Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Jumat, 18 Desember 2020

WAJIBKAN DIRI UNTUK BERTAFAKUR

 

 Agar diri kita mampu untuk selalu memperoleh dan merasakan hikmah hikmah dari diturunkannya AlQuran dari waktu ke waktu, sebaknya diri kita menghayati dan memperhatikan dengan seksama firman Allah SWT berikut ini: “(yaitu) orang orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia sia, Mahasuci Engkau, lindunginlah kami dari azab neraka. (surat Ali Imran (3) ayat 191). Lalu pernahkah kita bertafakur dengan merenungkan betapa luar biasanya isi dan kandungan AlQuran itu? 


Adanya proses tafakur, merenung dan berpikir baik dalam keadaan berdiri, duduk ataupun berbaring akan mendorong diri kita sedikit demi sedikit merasakan rasa pemahaman AlQuran yang masuk ke dalam relung hati. Sekarang kami akan mengajak jamaah sekalian untuk mentafakuri atau merenungkan sesuatu hal yang kami istilahkan dengan “bahan renungan kalbu” yang bertujuan agar mata hati (mata bathin) kita terbuka dengan lebar sehingga mampu menerima kehebatan AlQuran, mampu menerima dan memahami isi dan kandungan AlQuran yang sudah ada dihadapan diri kita. Nabi SAW bersabda: “Berpikir sejenak (merenung/bertafakur sejenak) lebih baik daripada ibadah setahun. (Hadits Riwayat Al Qurthubi). Dan jangan lupa berdoa kepada Allah SWT.


 AlQuran adalah wahyu yang bersifat original yang berasal dari Allah SWT semata sehingga apa yang terdapat di dalam isi dan kandungan AlQuran mencerminkan kemahaan dan kebesaran Allah SWT sehingga AlQuran menjadi  sesuatu yang sangat istimewa, yaitu: AlQuran jika diteliti lebih dalam akan membuat takjub serta mendapatkan sesuatu yang tidak terpikirkan sebelumnya.”


 Lalu pernahkah kita bertafakur dengan merenungkan betapa luar biasanya isi dan kandungan AlQuran itu melalui apa yang dikemukakan oleh Allah SWT berikut ini: “(yaitu) orang orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata0, “Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia sia, Mahasuci Engkau, lindunginlah kami dari azab neraka. (surat Ali Imran (3) ayat 191).


Sekarang kami akan mengajak jamaah sekalian untuk mentafakuri atau merenungkan sesuatu hal yang kami istilahkan dengan “bahan renungan kalbu” yang bertujuan agar mata hati (mata bathin) kita terbuka dengan lebar sehingga mampu menerima kehebatan AlQuran, mampu menerima dan memahami isi dan kandungan AlQuran yang sudah ada dihadapan diri kita. Nabi SAW bersabda: “Berpikir sejenak (merenung/bertafakur sejenak) lebih baik daripada ibadah setahun. (Hadits Riwayat Al Qurthubi). Dan jangan lupa berdoa kepada Allah SWT.


Ya Allah, jangan jadikan kami menjadi orang orang yang hanya pandai menjadi pengagum atas kebesaran AlQuran sehingga hanya mampu menjadi komentator dari keberadaan AlQuran saat hidup di dunia.

Mampukah kami bisa merasakan rasa memiliki AlQuran dan juga merasakan rasa bertuhankan kepadaMu dari waktu ke waktu melalui petunjuk AlQuran.

Perkenankan doa ku, Ya Allah.


Untuk itu segera persiapkan mata hati (mata bathin) ini dengan memohon kepada Allah SWT agar diberikan kemudahan untuk merenungkan hal hal di bawah ini, sehingga pemahaman yang telah kami miliki menjadi lebih baik serta mampu membuat keimanan dan ketaqwaan ini menjadi tidak tergoyahkan dan bathin ini menjadi tenang lagi mantap menatap masa depan yang penuh dengan tantangan. 


Ucu Najmudin” dalam bukunya “Hati yang Tenang” mengemukakan sebuah renungan yang berjudul “Ini Wajib Direnungkan” yang isinya dapat kami kemukakan sebagai berikut: “Badan berat melangkah itu karena membawa hati yang kotor. Tapi jika hati bersih seberat apapun tubuh kita mampu mengalahkan semuanya. Jadi yang berat itu membawa hati bukan membawa badan yang berat.”


“Bila jiwa bersih dan tenang, pepohonan meneduhi kita, udarapun menghembus nikmat, setiap binatang menyapa raga, setiap orang yang bertemu akan memancarkan senyumnya. Pada akhirnya setiap rumah terbuka menyambut jiwa dan hati yang bersih.


“Jika kita selalu mengenyam pola pikir dengan energi positif, dengan energi tentang keyakinan diri, dengan pancaran optimisme yang kokoh, dan sikap hidup yang selalu penuh rasa syukur. Maka ada peluang besar bahwa hidup sejati kita akan benar benar dilimpahi oleh sederet narasi tentang keberhasilan.”


“Sebaliknya jika bentangan hidup kita selalu diharu biru oleh rajutan pola pikir yang negatif, maka besar kemungkinan hidup nyata nyata kita benar benar akan dipenuhi dengan elegi pilu kemalangan dan kenestapaan.”


“Mengulang doa doa itu seperti kayuhan sepeda, suatu saat ia akan membawamu kearah yang kamu tuju, jangan letih untuk berdoa dan berusaha sehingga Anda akan sampai pada apa yang dituju.”


“Jadikan setiap orang sebagai guru, setiap tempat sebagai sekolah, dan setiap waktu sebagai jam belajar. Hidup itu bukan untuk menghentikan duka dan menciptakan kebahagiaan. Akan tetapi, hidup itu mengalir melalui duka dan bahagia. Tidak ada yang bisa menghentikan kehadiran duka dan bahagia. Keduanya akan hadir dan pergi. Itulah kehidupan.”


“Masalah itu berat dan ringan bukan diukur dari isi masalah tersebut. Akan tetapi berat dan ringan dilihat dari berapa lama Anda dapat menyelesaikan masalah tersebut. Gelas plastik kosong yang dipegang terlalu lama maka akan membuat tangan kita lelah dan badan kita bisa sakit. Akan tetapi walaupun gelas itu isinya penuh dan kita pegang sebentar maka kita akan lelah dan cape. Jadi beban yang berat itu akan terasa ringan apabila dilakukan dengan hati yang lapang.


“Bersama Allah, seluruh apapun tidak akan terancam bahaya. Bersama Allah, sehebat apapun tidak akan berjaya kekuatannya. Teruslah bersama Allah, tidak peduli bagaimanapun keadaanmu.”


“Janganlah suka mengungkapkan kesedihanmu pada ibumu, karena dia akan bersedih melihat kesedihanmu, memang rahimnya hanya sembilan bulan mengandungmu, tapi sepanjang hayat hati dan pikirannya hanya untukmu, maka bahagiakanlah ibumu dengan baktimu.” Amien.

 

Kamis, 17 Desember 2020

MEMINTA PEMBUKTIAN KEPADA ALLAH SWT SEBAGAIMANA NABI IBRAHIM As,.

  

Nabi Ibrahim as, sebagai seorang Nabi yang keimanan dan ketaqwaannya begitu luar biasa, ia telah banyak mengalamai pengalaman hidup yang sangat hebat, mulai dibakar hidup hidup, lama menunggu untuk memiliki anak setelah anak lahir diperintahkan untuk pindah ke kota Makkah yang belum berpenghuni dan lalu setelah anak cukup umur diperintahkan untuk disembelih oleh Allah SWT. Namun segala ujian dan cobaan, semuanya mampu dilewati oleh Nabi Ibrahim as,.


Suatu hari Nabi Ibrahim as, melewati sebuah bangkai hewan yang telah menjadi tulang belulang. Beliau kemudian bertanya-tanya, bagaimana Allah SWT menghidupkan sesuatu yang telah mati. Lalu, pernahkah kita merenungkan dan membayangkan seorang Nabi Ibrahim as, yang menjadi bapak para nabi, diceritakan oleh Allah SWT sebagaimana firmanNya berikut: “Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata, “Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang mati.” Allah berfirman: “Belum percayakah engkau?” Dia (Ibrahim) menjawab, “Aku percaya tetapi agar hatiku tenang (mantap).” Dia (Allah) berfirman, “Kalau begitu ambillah empat ekor burung, lalu cincanlah olehmu kemudian letakkan di atas masing masing bukit itu satu bagian, kemudian panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera.” Ketahuilah bahwa Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana. (surat Al Baqarah (2) ayat 260)


Berdasarkan surat Al Baqarah (2) ayat 260 di atas,  Nabi Ibrahim as, memanjatkan doa,"Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang mati," Allah kemudian berfirman kepada Nabi Ibrahim, as, "Belum peryakah kamu?" Nabi Ibrahim pun menimpali, "Aku percaya. Akan tetapi agar hatiku tenang (mantap) dalam keimanan dan ketaqwaan,". Inilah titik krusial dari ayat di atas, “Agar hatiku tenang (mantap)” dalam hal ini tenang lagi mantap dalam keimanan dan ketaqwaan. Lalu, apakah kisah Nabi Ibrahim yang terdapat dalam AlQuran ini hanya sekedar contoh yang kemudian diceritakan kembali oleh Allah SWT kepada umat manusia, ataukah hal ini juga bisa kita jadikan sebagai sebuah yurisdiksi (sebuah pegangan) bagi diri untuk melakukan hal yang sama kepada Allah SWT dengan meminta pembuktiaan tentang sesuatu hal sehingga hati kita menjadi tenang (mantap) dalam keimanan dan ketaqwaan?


Adanya kisah dari Nabi Ibrahim as, di atas menunjukkan bahwa meminta dan memohon agar dimantapkan hati, sehingga hati tenang dalam keimanan and ketaqwaan memang harus kita lakukan dengan meminta langsung kepada Allah SWT. Apalagi tidak larangan yang melarang diri kita untuk memohon sesuatu kepada Allah SWT seperti yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim as, dan sebaiknya jika kita ingin meminta pembuktian kepada Allah SWT, kita bisa melakukannya dalam konteks yang berbeda.


 Allah SWT berfirman: “Katakanlah (Muhammad), “Setiap orang berbuat dengan pembawaan nya masing masing (‘ala syakilatih(i)).” Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya. (surat Al Israa’ (17) ayat 84).  Adanya perbedaan di dalam diri setiap manusia, maka alangkah baiknya jika kita berniat untuk meminta sesuatu pembuktian kepada Allah SWT berdasarkan minat, bakat, kemampuan atau profesi (syakilatih) diri kita masing masing yang berbeda beda. Melalui keadaan yang seperti ini maka akan terasa nilai pembuktian itu dan karena nilai pembuktian yang kita peroleh merupakan sesuatu yang dibutuhkan oleh hati kita dan kita akan merasakan rasa diajarkan langsung oleh Allah SWT.   


 Katakan saat ini kita sedang dalam kegundahan (atau mengalami keadaan yang tidak mengenakkan), yang mengakibatkan hati ini terasa berat dan kotor sedangkan Allah SWT telah berjanji kepada diri kita bahwa jika kita berdzikir (mengingat) kepadaNya tenanglah hati ini. Adanya keadaan ini, mintalah kepada Allah SWT dengan memohon kepadaNya sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah SWT sebagaimana 2 (dua) buah firmanNYa berikut ini: “Hai orang orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir yang sebanyak banyaknya dan bertasbihlah kepadanya di waktu pagi dan petang. Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikatNya (memohon ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang) dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang orang yang beriman. (surat Al Ahzab (33) ayat 41, 42, 43).”


 Allah SWT berfirman: “Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang orang yang lalai. (surat Al A’raaf (7) ayat 205).” Berdasarkan surat Al Ahzab (33) ayat 41,42,43 dan surat Al A’raf (7) ayat 205 yang kami kemukakan di atas ini, kita diperintahkan untuk selalu berdzikir (mengingat, menyebut nama Allah) sebanyak banyaknya dalam sehari semalam dengan cara merendahkan diri serta tidak mengeraskan suara. Semakin banyak kita berdzikir dengan mengingat dan menyebut nama Allah SWT berarti semakin banyak pula kita memasukkan ketenangan ke dalam diri (hati).


 Lalu apakah dengan kita ingat kepada Allah dari waktu ke waktu maka kita sudah melaksanakan dzikir yang dikehendaki oleh Allah? Jika kita hanya mampu mengingat, menyebut nama Allah SWT tanpa melakukan tindakan atau perbuatan apapun yang sesuai dengan apa yang telah kita ingat dan kita sebut maka kondisi ini tidak ada bedanya dengan kita memanggil nama seseorang lalu orang yang kita sebut dan panggil diam saja tanpa memberikan reaksi apapun kepada kita. Sebagai contoh, kita berdzikir dengan menyebut nama Allah Ar Rahman, lalu kita sebut dan kita kemukakan Ar Rahman dalam dzikir kita. Namun kondisi ini tidak kita ikuti dengan perilaku dan perbuatan Ar Rahman seperti yang kita dzikirkan maka tindakan ini bukanlah sesuatu yang salah, tetapi termasuk dalam kategori dzikir tingkat terendah, walaupun kita melakukannya dalam jumlah yang banyak.


 Apa yang kami kemukakan di atas merupakan pembuktian yang ditinjau dari sisi dzikir yang menenangkan hati. Kita juga bisa melakukan hal yang lain melalui persoalan yang kita hadapi. Katakan saat diri kita menjalankan profesi tertentu lalu mengalami sebuah permasalahan yang cukup rumit dan berat. Sedangkan kita tahu bahwa Allah SWT itu dekat, lebih dekat dari urat leher dan jika kondisi ini sudah kita imani.  Mintalah bukti kepada Allah SWT tentang kedekatan ini dengan memohon kepadaNya untuk dicarikan jalan keluar yang terbaik dari permasalahan yang kita hadapi yang tentunya harus dilakukan dengan merendahkan diri serta dengan tidak mengeraskan suara.


 Lalu rasakan, cara Allah SWT membantu dan menolong diri kita,  yang disesuaikan dengan minat, bakat dan profesi kita masing masing. Sungguh luar biasa jika kita mampu merasakan pengajaran Allah STW. Sungguh terasa bahwa Allah SWT itu ada dan sungguh nikmat bertuhankan kepada Allah SWT. Dan akhirnya apa yang dikemukakan oleh Allah SWT dalam surat Al Alaq (96) ayat 5 benar adanya, “Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.” Apakah hal ini tidak pernah kita renungkan sedikitpun!

SIANG DAN MALAM SILIH BERGANTI KARENA RAHMAT ALLAH SWT


Sekarang kami ingin mengajak jamaah sekalian untuk merenungkan apa yang Allah SWT kemukakan dalam firmanNya berikut ini: “Katakanlah (Muhammad), “Bagaimana pendapatmu, jika Allah menjadikan untukmu malam itu terus menerus sampai hari Kiamat. Siapakah tuhan selain Allah yang akan mendatangkan sinar matahari  kepadamu? Apakah kamu tidak mendengar?” (surat Al Qassas (28) ayat 71)”.  Berdasarkan ayat di atas ini, Allah bertanya kepada Nabi Muhammad SAW, apa pendapatmu jika malam terus menerus terjadi sampai hari kiamat, lalu siapakah yang bisa mendatangkan sinar matahari (untuk mempergilirkan malam dengan siang)? Sebuah pertanyaan yang tidak biasa yang patut kita renungkan. Bisa kita bayangkan betapa susah dan menderitanya hidup dalam suasana gelap gulita. Tidak ada yang bisa kita jadikan pedoman, tidak ada kepastian, semuanya tidak menentu karena semuanya tidak bisa dilihat dan sama gelapnya. Segala aktifitas manusia terhalang oleh gelapnya lingkungan.


 Lalu Allah SWT mengemukakan sebuah pertanyaan, “Afala tasma’un (a)”, apakah kamu tidak mendengar? Di tengah kondisi gelap gulita tentu kita akan bertanya tanya tentang adanya pertanyaan ini,  ada apa sebenarnya? Saat semua gelap gulita adalah menjadi sesuatu yang wajar dan memang seharusnya terjadi pertanyaan ini karena dalam posisi gelap gulita tanpa cahaya, fungsi pendengaranlah yang harus kita pergunakan secara maksimal. Maksimalnya fungsi pendengaran akan memudahkan diri kita melaksanakan sesuatu aktifitas dan  juga dengan adanya fungsi pendengaran bisa kita jadikan acuan dan bimbingan agar diri kita tidak salah dalam berbuat dan bertindak.  Apalagi fungsi pendengaran yang telah diberikan oleh Allah SWT kepada diri kita tidak mengenal dan tidak membutuhkan cahaya untuk bisa mendengarkan sesuatu. Jadi jangan sia siakan fungsi pendengaran ini! 


 Berikutnya Allah SWT berfirman:Katakanlah (Muhammad), “Bagaimana pendapatmu, jika Allah menjadikan untukmu siang itu terus menerus sampai hari Kiamat. Siapakah tuhan selain Allah yang akan mendatangkan malam kepadamu sebagai waktu istirahatmu? Apakah kamu tidak memperhatikan?” (surat Al Qassas (28) ayat 72)


 Berdasarkan ayat di atas ini, Allah SWT bertanya kembali kepada Nabi Muhammad SAW, dengan pertanyaan apa pendapatmu jika siang itu terus menerus sampai hari Kiamat, lalu siapakah yang akan mendatangkan malam sebagai waktu istirahat? Sebuah pertanyaan berat yang tidak bisa kita jawab begitu saja, tidak terbayangkan hidup tanpa pernah memiliki waktu istirahat, mata tidak bisa dipejamkan karena tidak ada rasa kantuk. Hidup hanya untuk bekerja, bekerja dan bekerja tanpa pernah tahu kapan istirahatnya dan kapan beribadahnya.


 Lalu Allah SWT mengajukan sebuah pertanyaan, “Afala tubsirun (a)” apakah kamu tidak memperhatikan? Di tengah kondisi terang benderang Allah SWT mengajukan pertanyaan yang berbeda saat segalanya gelap gulita, ada apa sebenarnya? Saat semua terang benderang maka fungsi pendengaran dan juga fungsi penglihatan bisa dipergunakan dengan baik. Namun demikian, agar kedua fungsi pendengaran dan penglihatan bisa melaksakan fungsi memperhatikan dan merenungkan sesuatu, maka kedua fungsi ini harus dipergunakan dan didayagunakan secara bersamaan. Kita tidak bisa hanya mengandalkan fungsi pendengaran dengan mengabaikan fungsi penglihatan, demikian pula sebaliknya.Kita tidak bisa hanya berpedoman kepada fungsi penglihatan dengan mengabaikan fungsi pendengaran (maksudnya menerima informasi yang baik dan benar dari pihak manapun).


 Sebagai khalifah yang membutuhkan malam untuk beristirahat dan siang untuk berusaha dan bekerja mencari keridhaan Allah SWT secara konstan, perhatikanlah dengan seksama apa yang dikemukakan oleh Allah SWT berikut ini: Dan adalah karena rahmatNya, Dia jadikan untukmu  malam dan siang, agar kamu beristirahat pada malam hari dan agar kamu mencari sebahagian karuniaNya (pada siang hari) dan agar kamu bersyukur kepadaNya. (surat Al Qassas (28) ayat 73).”


 Berdasarkan surat Al Qassas (28) ayat 73 di atas, keberadaan malam dan siang merupakan bukti kasih sayang Allah SWT kepada umat manusia, dimana kasih sayang Allah SWT ini tidak boleh bertepuk sebelah tangan, untuk itu maka kita harus melakukan sesuatu yang dikehendaki oleh Allah SWT yaitu dengan melakukan syukur kepadaNya bukan dengan ucapan “hamdallah” melainkan dengan karya nyata untuk kebaikan diri, keluarga, masyarakat, bangsa dan Negara serta mampu dirasakan pula oleh generasi yang datang di kemudian hari. Sudahkah kita menunjukkan rasa syukur kita kepada Allah SWT dengan berani membayar mahal melalui karya karya nyata?

 

Di lain sisi, terjadinya pertukaran malam dan siang silih berganti merupakan tanda tanda dari kemahaan dan kebesaran serta kekuasaan Allah SWT bagi orang yang berakal dan juga bagi orang yang bertaqwa. Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (surat Ali Imran (3) ayat 190)  


Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya pada pertukaran malam dan siang itu dan pada apa yang diciptakan Allah di langit dan di bumi, benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan-Nya) bagi orang- orang yang bertakwa.” (surat Yunus (10) ayat 6). Adanya prasyarat yang dikemukakan oleh Allah SWT tentang silih bergantinya siang dan malam di atas, menunjukkan kepada diri kita hanya orang orang yang berakal dan hanya orang orang yang bertaqwa yang mampu menyatakan bahwa adanya siang dan malam merupakan adalah tanda tanda kebesaran dan kemahaan serta merupakan kekuasaan Allah SWT. Sekarang bagaimana dengan orang yang tidak memenuhi kriteria di atas? Adanya perbedaan kriteria akan menghasilkan pernyataan yang berbeda pula. Orang yang tidak memenuhi kriteria di atas akan menyatakan silih bergantinya malam dan siang adalah proses alam.


 Selain dari itu, silih bergantinya siang dengan malam akan melahirkan apa yang dinamakan dengan waktu. Lahirnya waktu akan memudahkan diri kita melaksanakan ibadah ibadah yang telah diperintahkan Allah SWT. Dimana ibadah ibadah itu sangat berhubungan erat dengan waktu. Mendirikan shalat lima waktu terikat dengan waktu, melaksanakan puasa Ramadhan terikat dengan waktu, menunaikan Zakat terikat dengan waktu (dalam hal ini haul), melaksanakan ibadah Haji juga terikat dengan waktu seperti Wukuf di Arafah, mabid di Muzdalifah, melontar Jumroh, serta berkurban.  Sekarang apa jadinya jika Allah SWT tidak mempergantikan siang dan malam? Dapat dipastikan kita akan susah untuk melaksanakan ibadah yang telah diperintahkan Allah SWT. 


Jika saat ini kita masih hidup di muka bumi ini berarti kita akan berhadapan dengan waktu waktu untuk beribadah. Dimana waktu waktu ibadah tidak bisa terlepas dari kebesaran dan kemahaan Allah SWT serta Allah SWT bersama dengan waktu tersebut. Untuk itu sadarilah sejak saat ini juga bahwa pada saat diri kita melaksanakan atau menunaikan ibadah selalu berada di dalam waktu yang Allah SWT miliki lalu apakah kita akan menyianyiakan ibadah dengan berlaku tergesa gesa, terburu buru serta tanpa kekhusyuan? Alangkah ruginya jika kita tidak mampu beribadah sesuai dengan kehendak Allah SWT pada waktu untuk beridah hanya ada pada sisa usia kita. 


Bicara waktu, maka kita akan berhadapan dengan ketentuan tentang waktu yang menyatakan waktu adalah uang (maksudnya waktu sangat berharga laksana uang) dan jika kita termasuk orang yang berakal maka kita harus mengetahui dan menyadari bahwa kehidupan dunia tidak digunakan untuk bersenang senang. Oleh karena itu kita harus berhati hati dalam mempergunakan dan memanfaatkan waktu dalam setiap kesempatan. Ingat, di dalam ketentuan waktu juga berlaku ketentuan “ waktu tidak bisa diputar ulang serta menyesal adanya di kemudian hari”. Jika kita termasuk orang yang beriman dan beramal shaleh maka kita harus memanfaatkan waktu karena yang singkat adalah waktu. 


 Hal yang harus pula kita ketahui dengan kesadaran yang tinggi adalah waktu adalah harta yang paling berharga saat kita hidup di dunia ini. Hal ini dikarenakan hanya di dalam waktu yang tersisalah kita bisa melakukan apa apa yang dikehendaki Allah SWT dan hanya di dalam waktu itupula kita bisa menikmati apa yang dinamakan dengan harta kekayaan, kesenangan dunia serta merasakan nikmatnya bertuhankan kepada Allah SWT dan juga bisa berbuat kebaikan. Jangan sampai kita lalai saat masih berusia muda serta menyesal di hari tua akibat tidak bisa memanfaatkan waktu. Menyesal dan penyesalan tidak ada gunanya jika waktu telah berlalu karena jika waktu habis berarti selesai sudah hidup kita di dunia ini. Ayo segera manfaatkan waktu itu sebelum diri kita ditinggalkan oleh sang waktu. Tidakkah hal ini mampu menjadikan diri kita menjadi orang orang yang sangat memperhatikan waktu dengan tidak membuang buang waktu karena waktu tidak bisa diperjualbelikan!.