C. PENDEKATAN MELALUI
NAMA-NAMA ALLAH SWT YANG INDAH LAGI BAIK (ASMAUL HUSNA).
Sebelum kami membahas lebih lanjut tentang Pendekatan melalui nama-nama
Allah SWT yang indah lagi baik (Asmaul Husna), yang tidak lain merupakan
jawaban dari angka 99 (sembilan puluh sembilan) yang terdapat dalam istilah
Route to 1.6.7.99. Berikut ini akan kami kemukakan sebuah ilustrasi sebagai
berikut: Nama yang diberikan oleh orang tua kepada saya adalah “Budi Rachmat”, sekarang siapakah
panggilan, atau sebutan saya jika saya mengajar di sekolah, apakah tetap “Budi Rachmat” ataukah dipanggil dengan
sebutan pak guru? Saat mengajar di sekolah maka saya akan dipanggil dengan
panggilan pak Guru. Sekarang bagaimana jika saya mengemudikan kapal laut,
siapakah sebutan saya saat itu? Saat mengemudikan kapal laut maka saya dipanggil
dengan sebutan Nahkoda. Hal yang samapun terjadi jika saya mengemudikan kereta,
maka saya akan dipanggil dengan sebutan Masinis. Sekarang berubahkah nama saya setelah melakukan suatu pekerjaan? Nama
saya tetap “Budi Rachmat” sampai kapanpun juga, namun panggilan atau sebutan
yang berlaku bagi saya dapat berubah sesuai dengan peran dan pekerjaan, atau
perbuatan, atau profesi yang saya lakukan.
Lalu bagaimana dengan
Allah SWT yang memiliki Asmaul Husna sebanyak 99 (sembilan puluh sembilan) yang
termaktub dalam nama-nama Allah SWT yang indah lagi baik? Adanya nama-nama
Allah SWT sebanyak 99(sembilan puluh sembilan) bukanlah berarti Allah SWT
berjumlah 99 (sembilan puluh sembilan). Allah SWT tetap satu (tetap esa) sampai
dengan kapanpun juga, namun Allah SWT akan bernama, atau Allah SWT akan
dinamakan An Nuur pada saat Allah SWT menjadi Dzat Yang Maha Bercahaya. Allah
SWT akan bernama Al Barr pada saat
Allah SWT menjadi Dzat Yang Maha Dermawan, demikian pula Allah SWT akan bernama
Al Baqqi pada saat Allah SWT menjadi Dzat Yang Maha Kekal. Sekarang bagaimana
dengan As Salam? Allah SWT akan dinamakan As Salam pada saat Allah SWT
bertindak sebagai Dzat Yang Maha Penyelamat. Hal yang samapun terjadi pada saat
Allah SWT sebagai Yang Maha Kuasa, maka Allah SWT akan bernama Al Qaadir.
Demikian seterusnya sesuai dengan Asmaul Husna yang dimiliki oleh Allah SWT.
Selanjutnya apakah kebesaran dan kemahaan Allah SWT akan berubah dengan adanya
Asmaul Husna yang berjumlah 99 (sembilan puluh sembilan)?
Kemahaan, Kebesaran dari Allah SWT tidak akan sedikitpun berubah, atau mengalami perubahan walaupun Allah SWT memiliki nama-nama yang indah lagi baik sebanyak 99(sembilan puluh sembilan). Yang berubah dari Allah SWT hanyalah namanya saja, hal ini karena disesuaikan dengan aktivitas dan perbuatan Allah SWT atau yang dikenal dengan istilah Asmaul Husna, sebagaimana dua buah firman-Nya berikut ini: “Dialah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Dia mempunyai Al Asmaaul Husna (nama-nama yang baik). (surat Thaahaa (20) ayat 8). Dan juga melalui firman-Nya dalam surat Al Hasyr (59) ayat 22, 23, 24 berikut ini: “Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Dia-lah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, Raja, yang Maha Suci, yang Maha Sejahtera, yang Mengaruniakan Keamanan, yang Maha Memelihara, yang Maha perkasa, yang Maha Kuasa, yang memiliki segala Keagungan, Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.Dialah Allah yang Menciptakan, yang Mengadakan, yang membentuk Rupa, yang mempunyai asmaaul Husna. bertasbih kepadanya apa yang di langit dan bumi. dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (surat Al Hasyr (59) ayat 22-23-24).
Dan berikut ini akan kami kemukakan 99 (sembilan puluh
sembilan) Nama-Nama Allah SWT yang indah lagi baik (Asmaul Husna), sebagaimana
hadits berikut ini: “Rasulullah SAW
bersabda: Sesungguhnya milik Allah 99 (Sembilan puluh Sembilan) nama,
barangsiapa yang mengihshonya (maksudnya
menghafalnya, beriman terhadapnya dan konsekuensi-nya serta beramal dengan isi
kandungan dari nama tersebut) maka
pasti masuk syurga. (Hadits Riwayat Bukhari, Muslim). :
A S M A U L H U S N A
(Nama-Nama Allah yang Indah Lagi
Baik)
|
1 |
Ar-Rakhman |
Maha Pengasih, pemberi kenikmatan yang agung-agung, pengasih di dunia
dan pengasih yang zhahir |
|
2 |
Ar-Rahiem |
Maha Penyayang, pemberi kenikmatan yang pelik-pelik, penyayang di
akhirat dan/atau pengasih yang bathin. |
|
3 |
Al-Maalik |
Maha Merajai, Maha Memiliki, mengatur kerajaan & milik-Nya dengan
kehendak-Nya. |
|
4 |
Al-Quddus |
Maha Suci, suci dari segala cacat dan cela. |
|
5 |
As-Salam |
Maha Penyelamat, pemberi keamanan dan kesentosaan bagi makhluk-Nya. |
|
6 |
Al-Mu'min |
Maha Pemelihara Keamanan, siapa yang salah mendapat siksa, sedangkan
yang taat dapat pahala. |
|
7 |
Al-Muhaimin |
Maha Penjaga, Maha Pemberi Kebahagiaan lahir dan bathin, melindungi segala
sesuatu. |
|
8 |
Al-'Aziz |
Maha Mulia, kuasa dan mampu berbuat sekehendaknya |
|
9 |
Al-Jabbar |
Maha Perkasa, mencukupi segala kebutuhan, melangsungkan segala
perintah-Nya serta memperbaiki keadaan seluruhnya. |
|
10 |
Al-Mutakabbir |
Maha Sombong/Megah, menyendiri dengan sifat keagungan &
kemegahan-Nya. |
|
11 |
Al –Khaliq |
Maha Pencipta, mengadakan seluruh makhluk tanpa asal, juga
menakdirkan adanya semua ini. |
|
12 |
Al-Baari' |
Maha Pembuat, mengadakan sesuatu yang bernyawa yang ada asal mulanya. |
|
13 |
Al-Mushawwir |
Maha Pembentuk, memberikan gambaran atau bentuk pada sesuatu yang
berbeda dengan lainnya yang sesuai dengan keadaan & keperluannya. |
|
14 |
Al-Ghaffar |
Maha Pengampun, banyak pemberian maaf-Nya dan menutupi dosa-dosa dan
kesalahan. |
|
15 |
Al-Qahhar |
Maha Pemaksa, menggenggam segala sesuatu dalam kekuasaan-Nya serta
memaksa makhluk menurut kehendak-Nya. |
|
16 |
Al-Wahhab |
Maha Pemberi, banyak kenikmatan dan selalu memberi kurnia dan
anugerah. |
|
17 |
Ar-Razzaq |
Maha Pemberi Rezeki. membuat berbagai rezeki serta membuat pula sebab-sebab
diperolehnya. |
|
18 |
Al-Fattaah |
Maha Membukakan, yakni membuka gudang dan gedung penyimpanan
rahmat-Nya untuk seluruh hamba-Nya. |
|
19 |
Al-'Aliem |
Maha Mengetahui, yakni mengetahui segala yang maujud ini dan tidak
ada sesuatu benda apapun yang tersembunyi
dari pengetahuan-Nya. |
|
20 |
Al-Qoobidl |
Maha Pencabut, mengambil nyawa atau mempersempit rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya. |
|
21 |
Al-Bassith |
Maha Meluaskan, memudahkan terkumpulnya rezeki bagi siapa yang
dikehendaki-Nya. |
|
22 |
Al- Khafidl |
Maha Menjatuhkan, yakni terhadap orang-orang yang selayaknya dijatuhkan karena akibat kelakuannya
sendiri. |
|
23 |
Ar-Rafi' |
Maha Mengangkat, yakni terhadap orang-orang yang selayaknya diangkat
karena usahanya yang giat yaitu yang termasuk golongan kaum yang bertaqwa. |
|
24 |
Al-Mu'izz |
Maha Pemberi Kemuliaan, yakni kepada orang-orang yang berpegang teguh
kepada agama-Nya dengan memberi pertolongan & kemenangan. |
|
25 |
Al-Mudzill |
Maha Pemberi Kehinaan, yakni
kepada musuh-musuh-Nya dan musuh umat Islam seluruhnya. |
|
26 |
Al-Saami' |
Maha Mendengar. |
|
27 |
Al-Bashir |
Maha Melihat. |
|
28 |
Al-Hakam |
Maha Menetapkan Hukum, sebagai hakim yang memutuskan yang tidak
seorangpun dapat menolak keputusan-Nya, juga tidak seorangpun yang kuasa
merintangi kelangsungan hukum-Nya. |
|
29 |
Al-'Adlu |
Maha Adil, serta sangat sempurna dalam keadilan-Nya |
|
30 |
Al-Lathief |
Maha Lembut, yakni mengetahui segala yang samar-samar, yang
pelik-pelik dan yang kecil-kecil. |
|
31 |
Al –Khoobir |
Maha Waspada dan/atau Maha Pemberi Khabar |
|
32 |
Al-Haliim |
Maha Penghiba atau Maha
Penyantun, penyantun yang tidak tergesa-gesa melakukan kemarahan dan pula
gegabah memberikan siksaan. |
|
33 |
Al-'Azhiem |
Maha Agung, yakni mencapai
puncak tertinggi dari mercusuar keagungan karena bersifat dengan segala macam sifat
kebesaran dan kesempurnaan. |
|
34 |
Al-Ghafuur |
Maha Pengampun, banyak
pengampunanNya kepada hamba-hambaNya. |
|
35 |
Asy-Syakuur |
Maha Pembalas, yakni
memberikan balasan yang banyak sekali atas amalan yang kecil dan tidak
berarti. |
|
36 |
Al-'Aliyy |
Maha Tinggi, yakni mencapai tingkat yang setinggi-tingginya yang
tidak mungkin digambarkan oleh akal fikiran siapapun dan tidak dapat dipahami
oleh otak yang bagaimanapun pandainya. |
|
37 |
Al-Kabiir |
Maha Besar, yang kebesarannya tidak dapat diikuti oleh panca indera
ataupun akal sehat manusia. |
|
38 |
Al-Hafiidz |
Maha Pemelihara, yakni menjaga sesuatu jangan sampai rusak dan
guncang. Juga menjaga segala amal perbuatan hamba-hamba-Nya, sehingga tidak
akan disiasiakan sedikitpun untuk memberi balasan-Nya. |
|
39 |
Al-Muqiit |
Maha Pemberi Kecukupan, baik yang berupa makanan tubuh ataupun
makanan ruhani. |
|
40 |
Al-Hasiib |
Maha Penjamin, yakni memberi jaminan kecukupan kepada seluruh
hamba-Nya, juga dapat diartikan Maha Menghisab amalan hamba-Nya pada hari
kiamat. |
|
41 |
Al-Jaliil |
Maha Luhur, yang mempunyai sifat keluhuran karena kesempurnaan
sifat-sifat-Nya. |
|
42 |
Al-Kariem |
Maha Pemurah, mulia hati dan memberi siapapun tanpa diminta atau
sebagai penggantian dari sesuatu pemberian. |
|
43 |
Al-Raqieb |
Maha Peneliti, yang mengamat-amati gerak-gerik segala sesuatu dan
mengawasinya. |
|
44 |
Al-Mujiib |
Maha Mengabulkan, yang memenuhi permohonan siapa saja yang berdoa
kepada-Nya. |
|
45 |
Al-Waasi' |
Maha Luas, yakni bahwa segala kerahmatan-Nya itu merata kepada segala
yang maujud dan luas pula ilmu-Nya terhadap segala sesuatu. |
|
46 |
Al-Hakiim |
Maha Bijaksana, yakni memiliki kebijaksanaan yang tertinggi,
kesempurnaan ilmu-Nya serta kerapihan-Nya dalam membuat segala sesuatu. |
|
47 |
Al-Waduud |
Maha Pencinta, yang menginginkan segala kebaikan untuk seluruh
hamba-Nya dan pula berbuat baik pada
mereka itu dalam segala ihwal dan keadaan. |
|
48 |
Al-Majiid |
Maha Mulia, yakni mencapai tingkat teratas dalam hal kemulian dan
keutamaan. |
|
49 |
Al –Baa'its |
Maha Membangkitkan, yakni
membangkitkan para Rasul, membangkitkan semangat dan kemauan, juga
membangkitkan orang-orang yang telah mati dari masing-masing kuburnya pada
hari kiamat. |
|
50 |
Asy-Syahiid |
Maha Menyaksikan, Maha Mengetahui keadaan semua makhluk-Nya. |
|
51 |
Al-Haqq |
Maha Haq , Maha Benar, yang kekal dan tidak akan berubah sedikitpun. |
|
52 |
Al-Wakiil |
Maha Memelihara Penyerahan, yakni memelihara semua urusan
hamba-hamba-Nya dan apa-apa yang menjadi kebutuhan mereka itu. |
|
53 |
Al-Qawiyy |
Maha Kuat, yaitu memiliki kekuatan yang sesempurna-sempurnanya. |
|
54 |
Al-Matiin |
Maha Kokoh, Maha Perkasa, yakni memiliki keperkasaan yang sudah
sampai dipuncaknya. |
|
55 |
Al-Waliyy |
Maha Melindungi, yakni melindungi serta menertibkan semua kepentingan
makhluk-Nya karena kecintaan-Nya yang sangat pada mereka itu dan pemberian
pertolongan-Nya yang tidak terbatas pada keperluan mereka. |
|
56 |
Al-Hamid |
Maha Terpuji, yang memang sudah selayaknya untuk memperoleh pujian
dan sanjungan. |
|
57 |
Al-Muhshi |
Maha Penghitung, yang tidak satupun tertutup dari pandangan-Nya dan
semua amalan itupun diperhitungankan sebagaimana wajarnya. |
|
58 |
Al-Mubdi' |
Maha Memulai, yang melahirkan sesuatu yang asalnya tidak ada &
belum maajud. |
|
59 |
Al-Mu'iid |
Maha Mengulangi, yakni menumbuhkan kembali setelah lenyapnya atau
setelah rusaknya. |
|
60 |
Al-Muhyi |
Maha Menghidupkan, yakni memberikan daya kehidupan pada setiap
sesuatu yang berhak hidup. |
|
61 |
Al-Mummit |
Maha Mematikan, yakni mengambil kehidupan (Ruh) dari apa yang hidup,
lalu disebut mati. |
|
62 |
Al-Hayy |
Maha Hidup, kekal pula Hidup-Nya itu. |
|
63 |
Al-Qayyuum |
Maha Berdiri Sendiri, baik DzatNya, Sifat-Nya, Asma-Nya dan
Af'al-Nya. Juga membuat berdirinya apa-apa yang selain Dia, dengan-Nya pula
berdirinya langit dan bumi ini. |
|
64 |
Al-Waajid |
Maha Kaya, dapat menemukan apa saja yang diinginkan-Nya, maka tidak
membutuhkan pada suatu apapun karena sifat kaya-Nya yang secara mutlak. |
|
65 |
Al-Maajid |
Maha Mulia, yakni mencapai tingkat teratas dalam hal kemuliaan dan
keutamaan. |
|
66 |
Al-Wahhid |
Maha Tunggal. |
|
67 |
Al-Ahad |
Maha Esa. |
|
68 |
Ash-Shomad |
Maha Dibutuhkan/Tempat Bergantung, yakni selalu menjadi tujuan dan
harapan orang di waktu hajad dan keperluan. |
|
69 |
Al-Qaadir |
Maha Kuasa. |
|
70 |
Al-Muqtadir |
Maha Menentukan. |
|
71 |
Al-Muqoddim |
Maha Mendahulukan, yakni mendahulukan sebagian benda dari yang
lainnya dalam perwujudannya atau dalam kemuliaan, selisih waktu dan
tempatnya. |
|
72 |
Al-Mu'akhkhir |
Maha Mengakhirkan atau Membelakangkan. |
|
73 |
Al-Awwal |
Maha Pertama, dahulu sekali dari semua yang maujud. |
|
74 |
Al-Aakhir |
Maha Penghabisan, kekal selamanya tanpa ujung. |
|
75 |
Azh-Zhohir |
Maha Nyata, yakni menyatakan dan menampakkan ke-WujudanNya itu dengan
bukti-bukti dan tanda-tanda ciptaan-Nya |
|
76 |
Al-Baathin |
Maha Tersembunyi, tidak dapat dimaklumi Dzat-Nya, sehingga tidak
seorangpun dapat mengenal Kunhi Dzatnya |
|
77 |
Al-Waaly |
Maha Menguasai, menggenggam sesuatu dalam kekuasaan-Nya dan menjadi
milik-Nya. |
|
78 |
Al-Muta'aaly |
Maha Suci, Maha Tinggi, terpelihara dari segala kekurangan dan
kerendahan. |
|
79 |
Al-Barri |
Maha Dermawan, banyak kebaikan-Nya dan besar kenikmatan yang
dilimpahkan-Nya. |
|
80 |
Al-Tawwaab |
Maha Penerima Taubat, memberikan pertolongan kepada orang-orang yang bermaksiot
untuk melakukan taubat lalu Allah akan menerimanya. |
|
81 |
Al-Muntaqim |
Maha Penyiksa, kepada orang yang berhak untuk memperoleh siksa-Nya. |
|
82 |
Al-Afuww |
Maha Pemaaf, pelebur kesalahan orang yang suka kembali untuk meminta
maaf kepada-Nya. |
|
83 |
Ar-Ra'uuf |
Maha Pengasih, banyak kerahmatan-Nya dan kasih sayang-Nya. |
|
84 |
Maalikul Mulk |
Maha Menguasai Kerajaan, |
|
85 |
Dzul Jalaal Wal Ikroom |
Maha Memiliki Kebesaran dan Kemuliaan |
|
86 |
Al-Muqsith |
Maha Mengadili, yakni memberikan kemenangan pada orang-orang yang
teraniaya dari tindakan orang-orang yang menganiaya dengan keadilan-Nya. |
|
87 |
Al-Jaami' |
Maha Mengumpulkan, |
|
88 |
Al-Ghoniyy |
Maha Kaya, yang tidak membutuhkan apapun dari yang selain Dzat-Nya
sendiri, tetapi yang lain sangat membutuhkan-Nya. |
|
89 |
Al-Mughniy |
Maha Pemberi Kekayaan |
|
90 |
Al-Maani' |
Maha Pembela atau Maha Penolak |
|
91 |
Adl-Dlaarr |
Maha Pemberi Bahaya, dengan menurunkan siksa-siksa-Nya kepada
musuh-musuh-Nya |
|
92 |
An-Naafi' |
Maha Pemberi Kemanfaatan |
|
93 |
An-Nuur |
Maha Bercahaya, yakni menonjolkan Dzat-Nya sendiri dan menampakkan
untuk yang selain-Nya dengan menunjukkan tanda-tanda kekuasaan-Nya. |
|
94 |
Al-Haadii |
Maha Pemberi Petunjuk, memberikan jalan yang benar kepada segala
sesuatu agar langsung adanya dan terjaga kehidupannya. |
|
95 |
Al-Badii' |
Maha Pencipta Yang Baru |
|
96 |
Al-Baaqi |
Maha Kekal, yakni kekal hidup-Nya
selama-lamanya. |
|
97 |
Al-Waarist |
Maha Pewaris, yakni kekal setelah musnahnya seluruh makhluk. |
|
98 |
Ar-Rasyid |
Maha Cendekiawan, yakni memberi penerangan dan tuntunan pada seluruh
hamba-Nya dan segala peraturan-Nya itu
berjalan menurut ketentuan yang digariskan
oleh kecendekiawanan-Nya. |
|
99 |
Ash-Shabur |
Maha Penyabar, yang tidak tergesa-gesa memberikan siksaan dan tidak
pula cepat-cepat melaksanakan sesuatu sebelum waktunya. |
Sekarang mari kita pelajari apa yang dikemukakan oleh “Zaini Munir Fadloli” dalam artikelnya “klasifikasi asmaul husna” yang dikemukakan dalam laman “tuntunanislam.id” yang mengemukakan bahwa: Sayid Sabiq, seorang guru besar di Universitas Al-Azhar Kairo, di dalam kitabnya “Al-Aqaidul Islamiyah” halaman 48-50 telah mengklasifikasi nama-nama Allah yang indah lagi baik (al-Asma’ul Husna) yang tercantum di dalam AlQuran ke dalam 8 (delapan) kelompok, yaitu:
1. Nama-nama yang
berhubungan dengan Dzat Allah SWT, seperti: Al-Wahid (Maha Esa);
Al-Haq (Maha Benar); Ash-Shamad (Maha Dibutuhkan);Al-Awwal (Maha
Pertama); Al-Akhir (Maha Penghabisan); Al-Quddus (Maha Suci), dan
lain-lain.
2. Nama-nama yang
berhubungan dengan penciptaan Allah SWT, seperti: Al-Khaliq (Maha Pencipta);
Al-Mushawwur (Maha Pembentuk); Al-Bari’ (Maha Pembuat): dan Al-Badi’ (Maha Pencipta yang baru)
3. Nama-nama yang
berhubungan dengan sifat kecintaan dan kerahmatan Allah SWT,
seperti: Ar-Rahman (Maha Pengasih); Ar-Rahiim (Maha Penyayang);
Al-Mu’min (Maha Pemberi Keamanan); Al-Wadud (Maha Pencinta);
Al-Barru (Maha Dermawan); Al-Wahhab (Maha Pemberi);
Ar-Razzaq (Maha Pemberi Rezeqi), dan lain-lain.
4. Nama-nama yang
berhubungan dengan keagungan dan kemuliaan Allah SWT,
seperti: Al-Adzim (Maha Agung); Al-‘Ali (Maha Tinggi);
Al-Qawiy (Maha Kuat); Al-Aziz (Maha Mulia);
Al-Qahhar (Maha Pemaksa); Al-Mutakabbir (Maha Megah), dan lain-lain.
5. Nama-nama yang
berhubungan dengan ilmu Allah SWT seperti: Al-Alim (Maha Mengetahui);
As-Sami’ (Maha Mendengar); Al-Bashir (Maha Melihat);
Ar-Raqib (Maha Meneliti); Al-Muhaimin (Maha Menjaga);
Al-Hakim (Maha Bijaksana); Al-Khabir (Maha Waspada);
As-Syahid (Maha Menyaksikan) dan Al-Bathin (Maha Mengetahui yang
tersembunyi)
6. Nama-nama yang
berhubungan dengan kekuasaan Allah SWT dan pengaturan-Nya atas segala
sesuatu, seperti: Al-Qadir (Maha Kuasa); Al-Waliy (Maha
Melindungi); Al-Malik (Maha Merajai); Al-Fattah (Maha Pembuka); Al-Wakil (Maha
Pemelihara Penyerahan) dan lain-lain.
7. Nama-nama Allah lain
yang tidak tercantum di dalam AlQuran tetapi merupakan sifat-sifat yang erat
kaitannya dengan sifat atau perbuatan Allah SWT yang disebutkan di dalam
AlQuran, seperti: Al-Qabidl (Maha Pencabut); Al-Baits (Maha
Membangkitkan); Al-Mubdi’u (Maha Memulai), Al-Baqi (Maha Kekal)
dan lain-lain.
8. Nama-nama Allah lain
yang terambil dari makna atau pengertian nama-nama yang terdapat di dalam
AlQuranul karim, seperti: An-Nur (Maha
Bercahaya), Ar-Rasyid (Maha Cendekiawan); Al-Adl (Maha
Adil); Ash-Shabbur (Maha Penyabar); Al-Jalil (Maha Luhur), dan
lain-lain.
Sekarang
kita telah mengetahui tentang nama-nama Allah SWT yang indah lagi baik (asmaul
husna), untuk itu ketahuilah bahwa ada 4 (empat) perkara yang dapat merusak
nama-nama dan sifat-sifat Allah sebagaimana berikut ini:
Pertama: Tahrif. Yang dimaksud
dengan tahrif yaitu mengubah lafazh Al Asma’ul Husna dan
Sifat-sifat-Nya Yang Maha Tinggi atau makna-maknanya. Tahrif ini dibagi menjadi
dua: Tahrif dengan cara menambah, mengurangi, atau merubah bentuk lafazh.
Misalnya, lafadz ‘istawa’ (bersemayam) dirubah dengan
istaula (menguasai). Tahrif dengan cara merubah makna, Artinya, tetap
membiarkan lafazh sebagaimana aslinya, tetapi melakukan perubahan terhadap
maknanya. Contohnya adalah perkataan ahli bid’ah yang menafsirkan ghadhab (marah),
dengan iradatul intiqam (keinginan untuk membalas dendam); Rahmah (kasih
sayang), dengan iradatul in’am (keinginan untuk memberi nikmat); dan Al Yadu
(tangan), dengan an ni’mah (nikmat).
Kedua: Ta’thil. Yang dimaksud
dengan ta’thil yaitu menolak penetapan nama dan sifat Allah yang
disebutkan dalam dalil. baik secara keseluruhan maupun hanya sebagian. Contoh
menolak secara keseluruhan adalah yang tidak mau menetapkan nama maupun sifat
untuk Allah. Mereka menganggap bahwa siapa yang menetapkan nama dan sifat
untuk Allah berarti dia musyrik. Contoh menolak sebagian adalah yang membatasi
sifat Allah hanya bebeberapa sifat saja dan menolak sifat lainnya. Atau
menetapkan sebagian nama Allah dan menolak nama lainnya.
Ketiga: Takyif. Yang dimaksud
dengan takyif yaitu menggambarkan bagaimanakah hakikat sifat dan nama
yang dimiliki oleh Allah. Misalnya, Tangan Allah, digambarkan bentuknya bulat,
panjangnya sekian, ada ruasnnya, dan lain-lain.Kita hanya wajib mengimani nama
dan sifat Allah apa adanya, sebaliknya, kita dilarang untuk
menggambarkannya.Karena hal ini tidak mungkin dilakukan makhluk. Untuk
mengetahui bentuk dan hakikat sebuah sifat, hanya bisa diketahui dengan tiga
hal: Melihat dzat tersebut secara langsung. Dan ini tidak mungkin kita lakukan,
karena manusia di dunia tidak ada yang pernah melihat Allah SWT. Ada sesuatu
yang semisal dzat tersebut, sehingga bisa dibandingkan. Dan ini juga tidak
mungkin dilakukan untuk Dzat Allah, karena tidak ada makhluk yang serupa dengan
Allah. Maha Suci Allah dari hal ini.Ada berita yang akurat (khabar shadiq) dan
informasi tentang Dzat dan sifat Allah. Baik dari AlQuran maupun hadits. Karena
itu, manusia yang paling tahu tentang Allah adalah Rasul-Nya. Namun demikian,
Nabi SAW tidak pernah menggambarkan bentuk dan hakikat sifat Allah SWT.
Keempat: Tamtsil/Tasybih. Yang
dimaksud dengan tamtsil atau tasybih yaitu menyamakan Allah dengan
makhluk-Nya atau menjadikan sesuatu yang menyerupai Allah SWT dalam
sifat-sifat Dzatiyah maupun Fi’liyah-Nya.Tamtsil ini dibagi menjadi dua, yaitu:
(a) menyerupakan makhluk dengan Pencipta.
Misalnya orang-orang Nasrani yang menyerupakan Al-Masih putera Maryam dengan
Allah SWT dan orang-orang Yahudi yang menyerupakan ‘Uzair dengan Allah SWT
pula. Maha Suci Allah dari itu semua. (b) menyerupakan
Pencipta dengan makhluk. Contohnya adalah orang-orang yang mengatakan bahwa
Allah SWT mempunyai wajah seperti wajah yang dimiliki oleh makhluk, memiliki
pendengaran sebagaimana pendengaran yang dimiliki oleh makhluk, dan memiliki
tangan sebagaimana tangan yang dimiliki oleh makhluk, serta
penyerupaan-penyerupaan lain yang bathil. Maha Suci Allah dari apa yang mereka
ucapkan.
Sekarang apa yang harus kita sikapi dengan adanya 99
(sembilan puluh sembilan) nama-nama Allah SWT yang indah lagi baik (asmaul
husna) ini? Berikut ini akan kami kemukakan beberapa hal yang harus kita
ketahui dan pahami dengan baik dan benar saat kita hidup di dunia ini, yaitu:
1. Nama Nama Allah SWT
yang indah lagi baik (asmaul husna) di mulai dari Ar Rahman (yang maha pengasih)
yang dilanjutkan dengan Ar Rahiim (yang maha penyayang) dan yang di posisi 99
(sembilan puluh sembilan) adalah Ash Shabur (yang maha sabar). Adanya posisi seperti ini, lalu pernahkah kita merenungkan dan membayangkan jika posisi Ash Shabur bukan
diletakkan di angka 99 (sembilan puluh sembilan)? Jika posisi Ash Shabur tidak
diletakkan di angka 99 (sembilan puluh sembilan) maka berlakulah ketentuan
sebagaimana firman Allah SWT berikut ini: “Dan sekiranya Allah menghukum manusia disebabkan apa yang telah mereka
perbuat, niscaya Dia tidak akan menyisakan satu pun makhluk yang bergerak yang
bernyawa di bumi ini, tetapi Dia menangguhkan (hukuman)nya, sampai waktu yang
sudah ditentukan. Nanti apabila ajal mereka tiba, maka Allah Maha Melihat
(keadaan) hamba hambaNya. (surat Faatir (35) ayat 45). Inilah salah
satu rahasia yang terdapat di dalam susunan Asmaul Husna yang harus kita
ketahui dan pahami dengan sebaik baiknya. Begitu luar biasanya susunan nama
nama Allah SWT yang indah lagi baik.
2. Tidak terbantahkan bahwa Allah SWT adalah pemilik dari nama nama yang
indah lagi baik yang termatub dalam Asmaul Husna. Allah SWT selaku pemilik
Asmaul Husna ketahuilah bahwa seluruh Asmaul Husna yang dimiliki oleh Allah SWT
untuk menunjukkan, untuk memperlihatkan, untuk menampilkan, untuk
mempertontonkan bahwa inilah Aku (Allah) dan inilah kebesaran dan kemahaan Aku
(Allah). Katakan Allah SWT adalah Al
Haadii, lalu wajibkah bagi Allah SWT untuk memberi petunjuk kepada diri kita
sesuai dengan kemahaan dan kebesaran yang dimiliki-Nya?
Sepanjang diri kita beriman dan meyakini bahwa Allah SWT adalah Yang Maha
Pemberi Petunjuk maka Allah SWT pasti akan menunjukkan kebesaran dan kemahaan
dari Al Haadii yang dimiliki-Nya kepada diri kita dengan memberikan
petunjuk-Nya kepada diri kita baik melalui petunjuk yang ada di dalam AlQuran
maupun petunjuk yang masih ada pada Allah SWT, sepanjang diri kita mau meminta
dan memohon petunjuk kepada Allah SWT. Sekarang
kita yang akan diberi petunjuk oleh Allah SWT, sudahkah diri kita
memenuhi syarat dan ketentuan yang dikehendaki oleh Allah SWT dan memiliki keyakinan pasti akan diberi
petunjuk oleh Allah SWT melalui doa dan permohonan kepada-Nya serta berusaha
untuk memperolehnya? Demikian seterusnya sesuai dengan Asmaul Husna yang
lainnya.
3. Jangan salah di dalam
mempersepsikan Allah SWT. Allah SWT berbuat dan bertindak sesuai dengan persepsi yang kita buat.
Hal ini berdasarkan hadits yang kami kemukakan berikut ini: Abu Hurairah ra,
berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta'ala berfirman: Aku selalu mengikuti
sangkaan hamba-Ku pada-Ku, maka terserah padanya akan menyangka apa saja
kepada-Ku. (Hadits Qudsi Riwayat Muslim
dan Alhakiem dari Watsilah dan Ibu Abud-Dunia, Alhakiem dari Abu Hurairah ra:
272: 67). Dan juga berdasarkan ketentuan hadits yang kami
kemukakan berikut ini: “Watsilah
bin Al-asqa' ra. berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta'ala berfirman: Aku selalu
menurutkan sangkaan hamba-Ku terhadap diri-Ku, jika ia baik sangka kepada-Ku
maka ia dapat dari padaku apa yang ia sangka. Dan bila ia jahat (jelek) sangka
kepada-Ku, maka ia dapat apa yang ia sangka dari pada-Ku. (Hadits Qudsi Riwayat Atthabarani dan
Ibn Hibban; 272:71). Berdasarkan ketentuan hadits
ini, Allah SWT berbuat, bertindak, bersikap kepada diri kita sesuai dengan
persepsi diri kita kepada Allah SWT. Dan jika ini adalah kondisi dasar Allah
SWT kepada diri kita, sekarang tergantung diri kita sendiri mau bersikap
(berpersepsi) seperti apa kepada Allah SWT saat hidup di muka bumi ini.
Katakan Allah SWT adalah Ar Razzaq (Yang Maha Pemberi Rezeki) yang
berarti Allah SWT telah mewajibkan bagi diri-Nya untuk siap memberikan rezeki
kepada seluruh ciptaan-Nya. Namun yang terjadi adalah kita sendirilah yang menyangsikan
kemam-puan Allah SWT dalam memberikan rezeki maka hasilnya adalah Allah SWT
juga menyangsikan untuk memberikan rezeki kepada diri kita. Untuk itu berhati-hatilah
di dalam melakukan persepsi kepada Allah SWT karena dibalik persepsi yang kita
kemukakan, disana ada kualitas keimanan dari diri kita sendiri. Semakin baik
kualitas keimanan seseorang maka semakin baik pula persepsi kita kepada Allah
SWT. Hal ini berlaku pula jika keimanan diri kita rendah dan jelek maka
persepsi kita kepada Allah SWT rendah dan jelek pula.
4. Berbuat dan bertindak
sesuai dengan kehendak pemilik nama-nama yang indah lagi baik. Untuk itu perhatikanlah dengan seksama ayat-ayat yang
akan kami kemukakan di bawah ini. Allah SWT berfirman: “Hanya milik Allah asmaa-ul husna[585], Maka bermohonlah kepada-Nya
dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang
menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya[586]. nanti mereka
akan mendapat Balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan. (surat Al A’raaf
(7) ayat 180)
[585] Maksudnya: Nama-nama yang
Agung yang sesuai dengan sifat-sifat Allah.
[586] Maksudnya: janganlah
dihiraukan orang-orang yang menyembah Allah dengan Nama-nama yang tidak sesuai
dengan sifat-sifat dan keagungan Allah, atau dengan memakai asmaa-ul husna,
tetapi dengan maksud menodai nama Allah atau mempergunakan asmaa-ul husna untuk
Nama-nama selain Allah.
Berdasarkan ketentuan surat Al A’raaf (7) ayat 180 di atas, Allah SWT
selaku pemilik nama-nama yang indah lagi baik berkehendak kepada diri kita
yaitu apabila berdoa, atau apabila memohon kepada-Nya pergunakanlah nama-Nya
yang disesuaikan dengan permohonan atau doa yang kita panjatkan. Kondisi ini
dipertegas melalui hadits yang kami
kemukakan berikut ini: “Nabi SAW mendengar seorang laki-laki berkata dalam doanya: Ya Allah
sesungguhnya hamba memohon kepada-Mu, dengan sesungguhnya aku naik saksi bahwa
Engkau adalah Allah yang tidak ada Tuhan yang patut disembah kecuali Engkau.
Yang Maha Esa, Tempat bergantung, yang tidak beranak dan tidak diperanakkan dan
tidak pula yang dapat menyamai-Nya. Buraidah berkata selanjutnya – lalu
Rasulullah bersabda, Demi Dzat yang jiwaku berada di dalam genggaman-Nya,
sesungguhnya orang itu telah meminta kepada Allah dengan Nama-Nya Yang Agung,
yang apabila dipanjatkan doa dengan nama itu, Allah kabulkan dan apabila
dimintai dengan Ismul ‘Azhom (nama yang agung atau nama yang satu) itu
diberinya. (Hadits Riwayat Abu Dawud, dari Buraidah)
Katakan saat ini kita sangat membutuhkan petunjuk dari Allah SWT, maka
pada saat kita berdoa kepada Allah SWT kita dapat mempergunakan nama Allah SWT,
yaitu Al Haadii (Yang Maha Pemberi Petunjuk) dengan mengucapkan Ya Allah SWT,
Engkau lah Al Haadii, Engkau adalah Dzat Yang Maha Pemberi Petunjuk, tunjukilah
aku dari petunjuk yang ada padaMu serta mampukan aku melaksanakan petunjuk-Mu
sesuai dengan kehendak-Mu dan seterusnya. Dan ingat setelah memperoleh petunjuk
dari Allah SWT jangan simpan petunjuk itu hanya untuk kepentingan diri kita,
namun ajarkan petunjuk itu kepada sesama.
Lalu bagaimana jika kita ingin memperoleh rezeki, atau jika ingin
dilapangkan rezeki oleh Allah SWT, maka kita bisa mempergunakan nama Allah SWT
Ar Razzaq, atau Al Mughniy pada saat mengajukan doa kepada Allah SWT,
sebagaimana termaktub daam surat Al Israa’ (17) ayat 110 berikut ini: “Katakanlah: "Serulah Allah atau
serulah Ar-Rahman. dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai Al Asmaaul
Husna (nama-nama yang terbaik) dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam
shalatmu dan janganlah pula merendahkannya[870] dan carilah jalan tengah di
antara kedua itu". (surat Al Israa’ (17) ayat 110)
[870] Maksudnya janganlah
membaca ayat AlQuran dalam shalat terlalu keras atau terlalu perlahan tetapi
cukuplah sekedar dapat didengar oleh ma'mum.
Apa yang harus kita perbuat setelah diri kita memperoleh petunjuk dari
Allah SWT? Jika kita telah menerima petunjuk dari Allah SWT maka kita tidak
diperkenankan oleh Allah SWT untuk menyimpan, atau menyembunyikan, petunjuk
dari Allah SWT untuk kepentingan dirinya sendiri, melainkan kita harus berbagi
petunjuk yang telah kita terima dengan sesama. Hal ini penting kita lakukan
karena dengan berbuat dan bersikap seperti itu maka kita telah sesuai dengan
apa yang dikehendaki oleh Allah SWT. Selanjutnya jika hal ini mampu kita
laksanakan maka jika kita meminta lagi petunjuk pasti akan diberikan lagi oleh
Allah SWT. Akan tetapi jika petunjuk yang telah kita terima kita simpan saja, maka
Allah SWT pun akan bersikap yang sama kepada diri kita dengan mengatakan
petunjuk yang kemarin masih ada jadi gunakan saja petunjuk yang kemarin. Hal
yang harus kita perhatikan dengan seksama adalah Allah SWT tidak hanya
memberlakukan hal ini kepada petunjuk-Nya saja, namun berlaku juga untuk rezeki
yang telah kita terima, untuk Ilmu yang telah kita peroleh dan lain sebagainya
sesuai dengan sifat Ma’ani dan Asmaul Husna.
5. Apakah Asmaul Husna (atau apakah nama nama Allah SWT yang indah lagi
baik) itu dapat memberikan pertolongan dan yang dapat mengabulkan doa dan
harapan kita, ataukah Allah SWT yang memberikan pertolongan dan yang
mengabulkan permohonan diri kita melalui kebesaran dan kemahaan Asmaul Husna
yang dimiliki-Nya? Asmaul Husna
(nama-nama Allah SWT yang indah) sampai dengan kapanpun juga, tidak akan bisa
memberikan pertolongan, tidak akan bisa
mengabulkan segala permohonan diri kita, karena Asmaul Husna hanyalah
Nama-Nama Allah Yang Indah lagi Baik yang menunjukkan bahwa Allah SWT memiliki
perbuatan (af’al) yang berjumlah 99 (Sembilan puluh Sembilan) perbuatan. Namun Allah SWT baru akan memberikan bantuan,
pertolongan, dan juga kemudahan dan lain sebagainya kepada diri kita, jika kita
sendiri mampu menempatkan Allah SWT sesuai dengan kebesaran yang dimiliki-Nya
serta sesuai dengan syarat dan ketentuan yang telah ditetapkan-Nya serta yang
telah dicontohkan melalui Nabi-Nya.
Ini berarti yang dapat menolong dan yang dapat mengabulkan permohonan doa
dan harapan diri kita adalah pemilik dari Asmaul Husna (pemilik dari nama-nama
yang indah lagi baik) dalam hal ini
adalah Allah SWT. Dan jika ini adalah
kondisi dasar yang sesungguhnya maka patut dan pantaskah kita meminta
pertolongan, bantuan, ampunan, rezeki, ketenangan kepada Allah SWT dengan
mempergunakan jumlah bilangan tertentu, seolah-olah kedudukan kita lebih tinggi
daripada Allah SWT, padahal Nabi Muhammad SAW tidak pernah mengajarkan dan juga
tidak pernah mencontohkan hal itu kepada umatnya.
Sebagai contoh, katakan Allah SWT adalah pemilik nama Ar Razzaq (Yang
Maha Memberi Rezeki) lalu kita kemukakan dan katakan kata kata Ar Razzaq sekian
ribu kali dengan harapan akan diberikan rezeki oleh Allah SWT lalu apakah
rezeki akan datang kepada diri kita? Sepanjang diri kita tidak mau berusaha dan
tidak mau bekerja untuk memperoleh rezeki maka sepanjang itu pula rezeki tidak
akan datang kepada diri kita walaupun kita telah mengemukakan kata kata Ar
Razzaq ribuan kali. Namun apabila saat kita berusaha dan bekerja, atau saat
berniaga lalu kita katakan kepada Allah secara langsung melalui doa, “Ya Allah
Engkaulah Dzat Yang Maha Pemberi Rezeki, mudahkan aku untuk memperoleh
rezekimu, tambahi rezekiku” yang diikuti dengan upaya usaha dan bekerja serta
tetap melaksanakan ibadah maka Allah SWT selaku pemilik nama Ar Razzaq tentu
akan memudahkan dan menggampangkan diri kita untuk memperoleh rezeki.
Untuk
itu mari kita renungkan sebuah inspirasi dari salah satu sahabat Nabi, yaitu
Umar bin Khattab ra,. Suatu hari Umar bin Khathab pernah melihat sekumpulan
orang duduk santai di sudut masjid setelah selesai shalat Jumat. “Siapa
kalian?” tanya Umar. “Kami adalah orang orang yang bertawakkal kepada Allah,”
jawab mereka. Mendengar jawaban itu, lalu Umar menghalau mereka dengan cemetinya,
seraya berkata: “Jangan-lah salah seorang di antara kalian berhenti dari
mencari rezeki dan hanya berdoa, ‘Ya Allah, berilah aku rezeki’, padahal kalian
semua tahu bahwa langit belum pernah menghujamkan emas dan perak. Bukankah
Allah telah berfirman: “Apabila telah ditunaikan shalat, maka
bertebaranlah kalian di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah
banyak banyak supaya kalian beruntung.” (surat Al Jumuah (62) ayat 10)
Hal yang harus kita perhatikan adalah setelah Allah SWT memudahkan dan
menambah rezeki yang telah kita mohonkan kepada-Nya, jangan pernah menjahit
saku atau dompet yang telah terisi. Namun berikanlah atau tunaikanlah infaq dan
sedekah secara rutin walaupun kecil dari rezeki yang telah kita peroleh
tersebut. Alhasil jika ini kita lakukan maka kelancaran dan kelapangan rezeki
dari Allah SWT akan tetap terjaga. Akan tetapi jika setelah rezeki kita peroleh
lalu tidak mau menunaikan infaq ataupun sedekah dengan alasan untuk dirinya
saja tidak cukup, maka sampai disitu pula rezeki yang telah kita peroleh dan
selanjutnya Allah SWT enggan memberikan lagi rezeki kepada diri kita.
Hal yang samapun berlaku saat diri kita belajar, kita tidak bisa hanya
dengan mengatakan Al Aliem (Yang Maha Mengetahui) ribuan kali maka ilmu dan
pengetahuan dapat kita peroleh dan pahami. Ilmu dan pengetahuan baru akan bisa
kita peroleh dan pahami melalui proses belajar terus menerus yang diiringi
dengan doa kepada Allah SWT, “Ya Allah
tambahi ilmuku, pertinggi kecerdasanku serta mudahkan aku melaksanakan apa-apa
yang aku pelajari.” Kondisi ini belum dapat kita katakan kita telah
memperoleh tambahan ilmu dari Allah SWT sepanjang ilmu dan pengetahuan yang
kita peroleh belum kita ajarkan kepada sesama. Ilmu dan pengetahuan baru dapat
dikatakan bertambah jika kita sudah mampu mengajarkan atau berbagi ilmu kepada
sesama melalui proses belajar dan mengajar kepada sesama tanpa pamrih dan tanpa
ada yang ditutup tutupi.
6. Tidak ada larangan jika kita berdzikir (mengingat Allah
SWT) dengan memper-gunakan lafazh-lafazh nama nama Allah yang indah lagi baik
(asmaul husna) sepanjang tidak disangkut pautkan dengan jumlah bilangan
tertentu untuk tujuan tertentu, dengan hari dan waktu tertentu. Banyak manfaat dan faedah yang bisa kita peroleh dan rasakan dari
berdzikir (mengingat Allah SWT) sehingga kita merasa selalu diawasi oleh Allah
SWT, atau ia merasa bahwa Allah SWT selalu menyertai dirinya di manapun,
kapanpun, dalam kondisi apapun serta hati menjadi tenang dengan mengingat Allah
SWT. Allah SWT berfirman: “ Maka apabila kamu telah menyelesaikan
shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu
berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, Maka dirikanlah shalat itu
(sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan
waktunya atas orang-orang yang beriman. (surat An Nisaa’
(4) ayat 103)
Kata
"dzikir" menurut bahasa artinya ingat. Sedangkan dzikir menurut
pengertian syariat adalah mengingat Allah SWT dengan maksud untuk mendekatkan
diri kepada-Nya sebanyak banyaknya dengan tanpa menghitung hitung berapa jumlah
yang akan dan telah kita dzikirkan dikarenakan dalam dzikir tidak mengenal
istilah “jarak, ruang dan waktu”. Sebagaimana dikemukakan di dalam surat Al
Ahzab (33) ayat berikut ini: "Hai orang-orang yang beriman,
berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya."
(surat Al-Ahzab (33) ayat 41).” Sedangkan berdasarkan ketentuan di
dalam surat Ali Imran (3) ayat 191 berikut ini: "(yaitu) orang-orang yang
mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan
mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya
Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau,
maka peliharalah kami dari siksa neraka."
Adanya ketentuan ini
maka kita dapat melakukan dzikir sambil berdiri, sambil duduk, sambil
berbaring, atau dalam segala keadaan seperti di tengah kemacetan, di tengah
menghadapi antrian, di tengah tengah keramaian, dimanapunn kita berada dan lain
sebagainya. Atau dengan kata lain, berdzikir dapat dilakukan dengan berbagai
cara dan dalam keadaan bagaimanapun, kecuali di tempat yang tidak sesuai dengan
kesucian Allah SWT, seperti bertasbih dan bertahmid di dalam kamar mandi. Dan
masih berdasarkan ketentuan surat Ali Imran (3) ayat 191 di atas, dzikir bukan
hanya aktivitas mengingat Allah SWT semata. Akan tetapi kegiatan memikirkan,
merenungkan serta mempelajari tentang penciptaan langit dan bumi juga termasuk
dalam kategori berdzikir kepada Allah SWT.
Kita diperintahkan untuk berdzikir kepada Allah SWT agar kita selalu mengingat akan kekuasaan dan
kebesaranNya sehingga kita bisa terhindar dari penyakit sombong, angkuh dan
takabbur.
Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi, ada
satu hal lainnya yang harus kita perhatikan yaitu ingat kepada Allah SWT
bukanlah sekedar ingat. Akan tetapi ingat kepada Allah SWT haruslah ingat yang
harus disertai dengan perbuatan yang sesuai dengan yang kita ingat. Katakan
jika kita ingat Allah SWT adalah Maha Kaya, maka jika kita memiliki kekayaan
yang berasal dari Allah SWT sudahkah kekayaan yang kita miliki kita pergunakan
di dalam kehendak Allah SWT, atau sudahkah sebahagian kekayaan yang kita miliki
kita keluarkan hak Allah SWT kepada orang yang memerlukan, atau sudahkah
kekayaan yang kita miliki kita pergunakan untuk membeli tiket masuk syurga atau
jangan sampai kekayaan yang kita miliki justru membawa diri kita ke Neraka
Jahannam.
Ingat bahwa Allah SWT
selaku Dzat Yang Maha Besar tidak butuh dengan dzikir yang kita lakukan,
melainkan kitalah yang sangat membutuhkan dzikir kepada Allah SWT. Jika kita
mampu berdzikir yang sesuai dengan kehendak Allah SWT, akan mampu menghantarkan
diri kita mengenal siapa diri kita dan siapa Allah SWT yang sesungguhnya lalu
mampu menghantarkan diri kita hanyalah sebagai hamba semata (abd’) sedangkan
Allah SWT adalah Tuhan bagi seluruh alam semesta (Rabb). Dan agar diri kita
mampu berdzikir yang sesuai dengan kehendak Allah SWT.
D. HUBUNGAN ANTARA
PENDEKATAN DZAT, PENDEKATAN SIFAT DAN
PENDEKATAN NAMA NAMA ALLAH SWT YANG INDAH LAGI BAIK.
Sekarang kita telah mengetahui tiga buah pendekatan dalam rangka untuk
mengenal Allah (ma’rifatullah) secara lebih dekat sehingga kita tahu Allah SWT
seperti apa. Lalu apa yang harus kita lakukan dengan ketiga pendekatan
tersebut? Jika kita berbicara, jika
kita mengucapkan, jika kita mengemukakan, jika kita menyatakan, serta jika kita
mengimani dan meyakini tentang Allah SWT, maka kita harus menyatakannya dalam
satu kesatuan yang tidak terpisahkan antara Dzat Allah SWT, Sifat Allah SWT
serta Asma Allah SWT dalam satu kesatuan. Adanya kondisi ini berarti Hubungan
Dzat, Sifat dan Asma yang dimiliki oleh Allah SWT adalah tidak bisa dipisahkan
pengertiannya, tidak bisa dipisahkan pemahamannya sehingga harus diimani secara
utuh.
Ini berarti ketentuan tentang Dzat Allah SWT, ketentuan tentang Sifat
Allah SWT dan serta ketentuan tentang Asma Allah SWT tidak boleh
dipisah-pisahkan, tidak boleh dikotak-kotakkan. Misalnya ketentuan tentang Dzat
Allah SWT berdiri sendiri, ketentuan tentang Sifat Allah SWT berdiri sendiri,
serta ketentuan tentang Asma Allah SWT berdiri sendiri. Dan untuk memudahkan
pemahaman tentang apa yang kami kemukakan di atas, jika Allah SWT mempunyai
nama Ar Rakhman maka Ar Rakhman yang dimiliki oleh Allah SWT pasti bersifat
Baqa, bersifat Mukhalafah Lil Hawadish, bersifat Qiyamuhu Binafsih, bersifat
Wahdaniyah dan seterusnya sesuai dengan sifat Salbiyah yang dimiliki-Nya yang
kesemua-nya saling berhubungan antara Sifat dan Asmaul Husna yang lainnya.
Demikian pula dengan sifat Baqa, jika Allah SWT memiliki sifat Baqa, maka Baqa
pula, sifat Ma’ani Allah SWT dan Baqa pula Asmaul Husna Allah SWT dan Baqa pula
sifat Salbiyah Allah SWT yang lainnya. Selanjutnya, ada 6 (enam) hal yang harus
kita jadikan pedoman saat diri kita menyatakan bahwa Route to 1.6.7.99 memiliki
makna syahadat, yaitu:
1. Sampai dengan kapanpun juga Allah SWT hanya satu
sebab tidak ada tuhan-tu-han lain selain Allah SWT yang ada di alam semesta ini.
2. Jauh dekatnya Allah SWT dengan diri kita sangat tergantung dengan persangkaan kita kepada
Allah SWT, atau sejauh mana kita
menyambungkan diri kepada Allah SWT, atau sejauh mana kita menghubungkan diri
kepada Allah SWT. Hal ini dimungkinkan sebab yang jauh dari Allah SWT hanyalah
Dzat-Nya karena berada di Arsy, sedangkan sifat Ma’ani dan Asmaul Husna Allah
SWT itu sangat dekat sehingga tidak terpisahkan dengan diri kita.
3. Kita diperkenankan oleh Allah SWT untuk berdoa
dengan mempergunakan nama-Nya yang indah lagi baik (Asmaul Husna), akan tetapi
tidak dengan ukuran-ukuran tertentu, atau dalam jumlah bilangan tertentu, di
hari tertentu sebab kita bukan sesuatu yang dapat memerintahkan Allah SWT untuk
menolong, membantu diri kita melalui bacaan yang kita baca.
4. Ke-esaan Allah SWT, Kemahaan Allah SWT, Kebesaran
Allah SWT yang termaktub di dalam Asmaul Husna tidak ada hubungannya baik
langsung maupun tidak langsung dengan Jumlah dan bilangan tertentu yang kita
baca.
5. Ke-esaan Allah SWT, Kemahaan Allah SWT, Kebesaran
Allah SWT yang termaktub di dalam Asmaul Husna harus ditempatkan, harus
diletakkan, harus didudukkan sesuai dengan Keesaan, Kemahaan dan Kebesaran
Allah SWT itu sendiri.
6. Tidak ada guna dan manfaatnya jika Allah SWT yang
kita seru, Allah SWT yang kita panggil dan Allah SWT yang kita sebut dengan
mempergunakan nama-Nya yang indah lagi baik (asmaul husna) jika yang dipanggil,
yang diseru, yang disebut hanya diam saja, tidak mau menengok, tidak mau
mendengar, atau bahkan Allah SWT menganggap angin lalu saja seluruh seruan dan
seluruh panggilan yang kita lakukan. Dan agar
seruan, panggilan, yang kita lakukan kepada Allah SWT melalui Asmaul Husna didengar dan
dijawab, kita harus terlebih dahulu menyamakan gelombang, menyamakan saluran,
menyamakan persepsi, menyamakan kondisi dasar dan juga menyamakan kriteria
antara penyeru atau pemanggil dengan yang diseru atau yang dipanggil. Tanpa
adanya pemenuhan syarat dan ketentuan yang kita penuhi terlebih dahulu maka
usaha kita untuk memanggil, menyeru, menyebut tidak akan pernah berhasil.
Sebagai makhluk yang diciptakan oleh Allah SWT dan yang sedang menumpang
di langit di bumi yang tidak pernah kita ciptakan, kita harus sadar dengan
sesadar-sadarnya bahwa antara diri kita dengan Allah SWT tidak akan mungkin
sejajar kedudukannya. Untuk itu jika kita
merasa telah tahu diri, tahu siapa diri kita dan tahu siapa Allah SWT, maka
sudah sepantasnya dan sepatutnya kita menjadi makhluk yang tahu diri sehingga
mampu menempatkan Allah SWT sesuai dengan kemahaan dan kebesaran yang
dimiliki-Nya serta mampu menempatkan diri kita sendiri sesuai dengan kepatutan
sebagai makhluk yang menumpang di muka bumi yang diciptakan dan dimiliki oleh
Allah SWT.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar