Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Rabu, 07 Juli 2021

TAHU NABI MUHAMMAD SAW - PART 1

 

Allah SWT adalah pembuat skenario rencana besar bahwa hidup di muka bumi ini adalah sebuah permainan yang sangat sempurna mempersiapkan rencananya. Hal ini bisa kita rasakan langsung kesempurnaannya. Salah satunya adalah jika sampai Nabi Muhammad SAW tidak diutus oleh Allah SWT ke muka bumi ini tentu kita tidak tahu bagaimana cara melaksanakan hak-hak Allah SWT dalam kerangka melaksanakan hubungan yang harmonis antara diri kita dengan Allah SWT. 


Diutusnya Nabi Muhammad SAW merupakan suri tauladan bagi diri kita, sebagaimana firman-Nya: “Sungguh telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak meningat Allah. (surat Al Ahzab (33) ayat 21).” Adanya ketentuan Nabi Muhammad SWT sebagai suri tauladan bagi manusia maka kita sekarang memiliki contoh, cara, methode yang sesuai dengan kehendak Allah SWT yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW melalui perkataannya, melalui perbuatan (perilaku)nya serta melalui takrir (perbuatan sahabat) yang disetujui oleh Nabi Muhammad SAW dan inilah yang disebut dengan hadits.

 

Selanjutnya mari kita perhatikan firman Allah SWT berikut ini: “Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Diantara mereka ada yang beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang orang fasik. (surat Ali Imran (3) ayat 110).”  Secara umum, ayat itu jelas ditujukan kepada umat Nabi Muhammad SAW.

 

Ayat di atas dikuatkan dengan adanya sabda Rasulullah SAW:  Umatku dijadikan sebagai umat terbaik.” (Hadits Riwayat Ahmad). Lalu sadarkah kita bahwa kita adalah umat terbaik? Sadar atau tidaknya diri kita sebagai umat terbaik tergantung kepada diri kita sendiri yaitu maukah kita menjadi umat Nabi Muhammad SAW, jika tidak bersiaplah kita melanggar ketentuan syahadat kerasulan.    

 

A.     POSISI DAN KEDUDUKAN NABI MUHAMMAD SAW.

 

Sekarang mari kita pelajari posisi dan kedudukan dari Nabi Muhammad SAW dari sudut pandang kita harus tahu tentang Nabi Muhammad SAW. Untuk menjawabnya mari kita perhatikan ketentuan yang terdapat dalam firmanNya berikut ini: Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu[1223]., tetapi Dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. dan adalah Allah Maha mengetahui segala sesuatu. (surat Al Ahzab (33) ayat 40)

 

[1223] Maksudnya: Nabi Muhammad s.a.w. bukanlah ayah dari salah seorang sahabat, karena itu janda Zaid dapat dikawini oleh Rasulullah s.a.w.

 

Dan juga berdasarkan firman-Nya sebagaimana berikut ini: “Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul[234]. Apakah jika Dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, Maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi Balasan kepada orang-orang yang bersyukur. (surat Ali Imran (3) ayat 144)

 

[234] Maksudnya: Nabi Muhammad s.a.w. ialah seorang manusia yang diangkat Allah menjadi rasul. Rasul-rasul sebelumnya telah wafat. ada yang wafat karena terbunuh ada pula yang karena sakit biasa. karena itu Nabi Muhammad s.a.w. juga akan wafat seperti halnya Rasul-rasul yang terdahulu itu. di waktu berkecamuknya perang Uhud tersiarlah berita bahwa Nabi Muhammad s.a.w. mati terbunuh. berita ini mengacaukan kaum muslimin, sehingga ada yang bermaksud meminta perlindungan kepada Abu Sufyan (pemimpin kaum Quraisy). Sementara itu orang-orang munafik mengatakan bahwa kalau Nabi Muhammad itu seorang Nabi tentulah Dia tidak akan mati terbunuh. Maka Allah menurunkan ayat ini untuk menenteramkan hati kaum muslimin dan membantah kata-kata orang-orang munafik itu. (Sahih Bukhari bab Jihad). Abu Bakar r.a. mengemukakan ayat ini di mana terjadi pula kegelisahan di kalangan Para sahabat di hari wafatnya Nabi Muhammad s.a.w. untuk menenteramkan Umar Ibnul Khaththab r.a. dan sahabat-sahabat yang tidak percaya tentang kewafatan Nabi itu. (Sahih Bukhari bab Ketakwaan Sahabat).

 

Berdasarkan ketentuan surat Al Ahzab (33) ayat 40 dan surat Ali Imran (3) ayat 144 yang kami kemukakan di atas ditambah dengan mampunya diri kita telah melaksanakan syahadat, dalam arti telah memberikan pernyataan sikap tentang Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW sehingga diri kita telah mampu berkomitmen penuh untuk selalu menjadikan, meletakkan dan menempatkan Nabi Muhammad SAW sebagai berikut :

 

1.   Kita wajib mengimani kedudukan Nabi Muhammad SAW sebagai penerus dari Nabi dan Rasul  yang telah diutus oleh Allah SWT ke muka bumi sehingga Nabi Muhammad SAW merupakan bagian dari mata rantai  Nabi dan Rasul  yang telah diutus Allah SWT ke muka bumi.

2.     Kita wajib menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai panutan dan suri tauladan bagi diri kita di dalam melaksanakan program kekhalifahan di muka bumi.

3.    Kita wajib menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai panutan bagi diri kita untuk melaksanakan konsep dari Allah SWT kembali kepada Allah SWT.

4.  Kita wajib menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai penerang isi dan kan-dungan AlQuran.

5.    Kita wajib menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai penyeru bagi diri kita untuk hanya menyembah Allah SWT dan untuk menjauhi Thaghut.

6.   Kita wajib menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai pembawa petunjuk dan agama yang benar yang berasal dari Allah SWT semata.

7.  Kita wajib menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai penuntun yang meng-ajarkan dan mencontohkan bagaimana cara untuk menjalankan syariat Diinul Islam yang sesuai dengan kehendak Allah SWT.

8.    Kita wajib menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagi penuntun dan pemberi pe-tunjuk untuk memperoleh ampunan dan rahmat dari Allah SWT serta penuntun dan juga pemberi petunjuk bagi diri kita di dalam melaksanakan ketauhidan atau beraqidah hanya kepada Allah SWT.

9.    Kita wajib menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai penyampai, pengajar, pe-nyebar Diinul Islam sebagai satu-satunya agama yang haq.

10.  Kita wajib menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai salah satu pemberi syafaat bagi orang-orang yang beriman di waktu hari kiamat bagi orang orang yang telah memenuhi syarat dan ketentuan yang dikehendaki Allah SWT.

 

Sebagai  abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya yang sedang melaksanakan tugas di muka bumi, sudahkah kita mampu melaksanakan 10 (sepuluh) ketentuan yang kami kemukakan di atas ini sesuai dengan kehendak Allah SWT? Kami berharap jamaah sekalian mampu melaksanakan, mampu menempatkan dan mampu meletakkan posisi Nabi Muhammad  SAW yang sesuai dengan kehendak Allah SWT sebagai bagian dari pelaksa-naan Diinul Islam secara kaffah (menyeluruh)  dalam satu kesatuan dan juga sebagai bagian dari pelaksanaan tahu diri, tahu aturan main dan tahu tujuan akhir.

  

B.      KEISTIMEWAAN UMAT NABI MUHAMMAD SAW.

 

Jika saat ini kita masih hidup di muka bumi ini, sudahkah kita tahu apa keistimewaan dari umat Nabi Muhammad SAW itu?  Sebelum kami membahas tentang keistimewaan dari umat Nabi Muhammad SAW, ada baiknya kami mengemukakan terlebih dahulu tentang pentingnya diri kita mewaspadai ataupun waspada bahwa waktu kiamat itu sudah dekat, sebagaimana telah dikemukakan oleh Allah SWT dalam surat Al Ahzab (33) ayat 63 berikut ini: “Manusia bertanya kepadamu (Muhammad) tentang hari Kiamat. Katakanlah, “Ilmu tentang hari Kiamat itu hanya di sisi Allah,” Dan tahukah engkau, boleh jadi hari Kiamat itu sudah dekat waktunya.” Berdasarkan ayat ini telah dikemukakan bahwa perkara kapan terjadinya kiamat, merupakan rahasia Allah SAW sehingga hanya Allah SWT sajalah yang tahu ketepatan jadwal terjadinya hari kiamat dan yang harus kita jadikan kewaspadaan adalah adanya pernyataan Allah SWT yang berbunyi “boleh jadi hari Kiamat itu sudah dekat waktunya.”

 

Untuk untuk itu mari kita perhatikan hadits berikut ini: “Dari Anas bin Malik ra, Rasulullah SAW bersabda: “Aku dan hari Kiamat diutus berdampingan seperti ini.” Dan beliau menghimpun jari telunjuk dengan jari tengahnya. (Hadits Riwayat Muslim).” Adanya isyarat yang disam-paikan oleh Nabi Muhammad SAW, bila jari telunjuk mengisyaratkan saat diutusnya Nabi Muhammad SAW dan jari tengah yang mengisyaratkan saat terjadinya hari Kiamat, begitulah gambaran dekatnya antara saat diutusnya Nabi Muhammad SAW dengan saat tibanya hari Kiamat. Tidakkah hal ini kita waspadai dan menjadi perhatian bagi diri kita!.

 

Di lain sisi, Nabi Muhammad SAW merupakan nabi terakhir yang diutus oleh Allah SWT ke muka bumi dan ajaran yang beliau bawa juga sudah sempurna dan sudah pula mencapai bentuk final, sebagaimana dikemukakan oleh Allah SWT dalam surat Al Maidah (5) ayat 3 berikut: “……Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmatKu bagimu, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agamamu…..”  Dan jika Nabi Muhammad SAW sudah mengemukakan tentang dekatnya hari Kiamat sebagaimana hadits di atas berarti umat Nabi Muhammad SAW adalah umat akhir zaman sehingga diri kita dan anak keturunan kita merupakan umat terakhir menjelang tibanya hari Kiamat.

 

Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Nabi Muhammad SAW dalam sebuah haditsnya: Sesungguhnya perumpamaan zaman kalian dengan zaman umat sebelum kalian, hanyalah bagaikan jarak antara shalat Ashar dengan terbenamnya matahari. (Hadits Riwayat Bukhari). Berdasarkan hadits ini, dapat dikatakan umat Nabi Muhammad SAW adalah umat yang yang mengisi perjalanan sejarah dunia sejak waktu Ashar hingga terbenamnya matahari, yaitu saat datangnya hari Kiamat dan yang juga berarti bahwa umat Nabi Muhammad SAW pula yang akan mengalami secara langsung dahsyatnya hari kiamat. Siapa umatnya itu? Bisa jadi umatnya itu adalah anak dan keturunan dari diri kita sendiri, lalu apakah hal ini tidak bisa menyadarkan diri kita!

 

Apa yang dikemukakan dalam hadits di atas dan yang juga kami kemukakan tentang saat datangnya hari kiamat, sejalan dengan tradisi (methode) kalender Islam, dimana pergantian hari terjadi ketika matahari terbenam, yakni saat waktu Maghrib tiba. Sehingga ketika Maghrib tiba, berarti hari sudah berganti. Jika satu hari telah berlalu maka lembaran baru di buka. Tidakkah hal ini menjadi perhatian kita bahwa kiamat pasti akan terjadi. Adanya kondisi ini berarti umat Nabi Muhammad SAW jika dilihat dari ukuran rentang waktu dapat dikatakan waktunya sangat pendek. Namun demikian pendeknya waktu yang dimiliki oleh umat Nabi Muhammad SAW bukanlah sesuatu yang harus kita tangisi, apalagi disesali. Akan tetapi ketahuilah dibalik pendeknya waktu terdapat banyak keistimewaan-keistime-waan yang dimiliki oleh umat Nabi Muhammad SAW yang tidak dimiliki oleh umat-umat nabi sebelumnya. Untuk itu mari kita perhatikan hadits berikut ini yang menerangkan tentang salah satu keistimewaan dari umat Nabi Muhammad SAW, yaitu:


“Abu Na’im dalam kitabnya ‘al Hilyah’ telah meriwayatkan sebagai berikut: Allah telah memberi wahyu kepada Musa, Nabi Bani Israil, bahwa barangsiapa bertemu dengan Aku, padahal ia ingkar kepada Ahmad, niscaya Aku masukkan dirinya ke dalam neraka. Musa berkata: “Siapakah Ahmad itu, Ya Rabbi?” Allah berfirman; “Tidak pernah Aku ciptakan satu ciptaan yang lebih mulia menurut pandangan-Ku daripadanya. Telah kutuliskan namanya bersama namaKu di Arasy sebelum Aku ciptakan tujuh lapis langit dan bumi. Sesungguhnya syuga itu terlarang bagi semua makhluk-Ku, sebelum ia dan umatnya terlebih dahulu memasukinya.” Musa as, berkata: Siapakah umatnya itu?” Firmannya: Mereka yang banyak memuji Allah. Mereka memuji Allah sambil naik, sambil turun dan pada setiap keadaan. Mereka mengikat pinggang (menutup aurat)  dan berwudhu, membersihkan anggota badan. Mereka shaum (puasa) siang hari, bersepi diri dan berdzikir sepanjang malam. Aku terima amal yang dikerjakan dengan ikhlas, meskipun sedikit. Akan kumasukkan mereka ke dalam syurga karena kesaksiannya: Tiada Tuhan yang sebenarnya wajib diibadahi selain Allah.  Musa berkata: “Jadikanlah saya Nabi Ummat itu?” Allah berfirman: “Nabi ummat itu dari mereka sendiri.”  Musa berkata lagi: “Masukkanlah saya ke dalam golongan ummat Nabi itu. Allah menerangkan: “Engkau lahir mendahului Nabi dan ummat itu, sedangkan dia lahir kemudian. Aku berjanji kepadamu untuk mengumpulkan engkau bersamanya di Darul Jalal (Syurga). (Hadits Qudsi Riwayat Abu Na’im dalam Al Hilyah).

 

Berdasarkan hadits ini diketahui bahwa  umat Nabi Muhammad SAW adalah umat yang terlebih dahulu memasuki syurga sebelum umat umat lainnya bisa masuk ke dalam syurga. Selain itu, umat Nabi Muhammad SAW juga diberikan banyak keistimewaan oleh Allah SWT dibandingkan umat-umat lainnya, dimana derajat keistimewaan dari umat Nabi Muhammad SAW ini tidak lain merupakan pancaran kemuliaan nur Rasulullah SAW yang melebihi nabi-nabi dan rasul-rasul terdahulu. Hal ini dapat kita pelajari melalui hadits  yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim sebagaimana berikut ini yang menyatakan bahwa ada 5 (lima) keistimewaan Nabi Muhammad SAW yang Allah SWT berikan kepadanya yang tidak diberikan kepada  nabi sebelumnya, sebagaimana sabdanya: “Aku diberi lima yang tidak diberikan kepada seorang pun sebelum aku: (1) Aku ditolong dengan rasa takut (di hati musuhku) selama satu bulan; (2) Bumi dijadikan sebagai tempat shalat dan suci bagiku. Siapa saja dari umatku yang sampai waktu shalat padanya, maka hendaklah ia melaksanakan shalat; (3) Dihalalkan harta rampasan perang bagiku, tidak dihalalkan bagi seorang pun sebelumku; (4)  Aku diberi hak syafaat; (5) Seorang nabi diutus untuk kaumnya saja, aku diutus untuk seluruh manusia”. (Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim).

 

Selain hadits diatas, masih ada hadits lainnya yang menerangkan tentang keistimewaan umat dari umat Nabi Muhammad SAW di mata Nabi Muhammad SAW itu sendiri sebagaimana 2 (dua) buah hadits yang akan kami kemukakan berikut ini: Diriwayatkan dari Abu Jumu’ah ra yang berkata: “Suatu saat kami pernah makan siang bersama Rasulullah SAW dan ketika itu ada Abu Ubaidah  bin Jarrah ra, yang berkata “Wahai Rasulullah adakah orang yang lebih baik dari kami? Kami memeluk Islam dan berjihad bersama Engkau”. Beliau menjawab “Ya ada, yaitu kaum yang akan datang setelah kalian, yang beriman kepadaku padahal mereka tidak melihatku”. (Hadits Riwayat Ahmad,  Nomor 17017)

 

Dan juga berdasarkan hadits yang kami kemukakan berikut ini: “Dari Ibnu Abbas ra, diriwayatkan suatu ketika selepas shalat subuh, seperti biasa Rasulullah SAW duduk menghadap ke para sahabat. Kemudian Beliau bertanya, “Wahai manusia siapakah makhluk Tuhan yang imannya paling menakjubkan?” Sahabat menjawab, “Malaikat, ya Rasul.” “Bagaimana Malaikat tidak beriman, sedangkan mereka pelaksana perintah Tuhan?” Tukas Rasulullah. “Kalau begitu, para Nabi Ya Rasulullah, “para sahabat kembali menjawab. “Bagaimana nabi tidak beriman, sedangkan wahyu dari langit turun kepada mereka? ujar Rasulullah. “Kalau begitu para sahabat sahabatmu, ya Rasul,” Tanya salah seorang sahabat. “Bagaimana sahabat sahabatku tidak beriman, sedang mereka menyaksikan apa yang mereka saksikan. Mereka bertemu langsung denganku, melihatku, mendengar kata kataku, dan juga menyaksikan dengan mata kepada sendiri tanda tanda kerasulanku.” Ujar Rasulullah. Lalu Nabi SAW terdiam sejenak, kemudian dengan lemah lembut beliau bersabda, “yang paling menakjubkan imannya,” ujar Rasulullah “adalah kaum yang datang sesudah kalian semua. Mereka beriman kepadaku, tanpa pernah melihatku. Mereka membenarkanku tanpa pernah menyaksikanku. Mereka menemukan tulisan dan beriman kepadaku. Mereka mengamalkan apa apa yang ada dalam tulisan itu. Mereka mengamalkan apa apa yang ada dalam tulisan itu. Mereka membela aku seperti kalian membelaku. Alangkah inginnya aku berjumpa dengan saudara saudaraku itu.”Kemudian, Nabi SAW meneruskan dengan membaca surat Al Baqarah (2) ayat 3, “(yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezeki yang kami anugerahkan kepada mereka.” Lalu Nabi SAW bersabda, “berbahagialah orang yang pernah melihatku dan beriman kepadaku”. Nabi SAW mengucapkan itu satu kali. “Berbahagialah orang yang beriman kepadaku padahal tidak pernah melihatku.” Nabi SAW mengucapkan kalimat kedua itu hingga tujuh kali. “Aku sungguh rindu hendak bertemu dengan mereka,” ucap Rasulullah lagi setelah membisu untuk sementara waktu.” (Hadits Riwayat Adh Darimi, Nomor 2744).

 

Sebagai umat Nabi Muhammad SAW pernahkah kita membayangkan bahwa diri kita, keluarga kita dan juga anak keturunan kita, sangat dirindukan oleh Nabi Muhammad SAW berdasarkan ketentuan di atas. Lalu bertanyalah kepada diri sendiri, apakah diri ini memang sudah pantas menjadi orang yang dirindukan oleh Nabi Muhammad SAW? Ayo segera jadikan diri ini sebagai orang orang yang memang pantas untuk dirindukan oleh Nabi Muhammad SAW dengan mampunya diri ini tahu diri, tahu aturan main dan tahu tujuan akhir. Amiin. 

 

Selanjutnya untuk lebih mempertegas tentang umat Nabi Muhammad SAW yang telah kami kemukakan di atas. Berikut ini akan kami kemukakan keistimewaan keistimewaan lainnya dari umat Nabi Muhammad SAW, sebagaimana dikemukakan oleh “Ibnu Rochi Syakiran” dalam laman “alirsyad.or.id.” berikut ini;

 

1.    Umat Nabi Muhammad SAW adalah umat pertama yang masuk syurga, sebagai-mana hadits berikut ini: Rasulullah SAW bersabda: “Kita (Muhammad SAW dan umatnya) adalah umat yang terakhir, dan yang paling pertama pada hari kiamat, kami adalah orang yang pertama masuk surga.”


2.   Umat Nabi Muhammad SAW merupakan umat yang tidak sepakat dalam kese-satan, sebagaimana hadits berikut ini: “Dari Ibnu Umar ra, bahwa Nabi SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengumpulkan umatku (umat nabi Muhammad) atas kesesatan.” (Hadits Riwayat Ath Thirmidzi).


3.   Allah SWT memaafkan umat Nabi Muhammad SAW dikala lupa, sebagaimana hadits berikut ini: Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah memaafkan dari umatku, apa yang terbersit di dalam hati, selama belum diucapkan maupun dilakukan.” (Hadits Riwayat Muslim). Kemudian dari hadits lain, Rasulullah SAW bersabda: “Dimaafkan untuk umatku akibat, tersalah (tak sengaja), terlupa dan terpaksa.” (Hadits Riwayat Al Baihaqi)


4.  Allah SWT memberi umat Nabi Muhammad SAW pahala dua kali lipat. “Se-sungguhnya perumpamaan kalian dibandingkan orang-orang Yahudi dan Nashrani seperti seseorang yang memperkerjakan para pekerja yang dia berkata; “Siapa yang mau bekerja untukku hingga pertengahan siang dengan upah satu qirath, maka orang-orang Yahudi melaksanakannya dengan upah satu qirath per satu qirath. Lalu orang-orang Nashrani mengerjakannya dengan upah satu qirath per satu qirath. Kemudian kalian mengerjakan mulai dari shalat Ashar hingga terbenamnya matahari dengan upah dua qirath per dua qirath. Maka orang-orang Yahudi dan Nashrani marah seraya berkata: “Kami yang lebih banyak amal namun lebih sedikit upah!” Lalu orang itu berkata; “Apakah ada yang aku zalimi dari hak kalian?” Mereka menjawab; “Tidak ada”. Orang itu berkata; “Itulah karunia dari-Ku yang Aku memberikannya kepada siapa yang aku kehendaki.” (Hadits Riwayat Bukhari & Muslim)


5.   Nabi Muhammad SAW memiliki syafa’at besar untuk umatnya. Hal ini seba-gaimana dikemukakan dalam hadits berikut ini: Rasulullah SAW bersabda: “Saya disuruh memilih antara setengah umatku akan di masukkan ke surga dengan di beri syafa’at, maka saya memilih syafa’at, karena sesungguhnya syafa’at lebih mencakup dan lebih mencukupi, bagaimana pendapat kalian, apakah ia hanya di berikan kepada orang-orang yang bertakwa saja? Tidak, akan tetapi ia di berikan juga terhadap orang-orang yang berdosa dan orang-orang yang banyak kesalahan.” (Hadits Riwayat Ibnu Majah Nomor 4301)


6.   Umat Nabi Muhammad SAW dapat memberi syafa’at kepada orang lain. Seba-gaimana sabda Rasulullah : “Wahai Rabb kami, mereka selalu berpuasa bersama kami, shalat bersama kami, dan berhaji bersama kami.” Maka dikatakan kepada mereka; “keluarkanlah orang-orang yang kalian ketahui.” Maka bentuk-bentuk mereka hitam kelam karena terpanggang api neraka, kemudian mereka mengeluarkan begitu banyak orang yang telah di makan neraka sampai pada pertengahan betisnya dan sampai kedua lututnya. Kemudian mereka berkata; “Wahai Rabb kami tidak tersisa lagi seseorang pun yang telah engkau perintahkan kepada kami.” (Hadits Riwayat Muslim)


7.   Umat Nabi Muhammad SAW akan masuk surga dengan wajah bersinar. Rasu-lullah SAW bersabda: “Sesungguhnya umatku akan dihadirkan pada hari kiamat dengan wajah berseri-seri karena bekas air wudhu.” (Hadits Riwayat Bukhari)


8.    Umat Nabi Muhammad SAW tidak mendapat siksa pada hari kiamat. Dari Abu Musa Al Asy’ari ra. Rasulullah SAW bersabda: “Umatku ini umat yang disayangi, ia tidak disiksa pada hari kiamat. Siksaannya ada di dunia berupa fitnah, gempa dan pembunuhan.” (Hadits Riwayat Abu Dawud dan Al Hakim) dan dari umat Nabi Muhammad SAW akan diutus para pembaharu. “Sesungguhnya Allah membangkitkan bagi umat ini dalam awal setiap seratus tahun orang yang akan memperbaharui agama mereka.” (Hadits Riwayat Abu Dawud)

 

Bersyukurlah jika saat ini diri kita telah menjadi umat Nabi Muhammad SAW dan karena keistimewaan-keistimewaan di sisi Allah SWT membuat banyak nabi dan rasul mengido-lakan umat seperti umat Nabi Muhammad SAW dan bahkan sampai ada salah satu nabi yang merasa iri dengan keistimewaan yang diberikan oleh umat Rasulullah SAW. Nabi itu adalah Nabi Adam as, hal ini seperti yang pernah dijelaskan oleh Imam Nawawi Al-Bantani dalam kitabnya Nashohihul Ibad. Dimana ada 4 (empat) hal yang membuat Nabi Adam AS iri dengan umat Nabi Muhammad SAW. Dikisahkan bahwa Nabi Adam AS berkata: “Sesungguhnya Allah SWT memberikan empat kemuliaan kepada umat Nabi Muhammad SAW, yang mana dia tidak memberikannya kepadaku.” 

 

Berikut ini akan kami kemukakan 4 (empat) hal yang membuat Nabi Adam as, iri kepada umat Nabi Muhammad SAW, diantaranya: 

 

1.   Bisa bertaubat di mana saja. Nabi Adam AS berkata: “Taubatku hanya diterima ketika di kota Makkah, sedangkan umat Nabi Muhammad SAW bertaubat dimanapun tempatnya lalu Allah SWT menerima taubat mereka.” Setelah Nabi Adam AS dan Hawa bermaksiat dengan memakan buah khuldi di syurga. Allah SWT telah menghukum dan memenjarakan keduanya ke dalam dunia, namun keduanya tiada henti menangis, menyesal, dan memohon ampunan kepada Allah SWT. Barulah ketika keduanya berada di kota Mekkah, Allah SWT mengampuni dosa Nabi Adam as, dan Siti Hawa. Hal terse-but sangat berbeda dengan umat Rasulullah SAW. Allah SWT menjadikan dimana pun tempatnya dan kapanpun waktunya untuk bertaubat dari dosa-dosa seberapa dosa seorang hamba, jika dia mau bertaubat dan menyesali kesalahannya, maka rahmat dan ampunan dari Allah SWT lebih luas daripada murka-Nya, sehingga taubatnya pasti akan diterima.


2.   Diberikan pakaian oleh Allah SWT meski bermaksiat. Nabi Adam as, berka-ta: “Sesungguhnya aku mengenakan pakaian ketika aku bermaksiat. Maka Allah SWT menjadikanku telanjang, sedangkan umat Nabi Muhammad SAW bermaksiat dalam keadaan telanjang, namun Dia memberikan pakaian kepada mereka.” Setelah Nabi Adam AS dan Hawa bermaksiat kepada Allah SWT dengan memakan buah khuldi. Allah SWT pun melepas semua pakaian mewah yang indah dari surga. Bahkan dalam salah satu riwayat, dahulu kulit Nabi Adam as, berbentuk seperti kuku, ketika ia bermaksiat bentuk kuku itu hanya tersisa di ujung tangan dan kakinya. Sedangkan umat Nabi Muhammad SAW yang senantiasa bermaksiat dengan melakukan perbuatan zina dan sebagainya, namun Allah SWT tetap memberikan mereka pakaian di dunia, bahkan mampu membeli dan mengenakan pakaian baru yang lebih bagus. 


3.    Meski bermaksiat Allah SWT tidak memisahkan mereka dengan istrinya. “Ke-tika aku bermaksiat, maka Allah SWT memisahkan antara aku dan istriku, sedangkan umat Nabi Muhammad SAW bermaksiat kepada Allah SWT dan Dia tidak memisahkan antara mereka dan istri-istri mereka.” Dikisahkan ketika Nabi Adam as, dan Siti Hawa diusir dari syurga setelah melakukan perbuatan maksiat, keduanya pun dipisahkan antara pojok bumi dengan pojok bumi lainnya. Namun, umat Nabi Muhammad SAW tetap mampu berkumpul bersama istri, anak-anak dan keluarga setelah melakukan dosa besar. 


4.  Dimasukkan syurga tatkala bertaubat. “Sesungguhnya aku telah bermaksiat di dalam surga lalu Allah SWT mengusirku dari surga. Sedangkan umat Nabi Muhammad SAW bermaksiat kepada Allah SWT di luar syurga, lalu Dia memasukkan mereka ke dalam syurga tatkala mereka bertaubat.” Jika dahulu, Nabi Adam as, dan Siti Hawa diusir dari surga dan diturunkan ke dunia setelah bermaksiat. Namun hal tersebut berbeda dengan yang umat Nabi Muhammad SAW, seberapa besar dan berat dosa seorang hamba di dunia, jika ia mau bertobat dengan sungguh-sungguh, maka Allah SWT akan membalasnya dengan surga. 

 

Itulah ke empat hal yang membuat Nabi Adam as, iri dengan umat Nabi Muhammad SAW, dan hendaknya hal tersebut dapat diambil pelajaran bagi diri kita bahwa begitu mulianya umat Nabi Muhammad SAW. Lalu sudahkah kita menjadi orang yang mulia dihadapan Allah SWT saat hidup di muka bumi ini!

 

Sebagai penutup dari pembahasan tentang Tahu Nabi Muhammad SAW perkenankan kami untuk mengemukakan tentang asal usul atau keturunan seseorang  yang dihubungkan dengan Nabi Muhammad SAW. Sebagaimana telah kita pahami dan ketahui bersama bahwa setiap manusia, siapapun dia, pasti terdiri dari jasmani dan ruh dan pasti anak keturunan dari Nabi Adam as,. Adanya jasmani dan juga adanya ruh dalam diri setiap manusia maka manusia dapat dikatakan sebagai makhluk yang berdimensi dua (dwidimensi). Sebagai makhluk yang berdimensi dua (dwidimensi) maka ketahuilah bahwa: Ruh berasal hanya dari Allah SWT sebagaimana firman-Nya berikut ini: “Dan mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang roh. Katakanlah, “ruh itu temasuk urasan Tuhanku, sedangkan kamu diberi pengetahuan hanya sedikit.” (surat Al Israa’ (17) ayat 85). Sehingga hanya Allah SWT sajalah yang mengetahui urusan ruh ini serta ruh terikat dengan ketentuan datang fitrah kembali harus fitrah. Sedangkan jasmani berasal dari sari pati tanah sehingga kondisi dasar jasmani terikat dengan ketentuan halal dan thayib (baik) atau haram dan khabits (buruk, merusak) atau kombinasi dari keduanya, sebagaimana firman-Nya berikut ini: “Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagimu.”(surat Al Baqarah (2) ayat 168).

 

Sekarang jika kita berpedoman bahwa ruh asalnya hanya dari Allah SWT yang kemudian dipersatukan dengan jasmani, dimana ruh saat mulai dipersatukan dengan jasmani hanya memiliki kondisi dasar fitrah maka dapat dikatakan bahwa ruh tidak memiliki catatan apapun selain kondisinya fitrah (suci, murni masih sesuai dengan konsep dasar penciptaan-nya) saat dipersatukan ke dalam jasmani oleh Allah SWT. Sekarang bagaimana dengan jasmani? Dan jika ruh tidak memiliki catatan apapun juga selain kondisinya fitrah di awal dipersatukannya dengan jasmani. Ini berarti jika ada catatan seseorang yang dinyatakan sebagai keturunan dari seseorang tertentu, maka dapat dipastikan catatan keturunan itu pasti berasal dari jasmani manusia melalui konsep adanya pertalian darah yang sedapat mungkin harus dapat pula dibuktikan secara ilmiah melalui test DNA (deoxyribonucleic acid). Dimana DNA merupakan rantai molekul yang berisi materi genetic yang khas pada setiap orang. Tidak hanya pada manusia, tapi pada semua makhluk hidup memiliki DNA. DNA bisa bermanfaat untuk menunjukkan perbedaan satu organisme dengan organisme lainnya.

 

Saat ini hanya ada dua konsep pertalian darah yang berlaku,yaitu: (1) Azas Patriakat, garis keturunan berdasarkan nasab bapak dan; (2) Azas Matriakat, garis keturunan berdasarkan nasab ibu. Dan yang pasti, baik mempergunakan konsep patriakat maupun konsep matriakat, siapapun orangnya ia adalah anak keturunan dari Nabi Adam as,. Adanya kondisi ini maka sebagai abd’ (hamba)-Nya yang juga sekaligus khalifah-Nya di muka bumi, kita harus memiliki ilmu dan pemahaman tentang persoalan keturunan ini dengan sebaik-baiknya. Untuk itu ketahuilah dan pahamilah bahwa:

 

1.   Setiap manusia, siapapun orangnya, selama ia masih terdiri dari jasmani dan ruh adalah manusia biasa yang berasal dari anak keturunan dari Nabi Adam as,. Dimana setiap anak keturunan dari Nabi Adam as, akan terikat dengan aturan main, “datang fitrah, kembali harus fitrah untuk dapat bertemu dengan Allah SWT di tempat yang fitrah sehingga mereka semua juga harus bisa menjalankan konsep Tahu Diri, Tahu Aturan Main dan Tahu Tujuan Akhir dan tempat kembalinya (tujuan akhirnya) hanya ada dua pilihan yaitu Syurga atau Neraka;


2.     Allah SWT selaku pencipta dan pemilik rencana besar konsep penghambaan dan kekhalifahan di muka bumi telah memiliki parameter tersendiri di dalam menilai seseorang. Allah SWT tidak akan pernah menilai seseorang berdasarkan garis keturunan (nasab) baik melalui konsep matriakat ataupun konsep patriakat. Allah SWT juga tidak akan menilai seseorang berdasakan  pangkat, kedudukan, jabatan, harta kekayaan, warna kulit, budaya, bahasa dan suku bangsa. Penilaian Allah SWT kepada umat manusia hanya berdasarkan para-meter tingkat keimanan dan ketaqwaan seseorang.


3.  Keturunan (nasab) seseorang baik berdasarkan garis keturunan ibu (matriakat) ataupun berdasarkan garis keturunan bapak (patriakat), bukanlah cerminan kualitas diri manusia yang sesungguhnya karena jati diri  manusia yang sesungguhnya adalah ruh yang berasal dari Nur Allah SWT. Dimana ruh inilah yang akan dimintakan pertanggungjawabannya oleh Allah SWT karena ruh terikat dengan ketentuan datang fitrah kembali harus fitrah serta ruh tidak pernah mati. Untuk itu lihatlah jasmani yang di dalamnya ada garis keturunan atau ada pertalian darah seseorang, jika telah dipisahkan dengan ruh, ia tidak mampu berbuat apa-apa sedangkan ruh akan tetap hidup yang kelak akan merasakan nikmat dan azab yang berasal dari Allah SWT.

 

Jika saat ini ada banyak orang yang mengaku, atau ada orang orang tertentu yang telah dinobatkan atau telah dinyatakan sebagai keturunan dari Nabi Muhammad SAW melalui methode tertentu dan oleh lembaga tertentu. Lalu apa yang harus kita sikapi? Berikut ini akan kami kemukakan beberapa sikap yang harus kita miliki dan ketahui, yaitu:

 

1. Adanya catatan seseorang yang dinyatakan sebagai keturunan dari Nabi Muhammad SAW berdasarkan methode pertalian darah oleh lembaga tertentu bukan berarti keturunan dari Nabi Muhammad SAW itu adalah pengganti ataupun penerus dari kena-bian dari Nabi Muhammad SAW sebagaimana firman-Nya berikut ini: “Muhammad itu bukanlah bapak dari seseorang di antara kamu, tetapi dia adalah utusan Allah dan penutup para nabi. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (surat Al Ahzab (33) ayat 40).” Hal ini dikarenakan Nabi Muhammad SAW adalah penutup para nabi sehingga tidak ada Nabi baru setelah Nabi Muhammad SAW tiada.


2.    Adanya catatan seseorang yang dinyatakan sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW ketahuilah bahwa siapapun orangnya bukanlah orang yang memiliki fasilitas ma’syum dari Allah SWT dan juga tidak memiliki fasilitas untuk memberikan syafaat sebagaimana termaktub dalam surat Yunus (10) ayat 3 berikut ini: “Tidak ada yang dapat memberi syafaat kecuali setelah ada izin-Nya.” Sehingga seseorang atau bahkan Nabi Muhammad SAW  sendiri pun tidak bisa memberi syafaat sebelum diizinkan oleh Allah SWT. Kondisi ini dipertegas dalam surat Az Zumar  (39) ayat 44 berikut ini: “Katakanlah, Hanya kepunyaan Allah lah syafaat itu semuanya. Milik-Nya lah kerajaan langit dan bumi. Kemudian kepada-Nya lah kamu dikembalikan.”;


3.  Adanya catatan yang menerangkan bahwa seseorang tertentu adalah keturunan Nabi Muhammad SAW berdasarkan pertalian darah melalui cara tertentu dan oleh lembaga tertentu, bukanlah sesuatu yang harus didewakan, lalu diagung-agungkan, seolah-olah keturunan Nabi adalah orang yang suci selayaknya Nabi SAW. Lalu ia minta dihormati, tidak boleh dicaci maki dan seterusnya. Sehingga menjadikan diri kita fanatik buta kepada mereka lalu para keturunan Nabi ini diperbolehkan untuk berbuat dan bertindak menghalalkan segala cara dan bisa berbuat seenaknya saja lalu mengambil keuntungan dari masyarakat. Padahal ketentuan saling hormat menghormati serta tidak boleh mencaci maki orang lain merupakan ketentuan yang bersifat universal yang berlaku bagi setiap orang yang ada di muka bumi ini. Dan berperilaku baik dan benar serta santun kepada sesama merupakan sebuah kewajiban yang melekat pada diri seseorang sebagaimana dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW.

 

Sekarang pernahkah kita membayangkan perasaan yang terdalam dari Nabi Muhammad SAW setelah mengetahui adanya seseorang yang mengaku-ngaku, atau telah dinyatakan sebagai keturunannya berdasarkan methode pertalian darah oleh lembaga tertentu lalu orang tersebut justru memiliki sifat dan perilaku serta perbuatan  yang tidak sesuai dengan sifat, tingkah laku dan perbuatan Nabi Muhammad SAW seperti berbuat kriminal, mudah mencaci-maki orang dengan sebutan kebun binatang ditambah yang bersangkutan mengam-bil keuntungan materiil maupun immaterial dari adanya pernyataan dirinya adalah keturu-nan Nabi. Rasanya tidak terbayangkan oleh diri kita bagaimana perasaan yang terdalam dari Nabi Muhammad SAW terhadap keadaan yang seperti ini.

 

Adanya perbedaan kualitas sifat serta adanya penyimpangan perilaku antara Nabi Muhammad SAW dengan orang orang yang mengaku-ngaku keturunannya, atau yang telah dinyatakan oleh lembaga tertentu,  sudah pasti: (a) Akan membuat Nabi Muhammad SAW sedih dan sangat marah; (b) Akan membuat Nabi Muhammad SAW kecewa; (c) Akan membuat Nabi Muhammad SAW tidak suka; (d) Akan membuat malu Beliau dihadapan Allah SWT dengan keadaan yang seperti itu. Lalu bagaimana dengan orang orang yang telah mengagungagungkan keturunan Nabi Muhammad SAW sehingga membuat dirinya taklid buta karena berharap memperoleh syafaat dari keturunan Nabi? Hal ini juga akan membuat Nabi Muhammad SAW sangat kecewa dan marah karena hal itu tidak pernah Beliau contohkan dan ajarkan. Sehingga adanya pemahaman akan diberikan syafaat oleh keturunan Nabi seperti yang dipahami oleh orang-orang yang mentaklidkan keturunan Nabi tidak akan pernah terjadi dan untuk itu bersiaplah mempertanggung-jawabkan pemahaman yang seperti ini kelak saat hari  berhisab.

 

Ingat, Allah SWT tidak pernah memberikan jaminan apapun kepada orang-orang yang telah dinyatakan sebagai keturunan Nabi berdasarkan methode pertalian darah tertentu oleh lembaga tertentu dapat masuk syurga. Ini berarti keturunan Nabi juga akan mempertanggungjawabkan secara individual atas apa-apa yang telah diperbuatnya (dilakukannya) saat hidup di muka bumi ini sehingga untuk menolong dirinya sendiri para keturunan Nabi ini belum tentu ia mampu apalagi menolong orang lain untuk masuk syurga. Dan semoga dengan adanya informasi ini, bisa menjadi bahan pemikiran bagi diri kita dan juga bagi masyarakat luas yang pada akhirnya kita semua mampu menempatkan segala sesuatunya dengan baik dan benar. Hal ini dikarenakan setiap pemahaman yang kita miliki akan dipertanggungjawabkan kelak dihadapan Allah SWT.

 


 

#tahunabimuhammadsaw #ayokitamempelajarisiapaumatnabimuhammadsaw

#rumuskehidupan #tahudiritahuallahtahuorangtuatahuaturanmaintahutujuanakhir

#hidupharustahuaturanmain #tahuallahlebihmudahdibandingtahudiri



TAHU ORANG TUA DAN MERTUA

 

 

Konsep Tahu Allah SWT dan konsep Tahu Diri sendiri, belumlah dapat dikatakan lengkap jika belum dilengkapi dengan tahu tentang kedua orang tua yang melahirkan kita dan juga kedua orang mertua kita yang melahirkan suami/istri kita. Hal ini dikarenakan keberadaan diri kita di muka bumi ini tidak akan bisa serta tidak akan mungkin dapat terlepas dari keberadaan ke dua orang tua kita dan juga keberadaan ke dua orang mertua kita, tanpa mereka kita tidak mungkin ada di muka bumi serta tanpa mereka kita tidak akan menjadi seorang suami/istri seseorang atau menjadi bapak/ibu dari anak keturunan kita; tanpa mereka kita tidak akan mencapai apapun  yang kita raih dan rasakan hari ini. Lalu pernahkah kita membayangkan atas pencapaian yang kita raih hari ini, jika tidak ada kedua orang tua dan juga kedua orang mertua? Dan jika sekarang Allah SWT telah memerintahkan kepada diri kita untuk berbakti kepada kedua orang tua dan kedua orang mertua, apakah yang diperintahkan itu sesuatu yang berlebihan ataukah sesuatu yang mengada ada!

 

Di lain sisi, Allah SWT selaku pencipta dan pemilik dari rencana besar kekhalifahan yang ada di muka bumi ini telah menetapkan adanya ketentuan untuk berbakti kepada kedua orang tua dan juga kepada kedua orang mertua sebagaimana termaktub dalam surat Al Ankabuut (29) ayat 8 sebagaimana berikut ini:  Dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu-bapaknya. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya. Hanya kepadaKulah kembalimu, lalu kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” Dan juga berdasarkan surat Al Ahqaaf (46) ayat 15 yang kami kemukakan sebagaimana berikut ini:“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: “Ya Tuhanku, tunjukilah aku mensyukuri nikmat Engkau yang Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri”.

 

Selain dua buah ayat di atas ini, Allah SWT juga berfirman dalam surat Luqman (31) ayat 14 sebagaimana berikut ini: “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepadaKulah kembalimu.”  Berdasarkan ke tiga ayat yang telah kami kemukakan, setiap manusia tanpa terkecuali diwajibkan untuk berbakti kepada kedua orang tua dan juga kepada kedua mertua. Kenapa hal itu perlu Allah SWT sampaikan kepada kita?

 

Tanpa ada kedua orang tua kita, tanpa ada kedua mertua kita, maka kita tidak akan pernah ada di muka bumi ini dan kita tidak akan memiliki suami/istri dan memiliki keluarga sendiri. Allah SWT mewajibkan setiap manusia untuk berbakti kepada kedua orang tua dan mertua supaya manusia tahu bahwa adanya ke dua orang tualah maka kita dapat lahir di muka bumi serta adanya orang tualah maka kita dapat dibesarkan sampai seperti ini.Tanpa adanya pengasuhan, tanpa adanya perlindungan dan tanpa adanya kasih sayang serta tanpa adanya pendidikan yang diberikan kepada kita dan juga kepada suami/istri kira, lalu apa yang dapat kita lakukan! Lalu apakah ketentuan untuk berbakti kepada orang tua dan mertua yang telah ditetapkan oleh Allah SWT ini sesuatu yang berlebihan kepada diri kita? Sebagai orang yang telah tahu Allah SWT dan juga telah tahu diri sendiri maka memang sudah sepatutnya diri kita berbakti kepada kedua orang tua dan juga kepada kedua mertua kita karena jasanya, perjuangannya, kasih sayangnya, tidak pernah tergantikan dengan apapun juga.

 

Allah SWT sangat menghormati kedudukan kedua orang tua (dan juga kedua orang mertua kita) sehingga Allah SWT meletakkan ridha dan murkaNya tergantung kepada ridha dan murka mereka berdua, dalam hal ini orang tua sebagaimana hadits berikut ini:  “Dari Abdullah bin ’Amru ra, Rasulullah SAW bersabda,“Ridha Allah tergantung pada ridha orang tua dan murka Allah tergantung pada murka orang tua” (Hadits Riwayat Ath Thirmidzi, Al Hakim, Ath Thabrani dan Al-Bazzar).”  Adanya ketentuan ini maka tidak akan sempurna bakti kita kepada Allah SWT jika tidak diimbangi dengan bakti kepada ke dua orang tua dan juga kepada ke dua mertua kita, secara berkesinambungan selama hayat masih di kandung badan,

 

Allah SWT melalui Nabi-Nya juga telah memberikan rambu-rambu kehidupan yang lain yang tidak boleh kita lakukan kepada orang tua,  yakni: larangan berkata “tidak tidak” ketika dipanggil orang tua, sebagaimana hadits qudsi berikut ini: Anas ra, berkata Nabi Saw bersabda, Allah ta'ala berfirman: Allah SWT telah mewahyukan kepada Nabi Musa! Coba tidak karena mereka yang mengucapkan Syahadat "Laailaha Illa Allah" niscaya Ku-timpakan "Jahannam' di atas dunia. Wahai Musa! Coba tidak karena mereka yang bersembah kepada-Ku tidaklah Aku lepaskan mereka yang bermaksiat sekejab matapun. Wahai Musa! Sesungguhnya barangsiapa yang beriman kepada-Ku adalah makhluk yang termulia dalam pandangan-Ku. Wahai Musa! Sesungguhnya sepatah kata dari seorang yang durhaka (terhadap kedua orang tuanya) adalah sama beratnya dengan seluruh pasir bumi. Bertanya Nabi Musa: "Siapakah orang yang durhaka itu ya Tuhan-Ku?" ialah orang yang berkata kepada kedua orang tuanya: "Tidak-tidak" ketika dipanggil.( Hadits Qudsi Riwayat Abu Nu'aim; 272:225).

 

Sedangakan berdasarkan ketentuan surat Al Israa’ (17) ayat 23 dan 24 berikut ini: “Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu-bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik. Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, ‘Wahai Tuhanku, sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil.”  Allah SWT melarang diri kita untuk mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan juga bersikap angkuh dan sombong dan serta diwajibkan untuk mendoakan keduanya sebagaimana mereka telah mendidik diri kita sejak kecil.

 

Berdasarkan ketentuan hadits dan ayat di atas, tidak terbayangkan betapa beresikonya jika kita tidak mau berbakti kepada orang tua/mertua atau jika kita durhaka kepada kedua orang tua/mertua kita. Dan sebagai orang yang telah tahu Allah SWT dan tahu diri sudah selayaknya dan sepatutnya mampu berbakti kepada mereka sampai kapanpun juga dan juga mengajarkan kepada anak dan keturunan kita mengenai hal ini sejak mereka masih kanak kanak agar jangan sampai menjadi anak anak durhaka, atau generasi yang tidak menghargai kedua orang tuanya.

 

Di lain sisi, dengan diri kita tahu siapa orang tua kita (dan juga siapa mertua kita) maka secara langsung kita terikat dengan kehormatan yang dimiliki oleh kedua orang tua kita dan juga oleh kedua orang mertua kita serta diri kita terikat pula dengan harapan dan cita cita mereka berdua kepada anak dan keturunannya agar sesuai dengan harapannya. Untuk itu jika kita telah tahu diri, maka sudah sepatutnya kita berperilaku yang tidak mencoreng kehormatan orang tua & mertua kita saat kita hidup di muka bumi ini. Dan jika sampai kita memalukan kedua orang tua & mertua kita maka tercoreng pula harkat dan martabat dari keturunan mereka oleh ulah diri kita sendiri dan akhirnya betapa kecewa dan malunya mereka akibat ulah diri kita.

 

Namun alangkah bahagia dan bangganya mereka jika kita mampu menghantarkan anak keturunan kita sesuai dengan harapan dan cita cita mereka. Hal yang samapun berlaku jika kita telah tahu diri dan tahu tentang Allah SWT maka kita pun terikat dengan akhlak Allah SWT yang sesuai dengan Nama-Nama-Nya Yang Indah lagi Baik (asmaul husna). Sehingga segala perbuatan dan tindak tanduk kita harus berkesesuaian dengan akhlak Allah SWT tersebut jika kita telah menjadi orang yang tahu diri.

 

A.    ADAB YANG BAIK DAN AKHLAK YANG MULIA KEPADA KEDUA ORANG  TUA DAN KEDUA ORANG MERTUA.

 

Agar diri kita mudah melaksanakan bakti kepada kedua orang tua dan kepada kedua orang mertua, berikut ini akan kami kemukakan 19 (sembilan belas) adab yang baik dan akhlak yang mulia kepada orang tua dan mertua, sebagaimana dikemukakan oleh Yulian Purnama” dalam laman “muslim.or.id” berikut ini:

 

1.    Berkata-kata dengan sopan dan penuh kelembutan, dan jauhi perkataan yang me-nyakiti hati mereka. Maksudnya jangan memperdengarkan kepada orang tua, perkataan yang buruk. Bahkan sekedar “ah” yang ini merupakan tingkatan terendah dari perkataan yang buruk (Tafsir Ibnu Katsir).

 

2.    Bersikap tawadhu’ kepada orang tua dan mertua dan sikapilah mereka dengan pe-nuh kasih sayang

 

3.   Tidak memandang orang tua dengan pandangan yang tajam, tidak bermuka masam atau wajah yang tidak menyenangkan

 

4.    Tidak meninggikan suara ketika berbicara dengan orang tua dan mertua serta tidak mendahului mereka dalam berkata-kata

 

5.   Lebih mengutamakan orang tua daripada diri sendiri atau iitsaar dalam perkara duniawi. Hendaknya kita tidak mengutamakan diri kita sendiri dari orang tua dalam perkara duniawi seperti makan, minum, dan perkara lainnya.

 

6.    Dakwahi mereka kepada agama yang benar, sebagaimana firmanNya berikut ini: “Ceritakanlah (Hai Muhammad) kisah Ibrahim di dalam Al Kitab (AlQuran) ini. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan lagi seorang Nabi. Ingatlah ketika ia berkata kepada bapaknya; “Wahai bapakku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong kamu sedikitpun? Wahai bapakku, sesungguhnya telah datang kepadaku sebahagian ilmu pengetahuan yang tidak datang kepadamu, maka ikutilah aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus. Wahai bapakku, janganlah kamu menyembah syaitan.Sesungguhnya syaitan itu durhaka kepada Tuhan Yang Maha Pemurah. Wahai bapakku, sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan ditimpa azab dari Tuhan Yang Maha Pemurah, maka kamu menjadi kawan bagi syaitan” (surat Maryam (19) ayat 41-45).

 

7.   Jagalah kehormatan mereka, sebagaimana hadits berikut ini: “sesungguhnya Allah telah mengharamkan atas sesama kalian darah kalian (untuk ditumpahkan) dan harta kalian (untuk dirampas) dan kehormatan (untuk dirusak). Sebagaimana haramnya hari ini, haramnya bulan ini dan haramnya negeri ini” (Hadits Riwayat Bukhari).

 

8.   Berikan pelayanan-pelayanan kepada orang tua dan bantulah urusan-urusannya, sebagaimana hadits berikut ini: Rasulullah SAW bersabda: “Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim yang lain, tidak boleh menzhaliminya, tidak boleh membiarkannya dalam bahaya. barangsiapa yang memenuhi kebutuhan saudaranya sesama Muslim, maka Allah akan penuhi kebutuhannya. barangsiapa yang melepaskan saudaranya sesama Muslim dari satu kesulitan, maka Allah akan melepaskan ia dari satu kesulitan di hari kiamat. barangsiapa yang menutup aib seorang Muslim, Allah akan menutup aibnya di hari kiamat” (Hadits Riwayat Bukhari)

 

9.   Jawablah panggilan mereka dengan segera, sebagaimana hadits berikut ini: “Dari Abu Hurairah ra, Nabi SAW bersabda: “Suatu hari datanglah ibu Juraij dan memanggil anaknya (Juraij) ketika ia sedang melaksanakan shalat, ”Wahai Juraij.” Juraij lalu bertanya dalam hatinya, ”Apakah aku harus memenuhi panggilan ibuku atau meneruskan shalatku?” Rupanya dia mengutamakan shalatnya. Ibunya lalu memanggil untuk yang kedua kalinya. Juraij kembali bertanya di dalam hati, ”Ibuku atau shalatku?” Rupanya dia mengutamakan shalatnya. Ibunya memanggil untuk kali ketiga. Juraij bertanya lagi dalam hatinya, ”lbuku atau shalatku?” Rupanya dia tetap mengutamakan shalatnya. Ketika sudah tidak menjawab panggilan, ibunya berkata, “Semoga Allah tidak mewafatkanmu, wahai Juraij sampai engkau melihat wajah pelacur” (Hadits Riwayat Bukhari dalam Al Adabul Mufrad)

 

10. Jangan berdebat dengan mereka, jangan mudah menyalah-nyalahkan mereka, jelaskan dengan penuh adab, Sebagaimana dialog Nabi Ibrahim as, dengan ayahnya. Sebagaimana juga diceritakan oleh ‘Aisyah Radhiallahu’anha: “Kami keluar bersama Rasulullah SAW pada beberapa perjalanan beliau. Tatkala kami sampai di Al-Baidaa atau di daerah Dzatul Jaisy, kalungku terputus. Rasulullah Shalallahu‘alaihi Wasallam pun berhenti untuk mencari kalung tersebut. Orang-orang yang ikut bersama beliau pun ikut berhenti mencari kalung tersebut. Padahal mereka tatkala itu tidak dalam keadaan bersuci (dalam keadaan berwudu) dan tidak membawa air. Sehingga orang-orang pun berdatangan menemui Abu Bakar Ash-Shiddiq dan berkata, ‘Tidakkah engkau lihat apa yang telah dilakukan oleh Aisyah? Ia membuat Rasulullah SAW dan orang-orang berhenti padahal mereka tidak dalam keadaan bersuci dan tidak membawa air. Maka Abu Bakar pun menemuiku, lalu ia mengatakan apa yang dikatakannya. Lalu ia memukul pinggangku dengan tangannya. Tidak ada yang mencegahku untuk meng-hindar kecuali karena Rasulullah SAW yang sedang tidur di atas pahaku. Rasulullah SAW terus tertidur hingga subuh dalam keadaan tidak bersuci. Lalu Allah menurunkan ayat tentang tayammum. Usaid bin Al-Hudhair mengatakan, “Ini bukanlah awal keberkahan kalian wahai keluarga Abu Bakar”. Lalu kami pun menyiapkan unta yang sedang aku tumpangi, ternyata kalung itu berada di bawahnya”. (Hadits Riwayat  An Nasa-i No.309 dalam Shahih Sunan An Nasa-i).

 

11. Segera bangkit menyambut mereka ketika mereka masuk rumah, dan ciumlah tangan mereka. Dari Aisyah rhu, ia berkata:“Nabi SAW jika melihat putri Beliau SAW (Fathimah) datang ke rumah Beliau SAW, maka Nabi SAW menyambut kedatangan-nya. Beliau SAW berdiri lalu berjalan menyambut, menciumnya, menggandeng tangan-nya lalu mendudukkannya di tempat duduk beliau. Jika Nabi SAW mendatangi rumah Fathimah ra, maka Fathimah menyambut kedatangan Nabi SAW. Dia bangkit dan berjalan kearah Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu mencium (kening) Nabi SAW” (Hadits Riwayat Bukhari dalam Al Adabul Mufrad).

 

12.  Jangan menganggu mereka di waktu mereka istirahat. Sebagaimana firman Allah dalam surat An Nur (24) ayat 58 (yang artinya): “Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) yang kamu miliki, dan orang-orAang yang belum baligh diantara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari), yaitu: sebelum shalat subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar)mu di tengah hari, dan sesudah sesudah shalat Isya’. (Itulah) tiga ‘aurat bagi kamu. Tidak ada dosa atasmu dan tidak (pula) atas mereka selain dari (tiga waktu) itu. Mereka melayani kamu, sebahagian kamu (ada keperluan) kepada sebahagian (yang lain). Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat bagi kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”.

 

13. Jangan berbohong kepada mereka, sebagaimana hadits berikut ini: Nabi SAW bersabda: “Wajib bagi kalian untuk berlaku jujur. Karena kejujuran itu membawa kepada kebaikan dan kebaikan itu membawa ke surga. Seseorang yang senantiasa jujur, ia akan ditulis di sisi Allah sebagai Shiddiq (orang yang sangat jujur). Dan jauhilah dusta, karena dusta itu membawa kepada perbuatan fajir (maksiat) dan perbuatan fajir membawa ke neraka. Seseorang yang sering berdusta, akan di tulis di sisi Allah sebagai kadzab (orang yang sangat pendusta)” (Hadits Riwayat. Muslim no. 2607). Berbohong adalah dosa besar. Lebih-lebih jika dilakukan terhadap orang tua, lebih besar lagi dosanya.

 

14.  Jangan pelit untuk menafkahi mereka, sebagaimana hadits berikut ini: Rasulullah SAW bersabda: “Mulailah dari dirimu sendiri, engkau beri nafkah dirimu sendiri. Jika ada lebih maka untuk keluargamu. Jika ada lebih maka untuk kerabatmu” (Hadits Riwayat. Muslim no.997). Maka orang tua adalah orang yang paling berhak dinafkahi setelah diri sendiri dan keluarga. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin menjelaskan bahwa seorang anak wajib menafkahi orang tuanya jika memenuhi dua syarat: (1). Orang tua dalam keadaan miskin (2). Sang anak dalam keadaan mampu menafkahi Jika dua kondisi ini tidak terpenuhi, maka tidak wajib.

 

15.  Sering-seringlah mengunjungi mereka, sebagaimana hadits berikut ini: Rasulullah SAW bersabda: “Pernah ada seseorang pergi mengunjungi saudaranya di daerah yang lain. Lalu Allah pun mengutus Malaikat kepadanya di tengah perjalanannya. Ketika mendatanginya, Malaikat tersebut bertanya: “engkau mau kemana?”. Ia menjawab: “aku ingin mengunjungi saudaraku di daerah ini”. Malaikat bertanya: “apakah ada suatu keuntungan yang ingin engkau dapatkan darinya?”. Orang tadi mengatakan: “tidak ada, kecuali karena aku mencintainya karena Allah ‘Azza wa Jalla”. Maka malaikat mengatakan: “sesungguhnya aku diutus oleh Allah kepadamu untuk mengabarkan bahwa Allah mencintaimu sebagaimana engkau mencintai saudaramu karena-Nya“ (Hadits Riwayat Muslim no.2567). Saling mengunjungi sesama Muslim sangat besar keutamaannya, lebih lagi jika yang dikunjungi adalah orang tua.

 

16. Jika ingin meminta sesuatu kepada mereka, mintalah dengan lemah lembut, sebagaimana hadits berikut ini: Rasulullah SAW bersabda: “Jangan kalian memaksa jika meminta. Demi Allah, jika seseorang meminta kepadaku sesuatu, kemudian aku mengabulkan permintaannya tersebut dengan perasaan tidak senang, maka tidak ada keberkahan pada dirinya dan apa yang ia minta itu” (Hadits Riwayat Muslim no. 1038). Meminta kepada orang lain dengan memaksa adalah akhlak yang buruk, lebih lagi jika yang diminta adalah orang tua.

 

17. Jika orang tua dan istri bertikai maka berlaku adillah, sebagaimana firmanNya berikut ini:  “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (surat Al Maidah (5) ayat 8).

 

18.  Bermusyarawahlah dengan mereka dalam urusan-urusanmu Ajaklah orang tua untuk berdiskusi dalam masalah-masalahmu, sebagaimana firman-Nya, “Bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan-urusanmu” (surat Ali Imran (3) ayat  159).

 

19.  Berziarah kubur mereka dan sering-sering mendoakan mereka, sebagaimana hadits berikut ini: Rasulullah SAW bersabda: “Dulu aku pernah melarang kalian untuk berziarah-kubur. Namun sekarang ketahuilah, hendaknya kalian berziarah kubur. Karena ia dapat melembutkan hati, membuat air mata berlinang, dan mengingatkan kalian akan akhirat namun jangan kalian mengatakan perkataan yang tidak layak (qaulul hujr), ketika berziarah” (Hadits Riwayat Al Haakim}

 

Sebagai orang yang telah Tahu Allah SWT dan juga telah tahu diri, pastikan bahwa diri ini sanggup melaksanakan apa apa yang kami kemukakan di atas ini dan jangan sampai kita menyesal akibat kita lalai berbakti kepada orang tua dan mertua saat mereka masih hidup.

 

B.  ADAB BERBAKTI KEPADA ORANG TUA DAN MERTUA YANG SUDAH MENINGGAL DUNIA.

 

Sekarang bagaimana jika kedua orang tua atau kedua orang mertua kita sudah meninggal dunia, apa yang harus kita lakukan sebagai wujud bakti kita kepadanya? Berikut ini akan kami kemukakan hal hal yang terkait cara untuk berbakti kepada orang tua & mertua yang telah meninggal dunia, yaitu:

 

1.  Terus mendoakan mereka dengan memohon kepada Allah SWT untuk menem-patkan kedua orangtua dan mertua kita di tempat terbaik dan penuh perlindungan serta minta diampuni segala dosa dan kesalahannya dan diterima amal ibadahnya.

 

2.    Cara lain untuk berbakti kepada orangtua dan mertua yang sudah meninggal, yakni dengan berkunjung atau bersilaturahmi ke kerabat dan teman yang dikenal baik oleh orangtua dan mertua. Hal ini bisa membuat tali persaudaraan tetap baik, walau orangtua sudah meninggal dunia.Selain itu, nama kedua orangtua pun bisa baik di mata kerabat dan teman mereka karena kita selalu menyempatkan diri untuk berkunjung demi menjaga silaturahmi. Biar bagaimana juga, mereka merupakan teman orangtua dan mertua kita semasa hidup;

 

3.  Bersedekah atas nama orangtua dan mertua. Bersedekah merupakan salah satu amal untuk tabungan di akhirat nanti. Selain itu, sebagai umat manusia sudah sepantasnya untuk saling memberi dan membantu satu sama lain. Walau orangtua dan mertua sudah tidak ada, sebaiknya sebagai anak tetap bersedekah atas nama mereka. Dengan bersedekah kepada orang lain tentu akan membuat mereka dan diri kita pribadi merasa lebih bahagia. Selain itu, bersedekah juga dapat memupuk kebaikan dan pahala untuk di masa depan. Pada akhirnya rezeki pun menjadi lebih lancar karena sering bersedekah, bahkan bisa sebagai bentuk rasa syukur kepada sang Pencipta;

 

4.   Menyebarkan ilmu yang bermanfaat. Berbakti kepada orangtua dan mertua yang sudah meninggal dapat dilakukan dengan cara membagikan ilmu yang bermanfaat. Seperti halnya mengajari kebaikan, mengaji dan bersikap baik ke orang lain. Selain bisa menjadi bentuk bakti kepada orangtua dan mertua, ilmu yang telah diajarkan akan terus mengalir untuk orang yang masih hidup ataupun telah tiada.Ilmu yang baik juga akan membuat orang-orang menyerap ilmu dan mengamalkannya di dalam kehidupannya sehari-hati. Diri kita pun bisa menjadi lebih bermanfaat dengan mengajari ilmu yang baik kepada orang lain;

 

5.     Melunasi utang kedua orangtua dan mertua. Apakah kita pernah mendengar utang dibawa sampai mati? Untuk itulah, segera lunasi utang-utang yang pernah dilakukan oleh orangtua dan mertua semasa hidup. Hal ini juga bisa menjadi bakti kepada orangtua dan mertua untuk melapangkan jalannya ke akhirat. Orangtua dan mertua yang mempunyai utang lalu meninggal, utangnya akan dilimpahkan kepada anaknya. Dengan adanya utang yang belum lunas membuat jalan orangtua dan mertua semakin berat dan terhambat. Maka dari itu, segera lunasi utang orangtua agar jalan yang mereka menjadi lancar serta dimudahkan;

 

6.   Menjaga tali silaturahmi dengan saudara dan keluarga. Menjaga tali silaturahmi dengan saudara dan keluarga menjadi suatu hal yang wajib dilakukan. Walaupun sudah kehilangan kedua orangtua, namun sebaiknya tetap menjaga persaudaraan dengan keluarga lainnya agar tidak kehilangan mereka juga. Menjaga silaturahmi dengan saudara bisa dengan menunjukkan perhatian, berkunjung ke rumahnya atau tetap berkomunikasi melalui aplikasi chat. Jangan sampai karena sifat cuek dan tidak peduli membuat kita kehilangan keluarga lainnya;

 

7.    Menjaga nama baik orangtua dan mertua yang telah meninggal  juga merupakan kewajiban anak untuk menjaga citra orangtua. Cara menjaga nama baik orangtua dan mertua dengan tetap merahasiakan aib dan tidak menjelek-jelekannya di depan orang lain. Selain itu, usahakan jangan sampai timbul fitnah pada orangtua yang telah tiada.

 

 Sebagai anak keturunan yang tahu diri dan sekaligus abd’ (hamba)-Nya dan yang juga khalifah-Nya di muka bumi ini, tentunya kita harus mampu menunjukkan kualitas diri kita dengan mampunya diri kita melaksanakan bakti kepada orang tua dan mertua sebagai bagian dari pelaksanaan Diinul Islam yang kaffah.