D.
SUASANA PADANG
MAHYSAR.
Padang Mahsyar adalah
suatu tempat berupa tanah lapang. Tiada gunung, tiada pepohonan dan tiada pula
bangunan.Tiada jurang, tiada ngarai dan juga tiada lautan. Seluruh permukaannya
datar dan rata. Luasnya seberapa? Hanya Allah SWT yang saja yang tahu berapa
luas padang Mahsyar itu dan hanya Allah SWT sajalah yang tahu berapa lama
manusia dikumpulkan di padang Mahsyar.
Di padang Mahsyar
ini, Allah SWT akan menghimpun seluruh makhluknya yang bernama manusia dan jin,
yang dimulai dari manusia pertama, Nabi Adam as, sampai dengan manusia terakhir
dari umat Nabi Muhammad SAW. Dan pada hari itu matahari sangat rendah.
Seluruh umat manusia
berdiri tegak di sana, tanpa busana, merasakan panas yang luar biasa.
Kedahsyatan panasnya belum pernah mereka rasakan sewaktu di dunia. Kulit mereka
serasa terbakar. Otak mereka serasa mendidih. Mereka panik dan dicekam
ketakutan. Mengeluh dan mengaduh. Namun tiada satu tempat pun untuk berteduh.
Tatapan mata mereka, tak henti hentinya tertuju ke langit sambil mengharap
ampunan dari Tuhan.
Berdasarkan firman
Allah SWT berikut ini: Pada hari itu manusia berkata, “Kemana
tempat lari?’ Tidak! Tidak ada tempat berlindung. (surat Al Qiyamah (75) ayat
10,11)”. Sedangkan berdasarakn beberapa hadits yang kami kemukakan
berikut ini: “Sesungguhnya pada hari kiamat matahari itu dekat, sehingga keringat
seseorang itu dapat sampai di setengah telinganya (Hadits Riwayat Abu Dawud dan
Al Hakim)”.
Hadits berikut ini
mengemukakan bahwa semua orang yang berada di padang Mahsyar semua berdiri
menghadap kepada Allah SWT. Nabi SAW Bersabda: Bakal berdiri orang orang
menghadap kepada Tuhan Rabbul Alamin, sehingga tenggelam salah seorang itu
dalam peluhnya samap batas telinganya. (Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim)”. Saat
di padang Mahsyar ketika itu manusia akan mandi keringat sesuai dengan amal
perbuatannya masing masing.
Nabi SAW bersabda: Maka
ketika itu manusia akan mandi keringat sesuai amal perbuatannya. Di antara
mereka ada yang peluhnya sampai mata kaki ada yang terendam dalam peluhnya sampai batas
mulutnya. Rasulullah SAW (menerangkan hal itu) sambil berisyarat dengan
tangannya ke mulutnya. (Hadits Riwayat Muslim)”. Ada manusia yang
tenggelam di dalam peluhnya, ada manusia yang mandi keringat sampai batas
mulutnya. Begitulah kondisi yang terjadi pada umat manusia.
Lalu kenapa
penderitaan yang terjadi pada umat manusia pada hari itu berbeda beda, padahal
mereka ada di tempat dan waktu yang sama. Jawabannya adalah karena tingkat keimanan
dan ketaqwaan mereka kepada Allah SWT semasa hidupnya tidaklah sama. Selanjutnya,
saat seluruh manusia berada di padang Mahsyar terdapat beberapa peristiwa yang
harus kita ketahui bersama. Berikut ini akan kami kemukakan beberapa peristiwa dimaksud,
yaitu:
1. Ada Umat Yang Mengharapkan
Syafaat. Segenap
umat manusia yang tidak tahan dengan keadaan Padang Mahsyar yang sangat
menyiksa, sibuk mencari syafaat (pertolongan).
Diceritakan dalam sebuah hadits yang shahih yang diriwayatkan oleh Abu
Hurairah ra, bahwa sebagian dari umat manusia yang berdiri di Padang Mahsyar
ada yang mengusulkan , “Marilah kita mendatangi bapak kita, Nabi Adam as,”
serempak mereka menghampiri Nabi Adam as, “Wahai Nabi Adam, engkaulah Bapak
seluruh umat manusia. Sudilah kiranya engkau memberikan syafaat (pertolongan)
kepada kami semua dengan meminta ampunan dari Allah SWT.”
“Sesungguhnya Tuhanku
amat murka sekali pada hari ini,” jawab Nabi Adam as,. “Tuhan belum pernah
semurka sebagaimana hari ini, dan tidak akan semurka hari ini pada hari hari
selanjutnya.” “Karena itu tolonglah kami, Tidakkah engkau melihat kesengsaraan
yang kami alami?” Diriku, diriku sendiri belum tentu selamat, “keluh Nabi Adam
as, “Karena Allah pernah melarangku mendekati suatu pohon, namun aku malah
melanggarnya. Pergilah kepada Nabi Nuh, dan mintalah pertolongan padanya,”
saran Nabi Adam.
Serempak mereka
menghampiiri Nabi Nuh as, “Wahai Nabi Nuh, engkau adalah rasul pertama di dunia
dan mendapat gelar ‘hamba yang sangat banyak syukurnya’ dari Allah SWT. Kiranya
engkaulah yang dapat mengusahakan pertolongan dari Allah untuk kami semua. Kami
tidak kuat dengan keadaan seperti ini. “Sesungguhnya Tuhanku sangat murka
sekali pada hari ini,” jawab Nabi Nuh as, “Tuhan belum pernah murka sebagaimana
hari ini, dan tidak akan semurka hari ini pada hari hari mendatang. Sebenarnya
aku memiliki doa mustajab, tetapi telah kupakai mendatangkan banjir bandang
sewaktu mengahadapi kaumku yang membantah. Diriku sendiri, kini belum tentu
selamat. Pergilah kalian kepada Nabi Ibrahim.”
Mereka berbondong
bondong mendatangi Nabi Ibrahim as, “Wahai Nabi Ibrahin, engkaulah kekasih
Allah. Kami berharap kiranya engkau sudi menolong kami dengan memintakan ampun
dari Allah SWT. Engkau tahu sendiri betapa berat keadaan ini bagi kami.
“Sesungguhnya Tuhanku sangat murka sekali pada hari ini,” jawab Nabi Ibrahim
as, “Tuhan belum pernah murka sebagaimana hari ini, dan tidak akan semurka hari
ini pada hari hari esok. Diri sendiri belum tentu selamat, karena aku pernah
berdusta sebanyak tiga kali. Pergilah kalian pada Nabi Musa.
Mereka pun berduyun
duyun mendatangi Nabi Musa as, “Wahai Nabi Musa, tidakkah engkau mengetahui
kesengsaraan yang kami alami hari ini? Sudilah kiranya engkau memohonkan
syafaat untuk kami semua. “Sesungguhnya Allah sangat murka sekali pada hari
ini” jawab Nabi Musa as, “Tuhan belum pernah murka sebagaimana hari ini, dan
tidak akan semurka hari ini pada hari hari selanjutnya. Diriku, diriku sendiri
belum tentu selamat, karena aku pernah membunuh manusia tanpa ada perintah
membunuh dariNya. Pergilah kalian kepada Nabi Isa,”.
Lalu mereka pergi
menghadap Nabi Isa as, “Wahai Nabi Isa, engkau telah diberi Allah SWT mukjizat
sejak dalam buaian. Tentunya engkau mengetahui kesengsaraan yang kami alami
hari ini, Berilah kami syafaat dengan memintakan ampuarn buat kami kepada Allah
SWT”. “Sesungguhnya Tuhanku sangat murka sekali pada hari ini.” jawab Nabi Isa
as,. “Tuhanku belum pernah murka sebagaimana hari ini, dan tidak akan semurka
hari ini pada hari hari selanjutnya”. Diriku sendiri belum tentu selamat,
karena umatku mempertuhankan aku. Padahal hanya Allah Yang Maha Esa, yang patut
disembah. Pergilah kalian menghadap Nabi Muhammad.”
Mereka segera
melangkah menghadap Nabi Muhammad SAW, “Wahai Nabi Muhammad, engkau penutup
semua Nabi dan Allah mengampuni segala dosa engkau. Kiranya engkau dapat
memberi syafaat kepada kami semua dengan memintakan ampunan dari Allah SWT”.
Nabi Muhammad SAW segera mendatangi Arsy, lalu bersujud kepada Allah SWT. Saat
itu Allah membukakan dari pujian pujianNya untuk Rasulullah SAW. “Hai Muhammad,
angkatlah kepalamu, “ firman Allah. “Ajukanlah permohonan, pasti akan
Kukabulkan.” Nabi Muhammad SAW mengangkat kepalanya, “Umat hamba ya Allah, umat
hamba ya Allah, umat hamba ya Allah.” Allah SWT mengerti perasaan Nabi Muhammad
SAW, atas penderitaan umatnya. Allah SWT
segera mengabulkan permohonan ampun yang dimintakan oleh Muhammad SAW untuk
para umatnya.
Seketika Allah SWT
meringankan penderitaan umat Nabi Muhammad SAW yang dikehendakiNya. Dalam
riwayat lain disebutkan, bahwa seketika langit padang Mahsyar ditinggikan,
sehingga suhu panasnya agak berkurang. Namun masih begitu banyak yang tetap
gelisah dan dicekam ketakutan karena banyak dosa dan kesalahan.
Syafaat yang
diberikan oleh Nabi Muhammad SAW dinamakan dengan syafaat Udma. Syafaat Udma ini bermacam macam bentuknya, antara
lain: (a) dapat memasukkan orang orang ke syurga tanpa dihisab terlebih dahulu;
(b) mengeluarkan ahli tauhid dan maksiat dari neraka; dan (c) menambah derajat
orang yang sudah berada di syurga sehingga berada di tingkat yang lebih tinggi
dari tempat sebelumnya.
Selain syafaat Udma,
ada juga syafaat Shugra (kecil) yaitu
syafaat yang diberikan kepada para ulama, dan para syuhada (orang yang mati
syahid) sebagaimana Sabda Nabi SAW berikut ini: Tiga macam orang dapat memberikan
syafaat di hari kiamat, ialah Nabi, para ulama dan para syuhada. (Hadits Riwayat
Ibnu Majah dari sahabat Usman ra,)”. Adapun fasilitas yang dimiliki
orang orang yang mati syahid dapat kami kemukakan berikut ini: Nabi
SAW bersabda: “Orang yang mati syahid
(syuhada) itu dapat memberikan syafaat kepada tujuh puluh orang dari kalangan
keluarganya. (Hadits Riwayat Abu Dawud)”. Sungguh luar biasa kemampuan
orang yang mati syahid di dalam memberikan syafaat untuk kalangan keluarganya.
Lalu, siapa sajakah
yang dimaksudkan dengan orang yang mati syahid (syuhada) itu? Berdasarkan
hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud yang kami kemukakan berikut ini: Nabi
SAW bersabda, “Orang-orang yang mati syahid yang selain terbunuh di jalan Allah
‘Azza wa Jalla (perang) itu ada tujuh orang, yaitu (1) korban wabah adalah
syahid, (2) mati tenggelam ketika melakukan safar dalam rangka ketaatan
adalah syahid, (3) yang punya luka pada lambung lalu mati maka matinya adalah
syahid, (4) mati karena penyakit perut adalah syahid, (5) korban kebakaran
adalah syahid, (6) yang mati tertimpa reruntuhan adalah syahid, dan (7) seorang
wanita yang meninggal karena melahirkan adalah syahid.” (Hadits Riwayat Abu Dawud No. 3111)”.
Terdapat 7(tujuh) kriteria
yang termasuk atau yang digolongkan sebagai mati syahid (syuhada) itu. Dan yang
pasti, tidak sembarang orang yang dapat mendapatkan syafaat sughra, sebab
syafaat sughra hanya dapat dilaksanakan dengan seizin Allah SWT, maka barulah
syafaat sughra ini bisa kita peroleh.
Selain tujuh kriteria
di atas tentang para syuhada yang memiliki hak untuk memberikan syafaat untuk
kalangan keluarga dekatnya, masih ada satu lagi yang diberikan hak syafaat oleh
Allah SWT, sebagaimana hadits berikut ini: Utsman bin Affan berkata: Nabi SAW
bersabda: Allah ta’ala berfirman: Apabila usia hambaKu telah mencapai empat
puluh tahun, Aku bebaskan ia dari tiga penyakit: Gila, Kusta dan Sopak
(belang). Dan bila mencapai lima puluh tahun, AKu menghisabnya seringan
ringannya. Bila mencapai enam puluh tahun, Aku gemarkan ia bertaubat. Bila
mencapai usia tujuh puluh tahun, Aku jadikan Malaikat cinta kasih padanya. Dan
bila mencapai delapan puluh tahun, Aku catat kebaikannya dan Aku hapuskan dosa
dosanya. Dan bila mencapai sembilan puluh tahun, maka berkatalah Malaikat kepadanya:
Tawanan Allah di atas bumi, dan diampunkan baginya dosa dosanya yang lalu dan
yang akan datang, dan diberi hak syafaat. Dan bila sampai pada usia yang
terjelek (selemah lemahnya), maka Allah mencatat baginya pahala apa yang biasa
dikerjakan di masa sehat kuatnya dan bila berbuat dosa tidak dicatat atasnya.
(Hadits Qudsi Riwayat Ath Thirmidzi, 272:16)”. Yang diberikan hak
syafaat adalah tawanan Allah SWT di atas bumi yakni orang orang shaleh yang
usianya telah mencapai sembilan puluh tahun.
2.
Adanya Penggolongan (Pengelompokan)
Manusia. Manusia
pada hari itu terbagi dalam tiga kelompok, sebagaimana ketika mereka hidup di
dunia, yaitu kafir, munafik dan mukmin. Ketiga kelompok ini mendapatkan naungan
sesuai dengan predikat masing masing. Allah SWT berfirman: “Pergilah kamu mendapatkan
naungan (asap api neraka) yang mempunyai tiga cabang. (surat Al Mursalat (77)
ayat 30)”. Orang kafir dinaungi oleh asap gelap, karena semasa di dunia
mereka dalam terang benderang, sebagaimana yang dikemukakan oleh Allah SWT
dalam surat Al Baqarah (2) ayat 257 berikut ini: “Dan orang orang yang kafir,
pelindung pelindungnya adalah syaitan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya
kepada kegelapan. Mereka adalah penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya.
(surat Al Baqarah (2) ayat 257)”
Wajah orang kafir
pada hari itu tertutup debu, dan ditutup lagi oleh kegelapan serta semuanya
menjadi hitam lagi murm. Lalu bagaimana dengan orang munafik? Orang munafik
dinaungi awan panas, oleh karena mereka menjadikan diri mereka takut dari panas
semasa hidup di dunia. Allah SWT berfirman: Janganlah kamu berangkat (pergi
berperang) dalam panas terik ini. Katakanlah (Muhammad), “Api neraka Jahannam
lebih panas, jika mereka mengetahui. (surat At Taubah (9) ayat 81)”.
Lalu bagaimana dengan
orang mukmin? Orang orang mukmin dinaungi oleh cahaya yang berhenti di sekitar
mereka. Hal ini ditegaskan oleh Allah SWT, dalam surat Al Hadiid (57) ayat 12 berikut ini: “Pada hari engkau akan melihat
orang orang yang beriman laki laki dan perempuan, betapa cahaya mereka bersinar
di depan dan di samping kanan mereka, (dikatakan kepada mereka), “Pada hari ini
ada berita gembira untukmu, (yaitu) syurga syurga yang mengalir di bawahnya
sungai sungai, mereka kekal di dalamnya. Demikian itulah kemenangan yang agung.
(surat Al Hadiid (57) ayat 12)”. Demikian pula dalam surat Al Baqarah
(2) ayat 257 berikut ini: “Allah pelindung orang orang yang beriman.
Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada cahaya (iman),(surat Al Baqarah
(2) ayat 257)”.
Pada hari itu, saat di
padang Mahsyar, hanya ada tujuh golongan
yang diistimewakan oleh Allah SWT, sehingga mereka yang mendapat naungan rahmat-Nya
yaitu:
a. Penguasa
yang adil;
b. Remaja yang taat pada
perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya;
c. Dua
orang yang saling mencintai, berkumpul dan berpisah karena Allah;
d. Seorang laki laki
yang ketika dirayu oleh perempuan yang rupawan mengelak dengan menjawab,
“Sungguh, aku takut kepada Allah SWT;
e. Seorang
yang beribadah dan berdzikir kepada Allah dalam senyap, lalu me-ngucurkan air
mata karena takut kepadaNya;
f. Seorang
yang bersedekah tanpa sepengetahuan tangan kirinya (ridha hanya ke-pada Allah
SWT);
g. Seorang
laki laki yang hatinya terpaut pada masjid.
Selain adanya tujuh
golongan yang diistimewakan oleh Allah, masih lagi tiga golongan orang yang
kelak pada hari kiamat akan menjadi musuh bagi Allah sebagaimana ketentuan hadits
berikut ini: Barangsiapa menjadi musuhku maka aku memusuhinya. Pertama, orang yang
berjanji setia kepadaku lalu dia ingkar (berkhianat). Kedua, seorang yang
menjual orang yang merdeka (bukan budak) lalu memakan uang harga penjualannya.
Ketiga, seorang yang mengkaryakan (mempekerjakan) seoramg buruh tapi setelah
menyelesaikan pekerjaannya orang tersebut tidak memberinya upah. (Hadits
Riwayat Ibnu Majah)”.
Semoga diri kita,
keluarga kita, suami/istri, anak keturunan kita termasuk di dalam golongan yang
tujuh diatas, dan jangan sampai kita termasuk menjadi musuh Allah SWT di
akhirat kelak. Amien.
3. Menanti Saat
Berhisab. Pada
hari itu setiap manusia siapa orangnya tidak mem-perdulikan sesamanya, baik
orang tua dengan anaknya bapak ibu, maupun anak anak dan istrinya, masing
masing sibuk mengurus urusan diri sendiri, sebagaimana dikemukakan dalam surat
Abasa (80) ayat 33 sampai 42 berikut ini: “Maka apabila datang suara yang memekakkan
(tiupan sangkakala yang kedua), pada hari itu manusia lari dari saudaranya, dan
dari ibu dan bapaknya, dan dari istri dan anak anaknya. Setiap orang dari
mereka pada hari itu mempunyai urusan yang menyibukkannya, Pada hari itu ada
wajah wajah yang berseri seri, tertawa dan gembira ria, dan pada hari itu ada
(pula) wajah wajah yang tertutup debu (suram), tertutup oleh kegelapan (ditimpa
kehinaan) dan kesusahan), mereka itulah orang orang kafir yang durhaka. (surat
Abasa (80) ayat 33 sampai 42)
Dituturkan oleh Ibnu
Mas’ud ra, bahwa Nabi SAW bersabda, “Orang kafir tenggelam dalam peluhnya,
akibat lamanya berdiri (menunggu) pada hari itu, hingga merengek: Ya
Tuhan, kasihanilah kami, sekalipun tempat kami di neraka.” Dituturkan pula
oleh Muadz bin Jabal ra, bahwa Nabi SAW pernah bersabda: “Seseorang akan tetap tegak
berdiri terus menerus (di padang Mahsyar), sampai diajukan kepadanya tentang
empat perkara, yaitu: (1) Usianya, dimanfaatkan untuk apa selama hidup di
dunia; (2) Jasmaninya, dipergunakan untuk apa sampai tiba waktu meninggal
dunia; (3) Ilmu yang diperolehnya, diamalkan untuk apa, dan; (4) Hartanya,
bagaimana cara memperolehnya dan dibelanjakan untuk kepentingan apa saja”.
Sekarang bertanyalah
kepada diri sendiri, sanggupkah kita menjawab pertanyaan pertanyaan ini kelak?
Lalu bagaimana caranya kita mempertanggungjawabkan itu semua jika kita sendiri
tidak memiliki karya nyata yang bisa dibanggakan di hadapan Allah SWT kelak?
Jika jawabannya tidak bisa kita lakukan, tidak ada jalan lain kecuali kita
mengadakan perubahan saat ini juga dari jiwa fujur kepada jiwa takwa.
4. Adanya Saling
Menuntut dan Manusia Tetap Membantah. Tolong menolong antar sesama manusia, pada
waktu itu (maksudnya hari kiamat), sudah tidak berlaku. Masing masing tidak
memperdulikan keselamatan orang lain, karena mereka sama sama tidak kuasa
menahan siksa dan derita, sebagaimana firman Allah SWT berikut ini: “Wahai
manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu dan takutlah pada hari yang (ketika itu)
seorang bapak tidak dapat menolong anaknya, an seorang anak tidak dapat
menolong bapaknya sendiri… (surat Luqman (31) ayat 33)”.
Bahkan ada sebagian
dari mereka yang menuntut sebagian yang lain, sekalipun sewaktu hidup di dunia
mereka sangat karib. Sebagaimana firman Allah SWT berikut ini: “Teman
teman karib pada hari itu saling bermusuhan satu sama lain, kecuali mereka yang
bertaqwa. (surat Az Zukhruf (43) ayat 67)”. Beginilah salah satu
keadaan yang terjadi pada saat persidangan. Apapun bisa terjadi. Apapun bisa
dipertanyakan dan apapun bisa digugat dihadapan Allah SWT.
Lalu berdasarkan
hadits yang kami kemukakan berikut ini:“Tiada seorangpun dari kamu melainkan akan
diajak berbicara oleh Tuhannya. Tiada seorang perantara pun yang terdapat
antara dirinya dengan Tuhannya itu. (Hadits Riwayat Bukhari dan Ath Thirmidzi)”.
Allah SWT selaku Hakim Yang Maha
Agung, Allah SWT dalam mengadili hamba hambaNya mengadakan dialog secara
langsung. Setelah seorang hamba menerima dan memeriksa kitab (catatan) amalnya
semasa hidup di dunia, Allah SWT bertanya, “Betulkah semua itu engkau yang
melakukannya?” Tidak tahu, wahai Tuhanku,” jawab orang itu.
Allah SWT berfirman: “Dan
sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu),
yang mulia (di sisi Allah) dan yang mencatat (perbuatanmu), mereka mengetahui
apa yang kamu kerjakan. (surat Al Infithaar (82) ayat 10, 11, 12)”. Orang itu menjawab, “Sesungguhnya
para malaikat juru catat itu hamba-hamba-Mu, wahai Tuhanku. Mereka bisa
mencatat apa saja yang mereka kehendaki. Hanya Engkaulah Tuhanku, hakim yang
tidak menerima suatu pengaduan selain bukti yang nyata.” Selanjutnya Allah
berfirman, “Wahai hambaKu, kalau begitu siapakah yang harus menjadi saksi?
Padahal semua malaikat itu adalah hamba hambaKu. Bagaimana apabila Aku
menjadikan anggota tubuhmu menjadi saksi? Maukah engkau menerima dan mengakui
kesaksiannya?”
“Baiklah, Tuhanku,”
Hamba itu setuju. Maka Allah SWT berfirman kepada lidah si hamba, “Wahai lidah,
dengan kuasaKu bicaralah dan jangan engkau berkata melainkan yang benar”. Atas
kehendak Allah, lidah seorang hamba itu menceritakan segala sesuatu yang pernah
diperbuatnya selama hidup di dunia, baik yang baik baik maupun yang buruk buruk.
Mendengar kesaksian yang diberikan lidah, si hamba protes, “Wahai Tuhanku, Engkau
mengetahui bahwa lidahku adalah musuhku sewaktu di dunia dan dosa dosaku
terjadi karena kelancangannya. Oleh sebab itu aku tidak bisa menerima
kesaksiannya. Dan engkaulah hakim yang adil, yang tidak menerima kesaksian
seorang musuh terhadap musuhnya.”
“Baiklah sekarang Aku
meminta kesaksian kedua tanganmu”, firman Allah SWT. Atas izin Allah, bicaralah
kedua tangan hamba itu menceritakan semua yang telah dilakukannya selama di
dunia. Usai mendengarkan kesaksian kedua tangannya, hamba tersebut kembali
protes dengan mengatakan bahwa menurut ketentuan Rasulullah SAW satu saksi
tidaklah cukup maka harus ada saksi kedua yang menguatkannya. Allah SWT Yang
Maha Penyayang, untuk kesekian kali, menerima protes keberatannya.
Lantas Allah meminta
kedua kaki si hamba memberikan kesaksian. Atas izin Allah, kedua kaki hamba itu
menceritakan apa yang telah dilakukannya selama hidup di dunia, sebagaimana
firman Allah SWT berikut ini: “Pada hari ini Kami tutup mulut mereka,
tangan mereka akan berkata kepada Kami dan kaki mereka akan memberikan
kesaksian terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan. (surat Yaa Sin (36) ayat
65)”. Mendengar kesaksian yang
diberikan oleh kedua kakinya, si hamba terdiam heran.
Lantas menegurnya,
“Wahai anggota badanku, engkau adalah bagian dari tubuhku. Aku berusaha
membelamu agar selamat dari api neraka, tapi engkau malah menjerumuskan diri
sendiri”. Seketika para anggota badan si hamba menjawab, “Bukankah kami
diperintahkan memberi kesaksian yang benar dan mengucapkan yang sesungguhnya”.
Kalau semua anggota
tubuh sudah memberikan pengakuan, si hamba hanya bisa terdiam. Sebab membantah,
sudah tiada guna. Mau tidak mau, si hamba terpaksa harus menerima apa yang akan
diputuskan oleh Allah SWT. Dalam keadaan
demikian, hanya tinggal satu harapan, semoga amal kebaikan yang pernah
dilakukannya dapat menutupi segala dosa dan kesalahannya. Untuk itu pada akhir
dari berhisab akan diadakan penimbangan, manakah yang lebih besar, amal
kebaikan ataukah dosa dan kesalahan? Jika yang lebih banyak adalah amal
kebaikan, maka si hamba masuk syurga, akan tetapi jika yang lebih banyak adalah
dosa dan kesalahannya maka si hamba masuk neraka. Allah SWT berfirman: “Dan
kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tidak seorangpun
dirugikan walau sedikit; sekalipun hanya seberat biji sawi, pasti Kami
mendatangkannya (pahala). Dan cukuplah Kami yang membuat perhitungan. (surat Al
Anbiyaa (21) ayat 47)”.
Dan adakalanya, seorang
hamba setelah dihisab dan ternyata masih memiliki pahala yang teramat banyak,
diputuskan masuk syurga. Akan tetapi putusan itu bisa berubah, jika ada orang
orang yang pernah disakiti atau dirugikan oleh si hamba menuntutnya untuk
membayar ganti rugi. Karena pada saat itu sudah tidak ada dan tidak berlaku
lagi harta benda, maka pahala pahala yang dimiliki si hamba itu untuk menebus
segala kesalahannya. Dengan demikian sisa pahalanya berkurang, bahkan ada
kemungkinan habis sama sekali, sehingga ia diputuskan menghuni neraka karena
adanya kebangkrutan yang dialaminya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar