D.
MENJAGA KESEHATAN
JASMANI.
Untuk menjaga
kesehatan jasmani ada dua hal yang harus kita perhatikan, yang pertama adalah
apa-apa yang kita masukkan ke dalam tubuh dan yang kedua, adalah apa apa yang
harus kita keluarkan dari dalam tubuh. Khusus untuk apa apa yang dimasukkan ke
dalam tubuh. Allah SWT telah memberikan petunjuk-Nya melalui surat Al Baqarah
(2) ayat 168 sebagaimana telah kami kemukakan di atas. Dan jika kita ingin
mendapatkan kesehatan tubuh yang maksimal, selain kita memperhatikan apa-apa
yang kita masukkan ke dalam tubuh melalui makanan dan minuman yang kita
konsumsi, kitapun harus pula memper-hatikan hal-hal yang harus dikeluarkan dari
dalam tubuh dalam kerangka membersihkan 4 (empat) kotoran atau racun dari dalam
tubuh kita secara tuntas sebagaimana dikemukakan oleh “Andri Wang, dalam bukunya “Menuju Hidup Sehat dan Panjang Umur, Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta, 2014, berikut
ini:
1. Udara Kotor. Hawa kotor yang keluar
dari mulut yang terasa bau atau gas tidak sedap yang keluar dari usus besar itu
adalah udara kotor atau udara racun yang tertimbun dalam tubuh kita. Bila tidak
dikeluarkan, akan menggangu kesehatan tubuh kita. Maka, di pagi hari setelah
bangun tidur, minumlah air putih sebanyak 200cc, kemudian berkumur 3 kali,
lantas pergilah ke halaman atau ke tempat yang banyak pohon. Buanglah napas
yang bau itu, keluarkan lewat mulut sebanyak mungkin sampai hawa yang keluar
dari mulut tidak terasa bau lagi. Kemudian teruskan dengan menarik napas
panjang dan hirup udara bersih segar itu sepuas puasnya di barengi dengan
dzikir sehingga udara yang sudah keluar diganti dengan udara yang bersih segar
plus dzikir. Sedangkan gas yang keluar dari usus besar adalah udara kotor dan
gas bau yang memang harus dibuang. Buang gas adalah gejala yang baik dan perlu
disyukuri, meskipun tidak sopan bila dilakukan di depan umum. Gas di dalam usus
besar ini mengandung gas beracun H2S yang dihasilkan dari fermentasi bakteri di
dalam usus besar. Jika gas itu tidak dikeluarkan akan menjadi racun dalam tubuh
kita.
2. Cairan Kotor. Air putih yang kita
minum akan segera masuk ke lambung dan usus kecil, kemudian molekul H2O yang
ada dalam air tersebut diserap melalui usus besar ke dalam sirkulasi darah.
Cairan yang berlebihan di dalam darah akan dikeluarkan secara berangsur angsur
melalui organ ginjal. Cairan tersebut membawa kotoran dan “creatine” yang
beracun serta hasil uraian obat yang dilakukan oleh organ hati, dan zat lainnya
yang dihasilkan dari proses katabolisme. Semua kotoran beracun tersebut lolos
dari saringan ginjal yang sehat, lantas mengalir ke dalam kantong kemih dan
keluar menjadi air seni yang berbau pesing. Begitu juga keringat kotor dan bau
itu, dikeluarkan melalui pori pori kulit. Keringat juga termasuk kotoran cair
dari tubuh yang harus dikeluarkan.
3. Kotoran Dari Usus
Besar. Untuk
mempertahankan kesehatan tubuh, sebaiknya setiap pagi dibiasakan buang air
besar secara rutin. Bila kotoran yang tertimbun dalam usus besar tidak dikeluarkan
setiap hari, maka akan menjadi racun dan ini tidak baik untuk kesehatan tubuh.
Bagi orang yang mengalami konstipasi (sembelit), perutnya terasa kembung serta
kencang, mulutnya akan mengeluarkan bau tidak sedap, kulitnya juga terlihat
kusam. Orang mengatakan bahwa di mana ada yang bisa masuk (makan dan minum) dan
bisa keluar (buang air besar), itu adalah sehat. Namun itu saja belum cukup
jika kotoran dalam pikiran belum dikeluarkan.
4. Kotoran Dalam
Pikiran. Pikiran negatif seperti gampang marah, membenci orang, suka mengkritisi dan menilai
orang lain, berprasangka buruk dan suka berdebat tidak akan bisa menjadikan
pikiraan dan tubuh yang sehat. Pikiran negatif adalah kotoran dalam pikiran
yang paling ampuh merusak kesehatan tubuh dan juga kesehatan ruhani seseorang.
Maka pikiran negatif yang kotor itu perlu dibersihkan sesegara mungkin dan
setuntas tuntasnya.
Selain daripada itu
ketahuilah 3 (racun) yang bisa mendatangkan penderitaan, yaitu keserakahan,
kebencian dan kebodohan. Orang yang suka marah besar dan dendam kepada
orang lain, hidupnya selalu tegang dan pikirannya tidak bisa senang. Dan yang
dimaksud dengan kebodohan disini bukanlah tidak berpendidikan melainkan masih
saja melanggar objek yang salah. Jadi, meskipun secara akademis seseorang
intelek, bisa saja dia tetap melakukan kebodohan. Misalnya orang yang sudah
berkecukupan, tapi belum merasa puas dan cukup, masih melekat pada nafsu, terus
mengejar kekayaan, bahkan sampai menempuh cara yang tidak halal. Karena keserakahan,
akhirnya terjerat hukum dan harus mendekam di penjara, Dia merasa malu dan
menyesal di kemudian hari, istri, anak anaknya menanggung malu seumur hidupnya.
Itulah yang dimaksud dengan manusia bisa melakukan kebodohan.
Untuk lebih
mempertegas kotoran yang ada di dalam pikiran, berikut ini akan kami kemukakan
tentang penyakit penyakit hati yang berhubungan erat dengan kotoran yang ada
dalam pikiran, yang keduanya juga harus dikeluarkan dari dalam tubuh kita.
“Sembuhkan sakit hatimu, maka akan sembuh seluruh tubuhmu”. Ada orang yang
punya sakit hati yang benar benar kronis dalam bentuk Benci Banget; Dendam Banget; Nggak Suka Banget; Sedih Banget; Kecewa
Banget. Semua itu dianggap serius, sampai sakitnya berdampak pada tubuh. Begitu
muncul dalam bentuk penyakit kanker, diabetes, sakit jantung, baru diatasi.
Dan yang diatasi pun hanya dipermukaannya saja. Diatasi dengan operasi, obat
herbal bertahun tahun bahkan seumur hidup, kemoterapi, radiasi. Semua yang
membuat sel sel tubuh luluh lantak. Tapi akar masalahnya tidak di atasi.
Akar masalahnya
adalah hati yang sakit dan semakin rusak. Kemudian merusak seluruh jaringan
tubuh seperti : (a) Darah tetap dibiarkan
asam; (b) Kondisi tubuh asam; (c) Pikiran tetap stress, jiwa tidak tenang; (d)
Dendam masih banyak; (e) Kecewa masih berlanjut; (f) Perasaan masih tidak enak;
(g) Benci masih kuat. Secara tidak langsung kita membunuh diri sendiri.
Ingat Rasulullah SAW pernah berkata: Ada segumpal daging yang jika ia baik maka
seluruh tubuh akan baik. Dan kalau ia buruk maka seluruh tubuh akan buruk.
Itulah Hati. Seharusnya ia selalu dalam kondisi indah dan baik; selalu
ikhlas, menerima ketentuan Allah SWT, bersyukur, tulus berbagi dan bahagia
bersama. Seperti anak yang selalu bahagia dan tertawa, seperti itulah kondisi
hati kita seharusnya.Pada saat kita sudah tidak lagi seperti itu, itulah saat
penyakit muncul. Dan deteksi dini harus dilakukan. Akar permasalahan harus diatasi.
Hati perlu terus
dicuci dan dibersihkan. Tanda tanda hati bersih dan suci adalah: (a) Selalu bahagia atas kebahagiaan orang
lain; (b) Selalu bersemangat berbagi tanpa pamrih; (c) Selalu ridha dengan
ketentuan yang Allah SWT berikan untuk kita; (d) Tidak dengki; (e) Tidak
dendam. Semoga kita mampu menjaga kesehatan jasmani dengan sebaik baiknya,
jika jasmani sehat akan sangat membantu diri kita beraktivitas sehari hari.
Jangan lupa berolah raga untuk membakar karbohidrat dan juga lemak dalam tubuh
selain memperhatikan makanan dan minuman yang kita konsumsi serta membuang apa
apa yang harus di buang yang berasal dari dalam tubuh.
Dan sekali lagi kami
ingatkan bahwa halalnya makanan dan minuman yang kita konsumsi tidak serta
merta memberikan kebaikan bagi tubuh kita, sepanjang ketentuan thayib (baik)
tidak bisa kita penuhi. Apalagi jika makanan dan minuman yang kita konsumsi
termasuk dalam kategori haram dari sisi jenis makanannya dan juga diperoleh
dari penghasilan yang haram, dimakan tanpa membaca Basmallah dan Doa serta
dimakan sampai kekenyangan. Bayangkan apa yang terjadi pada tubuh kita? Bukan
manfaat yang kita peroleh melainkan mudharat yang kita dapatkan yang
sewaktu-waktu akan berdampak negatif jasmani kita. Untuk itu berhati hatilah
dalam mengkonsumsi sesuatu yang kita masukkan ke dalam tubuh, ataupun ke dalam
tubuh istri (suami) serta anak keturunan kita.
E. MENJAGA KEFITRAHAN
RUH.
Jati diri manusia
yang sesungguhnya adalah ruh, dimana ruh harus dijaga kesehatannya (maksudnya
kefitrahannya). Untuk menjaga kesehatan ruh tentu sangat berbeda dengan menjaga
kesehatan jasmani karena asal usul dari keduanya berbeda. Jasmani bukanlah
Allah SWT yang membuat, namun Allah SWT yang menentukan aturan mainnya, seperti
makan dan minum yang sesuai dengan konsep halal dan thayyib, sebelum makan dan
minum diwajibkan membaca basmallah dan berdoa sebelum mempertemukan sperma dan
ovum diwajibkan membaca doa agar setan tidak ikut andil di dalamnya.
Sedangkan untuk
menjaga kesehatan (kefitrahan) ruh sangat berbeda dengan ketentuan untuk
menjaga kesehatan jasmani. Membersihkan permukaan tubuh itu mudah sekali, kita
tinggal mandi memakai sabun dan shampoo. Sebaliknya
membersihkan ruh atau bathin dan pikiran tidaklah semudah membersihkan tubuh.
Kita harus terus menerus melakukan instrospeksi diri, membersihkan pikiran
negatif dan keakuan yang melekat dalam diri kita, barulah pikiran kita bisa
bersih dan cemerlang.Tidak ada orang yang yang bisa menghadiahkan atau meminjamkan kesehatan
dirinya untuk kepentingan diri kita kecuali usaha dari kita sendiri.
Untuk memperoleh dan
mendapatkan kesehatan yang hakiki (maksudnya kesehatan jasmani dan ruh) adalah
akumulasi dari memelihara kesehatan jasmani dan juga kesehatan ruh secara
istiqamah selama hayat masih di kandung badan. Dengan ketentuan, jaga kesehatan ruh terlebih dahulu barulah kita
menjaga kesehatan jasmani sehingga ruh sehat yang dibarengi dengan jasmani
sehat. Jika ini yang terjadi sangat terasa indah nikmatnya bertuhankan kepada
Allah SWT. Selain daripada itu,
ketahuilah setiap manusia yang hidup pasti akan mengalami apa yang dinamakan
proses pengaruh mempengaruhi antara jasmani dengan ruh serta setiap manusia
pasti akan mengalami gangguan ahwa (hawa nafsu) dan setan serta gangguan
monster ketakutan yang akhirnya akan mempengaruhi tingkat kefitrahan manusia,
atau timbullah kekotoran jiwa manusia, atau manusia sudah tidak sesuai lagi
dengan konsep awal penciptaan manusia. Sebagaimana Allah SWT berfirman: “dan sungguh akan Kami berikan cobaan
kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan
buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.
(surat Al Baqarah (2) ayat 155).”
Di lain sisi, pada saat manusia hidup maka setiap manusia pasti akan
melakukan aktivitas, yang mana aktivitas ini akan mengakibatkan jasmani
mengalami gangguan berupa debu, berupa keringat, berupa bau badan, berupa daki,
mengakibatkan buang air kecil maupun besar.
Adanya pengaruh negatif baik kepada jasmani maupun
kepada ruh tentu hal ini akan mengakibatkan baik jasmani maupun ruh menjadi
tidak suci atau tidak fitrah lagi, atau mengalami suatu kekotoran. Adanya kekotoran, atau ketidaksucian yang
dialami oleh jasmani maupun oleh ruh maka kondisi ini harus dikembalikan lagi
ke posisi yang suci lagi karena kita akan menghadap kepada yang Maha Suci.
Untuk mengembalikan kefitrahan ruh menjadi sediakala, atau membersihkan jasmani
dari kekotoran akibat proses alam, atau akibat proses alamiah jasmani maka
proses thaharah harus kita laksanakan.
Sekarang tolong
perhatikan dengan seksama dua buah hadits yang akan kami kemukakan di bawah
ini. Hal ini penting kami kemukakan karena kita tidak akan bisa menampilkan
penampilan Allah SWT jika ketentuan yang ada pada ke dua hadits berikut ini
masih melekat dalam diri kita, yaitu: Dari Ibnu Umar ra, katanya, “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Tidak diterima shalat seseorang tanpa
suci, dan tidak diterima sedekah yang berasal dari kejahatan (seperti mencuri,
menipu, menggelapkan atau korupsi, rampok, judi dan sebagainya). (Hadits Riwayat Bukhari No.175)
Hudzaifah ra, berkata:
Nabi SAW bersabda: Allah ta’ala
berfirman: “Allah SWT telah
mewahyukan kepadaku: "Wahai saudara para Rasul dan saudara para pemberi
peringatan! Berilah berita peringatan kepada kaummu untuk tidak memasuki
rumahKu (masjid) kecuali dengan hati yang bersih, lidah yang jujur, tangan yang
suci, dan kemaluan yang bersih. Dan janganlah mereka memasuki rumahKu (masjid)
padahal mereka masih tersangkut barang aniayaan hak hak orang lain.
Sesungguhnya Aku mengutuknya selama ia berdiri mengerjakan shalat di hadapanKu
sehingga ia mengembalikan barang aniayaan itu kepada pemiliknya yang berhak.
Apabila ia telah mengembalikannya, maka Aku menjadi pendengarannya yang
dengannya ia mendengar, menjadi penglihatannya yang dengannya ia melihat dan ia
akan menjadi salah seorang kekasihKu, orang pilihanKu dan bersanding bersamaKu
bersama para Nabi, para shiddiqin dan para syuhada di dalam syurga. (Hadits Qudsi Riwayat Abu Nua'im, Hakim, Ad-Dailami, dan Ibnu Asakir;
272:240)
Berdasarkan ketentuan 2 (dua) buah hadits di atas ini, kita tidak bisa
serta merta begitu saja menjadi abd’ (hamba)Nya yang sekaligus khalifahNya
Allah SWT di muka bumi. Untuk itu ketahuilah bahwa semuanya ada syarat dan
ketentuan yang harus kita penuhi terlebih dahulu sebelum diri kita melaksanakan
apa yang kami kemukakan di atas. Adapun syarat dan ketentuan yang wajib kita
penuhi yang keseluruhannya sangat dikehendaki Allah SWT adalah : hati yang bersih, lidah yang benar,
tangan yang suci serta kemaluan yang bersih. Selain daripada masih melalui ketentuan hadits di atas, Allah SWT tidak
memperkenankan diri kita untuk memasuki masjid, atau tidak memperkenankan diri
kita mendirikan shalat jika kita masih tersangkut barang aniayaan hak orang
lain, sebelum diri kita melunasi atau mengembalikan barang aniayaan itu kepada
yang berhak. Atau dengan kata lain uang yang dipergunakan untuk menafkahi diri,
keluarga, anak dan keturunan haruslah uang yang halal yang tidak terkontaminasi
sedikitpun dengan hasil dari korupsi, kolusi dan nepotisme serta grativikasi.
Timbul pertanyaan, ada apa dengan kondisi seperti itu sehingga Allah SWT
sampai harus menetapkan hal ini dengan tegas saat diri kita menjadi
khalifahNya? Ada beberapa alasan kenapa Allah SWT sampai harus menetapkan
kondisi dasar setiap manusia sebelum melaksanakan apa yang telah diperintahkan
Allah SWT seperti melaksanakan haji dan umroh, mendirikan shalat, atau sebelum
memasuki masjid, atau sebelum menghadap Allah SWT, yaitu :
a. Hati yang bersih merupakan syarat utama untuk
berkomunikasi dengan Allah SWT, hal ini dikarenakan Allah SWT hanya bisa
dijangkau oleh hati yang mukmin.
b. Allah SWT adalah Dzat yang Maha Suci, sekarang
bagaimana mungkin kita akan berhubungan, atau menghadap, atau menjadi tamu,
atau berkomunikasi dengan yang Maha Suci dengan baik dan benar jika lidah,
tangan, kemaluan, harta, pakaian, serta diri kita sendiri masih dalam keadaan
kotor.
c. Adanya barang aniayaan milik orang lain yang masih
belum kita lunasi, atau belum kita kembalikan kepada yang pemiliknya yang
berhak, atau adanya barang aniayaan yang masih melekat di dalam harta kita
berarti saat diri kita menghadap, atau saat berhubungan, atau menjadi tamu,
atau saat berkomunikasi dengan Allah SWT
berarti kondisi harta yang kita miliki, atau sesuatu yang kita miliki belum
seluruhnya dalam keadaan bersih, atau masih dalam keadaan kotor sedangkan Allah
SWT adalah Dzat yang Maha Suci. Adanya perbedaan kondisi ini akan menghambat
diri kita untuk bersinergi dengan Allah SWT melalui ibadah Haji dan Umroh yang
kita laksanakan dan juga saat mendirikan shalat apalagi untuk menjadikan jiwa
Muthmainnah.
Allah SWT akan mengutuk kepada orang yang masih tersangkut barang
aniayaan, kepada orang yang masih tersangkut dengan barang curian, kepada orang
yang masih tersangkut dengan hasil korupsi, kepada orang yang masih tersangkut
hak hak orang lain yang diambil tanpa hak, seperti menipu, sampai dengan apa
yang telah diambilnya dikembalikan kepada pemiliknya yang berhak atau yang sah, terkecuali kita siap untuk dikutuk
Allah SWT.
Dan jika sampai
sesuatu yang haram sampai menjadi penghasilan kita, akan sia-sialah shalat
kita, akan sia-sialah kita ke masjid, akan sia-sialah kita melaksanakan haji
& umroh, karena Allah SWT tidak menghendaki diri kita ada dihadapanNya baik
pada saat kita hadir di rumah Allah SWT (maksudnya di
masjid), pada saat diri menghadap Allah SWT (maksudnya saat mendirikan shalat),
pada saat diri kita memenuhi undangan Allah SWT (maksudnya saat melaksanakan
haji dan umroh atau wukuf) karena ulah kita sendiri yang tidak mampu
membersihkan harta kekayaan atau tidak mampu
memperoleh harta kekayaan yang sesuai dengan kehendak Allah SWT.
Lalu setelah diri kita mampu membersihkan hati, membersihkan lidah,
membersihkan tangan, membersihkan
kemaluan serta membersihkan harta kekayaan maka terjadilah apa yang
dinamakan dengan kesesuaian kondisi antara diri kita dengan Allah SWT, yaitu
Yang Maha Suci hanya bisa ditemui dengan yang suci pula. Sehingga jika Allah SWT adalah Yang Maha Suci maka kitapun harus
suci terlebih dahulu sebelum menghadap Yang Maha Suci. Lalu jika Allah SWT
adalah Yang Maha Terpuji, maka kitapun harus berperilaku terpuji sebelum
menghadap Yang Maha Terpuji. Lalu, jika Allah SWT adalah Yang Maha Terhormat,
maka kitapun harus berperilaku terhormat sebelum menghadap Yang Maha Terhormat. Adanya kesesuaian yang kita lakukan sebelum melaksanakan ibadah haji dan
umroh, atau sebelum mendirikan shalat berarti diri kita telah menempatkan dan
meletakkan serta memposisikan Allah SWT sesuai dengan kebesaraan dan kemahaan
yang dimiliki-Nya.
Agar diri kita
memiliki tolak ukur dari sehatnya (fitrahnya) ruh, berikut ini akan kami
kemukakan sebuah indikator dari sehatnya ruh selama dipersatukan dengan
jasmani, sebagaimana hadits berikut ini: “Dari Abu Hurairah ra, katanya: “Apabila ruh
orang orang mukmin keluar dari tubuhnya, dua orang malaikat menyambutnya dan
menaikkannya ke langit”. Kata Hammad. “Karena baunya harum seperti kasturi”
Kata penduduk langit: “Ruh yang baik datang dari bumi, Shallallahu ‘alaika
(semoga Allah melimpahkan kebahagiaan kepadamu) dan kepada tubuh tempat engkau
bersemayam.” Lalu ruh dibawa kehadapan Tuhannya, Kemudian Allah berfirman:
“Bawalah dia ke sidratul muntaha, dan biarkan disana hingga hari kiamat. Kata
Abu Hurairah selanjutnya, “Apabila ruh orang kafir keluar tubuhnya, kata
Hammad, berbau busuk dan mendapat makian, maka berkata penduduk langit, “Ruh
jahat datang dari bumi. “Lalu diperintahkan, “Bawalah dia ke penjara dan
biarkan disana hingga hari kiamat. (Hadits Riwayat Muslim No.2248).” Semoga kita mampu menjaga, merawat,
memperta-hankan kefitrahan ruh yang menjadi jati diri kita yang sesungguhnya.
Amiin
Agar ruh selalu
berada dalam kondisi fitrah, atau agar jiwa muthmainnah konsisten dan
berkualitas selama hayat masih di kandung badan maka ruh selaku jatidiri kita
yang sesunggunya harus selalu memperoleh asupan energi keimanan melalui
pelaksanaan ibadah yang telah diperintahkan oleh Allah SWT melalui pelaksanaan
Diinul Islam secara kaffah (menyeluruh), dengan catatan bahwa :
1. Ibadah
yang kita laksanakan bukanlah untuk mencari pahala, atau membatalkan sebuah
kewajiban, ibadah adalah kebutuhan yang hakiki bagi diri dan jiwa kita serta
menjadikan hati nurani menjadi raja.
2. Ibadah
merupakan sarana dan alat bantu terbaik untuk memberi asupan makanan (energi)
guna pertumbuhan keimanan, atau untuk mempertahankan kualitas keimanan yang
sangat dibutuhkan oleh ruh atau jiwa kita.
3. Ibadah merupakan
sarana dan alat bantu untuk memantapkan iman dalam jiwa, sehingga jiwa kita
berada di dalam kelompok jiwa taqwa, dalam hal ini jiwa muth-mainnah.
4. Ibadah merupakan
sarana dan alat bantu untuk memperbaharui sumber kekuatan guna memperoleh
pertolongan Allah SWT yang sangat diperlukan untuk mensukseskan tugas manusia
sebagai khalifah di muka bumi.
5. Ibadah adalah sarana
dan alat bantu untuk menggarap hati kita agar menjadi lebih peka terhadap
lingkungan, lebih teguh terhadap perintah dan larangan Allah SWT.
6. Ibadah adalah sarana
dan alat bantu untuk membina pribadi pribadi manusia da-lam kerangka
mempertahankan dan memelihara serta mengembangkan dan meningkatkan apa apa yang
telah diberikan Allah kepada diri kita.
7. Ibadah adalah sarana dan alat bantu untuk
mensukseskan tugas kita sebagai kha-lifah di muka bumi serta untuk mencari
keridhaan Allah.
Sekali lagi kami ingin menegaskan kepada jamaah
sekalian tentang adanya ketentuan dasar yang berlaku bagi ruh dan juga tentang
ketentuan dasar yang berlaku bagi jasmani, sebagai-mana akan kami kemukakan
berikut ini, yaitu:
1. Ruh memiliki ketentuan dasar, yaitu: datang
fitrah kembali harus fitrah maka ruh sangat membutuhkan pelaksanaan Diinul
Islam secara kaffah (menyeluruh dalam satu kesa-tuan) yang tidak
terpisahkan.
2. Kemampuan dasar jasmani (jasad) sangat
berhubungan erat dengan posisi usia se-seorang. Semakin tua usia seseorang maka
kualitas jasmani pasti akan mengalami penurunan kemampuan. Inilah sunnatullah
yang pasti berlaku kepada jasmani.
3. Kemampuan ruh tidak berhubungan langsung dengan
tua atau mudanya sese-orang, melainkan
sejauh mana kita mampu melaksanakan Diinul Islam secara kaffah. Semakin kaffah
(khusyu’) kita melaksanakan Diinul Islam maka semakin berkualitas atau semakin
fitrah ruh seseorang. Untuk itu jangan pernah menjadikan ruh mengikuti
sunnatullah yang berlaku bagi jasmani. Semakin tua semakin berkurang
kemam-puannya. Cukup jasmani saja yang menjadi tua atau berkurang kemampuannya
namun ruh haruslah tetap muda (maksudnya tetap berkualitas atau tetap fitrah
sesuai dengan kehendak Allah SWT).
4. Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus
khalifah-Nya di muka bumi jangan sampai tuanya jasmani diikuti dengan tuanya
ruh (maksudnya jangan sampai penurunan kualitas jasmani diikuti dengan
menurunnya kefitrahan ruh) dan jika sampai ini terjadi maka sesuailah diri kita
dengan kehendak setan.
5. Ruh yang tetap dalam kondisi fitrah akan sangat
membantu kondisi dan keadaan jasmani yang sedang mengalami penurunan kemampuan
(usia tua), sehingga kita tetap mampu hidup berkualitas dari waktu ke waktu
serta mampu bermanfaat bagi orang banyak.
Untuk itu, sadarilah hal ini agar jangan sampai
kita salah menempatkan diri kita dihadapan Allah SWT karena kita tidak tahu
diri yang pada hasil akhirnya membawa diri kita pada penyesalan yang tiada
berujung sehingga menghantarkan kita menjadi penghuni neraka kelak, terkecuali
jika kita mampu memasukkan onta ke dalam lubang jarum sebagaimana firman-Nya
berikut ini: “Sesungguhnya orang orang yang mendustakan ayat ayat Kami dan
menyombongkan diri terhadapnya, tidak akan dibukakan pintu pintu langit bagi
mereka, dan mereka tidak akan masuk syurga, sebelum unta masuk ke dalam lubang
jarum. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang orang yang berbuat jahat.
(surat Al A’raaf (7) ayat 40).” Bayangkan Allah SWT mengemukakan
istilah “memasukkan onta ke dalam lubang jarum” yang berarti usaha yang tidak
masuk akal sehat untuk dilakukan karena adanya perbedaan ukuran onta dan ukuran
lubang jarum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar