Shalat merupakan salah
satu perilaku hubungan makhluk, dalam hal ini manusia kepada sang Khaliq
Penciptanya, yaitu ALLAH SWT. Shalat adalah menghadapkan hati kepada Allah,
saat hubungan yang paling unik dan bersifat khusus. Media dialognya manusia
dengan Allah, pengakuan sebagai hambanya yang penuh dengan kelemahan dan
ketidakberdayaannya dibandingkan dengan Kemahakekuasaan dan Kebesaran Allah
serta merupakan ungkapan permohonan atau doa kepadanya.
Shalat didirikan atas
dasar iman dan ikhlas hanya karena Allah semata, dengan gerakan-gerakan
tertentu dan ucapan-ucapan khas dengan bahasa Al-Qur’an yang mempergunakan
huruf arab, sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, sesuai dengan tuntunan
Rasulullah saw. Dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam beserta syarat
dan rukun yang ditentukan oleh hukum Islam.
Shalat merupakan salah
satu bukti yang paling nyata “tunduk dan patuhnya” manusia kepada Allah Yang
Maha Menciptakan segala sesuatu, yang pelaksanaannya tak dapat ditawar-tawar
lagi dalam kondisi dan situasi bagaimanapun juga, Kecuali bagi hamba-Nya yang
ditentukan lain (misalnya wanita yang sedang datang bulan, atau orang gila yang
tidak dibebani kewajiban shalat).
Shalat merupakan satu
dari rukun islam yang lima. Mendirikan shalat adalah wajib atas setiap orang
islam baik laki-laki dan perempuan. Siapa yang mendirikan shalat dengan ikhlas
karena Allah semata akan mendapat pahala, dan yang meninggalkannya akan
mendapat dosa dan disiksa di akhirat kelak.
Jika kita mau
memperhatikan bentuk dan susunan tubuh manusia sepertinya memang sudah
dipersiapkan dan direkaya sedemikian rupa sehingga cocok untuk melakukan
gerakan-gerakan shalat dan melakukan gerakan-gerakan untuk melakukan aktivitas
lainnya. Persendian-persendian tulang manusia dirakit berbentuk sendi putar,
sendi engsel, sendi guling dan lain-lain adalah sesuai benar dan luwes sekali
untuk melakukan gerakan-gerakan shalat. Antara lain berdiri, melipat tangan di
dada, rukuk, i’tidal, sujud, duduk iftirasy, duduk tawarruk dan seterusnya.
Sebagai contoh sendi
pada tulang leher yang terdiri dari tujuh ruas tulang. Direkaya berbentuk sendi
putar yang bisa bergerak ke kanan dan ke kiri sebesar atau selebar 180 derajat,
tunduk dan tengadah. Sendi ini cocok dan luwes untuk mengikuti gerakan tangan
ketika membaca takbir “Allahu Akbar” (Allah Maha Besar) dan membaca salam
“Assalamualaikum Warakhmatullah” (semoga keselamatan dilimpahkan kepada kamu
beserta rahmat Allah) dengan menoleh ke kanan dan ke kiri selebar 180 derajat.
Coba dapatkah anda membayangkan bagaimana akibatnya andaikata sendi pada tulang
leher itu berputar selebar 360 derajat?
Demikian pula sendi
pada siku tangan, punggung, lutut kaki, jari jemari dan lain-lain, semuanya
dirakit dengan rapi dan serasi sehingga cocok, tepat dan luwes untuk melakukan
gerakan sujud. Coba dapatkah anda membayangkan bagaimana akibatnya, andaikata
sendi engsel pada siku tangan dan lutut kaki tersebut tidak dirakit bergerak
berlawanan arah?
Manusia diwajibkan
mendirikan shalat, karena antara lain memang kejadiannya dilengkapi dengan
prasarana dan sarana yang cocok untuk itu, baik secara jasmaniah maupun
ruhaniah. Dalam hal perintah mendirikan shalat, antara lain Allah berfirman:
“Dan
Dirikanlah shalat untuk mengingat Aku”.
(surat
Thaaha (20) ayat 14)
“Sesungguhnya
shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya bagi orang-orang yang
beriman”.
(surat
An Nisaa (4) ayat 103)
“Perintahkanlah
kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah dalam mengerjakannya”
(surat
Thaaha (20) ayat 132)
“Periharalah
semua shalatmu dan periharalah shalat wustha. Berdirilah untuk Allah (dalam
shalatmu) dengan khusyuk”.
(surat
Al Baqarah (2) ayat 238)
“Bacalah
apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al-Qur’an) dan dirikanlah
shalat, sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan
mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar
(keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu
kerjakan.”
(surat
Al Ankabuut (29) ayat 45)
Dan Rasullulah saw
bersabda, yang artinya:
“Suruhlah
anak-anaknya mendirikan shalat bila mereka telah berumur tujuh tahun dan
pukullah (catatan: pukulan yang tidak membahayakan) jika meninggalkannya bila
mereka telah berumur sepuluh tahun, dan pisahkanlah mereka di tempat tidur”.
(HR
Ahmad, Abu Dawud, Muslim).
Makhluk yang tergolong
benda mati, tumbuhan dan binatang, dibebaskan oleh Allah dari kewajiban
mendirikan shalat. Karena kejadian kehidupannya tidak dipersiapkan dan tidak direkaya
yang sesuai untuk itu, dan tidak dilengkapi dengan pola fikir serta tata nilai
akhlak seperti manusia. Akan tetapi makhluk tersebut di atas hanya bertasbih
kepada Allah saja. Masing-masing telah mengerti akan shalawat dan tasbihnya.
Manusia tidak mengerti tentang tasbih mereka, kecuali Allah saja (baca surat Al
Hadiit (57) ayat 1; surat An Nuur (24) ayat 41 dan surat Al Isra’ (22) ayat
44).
Bentuk dan susunan
benda mati, tumbuhan dan binatang tidak cocok untuk mendirikan shalat. Karena
itu mereka tidak dimintai pertanggungjawaban tentang perilaku mereka selama di
dunia. Sebab pola perilakunya telah terprogram dalam bentuk takdir tetap,
naluri atau insting yang relatif bersifat tetap, tidak berubah-ubah. Bagi
mereka tidak ada alternative lain, kecuali tunduk patuh terhadap sunnatullah
yang diberlakukan terhadap mereka. Berbeda dengan manusia yang pola piker dan
tata nilai akhlaknya menimbulkan perilaku tidak tetap atau selalu berubah-ubah.
Manusia yang diberi akal untuk menimbang-nimbang dan diberikan hak kebebasan
kemerdekaan memilih jalan hidupnya, dengan akibat yang akan
dipertanggungjawabkan masing-masing. Sehingga resiko apa pun yang terjadi di
akherat kelak adalah buah amal manusia
yang bersangkutan.
Maka jika makhluk Allah
yang bernama manusia selama hidupnya tidak mendirikan shalat, selain dapat
diartikan sebagai pembangkangan terhadap perintah Allah, juga tidak
memfungsikan kejadiannya sebagai manusia. Mereka berarti merendahkan derajat
mereka sendiri, bahkan lebih rendah dan lebih sesat dari pada binatang (lihat
surat An Anfal ayat 22 dan ayat 55 serta surat Al Baqarah (2) ayat 18).
Tentang perintah
mendirikan shalat, Rasulullah saw juga bersabda, antara lain sebagai berikut :
“Siapa aktif shalat
lima waktu secara berjamaah, maka baginya lima perkara, yaitu: Tidak akan
menderita fakir atau melarat di dunia; Selamat dari siksa kubur; Menerima
catatan amalnya dengan tangan kanan; Melintasi shirath bagaikan kilat menyambar
karena cepatnya; Allah memasukkan ke syurga tanpa proses perhitungan ataupun
hukuman dosa (tanpa disiksa). “Ada sepuluh golongan manusia yang tidak diterima
shalatnya, yaitu :Pria shalat sendirian tanpa bacaan; Seseorang aktif shalat
tetapi zakatnya tidak dibayarkan; Pria yang menjadi imam padahal masyarakatnya
sangat benci kepadanya; Pria yang kabur atau melarikan diri, sedang ia menjadi
hamba sahaya; Pria peminum arak dan sebagainya, dan tidak mau berhenti dari
perbuatannya; Wanita yang shalat tanpa kerudung; Penguasa Pemerintahan yang
sombong dan penganiaya; Pria penyantap harta riba; dan pria yang aktif shalat
tetapi shalatnya tidak berarti, ia tetap berbuat keji dan mungkar”.
Pada suatu waktu salah
satu sahabat bertanya kepada Rasulullah saw, “Amal apakah yang paling utama?”
Rasulullah bersabda: Shalat tepat waktunya, lalu berbakti kepada ibu-bapak
kemudian jihad membela agama Allah.”
Dalam Hadits yang lain
Rasulullah menjelaskan bahwa: “Shalat itu tiang agama, barangsiapa mendirikan
shalat berarti menegakkan agama, dan barangsiapa meninggalkan shalat berarti
merobohkan agama”. (hadits riwayat al hakim, Al Baihaqi dari ibnu bin kattab)
Sekarang marilah kita
bertanya terlebih dahulu kepada diri kita masing-masing, kemudian berusaha
menjawabnya sendiri dengan pikiran bening dan hati ikhlas !
1. Saya
sebagai orang Islam (baru mengucapkan dua kalimat Syahadat), tetapi belum
mendirikan shalat wajib lima waktu, mengapa saya belum mau memulainya sekarang
juga? Jika saya belum bisa mendirikan shalat, mengapa saya tidak berusaha
mempelajari dan memahami makna, hikmah, maksud dan tujuan shalat? Mengapa saya tidak mau mencari tahu, bertanya
dan berusaha mencobanya?
2. Saya
sudah mendirikan shalat wajib lima waktu, tetapi apakah saya sudah memahami
makna, hikmah, maksud dan tujuan dari shalat dan melaksanakannya dengan tertib,
tepat waktu dan terus menerus sesuai dengan tuntunan Rasulullah saw?
3. Saya
sudah mendirikan shalat wajib lima waktu, tetapi apakah saya telah melakukannya
dengan berjamaah?
4. Saya
telah mendirikan shalat wajib lima waktu, tetapi apakah saya telah melakukannya
dengan berjamaah di masjid, terutama jamaah shalat Magrib, Isya dan Subuh?
5. Saya
telah mendirikan shalat wajib lima waktu, tetapi apakah saya setiap hari,
paling tidak satu diantara shalat wajib, melakukannya dengan berjamaah yang
diikuti oleh semua anggota keluarga atau seluruh penghuni rumah tangga saya?
6. Saya
telah mendirikan shalat wajib lima waktu, tetapi apakah istri atau suami saya,
anak-anak saya, orang tua dan mertua saya, kemenakan-kemenakan saya,
saudara-saudara saya serta orang lain yang ikut saya dan tinggal serumah dengan
saya, semuanya telah mendirikan shalat wajib lima waktu, dan apakah saya acuh
tak acuh saja terhadap mereka tentang shalat mereka?
7. Saya
telah mendirikan shalat wajib lima waktu, tetapi apakah saya telah berusaha
mengajak keluarga dan orang lain yang belum mendirikan shalat untuk mendirikan
shalat dengan cara yang bijaksana dan tidak bosan-bosan untuk mengajaknya?
8. Saya
telah mendirikan shalat wajib lima waktu, tetapi apakah saya sudah
melengkapinya dengan shalat sunnah rawatib?
9. Saya
telah mendirikan shalat wajib lima waktu, tetapi apakah saya sudah
melengkapinya dengan shalat sunnah yang lain, terutama shalat sunnah tahajud,
fajar dan dhuha?
10. Saya
telah mendirikan shalat wajib lima waktu, tetapi apakah saya sudah melengkapi
dengan mendirikan shalat-shalat yang disyariatkan oleh Rasulullah seperti
shalat sunnah gerhana, shalat sunnah syafar sebelum melakukan sebuah
perjalanan, shalat Istikharah saat menentukan suatu pilihan yang sulit ataukah
mendirikan shalat Hajat?
11. Saya
telah mendirikan shalat wajib lima waktu, tetapi apakah saya sudah pernah
melengkapi dengan mendirikan shalat-shalat sunnah selain di atas tadi, dan
apakah saya selalu berusaha menambah hafalan bacaan shalat saya, meningkatkan
mutu shalat saya, atau apakah pengertian, kemampuan hafalan bacaannya tetap
sama sejak saya pertama melakukan shalat hingga saat ini?
12. Saya telah mendirikan shalat wajib lima waktu, tetapi apakah shalat saya tersebut berpengaruh terhadap pembinaan akhlak saya sehingga saya dapat mencegah perbuatan keji dan mungkar, serta mendorong saya untuk lebih bergairah dan bersemangat untuk beramal shaleh dan berusaha untuk meningkatkannya?
Shalat
adalah tiang agama, kunci seluruh kebaikan dan tonggak keyakinan. Merupakan
cara berhubungan dengan ALLAH SWT dan cara berdoa yang paling indah. Mendidik
manusia menghargai waktu, membiasakan hidup bersih, sehat dan suci serta
disiplin. Mendidik manusia agar rapi, ikhlas, mengenal nama Allah yang indah,
mengenal kemurahan dan kasih sayang Allah. Mendidik manusia agar menyadari
tugasnya di muka bumi dan sadar serta yakin akan datangnya hari pembalasan.
Mendidik manusia agar selalu berdoa, berfikir logis-kritis-sistematis, dan
mengenal jalan yang lurus. Mendidik manusia agar tunduk patuh kepada Allah
saja, tidak angkuh, tidak sombong dan tidak congkak. Mendidik manusia agar
terpelihara dari jalan yang dimurkai, terpelihara dari jalan sesat dan
berterima kasih kepada Nabi dan Rasul Allah. Shalat mendidik manusia agar
selalu bersyukur kepada Allah dan mendidik manusia agar selalu meningkatkan
hubungannya dengan Allah dan sesama manusia.
Allah menjanjikan
kepada orang yang shalat mendapat kemenangan dan sukses dalam hidup dan
kehidupannya. Menjadi orang yang taqwa dan terpelihara serta disediakan syurga
yang penuh dengan kenikmatan. Hal itu sesuai dengan firman Allah sebagai
berikut:
“Hai orang-orang yang beriman, rukuklah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan berbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan”.
(surat
Al Hajj ayat 77)
“Hai
Manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang
sebelummu agar kamu bertaqwa”.
(surat
Al Baqarah (2) ayat 21)
“Sesungguhnya
telah kafirlah orang-orang yang berkata” Sesungguhnya Allah ialah Al-Masih
putra Maryam” padahal Al Masih sendiri berkata: “Hai Bani Israil, sembahlah
Allah Tuhanku dan Tuhanmu. “Sesungguhnya orang yang menyekutukan (sesuatu
dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya syurga dan tempatnya
ialah neraka; tidaklah ada bagi orang-orang dzalim itu seorang penolong pun.”
(surat
Al Maaidah (5) ayat 72)
“Sesungguhnya
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang shaleh, bagi mereka syurga
yang penuh dengan kenikmatan.” Kekal mereka di dalamnya, dengan janji Allah
yang benar dan Dialah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.
(surat
Luqman ayat 8-9)
Agar shalat yang kita dirikan khusyu’ hendaklah kita memahami benar bacaan dalam shalat. Artinya kita membaca, menterjemahkan, menghayati, memahami, meyakini dan kemudian mengamalkan. Mengerti siapa yang kita hadapi dalam shalat (hendaklah kita seolah-olah melihat Allah dan apabila tidak bisa kita yakin bahwa Allah melihat kita). Thuma’ninah, ikhlas tidak riya, hati dan pikiran dipusatkan hanya kepada Allah Swt.
Barangsiapa yang tidak mendirikan shalat akan selalu berkeluh kesah dalam hidup dan kehidupannya. Tidak terpelihara hidupnya, Tidak pandai bersyukur kepada Allah. Mereka termasuk orang yang meruntuhkan agama. Mereka seperti hewan bahkan lebih rendah dan lebih sesat daripada hewan. Mereka kelak di akhirat akan ditempatkan di neraka saqar. Untuk itu mari kita perhatikan dan camkan firman Allah berikut ini :
“Sesungguhnya
manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir, Apabila ia ditimpa kesusahan
ia berkeluh kesah. Dan apabila ia mendapat kesenangan ia amat kikir. Kecuali orang
yang mendirikan shalat.
(surat
Al Ma’aarij ayat 19)
“Apakah
yang memasukkan kamu ke saqar (neraka)? Mereka menjawab. “Kami dahulu tidak termasuk
orang-orang yang mendirikan shalat”,
(surat
Al Muddatstir ayat 42-43)
Sekarang
pilihan untuk mendirikan shalat ataupun tidak mau mendirikan shalat ada pada diri
kita sendiri. Ingat, resiko tanggung sendiri.
(diambil dari buku
Menabur Mutiara Hikmah yang ditulis oleh Drs Asnan Sjarif Wagino yang diterbikan
oleh CV Izufa Gempita, Jakarta, 1993)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar