Sebagaimana telah kita ketahui bersama
setelah kehidupan ini pasti ada kematian. Adanya kehidupan ditandai dengan
adanya kelahiran, yang diiringi dengan kesenangan dan kebahagiaan dan bahkan
diperingati setiap tahunnya. Sebaliknya dengan kematian akan menimbulkan duka.
Kematian selalu ditakuti oleh setiap orang, termasuk kematian yang menimpa
sanak kerabat dan teman teman yang kita cintai. Kematian sering ditolak karena
kita tidak tahu apa yang terjadi sesudahnya. Kitapun bertanya, akankah kematian
disusul dengan neraka, setelah jasad
mengurai dan mengembalikan unsur unsur pembentuk tubuh kita jadi tanah?
Dan apakah kematian tubuh adalah akhir dari seluruh riwayat manusia?
Kematian dianggap menakutkan sebab ia berarti
perpisahan yang memisahkan dari orang orang dan hal hal yang dicintai. Karena
mati itu keniscayaan, maka sewaktu muda kitapun mengabaikan kematian, tak
terlalu banyak merenungkannya. Bahkan kita berpikir bahwa kematian itu hanya
akan menimpa orang orang tua renta. Hingga saat ditimpa sakit parah, biasanya
kita melakukan segala daya upaya untuk menghindari kematian.
Lalu pernahkah kita menyaksikan sakratulmaut
orang orang yang kita cintai, atau menyaksikan sakratulmaut orang orang
terdekat dengan kita? Perhatikanlah wajahnya, keningnya, gerakan gerakan
tubuhnya, dan mimiknya saat dia meregang nyawa. Lalu rekamlah jelas peristiwa
itu, lalu bayangkan bagaimana jika kita yang tergeletak, menanti saat saat
malaikat maut mencabut paksa ruh suci yang bersemayam dalam tubuh kita?
Bayangkan jika kita termasuk golongan yang
melenguh bak lembu, atau tubuh kita bergoyang goyang tak keruan saat
sakratulmaut. Tentu setiap orang yang menyaksikan peristiwa itu dalam hatinya
tahu persis ke mana dan dimana tempat kita di alam barzakh. Sekarang,
bersyukurlah karena kita belum ditakdirkan dijemput oleh malaikat maut.
Sekarang, seberapa sering dan seberapa lama
kita menatap wajah kita sendiri dihadapan cermin? Pernahkan kita menatap dengan
seksama wajah yang ada di dalam cermin itu? Jika kita termasuk orang yang
bersyukur dengan anugerah Allah, pasti kita dapat mengikuti perubahan yang
terjadi pada wajah kita, baik gumpalan yang ada di bawah mata yang mulai menebal,
pipi yang mulai turun, atau kumis tipis yang baru mulai tumbuh di atas bibir,
jerawat yang mulai menebar di sekujur kening. Bagaimana perubahan itu bisa
terjadi, dan apa makna di balik perubahan perubahan itu?
Adanya perubahan perubahan dalam diri, terutama
dalam jasad, menunjukkan hidup itu tumbuh dan berjalan dengan cepatnya, membuat
seseorang tiba tiba merasa aneh dengan rambutnya yang mulai menipis, mengapa
uban semakin banyak. Dan itu baru disadari saat menatap wajah dalam cermin.
Kita sering tidak sadar bahwa usia semakin lanjut, anak anak tiba tiba beranjak
dewasa, istri tiba tiba menjadi seorang nenek yang cerewet, suami tiba tiba
jadi pemalas, dan teman teman sekolah satu per satu telah berpulang. Tiba tiba
saja, kita merasakan betapa sepinya hidup ini, betapa sendirinya kita di dunia
yang sesak ini.
Itulah sebagian peringatan yang diberikan
Allah kepada kita. Sungguh kita telah terlena sehingga mengabaikan peringatan
dari Allah berupa rambut yang mulai beruban dan tipis, tubuh mulai sakit sakitan,
dan munculnya sifat pelupa. Orang yang paham, sadar bahwa itulah tanda tanda
kita akan dijemput malaikat maut. Lalu dia mempersiapkan bekal yang cukup untuk
mengisi koper agar memperoleh rahmat dan ridhaNya. Bagi yang tidak paham, dia
berupaya mengecat rambutnya agar terlihat muda, dia mengonsumsi berbagai
vitamin agar terlihat bugar dan tidak cepat lupa.
Jika kita ingin piawai dalam sepak bola,
tentu kita akan berlatih pagi sore agar menjadi pemain yang andal. Jika kita
yakin bahwa kita pasti akan mati, ada baiknya kita membaca kitab kitab yang
bercerita tentang pedihnya sakratulmaut
karena ia dapat memotivasi kita melakukan perbaikan dan kebaikan. Dan semoga
hidup kita dapat berakhir dengan husnul khatimah.
Dalam hidup yang kita laksanakan saat ini,
sangat memerlukan momentum dan kesempatan menghancurkan hati yang keras, untuk
menyembuhkan hati yang sakit, untuk lebih membiasakan jiwa agar menjadi lebih lembut.
Membaca kisah kisah sakratulmaut akan membasuh jiwa kita dengan salju
kelembutan dan ketika maut terjadi maka kita menjadi tidak berharga.
Dan agar diri kita mampu membasuh jiwa dengan
senantiasa melakukan dzikrulmaut, ada baiknya kita membaca, merenungkan dengan
seksama kisah detik detik sakratulmautnya Rasulullah SAW dan juga Nabi Nabi yang
lainnya, sebagaimana “Syaikh Dr Musthafa Murad”,
mengemukakan dalam bukunya: “Saat
Malaikat Maut Menjemput Orang Orang Shaleh,” sebagaimana berikut ini:
A.
SAAT MALAIKAT MAUT
MENJEMPUT RASULULLAH SAW
Rasulullah
Muhammad SAW merupakan kekasih Allah. Namun untuk bertemu dengan
kekasihnya itu, Baginda Nabi SAW juga harus melewati gerbang kematian seperti
halnya manusia lain. Rasulullah SAW wafat pada hari Senin 12 Rabiul Awwal tahun
11 Hijrah atau 8 Juni 632 Masehi. Beliau wafat lantaran sakit demam yang teramat
tinggi. Betapa mulia dan indahnya akhlak baginda Rasulullah SAW.
Mengingatkan
kita sewaktu Beliau sakratulmaut. 'Pagi itu, Rasulullah dengan suara terbata
memberikan petuah, "Wahai umatku, kita semua ada dalam kekuasaan Allah dan cinta
kasih-Nya. Maka taati dan bertakwalah kepada-Nya. Kuwariskan dua hal pada
kalian, sunnah dan Al Qur'an. Barang siapa mencintai sunnahku, berati mencintai
aku dan kelak orang-orang yang mencintaiku, akan bersama-sama masuk surga
bersama aku". Khutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan mata
Rasulullah yang teduh menatap sahabatnya satu persatu.
Abu
Bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca, Umar dadanya naik turun menahan
napas dan tangisnya. Ustman menghela napas panjang dan Ali menundukkan
kepalanya dalam-dalam. Isyarat itu telah datang, saatnya sudah tiba. "Rasulullah
akan meninggalkan kita semua," desah hati semua sahabat kala itu.Manusia
tercinta itu, hampir usai menunaikan tugasnya di dunia. Tanda-tanda itu semakin
kuat, tatkala Ali dan Fadhal dengan sigap menangkap Rasulullah yang limbung
saat turun dari mimbar.
Saat
itu, seluruh sahabat yang hadir di sana pasti akan menahan detik-detik berlalu,
kalau bisa. Matahari kian tinggi, tapi pintu Rasulullah masih tertutup. Sedang
di dalamnya, Rasulullah sedang terbaring lemah dengan keningnya yang
berkeringat dan membasahi pelepah kurma yang menjadi alas tidurnya.
Tiba-tiba
dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam. "Bolehkah
saya masuk?" tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk. "Maafkanlah,
ayahku sedang demam," kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup
pintu. Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata
dan bertanya pada Fatimah, "Siapakah itu wahai anakku?".
"Tak
tahulah ayahku, orang sepertinya baru sekali ini aku melihatnya,"tutur
Fatimah lembut. Lalu, Rasulullah menatap puterinya itu dengan pandangan yang
menggetarkan. Seolah-olah bahagian demi bahagian wajah anaknya itu hendak
dikenang.
"Ketahuilah,
dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan
di dunia. Dialah malaikatul maut," kata Rasulullah, Fatimah pun menahan
ledakan tangisnya.
Malaikat
maut datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tidak ikut
bersama menyertainya. Kemudian dipanggillah Jibril yang sebelumnya sudah
bersiap di atas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia
ini. " Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?" Tanya
Rasululllah dengan suara yang amat lemah.
"Pintu-pintu
langit telah terbuka, para malaikat telah menanti rohmu. Semua syurga terbuka
lebar menanti kedatanganmu," kata Jibril.
Tapi
itu ternyata tidak membuatkan Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan. "Engkau
tidak senang mendengar khabar ini?" Tanya Jibril lagi. "Khabarkan
kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?"
"Jangan
khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku:
Kuharamkan syurga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di
dalamnya," kata Jibril.
Detik-detik
semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan ruh Rasulullah ditarik.
Nampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang.
"Jibril,
betapa sakit sakaratul maut ini." Perlahan Rasulullah mengaduh. Fatimah
terpejam, Ali yang di sampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan
muka.
"Jijikkah
kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?" Tanya Rasulullah pada
Malaikat pengantar wahyu itu.
"Siapakah
yang sanggup, melihat kekasih Allah direnggut ajal," kata Jibril.
Sebentar
kemudian terdengar Rasulullah mengaduh, karena sakit yang tidak tertahankan
lagi.
"Ya
Allah, dahsyat nian maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku,
jangan pada umatku."
Badan
Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi. Bibirnya
bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali mendekatkan telinganya. "Uushiikum
bis-shalaati, wamaa malakat aimaanukum (peliharalah shalat dan peliharalah
orang-orang lemah di antaramu)."
Di
luar, pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan. Fatimah
menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir
Rasulullah yang mulai kebiruan. "Ummatii, ummatii,
ummatiii!" ("Umatku, umatku, umatku). "
Dan, berakhirlah
hidup manusia mulia yang memberi sinaran itu. Kini, mampukah kita mencintai
sepertinya? Allaahumma sholli 'alaa Muhammad wa'alaihi wasahbihi wasallim.
Betapa cintanya Rasulullah kepada kita. Usah gelisah apabila dibenci manusia
kerana masih banyak yang menyayangimu di dunia,tapi gelisahlah apabila dibenci
Allah kerana tiada lagi yang mengasihmu di akhirat kelak.
Sekarang
apa yang ada dibenak kita, setelah merenungkan proses sakratulmaut dari Nabi
Muhammad SAW di atas? Jika Nabi Muhammad SAW saja seperti itu proses
sakratulmautnya, lalu bagaimana dengan diri kita yang kelak pasti akan
merasakan pula kematian melalui proses sakratulmaut?
Berdasarkan
uraian di atas, seharusnya kita mampu menyaksikan dan memahami arti sebuah
cinta, cinta yang tulus yang diberikan oleh seorang yang ma’shum kepada
umatnya. Dan jika kita termasuk orang yang mencintai Rasulullah SAW, kita akan
meneteskan air mata saat membacanya, apalagi jika pikiran kita turut larut ke
dalam zaman dan ruang waktu terjadinya
peristiwa yang menyedihkan itu.
B.
SAAT NABI IDRIS AS,
MEMINTA MALAIKAT MAUT AGAR MENCABUT RUHNYA
Wahab Ibnu Munabbih
berkata: “Setiap hari, amal ibadah Nabi Idris as, diangkat ke langit
sebagaimana amal ibadahnya para penghuni bumi di zamannya. Para Malaikat merasa
kagum kepada amalnya sehingga Malaikat Maut pun rindu bertemu dengannya.
Malaikat Maut meminta izin kepada Allah agar ia dapat mengunjunginya dan Allah
mengabulkan permintaannya. Malaikat Mautpun menjumpai Nabi Idris as, dengan
menjelma seperti manusia, sementara pada saat itu, Nabi Idris sedang berpuasa.
Ketika tiba waktu
berbuka, Nabi Idris mengundangnya untuk makan. Akan tetapi, dia menolak untuk
memakannya. Hal seperti ini terjadi selama tiga malam berturut turut. Kemudian
Nabi Idris bertanya kepadanya, “Siapakah engkau?” Aku adalah Malaikat Maut”
jawabnya. “Aku telah meminta izin kepada Allah untuk berjumpa denganmu dan
Allah telah memberikan izin kepadaku.”
Nabi Idris berkata,
“Aku mempunyai keperluan denganmu.” Malaikat Maut menjawan, “Keperluan apa
itu?” Nabi Idris menjawab, “Aku meminta agar kamu mencabut ruhku.” Maka Allah
memerintahkan kepada Malaikat Maut untuk mencabut ruh Nabi Idris. Akan tetapi,
setelah beberapa waktu, Allah mengembalikan ruhnya kembali.
Lalu, Malaikat Maut
berkata kepada Nabi Idris, “Apa faedahnya jika nyawamu dicabut?” Nabi Idris
menjawab, “Agar aku merasakan sakitnya mati, sehingga aku dapat menyiapkan
kematianku dengan sungguh sungguh.
Setelah selang
beberapa waktu, Nabi Idris berkata, “Aku memiliki keperluan lain?” “Keperluan
apa itu?’ sahut Malaikat Maut. Nabi Idris menjawab, “Aku meminta agar engkau
membawa aku terbang ke langit sehingga aku dapat melihat syurga dan neraka.
Maka Allah mengizinkan Nabi Idris untuk ikut terbang ke langit.
Ketika melihat neraka
dia pun langsung tidak sadarkan diri. Dan, ketika sudah sadar dia berkata,
“Tunjukkanlah kepadaku syurga.” Maka dia dimasukkan ke syurga. Kemudian
Malaikat Maut berkata kepadanya, “Keluarlah kamu untuk kembali ke tempatmu
semua, bumi.”
Namun, Nabi Idris
berpegang erat pada sebuah pohon seraya berkata, “Aku tidak akan keluar dari
syurga.” Lalu, Allah mengutus seorang Malaikat untuk menjadi hakim antara
mereka berdua. Malaikat ini bertanya kepada Nabi Idris, “Apa sebabnya kamu tidak
mau keluar dari syurga?”
Nabi Idris berkata,
“Karena Allah SWT telah berfirman, “Setiap makhluk hidup pasti akan mati.”
(surat Ali Imran (3) ayat 185, surat Al Anbiya(21) ayat 35 dan surat Al Ankabut (29) ayat 57).
Dan aku telah merasakan kematian itu. Juga Allah SWT telah berfirman: “dan
tidak ada seorangpun daripadamu melainkan mendatangi neraka itu.”
(surat Maryam (19) ayat 71).
Dan aku juga telah
mendatangi neraka. Dan dalam firmanNya Allah SWT juga telah menegaskan: “Dan
mereka sekali kali tidak akan dikeluarkan dari syurga.” (surat Al Hijr
(15) ayat 48). Maka, bagaimana mungkin aku harus keluar? Kemudian Allah SWT
berkata kepada Malaikat Maut, “Dengan izinKu dia telah masuk syurga dan dengan
perintahKu dia akan keluar.”
C.
SAAT TERAKHIR KEHIDUPAN
NABI IBRAHIM AS,.
Pakar sejarah dan
biograpi berkata bahwa ketika Allah hendak mencabut ruh Nabi Ibrahim as, Allah
mengutus Malaikat Maut dengan menjelma menjadi seorang kakek kakek tua. Nabi
Ibrahim senang memberi makan orang lain dan menjamu tamu tamunya, ketika dia
sedang menjamu para tamunya, tiba tiba ia melihat orang tua yang berjalan
tertatih tatih. Melihat pemandangan ini, dia bersegera membawa keledai dan
menaikannya di atasnya.
Tatkala sudah sampai
di rumahnya. Nabi Ibrahim as, menyuguhkan makanan kepada sang kakek tua. Sang
kakek pun mengambil makanan itu dan berusaha untuk memasukkan ke mulutnya.
Namun, terkadang makanan itu masuk ke matanya dan terkadang masuk ke
telinganya.
Jika dia berhasil
memasukkan makanan ke mulutnya maka makanan itu langsung masuk ke dalam
perutnya dan keluar dari duburnya. Dan, Nabi Ibrahim as, meminta kepada Allah
agar tidak mencabut ruhnya sebelum dia sendiri yang meminta dimatikan.
Melihat keadaan sang
kakek, Nabi Ibrahim as, bertanya, “Wahai kakek,
kenapa keadaanmu seperti ini?” Sang kakek menjawab, “Wahai Ibrahim, ini
karena aku sudah tua.
Nabi Ibrahim as,
berkata: “Kakek sudah berumur berapa?” Sang kakek menjawab, “sekian, sekian.”
Lalu, Nabi Ibrahim as, menghitung umurnya dan diketahui bahwa umur sang kakek
lebih tua darinya dua tahun.
Nabi Ibrahim as,
berkata, “Umurky dan umur kakek hanya berselisih dua tahun. Jadi, jika umurku
sudah sampai seperti umur kakek apakah aku akan seperti keadaanmu.”
Sang kakek menjawab,
“Benar”. Kemudian Nabi Ibrahim as, berkata, “Ya Allah, cabutlah ruhku sebelum
keadaanku seperti dia.”
Maka sang kakek
berdiri dan mencabut ruh Nabi Ibrahim as,. Kakek itu adalah Malaikait Maut.
Pada saat itu, Nabi Ibrahim as, berumur dua ratus tahun. Namun ada juga yang
berpendapat seratus sembilan puluh lima tahun. Nabi Ibrahim as, dimakamkan di
dekat makam Siti Sarah.
D.
SAAT TERAKHIR
KEHDUPAN NABI SULAIMAN AS,.
Di salah satu
pertemuan antara Malaikat Maut dengan Nabi Sulaiman as, Nabi Sulaiman as,
meminta kepada Malaikat Maut untuk memberitahu kapan dirinya akan meninggal
dunia.
Diriwayatkan oleh
Abdurrahman bin Zaid bin Aslam; Nabi Sulaiman berkata kepada Malaikat Maut,,
“Jika kamu diperintahkan untuk mencabut nyawaku maka beritahukanlah kapan akan
aku akan meninggal dunia.”
Malaikat Maut
menjawab, “Wahai Sulaiman, akau telah diperintahkan untuk itu. Usiamu tinggal
sebentar lagi.” Kemudian Nabi Sulaiman memerintahkan kepada para syaitan untuk
membangunkan sebuah istana dari kaca dengan tanpa pintu. Setelah itu, Nabi
Sulaiman berdiri dan shalat di dalam istana itu dengan bersandar pada
tongkatnya.
Malaikat Maut
mendatangi Nabi Sulaiman dan mencabut ruhnya sedangkan dia masih bersandar pada
tongkatnya. Meskipun Nabi Sulaiman berada dalam istana yang tidak berpintu,
namun hal itu tidak mempersulit Malaikat Maut.
Dan pada saat itu,
jin tetap patuh menjaga Nabi Sulaiman. Mereka menyangka bahwa Nabi Sulaiman
masih hidup. Kemudian, Allah mengutus rayap untuk memakan tongkat Nabi
Sulaiman. Rayap pun memakan tongkat Nabi Sulaiman hingga rapuh. Akhirnya, Nabi
Sulaiman tersungkur jatuh. Ketika jin melihat kejadian ini maka mereka segera
pergi.
Hal ini sesuai dengan
firman Allah SWT berikut ini: “Maka tatkala Kami telah menetapkan kematian
Sulaiman, tidak ada yang menunjukkan kepada mereka kematiannya itu kecuali
rayap yang memakan tongkatnya. Maka tatkala ia telah tersungkur, tahulah jin
itu bahwa kalau sekiranya mereka mengetahui yang ghaib tentulah mereka tidak
tetap dalam siksa yang menghinakan. (surat Saba (34) ayat14).
Dalam kematian Nabi Sulaiman
as, ada satu hikmah dan bukti yang jelas, yang mana bukti itu memupus keyakinan
bahwa jin mengetahui alam ghaib. Jadi, tidak ada yang mengetahu keghaiban
kecuali yang menciptakan alam ghaib. Dan tidak ada yang mengetahui apa yang
terjadi esok hari kecuali dzat yang mengetahui bisikan hati, yaitu Allah SWT.
E.
NABI MUSA DENGAN
MALAIKAT MAUT..
Diriwayatkan oleh Abu
Hurairah, Rasulullah SAW bersabda dan bercerita bahwa Malaikat Maut menyapa
Nabi Musa seraya berkata, “ Aku datang untuk mencabut nyawamu.” Lalu, Nabi Musa
mencongkel mata Malaikat Maut hingga keluar biji matanya.
Kemudian Malaikat Maut
kembali kepada Tuhannya seraya mengadu, “Ya Allah, Engkau telah mengutusku
untuk bertemu dengan hambaMu yang enggan mati. Dia telah mencungkil mataku.
Kemudian Allah mengembalikan matanya dan berkata, “Kembalilah kamu kepada
hambaKu.”
Lalu, Malaikat berkata
kepada Nabi Musa, “ Apakah kamu ingin hidup? Jika kamu ingin hidup maka
letakkan tanganmu di punggungmu maka setiap helai rambu yang menutupi tanganmu
maka selama satu tahun kamu akan hidup.” Nabi Musa bertanya, “Kemudian, apa
yang akan terjadi setelah itu?” Malaikat menjawab, “Baru kemudian kamu akan
mati.”
Nabi Musa berkata,
“Sekarang saja. Ya Allah, wafatkanlah diri ini di bumi yang suci dan luasnya
sejauh lemparan batu.”. Rasulullah SAW bersabda, “Sungguh, jika aku di sana maka
akan aku tunjukkan kepadamu kuburnya, yaitu dekat daerah Katsib Ahmar.(Hadits
Riwayat Muslim)
Itulah lima kisah
sakratulmaut dari Nabi Muhammad SAW, Nabi Idris, Nabi Ibrahim, Nabi Sulaiman
dan Nabi Musa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar