faktor kualitas pengalaman di dalam
melakukan suatu pekerjaan atau suatu ibadah juga akan sangat mempengaruhi hasil
akhir dari suatu pekerjaan dikarenakan masing masing orang memiliki latar belakang
kemampuan yang berbeda beda. Lalu dari sinilah lahir seni dan perasaan di dalam
melaksanakan suatu pekerjaan, atau suatu ibadah.
Inilah enam hal yang merupakan persoalan
yang paling hakiki yang dihadapi oleh setiap manusia karena dari sinilah asal
muasal kenapa hasil dari suatu pekerjaan, atau hasil akhir dari suatu ibadah
tidak menghasilkan sesuatu yang sama atau tidak sesuai dengan yang telah
diperintahkan oleh Allah SWT.
Ayo segera
lakukan perubahan terhadap enam hal yang kami kemukakan di atas, yang tidak
hanya berlaku untuk melaksanakan puasa saja, melainkan juga untuk melaksanakan
perintah yang telah diperintah oleh Allah SWT. Terkecuali jika kita hanya
berniat saja tanpa ada tindakan seperti punguk rindukan bulan.
J. BULAN
RAMADHAN BULAN PERTAMA KALI ALQURAN DITURUNKAN.
“Bacalah dengan (menyebut)
nama Tuhanmu yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah,
Bacalah dan Tuhanmulah yang Maha Mulia, Yang mengajar (manusia) dengan qalam (pena),
Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.” (surat Al Alaq (96) ayat
1 sampai 5). Merupakan wahyu
pertama yang diturunkan oleh Allah SWT melalui perantaraan Malaikat Jibril as, kepada
Nabi Muhammad SAW. Peristiwa ini terjadi pada waktu bulan Ramadhan di “Gua Hira” di pinggiran kota Makkah. Setelah
turunnya wahyu yang pertama ini maka berubahlah status dari Muhammad bin
Abdullah menjadi Muhammad seorang Nabi dan Rasul Allah SWT dikarenakan Beliau
telah menerima risalah/wahyu yang berasal dari Allah SWT.
Adanya kenyataan bahwa bulan Ramadhan adalah bulan
diturunkannya AlQuran lalu kita rajin dan bersemangat mempelajari AlQuran.
Jangan sampai hal ini terjadi pada diri kita. Mempelajari, memahami,
mengamalkan, mengajarkan AlQuran jangan selalu dihubung hubungkan atau jangan
pula selalu dikait kaitkan dengan bulan Ramadhan karena AlQuran adalah pedoman
dan petunjuk yang kita butuhkan setiap saat, setiap waktu sepanjang hayat masih
di kandung badan. Alangkah ruginya jika kita yang hanya rajin dan semangat
mempelajari AlQuran hanya di bulan Ramadhan, lalu di luar bulan Ramadhan hilang
arah dan tidak menentu mempelajari AlQuran, atau bahkan sama sekali lupa dengan
AlQuran. Seolah olah AlQuran itu hanya mulia di bulan Ramadhan saja, lalu di
luar bulan Ramadhan tidak! Inilah kesalahan yang sering terjadi di masyarakat
kita.
Ayo kita konsisten di dalam mempelajari, memahami,
mengamalkan isi dan kandungan AlQuran yang memang diperuntukkan untuk diri kita
dan juga untuk anak keturunan kita dengan mempelajarinya sepanjang waktu. Jika
bukan sekarang, kapan lagi. Ingat waktu tidak menunggu kita, namun waktu harus
kita manfaatkan sebaik mungkin, sebelum kita tidak memiliki waktu lagi di muka
bumi ini. Sekolah boleh saja tamat, namun belajar dan belajar harus terus kita
laksanakan karena belajar tidak ada tamatnya.
Sekarang
mari kita bayangkan jika kita melaksanakan puasa melalui pendekatan skenario
pertama yang menempatkan bulan Ramadhan sebagai bulan pelatihan lalu kita giat
mempelajari, memahami dan mengamalkan AlQuran hanya di bulan Ramadhan. Namun
pada saat pertandingan selama sebelas bulan kita abai dengan AlQuran sehingga
saat bertanding melawan ahwa (hawa nafsu) dan syaitan tanpa ada adanya buku
pedoman atau adanya buku petunjuk lalu bisakah kita memenangkan pertandingan?
Hal
yang samapun terjadi jika kita melaksanakan puasa melalui pendekatan skenario
kedua yang menempatkan bulan Ramadhan sebagai bulan pertandingan lalu kita giat
mempelajari, memahami lalu mengamalkan AlQuran. Namun pada saat bulan pelatihan
selama sebelas bulan kita abai dengan AlQuran sehingga latihan yang kita
lakukan untuk melawan ahwa (hawa nafsu) dan syaitan tanpa adanya buku petunjuk
atau pedoman lalu bisakah kita sukses latihan untuk menuju ke bulan
pertandingan? Berdasarkan kondisi ini maka kita harus mempelajari, memahami dan
mengamalkan serta mengajarkan AlQuran sepanjang tahun tanpa pernah berhenti
karena diri kitalah yang membutuhkan
petunjuk dan pedoman yang ada di dalam AlQuran sepanjang hayat masih di kandung
badan.
K. KONSEP
INPUT, PROSES DAN OUTPUT SEBAGAI RUMUS KEHIDUPAN.
Konsep Input, Proses dan Output adalah rumus
kehidupan yang sesuai dengan kehendak Allah SWT sehingga rumus ini juga bisa
diterapkan dan sejalan saat diri kita melaksanakan perintah puasa yang telah
diperintahkan Allah SWT melalui surat Al Baqarah (2) ayat 183, 184, 185. Agar
kamu bertaqwa, agar kamu kembali fitrah, agar kamu sehat dan agar kamu
berysukur, itulah output atau hasil akhir dari perintah puasa di bulan Ramadhan
yang dikehendaki Allah SWT. Dan jika “taqwa,
fitrah, sehat dan bersyukur” kita nyatakan sebagai ouput berarti ia
tidak akan mungkin bisa dipisahkan dengan input dan juga proses pelaksanaan
ibadah puasa. Lalu apa yang dimaksud dengan input? Input dapat diartikan
sebagai kondisi dasar dari diri kita termasuk di dalamnya seberapa berkualitas
ilmu dan pemahaman diri kita tentang puasa serta seberapa berkualitasnya
keimanan dari diri kita selaku yang melaksanakan perintah.
Sedangkan proses adalah seberapa baik kita
melaksanakan syariat atau kaifiyat dari melaksanakan puasa, apakah sebatas
melaksanakan syariat tanpa hakekat, ataukah berusaha memperoleh dan merasakan
hakekat tanpa melanggar syariat. Lalu jangan pernah berkhayal memperoleh “taqwa, fitrah, sehat dan bersyukur”
jika input dan proses pelaksanaan puasa tidak kita laksanakan dengan baik dan
benar. Dan jika hasil dari ibadah puasa hanya lapar, haus dan menahan syahwat
semata, berarti puasa yang kita laksanakan tidak sesuai dengan konsep di atas
serta ada sesuatu yang salah di dalam input maupun prosesnya. Inilah sebuah
kepastian yang berasal dari rumus kehidupan yang berlaku di dunia ini.
Jangan pernah hanya melihat output semata seperti
kita melihat seseorang berhasil dalam kehidupannya tanpa pernah melihat input
dan proses untuk menuju keberhasilan yang diraihnya. Seperti halnya orang yang
berpuasa, jika kita melihat orang sanggup menjadikan dirinya menjadi orang
bertaqwa, kembali fitrah, sehat jasmaninya serta mampu menjadi orang yang
bersyukur. Jangan pernah iri kepada orangnya namun irilah dengan keimanannya,
irilah dengan perjuanganya sehingga mampu memperoleh hasil akhir puasanya
seperti yang dikehendaki Allah SWT. Lalu rubah dan tingkatkan keimanan kita
serta tambahkan perjuangan kita maka kita pun bisa meraih apa yang diraih oleh
orang lain.
“Seandainya umatku mengetahui (semua
keistimewaan) yang dikandung oleh Ramadhan, niscaya mereka mengharap seluruh
bulan menjadi Ramadhan”. Inilah salah
satu sabda Nabi Muhammad SAW tentang bulan Ramadhan. Apakah yang telah
dikemukakan oleh Nabi Muhammad SAW ini hanya sekedar pemberitahuan ataukah
memang kenyataannya seperti itu? Jawaban dari pertanyaan ini sangat tergantung
kepada kualitas dari individunya terutama dari sisi keimanannya. Semakin
beriman seseorang maka pernyataan di atas memang benar adanya. Namun apabila
yang menjawab pertanyaan ini adalah orang Islam yang belum tentu beriman maka
jawabannya adalah cukup bulan Ramadhan hanya sebulan saja karena berpuasa berat
baginya. Jadi tidaklah salah jika Allah SWT mensyaratkan beriman bagi yang hendak
berpuasa.
Sebagai informasi tambahan tentang bulan Ramadhan,
berikut ini akan kami kemukakan beberapa hal tentang bulan Ramadhan itu yang
mungkin terlupakan oleh banyak orang, yaitu: .
1. Bulan Ramadhan sering dikatakan sebagai
tamu yang agung. Jika bulan
Ramadhan dikatakan sebagai tamu yang agung berarti yang menjadi tuan rumah dari
tamu agung itu adalah bukanlah Allah SWT selaku yang memerintahkan untuk
berpuasa. Namun yang menjadi tuan rumah
bagi bulan Ramadhan yang mulia adalah orang orang yang beriman sebagaimana yang
dikemukakan oleh Allah SWT dalam surat Al Baqarah (2) ayat 183.
Sebagai
orang yang telah diperintahkan untuk melaksanakan ibadah puasa di bulan
Ramadhan ketahuilah bahwa kemuliaan tamu yang datang mengunjungi kita sangat
tergantung dengan kemuliaan tuan rumah. Sekarang sudahkah kita mampu menjadi
tuan rumah yang baik dan benar lagi mulia saat bulan Ramadhan yang mulia datang
kepada diri kita? Jangan sampai bulan Ramadhan yang tidak lain adalah tamu
agung yang mulia tercoreng kemuliaannya oleh rendahnya pemahaman, keimanan dari
diri kita sehingga tamu yang mulia tidak mampu menjadikan diri kita mulia pula
laksana tamunya.
2. Bulan Ramadhan juga sering disebut
sebagai bulan pendidikan terutama pendidikan tentang kejujuran. Adalah sesuatu yang biasa biasa saja jika kita
tidak boleh melakukan perbuatan yang diharamkan. Namun akan menjadi yang sangat
istimewa jika kita dilarang untuk melakukan sesuatu yang halal dalam kurun
waktu tertentu. Disinilah letak pendidikan yang istimewa tersebut. Bayangkan
kita dilarang untuk berbuat sesuatu padahal hal itu adalah halal seperti makan
dan minum serta menyalurkan syahwat. Hal ini hanya bisa dilaksanakan dengan
baik dan benar oleh orang yang beriman sehingga tidak salah jika yang diperintahkan
untuk berpuasa adalah orang yang beriman.
3.
Ingat bulan Ramadhan maka kita harus
ingat iklan “You C1000” yang berbunyi “healthy
inside fresh out side” yang bermakna puasa Ramadhan harus menjadikan ruhani
kita kembali fitrah (healthy inside) serta memperoleh bonus sehat jasmani
(fresh out side) melalui jasmani yang dipuasakan sedangkan ruhani tidak boleh
dipuasakan sedetikpun. Ingat, yang berpuasa hanyalah jasmani sedangkan ruhani
harus diberi makan sebanyak banyaknya melalui ibadah sunnah yang dinilai
menjadi ibadah wajib dan ibadah wajib dilipatgandakan serta adanya ketentuan
syaitan dibelenggu.
4. Ibadah Puasa di bulan Ramadhan mampu
menjadikan diri kita sukses melaksanakan ibadah haji dan umroh. Hal ini dikarenakan bulan Ramadhan adalah bulan untuk
melatih dan mendidik diri kita menjadi tuan rumah bagi tamunya yang mulia
sehingga hanya tuan rumah yang mulia pulalah yang mampu memuliakan tamunya.
Ingat, saat diri kita melaksanakan ibadah haji dan umroh berarti kita hanya
merubah posisi diri kita dari menjadi tuan rumah bagi bulan Ramadhan menjadi
tamu yang datang ke Baitullah karena tuan rumahnya adalah Allah SWT. Jika kita
sudah dilatih oleh Allah SWT berkali kali menjadi tuan rumah bagi bulan
Ramadhan yang hadir setiap tahunnya maka akan memudahkan diri kita saat menjadi
tamu yang mulia di Baitullah saat melaksanakan ibadah haji dan umroh. Yang pada
akhirnya kita mampu menjadi tamu tamu yang dibanggakan oleh Tuan Rumah saat
melaksanakan ibadah haji dan umroh. Amien.
Jamaah sekalian, inilah sekelumit tentang apa apa
yang terdapat di balik perintah melaksanakan puasa di bulan Ramadhan yang telah
diperintahkan oleh Allah SWT sebagaimana tertian dalam surat Al Baqarah (2)
ayat 183, 184, 185. Lalu sudahkah kita mengetahui dan memahaminya dengan baik dan
benar!