Segala puji bagi Allah yang telah
memberikan limpahan rahmat kepada kami, yang tidak bisa dihitung dan diukur
dengan apapun juga. Tak lupa shalawat dan salam senantiasa kami haturkan kepada
Nabi Muhammad SAW uswah kami sepanjang hayat beserta keluarga dan para
sahabatnya.
Buku yang sedang jamaah baca dan
pelajari dengan seksama, kami tulis dan kami sajikan dengan semangat untuk
mengamalkan ajaran Islam yang berlaku seperti yang kami kemukakan berikut ini: “Rasulullah SAW bersabda: “Bila seseorang telah meninggal, terputus
untuknya pahala segala amal kecuali tiga hal yang tetap kekal: Shadaqah Jariah,
Ilmu yang bermanfaat yang diajarkan, dan nak shaleh yang senantiasa
mendoakannya”. (Hadits Riwayat
Bukhari-Muslim). Selain
berdasarkan hadits di atas, masih ada ajaran Islam yang kami amalkan
sebagaimana hadits berikut ini: Rasulullah SAW bersabda: “Wahai orang yang berilmu!
Ketahuilah bahwa jika engkau tidak mengamalkan ilmu yang engkau miliki, maka ia
tidak akan membelamu kelak dihadapan (pengadilan) Rabbmu. (Hadits Riwayat Ad-Darimi).” Dan ada pula nasehat dari alim ulama yang
juga kami amalkan sebagaimana berikut ini:
“Tiap-tiap sesuatu ada zakatnya (penyuciannya). Zakat harta ialah
sedekah kepada fakir miskin dan yang membutuhkan lainnya. Zakat kekuatan ialah
membela kaum dhuafa yang teraniaya. Zakat argumentasi dan kefasehan lidah ialah
mengokohkan hujjah dan dalil-dalil agama. Dan Zakat ilmu pengetahuan adalah
dengan mengajarkan ilmunya kepada orang lain”. (Alim Ulama).”
Alangkah hebatnya umat Islam jika mampu menjalankan apa apa yang tertuang dalam hadits dan nasehat alim ulama di atas ini, yaitu:
1. Memberi bukanlah
sebatas sedekah yang berasal dari harta kekayaan atau penghasilan semata;
2. Memberi juga bisa
kita lakukan dengan cara membela kaum dhuafa yang teraniaya melalui zakat
(sedekah) yang berasal kekuatan atau kekuasaan yang kita miliki;
3. Memberi juga bisa
kita lakukan dalam kerangka untuk mengokohkan hujjah dan dalil dalil agama
melalui zakat (sedekah) argumentasi dan kefasehan lidah yang kita miliki;
4. Dan yang terakhir
memberi juga bisa kita lakukan dengan cara mengajarkan ilmu penge-tahuan yang
melalui jalan zakat (sedekah) ilmu pengetahuan yang kita miliki.
Apalagi jika apa apa yang kami kemukakan ini
terlaksana tanpa diketahui oleh tangan kiri sewaktu tangan kanan memberi
(maksudnya adalah berbuat dan bertindak secara ikhlas karena Allah SWT semata),
yang mana kekuatannya sangat luar biasa dan hasil yang akan kita rasakan juga
sepadan yaitu sangat luar biasa pula, sebagaimana hadits berikut ini: “Abu
Said ra, berkata: Nabi bersabda; “Seseorang yang memberi sedekah satu dirham
selama hidupnya, lebih baik baginya daripada memberi seratus dirham di waktu
matinya”. (Hadits Riwayat Abu Dawud).” .
Adanya semangat mengamalkan ajaran Islam sebagaimana telah kami
kemukakan di atas, maka tersajilah buku ini kepada jamaah sekalian dan kami
berharap buku ini bisa menjangkau generasi yang datang dikemudian hari dan
mampu tersebar ke berbagai tempat yang ada di muka bumi ini.
Buku ini kami tulis berdasarkan hasil dari pengajian ketauhidan yang
kami dapatkan dari 2 (dua) orang guru ketauhidan kami, yang pertama dari “H. Nurdin Hakami”, beliau adalah
anak dari Hasyim Husaini, dimana Hasyim Husaini di Sumatra Barat akrab disapa
dengan panggilan “Hasyim Tiku”. Dan yang kedua, pengajian ketauhidan ini
kami dapatkan dari “H. Bachtiar
Ma’ani” yang mana beliau adalah guru yang sekaligus orang tua
kandung dari kami sendiri. Dan semoga keduanya selalu di dalam limpahan rahmat
Allah SWT. Amiin.
Buku ini kami tulis bukan hanya untuk
kepentingan umat Islam semata, namun juga kami peruntukkan juga
untuk umat yang bukan beragama Islam (non Muslim) yang berniat untuk
sungguh-sungguh di dalam mempelajari Diinul Islam yang tidak lain adalah konsep
Ilahiah secara baik dan benar. Semoga hal ini menjadi kenyataan dan juga mampu
memberikan pencerahan.
Buku ini juga
merupakan sebuah karya nyata ilmiah dalam kerangka untuk memulai setahap demi
setahap untuk menjadikan buku sebagai jembatan untuk menyeimbangkan “Budaya
Tutur” yang sudah melanda disebahagian masyarakat dengan “Budaya Tulis” yang mulai hilang. “Budaya Tutur”
akan hilang setelah penuturnya tiada. Akan tetapi jika “Budaya Tulis” yang
terjadi, walaupun penulisnya telah tiada, tulisannya akan tetap ada sepan-jang
jaman, sehingga dapat dipelajari oleh generasi yang datang dikemudian hari.
Lalu apa jadinya jika sampai Bukhari dan Muslim atau perawi hadits lainya,
tidak pernah menulis hadits-hadits yang dikumpulkannya menjadi sebuah buku? Tentu kita tidak akan pernah tahu apa yang
dinamakan dengan hadits yang perawinya Bukhari dan Muslim atau perawi hadits
lainnya dan bahkan tidak pernah terbayangkan oleh para perawi hadits bahwa
perjuangannya dalam mengumpulkan dan menuliskan hadits mampu dipakai oleh umat
Islam sampai dengan hari kiamat. Adanya
kondisi seperti ini, berarti umur dari Bukhari dan Muslim dan perawit hadits
lainnya akan tetap ada sampai dengan hari kiamat, walaupun usia beliau sudah
tidak ada lagi. Yang menjadi
persoalan sekarang adalah maukah kita berumur panjang seperti umur Bukhari dan
Muslim? Jika kita bercita-cita
untuk berumur panjang seperti halnya Bukhari dan Muslim, menulislah atau
lakukanlah perbuatan baik dengan melakukan suatu karya nyata yang besar yang
dapat dinikmati masyarakat luas dan bisa dinikmati oleh generasi yang datang di
kemudian hari atau amalkanlah ilmu yang bermanfaat melalui tulisan atau jadikan
“Budaya Tulis” menjadi kebiasaan di tengah masyarakat.
Kondisi inilah yang mendorong kami untuk terus
berkarya melalui tulisan-tulisan yang berkenaan dengan Aqidah Islam atau
tentang ketauhidan sepanjang Allah SWT menghendaki ini terjadi, yang pada
akhirnya masyarakat
akan selalu memiliki buku-buku pembanding atas buku-buku yang telah terbit
terlebih dahulu, sehingga mampu menjadikan masyarakat dan generasi yang akan
datang menjadi dinamis dengan perkembangan ilmu maupun perkembangan zaman
melalui buku yang kami tulis.
Sekarang mari kita bahas buku ini dengan
membuat sebuah pertanyaan yang sekaligus pernya-taan sebagai berikut: “Beranikah
kita melaksanakan pola hidup dan berperilaku sebagaimana pepatah dalam bahasa
Jawa yang kami kemukakan berikut ini: “Urip Kuwi Yen: Ngibadah jenak; Kubur ra
sesek; Suwargo mbukak; Rezekine jembar; Uripe berkah, Mangan enak; Turu
kepenak; Tonggo semanak; Keluargo cedhak;
Sedulur grapyak; Bondo cemepak;
Ono panganan ora cluthak; ketemu konco ngguyu Ngakak” Jika kita
mampu melaksanakan perilaku di atas maka peribahasa berikut ini pun mampu pula
kita laksanakan dengan baik, yaitu: “Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madya Mangun
Karso, dan Tut Wuri Handayani”.
Dan agar
hidup yang kita lakukan saat ini selalu berlimpah kenikmatan dalam ketenangan
lagi bermanfaat bagi orang lain, serta mampu hidup tenang mati senang berumur
panjang, sesungguhnya kita hanya cukup bersyukur dan bersabar dengan
mengkonsumsi 3 (tiga) buah “Tahu” setiap harinya selama hayat masih di kandung
badan yaitu: Kita Harus Tahu Diri; Tahu Aturan Main dan Tahu Tujuan Akhir. Dan
jangan sampai terjadi di sisa usia kita yang miliki saat ini, yaitu:
1. Kita hanya tahu diri
tetapi tidak tahu aturan main dan juga tidak tahu tujuan akhir, atau;
2. Kita hanya tahu
aturan main tapi tidak tahu diri dan tidak tahu tujuan akhir, atau;
3. Kita tidak tahu diri
dan juga tidak tahu aturan main serta tidak tahu tujuan akhir.
Lalu bagaimana caranya hidup akan berlimpah
ketenangan lagi berguna dan bermanfaat bagi orang lain di muka bumi ini jika
kunci untuk memperolehnya tidak pernah kita ketahui karena kita sendiri malas
untuk belajar padahal hanya melalui proses belajar inilah kita bisa
meningkatkan kemampuan diri dari waktu ke waktu, yang dilanjutkan untuk
melaksankan apa apa yang telah kita pelajari secara perlahan. Dan apabila kita
tidak tahu diri dan juga tidak tahu aturan main serta tidak tahu tujuan akhir
maka langkah untuk menuju hidup tenang, mati senang dan berumur panjang akan
terbuka lebar sepanjang kita mampu “memasukkan
onta ke dalam lubang jarum”. Sebagaimana firman Allah SWT berikut ini: “Sesungguhnya
orang-orang yang mendusta-kan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri
terhadapnya, sekali-kali tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit
dan tidak (pula) mereka masuk surga, hingga unta masuk ke lubang jarum.
Demikianlah Kami memberi pembalasan kepada orang-orang yang berbuat kejahatan.
(surat Al A’raaf (7) ayat 40).” Jika kita tidak mampu memasukkan onta
ke dalam lubang jarum berarti tahu diri dan tahu aturan main serta tahu tujuan
akhir yang merupakan rumus kehidupan adalah kuncinya.
Selanjutnya kami ingin mengajak jamaah sekalian
untuk memperhatikan hewan yang ada disekitar kita baik langsung ataupun melalui
video yang ada di kanal Youtube. Katakan ada seekor kucing atau seekor anjing. Kucing atau anjing apabila diperhatikan,
apabila diajarkan, apabila dipelihara dan dirawat oleh manusia maka kucing
ataupun anjing akan tahu siapa diri kita. Kucing dan anjing akan mengenal diri
kita dan akan jinak kepada diri kita. Namun ada sesuatu yang sangat diluar
dugaan pada saat seekor kucing atau seekor anjing dihadapkan dengan kaca cermin
maka kucing atau anjing akan merasa ada musuh dihadapannya sehingga ia akan
bersiaga atau siap menyerang bayangan dirinya sendiri yang ada di dalam cermin.
Timbul pertanyaan, ada apa yang terjadi dengan kucing atau anjing tersebut?
Jawaban dari pertanyaan ini karena kucing atau anjing tidak mengenal dirinya
sendiri dengan baik dan benar. Ia bisa tahu siapa diri kita namun ia tidak tahu
akan dirinya sendiri.
Agar lebih jelas, peliharalah ikan cupang,
lalu hadapkan ikan cupang itu dengan cermin, maka ikan cupang akan langsung
bereaksi dan siap melawan apa yang dilihatnya dalam cermin, padahal yang
dilihatnya adalah dirinya sendiri. Apakah hal ini tidak kita ambil pelajaran. Itulah
cerminan dari hewan, binatang atau ikan yang karena tidak mampu mengenal
dirinya sendiri, maka ia langsung bereaksi saat melihat dirinya karena bayangan
dirinya telah dianggap sebagai musuh. Lalu bagaimana dengan manusia? Apakah ia
sama dengan hewan? Manusia bisa disamakan dengan hewan jika manusia tidak mampu
mengenal dirinya sendiri sehingga segala sesuatu yang telah melekat dalam
dirinya tidak bisa ia kuasai atau tidak bisa ia pergunakan yang sesuai dengan
kehendak Allah SWT, hal ini sebagaimana firman-Nya berikut ini: “Dan
sungguh, akan Kami isi neraka Jahannam banyak dari kalangan jin dan manusia.
Mereka memiliki hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat ayat
Allah) dan mereka memiliki mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat
(tanda tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak
dipergunakannya untuk mendengarkan (ayat ayat Allah). Mereka seperti hewan,
bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang orang yang lengah. (surat Al
A’raaf (7) ayat 179).
Dan
hanya orang yang tahu dirilah yang bisa menempatkan posisinya dihadapan Allah
SWT sehingga apabila ini terjadi maka
keharmonisan hidup di muka bumi ini dapat terlaksana dengan baik, sebagaimana
hadits berikut ini: Nabi
SAW bersabda: “Barangsiapa yang mengenal dirinya, maka ia akan mengenal Tuhannya, dan
barangsiapa yang mengenal Tuhannya maka ia mengenal dirinya.” (Al Hadits). Tahu diri merupakan salah satu kunci sukses
menjadikan jiwa kita menjadi jiwa muthmainnah dan juga mampu melaksanakan
konsep datang fitrah kembali fitrah, atau menjadikan diri kita selalu sesuai
dengan kehendak Allah SWT. Hal ini dikarenakan dengan tahu dirinya diri kita
maka kita akan tahu apa hak dan kewajiban kita saat hidup di muka bumi yang
dimiliki Allah SWT. Contohnya adalah diri kita hanyalah orang yang menumpang
yang tidak selamanya menumpang, atau kita adalah tamu yang tidak selamanya
menjadi tamu sehingga kita bukanlah tuan rumah di langit dan di bumi ini.
Sebagai orang yang menumpang, atau sebagai orang yang menjadi tamu di muka bumi
ini, maka kita tidak bisa bertindak seolah olah selaku tuan rumah, atau bahkan
yang mengatur Allah SWT selaku tuan rumah di rumah tuan rumah sendiri.
Selain itu, ketahuilah bahwa keberadaan diri
kita juga terikat dengan ketentuan “dari Allah SWT akan kembali kepada Allah SWT”
yang mengharuskan diri kita datang fitrah kembali fitrah sehingga kita wajib
memiliki ilmu tentang Allah SWT secara baik dan benar dan kita juga wajib
memiliki ilmu tentang tahu diri karena kita hidup di langit dan di bumi yang
diciptakan dan dimiliki oleh Allah SWT sehingga mengharuskan kita melaksanakan
segala aturan main yang telah ditetapkan oleh Allah SWT selaku Tuan Rumah. Dan
dengan adanya ketentuan di atas maka sangat jelas tujuan perjalanan hidup ini
adalah harus kembali kepada-Nya dan hal ini juga berarti bahwa diri kita pulang
kampungnya ke syurga karena hanya orang orang yang mampu pulang kampung ke
syurgalah yang bisa melaksanakan ketentuan di atas serta Allah SWT sendirilah
yang akan menemui para penghuni syurga, sebagaimana termaktub dalam surat Al
Qiyaamah (75) ayat 22, 23 berikut ini: “Wajah wajah (orang mukmin) pada hari itu
berseri seri. Memandang Tuhannya.”
Tahu diri tidak dapat dipisahkan dengan tahu
Allah SWT baik selaku pencipta dan pemilik alam semesta ini serta juga selaku
Tuhan bagi seluruh umat manusia. Selanjutnya tahu diri dan tahu Allah SWT
jangan dipisahkan serta belum lengkap:
1. Jika kita belum tahu
tentang Nabi Muhammad SAW karena di dalamnya kita akan mengetahui keutamaan
dari umat Nabi Muhammad SAW dan juga contoh-contoh dalam melaksanakan ibadah
yang sesuai dengan kehendak Allah SWT melalui Nabi Muhammad SAW.
2. Jika kita belum tahu tentang
orang tua/mertua diri kita sendiri karena Allah SWT telah meletakkan ridha-Nya
di bawah ridha orang tua;
3. Dan jangan lupa kita
harus pula memiliki ilmu dan pengetahuan yang menyeluruh tentang musuh nyata
yang telah ditetapkan berlaku oleh Allah SWT, dalam hal ini adalah ahwa (hawa
nafsu) dan syaitan.
Lalu bagaimana dengan tahu aturan main? Tahu
aturan main merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan ketentuan dari tahu
diri, tahu Allah, tahu musuh yang nyata bagi diri manusia, dalam hal ini adalah
ahwa (hawa nafsu) dan setan. Tanpa diri
kita tahu aturan main maka kita tidak akan mampu mengalahkan musuh nyata
manusia dan juga kita tidak mampu melaksanakan apa yang dikehendaki oleh Allah
SWT serta kita tidak akan bisa sampai ke tujuan akhir yang sesungguhnya adalah
syurga. Untuk itu segera manfaatkan waktu yang tersisa untuk mempelajari itu
semua dengan sebaik baiknya lalu melaksanakan apa apa yang telah kita pelajari
saat ini juga.
Di lain sisi, sesungguhnya alam semesta yang
manusia tidak mengetahui batas-batasnya, termasuk segala makhluk yang terapung
di dalamnya tanpa terkecuali, seluruhnya tunduk patuh mengikuti suatu pola
gerak, tata nilai akhlak, atau suatu sistem hukum tertentu dalam seluruh proses
kejadiannya, perkembangannya, atau kehidupannya. Adapun sistem hukum tertentu
yang mengatur pola akhlak alam semesta dan segala makhluk di dalamnya tersebut,
dinamakan sunnatullah oleh orang orang yang beriman kepada Allah SWT. Sunnatullah
adalah hukum tentang bagaimana suatu makhluk berhubungan dengan makhluk lain
dan juga dengan Allah SWT. Sunnatullah bersifat tetap, tidak berubah-ubah,
berlaku umum bagi segala makhluk, sebagaimana firman-Nya berikut ini: “semua yang berada di langit dan yang berada di bumi bertasbih kepada
Allah (menyatakan kebesaran Allah). dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha
Baijaksana. (surat Al Haadid (57) ayat 1).”
Selain firman di
atas, Allah SWT juga berfirman dalam surat Al Hajj (22) ayat 18 berikut ini: “Apakah kamu tiada mengetahui, bahwa kepada
Allah bersujud apa yang ada di langit, di bumi, matahari, bulan, bintang,
gunung, pohon-pohonan, binatang-binatang yang melata dan sebagian besar
daripada manusia? dan banyak di antara manusia yang telah ditetapkan azab
atasnya. dan Barangsiapa yang dihinakan Allah Maka tidak seorangpun yang
memuliakannya. Sesungguhnya Allah berbuat apa yang Dia kehendaki. (surat Al
Hajj (22) ayat 18).” Suka atau tidak suka, setuju atau tidak setuju, percaya
atau tidak percaya segala makhluk itu tidak bisa menolak berlakunya sunnatullah
sesuai dengan kadar kejadiannya, karena kepastian berlakunya sunnatullah
tersebut tidak ada kekuatan makhluk yang mampu menghindarinya.
Dan sejalan dengan takdirnya, yaitu pola
perilaku tertentu suatu makhluk dalam hubungannya dengan makhluk lain dan
dengan Allah SWT, makhluk itu tidak bisa berperilaku lain, kecuali bertasbih
kepada Allah SWT, sujud kepada Allah SWT, tunduk patuh terhadap sunnatullah
yang diberlakukan terhadap mereka dan yang pasti kita tidak mengerti tasbih
mereka kepada Allah SWT seperti yang dikemukakan oleh Allah SWT dalam firman-Nya
berikut ini: “langit yang tujuh, bumi dan
semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. dan tak ada suatupun
melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti
tasbih mereka. Sesung-guhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.
(Surat Al Isra’ (17) ayat 44).”
Misalnya makhluk yang bernama Air, mempunyai
takdir antara lain, isinya tetap, bentuknya berubah-ubah menurut tempatnya.
Mengalir ke tempat yang paling rendah mengikuti sunnatullah bejana berhubungan.
Terdiri dari molekul-molekul dan setiap molekul terdiri dari atom-atom dengan
susunan dan ukuran yang pasti. Yaitu tiap-tiap molekul air terdiri dari dua atom
hydrogen(H) dan satu atom oksigen (O), sehingga rumus kimia air ditulis dengan
H2O. Dan setiap atom terdiri dari inti atom dan electron yang selalu mengedari
inti atom. Inti atomnya sendiri terdiri dari proton dan neutron.
Dalam
temperatur tertentu berat jenis air adalah satu. Jika temperaturnya diturunkan
hingga 0 derajat Celcius air akan membeku menjadi es, dan jika temperaturnya
dinaikkan hingga 100 derajat Celcius air tersebut akan mendidih, dan jika
dilakukan terus menerus maka seluruh air akan berubah menjadi uap. Demikian
seterusnya dan demikian pula dengan makhluk selain air juga tunduk patuh kepada
sunnatullah yang sesuai dengan takdirnya.
Makhluk hidup bangsa tumbuhan, misalnya pohon
pisang ditakdirkan antara lain tumbuh di tanah. Akarnya tumbuh ke bawah
menghisap zat-zat hara tanah sebanyak yang diperlukan, dan tidak pernah
menyimpang atau serakah melebihi dari kebutuhannya. Pohonnya tumbuh ke atas
berusaha mendapatkan sinar matahari, dan melalui daun-daunnya melakukan
asimilasi. Kemudian selama waktu tertentu menghasilkan buah dengan rasa dan
aroma buah pisang. Demikian seterusnya dan demikian pula bangsa tumbuhan yang
lain selain pisang, juga tunduk patuh dengan sunnatullah yang sesuai dengan
takdirnya.
Makhluk hidup bangsa hewan, misalnya ayam
ditakdirkan antara lain hidup di darat dan tidak bisa hidup di air seperti
bangsa ikan. Badannya berbulu, anggota tubuhnya terdiri dari dua kaki dan dua
sayap. Berdarah panas, suhu tubuhnya tetap. Bernapas dengan paru-paru dan
gelembung udara. Berparuh, memakan biji-bijian, pucuk dedaunan, dan hewan kecil
tertentu, yang sudah dipastikan menjadi makanannya. Mereka juga tidak pernah
menyimpang atau serakah melebihi kebutuhannya. Kemudian dalam masa tertentu dan
selama waktu tertentu, sang betina pun bertelur.
Yang
jantan setiap malam, yaitu beberapa jam menjelang waktu subuh hingga subuh
tiba, dengan setia selalu berkokok, tidak pernah absen walau hanya semalam pun.
Dengan patuh ayam jantan itu selalu memberi peringatan dengan kokoknya tersebut
kepada para manusia, terutama orang-orang yang beriman supaya bangun malam
untuk mendirikan shalat tahajud dan agar shalat subuh tepat waktu, sehingga
tidak kesiangan.
Demikian seterusnya dan demikian pula bangsa hewan selain ayam, juga tunduk
patuh dengan sunnatullah yang sesuai dengan takdirnya. Bagi makhluk lainnya
seperti air dan udara, tumbuhan maupun hewan dalam ketertunduk kannya dengan
sunnatullah tidak pernah terjadi penyimpangan atau timbul masalah. Bagi mereka
tidak diberi kebebasan memilih dan tidak diberi perangkat untuk melakukan
pilihan, dalam arti pola akhlaknya sudah baku, sudah terpola dalam program
tertentu atau dalam bentuk naluri, sehingga bersifat tetap dan tidak
berubah-ubah. Bagi mereka tidak ada kewajiban untuk mempertanggung jawabkan terhadap
perilaku atau akhlak yang telah dilakukan.
Penyimpangan dan masalah hanya timbul pada
manusia, karena manusia diberi kebebasan untuk memilih dan diberi perangkat
yang cukup untuk melakukan pilihan, yaitu otak tempat diletak-kannya ilmu dan
juga hati tempat diletakkannya sistem pola berfikir dan sistem akhlak manusia
dan juga tempat diletakkannya rasa atau perasaan (af’idah). Selain itu, kejadian
manusia sangat sempurna jika dibandingkan dengan makhluk lain. Oleh karena manusia diberi kebebasan untuk memilih,
maka pilihan manusia bisa benar dan bisa keliru. Namun karena kasih sayang
Allah SWT kepada makhluk-Nya yang bernama manusia itu, Allah SWT memberikan
petunjuk dan pedoman serta pegangan berupa Diinul Islam sebagai sunnatullah
yang bersifat tetap, tidak berubah-ubah yang diberlakukan hingga hari kiamat.
Sunnatullah Diinul Islam memberikan berbagai
kemungkinan pilihan untuk dipilih. Memberikan petunjuk, kriteria dan tata nilai
yang harus digunakan dalam melakukan pilihan. Serta memberikan ganjaran atau
siksaan sesuai pilihan yang telah diambil manusia. Akibat dari pilihan yang
diambil oleh manusia berjalan secara
pasti.Dengan demikian maka hanya dalam kehidupan manusia saja terdapat
kemungkinan salah pilih atau salah jalan dalam menentukan jalan hidup. Sehingga
perlu adanya petunjuk, perlu adanya nasehat, perlu adanya bimbingan, atau perlu
adanya peringatan, atau dengan kata lain perlu adanya konsep ilahiah dalam hal
ini adalah Diinul Islam.
Dan pada hakekatnya manusia adalah makhluk yang dapat berubah atau dapat dibina pola akhlak dan perbuatannya, melalui pendidikan dan pelatihan secara terus menurus, secara tertata dan berkesinambungan atau melalui suatu pola yang bersifat istiqamah, yang kesemuanya termaktub di dalam konsep Ilahiah yang dinamakan dengan Diinul Islam, sebagaimana termak-tub dalam surat Ali Imran (3) ayat 19 berikut ini: “Sesungguhnya agama di sisi Allah ialah Islam. Tidaklah berselisih orang orang yang telah diberi Kitab kecuali setelah mereka memperoleh ilmu, karena kedengkian diantara mereka. Barangsiapa ingkar terhadap ayat ayat Allah, maka sungguh, Allah sangat cepat perhitunganNya.” Setelah itu lanjutkan dengan apa yang dikemukakan Allah SWT melalui firmanNya: “Wahai orang orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah langkah syaitan . Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu. (surat Al Baqarah (2) ayat 208), yaitu melaksanakan Diinul Islam secara kaffah (menyeluruh) dalam satu kesatuan yang tidak terpisahkan antara ketentuan Rukun Iman, Rukun Islam dan juga Ikhsan.
Dan sekarang Allah SWT sudah lengkap memberikan segala sesuatunya bagi kepentingan hidup dan kehidupan diri kita.Tinggal diri kita sendirilah yang menentukan, apakah mau melaksanakan segala aturan main yang berlaku termasuk melaksanakan Diinul Islam. Lalu apakah kita mau memanfaatkan dan mendayagunakan segala fasilitas yang telah disiapkan oleh Allah SWT untuk kepentingan hidup dan kehidupan kita dunia dan akhirat. Dan semoga kita semua mampu pulang kampung ke syurga dan bisa melihat wajah Allah SWT secara langsung serta bisa memeluk Nabi Muhammad SAW beserta sahabatnya kelak dan dapat berkumpul dengan orang orang yang kita cintai terutama keluarga besar kita sendiri. Aamiin.
MAHALNYA NERAKA MURAHNYA SYURGA
(by
islampos.com)
Loket ke Neraka penuh sesak, banyak manusia antri.Rebut rebutan, cakar cakaran.Takut nggak kebagian kursi.Tiket ke Neraka Memang Mahal.Harus merogoh kantong berjuta juta, untuk dapat ikut berjalan kesana.Maksiat itu mahal. Judi itu mahal.Zina itu mahal.Korupsi itu mahal.Dusta itu mahal.Tetapi tetap saja orang orang berbondong bondong menuju kesana. Jalan ke Syurga sunyi dan sepi. Jalannya lebar, mulus dan bersih.Tiketnya murah, tak perlu keluar uang banyak. Tetapi mengapa sangat sedikit orang yang antri di loket. Puasa itu murah. Shalat itu murah. Sedekah itu murah.Senyum itu murah.
Nafsu telah memutar balik semua tatapan itu. Yang buruk terlihat indah.Yang baik terlihat sukar.Akhirnya di tempat ini aku baru sadar bahwa jalan ke syurga sepi dan jalan ke neraka sangat ramai.Lalu kemanakah kita akan berjalan pulang?Ke Syurga sesuai dengan kehendak Allah SWT ataukah ke Neraka sesuai dengan kehendak syaitan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar