Sekarang kami ingin mengajak jamaah sekalian untuk merenungkan apa yang Allah SWT kemukakan dalam firmanNya berikut ini: “Katakanlah (Muhammad), “Bagaimana pendapatmu, jika Allah menjadikan untukmu malam itu terus menerus sampai hari Kiamat. Siapakah tuhan selain Allah yang akan mendatangkan sinar matahari kepadamu? Apakah kamu tidak mendengar?” (surat Al Qassas (28) ayat 71)”. Berdasarkan ayat di atas ini, Allah bertanya kepada Nabi Muhammad SAW, apa pendapatmu jika malam terus menerus terjadi sampai hari kiamat, lalu siapakah yang bisa mendatangkan sinar matahari (untuk mempergilirkan malam dengan siang)? Sebuah pertanyaan yang tidak biasa yang patut kita renungkan. Bisa kita bayangkan betapa susah dan menderitanya hidup dalam suasana gelap gulita. Tidak ada yang bisa kita jadikan pedoman, tidak ada kepastian, semuanya tidak menentu karena semuanya tidak bisa dilihat dan sama gelapnya. Segala aktifitas manusia terhalang oleh gelapnya lingkungan.
Lalu Allah SWT mengemukakan sebuah pertanyaan, “Afala tasma’un (a)”, apakah kamu tidak mendengar? Di tengah kondisi gelap gulita tentu kita akan bertanya tanya tentang adanya pertanyaan ini, ada apa sebenarnya? Saat semua gelap gulita adalah menjadi sesuatu yang wajar dan memang seharusnya terjadi pertanyaan ini karena dalam posisi gelap gulita tanpa cahaya, fungsi pendengaranlah yang harus kita pergunakan secara maksimal. Maksimalnya fungsi pendengaran akan memudahkan diri kita melaksanakan sesuatu aktifitas dan juga dengan adanya fungsi pendengaran bisa kita jadikan acuan dan bimbingan agar diri kita tidak salah dalam berbuat dan bertindak. Apalagi fungsi pendengaran yang telah diberikan oleh Allah SWT kepada diri kita tidak mengenal dan tidak membutuhkan cahaya untuk bisa mendengarkan sesuatu. Jadi jangan sia siakan fungsi pendengaran ini!
Berikutnya Allah SWT berfirman: “Katakanlah (Muhammad), “Bagaimana pendapatmu, jika Allah menjadikan untukmu siang itu terus menerus sampai hari Kiamat. Siapakah tuhan selain Allah yang akan mendatangkan malam kepadamu sebagai waktu istirahatmu? Apakah kamu tidak memperhatikan?” (surat Al Qassas (28) ayat 72)
Berdasarkan ayat di atas ini, Allah SWT bertanya kembali kepada Nabi Muhammad SAW, dengan pertanyaan apa pendapatmu jika siang itu terus menerus sampai hari Kiamat, lalu siapakah yang akan mendatangkan malam sebagai waktu istirahat? Sebuah pertanyaan berat yang tidak bisa kita jawab begitu saja, tidak terbayangkan hidup tanpa pernah memiliki waktu istirahat, mata tidak bisa dipejamkan karena tidak ada rasa kantuk. Hidup hanya untuk bekerja, bekerja dan bekerja tanpa pernah tahu kapan istirahatnya dan kapan beribadahnya.
Lalu Allah SWT mengajukan sebuah pertanyaan, “Afala tubsirun (a)” apakah kamu tidak memperhatikan? Di tengah kondisi terang benderang Allah SWT mengajukan pertanyaan yang berbeda saat segalanya gelap gulita, ada apa sebenarnya? Saat semua terang benderang maka fungsi pendengaran dan juga fungsi penglihatan bisa dipergunakan dengan baik. Namun demikian, agar kedua fungsi pendengaran dan penglihatan bisa melaksakan fungsi memperhatikan dan merenungkan sesuatu, maka kedua fungsi ini harus dipergunakan dan didayagunakan secara bersamaan. Kita tidak bisa hanya mengandalkan fungsi pendengaran dengan mengabaikan fungsi penglihatan, demikian pula sebaliknya.Kita tidak bisa hanya berpedoman kepada fungsi penglihatan dengan mengabaikan fungsi pendengaran (maksudnya menerima informasi yang baik dan benar dari pihak manapun).
Sebagai khalifah yang membutuhkan malam untuk beristirahat dan siang untuk berusaha dan bekerja mencari keridhaan Allah SWT secara konstan, perhatikanlah dengan seksama apa yang dikemukakan oleh Allah SWT berikut ini: “Dan adalah karena rahmatNya, Dia jadikan untukmu malam dan siang, agar kamu beristirahat pada malam hari dan agar kamu mencari sebahagian karuniaNya (pada siang hari) dan agar kamu bersyukur kepadaNya. (surat Al Qassas (28) ayat 73).”
Berdasarkan surat Al Qassas (28) ayat 73 di atas, keberadaan malam dan siang merupakan bukti kasih sayang Allah SWT kepada umat manusia, dimana kasih sayang Allah SWT ini tidak boleh bertepuk sebelah tangan, untuk itu maka kita harus melakukan sesuatu yang dikehendaki oleh Allah SWT yaitu dengan melakukan syukur kepadaNya bukan dengan ucapan “hamdallah” melainkan dengan karya nyata untuk kebaikan diri, keluarga, masyarakat, bangsa dan Negara serta mampu dirasakan pula oleh generasi yang datang di kemudian hari. Sudahkah kita menunjukkan rasa syukur kita kepada Allah SWT dengan berani membayar mahal melalui karya karya nyata?
Di lain sisi, terjadinya pertukaran malam dan siang silih berganti merupakan tanda tanda dari kemahaan dan kebesaran serta kekuasaan Allah SWT bagi orang yang berakal dan juga bagi orang yang bertaqwa. Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (surat Ali Imran (3) ayat 190)
Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya pada pertukaran malam dan siang itu dan pada apa yang diciptakan Allah di langit dan di bumi, benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan-Nya) bagi orang- orang yang bertakwa.” (surat Yunus (10) ayat 6). Adanya prasyarat yang dikemukakan oleh Allah SWT tentang silih bergantinya siang dan malam di atas, menunjukkan kepada diri kita hanya orang orang yang berakal dan hanya orang orang yang bertaqwa yang mampu menyatakan bahwa adanya siang dan malam merupakan adalah tanda tanda kebesaran dan kemahaan serta merupakan kekuasaan Allah SWT. Sekarang bagaimana dengan orang yang tidak memenuhi kriteria di atas? Adanya perbedaan kriteria akan menghasilkan pernyataan yang berbeda pula. Orang yang tidak memenuhi kriteria di atas akan menyatakan silih bergantinya malam dan siang adalah proses alam.
Selain dari itu, silih bergantinya siang dengan malam akan melahirkan apa yang dinamakan dengan waktu. Lahirnya waktu akan memudahkan diri kita melaksanakan ibadah ibadah yang telah diperintahkan Allah SWT. Dimana ibadah ibadah itu sangat berhubungan erat dengan waktu. Mendirikan shalat lima waktu terikat dengan waktu, melaksanakan puasa Ramadhan terikat dengan waktu, menunaikan Zakat terikat dengan waktu (dalam hal ini haul), melaksanakan ibadah Haji juga terikat dengan waktu seperti Wukuf di Arafah, mabid di Muzdalifah, melontar Jumroh, serta berkurban. Sekarang apa jadinya jika Allah SWT tidak mempergantikan siang dan malam? Dapat dipastikan kita akan susah untuk melaksanakan ibadah yang telah diperintahkan Allah SWT.
Jika saat ini kita masih hidup di muka bumi ini berarti kita akan berhadapan dengan waktu waktu untuk beribadah. Dimana waktu waktu ibadah tidak bisa terlepas dari kebesaran dan kemahaan Allah SWT serta Allah SWT bersama dengan waktu tersebut. Untuk itu sadarilah sejak saat ini juga bahwa pada saat diri kita melaksanakan atau menunaikan ibadah selalu berada di dalam waktu yang Allah SWT miliki lalu apakah kita akan menyianyiakan ibadah dengan berlaku tergesa gesa, terburu buru serta tanpa kekhusyuan? Alangkah ruginya jika kita tidak mampu beribadah sesuai dengan kehendak Allah SWT pada waktu untuk beridah hanya ada pada sisa usia kita.
Bicara waktu, maka kita akan berhadapan dengan ketentuan tentang waktu yang menyatakan waktu adalah uang (maksudnya waktu sangat berharga laksana uang) dan jika kita termasuk orang yang berakal maka kita harus mengetahui dan menyadari bahwa kehidupan dunia tidak digunakan untuk bersenang senang. Oleh karena itu kita harus berhati hati dalam mempergunakan dan memanfaatkan waktu dalam setiap kesempatan. Ingat, di dalam ketentuan waktu juga berlaku ketentuan “ waktu tidak bisa diputar ulang serta menyesal adanya di kemudian hari”. Jika kita termasuk orang yang beriman dan beramal shaleh maka kita harus memanfaatkan waktu karena yang singkat adalah waktu.
Hal yang harus pula kita ketahui dengan kesadaran yang tinggi adalah waktu adalah harta yang paling berharga saat kita hidup di dunia ini. Hal ini dikarenakan hanya di dalam waktu yang tersisalah kita bisa melakukan apa apa yang dikehendaki Allah SWT dan hanya di dalam waktu itupula kita bisa menikmati apa yang dinamakan dengan harta kekayaan, kesenangan dunia serta merasakan nikmatnya bertuhankan kepada Allah SWT dan juga bisa berbuat kebaikan. Jangan sampai kita lalai saat masih berusia muda serta menyesal di hari tua akibat tidak bisa memanfaatkan waktu. Menyesal dan penyesalan tidak ada gunanya jika waktu telah berlalu karena jika waktu habis berarti selesai sudah hidup kita di dunia ini. Ayo segera manfaatkan waktu itu sebelum diri kita ditinggalkan oleh sang waktu. Tidakkah hal ini mampu menjadikan diri kita menjadi orang orang yang sangat memperhatikan waktu dengan tidak membuang buang waktu karena waktu tidak bisa diperjualbelikan!.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar