Allah SWT berfirman: “Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu wahai anak cucu Adam agar kamu tidak menyembah setan? Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagi kamu.” (surat Yaa Siin (36) ayat 60). Ayat ini menunjukkan kepada diri kita bahwa Allah SWT telah memerintahkan dan juga mengingatkan serta telah pula menasehatkan kepada seluruh umat manusia bahwa syaitan adalah sungguh (innahu) musuh yang nyata bagimu. Allah SWT mengemukakan perintahnya, mengingatkan dan menasehati tentang syaitan sebagai musuh umat manusia bukanlah pernyataan yang bersifat main main, namun sesuatu yang bersifat sungguh sungguh. Lalu pernahkah kita merenungkan, membayangkan, memikirkan atas dasar apa Allah SWT menyampaikan pernyataan di atas ini? Allah SWT melalui Rasulullah menjawabnya: Rasulullah SAW bersabda: “Syaitan beroperasi di dalam tubuh manusia (anak Adam) mengikuti aliran darah.”
Adanya kondisi ini dalam permusuhan diri kita dengan syaitan, terbayangkah bagaimana syaitan melaksanakan aksinya kepada diri kita? Lalu jika Allah SWT sudah menyatakan dengan kata sungguh (innahu) berarti keberadaan syaitan beserta permusuhan yang ada di dalamnya harus kita jadikan nasehat yang paling berharga dari Allah SWT. Syaitan melakukan operasinya dalam diri manusia ketika manusia sepi dan lengah dari mengingat Allah (dzikrullah), tetapi syaitan akan segera keluar ketika manusia ingat Allah.
“Sulaiman Al Kumayi”, dalam bukunya, “Sehat dan Damai bersama Yasin” mengemukakan tentang 9 (sembilan) jalan yang terbesar yang dipakai syaitan untuk memperdaya manusia agar mengikuti jalannya. Sebagai manusia yang telah diperintahkan oleh bermusuhan dengan syaitan tentu kesepuluh jalan ini harus sudah kita pahami dengan benar jika kita telah berketetapan hati untuk menjadi pemenang. Inilah sepuluh jalan syaitan itu:
a. Syaitan menerobos lewat pintu kerakusan dan keburukan berprasangka. Untuk melawannya manusia harus menangkisnya dengan keyakinan yang mantap pada janji Allah dan bersikap qanaah dan ingat akan firman Allah SWT, “dan tidak satupun makhluk bergerak (bernyawa) di bumi melainkan semua dijamin Allah rezekinya. (surat Huud (11) ayat 6).”
b. Syaitan akan menerobos lewat khayalan atau lamunan, maka ketika menghadapi perbuatan jenis ini, manusia harus segera mengerahkan pasukan Dzikrullah dan ingat akan maut yang senantiasa mengincar hidup manusia serta ingat akan peringatan Allah, “Dan tidak ada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Mengenal.(surat Luqman (31) ayat 34).”
c. Syaitan menerobos lewat kecenderungan bersantai dan keinginan yang lezat lezat. Untuk menghalangi upaya syaitan lewat cara ini, manusia hjarus menyadari bahwa nikmat itu akan lenyap dan hisab kelak di hari kiamat adalah sangat berat, “Biarkanlah mereka (di dunia ini) makan dan bersenang senang dan dilalaikan angan angan (kosong) mereka, kelak mereka akan mengetahui akibat perbuatannya. (surat Al Hijr (15) ayat 3).”
d. Syaitan menerobos lewat rasa bangga atas keberhasilan usaha yang dicapai seseorang. Dalam kasus ini syaitan akan memperdaya manusia, sehingga mereka hanyut dalam arus kebanggaan akhirny lengah bersyukur kepada Allah, dan secara berangsur angsur dikendalikan olehnya. Untuk menangkis serangan syaitan ini, manusia harus mengingat bahwa semua prestasi yang diperolehnya semata mata karena karunia Allah dan takut akibat yang ditimbulkannya. Allah SWT berfirman: “Ketika hari itu datang, tidak seorangpun yang berbicara, kecuali dengan izinNya, maka di antara mereka ada yang sengsara da nada yang berbahagia. (surat Hud (11) ayat 105).”
e. Syaitan menerobos lewat mengecilkan atau menganggap remeh kawan dan menghinanya. Untuk menangkis model serangan ini, manusia harus kembali kepada prinsip saling menghargai dan saling menghormati mereka.
f. Syaitan menyerbu lewat sifat dengki. Untuk menangkisnya manusia harus meyakini akan keadilan Allah dalam memberi rezeki kepada makhluknya. Allah SWT berfirman: “Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia. (surat Az Zukhruf (43) ayat 32)
g. Syaitan memperdaya manusia lewat sifat ingin dipuji. Untuk mematahkannya manusia harus menanamkan keikhlasan dalam beramal shaleh. Syaitan menyerang manusia lewat sifat sombong. Untuk menangkis serangan ini, manusia harus lebih mengedepankan rendah hati (tawadhu).
h. Syaitan akan menyerang manusia lewat sifat kikir maka manusia harus menggagalkannya dengan mengingat dan menyadari bahwa segala sesuatu yang ada di tangan pasti lepas dan binasa, “Apa yang disisimu akan lenyap dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal. (surat An Nahl (16) ayat 96).”
i. Syaitan menyerang manusia lewat sifat tamak, dan untuk menghadapinya manusia harus menanamkan benar benar dalam dirinya bahwa “berharap semata mata kepada Allah dan setiap harapan pada manusia putuskanlah, “dan barangsiapa bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar, dan memberinya rezeki dari arah yang tiada di sangka sangka. (surat At Thalaq (65) ayat 2, 3).”
Sebagai hamba yang sekaligus khalifah yang sangat membutuhkan AlQuran, tentu kita tidak bisa lagi sembarangan dalam melaksanakan tugas kekhalifahan di muka bumi ini, karena ada makhluk lain (iblis/syaitan) yang telah diberikan izin oleh Allah SWT sampai dengan hari kiamat tiba, untuk menggagalkan segala tugas kekhalifahan yang kita laksanakan saat hidup di dunia ini, sehingga diri kita menjadi pecundang. Sudahkah hal ini kita sadari!
Syaitan ada karena memang keberadaannya tidak dapat dipisahkan dengan rencana besar kekhalifahan yang ada di muka bumi ini. Sehingga syaitan ada karena memang sudah dipersiapkan keberadaannya oleh Allah SWT. Syaitan ada bukan semata mata menjadi musuh yang nyata bagi manusia. Keberadaan syaitan merupakan cara terbaik yang adil di dalam menseleksi siapa yang berhak masuk ke syurga dan siapa yang berhak manusia neraka. Tidakkah hal ini menjadikan diri kita selalu mawas diri!
Selanjutnya renungkanlah dengan seksama tentang hadits yang kami kemukakan berikut ini: “Ibnu Abbas ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta’ala berfirman: Berkata Iblis: Wahai Tuhan: Engkau telah menurunkan Adam (ke dunia) dan mengetahui akan ada kitab-kitab dan pesuruh-pesuruh, maka apakah kitab-kitab dan pesuruh-pesuruh mereka? Allah berfirman: Rasul-rasul mereka adalah malaikat para malaikat dan para nabi-nabi dari mereka sendiri, sedang kitab-kitabnya adalah “Taurat”, Injil, Zabur dan Al Furqan. Lalu Iblis bertanya: dan apakah kitabku? Allah berfirman: Kitabmu adalah “Alwasyem” (gambar-gambar di badan yang dibuat dengan jalan melukai). Pembacaanmu adalah syair-syair,rasul-rasulmu adalah para kahin (ahli nujum/dukun). Makananmu barang-barang yang tidak disebut nama Allah untuknya. Minumanmu adalah tiap barang memabukkan, katamu yang benar adalah dusta,rumahmu adalah kamar-kamar mandi,perangkap-perangkapmu adalah wanita,mu’adzinmu seruling dan masjidmu adalah pasar-pasar. (Hadits Riwayat Aththabarani, 272:260).”
Hadits yang kami kemukakan di atas ini, merupakan pedoman bagi syaitan di dalam menggoda, menggelincirkan diri kita dari jalan yang lurus sehingga kondisi inilah yang akan kita hadapi saat menjadi khalifah di muka bumi. Sekarang bertanyalah kepada diri kita sendiri, butuhkah diri kita dengan hikmah yang terdapat di dalam AlQuran saat diri kita melaksanakan tugas sebagai khalifah di muka bumi? Jawaban pasti dari pertanyaan ini hanya diri kita sendirilah yang tahu, karena implikasi dari jawaban ini tidak lain adalah cerminan diri kita sendiri di dalam menghargai dan meletakkan AlQuran yang sesuai dengan kehendak Allah SWT selaku narasumber utama AlQuran.
Pernahkah kita mempelajari lalu merenungkan berapa jarak antara diri kita dengan syaitan dibandingkan dengan berapa jarak antara diri kita dengan Allah SWT? Jarak antara kedunya, bukan syaitan yang menentukan dan bukan pula Allah SWT yang menentukan karena keduanya sudah sangat dekat dengan diri kita. Jika kita berkehendak untuk dekat dengan syaitan yang sudah ada di dalam aliran darah, caranya cukup mudah yaitu dengan melalaikan Allah SWT, lengah dari mengingat Allah SWT (dzikrullah) serta melupakan adanya Allah SWT yang juga sudah dekat dengan diri kita. Hal yang samapun berlaku dengan jarak diri kita dengan Allah SWT yang jaraknya ditentukan oleh lengah atau tidaknya diri kita dari mengingat Allah SWT dimanapun dan kapanpun. Jika hal ini kita lakukan maka jauh dekatnya diri kita dengan Allah SWT ditentukan oleh diri sendiri, dalam hal ini melakukan proses mengingat Allah SWT (dzikrullah).
Sekarang renungkanlah, bayangkanlah melawan musuh (mengalahkan syaitan) yang tidak kentara (tidak bisa dilihat dengan mata) namun sangat terasa gangguannya dan syaitannya sendiri sudah ada di dekat kita. Lalu bertanyalah kepada diri sendiri, sanggupkah diri kita mengalahkan syaitan sendirian tanpa bantuan Allah SWT walaupun kita sudah memiliki ilmu serta pengetahuan tentang kelemahan syaitan? Sebelum menjawab pertanyaan ini, ada baiknya mempelajari kembali 2 (dua) buah firman Allah SWT yang kami kemukakan berikut ini:
Allah SWT berfirman: “Dan apabila hamba hambaKu bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat. Aku kabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia berdoa kepadaKu. Hendaklah mereka itu memenuhi (perintah)Ku dan beriman kepadaKu, agar mereka memperoleh kebenaran. (surat Al Baqarah (2) ayat 186).”
Allah SWT berfirman: “Dan sungguh, Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya. (surat Qaf (50) ayat 16).” Semoga jawaban yang kita berikan atas pertanyaan di atas adalah jawaban yang sesuai dengan kehendak Allah SWT, yaitu kita tidak bisa mengalahkan syaitan seorang diri dan untuk itu jadikan Allah SWT sebagai penolong, pelindung diri kita dimanapun kita berada. Apalagi Allah SWT sendiri yang berkehendak agar diri kita mengajukan perhomonan doa kepada Allah SWT.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar