Apa itu sujud? Untuk mengetahui
makna rukuk yang hakiki mari kita pelajari apa yang dikemukan oleh “Ghufron Hasan” dalam bukunya “Aku Cermin Shalatku” yakni: Kondisi
terbaik untuk dekat dengan Allah adalah saat kita berada dalam posisi sujud.
Pada saat sujud, usahakan perlama sedikit dan rasakan nikmatnya dahi kita
menyentuh tanah/lantai, seolah-olah kepala kita tengah dibelai dari belakan.
Rasakan kasih sayang Allah dan kucuran rahmat-Nya. Luruhkan seluruh badan kita,
pusatkan seluruh beban tubuh kita ke dahi yang sedang menempel seolah-olah
seluruh dosa-dosa kita kepada Allah dengan taubat nasuha, mengharap kebaikan
dan ampunan-Nya.
Sujud adalah simbol kepatuhan
tertinggi, sebab manusia dan kepalanya berada pada posisi paling bawah, paling
rendah dan hina, seperti kita sedang mencium kaki, dalam kondisi kita sedang
mengakui kebesaran orang lain dan menghinakan diri sendiri.
Sujud kepada Allah berarti kita
sedang mengakui kebesaran-Nya tanpa reserve, dan sebagai hamba kita benar-benar
meletakkan rasa hormat, gengsi dan ego kita dihadapan kebesaran Allah, Sang
Pencipta. Betapa hina diri ini di mata Allah lantaran kita bergemul dengan
dosa-dosa: “Ya Allah, kepala ini penuh
dengan kesombongan, wajah ini penuh dengan kemunafikan, mulut ini penuh dengan
dusta, mata, hidung dan telinga ini penuh dengan dosa. Saat ini, aku sungkurkan
seluruhnya keharibaan-Mu dengan pengakuan dosa yang tulus. Ampuni hamba Ya
Rabb, hilangkan segala noda dari kepala ini.”
Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya
orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Kami, adalah orang-orang yang apabila
diperingatkan dengan ayat-ayat (Kami), mereka menyungkut sujud dan bertasbih
serta memuji Tuhannya, sedang mereka tidak menyombongkan diri. (surat As-Sajdah
(32) ayat 15).”
Sujud selain bermakna penghambaan
yang tulus kepada Allah, juga bermakna pengakuan akan keberadaan orang lain,
Bersujud kepada manusia, mengandung makna pengakuan akan kehormatannya. Allah
SWT melaknat Iblis lantaran ia tidak mau sujud (hormat) kepada Adam. Iblis
sombong dan hanya melihat dirinya satu-satunya makhluk yang paling mulia. Allah
murka melihat kesombongan itu dan karenanya Iblis diusir dari surga. Orang sombong pun sesungguhnya terusir dari
lingkungannya sendiri. Sebab pada prinsipnya sifat sombong itu tidak disukai
oleh Allah, dijauhi oleh malaikat, dibenci oleh manusia, tetapi dicintai oleh
iblis dan setan. Dari saking besarnya murka Allah terhadap sikap sombong ini,
sampai-sampai orang yang di hatinya masih ada kesombongan sebesar biji zarrah
sekalipun tidak akan diizinkan masuk ke dalam surga.
Sekarang mari kita perhatikan
dengan seksama firman-Nya berikut ini: “Muhammad itu adalah utusan Allah dan
orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir,
tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku' dan sujud mencari
karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka
dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat
mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas
itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di
atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah
hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang
mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal
yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar. (surat Al Fath (48)
ayat 29).”
Berdasarkan ayat di atas,
aktivitas suju dalam sholat akan membekas dalam diri seseorang. Lihatlah orang
yang di dahinya ada tanda-tanda hitam yang mungkin karena orang ini pasti
banyak sujud atau shalat sunnah. Kondisi ini akan bertambah hebat jika tanda-tanda
ini diikuti oleh tanda-tanda keshalehan lain di wajahnya dan sikapnya secara
umum terhadap sesama manusia.
Wajahnya penuh dengan rahmat
(kasih sayang), bibirnya tak lepas dari senyuman kepada siapa pun yang
ditemuinya, matanya penuh perhatian dan kepedulian, telinganya pandai menyimak
pembicaraan orang lain, dan air mukanya menebar pesona pada orang yang
memandangnya. Inilah wajah yang sering dibersihkan dengan air wudhu dan selalu
tersungkur dalam sujud kepada Allah.
Shalat memberi tanda pada mushalli (orang yang shalat) di hatinya,
tidak harus atau tidak selalu di dahinya, agar ia terbedakan dari orang lain
yang tidak shalat. Tanda-tanda yang nampak paling jelas adalah sikapnya pada
orang lain yang mudah dikenali dan dibedakan dari orang yang tidak shalat.
Seperti analogi ayat di atas, orang yang shalat ibarat pohon yang akarnya
menghujam ke tanah, batangnya kokoh berdiri, sementara daun-daunnya merambat ke
mana-mana agar menyenangkan orang-orang dan memberikan mereka perlindungan dan
buah-buahan.
Pedagang yang shalat nampak jelas
tanda-tanda kejujuran pada timbangannya, dalam pembicaraannya saat
bertransaksi, dan pelayanannya yang santun terhadap konsumen.
Pegawai yang shalat akan memiliki
profesionalisme, etos kerja yang tinggi, dedikasi, komitmen kerja dan tidak
korupsi waktu dan uang. Guru pun mesti selalu dalam kondisi shalat, sehingga ia
datang ke sekolah tidak hanya mengajar di kelas tetapi juga mendidik para
generasi bangsa dengan tulus, menjadi model akhlak mulia di tengan-tengah
peserta didiknya dalam bertutur dan berperilaku. Itulah tanda-tanda yang
disematkan kepada mereka yang shalat dengan sepenuh jiwa dan raga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar