Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Kamis, 22 September 2016

INILAH PENGARUH BURUK DOSA, MAKSIAT DAN KEJAHATAN BAGI PELAKUNYA


Dalam konteks masyarakat yang plural seperti di Indonesia, nampaknya pengertian tentang Dosa, Maksiat dan juga Kejahatan harus dipahami ulang sehingga tidak menimbulkan salah kaprah dan juga gangguan dalam hubungan sosial antar agama. Dosa selama ini dipahami oleh sebahagian umat Islam sebagai pelanggaran atas aturan-aturan yang telah ditentukan oleh agama. Contoh-contoh berikut ini bisa menjadi semacam ilustrasi. Jika seseorang tidak melaksanakan shalat Jum’at, atau shalat lima waktu sebagaimana diwajibkan oleh ajaran Islam, maka ia telah berdosa. Seseorang yang tidak  berpuasa di bulan Ramadhan, dia berdosa. Seseorang yang tidak  membayar zakat fitrah, ia berdosa. Seseorang yang menghardik orang-tuanya, ia berdosa. Begitu pula jika seseorang mencuri atau membunuh orang lain, maka ia juga berdosa. Seseorang yang menyerobot tanah tetangganya, ia berdosa. Begitu seterusnya. Pemahaman seperti ini, dalam konteks negara non-agama seperti Indonesia, jelas kurang tepat.

Untuk memberikan gambaran yang lebih tentang definisi dosa, maksiat dan juga kejahatan, berikut ini kami kemukakan pengertian yang dimaksud sebagaimana di bawah ini.

1.      Dosa adalah pelanggaran hukum-hukum agama yang sama sekali tidak diatur oleh hukum positif negara. Jika seseorang tidak melaksanakan shalat lima waktu, maka ia berdosa, tetapi ia tidak melanggar hukum negara. Tetapi, jika seseorang mencuri, maka ia  berdosa dan melakukan kejahatan sekaligus. Berdosa karena ia melanggar ketentuan agama yang melarang pencurian, tetapi juga kejahatan, karena tindakan mencuri melanggar hukum positif yang ditetapkan oleh negara.
  
2.       Maksiat adalah sebuah kategori yang tidak jauh berbeda dengan dosa, yakni melanggar hukum-hukum agama yang tidak diatur oleh hukum negara. Tetapi maksiat memiliki pengertian yang lebih khusus, yakni pelanggaran hukum agama yang bersifat individualistik. Jika seseorang dengki, atau ghibah yakni membicarakan kejelekan orang lain, maka dia melakukan maksiat. Jika seseorang melakukan perbuatan syirik atau musyrik  dengan menyekutukan Allah SWT maka ia melakukan maksiat. Jika seseorang melakukan perbuatan riya maka ia melakukan perbuatan maksiat. Jika seseorang memperturutkan ahwanya maka ia berbuat maksiat. Jika ia bersekutu dengan jin atau syaitan maka ia berbuat maksiat. Jika ia tidak mau melaksanakan tidak mau melaksanakan diinul islam secara kaffah maka ia bebuat maksiat. Begitulah seterusnya. Tetapi keseluruhan tindakan itu tidak masuk dalam ketegori kejahatan yang diatur oleh hukum positif yang ditetapkan negara.

3.       Kejahatan adalah tindakan melawan hukum negara. Jika seseorang merampok atau korupsi, dia melakukan suatu tindakan yang masuk dalam dua kategori sekaligus: kejahatan, karena melanggar hukum positif, dan dosa karena melanggar hukum agama. Tetapi jika seseorang melanggar hukum lalulintas, seperti menerabas marka jalan, maka dia hanya dapat dikatakan melanggar hukum negara, tetapi dia tidak, atau sekurang-kurangnya belum tentu berdosa, sebab dalam agama tak ada ketentuan larangan untuk melanggar marka jalan. Agama sama sekali tak punya aturan khusus mengenai lalulintas, sehingga dengan demikian pelanggar hukum lalulintas tidak bisa disebut berdosa. Begitu pula jika seseorang melakukan pembajakan suatu karya, misalnya menerbitkan sebuah buku karya orang lain tanpa memperoleh hak cipta, maka ia melakukan kejahatan "intellectual property", tetapi tidak berdosa dalam pandangan agama. Agama, sekurang-kurangnya Islam, tak memiliki aturan khusus mengenai "intellectual property right". Kalaupun ada aturan mengenai itu, paling jauh hanyalah merupakan hasil ijtihad ulama modern. Dalam Al-Quran dan hadits sendiri tak ada aturan yang jelas mengenai hak cipta intelektual.

Agar diri kita terhindar dari perbuatan dosa, maksiat ataupun kejahatan, berikut ini akan kami kemukakan beberapa dampak buruk yang ditimbulkan dari perbuatan dosa, maksiat dan juga kejahatan, seperti yang dikemukakan oleh Ibnu Qayyim Al Jauziyah dalam  bukunya Kitab Jawabul Kafi (Jawaban Lengkap Tentang Obat Mujarab),  yaitu:

1.                  Perbuatan maksiat mempunyai dampak buruk lagi tercela, berbahaya bagi hati dan badan, baik di dunia maupun di akhirat kelak. Dampak dari perbuatan maksiat hanya Allah-lah yang mengetahui secara pasti. Dampak buruk maksiat diantaranya adalah terhalangnya ilmu, karena ilmu adalah cahaya yang Allah SWT tempatkan di hati, sedangkan maksiat mematikan cahaya tersebut.

2.                  Perbuatan maksiat akan memberikan dampak kepada rezeki seseorang. Seorang hamba terhalang rezekinya karena perbuatan dosa dan maksiat yang dilakukannya, sebagaimana halnya taqwa kepada Allah SWT dapat mendatangkan rezeki, maka meninggalkan taqwa dapat mendatangkan kefakiran, Maka sebaik-baik jalan untuk mendapatkan rezeki adalah dengan meninggalkan maksiat.


3.                  Dampak lain dari maksiat adalah adanya perasaan kekosongan bathin yang dirasakan oleh orang yang berbuat maksiat, yang menyebabkan ia merasa jauh dari Allah, dan sama sekali tidak dapat dibandingkan dengan suatu kesenangan apapun, meski seluruh kesenangan dunia terkumpul, kekosongan bathin tetap tidak akan terisi. Dan hal ini tidak mungkin dapat dirasakan kecuali oleh orang yang memiliki hati yang hidup, karena luka itu terasa sakit oleh orang yang hidup dan tidak dapat dirasakan oleh orang mati. Maka jika dosa tidak terperosok kepada kekosongan bathin, maka niscaya orang yang berakal akan merasa bebas untuk meninggalkannya.

Seseorang mengadu kepada orang bijak tentang kekosongan bathin yang ia dapatkan dalam dirinya. Orang bijak itu berkata kepadanya, “Jika adan telah merasakan kosongnya bathin karena dosa-dosa yang anda lakukan, maka tinggalkanlah dosa-dosa tersebut, niscaya anda akan mendapatkan kebahagiaan. Karena keterasingan hati yang disebabkan oleh dosa tidak dapat diusir dengan dosa dan hanya kepada Allah-lah kita mohon pertolongan.

4.      Dampak lain dari pada maksiat adalah kesepian yang terjadi antara orang yang bermaksiat dan oirang lain (keterasingan) yang dirasakan oleh orang yang bermaksiat dari orang lain, apalagi terhadap orang baik. Orang yang suka melakukan maksiat akan merasakan adanya jarak yang jauh sekali dari orang-orang baik. Semakin kuat rasa keterasingan, semakin jauhlah dari mereka dan dari kesempatan untuk bergaul dengan mereka, sehingga terjauhkan pula dari berkah ilmu mereka yang sangat bermanfaat baginya. Semakin dekat jarak dengan golongan syaitan maka semakin jauh jaraknya dengan golongan Allah Yang Maha Pengasih. Rasa keterasingan ini dapat menjadi kuat sehingga menjadi rasa yang sangat dominan, sehingga ia akan merasa keterasingan dari istrinya, dari anaknya, kerabatnya, bahkan dengan dirinya sendiri, sehingga ia merasa asing dengan dirinya sendiri.

5.      Dampak lain dari maksiat adalah segala urusan menjadi sulit untuk dilaksanakan dan sukar dicarikan jalan keluarnya. Hal ini adalah kebalikan dari orang yang bertaqwa. Orang yang bertaqwa kepada Allah, pasti Allah akan memudahkan segala macam urusannya, Sebagai kebalikannya, siapa yang meninggalkan taqwa kepada-Nya maka Allah akan menjadikan segala urusannya sulit.

6.      Dampak lain dari maksiat adalah kegelapan yang didapatkan dalam hatinya, yang benar-benar ia rasakan sebagaimana ia merasakan gelap gulita dan kepekatan malam. Maka kegelapan maksiat bagi hatinya menjadi seperti kegelapan inderawi bagi matanya. Karena taat itu adalah cahaya, sedangkan maksiat adalah kegelapan. Semakin kuat kegelapan, semakin kuat pula kebingungannya, sehingga ia terjerumus kepada perbuatan-perbuatan bid’ah, kesesatan-kesesatan dan perkara-perkara yang membinasakan, sedang ia tidak merasakannya sebagaimana seorang tuna netra yang dilepas berjalan sendiri di malam yang gelap gulita. Kegelapan ini menjadi kuat hingga tampak dalam mata, kemudian menguat lagi sehingga menyebar keselurh wajahnya, yang kemudian menjadi hitam yang dapat dilihat oleh setiap orang.Abdullah bin Abbas, berkata, “Sesungguhnya kebaikan itu memiliki sinar dalam wajah dan hati, kelapangan dalam rezeki, kekuatan dalam badan, dicintai oleh orang-orang. Dan kejahatan memberikan kepekatan dalam wajah, dalam kubur dan dalam hati, kelemahan badan, kekurangan dalam rezeki dan kebencian di hati orang-orang”.


7.      Perbuatan  maksiat akan melemahkan hati dan badan. Lemahnya hati adalah hal yang sangat jelas, bahkan secara terus menerus melemahkannya hingga akhirnya sama sekali menyeretnya pada kematian. Sedang lemahnya badan adalah karena seorang mukmin sumber kekuatannya itu adalah hatinya. Semakin kuat hatinya semakin kuat pula badannya, Dan orang durhaka, meski badannya kuat, ia sebetulnya makhluk yang paling lemah ketika ia menghajatkan sesuatu. Maka kekuatannya itu akan mengkhianatinya ketika ia sangat membutuhkan sesuatu. Perhatikan kekuatan fisik bangsa Persia dan Romawi, sebagaimana kekuatan fisik mereka mengkhianati ketika mereka sangat memerlukannya, sehingga mereka dapat dikalahkan oleh kaum Mu’minin dengan kekuatan fisik dan hati mereka.

8.      Perbuatan maksiat yang kita lakukan akan mengakibatkan terhalangnya ketaatan seseorang, meskipun dosa yang dilakukannya itu tidak mendatangkan hukuman, tetapi ia menghalangi ketaatan sebagai penggantinya, dan memutus jalan taat yang lainnya.

9.      Perbuatan maksiat yang kita lakukan dapat memperpendek umur yang mengakibatkan hilangnya keberkahan umur. Ingat, kebajikan dapat memperpanjang umur, sebaliknya durhaka dapat memperpendek umur.

10.  Perbuatan maksiat akan menanam maksiat serupa dan maksiat yang satu akan melahirkan maksiat yang lainnya. Sehingga seseorang akan merasa sangat sulit meninggalkannya dan keluar daripadanya.

11.  Perbuatan maksiat yang kita kerjakan akan melemahkan kehendak (iradat) atau niat seseorang untuk melakukan kebaikan sehingga maksiat dapat mewariskan kehinaan.

12.  Dampak negatif dari maksiat adalah hilangnya pandangan buruk dari hati terhadap maksiat, sehingga maksiat telah menyatu dengan dirinya sehingga tidak malu berbuat maksiat walaupun dilihat orang. Hal ini dimungkinkan karena tidak merasa bahwa dirinya berbuat kejelekan walaupun orang orang membicarakannya.

13.  Perbuatan Maksiat mengakibatkan hinanya Allah SWT, kecilnya Allah SWT, tidak adanya Allah SWT,  dimata orang yang melakukannya.  

14.  Perbuatan maksiat dapat merusak akal karena akal itu mempunyai cahaya dan maksiat memadamkan cahaya akal. Jika cahaya akal sudah padam, maka kekuatannya pun berkurang.

15.  Perbuatan maksiat adalah timbulnya berbagai kerusakan di muka bumi, seperti rusaknya air, udara, tumbuhan, buah-buahan dan tempat-tempat tinggal.

16.  Perbuatan maksiat dapat memadamkan ghirah dalam hati yang berfungsi untuk hidup dan kebaikan.

17.  Perbuatan maksiat dapat menghilang rasa malu yang merupakan substansi kehidupan. Rasa malu adalah pokok dari segala kebaikan dan hilangnya rasa malu berarti hilangnya semua kebaikan. Jika seseorang sampai kepada keadaan seperti ini maka tidak bisa diharapkan lagi ia menjadi baik.

18.  Perbuatan maksiat dapat melemahkan hati dari pengagungan terhadap Allah SWT. Rasa hormat kepada-Nya akan berkurang karena jika rasa pengagungan dan penghormatan masih tetap teguh kepada-Nya niscaya dia tidak akan berani mendurhakai Allah SWT.

19.  Perbuatan maksiat dapat menyebabkan Allah SWT lupa akan hamba-Nya, Allah SWT meninggalkannya dan tidak akan melindunginya lagi dan syaitan yang akan mengganggunya.

20.  Perbuatan maksiat mengeluarkan pelakunya dari lingkaran kebaikan (ikhsan) dan menghalanginya dari pahala orang-orang yang melakukan kebaikan Hal ini dikarenakan jika kebaikan telah menguasai hati, maka kebaikan itu akan mencegahnya dari perbuatan maksiat.

21.  Perbuatan maksiat dapat menghilangkan nikmat bertuhankan kepada Allah SWT dan mendatangkan siksa.

22.  Perbuatan maksiat dapat menimbulkan rasa takut dan cemas yang Allah SWT timpakan kepada hati pelakunya. Untuk lihatlah pelaku maksiat yang hidupnya selalu berada dalam ketakutan dan kecemasan. Ingatlah bahwa ketaatan adalah benteng Allah SWT yang paling kokoh, siapa saja yang memasukinya akan merasakan aman dari tertimpanya hukuman dunia dan akhirat dan barangsiapa yang keluar daripadanya maka ia akan dikepung oleh rasa takut dari segenap penjuru. Barangsiapa yang taat kepada Allah SWT rasa takutnya akan berubah menjadi rasa aman. Demikian pula sebaliknya, barangsiapa yang mendurhakai Allah SWT, rasa amannya berubah menjadi rasa takut.

23.  Perbuatan maksiat dapat menjadikan jiwa seseorang menjadi kecil dan hina sehingga menjadi sesuatu yang paling kecil dan paling hina, sebagaimana ketaatan dapat menjadikan tumbuh, suci dan agung.

24.  Perbuatan maksiat menjadikan pelakunya untuk selamanya berada dalam tahanan syaitan, dalam penjara syahwat dan dililit rantai ahwa sehingga menjadikan jiwanya dalam kondisi jiwa fujur.

25.  Perbuatan maksiat dapat menjatuhkan kehormatan dan kedudukan seseorang pelakunya dalam pandangan Allah SWT dan makhluk-Nya. Hal ini dikarenakan makhluk yang paling mulia dalam pandangan Allah SWT adalah yang paling bertaqwa di antara mereka dan yang paling dekat kedudukannya dengan Allah SWT adalah yang paling taat kepada-Nya.

26.  Perbuatan maksiat dapat menjadikan pelakunya yang tadinya mulia dan terpuji menjadi terhina dan tercela sehingga pelakunya menyandang gelar si pendurhaka, si perusak, si koruptor, si pembunuh, si pengkhianat dan seterusnya.

27.   Perbuatan maksiat memutuskan hubungan antara seorang hamba dengan Allah SWT. Jika sudah demikian maka terputus pula sebab-sebab kebaikan dan yang berhubungan dengannya adalah sebab-sebab kejahatan.

28.  Perbuatan maksiat dapat melenyapkan berkah umur, berkah rezeki, berkah ilmu, berkah pekerjaan dan berkah taat atau dengan kata lain kemaksiatan yang kita lakukan melenyapkan berkah agama dan dunia.

29.  Perbuatan maksiat dapat menjadikan pelakunya hina setelah sebelumnya siap menjadi orang yang terhormat.

30.  Perbuatan maksiat menjadikan musuh-musuh pelakunya dari berbagai lapisan makhluk berani terhadapnya, yang mana dahulunya mereka takut. Diantaranya adalah syaitan, setelah mengetahui bahwa seorang manusia melakukan maksiat, ia menjadi berani menyesatkannya, menggoda, menakut-nakuti, memperdaya dan lain sebagainya.

31.  Perbuatan maksiat melemahkan pelakunya terhadap sesuatu yang diperlukan oleh dirinya sendiri atau melemahkan pelakunya dihadapan dirinya sendiri. Setiap orang perlu mengetahui apa yang bermanfaat bagi dirinya dan apa yang membahayakannya dalam kehidupannya di dunia ini dan untuk kehidupannya di kemudian hari.

32.   Perbuatan maksiat dapat membutakan hati. Kalaupun tidak sampai buta, ia akan melemahkan bashirah dan juga akalnya. Jika hati telah menjadi buta ataupun lemah daya kerjanya, maka hatinya tersebut tidak akan dapat dipergunakan untuk mengetahui petunjuk dan hilang kekuatannya untuk melaksanakannya. Selain daripada itu. pelaku maksiat tidak bisa membedakan mana yang haq dan mana yang bathil karena hatinya telah tertutup oleh ulahnya sendiri.

33.  Hukuman lain dari maksiat adalah merupakan sebagai tambahan musuh kepada pelakunya yang dikirim oleh musuh utamanya untuk memperkuat balatentara yang lama dalam rangka memeranginya. Jika manusia tidur maka sang musuh ini tidak keluar, Jika manusia lengah sang musuh ini tidak lengah. Musuh dapat melihat dia sendiri tidak dapat melihatnya. Serangan musuh ini dilancarkan dengan segala macam dan dalam segala kesempatan. Dalam rangka mengalahkan musuhnya maka musuh juga bekerja sama dengan makhluk sejenis yaitu syaitan-syaitan manusia dan juga syaitan-syaitan jin.  Dan Allah SWT tidak memberi kekuasaan kepada sang musuh untuk mengalahkan hamba-Nya yang mukmin dimana ia adalah makhluk yang paling dicintai-Nya.

34.  Hukuman lain daripada maksiat adalah menjadikan pelakunya lupa akan dirinya. Jika seseorang sudah lupa akan dirinya, niscaya ia akan menyia-nyiakan dan membinasakan dirinya sendiri.

35.  Sebagai hukuman dari perbuatan maksiat adalah menghilangkan nikmat kini dan memutuskan nikmat yang akan datang sehingga nikmat yang telah diperoleh hilang sedang nikmat yang akan datang terhalang. Ingat, nikmat-nikmat Allah SWT hanya dapat diperlihara keberadaannya dengan melakukan taat kepada-Nya sebagaimana nikmat yang hilang dapat dikembalikan dengan berlaku taat kepada karena semua yang berada di sisi Allah SWT tidak dapat diperoleh kecuali dengan berlaku taat kepada-Nya.

36.  Perbuatan maksiat menjadikan pelakunya jauh dari malaikat pelindung. Jika sang pelindung ini sudah jauh maka mendekatlah musuhnya yang merupakan sejahat-jahat makhluk baginya yaitu syaitan.

Hukuman lain dari pendosa dan maksiat adalah rasa takut dan cemas yang Allah SWT timpakan kepada hati pelakunya. Untuk itu lihatlah pelaku dosa dan maksiat yang senantiasa berada dalam ketakutan dan kecemasan. Hal ini dikarenakan ketaatan adalah benteng Allah SWT yang paling besar sehingga siapa yang memasukinya akan merasakan aman dari tertimpanya hukuman dunia dan akhirat dan barangsiapa yang keluar dari ketaatan maka ia akan dikepung oleh rasa takut dari segala penjuru. Selain daripada itu perbuatan dosa akan menghilangkan nikmat dan mendatangkan siksa.
                                 
Sebagai penutup, ada satu hal yang harus kita ketahui dan sikapi tentang adanya hukum positif yang telah ditetapkan oleh negara dan adanya hukum agama yang telah ditetapkan oleh Allah SWT, dimana keduanya harus didudukkan dalam porsinya masing-masing. Ingat, pada saat kita hidup di dunia yang diciptakan oleh Allah SWT maka pada saat hidup itu kita menghadapi dua buah ketentuan hukum, yaitu hukum positif yang ditetapkan oleh negara dan juga hukum agama yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Karena substansi dan kaidah ke dua hukum ini sangatlah berbeda maka kita harus mensikapinya dengan berbeda pula. Katakan saat kita hidup dunia, kita melakukan kejahatan karena melanggar hukum positif dan hukum agama dan kemudian kita telah menerima hukuman dari kejahatan yang kita lakukan. Untuk itu ketahuilah wahai para pelaku kejahatan bahwa hukum positif atau hukum yang ditetapkan oleh negara tidak dapat menggantikan hukum yang berasal dari Allah SWT. Sehingga apabila seseorang sudah dihukum oleh Negara tidak serta merta seseorang terbebas dari hukum Allah SWT. Agar hukum positif bisa sejalan dengan hukum Allah SWT maka kita harus mendahulukan hukum akhirat dibandingkan dengan hukum dunia dengan melakukan terlebih dahulu taubatan nasuha selama melaksanakan hukuman negara yang dilanjutkan dengan selalu meminta ampun sebanyak mungkin disetiap kesempatan serta mengembalikan barang aniayaan kepada pemiliknya.


Sabda Nabi dalam menceritakan firman Allah: Allah telah mewahyukan kepadaku: "Wahai saudara para Rasul, wahai saudara para pemberi peringatan! Berilah berita peringatan kepada kaummu, agar mereka jangan memasuki satu rumahpun dari rumah-rumah-Ku (masjid), kecuali dengan hati bersih, lidah yang benar, tangan yang suci, dan kemaluan yang bersih. Dan janganlah mereka memasuki salah satu rumah-Ku (masjid) padahal mereka masih tersangkut barang aniayaan hak orang lain. Sesungguhnya Aku tidak memberi rahmat, selama ia berdiri di hadapan-Ku melakukan shalat, sampai ia mengembalikan barang aniayaan itu kepada pemiliknya. Apabila ia telah mengembalikannya, Aku akan jadi alat pendengarannya yang dengan itu ia mendengar, dan Aku akan menjadi penglihatannya yang dengan itu ia memandang, dan ia akan menjadi salah seorang wali dan orang pilihan-Ku dan akan menjadi tetangga-Ku bersama para Nabi, para shiddikin dan para syuhada yang ditempatkan di dalam syurga.
(Al Hadits Qudsi Riwayat Abu Nua'im, Hakim, Ad-Dailami, dan Ibnu Asakir yang bersumber dari Hudzaifah)


Ingat Allah SWT sudah menyatakan dengan jelas bahwa Allah SWT adalah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Sekarang bagaimana mungkin Allah SWT yang sudah siap memberikan pengampunan kepada siapun juga sedangkan orang yang akan diberikan pengampunan dari Allah SWT tidak mau mengakui kesalahan yang telah diperbuatnya? Dilain sisi untuk mengakui kesalahan dan meminta ampunan kepada Allah SWT tidak dipungut biaya oleh Allah SWT sebab Allah SWT tidak butuh dengan pengampunan yang akan diberikannya karena Allah SWT sudah Maha Selamanya. Sebagai orang yang membutuhkan pengampunan dari Allah SWT apakah kesempatan dan fasilitas untuk meminta ampunan yang kita miliki saat ini akan kita sia-siakan begitu saja berlalu tanpa kesan. Sedangkan orang-orang yang sekarang di alam barzah (maksudnya yang di sijjin) berusaha dan meminta untuk dikembalikan ke muka bumi kepada Allah SWT untuk melakukan pertaubatan karena sudah merasakan azab dan  ketidaknyamanan berada di sijjin yang ada di alam barzah. Tidak ada jalan lain kecuali taubatan nasuha dengan mengakui kesalahan yang telah diperbuat yang dilanjutkan dengan selalu meminta ampun disetiap kesempatan yang ada kemudian melaksanakan Diinul Islam secara Kaffah.


Sebagai khalifah Allah SWT di muka bumi, jangan sampai diri kita berbuat dosa dan maksiat serta kejahatan saat hidup di muka bumi ini karena resiko yang harus kita hadapi begitu luar biasa, terkecuali jika kita mampu menahan panasnya api neraka yang panasnya 70 (tujuh puluh) kali dari panasnya api dunia dan jangan sampai diri kita ditertawakan oleh Syaitan sang laknatullah karena mau diajak pulang kampung ke Neraka Jahannam akibat kebodohan diri kita sendiri padahal kampung halaman yang asli untuk diri kita adalah Syurga.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar