Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Rabu, 07 Juli 2021

TAHU ALLAH SWT MELALUI PENDEKATAN ROUTE TO 1.6.7.99 (PART 2 of 3)


 

C.   PENDEKATAN MELALUI NAMA-NAMA ALLAH SWT YANG INDAH LAGI BAIK (ASMAUL HUSNA).

 

Sebelum kami membahas lebih lanjut tentang Pendekatan melalui nama-nama Allah SWT yang indah lagi baik (Asmaul Husna), yang tidak lain merupakan jawaban dari angka 99 (sembilan puluh sembilan) yang terdapat dalam istilah Route to 1.6.7.99. Berikut ini akan kami kemukakan sebuah ilustrasi sebagai berikut: Nama yang diberikan oleh orang tua kepada saya adalah “Budi Rachmat”, sekarang siapakah panggilan, atau sebutan saya jika saya mengajar di sekolah, apakah tetap “Budi Rachmat” ataukah dipanggil dengan sebutan pak guru? Saat mengajar di sekolah maka saya akan dipanggil dengan panggilan pak Guru. Sekarang bagaimana jika saya mengemudikan kapal laut, siapakah sebutan saya saat itu? Saat mengemudikan kapal laut maka saya dipanggil dengan sebutan Nahkoda. Hal yang samapun terjadi jika saya mengemudikan kereta, maka saya akan dipanggil dengan sebutan Masinis. Sekarang berubahkah nama saya setelah melakukan suatu pekerjaan? Nama saya tetap “Budi Rachmat” sampai kapanpun juga, namun panggilan atau sebutan yang berlaku bagi saya dapat berubah sesuai dengan peran dan pekerjaan, atau perbuatan, atau profesi yang saya lakukan.

 

Lalu bagaimana dengan Allah SWT yang memiliki Asmaul Husna sebanyak 99 (sembilan puluh sembilan) yang termaktub dalam nama-nama Allah SWT yang indah lagi baik? Adanya nama-nama Allah SWT sebanyak 99(sembilan puluh sembilan) bukanlah berarti Allah SWT berjumlah 99 (sembilan puluh sembilan). Allah SWT tetap satu (tetap esa) sampai dengan kapanpun juga, namun Allah SWT akan bernama, atau Allah SWT akan dinamakan An Nuur pada saat Allah SWT menjadi Dzat Yang Maha Bercahaya. Allah SWT akan bernama Al Barr pada saat Allah SWT menjadi Dzat Yang Maha Dermawan, demikian pula Allah SWT akan bernama Al Baqqi pada saat Allah SWT menjadi Dzat Yang Maha Kekal. Sekarang bagaimana dengan As Salam? Allah SWT akan dinamakan As Salam pada saat Allah SWT bertindak sebagai Dzat Yang Maha Penyelamat. Hal yang samapun terjadi pada saat Allah SWT sebagai Yang Maha Kuasa, maka Allah SWT akan bernama Al Qaadir. Demikian seterusnya sesuai dengan Asmaul Husna yang dimiliki oleh Allah SWT. Selanjutnya apakah kebesaran dan kemahaan Allah SWT akan berubah dengan adanya Asmaul Husna yang berjumlah 99 (sembilan puluh sembilan)?

 

Kemahaan, Kebesaran dari Allah SWT tidak akan sedikitpun berubah, atau mengalami perubahan walaupun Allah SWT memiliki nama-nama yang indah lagi baik sebanyak 99(sembilan puluh sembilan). Yang berubah dari Allah SWT hanyalah namanya saja, hal ini karena disesuaikan dengan aktivitas dan perbuatan Allah SWT atau yang dikenal dengan istilah Asmaul Husna, sebagaimana dua buah firman-Nya berikut ini: “Dialah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Dia mempunyai Al Asmaaul Husna (nama-nama yang baik). (surat Thaahaa (20) ayat 8). Dan juga melalui firman-Nya dalam surat Al Hasyr (59) ayat 22, 23, 24 berikut ini: “Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Dia-lah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, Raja, yang Maha Suci, yang Maha Sejahtera, yang Mengaruniakan Keamanan, yang Maha Memelihara, yang Maha perkasa, yang Maha Kuasa, yang memiliki segala Keagungan, Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.Dialah Allah yang Menciptakan, yang Mengadakan, yang membentuk Rupa, yang mempunyai asmaaul Husna. bertasbih kepadanya apa yang di langit dan bumi. dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (surat Al Hasyr (59) ayat 22-23-24). 


Dan berikut ini akan kami kemukakan 99 (sembilan puluh sembilan) Nama-Nama Allah SWT yang indah lagi baik (Asmaul Husna), sebagaimana hadits berikut ini: “Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya milik Allah 99 (Sembilan puluh Sembilan) nama, barangsiapa yang mengihshonya (maksudnya menghafalnya, beriman terhadapnya dan konsekuensi-nya serta beramal dengan isi kandungan  dari nama tersebut) maka pasti masuk syurga. (Hadits Riwayat Bukhari, Muslim). :

  

A S M A U L  H U S N A

(Nama-Nama Allah yang Indah Lagi Baik)

1

Ar-Rakhman

Maha Pengasih, pemberi kenikmatan yang agung-agung, pengasih di dunia dan pengasih yang zhahir

2

Ar-Rahiem

Maha Penyayang, pemberi kenikmatan yang pelik-pelik, penyayang di akhirat dan/atau pengasih yang bathin.

3

Al-Maalik

Maha Merajai, Maha Memiliki, mengatur kerajaan & milik-Nya dengan kehendak-Nya.

4

Al-Quddus

Maha Suci, suci dari segala cacat dan cela.

5

As-Salam

Maha Penyelamat, pemberi keamanan dan kesentosaan bagi makhluk-Nya.

6

Al-Mu'min

Maha Pemelihara Keamanan, siapa yang salah mendapat siksa, sedangkan yang taat dapat pahala.

7

Al-Muhaimin

Maha Penjaga, Maha Pemberi Kebahagiaan lahir dan bathin, melindungi segala sesuatu.

8

Al-'Aziz

Maha Mulia, kuasa dan mampu berbuat sekehendaknya

9

Al-Jabbar

Maha Perkasa, mencukupi segala kebutuhan, melangsungkan segala perintah-Nya serta memperbaiki keadaan seluruhnya.

10

Al-Mutakabbir

Maha Sombong/Megah, menyendiri dengan sifat keagungan & kemegahan-Nya.

11

Al –Khaliq

Maha Pencipta, mengadakan seluruh makhluk tanpa asal, juga menakdirkan adanya semua ini.

12

Al-Baari'

Maha Pembuat, mengadakan sesuatu yang bernyawa yang ada asal mulanya.

13

Al-Mushawwir

Maha Pembentuk, memberikan gambaran atau bentuk pada sesuatu yang berbeda dengan lainnya yang sesuai dengan keadaan & keperluannya.

14

Al-Ghaffar

Maha Pengampun, banyak pemberian maaf-Nya dan menutupi dosa-dosa dan kesalahan.

15

Al-Qahhar

Maha Pemaksa, menggenggam segala sesuatu dalam kekuasaan-Nya serta memaksa makhluk menurut kehendak-Nya.

16

Al-Wahhab

Maha Pemberi, banyak kenikmatan dan selalu memberi kurnia dan anugerah.

17

Ar-Razzaq

Maha Pemberi Rezeki. membuat berbagai rezeki serta membuat pula sebab-sebab diperolehnya.

18

Al-Fattaah

Maha Membukakan, yakni membuka gudang dan gedung penyimpanan rahmat-Nya untuk seluruh hamba-Nya.

19

Al-'Aliem

Maha Mengetahui, yakni mengetahui segala yang maujud ini dan tidak ada sesuatu benda apapun yang tersembunyi  dari pengetahuan-Nya.

20

Al-Qoobidl

Maha Pencabut, mengambil nyawa atau mempersempit  rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya.

21

Al-Bassith

Maha Meluaskan, memudahkan terkumpulnya rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya.

22

Al- Khafidl

Maha Menjatuhkan, yakni terhadap orang-orang yang selayaknya  dijatuhkan karena akibat kelakuannya sendiri.

23

Ar-Rafi'

Maha Mengangkat, yakni terhadap orang-orang yang selayaknya diangkat karena usahanya yang giat yaitu yang termasuk golongan kaum yang bertaqwa.

24

Al-Mu'izz

Maha Pemberi Kemuliaan, yakni kepada orang-orang yang berpegang teguh kepada agama-Nya dengan memberi pertolongan & kemenangan.

25

Al-Mudzill

Maha Pemberi Kehinaan,  yakni kepada musuh-musuh-Nya dan musuh umat Islam seluruhnya.

26

Al-Saami'

Maha Mendengar.

27

Al-Bashir

Maha Melihat.

28

Al-Hakam

Maha Menetapkan Hukum, sebagai hakim yang memutuskan yang tidak seorangpun dapat menolak keputusan-Nya, juga tidak seorangpun yang kuasa merintangi kelangsungan hukum-Nya.

29

Al-'Adlu

Maha Adil, serta sangat sempurna dalam keadilan-Nya

30

Al-Lathief

Maha Lembut, yakni mengetahui segala yang samar-samar, yang pelik-pelik dan yang kecil-kecil.

31

Al –Khoobir

Maha Waspada dan/atau Maha Pemberi Khabar

32

Al-Haliim

Maha  Penghiba atau Maha Penyantun, penyantun yang tidak tergesa-gesa melakukan kemarahan dan pula gegabah memberikan siksaan.

33

Al-'Azhiem

Maha  Agung, yakni mencapai puncak tertinggi dari mercusuar keagungan karena  bersifat dengan segala macam sifat kebesaran dan kesempurnaan.

34

Al-Ghafuur

Maha  Pengampun, banyak pengampunanNya kepada hamba-hambaNya.

35

Asy-Syakuur

Maha  Pembalas, yakni memberikan balasan yang banyak sekali atas amalan yang kecil dan tidak berarti.

36

Al-'Aliyy

Maha Tinggi, yakni mencapai tingkat yang setinggi-tingginya yang tidak mungkin digambarkan oleh akal fikiran siapapun dan tidak dapat dipahami oleh otak yang bagaimanapun pandainya.

37

Al-Kabiir

Maha Besar, yang kebesarannya tidak dapat diikuti oleh panca indera ataupun akal sehat manusia.

38

Al-Hafiidz

Maha Pemelihara, yakni menjaga sesuatu jangan sampai rusak dan guncang. Juga menjaga segala amal perbuatan hamba-hamba-Nya, sehingga tidak akan disiasiakan sedikitpun untuk memberi balasan-Nya.

39

Al-Muqiit

Maha Pemberi Kecukupan, baik yang berupa makanan tubuh ataupun makanan ruhani.

40

Al-Hasiib

Maha Penjamin, yakni memberi jaminan kecukupan kepada seluruh hamba-Nya, juga dapat diartikan Maha Menghisab amalan hamba-Nya pada hari kiamat.

41

Al-Jaliil

Maha Luhur, yang mempunyai sifat keluhuran karena kesempurnaan sifat-sifat-Nya.

42

Al-Kariem

Maha Pemurah, mulia hati dan memberi siapapun tanpa diminta atau sebagai penggantian dari sesuatu pemberian.

43

Al-Raqieb

Maha Peneliti, yang mengamat-amati gerak-gerik segala sesuatu dan mengawasinya.

44

Al-Mujiib

Maha Mengabulkan, yang memenuhi permohonan siapa saja yang berdoa kepada-Nya.

45

Al-Waasi'

Maha Luas, yakni bahwa segala kerahmatan-Nya itu merata kepada segala yang maujud dan luas pula ilmu-Nya terhadap segala sesuatu.

46

Al-Hakiim

Maha Bijaksana, yakni memiliki kebijaksanaan yang tertinggi, kesempurnaan ilmu-Nya serta kerapihan-Nya dalam membuat segala sesuatu.

47

Al-Waduud

Maha Pencinta, yang menginginkan segala kebaikan untuk seluruh hamba-Nya dan pula berbuat baik  pada mereka itu dalam segala ihwal dan keadaan.

48

Al-Majiid

Maha Mulia, yakni mencapai tingkat teratas dalam hal kemulian dan keutamaan.

49

Al –Baa'its

Maha Membangkitkan,  yakni membangkitkan para Rasul, membangkitkan semangat dan kemauan, juga membangkitkan orang-orang yang telah mati dari masing-masing kuburnya pada hari kiamat.

50

Asy-Syahiid

Maha Menyaksikan, Maha Mengetahui keadaan semua makhluk-Nya.

51

Al-Haqq

Maha Haq , Maha Benar, yang kekal dan tidak akan berubah sedikitpun.

52

Al-Wakiil

Maha Memelihara Penyerahan, yakni memelihara semua urusan hamba-hamba-Nya dan apa-apa yang menjadi kebutuhan mereka itu.

53

Al-Qawiyy

Maha Kuat, yaitu memiliki kekuatan yang sesempurna-sempurnanya.

54

Al-Matiin

Maha Kokoh, Maha Perkasa, yakni memiliki keperkasaan yang sudah sampai dipuncaknya.

55

Al-Waliyy

Maha Melindungi, yakni melindungi serta menertibkan semua kepentingan makhluk-Nya karena kecintaan-Nya yang sangat pada mereka itu dan pemberian pertolongan-Nya yang tidak terbatas pada keperluan mereka.

56

Al-Hamid

Maha Terpuji, yang memang sudah selayaknya untuk memperoleh pujian dan sanjungan.

57

Al-Muhshi

Maha Penghitung, yang tidak satupun tertutup dari pandangan-Nya dan semua amalan itupun diperhitungankan sebagaimana wajarnya.

58

Al-Mubdi'

Maha Memulai, yang melahirkan sesuatu yang asalnya tidak ada & belum maajud.

59

Al-Mu'iid

Maha Mengulangi, yakni menumbuhkan kembali setelah lenyapnya atau setelah rusaknya.

60

Al-Muhyi

Maha Menghidupkan, yakni memberikan daya kehidupan pada setiap sesuatu yang berhak hidup.

61

Al-Mummit

Maha Mematikan, yakni mengambil kehidupan (Ruh) dari apa yang hidup, lalu disebut mati.

62

Al-Hayy

Maha Hidup, kekal pula Hidup-Nya itu.

63

Al-Qayyuum

Maha Berdiri Sendiri, baik DzatNya, Sifat-Nya, Asma-Nya dan Af'al-Nya. Juga membuat berdirinya apa-apa yang selain Dia, dengan-Nya pula berdirinya langit dan bumi ini.

64

Al-Waajid

Maha Kaya, dapat menemukan apa saja yang diinginkan-Nya, maka tidak membutuhkan pada suatu apapun karena sifat kaya-Nya yang secara mutlak.

65

Al-Maajid

Maha Mulia, yakni mencapai tingkat teratas dalam hal kemuliaan dan keutamaan.

66

Al-Wahhid

Maha Tunggal.

67

Al-Ahad

Maha Esa.

68

Ash-Shomad

Maha Dibutuhkan/Tempat Bergantung, yakni selalu menjadi tujuan dan harapan orang di waktu hajad dan keperluan.

69

Al-Qaadir

Maha Kuasa.

70

Al-Muqtadir

Maha Menentukan.

71

Al-Muqoddim

Maha Mendahulukan, yakni mendahulukan sebagian benda dari yang lainnya dalam perwujudannya atau dalam kemuliaan, selisih waktu dan tempatnya.

72

Al-Mu'akhkhir

Maha Mengakhirkan atau Membelakangkan.

73

Al-Awwal

Maha Pertama, dahulu sekali dari semua yang maujud.

74

Al-Aakhir

Maha Penghabisan, kekal selamanya tanpa ujung.

75

Azh-Zhohir

Maha Nyata, yakni menyatakan dan menampakkan ke-WujudanNya itu dengan bukti-bukti dan tanda-tanda ciptaan-Nya

76

Al-Baathin

Maha Tersembunyi, tidak dapat dimaklumi Dzat-Nya, sehingga tidak seorangpun dapat mengenal Kunhi Dzatnya

77

Al-Waaly

Maha Menguasai, menggenggam sesuatu dalam kekuasaan-Nya dan menjadi milik-Nya.

78

Al-Muta'aaly

Maha Suci, Maha Tinggi, terpelihara dari segala kekurangan dan kerendahan.

79

Al-Barri

Maha Dermawan, banyak kebaikan-Nya dan besar kenikmatan yang dilimpahkan-Nya.

80

Al-Tawwaab

Maha Penerima Taubat, memberikan pertolongan kepada orang-orang yang bermaksiot untuk melakukan taubat lalu Allah akan menerimanya.

81

Al-Muntaqim

Maha Penyiksa, kepada orang yang berhak untuk memperoleh siksa-Nya.

82

Al-Afuww

Maha Pemaaf, pelebur kesalahan orang yang suka kembali untuk meminta maaf kepada-Nya.

83

Ar-Ra'uuf

Maha Pengasih, banyak kerahmatan-Nya dan kasih sayang-Nya.

84

Maalikul Mulk

Maha Menguasai Kerajaan,

85

Dzul Jalaal Wal  Ikroom

Maha Memiliki Kebesaran dan Kemuliaan

86

Al-Muqsith

Maha Mengadili, yakni memberikan kemenangan pada orang-orang yang teraniaya dari tindakan orang-orang yang menganiaya dengan keadilan-Nya.

87

Al-Jaami'

Maha Mengumpulkan,

88

Al-Ghoniyy

Maha Kaya, yang tidak membutuhkan apapun dari yang selain Dzat-Nya sendiri, tetapi yang lain sangat membutuhkan-Nya.

89

Al-Mughniy

Maha Pemberi Kekayaan

90

Al-Maani'

Maha Pembela atau Maha Penolak

91

Adl-Dlaarr

Maha Pemberi Bahaya, dengan menurunkan siksa-siksa-Nya kepada musuh-musuh-Nya

92

An-Naafi'

Maha Pemberi Kemanfaatan

93

An-Nuur

Maha Bercahaya, yakni menonjolkan Dzat-Nya sendiri dan menampakkan untuk yang selain-Nya dengan menunjukkan tanda-tanda kekuasaan-Nya.

94

Al-Haadii

Maha Pemberi Petunjuk, memberikan jalan yang benar kepada segala sesuatu agar langsung adanya dan terjaga kehidupannya.

95

Al-Badii'

Maha Pencipta Yang Baru

96

Al-Baaqi

Maha Kekal, yakni kekal hidup-Nya  selama-lamanya.

97

Al-Waarist

Maha Pewaris, yakni kekal setelah musnahnya seluruh makhluk.

98

Ar-Rasyid

Maha Cendekiawan, yakni memberi penerangan dan tuntunan pada seluruh hamba-Nya  dan segala peraturan-Nya itu berjalan menurut ketentuan yang digariskan  oleh kecendekiawanan-Nya.

99

Ash-Shabur

Maha Penyabar, yang tidak tergesa-gesa memberikan siksaan dan tidak pula cepat-cepat melaksanakan sesuatu sebelum waktunya.

 

Sekarang mari kita pelajari apa yang dikemukakan oleh “Zaini Munir Fadloli dalam artikelnya “klasifikasi asmaul husna” yang dikemukakan dalam laman “tuntunanislam.id yang mengemukakan bahwa: Sayid Sabiq, seorang guru besar di Universitas Al-Azhar Kairo, di dalam kitabnya “Al-Aqaidul Islamiyah” halaman 48-50 telah mengklasifikasi nama-nama Allah yang indah lagi baik (al-Asma’ul Husna) yang tercantum di dalam AlQuran ke dalam 8 (delapan) kelompok, yaitu:

 

1.    Nama-nama yang berhubungan dengan Dzat Allah SWT, seperti: Al-Wahid (Maha Esa); Al-Haq (Maha Benar); Ash-Shamad (Maha Dibutuhkan);Al-Awwal (Maha Pertama); Al-Akhir (Maha Penghabisan); Al-Quddus (Maha Suci), dan lain-lain.

 

2. Nama-nama yang berhubungan dengan penciptaan Allah SWT, seperti: Al-Khaliq (Maha Pencipta); Al-Mushawwur (Maha Pembentuk); Al-Bari’ (Maha Pembuat):  dan Al-Badi’ (Maha Pencipta yang baru)

 

3.   Nama-nama yang berhubungan dengan sifat kecintaan dan kerahmatan Allah SWT, seperti: Ar-Rahman (Maha Pengasih); Ar-Rahiim (Maha Penyayang); Al-Mu’min (Maha Pemberi Keamanan); Al-Wadud (Maha Pencinta); Al-Barru (Maha Dermawan); Al-Wahhab (Maha Pemberi); Ar-Razzaq (Maha Pemberi Rezeqi), dan lain-lain.

 

4.   Nama-nama yang berhubungan dengan keagungan dan kemuliaan Allah SWT, seperti: Al-Adzim (Maha Agung); Al-‘Ali (Maha Tinggi);  Al-Qawiy (Maha Kuat); Al-Aziz (Maha Mulia); Al-Qahhar (Maha Pemaksa); Al-Mutakabbir (Maha Megah), dan lain-lain.

 

5.    Nama-nama yang berhubungan dengan ilmu Allah SWT seperti: Al-Alim (Maha Mengetahui);  As-Sami’ (Maha Mendengar); Al-Bashir (Maha Melihat); Ar-Raqib (Maha Meneliti); Al-Muhaimin (Maha Menjaga); Al-Hakim (Maha Bijaksana); Al-Khabir (Maha Waspada); As-Syahid (Maha Menyaksikan) dan Al-Bathin (Maha Mengetahui yang tersembunyi)

 

6.   Nama-nama yang berhubungan dengan kekuasaan Allah SWT dan pengaturan-Nya atas segala sesuatu, seperti: Al-Qadir (Maha Kuasa); Al-Waliy (Maha Melindungi); Al-Malik (Maha Merajai); Al-Fattah (Maha Pembuka); Al-Wakil (Maha Pemelihara Penyerahan) dan lain-lain.

 

7.    Nama-nama Allah lain yang tidak tercantum di dalam AlQuran tetapi merupakan sifat-sifat yang erat kaitannya dengan sifat atau perbuatan Allah SWT yang disebutkan di dalam AlQuran, seperti: Al-Qabidl (Maha Pencabut); Al-Baits (Maha Membangkitkan); Al-Mubdi’u (Maha Memulai), Al-Baqi (Maha Kekal) dan lain-lain.

 

8.    Nama-nama Allah lain yang terambil dari makna atau pengertian nama-nama yang terdapat di dalam AlQuranul karim, seperti: An-Nur (Maha Bercahaya), Ar-Rasyid (Maha Cendekiawan);  Al-Adl (Maha Adil); Ash-Shabbur (Maha Penyabar); Al-Jalil (Maha Luhur), dan lain-lain.

 

Sekarang kita telah mengetahui tentang nama-nama Allah SWT yang indah lagi baik (asmaul husna), untuk itu ketahuilah bahwa ada 4 (empat) perkara yang dapat merusak nama-nama dan sifat-sifat Allah sebagaimana berikut ini:  

 

PertamaTahrif. Yang dimaksud dengan  tahrif yaitu mengubah lafazh Al Asma’ul Husna dan Sifat-sifat-Nya Yang Maha Tinggi atau makna-maknanya. Tahrif ini dibagi menjadi dua: Tahrif dengan cara menambah, mengurangi, atau merubah bentuk lafazh. Misalnya, lafadz  ‘istawa’ (bersemayam) dirubah dengan istaula (menguasai). Tahrif dengan cara merubah makna, Artinya, tetap membiarkan lafazh sebagaimana aslinya, tetapi melakukan perubahan terhadap maknanya. Contohnya adalah perkataan ahli bid’ah yang menafsirkan ghadhab (marah), dengan iradatul intiqam (keinginan untuk membalas dendam); Rahmah (kasih sayang), dengan iradatul in’am (keinginan untuk memberi nikmat); dan Al Yadu (tangan), dengan an ni’mah (nikmat).

 

Kedua:  Ta’thil. Yang dimaksud dengan ta’thil yaitu menolak penetapan nama dan sifat Allah yang disebutkan dalam dalil. baik secara keseluruhan maupun hanya sebagian. Contoh menolak secara keseluruhan adalah yang tidak mau menetapkan nama maupun sifat untuk Allah. Mereka menganggap bahwa siapa yang  menetapkan nama dan sifat untuk Allah berarti dia musyrik. Contoh menolak sebagian adalah yang membatasi sifat Allah hanya bebeberapa sifat saja dan menolak sifat lainnya. Atau menetapkan sebagian nama Allah dan menolak nama lainnya.

 

Ketiga: Takyif. Yang dimaksud dengan takyif yaitu menggambarkan bagaimanakah hakikat sifat dan nama yang dimiliki oleh Allah. Misalnya, Tangan Allah, digambarkan bentuknya bulat, panjangnya sekian, ada ruasnnya, dan lain-lain.Kita hanya wajib mengimani nama dan sifat Allah apa adanya, sebaliknya, kita dilarang untuk menggambarkannya.Karena hal ini tidak mungkin dilakukan makhluk. Untuk mengetahui bentuk dan hakikat sebuah sifat, hanya bisa diketahui dengan tiga hal: Melihat dzat tersebut secara langsung. Dan ini tidak mungkin kita lakukan, karena manusia di dunia tidak ada yang pernah melihat Allah SWT. Ada sesuatu yang semisal dzat tersebut, sehingga bisa dibandingkan. Dan ini juga tidak mungkin dilakukan untuk Dzat Allah, karena tidak ada makhluk yang serupa dengan Allah. Maha Suci Allah dari hal ini.Ada berita yang akurat (khabar shadiq) dan informasi tentang Dzat dan sifat Allah. Baik dari AlQuran maupun hadits. Karena itu, manusia yang paling tahu tentang Allah adalah Rasul-Nya. Namun demikian, Nabi SAW tidak pernah menggambarkan bentuk dan hakikat sifat Allah SWT.

 

KeempatTamtsil/Tasybih. Yang dimaksud dengan tamtsil atau tasybih  yaitu menyamakan Allah dengan makhluk-Nya  atau  menjadikan sesuatu yang menyerupai Allah SWT dalam sifat-sifat Dzatiyah maupun Fi’liyah-Nya.Tamtsil ini dibagi menjadi dua, yaitu: (a) menyerupakan makhluk dengan Pencipta. Misalnya orang-orang Nasrani yang menyerupakan Al-Masih putera Maryam dengan Allah SWT dan orang-orang Yahudi yang menyerupakan ‘Uzair dengan Allah SWT pula. Maha Suci Allah dari itu semua. (b) menyerupakan Pencipta dengan makhluk. Contohnya adalah orang-orang yang mengatakan bahwa Allah SWT mempunyai wajah seperti wajah yang dimiliki oleh makhluk, memiliki pendengaran sebagaimana pendengaran yang dimiliki oleh makhluk, dan memiliki tangan sebagaimana tangan yang dimiliki oleh makhluk, serta penyerupaan-penyerupaan lain yang bathil. Maha Suci Allah dari apa yang mereka ucapkan.  

 

Sekarang apa yang harus kita sikapi dengan adanya 99 (sembilan puluh sembilan) nama-nama Allah SWT yang indah lagi baik (asmaul husna) ini? Berikut ini akan kami kemukakan beberapa hal yang harus kita ketahui dan pahami dengan baik dan benar saat kita hidup di dunia ini, yaitu:

 

1.   Nama Nama Allah SWT yang indah lagi baik (asmaul husna) di mulai dari Ar Rahman (yang maha pengasih) yang dilanjutkan dengan Ar Rahiim (yang maha penyayang) dan yang di posisi 99 (sembilan puluh sembilan) adalah Ash Shabur (yang maha sabar). Adanya posisi seperti ini, lalu pernahkah kita merenungkan dan  membayangkan jika posisi Ash Shabur bukan diletakkan di angka 99 (sembilan puluh sembilan)? Jika posisi Ash Shabur tidak diletakkan di angka 99 (sembilan puluh sembilan) maka berlakulah ketentuan sebagaimana firman Allah SWT berikut ini: “Dan sekiranya Allah menghukum manusia disebabkan apa yang telah mereka perbuat, niscaya Dia tidak akan menyisakan satu pun makhluk yang bergerak yang bernyawa di bumi ini, tetapi Dia menangguhkan (hukuman)nya, sampai waktu yang sudah ditentukan. Nanti apabila ajal mereka tiba, maka Allah Maha Melihat (keadaan) hamba hambaNya. (surat Faatir (35) ayat 45). Inilah salah satu rahasia yang terdapat di dalam susunan Asmaul Husna yang harus kita ketahui dan pahami dengan sebaik baiknya. Begitu luar biasanya susunan nama nama Allah SWT yang indah lagi baik.

 

2.    Tidak terbantahkan bahwa Allah SWT adalah pemilik dari nama nama yang indah lagi baik yang termatub dalam Asmaul Husna. Allah SWT selaku pemilik Asmaul Husna ketahuilah bahwa seluruh Asmaul Husna yang dimiliki oleh Allah SWT untuk menunjukkan, untuk memperlihatkan, untuk menampilkan, untuk mempertontonkan bahwa inilah Aku (Allah) dan inilah kebesaran dan kemahaan Aku (Allah). Katakan Allah SWT adalah Al Haadii, lalu wajibkah bagi Allah SWT untuk memberi petunjuk kepada diri kita sesuai dengan kemahaan dan kebesaran yang dimiliki-Nya?  

 

Sepanjang diri kita beriman dan meyakini bahwa Allah SWT adalah Yang Maha Pemberi Petunjuk maka Allah SWT pasti akan menunjukkan kebesaran dan kemahaan dari Al Haadii yang dimiliki-Nya kepada diri kita dengan memberikan petunjuk-Nya kepada diri kita baik melalui petunjuk yang ada di dalam AlQuran maupun petunjuk yang masih ada pada Allah SWT, sepanjang diri kita mau meminta dan memohon petunjuk kepada Allah SWT. Sekarang  kita yang akan diberi petunjuk oleh Allah SWT, sudahkah diri kita memenuhi syarat dan ketentuan yang dikehendaki oleh Allah SWT  dan memiliki keyakinan pasti akan diberi petunjuk oleh Allah SWT melalui doa dan permohonan kepada-Nya serta berusaha untuk memperolehnya? Demikian seterusnya sesuai dengan Asmaul Husna yang lainnya.

 

3.  Jangan salah di dalam mempersepsikan Allah SWT. Allah SWT berbuat dan bertindak sesuai dengan persepsi yang kita buat. Hal ini berdasarkan hadits yang kami kemukakan berikut ini: Abu Hurairah ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta'ala berfirman: Aku selalu mengikuti sangkaan hamba-Ku pada-Ku, maka terserah padanya akan menyangka apa saja kepada-Ku. (Hadits Qudsi Riwayat Muslim dan Alhakiem dari Watsilah dan Ibu Abud-Dunia, Alhakiem dari Abu Hurairah ra: 272: 67). Dan juga berdasarkan ketentuan hadits yang kami kemukakan berikut ini:Watsilah bin Al-asqa' ra. berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta'ala berfirman: Aku selalu menurutkan sangkaan hamba-Ku terhadap diri-Ku, jika ia baik sangka kepada-Ku maka ia dapat dari padaku apa yang ia sangka. Dan bila ia jahat (jelek) sangka kepada-Ku, maka ia dapat apa yang ia sangka dari pada-Ku.  (Hadits Qudsi Riwayat Atthabarani dan Ibn Hibban; 272:71). Berdasarkan ketentuan hadits ini, Allah SWT berbuat, bertindak, bersikap kepada diri kita sesuai dengan persepsi diri kita kepada Allah SWT. Dan jika ini adalah kondisi dasar Allah SWT kepada diri kita, sekarang tergantung diri kita sendiri mau bersikap (berpersepsi) seperti apa kepada Allah SWT saat hidup di muka bumi ini.

 

Katakan Allah SWT adalah Ar Razzaq (Yang Maha Pemberi Rezeki) yang berarti Allah SWT telah mewajibkan bagi diri-Nya untuk siap memberikan rezeki kepada seluruh ciptaan-Nya. Namun yang terjadi adalah kita sendirilah yang menyangsikan kemam-puan Allah SWT dalam memberikan rezeki maka hasilnya adalah Allah SWT juga menyangsikan untuk memberikan rezeki kepada diri kita. Untuk itu berhati-hatilah di dalam melakukan persepsi kepada Allah SWT karena dibalik persepsi yang kita kemukakan, disana ada kualitas keimanan dari diri kita sendiri. Semakin baik kualitas keimanan seseorang maka semakin baik pula persepsi kita kepada Allah SWT. Hal ini berlaku pula jika keimanan diri kita rendah dan jelek maka persepsi kita kepada Allah SWT rendah dan jelek pula.  

 

4.    Berbuat dan bertindak sesuai dengan kehendak pemilik nama-nama yang indah lagi baik. Untuk itu perhatikanlah dengan seksama ayat-ayat yang akan kami kemukakan di bawah ini. Allah SWT berfirman: “Hanya milik Allah asmaa-ul husna[585], Maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya[586]. nanti mereka akan mendapat Balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan. (surat Al A’raaf (7) ayat 180)

 

[585] Maksudnya: Nama-nama yang Agung yang sesuai dengan sifat-sifat Allah.

[586] Maksudnya: janganlah dihiraukan orang-orang yang menyembah Allah dengan Nama-nama yang tidak sesuai dengan sifat-sifat dan keagungan Allah, atau dengan memakai asmaa-ul husna, tetapi dengan maksud menodai nama Allah atau mempergunakan asmaa-ul husna untuk Nama-nama selain Allah.

 

Berdasarkan ketentuan surat Al A’raaf (7) ayat 180 di atas, Allah SWT selaku pemilik nama-nama yang indah lagi baik berkehendak kepada diri kita yaitu apabila berdoa, atau apabila memohon kepada-Nya pergunakanlah nama-Nya yang disesuaikan dengan permohonan atau doa yang kita panjatkan. Kondisi ini dipertegas melalui hadits yang  kami kemukakan berikut ini: “Nabi SAW mendengar seorang laki-laki berkata dalam doanya: Ya Allah sesungguhnya hamba memohon kepada-Mu, dengan sesungguhnya aku naik saksi bahwa Engkau adalah Allah yang tidak ada Tuhan yang patut disembah kecuali Engkau. Yang Maha Esa, Tempat bergantung, yang tidak beranak dan tidak diperanakkan dan tidak pula yang dapat menyamai-Nya. Buraidah berkata selanjutnya – lalu Rasulullah bersabda, Demi Dzat yang jiwaku berada di dalam genggaman-Nya, sesungguhnya orang itu telah meminta kepada Allah dengan Nama-Nya Yang Agung, yang apabila dipanjatkan doa dengan nama itu, Allah kabulkan dan apabila dimintai dengan Ismul ‘Azhom (nama yang agung atau nama yang satu) itu diberinya. (Hadits Riwayat Abu Dawud, dari Buraidah)

 

Katakan saat ini kita sangat membutuhkan petunjuk dari Allah SWT, maka pada saat kita berdoa kepada Allah SWT kita dapat mempergunakan nama Allah SWT, yaitu Al Haadii (Yang Maha Pemberi Petunjuk) dengan mengucapkan Ya Allah SWT, Engkau lah Al Haadii, Engkau adalah Dzat Yang Maha Pemberi Petunjuk, tunjukilah aku dari petunjuk yang ada padaMu serta mampukan aku melaksanakan petunjuk-Mu sesuai dengan kehendak-Mu dan seterusnya. Dan ingat setelah memperoleh petunjuk dari Allah SWT jangan simpan petunjuk itu hanya untuk kepentingan diri kita, namun ajarkan petunjuk itu kepada sesama.

 

Lalu bagaimana jika kita ingin memperoleh rezeki, atau jika ingin dilapangkan rezeki oleh Allah SWT, maka kita bisa mempergunakan nama Allah SWT Ar Razzaq, atau Al Mughniy pada saat mengajukan doa kepada Allah SWT, sebagaimana termaktub daam surat Al Israa’ (17) ayat 110 berikut ini: “Katakanlah: "Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai Al Asmaaul Husna (nama-nama yang terbaik) dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya[870] dan carilah jalan tengah di antara kedua itu". (surat Al Israa’ (17) ayat 110)

 

[870] Maksudnya janganlah membaca ayat AlQuran dalam shalat terlalu keras atau terlalu perlahan tetapi cukuplah sekedar dapat didengar oleh ma'mum.

 

Apa yang harus kita perbuat setelah diri kita memperoleh petunjuk dari Allah SWT? Jika kita telah menerima petunjuk dari Allah SWT maka kita tidak diperkenankan oleh Allah SWT untuk menyimpan, atau menyembunyikan, petunjuk dari Allah SWT untuk kepentingan dirinya sendiri, melainkan kita harus berbagi petunjuk yang telah kita terima dengan sesama. Hal ini penting kita lakukan karena dengan berbuat dan bersikap seperti itu maka kita telah sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh Allah SWT. Selanjutnya jika hal ini mampu kita laksanakan maka jika kita meminta lagi petunjuk pasti akan diberikan lagi oleh Allah SWT. Akan tetapi jika petunjuk yang telah kita terima kita simpan saja, maka Allah SWT pun akan bersikap yang sama kepada diri kita dengan mengatakan petunjuk yang kemarin masih ada jadi gunakan saja petunjuk yang kemarin. Hal yang harus kita perhatikan dengan seksama adalah Allah SWT tidak hanya memberlakukan hal ini kepada petunjuk-Nya saja, namun berlaku juga untuk rezeki yang telah kita terima, untuk Ilmu yang telah kita peroleh dan lain sebagainya sesuai dengan sifat Ma’ani dan Asmaul Husna.

 

5.    Apakah Asmaul Husna (atau apakah nama nama Allah SWT yang indah lagi baik) itu dapat memberikan pertolongan dan yang dapat mengabulkan doa dan harapan kita, ataukah Allah SWT yang memberikan pertolongan dan yang mengabulkan permohonan diri kita melalui kebesaran dan kemahaan Asmaul Husna yang dimiliki-Nya? Asmaul Husna (nama-nama Allah SWT yang indah) sampai dengan kapanpun juga, tidak akan bisa memberikan pertolongan, tidak akan bisa  mengabulkan segala permohonan diri kita, karena Asmaul Husna hanyalah Nama-Nama Allah Yang Indah lagi Baik yang menunjukkan bahwa Allah SWT memiliki perbuatan (af’al) yang berjumlah 99 (Sembilan puluh Sembilan) perbuatan.  Namun Allah SWT baru akan memberikan bantuan, pertolongan, dan juga kemudahan dan lain sebagainya kepada diri kita, jika kita sendiri mampu menempatkan Allah SWT sesuai dengan kebesaran yang dimiliki-Nya serta sesuai dengan syarat dan ketentuan yang telah ditetapkan-Nya serta yang telah dicontohkan melalui Nabi-Nya.

 

Ini berarti yang dapat menolong dan yang dapat mengabulkan permohonan doa dan harapan diri kita adalah pemilik dari Asmaul Husna (pemilik dari nama-nama yang indah lagi baik)  dalam hal ini adalah Allah SWT. Dan jika ini adalah kondisi dasar yang sesungguhnya maka patut dan pantaskah kita meminta pertolongan, bantuan, ampunan, rezeki, ketenangan kepada Allah SWT dengan mempergunakan jumlah bilangan tertentu, seolah-olah kedudukan kita lebih tinggi daripada Allah SWT, padahal Nabi Muhammad SAW tidak pernah mengajarkan dan juga tidak pernah mencontohkan hal itu kepada umatnya.

 

Sebagai contoh, katakan Allah SWT adalah pemilik nama Ar Razzaq (Yang Maha Memberi Rezeki) lalu kita kemukakan dan katakan kata kata Ar Razzaq sekian ribu kali dengan harapan akan diberikan rezeki oleh Allah SWT lalu apakah rezeki akan datang kepada diri kita? Sepanjang diri kita tidak mau berusaha dan tidak mau bekerja untuk memperoleh rezeki maka sepanjang itu pula rezeki tidak akan datang kepada diri kita walaupun kita telah mengemukakan kata kata Ar Razzaq ribuan kali. Namun apabila saat kita berusaha dan bekerja, atau saat berniaga lalu kita katakan kepada Allah secara langsung melalui doa, “Ya Allah Engkaulah Dzat Yang Maha Pemberi Rezeki, mudahkan aku untuk memperoleh rezekimu, tambahi rezekiku” yang diikuti dengan upaya usaha dan bekerja serta tetap melaksanakan ibadah maka Allah SWT selaku pemilik nama Ar Razzaq tentu akan memudahkan dan menggampangkan diri kita untuk memperoleh rezeki.

 

Untuk itu mari kita renungkan sebuah inspirasi dari salah satu sahabat Nabi, yaitu Umar bin Khattab ra,. Suatu hari Umar bin Khathab pernah melihat sekumpulan orang duduk santai di sudut masjid setelah selesai shalat Jumat. “Siapa kalian?” tanya Umar. “Kami adalah orang orang yang bertawakkal kepada Allah,” jawab mereka. Mendengar jawaban itu, lalu Umar menghalau mereka dengan cemetinya, seraya berkata: “Jangan-lah salah seorang di antara kalian berhenti dari mencari rezeki dan hanya berdoa, ‘Ya Allah, berilah aku rezeki’, padahal kalian semua tahu bahwa langit belum pernah menghujamkan emas dan perak. Bukankah Allah telah berfirman: “Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kalian di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak banyak supaya kalian beruntung.” (surat Al Jumuah (62) ayat 10)


Hal yang harus kita perhatikan adalah setelah Allah SWT memudahkan dan menambah rezeki yang telah kita mohonkan kepada-Nya, jangan pernah menjahit saku atau dompet yang telah terisi. Namun berikanlah atau tunaikanlah infaq dan sedekah secara rutin walaupun kecil dari rezeki yang telah kita peroleh tersebut. Alhasil jika ini kita lakukan maka kelancaran dan kelapangan rezeki dari Allah SWT akan tetap terjaga. Akan tetapi jika setelah rezeki kita peroleh lalu tidak mau menunaikan infaq ataupun sedekah dengan alasan untuk dirinya saja tidak cukup, maka sampai disitu pula rezeki yang telah kita peroleh dan selanjutnya Allah SWT enggan memberikan lagi rezeki kepada diri kita.

 

Hal yang samapun berlaku saat diri kita belajar, kita tidak bisa hanya dengan mengatakan Al Aliem (Yang Maha Mengetahui) ribuan kali maka ilmu dan pengetahuan dapat kita peroleh dan pahami. Ilmu dan pengetahuan baru akan bisa kita peroleh dan pahami melalui proses belajar terus menerus yang diiringi dengan doa kepada Allah SWT, “Ya Allah tambahi ilmuku, pertinggi kecerdasanku serta mudahkan aku melaksanakan apa-apa yang aku pelajari.” Kondisi ini belum dapat kita katakan kita telah memperoleh tambahan ilmu dari Allah SWT sepanjang ilmu dan pengetahuan yang kita peroleh belum kita ajarkan kepada sesama. Ilmu dan pengetahuan baru dapat dikatakan bertambah jika kita sudah mampu mengajarkan atau berbagi ilmu kepada sesama melalui proses belajar dan mengajar kepada sesama tanpa pamrih dan tanpa ada yang ditutup tutupi.

 

6.   Tidak ada larangan jika kita berdzikir (mengingat Allah SWT) dengan memper-gunakan lafazh-lafazh nama nama Allah yang indah lagi baik (asmaul husna) sepanjang tidak disangkut pautkan dengan jumlah bilangan tertentu untuk tujuan tertentu, dengan hari dan waktu tertentu. Banyak manfaat dan faedah yang bisa kita peroleh dan rasakan dari berdzikir (mengingat Allah SWT) sehingga kita merasa selalu diawasi oleh Allah SWT, atau ia merasa bahwa Allah SWT selalu menyertai dirinya di manapun, kapanpun, dalam kondisi apapun serta hati menjadi tenang dengan mengingat Allah SWT. Allah SWT berfirman: “ Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, Maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman. (surat An Nisaa’ (4) ayat 103)

 

Kata "dzikir" menurut bahasa artinya ingat. Sedangkan dzikir menurut pengertian syariat adalah mengingat Allah SWT dengan maksud untuk mendekatkan diri kepada-Nya sebanyak banyaknya dengan tanpa menghitung hitung berapa jumlah yang akan dan telah kita dzikirkan dikarenakan dalam dzikir tidak mengenal istilah “jarak, ruang dan waktu”. Sebagaimana dikemukakan di dalam surat Al Ahzab (33) ayat berikut ini: "Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya." (surat Al-Ahzab (33) ayat 41).” Sedangkan berdasarkan ketentuan di dalam surat Ali Imran (3) ayat 191 berikut ini: "(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka."  

 

Adanya ketentuan ini maka kita dapat melakukan dzikir sambil berdiri, sambil duduk, sambil berbaring, atau dalam segala keadaan seperti di tengah kemacetan, di tengah menghadapi antrian, di tengah tengah keramaian, dimanapunn kita berada dan lain sebagainya. Atau dengan kata lain, berdzikir dapat dilakukan dengan berbagai cara dan dalam keadaan bagaimanapun, kecuali di tempat yang tidak sesuai dengan kesucian Allah SWT, seperti bertasbih dan bertahmid di dalam kamar mandi. Dan masih berdasarkan ketentuan surat Ali Imran (3) ayat 191 di atas, dzikir bukan hanya aktivitas mengingat Allah SWT semata. Akan tetapi kegiatan memikirkan, merenungkan serta mempelajari tentang penciptaan langit dan bumi juga termasuk dalam kategori berdzikir kepada Allah SWT.  Kita diperintahkan untuk berdzikir kepada Allah SWT  agar kita selalu mengingat akan kekuasaan dan kebesaranNya sehingga kita bisa terhindar dari penyakit sombong, angkuh dan takabbur.

 

Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi, ada satu hal lainnya yang harus kita perhatikan yaitu ingat kepada Allah SWT bukanlah sekedar ingat. Akan tetapi ingat kepada Allah SWT haruslah ingat yang harus disertai dengan perbuatan yang sesuai dengan yang kita ingat. Katakan jika kita ingat Allah SWT adalah Maha Kaya, maka jika kita memiliki kekayaan yang berasal dari Allah SWT sudahkah kekayaan yang kita miliki kita pergunakan di dalam kehendak Allah SWT, atau sudahkah sebahagian kekayaan yang kita miliki kita keluarkan hak Allah SWT kepada orang yang memerlukan, atau sudahkah kekayaan yang kita miliki kita pergunakan untuk membeli tiket masuk syurga atau jangan sampai kekayaan yang kita miliki justru membawa diri kita ke Neraka Jahannam.

 

Ingat bahwa Allah SWT selaku Dzat Yang Maha Besar tidak butuh dengan dzikir yang kita lakukan, melainkan kitalah yang sangat membutuhkan dzikir kepada Allah SWT. Jika kita mampu berdzikir yang sesuai dengan kehendak Allah SWT, akan mampu menghantarkan diri kita mengenal siapa diri kita dan siapa Allah SWT yang sesungguhnya lalu mampu menghantarkan diri kita hanyalah sebagai hamba semata (abd’) sedangkan Allah SWT adalah Tuhan bagi seluruh alam semesta (Rabb). Dan agar diri kita mampu berdzikir yang sesuai dengan kehendak Allah SWT.


D. HUBUNGAN ANTARA PENDEKATAN DZAT, PENDEKATAN SIFAT DAN  PENDEKATAN NAMA NAMA ALLAH SWT YANG INDAH LAGI BAIK.

 

Sekarang kita telah mengetahui tiga buah pendekatan dalam rangka untuk mengenal Allah (ma’rifatullah) secara lebih dekat sehingga kita tahu Allah SWT seperti apa. Lalu apa yang harus kita lakukan dengan ketiga pendekatan tersebut? Jika kita berbicara, jika kita mengucapkan, jika kita mengemukakan, jika kita menyatakan, serta jika kita mengimani dan meyakini tentang Allah SWT, maka kita harus menyatakannya dalam satu kesatuan yang tidak terpisahkan antara Dzat Allah SWT, Sifat Allah SWT serta Asma Allah SWT dalam satu kesatuan. Adanya kondisi ini berarti Hubungan Dzat, Sifat dan Asma yang dimiliki oleh Allah SWT adalah tidak bisa dipisahkan pengertiannya, tidak bisa dipisahkan pemahamannya sehingga harus diimani secara utuh.

 

Ini berarti ketentuan tentang Dzat Allah SWT, ketentuan tentang Sifat Allah SWT dan serta ketentuan tentang Asma Allah SWT tidak boleh dipisah-pisahkan, tidak boleh dikotak-kotakkan. Misalnya ketentuan tentang Dzat Allah SWT berdiri sendiri, ketentuan tentang Sifat Allah SWT berdiri sendiri, serta ketentuan tentang Asma Allah SWT berdiri sendiri. Dan untuk memudahkan pemahaman tentang apa yang kami kemukakan di atas, jika Allah SWT mempunyai nama Ar Rakhman maka Ar Rakhman yang dimiliki oleh Allah SWT pasti bersifat Baqa, bersifat Mukhalafah Lil Hawadish, bersifat Qiyamuhu Binafsih, bersifat Wahdaniyah dan seterusnya sesuai dengan sifat Salbiyah yang dimiliki-Nya yang kesemua-nya saling berhubungan antara Sifat dan Asmaul Husna yang lainnya. Demikian pula dengan sifat Baqa, jika Allah SWT memiliki sifat Baqa, maka Baqa pula, sifat Ma’ani Allah SWT dan Baqa pula Asmaul Husna Allah SWT dan Baqa pula sifat Salbiyah Allah SWT yang lainnya. Selanjutnya, ada 6 (enam) hal yang harus kita jadikan pedoman saat diri kita menyatakan bahwa Route to 1.6.7.99 memiliki makna syahadat, yaitu:

 

1.    Sampai dengan kapanpun juga Allah SWT hanya satu sebab tidak ada tuhan-tu-han lain selain Allah SWT  yang ada di alam semesta ini.


2.      Jauh dekatnya Allah SWT dengan diri kita sangat  tergantung dengan persangkaan kita kepada Allah  SWT, atau sejauh mana kita menyambungkan diri kepada Allah SWT, atau sejauh mana kita menghubungkan diri kepada Allah SWT. Hal ini dimungkinkan sebab yang jauh dari Allah SWT hanyalah Dzat-Nya karena berada di Arsy, sedangkan sifat Ma’ani dan Asmaul Husna Allah SWT itu sangat dekat sehingga tidak terpisahkan dengan diri kita.

 

3.     Kita diperkenankan oleh Allah SWT untuk berdoa dengan mempergunakan nama-Nya yang indah lagi baik (Asmaul Husna), akan tetapi tidak dengan ukuran-ukuran tertentu, atau dalam jumlah bilangan tertentu, di hari tertentu sebab kita bukan sesuatu yang dapat memerintahkan Allah SWT untuk menolong, membantu diri kita melalui bacaan yang kita baca.

 

4. Ke-esaan Allah SWT, Kemahaan Allah SWT, Kebesaran Allah SWT yang termaktub di dalam Asmaul Husna tidak ada hubungannya baik langsung maupun tidak langsung dengan Jumlah dan bilangan tertentu yang kita baca.

 

5. Ke-esaan Allah SWT, Kemahaan Allah SWT, Kebesaran Allah SWT yang termaktub di dalam Asmaul Husna harus ditempatkan, harus diletakkan, harus didudukkan sesuai dengan Keesaan, Kemahaan dan Kebesaran Allah SWT itu sendiri.

 

6.   Tidak ada guna dan manfaatnya jika Allah SWT yang kita seru, Allah SWT yang kita panggil dan Allah SWT yang kita sebut dengan mempergunakan nama-Nya yang indah lagi baik (asmaul husna) jika yang dipanggil, yang diseru, yang disebut hanya diam saja, tidak mau menengok, tidak mau mendengar, atau bahkan Allah SWT menganggap angin lalu saja seluruh seruan dan seluruh panggilan yang kita lakukan.  Dan agar seruan, panggilan, yang kita lakukan kepada Allah  SWT melalui Asmaul Husna didengar dan dijawab, kita harus terlebih dahulu menyamakan gelombang, menyamakan saluran, menyamakan persepsi, menyamakan kondisi dasar dan juga menyamakan kriteria antara penyeru atau pemanggil dengan yang diseru atau yang dipanggil. Tanpa adanya pemenuhan syarat dan ketentuan yang kita penuhi terlebih dahulu maka usaha kita untuk memanggil, menyeru, menyebut tidak akan pernah berhasil.  

 

Sebagai makhluk yang diciptakan oleh Allah SWT dan yang sedang menumpang di langit di bumi yang tidak pernah kita ciptakan, kita harus sadar dengan sesadar-sadarnya bahwa antara diri kita dengan Allah SWT tidak akan mungkin sejajar kedudukannya. Untuk itu jika kita merasa telah tahu diri, tahu siapa diri kita dan tahu siapa Allah SWT, maka sudah sepantasnya dan sepatutnya kita menjadi makhluk yang tahu diri sehingga mampu menempatkan Allah SWT sesuai dengan kemahaan dan kebesaran yang dimiliki-Nya serta mampu menempatkan diri kita sendiri sesuai dengan kepatutan sebagai makhluk yang menumpang di muka bumi yang diciptakan dan dimiliki oleh Allah SWT.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar