Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Rabu, 07 Juli 2021

TAHU ALLAH SWT MELALUI PENDEKATAN ROUTE TO 1.6.7.99 (PART 1 of 3)


 

Sekarang mari kita pelajari salah satu rumus kehidupan yang pertama, dalam hal ini adalah Tahu Diri, yang dimulai dengan membahas tentang Tahu Allah SWT terlebih dahulu, sebagaimana ungkapan yang kami kemukakan berikut ini: Untuk dapat mengenal Allah, kita harus mengenal diri. Mengenal Allah itu tidak sulit, yang sulit itu adalah mengenal diri.” Dan untuk memudahkan diri kita memiliki ilmu dan pemahaman yang baik dan benar tentang Tahu Allah SWT maka kita akan mempergunakan sebuah pendekatan yang kami namakan dengan istilah “Route to 1.6.7.99”.  Adanya istilah “Route to 1.6.799” tentu membuat jamaah sekalian bertanya-tanya, apa arti dari kata “Route to 1.6.7.99” yang sesungguhnya? “Route to 1.6.7.99  secara mudah dapat diartikan sebagai “Rute menuju Allah SWT”. Istilah Rute memiliki makna yang menunjukkan kepada diri kita akan sesuatu yang pasti menuju kepada sesuatu, atau adanya kepastian untuk menuju ke sesuatu tempat secara pasti, dalam hal ini dari Allah SWT akan kembali kepada Allah SWT. 

Adanya pengertian dasar rute yang berarti dari Allah SWT akan kembali kepada Allah SWT bermakna adanya jalan untuk kembali pulang kepada Allah SWT yang tentunya harus sesuai dengan kehendak Allah dan juga adanya waktu untuk mempersiapkan diri untuk pulang kampung kepada Allah SWT yang pada akhirnya mengharuskan diri kita memiliki ilmu dan pemahaman tentang Allah SWT yang baik dan benar maka barulah kita bisa melaksanakan konsep dari Allah SWT kembali kepada Allah SWT.

 

Adapun istilah dari Route to 1.6.7.99 dapat kami artikan sebagaimana berikut ini :

 

1.    Angka 1(satu) melambangkan Allah SWT yang tidak lain adalah Dzat yang menama-kan dirinya sendiri Allah SWT, dimana  Allah SWT adalah Dzat yang pertama kali ada dan akan ada sampai kapanpun juga sehingga yang lain ada karena adanya Allah SWT, atau dengan kata lain Allah SWT mustahil tidak ada jika yang lain ada. 

2.   Angka 6 (enam) melambangkan Sifat Salbiyah yang dimiliki Allah SWT yang terdiri dari:  (a) sifat Wujud; (b) sifat Qidam; (c) sifat Baqa; (d) sifat Mukhalafah Lil Hawadish; (e) sifat Qiyamuhu Binafsih; (f) sifat Wahdaniah.

3.     Angka 7 (tujuh) melambangkan Sifat Ma’ani dari Allah SWT yang terdiri dari: (a) sifat Qudrat; (b) sifat Iradat; (c) sifat Ilmu; (d) sifat Sami’; (e) sifat Bashir; (f) sifat Kalam, dan (g) sifat Hayat.

4.    Angka 99 (sembilan puluh sembilan) melambangkan nama nama yang indah lagi baik dari Allah SWT yang termaktub dalam Asmaul Husna. 

 

Berdasarkan uraian yang kami kemukakan di atas, maka: “Route to 1.6.7.99” dapat bermakna syahadat yaitu: “Tidak ada Tuhan selain Allah SWT yang 1 (satu);  yang memiliki sifat Salbiyah, yang 6 (enam) yang terdiri dari “Wujud, Qidam, Baqa, Mukhalafah Lil Hawadish, Qiyamuhu Binafsih, Wahdaniah”; yang memiliki sifat Ma’ani yang 7(tujuh) yang terdiri dari “Qudrat, Iradat, Ilmu, Sami’, Bashir, Kalam, Hayat” dan yang memiliki nama nama yang indah lagi baik (Asmaul Husna) yang berjumlah 99 (sembilan puluh sembilan).”

 

Route to 1.6.7.99” juga memiliki arti bahwa kita telah memberikan kesaksian Tiada Tuhan selain Allah SWT yang mampu menciptakan langit dan bumi beserta isinya serta yang mampu menciptakan manusia dan “Route to 1.6.7.99” juga merupakan ajakan kepada seluruh umat manusia untuk selalu ingat kepada Allah SWT kapanpun, dimanapun dan dalam kondisi apapun bahwa Allah SWT adalah segala-galanya serta kita tidak bisa melepaskan diri dari kehendak, kekuatan, kemahaan, kebesaran serta ilmu Allah SWT  saat  hidup di dunia ini. Lalu bagaimana kita akan bisa melaksanakan Route to 1.6.7.99  yang bermakna syahadat dengan baik dan benar:


a.     Jika kita tidak memiliki Ilmu tentang Allah SWT?

b.      Jika kita tidak tahu dimana keberadaan Allah SWT saat kita hidup di dunia?

c.     Jika kita tidak tahu bagaimana caranya melaksanakan Route to 1.6.7.99 yang bermak-na syahadat sesuai dengan kehendak Allah SWT?

d.   Jika kita tidak mengerti kenapa kita harus membutuhkan Allah SWT saat hidup di dunia?

e.       Jika kita tidak paham ada hubungan apakah antara diri kita dengan Allah SWT? 

 

Jika sampai apa yang kami kemukakan di atas ini menimpa diri kita, lalu apa yang harus kita lakukan? Jika sampai hal tersebut di atas terjadi pada diri kita, maka tidak ada jalan lain bagi diri kita mulai saat ini juga untuk belajar, atau mempelajari Ilmu tentang Allah SWT, atau belajar tentang Diinul Islam yang sesuai dengan kehendak Allah SWT.

 

Sekarang mana yang lebih banyak orang yang memiliki Ilmu tentang Allah SWT dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki Ilmu tentang Allah SWT? Menurut pendapat kami, lebih banyak orang yang tidak memiliki Ilmu tentang Allah SWT dibandingkan dengan orang yang memiliki Ilmu tentang Allah SWT. Jangan sampai kita hanya tahu Agamanya saja namun tidak pernah tahu dan tidak paham tentang Allah SWT selaku pencipta, selaku pemilik, selaku Tuhan bagi alam semesta ini sedangkan kita menumpang di langit dan di muka bumi ini. Dan dengan adanya kondisi dan keadaan ini, mendorong kami untuk membahas tentang Allah (Tahu Allah) melalui pendekatan Route to 1.6.7.99 dengan sebaik mungkin sehingga kita semua, termasuk anak dan keturunan kita sendiri, mampu mengenal Allah (ma’rifatullah) sehingga mampu menempatkan dan meletakkan kemahaan dan kebesaran Allah SWT sesuai dengan kehendak Allah SWT itu sendiri dan juga kita mampu melaksanakan syahadat yang sesuai dengan kehendak Allah SWT sebaik dan sesempurna mungkin serta jangan sampai generasi yang datang sesudah diri kita, katakan generasi 30 (tiga puluh) tahun yang datang kemudian hanya mampu mengartikan dan juga hanya mampu memahami bahwa “Route to 1.6.7.99”  adalah Rute tanggal 16 Juli 1999, padahal arti yang sesungguhnya bukanlah hal itu.

 

A.     PENDEKATAN MELALUI DZAT.

 

Pendekatan melalui Dzat merupakan kunci jawaban dari angka 1 (satu) yang terdapat di dalam istilah Route to 1.6.7.99. Apa maksudnya? Angka 1 dalam istilah Route to 1.6.7.99  adalah perlambang dari Allah SWT itu sendiri. Selanjutnya jika angka 1 (satu) dalam Route to 1.6.7.99 kami artikan sebagai Allah SWT, sekarang apa itu Allah SWT, kenapa bernama Allah dan siapa yang memberi nama Allah SWT? Untuk menjawab pertanyaan ini mari kita perhatikan surat Thaahaa (20) ayat 14 yang kami kemukakan berikut ini: Sesungguhnya aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, Maka sembahlah aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat aku.”  Berdasarkan surat  Thaaha (20) ayat 14 di atas, didapat keterangan bahwa Allah adalah Dzat yang menamakan diri-Nya sendiri Allah melalui pernyataan-Nya yang berbunyi “sesungguhnya aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan selain Aku”. Jika sekarang Allah SWT sendiri yang menyatakan dirinya sendiri adalah Allah SWT, sekarang timbul pertanyaan kapan keberadaan Allah SWT itu ada?

 

Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari berikut ini: Dari Imran  bin Hushain ra, katanya: Saya masuk ke tempat Nabi SAW dan saya tambatkan unta saya di pintu. Kemudian datang rombongan dari Bani Tamim menghadap beliau. Beliau lalu bersabda: “Terimalah kabar gembira, hai Bani Tamim!” Mereka berkata: “Tuan telah memberi kabar gembira pada kami, maka berilah kami harta dua kali lipat!” Sesudah itu masuk masuk ke tempat beliau rombongan dari Yaman. Beliau lalu bersabda: “Terimalah kabar gembira, yang tidak diterima oleh Bani Tamim, hai penduduk Yaman!”  Mereka itu berkata: “Kami terima, hai Rasulullah!” Mereka berkata lagi: “Kami datang kepada tuan hendak menanyakan hal ini (alam)”. Beliau bersabda: “Tuhan telah ada, dan belum ada sesuatu selain-Nya dan Arsy-Nya di atas air. Tuhan menuliskan segala sesuatu selain-Nya di dalam peringatan dan diciptakan-Nya langit dan bumi”. Ada seseorang yang berteriak: “Unta engkau telah  pergi, hai Ibnu Hushain!” Lalu saya berjalan, kebetulah unta itu telah melampaui fatamorgana (telah jauh). Demi Allah! Saya ingin kalau unta itu saya biarkan saja pergi!  (Hadits Riwayat Bukhari No.1419).

 

Berdasarkan hadits di atas, tidak ada apapun sebelum Allah SWT ada, sehingga yang ada hanya Allah SWT, atau Allah SWT adalah yang pertama kali ada sebelum yang lain ada sehingga Allah SWT adalah Yang Maha Awal. Lalu sampai kapan adanya Allah SWT? Allah SWT akan tetap ada sampai kapanpun juga, atau Allah SWT akan tetap kekal selamanya setelah semuanya punah dan binasa sehingga Allah SWT adalah Yang Maha Kekal sehingga mustahil di akal Allah SWT tidak ada. Selanjutnya seperti apakah Dzat Allah SWT itu? Bagaimanakah struktur Dzat Allah SWT itu? Seperti apakah Allah SWT itu? Terbuat dari apakah Dzat Allah SWT? Dzat Allah SWT adalah Dzat yang tidak dapat ditelusuri, Dzat yang tidak dapat dianalisa, Dzat yang tidak dapat diukur, Dzat yang tidak dapat dianalogikan dengan apapun juga serta dengan mempergunakan cara apapun juga. Sehingga Dzat yang menamakan dirinya sendiri Allah SWT adalah Dzat yang Maha, Dzat yang tidak mungkin dapat diukur, Dzat yang tidak mungkin dapat dianalisa, Dzat yang tidak mungkin dapat dianalogikan dengan sesuatu.

 

Hal ini dikarenakan jika sampai Dzat  Allah SWT dapat dianalisa, jika sampai Dzat Allah SWT dapat diukur, jika sampai Dzat Allah SWT dapat dianalogikan dengan sesuatu, jika sampai Dzat Allah SWT dapat ditelusuri, maka kebesaran dan kemahaan yang dimiliki oleh Dzat Allah SWT telah tercoreng dikarenakan lebih rendah kedudukannya dibandingkan dengan orang yang dapat menganalisa, lebih rendah kedudukannya dibandingkan dengan orang yang dapat mengukur dan menganalogikan Dzat Allah SWT dan kondisi ini tidak akan mungkin pernah terjadi sampai kapanpun juga. Seperti apakah kondisi dasar dari Dzat Allah SWT itu? Berikut ini akan kami kemukakan beberapa kondisi dasar dari Dzat Allah SWT yang terdapat dalam AlQuran dan Hadits, yang harus kita jadikan pedoman saat melaksanakan Diinul Islam secara kaffah, yaitu:

 

1.    Dzat Allah SWT Tidak Bisa Dilihat Mata. Hal ini berdasarkan surat Al An’am (6) ayat 103 yang kami kemukakan berikut ini: Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan; dan Dialah yang Maha Halus lagi Maha mengetahui.” Dzat Allah SWT Tidak Bisa Dilihat dengan mata dikarenakan kemahaan dari cahaya yang dimiliki oleh Allah SWT sangat luar biasa. Apa maksudnya? Untuk memudahkan pengertian coba kita lihat salah satu ciptaan Allah SWT yaitu matahari. Sekarang dapatkah kita melihat matahari secara langsung? Kita tidak bisa melihat matahari secara langsung karena kuatnya cahaya matahari yang memancarkan sinarnya. Akan tetapi yang bisa kita lihat adalah cahaya matahari. Sekarang bagaimana dengan Allah SWT yang sangat-sangat bercahaya? Hal yang samapun terjadi pada Allah SWT, yaitu kita tidak akan bisa melihat langsung Dzat Allah SWT secara langsung karena sangat bercahaya, namun jika kita memiliki hati nurani yang bersih (memiliki hati mukmin) maka kita hanya bisa merasakan adanya cahaya Allah SWT.

 

2.    Gunung Hancur Karena Kekuatan dan Kehebatan Allah SWT. Hal ini berdasar-kan surat Al Hasyr (59) ayat 21 yang kami kemukakan berikut ini: “kalau Sekiranya Kami turunkan AlQuran ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan ketakutannya kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir.” Dimana gunung hancur karena tidak mampu menghadapi, tidak mampu menahan Kekuatan, Kehebatan dan Kemahaan dari Dzat Allah SWT yang maha lagi hebat. Sekarang jika gunung saja bisa hancur terpecah belah, lalu bagaimana dengan diri kita yang tidak ada apa-apanya dibandingkan gunung?

 

3. Manusia Tidak Akan Mungkin Dapat Berbicara Langsung Dengan Allah SWT. Hal ini berdasarkan surat Asy Syuura (42) ayat 51 yang kami kemukakan berikut ini: “Dan tidak mungkin bagi seorang manusiapun bahwa Allah berkata-kata dengan Dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau dibelakang tabir[1347] atau dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana.” 

[1347] Di belakang tabir artinya ialah seorang dapat mendengar kalam Ilahi akan tetapi Dia tidak dapat melihat-Nya seperti yang terjadi kepada Nabi Musa a.s. 

Berdasarkan ayat di atas, manusia termasuk diri kita, tidak akan mungkin dapat berbicara langsung dengan Allah SWT, terkecuali Nabi Musa as, saat di bukit Tursina yang ingin melihat langsung Allah SWT serta Nabi Muhammad SAW saat menerima perintah mendirikan shalat dari Allah SWT di Arsy saat melakukan perjalanan Mi’raj. Jika ini kondisinya, mustahil di akal jika ada orang yang mengaku-ngaku bisa berbicara langsung dengan Allah SWT saat hidup di muka bumi. 

 

4.    Binasa, Hancur, Mati, Alam Dengan Segala Isinya Karena Melihat Allah SWT. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Al Hakim yang kami kemukakan berikut ini: “Ibnu Abbas ra, berkata: Nabi SAW bersabda:Allah ta'ala berfirman: "Wahai Musa. Engkau tidak dapat melihat-Ku. Sesungguhnya tidaklah melihat-Ku suatu makhluk hidup melainkan ia mati dan suatu makhluk yang kering melainkan ia tergelincir dan makhluk yang basah melainkan ia bercerai-berai. Sesungguhnya hanyalah ahli syurga yang tidak kehilangan pandangan dan tidak rusak/hancur jasadnya dapat melihat-Ku' (Hadits Qudsi Riwayat Al Hakim, 272:202). Akan binasa, akan mati, akan kering, akan bercerai berai, seluruh makhluk hidup yang ada di muka bumi jika sampai melihat Dzat Allah SWT secara langsung, terkecuali ahli syurga yang akan bisa melihat langsung Allah SWT saat sudah berada di syurga. 

 

5.   Nabi Musa as, Pingsan Karena Tidak Mampu Melihat Kebesaran Allah SWT. Hal ini berdasarkan surat Al A'raaf (7) ayat 143 yang kami kemukakan berikut ini: “dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa: "Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau". Tuhan berfirman: "Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu, Maka jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku". tatkala Tuhannya Menampakkan diri kepada gunung itu[565], dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, Dia berkata: "Maha suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman.”

 

[565] Para mufassirin ada yang mengartikan yang nampak oleh gunung itu ialah kebesaran dan kekuasaan Allah, dan ada pula yang menafsirkan bahwa yang nampak itu hanyalah cahaya Allah. Bagaimanapun juga nampaknya Tuhan itu bukanlah nampak makhluk, hanyalah nampak yang sesuai sifat-sifat Tuhan yang tidak dapat diukur dengan ukuran manusia.

 

Ayat di atas ini menerangkan bahwa Nabi Musa as. pingsan tidak sadarkan karena tidak mampu dan tidak sanggup melihat kebesaran dan kemahaan Allah SWT yang ditunjuk-kan kepada bukit Tursina. Sekarang mampukah diri kita meneliti, mampukah diri kita menganalisa, mampukah diri kita menelaah Dzat Allah SWT dengan segala teknologi yang ada pada saat ini sedangkan bahan, ataupun dzat yang akan dianalisa dan diteliti serta ditelaah tidak pernah kita miliki? Jawaban dari pertanyaan ini adalah mustahil di akal kita mampu melakukan itu semua. Allah SWT melarang diri kita untuk mempelajari Dzat-Nya, bukan karena Allah SWT takut kehilangan kemahaan dan kebesaran-Nya, atau takut ketahuan Dzatnya atau takut rahasia Allah SWT terbongkar. Akan tetapi upaya yang akan kita lakukan akan sia-sia belaka, buang-buang waktu dan energi saja, padahal tugas utama kita di muka bumi ini bukanlah untuk itu melainkan beribadah hanya kepada-Nya serta menjadi pemakmur bagi alam semesta ini.


Dan jika sampai Dzat Allah SWT dapat dipelajari dan juga dapat diteliti maka kedudu-kan Allah SWT akan lebih rendah dibandingkan dengan orang yang mampu mempela-jarinya dan yang mampu menelitinya. Dan Jika sampai ini terjadi berarti gugurlah Kemahaan dan Kebesaran yang dimiliki Allah SWT. Hal ini tidak akan mungkin terjadi pada Allah SWT. Untuk itu jadikan Urusan Dzat Allah SWT adalah sebuah ketetapan yang wajib kita terima dan kita akui dalam keimanan yang kuat tanpa perlu disanggah lagi. Serta jadikan pula kondisi ini menjadi ilmu yang melekat di dalam diri kita tentang Allah SWT seperti melekatnya ilmu tentang cabai yang pedas rasanya, atau ilmu tentang garam yang asin rasanya.

Selain daripada itu, ketahuilah bahwa angka 1(satu) yang juga merupakan perlambang dari Dzat Allah SWT masih memiliki makna lain yang tidak kalah hebat, yaitu:

 

1.     Angka 1 (satu) juga memiliki makna hakiki sebagai angka permulaan sehingga jika tidak ada angka 1 (satu) maka tidak akan pernah ada angka 2 (dua), angka 3 (tiga), angka 4 (empat), angka 5 (lima) dan seterusnya sampai dengan tidak terhingga. Apa maksud-nya? Sebagai sesuatu yang bersifat permulaan, berarti Allah SWT ada sebelum yang lain ada dan mustahil Allah SWT ada setelah ciptaannya ada.

 

2.    Angka 1(satu) juga memiliki makna hakiki sebagai sesuatu yang ada pertama kali ada, sehingga yang ada selanjutnya setelah yang pertama kali ada. Apa maksudnya?  Allah SWT adalah Pencipta, maka tidak akan pernah ada ciptaan jika tidak ada yang menciptakan dan mustahil di akal jika ciptaan mendahului penciptanya. 

 

Jika ini adalah kondisi dasar Allah SWT berarti Allah SWT mustahil tidak ada sehingga Allah SWT ada selamanya sampai dengan kapanpun juga, sehingga dengan adanya Allah SWT maka segala ciptaan ada, diri kita ada, anak keturunan kita ada, syaitan ada, malaikat ada, Diinul Islam ada, syurga ada, neraka ada. Lalu apakah dengan adanya Allah SWT tidak cukup menjadikan diri kita beriman kepada Allah SWT!

 

B.      PENDEKATAN MELALUI  SIFAT. 

Seperti apakah sifat Allah SWT itu? Berikut ini akan kami kemukakan sifat yang dimiliki oleh Allah SWT melalui pendekatan Route to 1.6.7.99, yaitu :

 

1.    Sifat Salbiyah. Apakah itu Sifat Salbiyah? Sifat Salbiyah adalah sifat yang khusus berlaku hanya untuk Allah SWT semata, sehingga sifat ini tidak akan mungkin dimiliki oleh selain Allah SWT. Selain dari pada itu melalui pendekatan sifat Salbiyah ini kita akan mengetahui makna dari angka 6 (enam) yang terdapat dalam istilah “Route to 1.6.7.99” Lalu seperti apakah sifat Salbiyah yang dimiliki oleh Allah SWT itu sehingga tidak ada satupun makhluk yang memiliki sifat seperti sifat Salbiyah Allah SWT, dan berapakah jumlah sifat Salbiyah yang dimiliki Allah SWT? Berikut ini akan kamu uraikan sifat Salbiyah yang dimiliki oleh Allah SWT dimaksud, yaitu :

 

a.   Wujud. Wujud artinya ada; Allah SWT wajib ada-Nya, Allah SWT pasti ada-Nya, Mustahil kalau Allah SWT itu tidak ada yang lain ada. Allah SWT ada dengan sendirinya. Allah SWT ada tidak ada yang menyertainya. Allah SWT ada bukan karena ada yang mengadakannya, sebagaimana firmanNya berikut ini: Allah lah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam masa kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy[1188]. tidak ada bagi kamu selain dari padanya seorang penolongpun dan tidak (pula) seorang pemberi syafa'at[1189]. Maka Apakah kamu tidak memperhatikan?(surat As Sajdah (32) ayat 4)

 

[1188] Bersemayam di atas 'Arsy ialah satu sifat Allah yang wajib kita imani, sesuai dengan kebesaran Allah dsan kesucian-Nya.

[1189] Syafa'at: usaha perantaraan dalam memberikan sesuatu manfaat bagi orang lain atau mengelakkan sesuatu mudharat bagi orang lain. syafa'at yang tidak diterima di sisi Allah adalah syafa'at bagi orang-orang kafir.

 

Adanya kondisi ini menunjukkan kepada diri kita bahwa Allah SWT pasti ada sebelum segala ciptaan-Nya ada sehingga segala ciptaan tidak akan mungkin ada sebelum Allah SWT ada untuk menciptakan segala ciptaan-Nya serta mustahil di akal jika ciptaan ada sebelum penciptanya ada.

 

b.   Qidam. Qidam artinya sedia ada, tidak berawal dan tidak berakhir, adanya Allah SWT pasti sedia ada, tidak ada pangkal dan tidak ada ujungnya, sebagaimana firman-Nya berikut ini: “semua yang ada di bumi itu akan binasa. dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan. (surat Ar Rahman (55) ayat 26-27). Adanya kondisi ini menunjukkan kepada diri kita bahwa keberadaan Allah SWT tidak akan berakhir sampai dengan kapanpun juga sehingga Allah SWT dapat dikatakan tidak berawal dan tidak berakhir, sehingga Allah SWT selamanya ada.

 

c.    Baqa. Baqa artinya kekal abadi selama-lamanya, Allah SWT adalah Yang Maha Ada pasti ada sesuai dengan keberadaannya Yang Maha Ada. Hal yang mustahil terjadi adalah jika sampai Allah SWT bisa berubah-ubah, atau satu waktu bisa punah, hal ini tidak akan pernah mungkin terjadi pada Allah SWT, walaupun setelah hari kiamat kelak, Allah SWT pasti ada karena Allah SWT Yang Maha Ada. Allah SWT berfirman: “janganlah kamu sembah di samping (menyembah) Allah, Tuhan apapun yang lain. tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. bagi-Nyalah segala penentuan, dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan. (surat Al Qashash (28) ayat 88). Adanya kondisi ini menunjukkan kepada diri kita bahwa keberadaan Allah SWT tidak akan mung-kin hancur, tidak akan mungkin terpengaruh oleh apapun juga yang mengakibatkan Allah SWT berubah menjadi tidak kekal.  

 

d.   Mukhalafah Lil Hawadish. Mukhalafah Lil Hawadish artinya tidak ada yang serupa (tidak ada yang mampu menandingi-Nya), berbeda atau tidak sama dengan sesuatu yang baru sampai kapanpun juga, sebagaimana firman Allah SWT berikut ini: “(Dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan- pasangan (pula), dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha mendengar dan melihat. (surat Asy Syuura (42) ayat 11). Adanya kondisi ini menunjukkan kepada diri kita bahwa sampai dengan kapanpun juga Allah SWT tidak akan pernah punah, serta tidak akan ada makhluk  yang dapat mengalahkan dan menandingi Allah SWT sepanjang makhluk itu ada langit dan di bumi yang diciptakan dan yang dimiliki oleh Allah SWT.

 

e.  Qiyamuhu Binafsih. Qiyamuhu Binafsih artinya Allah SWT berdiri dengan sendirinya, Allah SWT berdiri sendiri tidak memerlukan kawan berunding dan bermusyawarah dan tidak memerlukan bantuan dari siapapun juga. Allah SWT berfirman: Hai manusia, kamulah yang berkehendak kepada Allah; dan Allah Dialah yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji. (surat Fathir (35) ayat 15). Adanya kondisi ini menunjukkan kepada diri kita bahwa kemampuan dan kemahaan serta kebesaran yang dimiliki oleh Allah SWT bukanlah berasal dari makhluk lain, atau segala kemampuan, segala kemahaan, segala kebesaran yang dimiliki oleh Allah SWT adalah milik pribadi Allah SWT sampai dengan kapanpun juga.  

 

f.  Wahdaniyah. Wahdaniyah artinya esa, satu, tunggal, tidak berbilang, Allah SWT tunggal tidak ada sekutu baginya, yang Maha Ada itu pasti tunggal, atau esa. Kalau sampai  Allah SWT lebih dari satu berarti ada saingannya dan pasti akan ada konsekuensinya, hal ini tidak bisa terjadi di alam semesta ini. Allah SWT berfirman: Allah berfirman: "Janganlah kamu menyembah dua Tuhan; Sesungguhnya Dialah Tuhan yang Maha Esa, Maka hendaklah kepada-Ku saja kamu takut". dan kepunyaan-Nya-lah segala apa yang ada di langit dan di bumi, dan untuk-Nya-lah ketaatan itu selama-lamanya. Maka mengapa kamu bertakwa kepada selain Allah? dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, Maka dari Allah-lah (datangnya), dan bila kamu ditimpa oleh kemudharatan, Maka hanya kepada-Nya-lah kamu meminta pertolongan. (surat An Nahl (16) ayat 51-52-53). Adanya kondisi ini menunjukkan kepada diri kita bahwa Allah SWT hanya satu sampai dengan kapanpun juga sehingga yang memiliki sifat Salbiyah yang berjumlah 6 (enam) sampai kapanpun juga hanya Allah SWT semata, yaitu Allah SWT yang satu.

 

Sekarang kita telah mengetahui sifat Salbiyah yang 6(enam) yang hanya dimiliki oleh Allah SWT semata, lalu apa yang harus kita perbuat? Hal yang harus kita perbuat setelah mengetahui sifat Salbiyah yang 6(enam) adalah kita harus mengimani yang dilanjutkan kita harus meyakini dengan sepenuh keyakinan, atau kita harus bisa haqqul yakin dengan segala kemampuan, segala kehebatan, segala kebesaran  Allah SWT yang sangat hebat, yang sangat dahsyat, yang sangat agung, yang sangat kuat, yang akan kekal abadi selamanya dan jangan pernah sekalipun menyangsikannya. Sehingga tak akan ada satupun dari makhluk-Nya yang sanggup mengalahkannya dan karena hal itulah maka alam semesta ini ada dan juga kekhalifahan di muka bumi ada, Diinul Islam ada, syurga dan neraka ada dan yang terakhir adalah kita tidak akan mungkin bisa mensejajarkan diri dengan Allah SWT..

 

2.      Sifat Ma’ani. Sifat Ma’ani adalah sifat yang dimiliki oleh Allah SWT dalam rang-ka Allah SWT menunjukkan eksistensi atas keberadaan sifat Salbiyah yang dimiliki-Nya serta dalam rangka Allah SWT melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya kepada langit dan bumi yang telah diciptakannya, atau kepada seluruh ciptaannya seperti memelihara, mengawasi, menjaga, dan mencegah hal-hal yang akan merusak ciptaan-Nya. Timbul pertanyaan untuk siapakah sifat ma’ani Allah SWT itu dan wajibkah bagi Allah SWT berbuat sesuai dengan sifat Ma’ani yang dimiliki-Nya? Allah SWT sudah maha dan akan maha selamanya sehingga sifat Ma’ani yang dimiliki Allah SWT bukanlah untuk Allah SWT itu sendiri, melainkan untuk seluruh makhluk yang diciptakan-Nya, termasuk untuk diri kita dan anak keturunan kita.

 

Allah SWT selaku pemilik sifat Ma’ani yang 7 (tujuh) wajib berbuat, wajib bertindak, wajib mempertunjukkan kebesaran dan kemahaan sifat Ma’ani yang dimiliki-Nya kepada seluruh makhluk-Nya tanpa terkecuali, sebagai bukti bahwa Allah SWT benar adanya, yang tentunya sesuai dengan sifat Salbiyah yang dimiliki-Nya. Selain dari pada itu melalui pendekatan sifat Ma’ani ini, kita akan mengetahui makna dari angka 7(tujuh) yang terdapat dalam istilah “Route to 1.6.7.99”. Adapun sifat Ma’ani yang dimiliki oleh  Allah SWT dan yang juga terdapat di dalam diri setiap manusia, terdiri dari sifat :

 

a.   Qudrat (Kuasa, Kekuatan, Kemampuan). Sekarang apa yang dimaksud dengan Qudrat itu? Qudrat artinya Kuasa, Kekuatan, Kemampuan. Siapakah yang memiliki kekuasaan, kekuatan dan kemampuan itu? Allah SWT adalah pemilik dari kekua-saan, kekuatan, kemampuan yang  ada di alam semesta ini. Seperti apakah kekua-saan, kekuatan dan juga kemampuan Allah SWT itu? Kekuasaan, Kekuatan, serta Kemampuan Allah SWT bersifat mutlak, permanen, kekal dan abadi serta tidak dibatasi oleh jarak, ruang dan waktu. Sekarang apa jadinya jika sampai Allah SWT tidak mempunyai kekuasaan, kekuatan, dan kemampuan? Adanya kekuasaan, kekuatan, kemampuan yang bersifat mutlak, permanen, kekal dan abadi memung-kinkan Allah SWT berbuat sekehendaknya sendiri serta dalam rangka menunjukkan sifat Salbiyah yang dimiliki-Nya.

 

Adanya kondisi ini berarti Allah SWT mempunyai kekuasaan, kekuatan dan kemampuan untuk melakukan sesuatu dalam rangka membuktikan bahwa Allah SWT adalah pencipta, pengawas, serta pemelihara seluruh alam dengan segala isinya. Timbul pertanyaan, apa buktinya Allah SWT itu hebat? Salah satu contoh bahwa Allah SWT itu hebat adalah Allah SWT mampu menciptakan alam semesta ini tanpa bantuan siapapun juga serta mampu menurunkan hujan, dan dengan turunnya hujan banyak manfaat yang tercurah ke bumi, seperti yang dikemukakan oleh Allah SWT dalam surat An Nuur (24) ayat 43 berikut ini: “Tidakkah kamu melihat bahwa Allah mengarak awan, kemudian mengumpulkan antara (bagian-bagian)nya, kemudian menjadikannya bertindih-tindih, maka kelihatanlah olehmu hujan keluar dari celah-celahnya dan Allah (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari gumpalan-gumpalan awan seperti) gunung-gunung, maka ditimpakan-Nya (butiran-butiran) es itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya. Kilauan kilat awan itu hampir-hampir menghilangkan penglihatan.

 

Sekarang adakah makhluk lain, atau Tuhan lain yang mampu menciptakan air dan juga menurunkan hujan seperti yang diciptakan oleh Allah SWT? Jawaban dari pertanyaan ini adalah mustahil di akal ada Tuhan lain yang mampu menandingi, apalagi mengalahkan kebesaran dan kemahaan Allah SWT. Hal yang harus kita imani adalah segala kemahaan dan kebesaran dari sifat Qudrat yang dimiliki oleh Allah SWT bukanlah untuk Allah SWT itu sendiri, melainkan untuk seluruh makhluk-Nya, termasuk untuk diri kita dan juga anak dan keturunan kita sepanjang diri kita selalu berada di dalam Kehendak Allah SWT. Sebagai khalifah di muka bumi yang sedang menumpang di bumi Allah SWT, apakah fasilitas dan kesempatan yang telah disediakan oleh Allah SWT akan kita sia-siakan begitu saja karena kita sudah merasa hebat, sehingga kita tidak butuh lagi dengan pertolongan Allah SWT melalui Qudrat yang dimiliki-Nya?

 

b.    Iradat (Kehendak, tanpa ada paksaan, Kehendak Allah SWT pasti terjadi) Seka-rang apa yang dimaksud dengan sifat Iradat itu? Iradat artinya kehendak, atau tanpa ada paksaan. Seperti apakah sifat Iradat Allah SWT itu? Kehendak Allah SWT pasti terjadi, sebab kehendak Allah SWT berbeda dengan kehendak makhluk. Kehendak Allah SWT selalu di dalam Management System yang terdiri dari “Planning, Organizing, Actualizing, and Controlling”, atau kehendak Allah SWT wajib mencerminkan kemahaan Allah SWT itu sendiri sehingga kehendak Allah SWT tidak bisa dipersamakan dengan kehendak makhluk. Lalu bagaimanakah cara Allah SWT merealisasikan kehendak-Nya? Jika Allah SWT berkehendak melakukan sesuatu, maka dengan kemampuan kekuatan dan kehebatan yang dimilikinya, Allah SWT sanggup melakukan apa saja tanpa ada paksaaan dari siapapun, cukup mengatakan “Jadilah maka Jadilah”. Sebagaimana firman-Nya berikut ini: Sesungguhnya perintah-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: “Jadilah!” maka terjadilah ia. (surat Yaasin (36) ayat 82)

 

Hal yang harus benar-benar kita imani adalah Allah SWT sudah Maha dan akan Maha selamanya sehingga sifat Iradat yang dimiliki oleh Allah SWT bukanlah untuk kepentingan Allah SWT itu sendiri, melainkan untuk kepentingan seluruh makhluk-Nya, termasuk untuk diri kita dan juga anak dan keturunan kita. Sepanjang diri kita meminta, memohon kepada Allah SWT, atau diri kita selalu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh Allah SWT. Allah SWT berfirman: “Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah ke dua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas. (surat Al Kahfi (18) ayat 28). Lalu sebagai khalifah di muka bumi yang sedang menumpang di bumi Allah SWT, apakah kesempatan dan juga fasilitas yang telah diberikan oleh Allah SWT ini akan kita sia-siakan begitu saja sehingga kita lebih senang meminta pertolongan kepada syaitan?

 

Sifat Iradat yang dimiliki Allah SWT merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sifat Qudrat dan sifat llmu yang dimiliki pula oleh Allah SWT. Hal ini dikarenakan untuk menciptakan segala sesuatu harus di dahului dengan adanya Kehendak dan Kemampuan serta Ilmu secara berbarengan. Hal ini dikarenakan jika yang ada hanya Kehendak saja tanpa diiringi kemampuan dan Ilmu artinya angan-angan, sedangkan jika yang ada hanyalah Kemampuan saja tanpa di iringi oleh Kehendak artinya omong kosong. Sedangkan jika yang ada hanya Ilmu saja tanpa ada Kehendak dan Kemampuan artinya yang ada hanyalah konsep belaka dan hal ini tidak akan mungkin terjadi pada Allah SWT karena bukti dari Allah SWT memiliki Kehendak, Kemampuan dan Ilmu adalah adanya langit dan bumi beserta isinya serta adanya kekhalifahan di muka bumi.

 

c.    Ilmu (Ilmu, Maha Mengetahui, Ilmu Allah SWT sangat luas dan tidak terbatas). Sekarang apakah yang dimaksud dengan sifat Ilmu itu? Ilmu artinya Ilmu, Maha Mengetahui. Seperti apakah sifat Ilmu yang dimiliki Allah SWT? Sifat Ilmu dan Maha Mengetahui Allah SWT sangat Luas dan Tidak Terbatas, jika Allah SWT  tidak memiliki sifat Ilmu yang didukung oleh kehendak dan kemampuan yang sangat tidak terbatas, mungkinkah terjadi segala sesuatu ini? Semuanya tidak akan mungkin terjadi dan mustahil jika Allah SWT itu tidak memiliki sifat Ilmu. Sifat Ilmu Allah SWT sangat berbeda dengan sifat ilmu manusia. Hal ini dikarenakan sifat ilmu manusia ada batasnya, sedangkan Ilmu Allah SWT adalah tidak terbatas dan tidak akan pernah habis-habisnya, walaupun ilmu yang dimiliki-Nya telah dipelajari oleh siapapun juga dalam jangka waktu yang tidak terhingga.

 

Ilmu Allah SWT meliputi segala sesuatu dan jika lautan menjadi tinta dan pepohonan menjadi kalam untuk mencatat Ilmu-Nya, maka tidaklah cukup meski-pun ditambah sebanyak itu pula.Sebagaimana dua buah firman Allah SWT berikut ini: “Katakanlah; Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat kalimatTuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu pula. (surat Al Kahfi (18) ayat 109) dan juga Allah SWT berfirman sebagaimana berikut ini:  Sesungguhnya Allah mengetahui yang tersembunyi di langit dan di bumi. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui segala isi hati. (surat Faathir (35) ayat 38)

 

Allah SWT selaku pemilik sifat Ilmu, sudah pula mempertunjukkan kebesaran dan kemahaan Ilmu yang dimiliki-Nya yang dipadukan dengan kehendak dan kemampuan yang juga dimiliki-Nya dengan menciptakan langit dan bumi beserta isinya. Lalu untuk siapakah sifat Ilmu Allah SWT yang begitu hebat? Allah SWT yang sudah Maha dan akan Maha selamanya, tidak akan membutuhkan sifat Ilmu yang dimilikinya untuk kepentingan Allah SWT semata. Akan tetapi sifat Ilmu yang dimilikinya untuk kepentingan seluruh makhluk-Nya, termasuk untuk diri kita dan juga anak keturunan kita. Adanya kondisi ini maka dapat dipastikan Allah SWT pasti akan mengajarkan Ilmu-Nya kepada diri kita, pasti akan menambah Ilmu kepada orang yang meminta kepada-Nya, dengan syarat orang tersebut harus beriman dan bertaqwa kepada-Nya. Lalu sudahkah fasilitas ini kita manfaatkan sebaik mungkin saat hidup di dunia?  

 

d.   Sami' (Mendengar, Maha Mendengar). Sekarang apakah artinya sifat Sami' itu? Sami’ artinya Mendengar, Maha Mendengar. Seperti apakah sifat Sami' yang dimiliki Allah SWT? Pendengaran Allah SWT sangat nyata. Pendengaran Allah SWT tidak terpengaruh oleh jarak, ruang dan waktu, sedangkan pendengaran makhluk, atau pendengaran diri kita sebaliknya, yaitu memiliki keterbatasan. Jika kondisi sifat Sami' (pendengaran) Allah SWT seperti ini, berarti kemampuan, ketajaman, kehebatan mendengar  dari Allah SWT tidak ada yang dapat menandingi-Nya, serta tidak akan ada yang mampu mengalahkan-Nya. Adanya kemampuan mendengar dan juga pendengaran yang sangat hebat maka Allah SWT selaku Dzat Yang Maha Menden-gar maka Allah SWT pasti akan mengetahui seluruh aktivitas makhluknya di muka bumi ini tanpa ada yang terkecuali meskipun itu adalah telapak kaki semut yang sedang berjalan pasti  dapat didengar dan diketahui oleh Allah SWT dengan jelas.

 

e.   Bashir (Melihat, Maha Melihat). Apakah artinya sifat Bashir? Bashir artinya Melihat, Maha Melihat. Seperti apakah sifat Bashir yang dimiliki oleh Allah SWT? Penglihatan Allah SWT adalah terang dan jelas, tidak ada satupun yang tersembunyi dari penglihatan-Nya, meskipun ulat di dalam batu, hatta sekecil atom sekalipun dan dimanapun adanya. Ini berarti seluruh makhluk yang memiliki kemampuan memandang dan melihat tidak akan mampu melawan, menandingi, mengalahkan penglihatan Allah SWT. Adanya penglihatan (sifat Bashir) dan sifat pendengaran (sifat Sami’) yang dimiliki oleh Allah SWT secara bersamaan, maka Allah SWT dapat memantau seluruh aktivitas makhluk-Nya baik yang nyata maupun yang ghaib tanpa ada hijab, tanpa penghalang sedikitpun.Sekarang mau kemana diri kita pergi bersembunyi, sedangkan Allah SWT pasti tahu keberadaan kita, sebagaimana firmanNya berikut ini: “(Kedudukan) mereka itu bertingkat-tingkat di sisi Allah, dan Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan. (surat Ali Imran (3) ayat 163)

 

f.     Kalam (Berkata-kata, Maha Berkata-kata). Apakah artinya sifat Kalam itu? Si-fat Kalam artinya Berkata-Kata, Maha Berkata-Kata. Seperti apakah sifat Kalam yang dimiliki Allah SWT? Sifat Kalam Allah SWT adalah perkataan Allah SWT yang tidak terpengaruh oleh susunan huruf dan bunyi, sehingga pembicaraan dan perkataan Allah SWT tidak berupa huruf dan bunyi, karena bila berupa huruf dan bunyi berarti Allah SWT dipengaruhi oleh susunan huruf dan bunyi atau nada. Mustahil Allah SWT akan bisa terpengaruh oleh apapun juga dan oleh siapapun juga. Adanya kondisi ini berarti Kalam yang dimiliki oleh Allah SWT adalah Kalam yang berdiri sendiri, dengan Kalam yang dimilikinya Allah SWT mampu berkomunikasi dengan seluruh ciptaannya baik yang nyata atau yang dapat dilihat dengan mata maupun yang ghaib, kapanpun, dimanapun, dalam situasi apapun tanpa mengenal jarak, ruang dan waktu.

 

Salah satu bentuk dari kumpulan Kalam Allah SWT adalah AlQuran. Dimana AlQuran berfungsi sebagai sarana penghubung dan informasi bagi umatNya tentang keberadaan Allah SWT dan juga sebagai wujud kasih sayang-Nya kepada seluruh umat manusia. Selanjutnya untuk membuktikan bahwa Allah SWT mempunyai sifat Kalam, Allah SWT berbicara langsung dengan Nabi Musa a.s sehingga Nabi Musa a.s disebut Kalimullah, sebagaimana firman-Nya berikut ini: Dan (Kami telah mengutus) rasul-rasul yang sungguh telah kami kisahkan  tentang mereka kepadamu dahulu, dan rasul-rasul yang tidak Kami kisahkan tentang mereka kepadamu. Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung. (surat An Nisaa (4) ayat 164)

 

[381] Allah berbicara langsung dengan Nabi Musa a.s. merupakan keistimewaan Nabi Musa a.s., dan karena Nabi Musa a.s. disebut: Kalimullah sedang Rasul-rasul yang lain mendapat wahyu dari Allah dengan perantaraan Jibril. dalam pada itu Nabi Muhammad s.a.w. pernah berbicara secara langsung dengan Allah pada malam hari di waktu mi'raj.

 

Sedangkan Nabi Muhammad SAW juga pernah berbicara langsung dengan Allah SWT, saat peristiwa Mi'raj, yaitu sewaktu Allah SWT memerintahkan kepada Nabi Muhammad SAW mendirikan shalat. Sedangkan Nabi Adam as, pernah pula berbicara kepada Allah yaitu ada pada firman Allah SWT berikut ini: “Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, maka Allah menerima Taubatnya. Sesungguhnya Allah Penerima taubat lagi Maha Penyayang. (surat Al Baqarah (2) ayat 37).”  Sifat Kalam juga  ada di dalam diri manusia, termasuk ada pada diri kita. Apa buktinya?

 

Lihatlah dan perhatikanlah bayi yang baru lahir, ia hanya bisa menangis untuk segala apapun permasalahan yang dihadapinya, contohnya lapar nangis, buang air nangis, digigit nyamuk nangis, tidak aman nangis. Dari manakah asalnya tangis itu? Tangis bayi ada karena adanya Kalam Allah SWT yang ada pada bayi tersebut. Tangis bayi merupakan bahasa, atau kata-kata dari bayi untuk menyampaikan suatu pesan kepada orang tuanya. Bayi hanya bisa menangis karena pita suara, atau selaput suara yang dimilikinya belum sempurna, sebagaimana firman-Nya berikut ini:  Allah SWT berfirman: dan dia berbicara dengan manusia dalam buaian dan ketika sudah dewasa dan dia termasuk di antara orang-orang yang saleh.” (surat Ali ‘Imran (3) ayat 46)

 

g.  Hayat (Hidup, Maha Hidup). Apakah artinya sifat Hayat itu? Hayat artinya Hidup, Maha Hidup. Seperti apakah Sifat Hayat yang dimiliki oleh Allah SWT? Sifat Hayat yang dimiliki oleh Allah SWT adalah maha, kekal lagi abadi sebab Allah SWT kekal abadi selamanya. Selanjutnya jika Allah SWT sampai binasa, berarti Allah SWT sama dengan makhluk yang diciptakan-Nya, hal ini mustahil adanya. Adanya kondisi ini berarti Allah SWT akan terus ada sampai kapanpun juga. Allah SWT adalah Dzat Yang Maha Hidup, yang menghidupkan ciptaan-Nya adalah sangat bertolak belakang jika Allah SWT sampai mati atau binasa. Tidaklah demikian Allah SWT dengan Maha Hidup-Nya sebab Maha Hidup-Nya juga bersifat baqa (kekal) dan qiyamuhu binafsih (berdiri sendiri), ingat sifat baqa yang dimiliki oleh Allah SWT juga berlaku kepada seluruh sifat yang dimiliki-Nya. Sehingga akan memberikan sifat Hayat sebaik mungkin kepada setiap makhkuk yang diciptakannya. Allah SWT berfirman: Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan? (surat Al Baqarah (2) ayat 28)

 

Allah SWT adalah Dzat Yang Maha Hidup, yang menghidupkan ciptaan-Nya adalah sangat bertolak belakang jika Allah SWT sampai mati atau binasa. Tidaklah demikian Allah SWT dengan Maha Hidup-Nya sebab Maha Hidup-Nya juga bersifat baqa (kekal) dan qiyamuhu binafsih (berdiri sendiri), ingat sifat baqa yang dimiliki oleh Allah SWT juga berlaku kepada seluruh sifat yang dimiliki-Nya. Sehingga akan memberikan sifat Hayat sebaik mungkin kepada setiap makhkuk yang diciptakannya. Sekarang adakah sifat Hayat dalam diri kita dan dimanakah sifat Hayat diletakkan di dalam diri? Kita bisa hidup di dunia ini karena dihidupkan oleh Allah SWT melalui bersatunya ruh dengan jasmani, atau adanya sifat Hayat di dalam diri manusia di dalam mempersatukan ruh dengan jasmani.

 

Itulah penjelasan tentang sifat Salbiyah yang 6 (enam) dan juga sifat Ma’ani yang 7 (tujuh) yang dimiliki oleh Allah SWT yang mana kedua sifat tersebut tidak bisa dipisahkan diantara keduanya dan melalui kedua sifat tersebut menunjukkan bahwa Allah SWT adalah penguasa, pencipta yang juga sekaligus pemilik dari alam semesta ini. Adanya kondisi dan keadaan ini maka mustahil bagi Allah SWT jika mempunyai sifat-sifat yang mengingkari keagungannya, atau yang menjatuhkan kemahaan dan kebesaran-Nya. Berikut ini akan kami kemukakan 20 (dua puluh) sifat yang mustahil ada bagi Allah yang perlu diketahui oleh seluruh umat manusia yang ada di muka bumi ini, termasuk oleh diri kita, yaitu:

 

1.    Adam. Adam artinya tiada. Ini merupakan kebalikan sifat wujud. Mengapa Allah mustahil memiliki sifat adam? Langit, bumi, dan seluruh semesta ini merupakan bukti keberadaan Allah SWT. Sebagaimana termaktub dalam surat Al A’raaf (7) ayat 54 berikut ini: “Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas ‘Arsy . Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan matahari, bulan dan bintang-bintang tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, segala penciptaan dam urusan menjadi hakNya. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam.”

 

2.   Huduts. Huduts artinya permulaan atau ada yang mendahului. Ini adalah kebali-kan dari sifat qidam yang artinya awal atau mendahului. Allah berfirman: “Dialah Yang Awal dan Yang Akhir, Yang Zhahir dan Yang Bathin, dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.” (surat Al Hadiid (57) ayat 3).

 

3.    Fana. Fana artinya binasa, tidak kekal, dan memiliki kesudahan. Fana adalah ke-balikan sifat baqa' yang berarti kekal. Segala sesuatu di bumi ini akan musnah, kecuali Allah Azza wa Jalla.

 

4.   Mumatsalatu lil hawaditsi. Mumatsalatu lil hawaditsi artinya menyerupai makh-luk ciptaan-Nya, kebalikan dari Mukholafatul Lilhawaditsi. Allah SWT adalah Zat Yang Maha Sempurna dan tidak ada satupun makhluk di dunia ini yang mampu menyerupai-Nya.

 

5.   Ihtiyaju lighairihi. Ihtiyaju lighairihi berarti memerlukan yang lain. Sebagai Zat yang Maha Agung, mustahil bagi Allah SWT untuk meminta pertolongan dari makhluk ciptaannya sendiri.

 

6.  Ta’adud. Ta’adud artinya berjumlah lebih dari satu, kebalikan dari wahdaniyah. Bukti keesaan Allah ini tercantum dalam surat Al-Ikhlas yang berbunyi: “Katakanlah ‘Dia-lah Allah, Yang Maha Esa, Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan, dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia.”

 

7.    Karahah. Karahah artinya terpaksa, tidak atas kehendak sendiri, atau tidak berke-mauan. Segala sesuatu terjadi sesuai kehendak-Nya dan tidak ada satu pun yang mampu mencegahnya.

 

8.    Jahlun. Jahlun artinya tidak mengetahui atau bodoh. Ini kebalikan dari 'ilmun yang artinya mengetahui. Allah SWT mengetahui atas segala sesuatu baik yang tampak maupun yang tidak tampak.

 

9.   Ajzun. Ajzun artinya lemah dan tidak berkuasa. Allah tidak mungkin bersifat le-mah karena Ia Maha Kuasa atas segala sesuatu.

 

10.  Maut. Maut artinya mati, padahal Allah SWT bersifat kekal. “Dan bertawakkallah kepada Allah yang hidup (kekal) Yang tidak mati, dan bertasbihlah dengan memuji-Nya. Dan cukuplah Dia Maha Mengetahui dosa hamba hambaNya” (surat Al-Furqan (25) ayat 58).

 

11.  Shamamun. Shamamun artinya tuli atau tidak mendengar. Shamamun adalah sifat mustahil bagi Allah karena Allah Maha mendengar apa yang diucapkan hambanya baik yang dikatakan secara terang-terangan maupun yang disembunyikan.

 

12.  Ama. Ama artinya buta atau tidak melihat. Mustahil Allah bersifat ama karena tidak ada satu hal pun yang luput dari pengelihatan-Nya.

 

13.  Bakamun. Bakamun artinya bisu atau tidak berbicara. Kebalikan dari Qadam yang memiliki arti berfirman.

 

14.  Kaunuhu ‘Ajiza. Arti kaunuhu ‘Ajizan adalah keadaan yang lemah dan tidak berkuasa. Sifat mustahil bagi Allah ini adalah kebalikan dari sifat wajib Qadiran yang artinya berkuasa.

 

15.  Kaunuhu Karihan. Kaunuhu Karihan artinya keadaan yang terpaksa dan tidak atas kehendak sendiri. Sifat ini kebalikan dari Muridan yang artinya berkehendak.Dalam surat Hud ayat 107, Allah berfirman: “Mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain). Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang Dia kehendaki.” (surat Hud (11) ayat 107).

 

16.  Kaunuhu jahilan. Kaunuhu jahilan artinya zat yang sangat bodoh. Kebalikan dari Aliman yang artinya mengetahui.

 

17.  Mayyitan. Arti mayyitan adalah dzat yang mati. Mustahil bagi Allah untuk mati karena Ia tidak pernah tidur, bersifat kekal, dan tidak akan binasa.

 

18.  Kaunuhu Ashamma. Kaunuhu Ashamma artinya keadaannya yang tuli dan tidak mendengar. Padahal pendengaran Allah tak terbatas dan meliputi segala sesuatu.

 

19.  Kaunuhu 'Ama. Kaunuhu 'Ama artinya keadaaannya yang buta dan tidak melihat. Ini adalah kebalikan dari sifat Bashiran yang artinya melihat. Mustahil Allah bersifat kaunuhu ‘ama karena Dia Maha Sempurna dengan seluruh keagungan-Nya.

 

20.  Kaunuhu abkama. Artinya keadaannya yang bisu dan tidak berbicara. Allah tidak bisu karena Ia berfirman. Firman-Nya tertuang dalam kitab-kitab suci yang diturunkan lewat para nabi.

 

Itulah 20 (dua puluh) sifat mustahil bagi Allah SWT yang wajib diketahui oleh seluruh manusia yang ada di muka bumi ini. Semoga dengan mengetahui sifat-sifat tersebut, kita mampu meningkatkan keimanan kepada Allah SWT.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar