Sekarang mari kita pelajari salah satu rumus kehidupan yang pertama, dalam hal ini adalah Tahu Diri, yang dimulai dengan membahas tentang Tahu Allah SWT terlebih dahulu, sebagaimana ungkapan yang kami kemukakan berikut ini: “Untuk dapat mengenal Allah, kita harus mengenal diri. Mengenal Allah itu tidak sulit, yang sulit itu adalah mengenal diri.” Dan untuk memudahkan diri kita memiliki ilmu dan pemahaman yang baik dan benar tentang Tahu Allah SWT maka kita akan mempergunakan sebuah pendekatan yang kami namakan dengan istilah “Route to 1.6.7.99”. Adanya istilah “Route to 1.6.799” tentu membuat jamaah sekalian bertanya-tanya, apa arti dari kata “Route to 1.6.7.99” yang sesungguhnya? “Route to 1.6.7.99” secara mudah dapat diartikan sebagai “Rute menuju Allah SWT”. Istilah Rute memiliki makna yang menunjukkan kepada diri kita akan sesuatu yang pasti menuju kepada sesuatu, atau adanya kepastian untuk menuju ke sesuatu tempat secara pasti, dalam hal ini dari Allah SWT akan kembali kepada Allah SWT.
Adanya pengertian dasar rute yang berarti dari Allah SWT akan kembali kepada
Allah SWT bermakna adanya jalan untuk kembali pulang kepada Allah SWT yang
tentunya harus sesuai dengan kehendak Allah dan juga adanya waktu untuk
mempersiapkan diri untuk pulang kampung kepada Allah SWT yang pada akhirnya
mengharuskan diri kita memiliki ilmu dan pemahaman tentang Allah SWT yang baik
dan benar maka barulah kita bisa melaksanakan konsep dari Allah SWT kembali
kepada Allah SWT.
Adapun istilah dari “Route to 1.6.7.99” dapat kami artikan sebagaimana
berikut ini :
1. Angka 1(satu) melambangkan Allah SWT yang
tidak lain adalah Dzat yang menama-kan dirinya sendiri Allah SWT, dimana Allah SWT adalah Dzat yang pertama kali ada
dan akan ada sampai kapanpun juga sehingga yang lain ada karena adanya Allah
SWT, atau dengan kata lain Allah SWT mustahil tidak ada jika yang lain
ada.
2. Angka 6 (enam) melambangkan Sifat Salbiyah
yang dimiliki Allah SWT yang terdiri dari:
(a) sifat Wujud; (b) sifat
Qidam; (c) sifat Baqa; (d) sifat Mukhalafah Lil Hawadish; (e) sifat Qiyamuhu
Binafsih; (f) sifat Wahdaniah.
3. Angka 7 (tujuh) melambangkan Sifat Ma’ani
dari Allah SWT yang terdiri dari: (a)
sifat Qudrat; (b) sifat Iradat; (c) sifat Ilmu; (d) sifat Sami’; (e) sifat
Bashir; (f) sifat Kalam, dan (g) sifat Hayat.
4. Angka 99 (sembilan puluh sembilan)
melambangkan nama nama yang indah lagi baik dari Allah SWT yang termaktub dalam
Asmaul Husna.
Berdasarkan uraian yang kami kemukakan di
atas, maka: “Route to 1.6.7.99”
dapat bermakna syahadat yaitu: “Tidak ada Tuhan selain Allah SWT yang 1 (satu);
yang memiliki sifat Salbiyah, yang 6
(enam) yang terdiri dari “Wujud,
Qidam, Baqa, Mukhalafah Lil Hawadish, Qiyamuhu Binafsih, Wahdaniah”;
yang memiliki sifat Ma’ani yang 7(tujuh) yang terdiri dari “Qudrat, Iradat, Ilmu, Sami’, Bashir, Kalam, Hayat” dan yang
memiliki nama nama yang indah lagi baik (Asmaul Husna) yang berjumlah 99
(sembilan puluh sembilan).”
“Route
to 1.6.7.99” juga memiliki arti bahwa kita telah memberikan kesaksian
Tiada Tuhan selain Allah SWT yang mampu menciptakan langit dan bumi beserta
isinya serta yang mampu menciptakan manusia dan “Route to 1.6.7.99” juga merupakan ajakan kepada seluruh umat
manusia untuk selalu ingat kepada Allah SWT kapanpun, dimanapun dan dalam
kondisi apapun bahwa Allah SWT adalah segala-galanya serta kita tidak bisa
melepaskan diri dari kehendak, kekuatan, kemahaan, kebesaran serta ilmu Allah
SWT saat hidup di dunia ini. Lalu bagaimana kita akan
bisa melaksanakan Route to 1.6.7.99
yang bermakna syahadat dengan baik dan
benar:
a. Jika kita tidak
memiliki Ilmu tentang Allah SWT?
b. Jika kita tidak tahu
dimana keberadaan Allah SWT saat kita hidup di dunia?
c. Jika kita tidak tahu
bagaimana caranya melaksanakan Route to 1.6.7.99 yang bermak-na syahadat sesuai
dengan kehendak Allah SWT?
d. Jika kita tidak
mengerti kenapa kita harus membutuhkan Allah SWT saat hidup di dunia?
e. Jika kita tidak paham
ada hubungan apakah antara diri kita dengan Allah SWT?
Jika sampai apa yang kami kemukakan di atas
ini menimpa diri kita, lalu apa yang harus kita lakukan? Jika sampai hal
tersebut di atas terjadi pada diri kita, maka tidak ada jalan lain bagi diri
kita mulai saat ini juga untuk belajar, atau mempelajari Ilmu tentang Allah
SWT, atau belajar tentang Diinul Islam yang sesuai dengan kehendak Allah SWT.
Sekarang mana yang lebih banyak orang yang
memiliki Ilmu tentang Allah SWT dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki
Ilmu tentang Allah SWT? Menurut pendapat kami, lebih banyak orang yang tidak
memiliki Ilmu tentang Allah SWT dibandingkan dengan orang yang memiliki Ilmu
tentang Allah SWT. Jangan sampai kita hanya tahu Agamanya saja namun tidak
pernah tahu dan tidak paham tentang Allah SWT selaku pencipta, selaku pemilik,
selaku Tuhan bagi alam semesta ini sedangkan kita menumpang di langit dan di
muka bumi ini. Dan dengan adanya
kondisi dan keadaan ini, mendorong kami untuk membahas tentang Allah (Tahu
Allah) melalui pendekatan Route to
1.6.7.99 dengan sebaik mungkin sehingga kita semua, termasuk anak dan
keturunan kita sendiri, mampu mengenal Allah (ma’rifatullah) sehingga mampu
menempatkan dan meletakkan kemahaan dan kebesaran Allah SWT sesuai dengan
kehendak Allah SWT itu sendiri dan juga kita mampu melaksanakan syahadat yang
sesuai dengan kehendak Allah SWT sebaik dan sesempurna mungkin serta jangan
sampai generasi yang datang sesudah diri kita, katakan generasi 30 (tiga puluh)
tahun yang datang kemudian hanya mampu mengartikan dan juga hanya mampu
memahami bahwa “Route to 1.6.7.99” adalah Rute tanggal 16 Juli 1999, padahal
arti yang sesungguhnya bukanlah hal itu.
A. PENDEKATAN MELALUI
DZAT.
Pendekatan melalui Dzat merupakan kunci jawaban dari
angka 1 (satu) yang terdapat di dalam istilah Route to 1.6.7.99. Apa maksudnya?
Angka 1 dalam istilah Route to 1.6.7.99
adalah perlambang dari Allah SWT itu sendiri. Selanjutnya jika angka 1
(satu) dalam Route to 1.6.7.99 kami artikan sebagai Allah SWT, sekarang apa itu
Allah SWT, kenapa bernama Allah dan siapa yang memberi nama Allah SWT? Untuk
menjawab pertanyaan ini mari kita perhatikan surat Thaahaa (20) ayat 14 yang
kami kemukakan berikut ini: “Sesungguhnya aku
ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, Maka sembahlah aku dan
dirikanlah shalat untuk mengingat aku.” Berdasarkan surat Thaaha (20) ayat
14 di atas, didapat keterangan bahwa Allah adalah Dzat yang menamakan diri-Nya
sendiri Allah melalui pernyataan-Nya yang berbunyi “sesungguhnya aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan selain Aku”.
Jika sekarang Allah SWT sendiri yang menyatakan dirinya sendiri adalah Allah
SWT, sekarang timbul pertanyaan kapan keberadaan Allah SWT itu ada?
Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari
berikut ini: “Dari Imran bin Hushain ra,
katanya: Saya masuk ke tempat Nabi SAW dan saya tambatkan unta saya di pintu.
Kemudian datang rombongan dari Bani Tamim menghadap beliau. Beliau lalu
bersabda: “Terimalah kabar gembira, hai Bani Tamim!” Mereka berkata: “Tuan
telah memberi kabar gembira pada kami, maka berilah kami harta dua kali lipat!”
Sesudah itu masuk masuk ke tempat beliau rombongan dari Yaman. Beliau lalu
bersabda: “Terimalah kabar gembira, yang tidak diterima oleh Bani Tamim, hai
penduduk Yaman!” Mereka itu berkata:
“Kami terima, hai Rasulullah!” Mereka berkata lagi: “Kami datang kepada tuan
hendak menanyakan hal ini (alam)”. Beliau bersabda: “Tuhan telah ada, dan belum
ada sesuatu selain-Nya dan Arsy-Nya di atas air. Tuhan menuliskan segala
sesuatu selain-Nya di dalam peringatan dan diciptakan-Nya langit dan bumi”. Ada
seseorang yang berteriak: “Unta engkau telah
pergi, hai Ibnu Hushain!” Lalu saya berjalan, kebetulah unta itu telah
melampaui fatamorgana (telah jauh). Demi Allah! Saya ingin kalau unta itu saya
biarkan saja pergi! (Hadits Riwayat
Bukhari No.1419).
Berdasarkan hadits di
atas, tidak ada apapun sebelum Allah SWT ada, sehingga
yang ada hanya Allah SWT, atau Allah SWT adalah yang pertama kali ada sebelum
yang lain ada sehingga Allah SWT adalah Yang Maha Awal. Lalu sampai kapan
adanya Allah SWT? Allah SWT akan tetap ada sampai kapanpun juga, atau Allah SWT
akan tetap kekal selamanya setelah semuanya punah dan binasa sehingga Allah SWT
adalah Yang Maha Kekal sehingga mustahil di akal Allah SWT tidak ada. Selanjutnya
seperti apakah Dzat Allah SWT itu? Bagaimanakah struktur Dzat Allah SWT itu?
Seperti apakah Allah SWT itu? Terbuat dari apakah Dzat Allah SWT? Dzat Allah SWT adalah Dzat yang tidak dapat
ditelusuri, Dzat yang tidak dapat dianalisa, Dzat yang tidak dapat diukur, Dzat
yang tidak dapat dianalogikan dengan apapun juga serta dengan mempergunakan
cara apapun juga. Sehingga Dzat yang menamakan dirinya sendiri Allah SWT adalah
Dzat yang Maha, Dzat yang tidak mungkin dapat diukur, Dzat yang tidak mungkin
dapat dianalisa, Dzat yang tidak mungkin dapat dianalogikan dengan sesuatu.
Hal ini dikarenakan jika sampai Dzat
Allah SWT dapat dianalisa, jika sampai Dzat Allah SWT dapat diukur, jika
sampai Dzat Allah SWT dapat dianalogikan dengan sesuatu, jika sampai Dzat Allah
SWT dapat ditelusuri, maka kebesaran dan kemahaan yang dimiliki oleh Dzat Allah
SWT telah tercoreng dikarenakan lebih rendah kedudukannya dibandingkan dengan
orang yang dapat menganalisa, lebih rendah kedudukannya dibandingkan dengan
orang yang dapat mengukur dan menganalogikan Dzat Allah SWT dan kondisi ini
tidak akan mungkin pernah terjadi sampai kapanpun juga. Seperti apakah kondisi
dasar dari Dzat Allah SWT itu? Berikut ini akan kami kemukakan beberapa kondisi
dasar dari Dzat Allah SWT yang terdapat dalam AlQuran dan Hadits, yang harus
kita jadikan pedoman saat melaksanakan Diinul Islam secara kaffah, yaitu:
1. Dzat
Allah SWT Tidak Bisa Dilihat Mata. Hal ini berdasarkan surat Al An’am (6) ayat 103 yang kami
kemukakan berikut ini: “Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat
segala yang kelihatan; dan Dialah yang Maha Halus lagi Maha mengetahui.” Dzat Allah SWT Tidak Bisa Dilihat dengan mata dikarenakan kemahaan dari
cahaya yang dimiliki oleh Allah SWT sangat luar biasa. Apa maksudnya? Untuk
memudahkan pengertian coba kita lihat salah satu ciptaan Allah SWT yaitu
matahari. Sekarang dapatkah kita melihat matahari secara langsung? Kita tidak
bisa melihat matahari secara langsung karena kuatnya cahaya matahari yang
memancarkan sinarnya. Akan tetapi yang bisa kita lihat adalah cahaya matahari.
Sekarang bagaimana dengan Allah SWT yang sangat-sangat bercahaya? Hal yang
samapun terjadi pada Allah SWT, yaitu kita tidak akan bisa melihat langsung
Dzat Allah SWT secara langsung karena sangat bercahaya, namun jika kita
memiliki hati nurani yang bersih (memiliki hati mukmin) maka kita hanya bisa
merasakan adanya cahaya Allah SWT.
2. Gunung Hancur Karena
Kekuatan dan Kehebatan Allah SWT. Hal ini berdasar-kan
surat Al Hasyr (59) ayat 21 yang kami kemukakan berikut ini: “kalau Sekiranya Kami turunkan AlQuran ini kepada sebuah gunung, pasti
kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan ketakutannya kepada
Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka
berfikir.” Dimana gunung hancur karena tidak mampu menghadapi,
tidak mampu menahan Kekuatan, Kehebatan dan Kemahaan dari Dzat Allah SWT yang
maha lagi hebat. Sekarang jika gunung saja bisa hancur terpecah belah, lalu
bagaimana dengan diri kita yang tidak ada apa-apanya dibandingkan gunung?
3. Manusia Tidak Akan Mungkin Dapat Berbicara Langsung Dengan Allah SWT. Hal ini berdasarkan surat Asy Syuura (42) ayat 51 yang kami kemukakan berikut ini: “Dan tidak mungkin bagi seorang manusiapun bahwa Allah berkata-kata dengan Dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau dibelakang tabir[1347] atau dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana.”
[1347] Di belakang tabir artinya ialah seorang dapat mendengar kalam Ilahi akan tetapi Dia tidak dapat melihat-Nya seperti yang terjadi kepada Nabi Musa a.s.
Berdasarkan ayat di atas, manusia termasuk diri kita, tidak akan mungkin
dapat berbicara langsung dengan Allah SWT, terkecuali Nabi Musa as, saat di
bukit Tursina yang ingin melihat langsung Allah SWT serta Nabi Muhammad SAW
saat menerima perintah mendirikan shalat dari Allah SWT di Arsy saat melakukan
perjalanan Mi’raj. Jika ini kondisinya, mustahil di akal jika ada orang yang
mengaku-ngaku bisa berbicara langsung dengan Allah SWT saat hidup di muka
bumi.
4. Binasa, Hancur, Mati,
Alam Dengan Segala Isinya Karena Melihat Allah SWT. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Al Hakim yang kami
kemukakan berikut ini: “Ibnu Abbas ra, berkata: Nabi
SAW bersabda:Allah ta'ala berfirman: "Wahai Musa. Engkau tidak dapat
melihat-Ku. Sesungguhnya tidaklah melihat-Ku suatu makhluk hidup melainkan ia
mati dan suatu makhluk yang kering melainkan ia tergelincir dan makhluk yang
basah melainkan ia bercerai-berai. Sesungguhnya hanyalah ahli syurga yang tidak
kehilangan pandangan dan tidak rusak/hancur jasadnya dapat melihat-Ku' (Hadits Qudsi Riwayat Al
Hakim, 272:202). Akan binasa, akan mati, akan kering, akan bercerai
berai, seluruh makhluk hidup yang ada di muka bumi jika sampai melihat Dzat
Allah SWT secara langsung, terkecuali ahli syurga yang akan bisa melihat
langsung Allah SWT saat sudah berada di syurga.
5. Nabi Musa as, Pingsan Karena Tidak Mampu Melihat
Kebesaran Allah SWT. Hal ini berdasarkan surat Al A'raaf (7) ayat 143 yang kami kemukakan berikut ini: “dan
tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami
tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa:
"Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat
kepada Engkau". Tuhan berfirman: "Kamu sekali-kali tidak sanggup
melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu, Maka jika ia tetap di tempatnya
(sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku". tatkala Tuhannya
Menampakkan diri kepada gunung itu[565], dijadikannya gunung itu hancur luluh
dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, Dia berkata:
"Maha suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang yang
pertama-tama beriman.”
[565] Para mufassirin ada
yang mengartikan yang nampak oleh gunung itu ialah kebesaran dan kekuasaan
Allah, dan ada pula yang menafsirkan bahwa yang nampak itu hanyalah cahaya
Allah. Bagaimanapun juga nampaknya Tuhan itu bukanlah nampak makhluk, hanyalah
nampak yang sesuai sifat-sifat Tuhan yang tidak dapat diukur dengan ukuran
manusia.
Ayat di atas ini menerangkan bahwa Nabi Musa
as. pingsan tidak sadarkan karena tidak mampu dan tidak sanggup melihat
kebesaran dan kemahaan Allah SWT yang ditunjuk-kan kepada bukit Tursina. Sekarang mampukah diri kita meneliti, mampukah diri kita menganalisa, mampukah
diri kita menelaah Dzat Allah SWT dengan segala teknologi yang ada pada saat
ini sedangkan bahan, ataupun dzat yang akan dianalisa dan diteliti serta
ditelaah tidak pernah kita miliki? Jawaban dari pertanyaan ini adalah mustahil
di akal kita mampu melakukan itu semua. Allah
SWT melarang diri kita untuk mempelajari Dzat-Nya, bukan karena Allah SWT takut
kehilangan kemahaan dan kebesaran-Nya, atau takut ketahuan Dzatnya atau takut
rahasia Allah SWT terbongkar. Akan tetapi upaya yang akan kita lakukan akan
sia-sia belaka, buang-buang waktu dan energi saja, padahal tugas utama kita di
muka bumi ini bukanlah untuk itu melainkan beribadah hanya kepada-Nya serta
menjadi pemakmur bagi alam semesta ini.
Dan jika sampai Dzat Allah SWT dapat dipelajari dan juga dapat diteliti maka kedudu-kan Allah SWT akan lebih rendah dibandingkan dengan orang yang mampu mempela-jarinya dan yang mampu menelitinya. Dan Jika sampai ini terjadi berarti gugurlah Kemahaan dan Kebesaran yang dimiliki Allah SWT. Hal ini tidak akan mungkin terjadi pada Allah SWT. Untuk itu jadikan Urusan Dzat Allah SWT adalah sebuah ketetapan yang wajib kita terima dan kita akui dalam keimanan yang kuat tanpa perlu disanggah lagi. Serta jadikan pula kondisi ini menjadi ilmu yang melekat di dalam diri kita tentang Allah SWT seperti melekatnya ilmu tentang cabai yang pedas rasanya, atau ilmu tentang garam yang asin rasanya.
Selain daripada itu, ketahuilah bahwa angka 1(satu) yang juga merupakan
perlambang dari Dzat Allah SWT masih memiliki makna lain yang tidak kalah hebat,
yaitu:
1. Angka 1 (satu) juga memiliki makna hakiki sebagai
angka permulaan sehingga jika tidak ada angka 1 (satu) maka tidak akan pernah
ada angka 2 (dua), angka 3 (tiga), angka 4 (empat), angka 5 (lima) dan
seterusnya sampai dengan tidak terhingga. Apa maksud-nya? Sebagai sesuatu yang
bersifat permulaan, berarti Allah SWT ada sebelum yang lain ada dan mustahil
Allah SWT ada setelah ciptaannya ada.
2. Angka 1(satu) juga memiliki makna hakiki sebagai
sesuatu yang ada pertama kali ada, sehingga yang ada selanjutnya setelah yang
pertama kali ada. Apa maksudnya? Allah
SWT adalah Pencipta, maka tidak akan pernah ada ciptaan jika tidak ada yang
menciptakan dan mustahil di akal jika ciptaan mendahului penciptanya.
Jika ini adalah kondisi dasar Allah SWT berarti Allah SWT mustahil tidak
ada sehingga Allah SWT ada selamanya sampai dengan kapanpun juga, sehingga
dengan adanya Allah SWT maka segala ciptaan ada, diri kita ada, anak keturunan
kita ada, syaitan ada, malaikat ada, Diinul Islam ada, syurga ada, neraka ada.
Lalu apakah dengan adanya Allah SWT tidak cukup menjadikan diri kita beriman
kepada Allah SWT!
B. PENDEKATAN MELALUI SIFAT.
Seperti apakah sifat Allah SWT itu? Berikut ini akan kami kemukakan sifat
yang dimiliki oleh Allah SWT melalui pendekatan Route to 1.6.7.99, yaitu :
1. Sifat Salbiyah. Apakah itu Sifat Salbiyah? Sifat Salbiyah adalah sifat yang khusus
berlaku hanya untuk Allah SWT semata, sehingga sifat ini tidak akan mungkin
dimiliki oleh selain Allah SWT. Selain dari pada itu melalui pendekatan sifat
Salbiyah ini kita akan mengetahui makna dari angka 6 (enam) yang terdapat dalam
istilah “Route to 1.6.7.99” Lalu
seperti apakah sifat Salbiyah yang dimiliki oleh Allah SWT itu sehingga tidak
ada satupun makhluk yang memiliki sifat seperti sifat Salbiyah Allah SWT, dan
berapakah jumlah sifat Salbiyah yang dimiliki Allah SWT? Berikut ini akan kamu
uraikan sifat Salbiyah yang dimiliki oleh Allah SWT dimaksud, yaitu :
a. Wujud. Wujud artinya ada;
Allah SWT wajib ada-Nya, Allah SWT pasti ada-Nya, Mustahil kalau Allah SWT itu
tidak ada yang lain ada. Allah SWT ada dengan sendirinya. Allah SWT ada tidak
ada yang menyertainya. Allah SWT ada bukan karena ada yang mengadakannya,
sebagaimana firmanNya berikut ini: “Allah lah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara
keduanya dalam enam masa kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy[1188]. tidak ada
bagi kamu selain dari padanya seorang penolongpun dan tidak (pula) seorang
pemberi syafa'at[1189]. Maka Apakah kamu tidak memperhatikan?(surat As Sajdah (32) ayat 4)
[1188] Bersemayam di atas
'Arsy ialah satu sifat Allah yang wajib kita imani, sesuai dengan kebesaran
Allah dsan kesucian-Nya.
[1189] Syafa'at: usaha
perantaraan dalam memberikan sesuatu manfaat bagi orang lain atau mengelakkan
sesuatu mudharat bagi orang lain. syafa'at yang tidak diterima di sisi Allah
adalah syafa'at bagi orang-orang kafir.
Adanya kondisi ini menunjukkan kepada diri kita bahwa Allah SWT pasti
ada sebelum segala ciptaan-Nya ada sehingga segala ciptaan tidak akan mungkin
ada sebelum Allah SWT ada untuk menciptakan segala ciptaan-Nya serta mustahil
di akal jika ciptaan ada sebelum penciptanya ada.
b. Qidam. Qidam artinya sedia
ada, tidak berawal dan tidak berakhir, adanya Allah SWT pasti sedia ada, tidak
ada pangkal dan tidak ada ujungnya, sebagaimana firman-Nya berikut ini: “semua yang ada di bumi itu akan binasa. dan tetap kekal Dzat Tuhanmu
yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan. (surat Ar Rahman (55) ayat 26-27). Adanya kondisi ini menunjukkan kepada diri
kita bahwa keberadaan Allah SWT tidak akan berakhir sampai dengan kapanpun juga
sehingga Allah SWT dapat dikatakan tidak berawal dan tidak berakhir, sehingga
Allah SWT selamanya ada.
c. Baqa. Baqa artinya
kekal abadi selama-lamanya, Allah SWT adalah Yang Maha Ada pasti ada sesuai
dengan keberadaannya Yang Maha Ada. Hal yang mustahil terjadi adalah jika
sampai Allah SWT bisa berubah-ubah, atau satu waktu bisa punah, hal ini tidak
akan pernah mungkin terjadi pada Allah SWT, walaupun setelah hari kiamat kelak,
Allah SWT pasti ada karena Allah SWT Yang Maha Ada. Allah SWT berfirman: “janganlah kamu sembah di samping (menyembah) Allah, Tuhan apapun yang
lain. tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. tiap-tiap sesuatu
pasti binasa, kecuali Allah. bagi-Nyalah segala penentuan, dan hanya
kepada-Nyalah kamu dikembalikan. (surat Al Qashash (28) ayat 88). Adanya kondisi ini menunjukkan kepada diri
kita bahwa keberadaan Allah SWT tidak akan mung-kin hancur, tidak akan mungkin
terpengaruh oleh apapun juga yang mengakibatkan Allah SWT berubah menjadi tidak
kekal.
d. Mukhalafah Lil Hawadish. Mukhalafah Lil Hawadish artinya tidak ada yang serupa (tidak ada yang
mampu menandingi-Nya), berbeda atau tidak sama dengan sesuatu yang baru sampai
kapanpun juga, sebagaimana firman Allah SWT berikut ini: “(Dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis
kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan-
pasangan (pula), dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. tidak ada
sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha mendengar dan melihat.
(surat Asy
Syuura (42) ayat 11). Adanya
kondisi ini menunjukkan kepada diri kita bahwa sampai dengan kapanpun juga
Allah SWT tidak akan pernah punah, serta tidak akan ada makhluk yang dapat mengalahkan dan menandingi Allah
SWT sepanjang makhluk itu ada langit dan di bumi yang diciptakan dan yang
dimiliki oleh Allah SWT.
e. Qiyamuhu Binafsih. Qiyamuhu Binafsih artinya Allah SWT berdiri dengan sendirinya, Allah SWT
berdiri sendiri tidak memerlukan kawan berunding dan bermusyawarah dan tidak
memerlukan bantuan dari siapapun juga. Allah SWT berfirman: “Hai manusia, kamulah yang berkehendak kepada Allah; dan Allah Dialah
yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji. (surat Fathir (35) ayat 15). Adanya kondisi ini menunjukkan kepada diri
kita bahwa kemampuan dan kemahaan serta kebesaran yang dimiliki oleh Allah SWT
bukanlah berasal dari makhluk lain, atau segala kemampuan, segala kemahaan,
segala kebesaran yang dimiliki oleh Allah SWT adalah milik pribadi Allah SWT
sampai dengan kapanpun juga.
f. Wahdaniyah. Wahdaniyah artinya esa, satu, tunggal, tidak berbilang, Allah SWT tunggal
tidak ada sekutu baginya, yang Maha Ada itu pasti tunggal, atau esa. Kalau
sampai Allah SWT lebih dari satu berarti
ada saingannya dan pasti akan ada konsekuensinya, hal ini tidak bisa terjadi di
alam semesta ini. Allah SWT berfirman: “Allah berfirman: "Janganlah kamu menyembah dua Tuhan; Sesungguhnya
Dialah Tuhan yang Maha Esa, Maka hendaklah kepada-Ku saja kamu takut". dan
kepunyaan-Nya-lah segala apa yang ada di langit dan di bumi, dan untuk-Nya-lah
ketaatan itu selama-lamanya. Maka mengapa kamu bertakwa kepada selain Allah?
dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, Maka dari Allah-lah (datangnya), dan
bila kamu ditimpa oleh kemudharatan, Maka hanya kepada-Nya-lah kamu meminta
pertolongan. (surat An Nahl (16) ayat 51-52-53). Adanya kondisi ini menunjukkan kepada diri
kita bahwa Allah SWT hanya satu sampai dengan kapanpun juga sehingga yang
memiliki sifat Salbiyah yang berjumlah 6 (enam) sampai kapanpun juga hanya
Allah SWT semata, yaitu Allah SWT yang satu.
Sekarang kita telah mengetahui sifat Salbiyah yang
6(enam) yang hanya dimiliki oleh Allah SWT semata, lalu apa yang harus kita
perbuat? Hal yang harus kita perbuat setelah mengetahui sifat Salbiyah yang
6(enam) adalah kita harus mengimani yang dilanjutkan kita harus meyakini dengan
sepenuh keyakinan, atau kita harus bisa haqqul yakin dengan segala kemampuan,
segala kehebatan, segala kebesaran Allah
SWT yang sangat hebat, yang sangat dahsyat, yang sangat agung, yang sangat
kuat, yang akan kekal abadi selamanya dan jangan pernah sekalipun
menyangsikannya. Sehingga tak akan ada satupun dari makhluk-Nya yang sanggup
mengalahkannya dan karena hal itulah maka alam semesta ini ada dan juga
kekhalifahan di muka bumi ada, Diinul Islam ada, syurga dan neraka ada dan yang
terakhir adalah kita tidak akan mungkin bisa mensejajarkan diri dengan Allah
SWT..
2. Sifat Ma’ani. Sifat Ma’ani adalah
sifat yang dimiliki oleh Allah SWT dalam rang-ka Allah SWT menunjukkan
eksistensi atas keberadaan sifat Salbiyah yang dimiliki-Nya serta dalam rangka
Allah SWT melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya kepada langit dan bumi yang
telah diciptakannya, atau kepada seluruh ciptaannya seperti memelihara,
mengawasi, menjaga, dan mencegah hal-hal yang akan merusak ciptaan-Nya. Timbul
pertanyaan untuk siapakah sifat ma’ani Allah SWT itu dan wajibkah bagi Allah
SWT berbuat sesuai dengan sifat Ma’ani yang dimiliki-Nya? Allah SWT sudah maha
dan akan maha selamanya sehingga sifat Ma’ani yang dimiliki Allah SWT bukanlah
untuk Allah SWT itu sendiri, melainkan untuk seluruh makhluk yang
diciptakan-Nya, termasuk untuk diri kita dan anak keturunan kita.
Allah SWT selaku pemilik sifat Ma’ani yang 7 (tujuh)
wajib berbuat, wajib bertindak, wajib mempertunjukkan kebesaran dan kemahaan
sifat Ma’ani yang dimiliki-Nya kepada seluruh makhluk-Nya tanpa terkecuali,
sebagai bukti bahwa Allah SWT benar adanya, yang tentunya sesuai dengan sifat
Salbiyah yang dimiliki-Nya. Selain dari pada itu melalui pendekatan sifat
Ma’ani ini, kita akan mengetahui makna dari angka 7(tujuh) yang terdapat dalam
istilah “Route to 1.6.7.99”. Adapun sifat Ma’ani yang dimiliki oleh Allah SWT dan yang juga terdapat di dalam
diri setiap manusia, terdiri dari sifat :
a. Qudrat (Kuasa, Kekuatan, Kemampuan). Sekarang apa yang dimaksud dengan Qudrat itu? Qudrat artinya Kuasa, Kekuatan, Kemampuan. Siapakah yang memiliki kekuasaan, kekuatan dan kemampuan itu? Allah SWT
adalah pemilik dari kekua-saan, kekuatan, kemampuan yang ada di alam semesta ini. Seperti apakah kekua-saan,
kekuatan dan juga kemampuan Allah SWT itu? Kekuasaan, Kekuatan, serta Kemampuan
Allah SWT bersifat mutlak, permanen, kekal dan abadi serta tidak dibatasi oleh
jarak, ruang dan waktu. Sekarang apa jadinya jika sampai Allah SWT tidak
mempunyai kekuasaan, kekuatan, dan kemampuan? Adanya
kekuasaan, kekuatan, kemampuan yang bersifat mutlak, permanen, kekal dan abadi
memung-kinkan Allah SWT berbuat sekehendaknya sendiri serta dalam rangka
menunjukkan sifat Salbiyah yang dimiliki-Nya.
Adanya kondisi ini berarti Allah SWT mempunyai kekuasaan, kekuatan dan
kemampuan untuk melakukan sesuatu dalam rangka membuktikan bahwa Allah SWT
adalah pencipta, pengawas, serta pemelihara seluruh alam dengan segala isinya.
Timbul pertanyaan, apa buktinya Allah SWT itu hebat? Salah satu contoh bahwa Allah SWT itu hebat adalah Allah SWT mampu
menciptakan alam semesta ini tanpa bantuan siapapun juga serta mampu menurunkan
hujan, dan dengan turunnya hujan banyak manfaat yang
tercurah ke bumi, seperti yang dikemukakan oleh Allah SWT dalam surat An Nuur
(24) ayat 43 berikut ini: “Tidakkah kamu
melihat bahwa Allah mengarak awan, kemudian mengumpulkan antara (bagian-bagian)nya,
kemudian menjadikannya bertindih-tindih, maka kelihatanlah olehmu hujan keluar
dari celah-celahnya dan Allah (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari
langit, (yaitu) dari gumpalan-gumpalan awan seperti) gunung-gunung, maka
ditimpakan-Nya (butiran-butiran) es itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan
dipalingkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya. Kilauan kilat awan itu
hampir-hampir menghilangkan penglihatan.
Sekarang adakah makhluk lain, atau Tuhan lain yang mampu menciptakan air
dan juga menurunkan hujan seperti yang diciptakan oleh Allah SWT? Jawaban dari
pertanyaan ini adalah mustahil di akal ada Tuhan lain yang mampu menandingi,
apalagi mengalahkan kebesaran dan kemahaan Allah SWT. Hal yang harus kita
imani adalah segala kemahaan dan kebesaran dari sifat Qudrat yang dimiliki oleh
Allah SWT bukanlah untuk Allah SWT itu sendiri, melainkan untuk seluruh
makhluk-Nya, termasuk untuk diri kita dan juga anak dan keturunan kita
sepanjang diri kita selalu berada di dalam Kehendak Allah SWT. Sebagai khalifah
di muka bumi yang sedang menumpang di bumi Allah SWT, apakah fasilitas dan
kesempatan yang telah disediakan oleh Allah SWT akan kita sia-siakan begitu
saja karena kita sudah merasa hebat, sehingga kita tidak butuh lagi dengan
pertolongan Allah SWT melalui Qudrat yang dimiliki-Nya?
b. Iradat (Kehendak,
tanpa ada paksaan, Kehendak Allah SWT pasti terjadi) Seka-rang apa yang dimaksud dengan sifat Iradat itu? Iradat artinya kehendak, atau tanpa ada paksaan. Seperti apakah sifat
Iradat Allah SWT itu? Kehendak Allah SWT pasti terjadi, sebab kehendak Allah
SWT berbeda dengan kehendak makhluk. Kehendak Allah SWT selalu di dalam
Management System yang terdiri dari “Planning, Organizing, Actualizing, and
Controlling”, atau kehendak Allah SWT wajib mencerminkan kemahaan Allah SWT itu
sendiri sehingga kehendak Allah SWT tidak bisa dipersamakan dengan kehendak
makhluk. Lalu bagaimanakah cara Allah SWT merealisasikan kehendak-Nya? Jika
Allah SWT berkehendak melakukan sesuatu, maka dengan kemampuan kekuatan dan
kehebatan yang dimilikinya, Allah SWT sanggup melakukan apa saja tanpa ada
paksaaan dari siapapun, cukup mengatakan “Jadilah maka Jadilah”. Sebagaimana
firman-Nya berikut ini: “Sesungguhnya perintah-Nya apabila Dia menghendaki
sesuatu hanyalah berkata kepadanya: “Jadilah!” maka terjadilah ia. (surat Yaasin (36) ayat 82)
Hal yang harus
benar-benar kita imani adalah Allah SWT sudah Maha dan akan Maha selamanya
sehingga sifat Iradat yang dimiliki oleh Allah SWT bukanlah untuk kepentingan
Allah SWT itu sendiri, melainkan untuk kepentingan seluruh makhluk-Nya,
termasuk untuk diri kita dan juga anak dan keturunan kita. Sepanjang diri kita
meminta, memohon kepada Allah SWT, atau diri kita selalu sesuai dengan apa yang
dikehendaki oleh Allah SWT. Allah
SWT berfirman: “Dan bersabarlah kamu
bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari
dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah ke dua matamu berpaling dari
mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini; dan janganlah kamu
mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta
menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas. (surat Al
Kahfi (18) ayat 28). Lalu sebagai khalifah di muka bumi yang sedang menumpang
di bumi Allah SWT, apakah kesempatan dan juga fasilitas yang telah diberikan
oleh Allah SWT ini akan kita sia-siakan begitu saja sehingga kita lebih senang
meminta pertolongan kepada syaitan?
Sifat Iradat yang
dimiliki Allah SWT merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sifat Qudrat
dan sifat llmu yang dimiliki pula oleh Allah SWT. Hal ini dikarenakan untuk
menciptakan segala sesuatu harus di dahului dengan adanya Kehendak dan
Kemampuan serta Ilmu secara berbarengan. Hal ini dikarenakan jika yang ada
hanya Kehendak saja tanpa diiringi kemampuan dan Ilmu artinya angan-angan,
sedangkan jika yang ada hanyalah Kemampuan saja tanpa di iringi oleh Kehendak
artinya omong kosong. Sedangkan jika yang ada hanya Ilmu saja tanpa ada
Kehendak dan Kemampuan artinya yang ada hanyalah konsep belaka dan hal ini
tidak akan mungkin terjadi pada Allah SWT karena bukti dari Allah SWT memiliki
Kehendak, Kemampuan dan Ilmu adalah adanya langit dan bumi beserta isinya serta
adanya kekhalifahan di muka bumi.
c. Ilmu (Ilmu, Maha Mengetahui, Ilmu Allah SWT sangat luas
dan tidak terbatas). Sekarang apakah yang dimaksud
dengan sifat Ilmu itu?
Ilmu artinya
Ilmu, Maha Mengetahui. Seperti apakah sifat Ilmu yang dimiliki Allah SWT?
Sifat Ilmu dan Maha Mengetahui Allah SWT sangat Luas dan Tidak Terbatas, jika
Allah SWT tidak memiliki sifat Ilmu yang
didukung oleh kehendak dan kemampuan yang sangat tidak terbatas, mungkinkah
terjadi segala sesuatu ini? Semuanya tidak akan mungkin terjadi dan mustahil
jika Allah SWT itu tidak memiliki sifat Ilmu. Sifat Ilmu Allah SWT sangat
berbeda dengan sifat ilmu manusia. Hal ini dikarenakan sifat ilmu manusia ada
batasnya, sedangkan Ilmu Allah SWT adalah tidak terbatas dan tidak akan pernah
habis-habisnya, walaupun ilmu yang dimiliki-Nya telah dipelajari oleh siapapun
juga dalam jangka waktu yang tidak terhingga.
Ilmu Allah SWT meliputi segala sesuatu dan
jika lautan menjadi tinta dan pepohonan menjadi kalam untuk mencatat Ilmu-Nya,
maka tidaklah cukup meski-pun ditambah sebanyak itu pula.Sebagaimana dua buah
firman Allah
SWT berikut ini: “Katakanlah; Sekiranya lautan menjadi tinta untuk
(menulis) kalimat kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis
(ditulis) kalimat kalimatTuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu
pula. (surat Al Kahfi (18) ayat 109) dan juga Allah SWT berfirman
sebagaimana berikut ini: “Sesungguhnya
Allah mengetahui yang tersembunyi di langit dan di bumi. Sesungguhnya Dia Maha
Mengetahui segala isi hati. (surat Faathir (35) ayat 38)
Allah SWT selaku
pemilik sifat Ilmu, sudah pula mempertunjukkan kebesaran dan kemahaan Ilmu yang
dimiliki-Nya yang dipadukan dengan kehendak dan kemampuan yang juga
dimiliki-Nya dengan menciptakan langit dan bumi beserta isinya. Lalu untuk
siapakah sifat Ilmu Allah SWT yang begitu hebat? Allah SWT yang sudah Maha dan
akan Maha selamanya, tidak akan membutuhkan sifat Ilmu yang dimilikinya untuk
kepentingan Allah SWT semata. Akan tetapi sifat Ilmu yang dimilikinya untuk
kepentingan seluruh makhluk-Nya, termasuk untuk diri kita dan juga anak
keturunan kita. Adanya kondisi ini maka dapat dipastikan Allah SWT pasti akan
mengajarkan Ilmu-Nya kepada diri kita, pasti akan menambah Ilmu kepada orang
yang meminta kepada-Nya, dengan syarat orang tersebut harus beriman dan
bertaqwa kepada-Nya. Lalu sudahkah fasilitas ini kita manfaatkan sebaik mungkin
saat hidup di dunia?
d. Sami' (Mendengar, Maha Mendengar). Sekarang apakah artinya sifat Sami' itu? Sami’ artinya Mendengar, Maha Mendengar. Seperti
apakah sifat Sami' yang dimiliki Allah SWT? Pendengaran Allah SWT sangat nyata.
Pendengaran Allah SWT tidak terpengaruh oleh jarak, ruang dan waktu, sedangkan
pendengaran makhluk, atau pendengaran diri kita sebaliknya, yaitu memiliki
keterbatasan. Jika kondisi sifat Sami'
(pendengaran) Allah SWT seperti ini, berarti kemampuan, ketajaman, kehebatan
mendengar dari Allah SWT tidak ada yang
dapat menandingi-Nya, serta tidak akan ada yang mampu mengalahkan-Nya.
Adanya kemampuan mendengar dan juga pendengaran yang sangat hebat maka Allah
SWT selaku Dzat Yang Maha Menden-gar maka Allah SWT pasti akan mengetahui
seluruh aktivitas makhluknya di muka bumi ini tanpa ada yang terkecuali
meskipun itu adalah telapak kaki semut yang sedang berjalan pasti dapat didengar dan diketahui oleh Allah SWT
dengan jelas.
e. Bashir (Melihat, Maha
Melihat).
Apakah
artinya sifat Bashir? Bashir artinya Melihat, Maha Melihat. Seperti apakah sifat
Bashir yang dimiliki oleh Allah SWT? Penglihatan Allah SWT adalah terang dan
jelas, tidak ada satupun yang tersembunyi dari penglihatan-Nya, meskipun ulat
di dalam batu, hatta sekecil atom sekalipun dan dimanapun adanya. Ini berarti seluruh
makhluk yang memiliki kemampuan memandang dan melihat tidak akan mampu melawan,
menandingi, mengalahkan penglihatan Allah SWT. Adanya penglihatan (sifat Bashir) dan sifat pendengaran (sifat Sami’) yang dimiliki oleh
Allah SWT secara bersamaan, maka Allah SWT dapat memantau seluruh aktivitas
makhluk-Nya baik yang nyata maupun yang ghaib
tanpa ada hijab, tanpa
penghalang sedikitpun.Sekarang mau kemana diri kita pergi bersembunyi,
sedangkan Allah SWT pasti tahu keberadaan kita, sebagaimana firmanNya berikut
ini: “(Kedudukan)
mereka itu bertingkat-tingkat di sisi Allah, dan Allah Maha Melihat apa yang
mereka kerjakan. (surat Ali Imran (3) ayat
163)
f. Kalam (Berkata-kata,
Maha Berkata-kata). Apakah artinya sifat Kalam itu? Si-fat Kalam
artinya Berkata-Kata, Maha Berkata-Kata. Seperti apakah sifat Kalam yang
dimiliki Allah SWT? Sifat Kalam Allah SWT adalah perkataan Allah SWT yang tidak
terpengaruh oleh susunan huruf dan bunyi, sehingga pembicaraan dan perkataan
Allah SWT tidak berupa huruf dan bunyi, karena bila berupa huruf dan bunyi
berarti Allah SWT dipengaruhi oleh susunan huruf dan bunyi atau nada. Mustahil
Allah SWT akan bisa terpengaruh oleh apapun juga dan oleh siapapun juga. Adanya
kondisi ini berarti Kalam yang
dimiliki oleh Allah SWT adalah Kalam
yang berdiri sendiri, dengan Kalam yang dimilikinya Allah SWT mampu
berkomunikasi dengan seluruh ciptaannya baik yang nyata atau yang dapat dilihat
dengan mata maupun yang ghaib,
kapanpun, dimanapun, dalam situasi apapun tanpa mengenal jarak, ruang dan waktu.
Salah satu bentuk dari kumpulan Kalam Allah
SWT adalah AlQuran. Dimana
AlQuran berfungsi sebagai sarana penghubung dan informasi bagi umatNya tentang
keberadaan Allah SWT dan juga sebagai wujud kasih sayang-Nya kepada seluruh
umat manusia. Selanjutnya untuk membuktikan bahwa Allah SWT mempunyai sifat Kalam, Allah SWT berbicara
langsung dengan Nabi Musa a.s sehingga Nabi Musa a.s disebut Kalimullah,
sebagaimana firman-Nya berikut ini: “Dan (Kami telah mengutus) rasul-rasul yang sungguh telah kami
kisahkan tentang mereka kepadamu dahulu,
dan rasul-rasul yang tidak Kami kisahkan tentang mereka kepadamu. Dan Allah
telah berbicara kepada Musa dengan langsung. (surat An Nisaa (4) ayat 164)
[381] Allah berbicara
langsung dengan Nabi Musa a.s. merupakan keistimewaan Nabi Musa a.s., dan
karena Nabi Musa a.s. disebut: Kalimullah sedang Rasul-rasul yang lain mendapat
wahyu dari Allah dengan perantaraan Jibril. dalam pada itu Nabi Muhammad s.a.w.
pernah berbicara secara langsung dengan Allah pada malam hari di waktu mi'raj.
Sedangkan Nabi
Muhammad SAW juga pernah berbicara langsung dengan Allah SWT, saat peristiwa
Mi'raj, yaitu sewaktu Allah SWT memerintahkan kepada Nabi Muhammad SAW
mendirikan shalat. Sedangkan Nabi Adam as, pernah pula berbicara kepada Allah
yaitu ada pada firman Allah SWT berikut ini: “Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari
Tuhannya, maka Allah menerima Taubatnya. Sesungguhnya Allah Penerima taubat
lagi Maha Penyayang. (surat Al Baqarah (2) ayat 37).” Sifat Kalam juga ada di dalam diri manusia, termasuk ada pada
diri kita. Apa buktinya?
Lihatlah dan perhatikanlah
bayi yang baru lahir, ia hanya bisa menangis untuk segala apapun permasalahan
yang dihadapinya, contohnya lapar nangis, buang air nangis, digigit nyamuk
nangis, tidak aman nangis. Dari manakah asalnya tangis itu? Tangis bayi ada
karena adanya Kalam Allah SWT yang ada pada bayi tersebut. Tangis bayi
merupakan bahasa, atau kata-kata dari bayi untuk menyampaikan suatu pesan
kepada orang tuanya. Bayi hanya bisa menangis karena pita suara, atau selaput
suara yang dimilikinya belum sempurna, sebagaimana firman-Nya berikut ini: Allah
SWT berfirman: “dan dia berbicara dengan
manusia dalam buaian dan ketika sudah dewasa dan dia termasuk di antara
orang-orang yang saleh.” (surat Ali ‘Imran (3) ayat 46)
g. Hayat (Hidup, Maha Hidup). Apakah artinya sifat Hayat itu? Hayat artinya
Hidup, Maha Hidup. Seperti apakah Sifat Hayat yang dimiliki oleh
Allah SWT? Sifat Hayat yang dimiliki oleh Allah SWT adalah maha, kekal lagi
abadi sebab Allah SWT kekal abadi selamanya. Selanjutnya jika Allah SWT sampai
binasa, berarti Allah SWT sama dengan makhluk yang diciptakan-Nya, hal ini
mustahil adanya. Adanya kondisi ini berarti Allah SWT akan terus ada sampai
kapanpun juga. Allah SWT adalah Dzat Yang Maha Hidup, yang menghidupkan
ciptaan-Nya adalah sangat bertolak belakang jika Allah SWT sampai mati atau
binasa. Tidaklah demikian Allah SWT dengan Maha Hidup-Nya sebab Maha Hidup-Nya
juga bersifat baqa (kekal) dan qiyamuhu binafsih (berdiri sendiri),
ingat sifat baqa yang dimiliki
oleh Allah SWT juga berlaku kepada seluruh sifat yang dimiliki-Nya. Sehingga
akan memberikan sifat Hayat sebaik mungkin kepada setiap makhkuk yang
diciptakannya. Allah SWT berfirman: Mengapa kamu kafir kepada
Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu
dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nya-lah kamu
dikembalikan? (surat Al Baqarah (2) ayat 28)
Allah SWT adalah Dzat
Yang Maha Hidup, yang menghidupkan ciptaan-Nya adalah sangat bertolak belakang
jika Allah SWT sampai mati atau binasa. Tidaklah demikian Allah SWT dengan Maha
Hidup-Nya sebab Maha Hidup-Nya juga bersifat baqa (kekal) dan qiyamuhu
binafsih (berdiri sendiri), ingat sifat baqa yang dimiliki oleh Allah SWT juga berlaku kepada seluruh
sifat yang dimiliki-Nya. Sehingga akan memberikan sifat Hayat sebaik mungkin
kepada setiap makhkuk yang diciptakannya. Sekarang adakah sifat Hayat dalam
diri kita dan dimanakah sifat Hayat diletakkan di dalam diri? Kita bisa hidup
di dunia ini karena dihidupkan oleh Allah SWT melalui bersatunya ruh dengan jasmani,
atau adanya sifat Hayat di dalam diri manusia di dalam mempersatukan ruh dengan
jasmani.
Itulah penjelasan tentang sifat Salbiyah yang 6 (enam) dan juga sifat
Ma’ani yang 7 (tujuh) yang dimiliki oleh Allah SWT yang mana kedua sifat
tersebut tidak bisa dipisahkan diantara keduanya dan melalui kedua sifat
tersebut menunjukkan bahwa Allah SWT adalah penguasa, pencipta yang juga sekaligus
pemilik dari alam semesta ini. Adanya kondisi dan keadaan ini maka mustahil
bagi Allah SWT jika mempunyai sifat-sifat yang mengingkari keagungannya, atau
yang menjatuhkan kemahaan dan kebesaran-Nya. Berikut ini akan kami kemukakan 20
(dua puluh) sifat yang mustahil ada bagi Allah yang perlu diketahui oleh seluruh
umat manusia yang ada di muka bumi ini, termasuk oleh diri kita, yaitu:
1. Adam. Adam
artinya tiada. Ini merupakan kebalikan sifat wujud. Mengapa Allah mustahil memiliki
sifat adam? Langit, bumi, dan seluruh semesta ini merupakan bukti keberadaan
Allah SWT. Sebagaimana termaktub dalam surat Al A’raaf (7) ayat 54 berikut ini:
“Sesungguhnya
Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa,
lalu Dia bersemayam di atas ‘Arsy . Dia menutupkan malam kepada siang yang
mengikutinya dengan cepat, dan matahari, bulan dan bintang-bintang tunduk
kepada perintah-Nya. Ingatlah, segala penciptaan dam urusan menjadi hakNya.
Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam.”
2. Huduts. Huduts artinya permulaan atau ada yang
mendahului. Ini adalah kebali-kan dari sifat qidam yang artinya awal atau
mendahului. Allah berfirman: “Dialah Yang Awal dan Yang Akhir, Yang Zhahir
dan Yang Bathin, dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.” (surat Al Hadiid (57)
ayat 3).
3. Fana. Fana artinya binasa, tidak kekal, dan
memiliki kesudahan. Fana adalah ke-balikan sifat baqa' yang berarti kekal.
Segala sesuatu di bumi ini akan musnah, kecuali Allah Azza wa Jalla.
4. Mumatsalatu lil
hawaditsi. Mumatsalatu lil hawaditsi artinya menyerupai
makh-luk ciptaan-Nya, kebalikan dari Mukholafatul Lilhawaditsi. Allah SWT adalah
Zat Yang Maha Sempurna dan tidak ada satupun makhluk di dunia ini yang mampu
menyerupai-Nya.
5. Ihtiyaju lighairihi. Ihtiyaju lighairihi berarti memerlukan
yang lain. Sebagai Zat yang Maha Agung, mustahil bagi Allah SWT untuk meminta
pertolongan dari makhluk ciptaannya sendiri.
6. Ta’adud. Ta’adud artinya berjumlah
lebih dari satu, kebalikan dari wahdaniyah. Bukti keesaan Allah ini tercantum
dalam surat Al-Ikhlas yang berbunyi: “Katakanlah ‘Dia-lah Allah, Yang Maha Esa,
Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak
dan tiada pula diperanakkan, dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia.”
7. Karahah. Karahah artinya terpaksa,
tidak atas kehendak sendiri, atau tidak berke-mauan. Segala sesuatu terjadi
sesuai kehendak-Nya dan tidak ada satu pun yang mampu mencegahnya.
8. Jahlun. Jahlun artinya tidak mengetahui atau bodoh.
Ini kebalikan dari 'ilmun yang artinya mengetahui. Allah SWT mengetahui atas
segala sesuatu baik yang tampak maupun yang tidak tampak.
9. Ajzun. Ajzun artinya lemah dan tidak berkuasa.
Allah tidak mungkin bersifat le-mah karena Ia Maha Kuasa atas segala sesuatu.
10. Maut. Maut artinya mati, padahal
Allah SWT bersifat kekal. “Dan bertawakkallah kepada Allah yang hidup
(kekal) Yang tidak mati, dan bertasbihlah dengan memuji-Nya. Dan cukuplah Dia
Maha Mengetahui dosa hamba hambaNya” (surat Al-Furqan (25) ayat 58).
11. Shamamun. Shamamun
artinya
tuli atau tidak mendengar. Shamamun adalah sifat mustahil bagi Allah karena
Allah Maha mendengar apa yang diucapkan hambanya baik yang dikatakan secara
terang-terangan maupun yang disembunyikan.
12. Ama. Ama artinya buta atau
tidak melihat. Mustahil Allah bersifat ama karena tidak ada satu hal pun yang
luput dari pengelihatan-Nya.
13. Bakamun. Bakamun
artinya
bisu atau tidak berbicara. Kebalikan dari Qadam yang memiliki arti berfirman.
14. Kaunuhu ‘Ajiza. Arti kaunuhu ‘Ajizan adalah keadaan yang
lemah dan tidak berkuasa. Sifat mustahil bagi Allah ini adalah kebalikan dari
sifat wajib Qadiran yang artinya berkuasa.
15. Kaunuhu Karihan. Kaunuhu
Karihan
artinya keadaan yang terpaksa dan tidak atas kehendak sendiri. Sifat ini
kebalikan dari Muridan yang artinya berkehendak.Dalam surat Hud ayat 107, Allah
berfirman: “Mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika
Tuhanmu menghendaki (yang lain). Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap
apa yang Dia kehendaki.” (surat Hud (11) ayat 107).
16. Kaunuhu jahilan. Kaunuhu
jahilan artinya
zat yang sangat bodoh. Kebalikan dari Aliman yang artinya mengetahui.
17. Mayyitan. Arti mayyitan adalah dzat yang mati.
Mustahil bagi Allah untuk mati karena Ia tidak pernah tidur, bersifat kekal,
dan tidak akan binasa.
18. Kaunuhu Ashamma. Kaunuhu
Ashamma
artinya keadaannya yang tuli dan tidak mendengar. Padahal pendengaran Allah tak
terbatas dan meliputi segala sesuatu.
19. Kaunuhu 'Ama. Kaunuhu
'Ama artinya keadaaannya
yang buta dan tidak melihat. Ini adalah kebalikan dari sifat Bashiran yang
artinya melihat. Mustahil Allah bersifat kaunuhu ‘ama karena Dia Maha Sempurna
dengan seluruh keagungan-Nya.
20. Kaunuhu abkama. Artinya keadaannya yang bisu dan tidak
berbicara. Allah tidak bisu karena Ia berfirman. Firman-Nya tertuang dalam
kitab-kitab suci yang diturunkan lewat para nabi.
Itulah 20 (dua puluh)
sifat mustahil bagi Allah SWT yang wajib diketahui oleh seluruh manusia yang
ada di muka bumi ini. Semoga dengan mengetahui sifat-sifat tersebut, kita mampu
meningkatkan keimanan kepada Allah SWT.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar