Konsep
Tahu Allah SWT dan konsep Tahu Diri sendiri, belumlah dapat dikatakan lengkap
jika belum dilengkapi dengan tahu tentang kedua orang tua yang melahirkan kita
dan juga kedua orang mertua kita yang melahirkan suami/istri kita. Hal ini
dikarenakan keberadaan diri kita di muka bumi ini tidak akan bisa serta tidak
akan mungkin dapat terlepas dari keberadaan ke dua orang tua kita dan juga
keberadaan ke dua orang mertua kita, tanpa mereka kita tidak mungkin ada di
muka bumi serta tanpa mereka kita tidak akan menjadi seorang suami/istri seseorang
atau menjadi bapak/ibu dari anak keturunan kita; tanpa mereka kita tidak akan
mencapai apapun yang kita raih dan
rasakan hari ini. Lalu pernahkah kita
membayangkan atas pencapaian yang kita raih hari ini, jika tidak ada kedua
orang tua dan juga kedua orang mertua? Dan jika sekarang Allah SWT telah memerintahkan
kepada diri kita untuk berbakti kepada kedua orang tua dan kedua orang mertua,
apakah yang diperintahkan itu sesuatu yang berlebihan ataukah sesuatu yang
mengada ada!
Di
lain sisi, Allah SWT selaku pencipta dan pemilik dari rencana besar kekhalifahan
yang ada di muka bumi ini telah menetapkan adanya ketentuan untuk berbakti
kepada kedua orang tua dan juga kepada kedua orang mertua sebagaimana termaktub
dalam surat Al
Ankabuut (29) ayat 8 sebagaimana berikut ini:
“Dan Kami wajibkan
manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu-bapaknya. Dan jika keduanya
memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu
tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya. Hanya kepadaKulah
kembalimu, lalu kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” Dan juga berdasarkan
surat Al Ahqaaf (46) ayat 15 yang kami kemukakan sebagaimana berikut ini:“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang
ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan
susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan,
sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia
berdoa: “Ya Tuhanku, tunjukilah aku mensyukuri nikmat Engkau yang Engkau
berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang
saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan)
kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya
aku termasuk orang-orang yang berserah diri”.
Selain dua buah
ayat di atas ini, Allah SWT juga berfirman dalam surat Luqman (31) ayat 14
sebagaimana berikut ini: “Dan Kami perintahkan kepada manusia
(berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam
keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun.
Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepadaKulah
kembalimu.” Berdasarkan ke tiga ayat yang telah kami
kemukakan, setiap manusia tanpa
terkecuali diwajibkan untuk berbakti kepada kedua orang tua dan juga kepada kedua
mertua. Kenapa hal itu perlu Allah SWT sampaikan kepada kita?
Tanpa ada kedua orang tua kita, tanpa ada
kedua mertua kita, maka kita tidak akan pernah ada di muka bumi ini dan kita
tidak akan memiliki suami/istri dan memiliki keluarga sendiri. Allah SWT
mewajibkan setiap manusia untuk berbakti kepada kedua orang tua dan mertua
supaya manusia tahu bahwa adanya ke dua orang tualah maka kita dapat lahir di
muka bumi serta adanya orang tualah maka kita dapat dibesarkan sampai seperti
ini.Tanpa adanya pengasuhan, tanpa
adanya perlindungan dan tanpa adanya kasih sayang serta tanpa adanya pendidikan
yang diberikan kepada kita dan juga kepada suami/istri kira, lalu apa yang
dapat kita lakukan! Lalu apakah ketentuan untuk berbakti kepada orang tua
dan mertua yang telah ditetapkan oleh Allah SWT ini sesuatu yang berlebihan
kepada diri kita? Sebagai orang yang telah tahu Allah SWT dan juga telah tahu
diri sendiri maka memang sudah sepatutnya diri kita berbakti kepada kedua orang
tua dan juga kepada kedua mertua kita karena jasanya, perjuangannya, kasih
sayangnya, tidak pernah tergantikan dengan apapun juga.
Allah SWT sangat menghormati kedudukan kedua
orang tua (dan juga kedua orang mertua kita) sehingga Allah SWT meletakkan
ridha dan murkaNya tergantung kepada ridha dan murka mereka berdua, dalam hal
ini orang tua sebagaimana hadits berikut ini: “Dari Abdullah bin ’Amru ra, Rasulullah SAW
bersabda,“Ridha Allah tergantung pada ridha orang tua dan murka Allah
tergantung pada murka orang tua” (Hadits Riwayat Ath Thirmidzi, Al Hakim,
Ath Thabrani dan Al-Bazzar).” Adanya ketentuan ini maka tidak akan sempurna
bakti kita kepada Allah SWT jika tidak diimbangi dengan bakti kepada ke dua
orang tua dan juga kepada ke dua mertua kita, secara berkesinambungan selama
hayat masih di kandung badan,
Allah SWT melalui Nabi-Nya juga telah memberikan
rambu-rambu kehidupan yang lain yang tidak boleh kita lakukan kepada orang tua,
yakni: larangan berkata “tidak tidak”
ketika dipanggil orang tua, sebagaimana hadits qudsi berikut ini: “Anas ra,
berkata Nabi Saw bersabda, Allah ta'ala berfirman: Allah SWT telah mewahyukan
kepada Nabi Musa! Coba tidak karena mereka yang mengucapkan Syahadat
"Laailaha Illa Allah" niscaya Ku-timpakan "Jahannam' di atas
dunia. Wahai Musa! Coba tidak karena mereka yang bersembah kepada-Ku tidaklah
Aku lepaskan mereka yang bermaksiat sekejab matapun. Wahai Musa! Sesungguhnya
barangsiapa yang beriman kepada-Ku adalah makhluk yang termulia dalam
pandangan-Ku. Wahai Musa! Sesungguhnya sepatah kata dari seorang yang durhaka
(terhadap kedua orang tuanya) adalah sama beratnya dengan seluruh pasir bumi.
Bertanya Nabi Musa: "Siapakah orang yang durhaka itu ya Tuhan-Ku?"
ialah orang yang berkata kepada kedua orang tuanya: "Tidak-tidak"
ketika dipanggil.( Hadits Qudsi Riwayat Abu Nu'aim; 272:225).
Sedangakan
berdasarkan ketentuan surat Al Israa’ (17) ayat 23 dan 24 berikut ini: “Dan Tuhanmu telah
memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik
kepada ibu-bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya
sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau
mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak
keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik. Dan rendahkanlah
dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, ‘Wahai
Tuhanku, sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada
waktu kecil.” Allah SWT melarang diri kita untuk mengatakan
kepada keduanya perkataan “ah” dan juga bersikap angkuh dan sombong dan serta
diwajibkan untuk mendoakan keduanya sebagaimana mereka telah mendidik diri kita
sejak kecil.
Berdasarkan ketentuan hadits dan ayat di atas, tidak terbayangkan betapa beresikonya jika kita tidak mau berbakti
kepada orang tua/mertua atau jika kita durhaka kepada kedua orang tua/mertua
kita. Dan sebagai orang yang
telah tahu Allah SWT dan tahu diri sudah selayaknya dan sepatutnya mampu
berbakti kepada mereka sampai kapanpun juga dan juga mengajarkan kepada anak
dan keturunan kita mengenai hal ini sejak mereka masih kanak kanak agar jangan
sampai menjadi anak anak durhaka, atau generasi yang tidak menghargai kedua
orang tuanya.
Di lain sisi, dengan diri kita tahu siapa orang
tua kita (dan juga siapa mertua kita) maka secara langsung kita terikat dengan
kehormatan yang dimiliki oleh kedua orang tua kita dan juga oleh kedua orang
mertua kita serta diri kita terikat pula dengan harapan dan cita cita mereka
berdua kepada anak dan keturunannya agar sesuai dengan harapannya. Untuk itu jika kita telah tahu diri, maka
sudah sepatutnya kita berperilaku yang tidak mencoreng kehormatan orang tua
& mertua kita saat kita hidup di muka bumi ini. Dan jika sampai kita
memalukan kedua orang tua & mertua kita maka tercoreng pula harkat dan
martabat dari keturunan mereka oleh ulah diri kita sendiri dan akhirnya betapa
kecewa dan malunya mereka akibat ulah diri kita.
Namun alangkah bahagia dan bangganya mereka
jika kita mampu menghantarkan anak keturunan kita sesuai dengan harapan dan
cita cita mereka. Hal yang samapun berlaku jika kita telah tahu diri dan tahu
tentang Allah SWT maka kita pun terikat dengan akhlak Allah SWT yang sesuai
dengan Nama-Nama-Nya Yang Indah lagi Baik (asmaul husna). Sehingga segala
perbuatan dan tindak tanduk kita harus berkesesuaian dengan akhlak Allah SWT
tersebut jika kita telah menjadi orang yang tahu diri.
A. ADAB YANG BAIK DAN
AKHLAK YANG MULIA KEPADA KEDUA ORANG TUA
DAN KEDUA ORANG MERTUA.
Agar diri kita mudah
melaksanakan bakti kepada kedua orang tua dan kepada kedua orang mertua,
berikut ini akan kami kemukakan 19 (sembilan belas) adab yang baik dan akhlak
yang mulia kepada orang tua dan mertua, sebagaimana dikemukakan oleh “Yulian
Purnama” dalam laman “muslim.or.id” berikut ini:
1. Berkata-kata dengan sopan dan penuh kelembutan, dan jauhi
perkataan yang me-nyakiti hati mereka. Maksudnya jangan memperdengarkan kepada
orang tua, perkataan yang buruk. Bahkan sekedar “ah” yang ini merupakan
tingkatan terendah dari perkataan yang buruk (Tafsir Ibnu Katsir).
2. Bersikap tawadhu’ kepada orang tua dan mertua dan
sikapilah mereka dengan pe-nuh kasih sayang
3. Tidak memandang orang tua dengan pandangan yang tajam,
tidak bermuka masam atau wajah yang tidak menyenangkan
4. Tidak meninggikan suara ketika berbicara dengan orang tua
dan mertua serta tidak mendahului mereka dalam berkata-kata
5. Lebih mengutamakan orang tua daripada diri sendiri atau
iitsaar dalam perkara duniawi. Hendaknya kita tidak mengutamakan diri kita
sendiri dari orang tua dalam perkara duniawi seperti makan, minum, dan perkara
lainnya.
6. Dakwahi mereka kepada agama yang benar, sebagaimana
firmanNya berikut ini: “Ceritakanlah (Hai
Muhammad) kisah Ibrahim di dalam Al Kitab (AlQuran) ini. Sesungguhnya ia adalah
seorang yang sangat membenarkan lagi seorang Nabi. Ingatlah ketika ia berkata
kepada bapaknya; “Wahai bapakku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak
mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong kamu sedikitpun? Wahai
bapakku, sesungguhnya telah datang kepadaku sebahagian ilmu pengetahuan yang
tidak datang kepadamu, maka ikutilah aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu
jalan yang lurus. Wahai bapakku, janganlah kamu menyembah syaitan.Sesungguhnya
syaitan itu durhaka kepada Tuhan Yang Maha Pemurah. Wahai bapakku, sesungguhnya
aku khawatir bahwa kamu akan ditimpa azab dari Tuhan Yang Maha Pemurah, maka
kamu menjadi kawan bagi syaitan” (surat Maryam (19) ayat 41-45).
7. Jagalah kehormatan mereka, sebagaimana hadits berikut
ini: “sesungguhnya Allah telah
mengharamkan atas sesama kalian darah kalian (untuk ditumpahkan) dan harta
kalian (untuk dirampas) dan kehormatan (untuk dirusak). Sebagaimana haramnya
hari ini, haramnya bulan ini dan haramnya negeri ini” (Hadits Riwayat Bukhari).
8. Berikan pelayanan-pelayanan kepada orang tua dan bantulah
urusan-urusannya, sebagaimana hadits berikut ini: Rasulullah SAW bersabda: “Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim
yang lain, tidak boleh menzhaliminya, tidak boleh membiarkannya dalam bahaya.
barangsiapa yang memenuhi kebutuhan saudaranya sesama Muslim, maka Allah akan
penuhi kebutuhannya. barangsiapa yang melepaskan saudaranya sesama Muslim dari
satu kesulitan, maka Allah akan melepaskan ia dari satu kesulitan di hari
kiamat. barangsiapa yang menutup aib seorang Muslim, Allah akan menutup aibnya
di hari kiamat” (Hadits Riwayat Bukhari)
9. Jawablah panggilan mereka dengan segera, sebagaimana
hadits berikut ini: “Dari Abu Hurairah ra,
Nabi SAW bersabda: “Suatu hari datanglah ibu Juraij dan memanggil anaknya (Juraij)
ketika ia sedang melaksanakan shalat, ”Wahai Juraij.” Juraij lalu bertanya
dalam hatinya, ”Apakah aku harus memenuhi panggilan ibuku atau meneruskan
shalatku?” Rupanya dia mengutamakan shalatnya. Ibunya lalu memanggil untuk yang
kedua kalinya. Juraij kembali bertanya di dalam hati, ”Ibuku atau shalatku?”
Rupanya dia mengutamakan shalatnya. Ibunya memanggil untuk kali ketiga. Juraij
bertanya lagi dalam hatinya, ”lbuku atau shalatku?” Rupanya dia tetap
mengutamakan shalatnya. Ketika sudah tidak menjawab panggilan, ibunya berkata,
“Semoga Allah tidak mewafatkanmu, wahai Juraij sampai engkau melihat wajah
pelacur” (Hadits Riwayat Bukhari dalam Al Adabul Mufrad)
10. Jangan berdebat dengan mereka, jangan mudah
menyalah-nyalahkan mereka, jelaskan dengan penuh adab, Sebagaimana dialog Nabi
Ibrahim as, dengan ayahnya. Sebagaimana juga diceritakan oleh ‘Aisyah
Radhiallahu’anha: “Kami keluar bersama Rasulullah SAW pada beberapa perjalanan
beliau. Tatkala kami sampai di Al-Baidaa atau di daerah Dzatul Jaisy, kalungku
terputus. Rasulullah Shalallahu‘alaihi Wasallam pun berhenti untuk mencari
kalung tersebut. Orang-orang yang ikut bersama beliau pun ikut berhenti mencari
kalung tersebut. Padahal mereka tatkala itu tidak dalam keadaan bersuci (dalam
keadaan berwudu) dan tidak membawa air. Sehingga orang-orang pun berdatangan
menemui Abu Bakar Ash-Shiddiq dan berkata, ‘Tidakkah engkau lihat apa yang
telah dilakukan oleh Aisyah? Ia membuat Rasulullah SAW dan orang-orang berhenti
padahal mereka tidak dalam keadaan bersuci dan tidak membawa air. Maka Abu
Bakar pun menemuiku, lalu ia mengatakan apa yang dikatakannya. Lalu ia memukul
pinggangku dengan tangannya. Tidak ada yang mencegahku untuk meng-hindar
kecuali karena Rasulullah SAW yang sedang tidur di atas pahaku. Rasulullah SAW
terus tertidur hingga subuh dalam keadaan tidak bersuci. Lalu Allah menurunkan
ayat tentang tayammum. Usaid bin Al-Hudhair mengatakan, “Ini bukanlah awal
keberkahan kalian wahai keluarga Abu Bakar”. Lalu kami pun menyiapkan unta yang
sedang aku tumpangi, ternyata kalung itu berada di bawahnya”. (Hadits Riwayat An Nasa-i No.309 dalam Shahih Sunan An
Nasa-i).
11. Segera bangkit menyambut mereka ketika mereka masuk
rumah, dan ciumlah tangan mereka. Dari Aisyah rhu, ia berkata:“Nabi SAW jika
melihat putri Beliau SAW (Fathimah) datang ke rumah Beliau SAW, maka Nabi SAW
menyambut kedatangan-nya. Beliau SAW berdiri lalu berjalan menyambut,
menciumnya, menggandeng tangan-nya lalu mendudukkannya di tempat duduk beliau.
Jika Nabi SAW mendatangi rumah Fathimah ra, maka Fathimah menyambut kedatangan
Nabi SAW. Dia bangkit dan berjalan kearah Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
lalu mencium (kening) Nabi SAW” (Hadits Riwayat Bukhari dalam Al Adabul Mufrad).
12.
Jangan menganggu mereka di waktu mereka istirahat. Sebagaimana
firman Allah dalam surat An Nur (24) ayat 58 (yang artinya): “Hai orang-orang yang beriman, hendaklah
budak-budak (lelaki dan wanita) yang kamu miliki, dan orang-orAang yang belum
baligh diantara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari),
yaitu: sebelum shalat subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar)mu di
tengah hari, dan sesudah sesudah shalat Isya’. (Itulah) tiga ‘aurat bagi kamu.
Tidak ada dosa atasmu dan tidak (pula) atas mereka selain dari (tiga waktu)
itu. Mereka melayani kamu, sebahagian kamu (ada keperluan) kepada sebahagian
(yang lain). Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat bagi kamu. Dan Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana”.
13. Jangan berbohong kepada mereka, sebagaimana hadits
berikut ini: Nabi SAW bersabda: “Wajib
bagi kalian untuk berlaku jujur. Karena kejujuran itu membawa kepada kebaikan
dan kebaikan itu membawa ke surga. Seseorang yang senantiasa jujur, ia akan
ditulis di sisi Allah sebagai Shiddiq (orang yang sangat jujur). Dan jauhilah
dusta, karena dusta itu membawa kepada perbuatan fajir (maksiat) dan perbuatan
fajir membawa ke neraka. Seseorang yang sering berdusta, akan di tulis di sisi
Allah sebagai kadzab (orang yang sangat pendusta)” (Hadits Riwayat. Muslim no.
2607). Berbohong adalah dosa besar. Lebih-lebih jika dilakukan terhadap
orang tua, lebih besar lagi dosanya.
14.
Jangan pelit untuk menafkahi mereka, sebagaimana hadits
berikut ini: Rasulullah SAW bersabda: “Mulailah
dari dirimu sendiri, engkau beri nafkah dirimu sendiri. Jika ada lebih maka
untuk keluargamu. Jika ada lebih maka untuk kerabatmu” (Hadits Riwayat. Muslim
no.997). Maka orang tua adalah orang yang paling berhak dinafkahi setelah diri
sendiri dan keluarga. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin menjelaskan bahwa
seorang anak wajib menafkahi orang tuanya jika memenuhi dua syarat: (1). Orang
tua dalam keadaan miskin (2). Sang anak dalam keadaan mampu menafkahi Jika dua
kondisi ini tidak terpenuhi, maka tidak wajib.
15.
Sering-seringlah mengunjungi mereka, sebagaimana hadits
berikut ini: Rasulullah SAW bersabda: “Pernah
ada seseorang pergi mengunjungi saudaranya di daerah yang lain. Lalu Allah pun
mengutus Malaikat kepadanya di tengah perjalanannya. Ketika mendatanginya,
Malaikat tersebut bertanya: “engkau mau kemana?”. Ia menjawab: “aku ingin
mengunjungi saudaraku di daerah ini”. Malaikat bertanya: “apakah ada suatu
keuntungan yang ingin engkau dapatkan darinya?”. Orang tadi mengatakan: “tidak
ada, kecuali karena aku mencintainya karena Allah ‘Azza wa Jalla”. Maka
malaikat mengatakan: “sesungguhnya aku diutus oleh Allah kepadamu untuk
mengabarkan bahwa Allah mencintaimu sebagaimana engkau mencintai saudaramu
karena-Nya“ (Hadits Riwayat Muslim no.2567). Saling mengunjungi sesama
Muslim sangat besar keutamaannya, lebih lagi jika yang dikunjungi adalah orang
tua.
16. Jika ingin meminta sesuatu kepada mereka, mintalah dengan
lemah lembut, sebagaimana hadits berikut ini: Rasulullah SAW bersabda: “Jangan kalian memaksa jika meminta. Demi
Allah, jika seseorang meminta kepadaku sesuatu, kemudian aku mengabulkan
permintaannya tersebut dengan perasaan tidak senang, maka tidak ada keberkahan
pada dirinya dan apa yang ia minta itu” (Hadits Riwayat Muslim no. 1038). Meminta
kepada orang lain dengan memaksa adalah akhlak yang buruk, lebih lagi jika yang
diminta adalah orang tua.
17. Jika orang tua dan istri bertikai maka berlaku adillah,
sebagaimana firmanNya berikut ini: “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu
jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi
dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum,
mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih
dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (surat Al Maidah (5) ayat 8).
18.
Bermusyarawahlah dengan mereka dalam urusan-urusanmu Ajaklah
orang tua untuk berdiskusi dalam masalah-masalahmu, sebagaimana firman-Nya, “Bermusyawarahlah dengan mereka dalam
urusan-urusanmu” (surat Ali Imran (3) ayat 159).
19.
Berziarah kubur mereka dan sering-sering mendoakan mereka,
sebagaimana hadits berikut ini: Rasulullah SAW bersabda: “Dulu aku pernah melarang kalian untuk berziarah-kubur. Namun sekarang
ketahuilah, hendaknya kalian berziarah kubur. Karena ia dapat melembutkan hati,
membuat air mata berlinang, dan mengingatkan kalian akan akhirat namun jangan
kalian mengatakan perkataan yang tidak layak (qaulul hujr), ketika berziarah”
(Hadits Riwayat Al Haakim}
Sebagai orang yang telah Tahu Allah SWT dan juga telah tahu
diri, pastikan bahwa diri ini sanggup melaksanakan apa apa yang kami kemukakan
di atas ini dan jangan sampai kita menyesal akibat kita lalai berbakti kepada
orang tua dan mertua saat mereka masih hidup.
B. ADAB BERBAKTI KEPADA ORANG
TUA DAN MERTUA YANG SUDAH MENINGGAL DUNIA.
Sekarang bagaimana jika kedua orang tua atau kedua orang
mertua kita sudah meninggal dunia, apa yang harus kita lakukan sebagai wujud bakti
kita kepadanya? Berikut ini akan kami kemukakan hal hal yang terkait cara untuk
berbakti kepada orang tua & mertua yang telah meninggal dunia, yaitu:
1. Terus mendoakan mereka dengan memohon kepada Allah SWT untuk menem-patkan kedua
orangtua dan mertua kita di tempat terbaik dan penuh perlindungan serta minta
diampuni segala dosa dan kesalahannya dan diterima amal ibadahnya.
2. Cara lain untuk
berbakti kepada orangtua dan mertua yang sudah meninggal, yakni dengan
berkunjung atau bersilaturahmi ke kerabat dan teman yang dikenal baik oleh
orangtua dan mertua. Hal ini bisa membuat tali persaudaraan tetap baik, walau
orangtua sudah meninggal dunia.Selain itu, nama kedua orangtua pun bisa baik di
mata kerabat dan teman mereka karena kita selalu menyempatkan diri untuk
berkunjung demi menjaga silaturahmi. Biar bagaimana juga, mereka merupakan
teman orangtua dan mertua kita semasa hidup;
3. Bersedekah atas nama
orangtua dan mertua. Bersedekah merupakan salah satu amal untuk tabungan
di akhirat nanti. Selain itu, sebagai umat manusia sudah sepantasnya untuk
saling memberi dan membantu satu sama lain. Walau orangtua dan mertua sudah
tidak ada, sebaiknya sebagai anak tetap bersedekah atas nama mereka. Dengan
bersedekah kepada orang lain tentu akan membuat mereka dan diri kita pribadi
merasa lebih bahagia. Selain itu, bersedekah juga dapat memupuk kebaikan dan
pahala untuk di masa depan. Pada akhirnya rezeki pun menjadi lebih lancar
karena sering bersedekah, bahkan bisa sebagai bentuk rasa syukur kepada sang
Pencipta;
4. Menyebarkan ilmu yang
bermanfaat. Berbakti kepada orangtua dan mertua yang sudah meninggal dapat
dilakukan dengan cara membagikan ilmu yang bermanfaat. Seperti halnya mengajari
kebaikan, mengaji dan bersikap baik ke orang lain. Selain bisa menjadi bentuk
bakti kepada orangtua dan mertua, ilmu yang telah diajarkan akan terus mengalir
untuk orang yang masih hidup ataupun telah tiada.Ilmu yang baik juga akan
membuat orang-orang menyerap ilmu dan mengamalkannya di dalam kehidupannya
sehari-hati. Diri kita pun bisa menjadi lebih bermanfaat dengan mengajari ilmu
yang baik kepada orang lain;
5. Melunasi utang kedua
orangtua dan mertua. Apakah kita pernah mendengar utang dibawa sampai mati?
Untuk itulah, segera lunasi utang-utang yang pernah dilakukan oleh orangtua dan
mertua semasa hidup. Hal ini juga bisa menjadi bakti kepada orangtua dan mertua
untuk melapangkan jalannya ke akhirat. Orangtua dan mertua yang mempunyai utang
lalu meninggal, utangnya akan dilimpahkan kepada anaknya. Dengan adanya utang
yang belum lunas membuat jalan orangtua dan mertua semakin berat dan terhambat.
Maka dari itu, segera lunasi utang orangtua agar jalan yang mereka menjadi
lancar serta dimudahkan;
6. Menjaga tali
silaturahmi dengan saudara dan keluarga. Menjaga tali silaturahmi dengan
saudara dan keluarga menjadi suatu hal yang wajib dilakukan. Walaupun sudah
kehilangan kedua orangtua, namun sebaiknya tetap menjaga persaudaraan dengan
keluarga lainnya agar tidak kehilangan mereka juga. Menjaga silaturahmi dengan
saudara bisa dengan menunjukkan perhatian, berkunjung ke rumahnya atau tetap
berkomunikasi melalui aplikasi chat. Jangan sampai karena sifat cuek dan
tidak peduli membuat kita kehilangan keluarga lainnya;
7. Menjaga nama baik
orangtua dan mertua yang telah meninggal
juga merupakan kewajiban anak untuk menjaga citra orangtua. Cara menjaga
nama baik orangtua dan mertua dengan tetap merahasiakan aib dan tidak
menjelek-jelekannya di depan orang lain. Selain itu, usahakan jangan sampai
timbul fitnah pada orangtua yang telah tiada.
Sebagai anak keturunan yang tahu diri dan sekaligus abd’ (hamba)-Nya dan yang juga khalifah-Nya di muka bumi ini, tentunya kita harus mampu menunjukkan kualitas diri kita dengan mampunya diri kita melaksanakan bakti kepada orang tua dan mertua sebagai bagian dari pelaksanaan Diinul Islam yang kaffah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar