Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Senin, 04 April 2016

ANCAMAN ALLAH SWT KEPADA YANG TIDAK MAU MENDIRIKAN SHALAT




Hamba ALLAH SWT yang selalu dirahmati-Nya

Langit dan Bumi yang saat ini kita tempati bukan kita yang menciptakan dan bukan pula kita yang memilikinya. Air, udara, hewan, tumbuhan, yang kita butuhkan juga bukan kita yang menciptakan dan bukan pula kita yang memilikinya. Ruhani dan Jasmani diri kita bukan pula kita yang menciptakan dan bukan pula kita yang memiliki. Jika langit, bumi, air, udara, hewan, tumbuhan, ruhani dan jasmani bukan kita yang menciptakan dan bukan pula kita yang memiliki, lalu punya apakah diri kita di langit dan di bumi ini? Adanya kondisi yang kami kemukakan di atas berarti kita tidak memiliki apapun di langit dan di bumi kecuali menjadi tamu, atau menjadi penumpang, atau menjadi perantau yang tidak memiliki apa-apa. 

Selanjutnya jika kita ini hanyalah makhluk yang tidak memiliki apa-apa di muka bumi, lalu siapakah yang memiliki Kehendak dan Kemampuan serta Ilmu yang sangat hebat sehingga mampu menciptakan dan memiliki itu semua? ALLAH SWT lah yang memiliki Kehendak dan Kemampuan serta Ilmu yang sangat hebat sehingga mampu menciptakan dan memiliki langit, bumi, udara, air, binatang, tumbuhan serta manusia yang ada di jagat raya ini. Selanjutnya, ketentuan siapakah, undang-undang siapakah, hukum siapakah, yang wajib berlaku di langit dan di bumi ini? Akal sehat manusia akan mengatakan bahwa segala ketentuan, segala undang-undang, segala hukum yang wajib berlaku di muka bumi ini adalah ketentuan ALLAH SWT semata, hukum ALLAH SWT semata, serta undang-undang ALLAH SWT.


Jabir ra, berkata, Rasulullah bersabda:
Batas antara seseorang dengan kekafiran adalah meninggalkan Shalat.
(HR Muslim, Ahmad dan Ashhabus sunan)

Buraidah ra, berkata, Rasulullah bersabda: Janji yang terikat erat antara kami dengan mereka adalah Shalat. Maka siapa yang meninggalkannya berarti ia telah kafir.
(HR Ahmad, dan Ash hubus sunan)



 Dan jika sekarang ALLAH SWT selaku pencipta dan pemilik dari langit, bumi, air, udara, tumbuhan, binatang, sudah menetapkan adanya perintah mendirikan SHALAT sehari semalam 5 (lima) waktu kepada seluruh umat manusia, selanjutnya apa yang harus kita sikapi dengan ketentuan ini? Sebagai orang yang sedang menumpang di langit dan di bumi ALLAH SWT, sebagai tamu yang sedang menumpang di langit dan di bumi ALLAH SWT, sebagai perantau yang sedang menjadi KHALIFAH di langit dan di bumi ALLAH SWT, tentu kita harus menerima segala ketentuan ALLAH SWT tersebut lalu menjalankan segala ketentuan ALLAH SWT dengan sebaik-baiknya, terkecuali jika kita ingin menjadi tamu yang tidak tahu diri, atau menjadi penumpang yang tidak tahu diri, atau menjadi perantau yang tidak tahu diri.


Selanjutnya jika di dalam kehidupan sehari-hari ada istilah anak durhaka kepada orang tua, maka jika kita berani menantang  ALLAH SWT di langit dan di bumi yang tidak pernah kita ciptakan dan tidak pernah pula kita miliki maka istilah anak durhakapun terjadi antara diri kita dengan ALLAH SWT. Sekarang timbul pertanyaan baru, adakah resiko yang harus kita tanggung jika kita tidak mau melaksanakan perintah mendirikan SHALAT sedangkan kita ada di langit dan di bumi yang dimiliki ALLAH SWT? Berikut ini akan kami kemukakan beberapa resiko yang harus kita tanggung jika kita tidak mau melaksanakan perintah mendirikan SHALAT yang telah diperintahkan oleh ALLAH SWT selaku pencipta dan pemilik alam semesta ini, yaitu:


A. Dijadikan sebagai Hamba Syaitan


Ancaman atau Resiko pertama yang akan kita peroleh jika kita tidak mau melaksanakan perintah mendirikan SHALAT, saat diri kita menjadi penumpang, saat diri kita menjadi tamu, saat diri kita menjadi perantau di langit dan di bumi yang diciptakan dan dimiliki oleh ALLAH SWT adalah kita akan dijadikan sebagai Hamba Syaitan sang Laknatullah. Jika ini yang terjadi pada diri kita berarti kita telah memesan tiket untuk pulang kampung bersama Syaitan ke Neraka Jahannam. Selanjutnya ada yang harus kita perhatikan dengan seksama yaitu Syaitan yang asalnya dari api maka jika Syaitan ditempatkan oleh ALLAH SWT di Neraka Jahannam karena memang disanalah kampung halamannya Syaitan, sehingga bagi Syaitan pulang kampung ke api (maksudnya ke Neraka Jahannam) bukanlah sebuah masalah besar. Yang menjadi persoalan besar justru ada pada diri kita, kenapa mau dihasut, kenapa mau dibujuk, kenapa mau di rayu oleh Syaitan untuk tidak mau melaksanakan perintah mendirikan SHALAT sehingga kita menjadi penghuni Neraka Jahannam.


Selain daripada itu, jika kita tidak mau melaksanakan perintah mendirikan SHALAT berarti kita sendiri telah menurunkan derajat diri kita sendiri dari makhluk yang terhormat menjadi makhluk yang terkutuk seperti Syaitan sang Laknatullah. Selanjutnya jika saat ini diri kita telah menjadi hamba Syaitan, akan tetapi kita ingin berusaha untuk menjadi hamba ALLAH SWT, apa yang harus kita lakukan? Lakukanlah Taubatan Nasuha saat ini juga karena kita tidak tahu kapan Ruh tiba dikerongkongan, karena waktu tidak akan mungkin kembali lagi, karena kita tidak tahu kapan Malaikat Izrail datang kepada kita untuk melaksanakan tugas.


Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; Maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).
(surat Al Maa-idah (5) ayat 91)


Hal lain yang harus juga kita ketahui dengan seksama adalah  ALLAH SWT tidak memiliki kepentingan dengan ibadah yang kita lakukan, karena ALLAH SWT tidak butuh dengan ibadah yang kita lakukan. ALLAH SWT menyerahkan sepenuhnya kepada diri kita apakah mau melaksanakan perintah mendirikan SHALAT, atau tidak mau melaksanakan perintah mendirikan SHALAT. Ingat, ALLAH SWT hanya menunjukkan kepada diri kita mana jalan untuk menuju Syurga dan mana jalan untuk menuju Neraka. Setelah pilihan jalan telah ditunjukkan oleh ALLAH SWT maka sekarang tergantung diri kita mau kemana?


Selanjutnya pernahkah kita membayangkan berapa jumlah Syaitan yang ada pada saat ini, apakah jumlah syaitan lebih sedikit dari jumlah manusia ataukah jumlah syaitan lebih banyak dari jumlah manusia? Setiap manusia lahir maka lahir pulalah malaikat dan syaitan yang akan mengiringi manusia. Akan tetapi setiap manusia meninggal (maksudnya berpisah Ruhani dengan Jasmani) tidak otomatis malaikat dan syaitan ikut meninggal. Adanya kondisi ini berarti jumlah malaikat dan syaitan lebih banyak  dibandingkan dengan jumlah manusia. Di lain sisi sebelum anak dan keturunan Nabi Adam as, lahir ke muka bumi, Syaitan sudah mendapat persetujuan dari ALLAH SWT untuk mengganggu, untuk menggoda, untuk menghasut seluruh anak dan keturunan dari Nabi Adam as untuk dibawa ke Neraka Jahannam. Dan jika saat ini Syaitan menghasut, jika Syaitan mengganggu, jika Syaitan menggoda manusia untuk tidak mau melaksanakan perintah mendirikan SHALAT berarti Syaitan telah melaksanakan komitmen yang telah disetujui ALLAH SWT dengan sebaik-baiknya dan juga ALLAH SWT tetap konsisten dengan Syaitan.


Sekarang dapatkah diri kita mengalahkan Syaitan yang jumlahnya lebih banyak dari jumlah manusia seorang diri tanpa bantuan siapapun juga? Jika kita mengacu bahwa keberadaan Syaitan juga tidak bisa dilepaskan dari Kehendak dan Kemampuan serta Ilmu ALLAH SWT berarti hanya ALLAH SWT sajalah yang paling tahu, yang paling ahli dan yang paling mengerti bagaimana caranya mengalahkan Syaitan. Sekarang kita ingin menang melawan Syaitan, akan tetapi pencipta dari Syaitan itu sendiri justru kita lawan perintahnya dengan tidak mau mematuhi apa-apa yang telah diperintahkan-Nya. Sekarang bagaimana mungkin kita akan dibantu oleh ALLAH SWT?  Jika kita termasuk orang yang telah diberi akal sehat oleh ALLAH SWT maka kita harus melaksanakan segala apa yang diperintahkan oleh ALLAH SWT sesuai dengan kehendak  ALLAH SWT itu sendiri. Terkecuali jika kita mampu mencari tuhan lain selain ALLAH SWT, atau mampu mendapatkan langit dan bumi baru yang melebihi langit dan bumi yang diciptakan dan dimiliki oleh ALLAH SWT.        


B. Dijadikan sebagai Hamba Ahwa (Jiwa Fujur)


Setiap manusia tanpa terkecuali akan mengalami apa yang dinamakan pertarungan antara Jasmani dengan Ruhani di dalam memperebutkan Amanah 7 dan Hubbul. Adanya kondisi ini berarti akan ada dua kondisi Jiwa manusia, yaitu Jiwa yang Fujur dan Jiwa yang Taqwa. Apa maksudnya? Jiwa yang Fujur adalah kondisi kejiwaan manusia dimana Amanah 7 dan Hubbul di eksploitasi untuk kepentingan Jasmani atau manusia memperturutkan Ahwa dengan mengorbankan Amanah 7 dan Hubbul sehingga manusia berada di dalam koridor Nilai-Nilai Syaitani. Sedangkan Jiwa yang Taqwa adalah kondisi kejiwaan  manusia dimana Amanah 7 dan Hubbul di eksploitasi untuk kepentingan Ruhani sehingga manusia berada di dalam koridor Nilai- Nilai Ilahiah.


Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, Maka mereka kelak akan menemui kesesatan,
(surat Maryam (19) ayat 59)

Selanjutnya kenapa Jiwa Fujur dapat terjadi pada diri manusia? Salah satu penyebab dari timbulnya Jiwa Fujur atau penyebab terjadinya manusia memperturutkan Ahwa dengan mengorbankan Amanah 7 dan Hubbul karena manusia tidak mau melaksanakan perintah mendirikan SHALAT atau manusia lebih mementingkan kepentingan duniawi (jasmani) dibandingkan kepentingan akhirat (ruhani). Adanya kondisi Jiwa yang Fujur yang dialami oleh manusia akibat tidak mau melaksanakan perintah mendirikan SHALAT berarti diri kita telah menjadikan Ahwa sebagai Tuhan pengganti selain ALLAH SWT atau kita telah menjadi Hamba Hawa Nafsu. Jika kondisi ini sampai kita lakukan berarti kita telah membeli tiket masuk ke Neraka Jahannam dengan sadar.


Selanjutnya sebagai KHALIFAH yang membutuhkan SHALAT seperti membutuhkan mandi, tentu kita tidak bisa berdiam diri saja jika sudah menjadi hamba Ahwa, atau mengalami Jiwa Fujur. Untuk itu kita harus segera memperbaiki diri dengan melakukan Taubatan Nasuha yang dilanjutkan merubah jiwa kita yang masuk dalam kategori Jiwa Fujur menjadi Jiwa Taqwa dengan melaksanakan Diinul Islam yang Kaffah yang tentunya kita harus bersama ALLAH SWT untuk melakukan itu semua. Disinilah letak pentingnya diri kita mendirikan SHALAT sebab salah satu cara untuk mengembalikan Jiwa yang Fujur menjadi Jiwa yang Taqwa adalah melalui SHALAT yang kita dirikan. Sekarang sudahkah diri kita mendirikan SHALAT sesuai yang dikehendaki oleh pemberi perintah mendirikan SHALAT?  


C.     Segala Amal Perbuatannya ditolak ALLAH SWT


Ancaman atau Resiko yang tidak kalah penting jika kita tidak mau melaksanakan perintah mendirikan SHALAT yang telah  ALLAH SWT tetapkan berlaku di muka bumi ini adalah segala amal ibadah yang telah kita kerjakan dengan susah payah saat menjadi KHALIFAH di muka bumi, ditolak mentah-mentah oleh ALLAH SWT, atau tidak diberi penilaian sedikitpun oleh ALLAH SWT, atau meminjam istilah Akuntansi, ALLAH SWT memberikan penilaian Disclaimer kepada manusia yang tidak mau mendirikan SHALAT saat hidup di muka bumi ini. Jika kondisi ini terjadi pada diri kita berarti tiket masuk ke Neraka Jahannam sudah kita miliki. Timbul pertanyaan baru, kenapa ALLAH SWT sampai harus seperti itu kepada orang yang tidak mau mendirikan SHALAT?


ALLAH SWT memberlakukan hal ini karena ibadah SHALAT merupakan satu-satunya perintah langsung ALLAH SWT yang dilakukan di Arsy kepada  Nabi MUHAMMAD SAW serta satu-satunya ibadah yang harus dilaksanakan dalam kondisi apapun juga dan juga sebagai satu-satunya ibadah yang tidak bisa diganti dengan ibadah apapun juga. Adanya kondisi ini tidak berlebihan jika ibadah mendirikan SHALAT merupakan ibadah yang pertama kali akan diperhitungkan atau ibadah yang pertama kali akan dihisab oleh ALLAH SWT pada waktu hari berhisab kelak. Jika sudah begini keadaannya, berarti sia-sialah segala ibadah yang kita kerjakan karena pertanggungjawaban diri kita dapat dipastikan akan ditolak mentah-mentah atau tidak diterima oleh ALLAH SWT. 


dan tidak ada yang menghalangi mereka untuk diterima dari mereka nafkah-nafkahnya melainkan karena mereka kafir kepada Allah dan RasulNya dan mereka tidak mengerjakan sembahyang, melainkan dengan malas dan tidak (pula) menafkahkan (harta) mereka, melainkan dengan rasa enggan.
(surat At Taubah (9) ayat 54)


Sebagai Makhluk yang terhormat tentu kita tidak mau kehormatan yang kita miliki tercoreng akibat diri kita tidak mau mendirikan SHALAT. Untuk itu jika diri kita sangat berkepentingan untuk pulang kampung ke Syurga, dikarenakan memang di sanalah kampung halaman kita nantinya, yang dilanjutkan untuk bertemu dengan Nabi MUHAMMAD SAW dan juga ALLAH SWT, maka tidak ada jalan lain kecuali diri kita mendirikan SHALAT sesuai dengan kehendak ALLAH SWT yaitu mendirikan SHALAT yang telah dicontohkan oleh Nabi MUHAMMAD SAW, atau melaksanakan Diinul Islam secara Kaffah mulai saat ini juga sampai dengan Ruh tiba dikerongkongan.



D. Dijadikan sebagai penghuni Neraka


ALLAH SWT selaku inisiator, selaku pencipta dan selaku pemilik dari kekhalifahan di muka bumi telah mempersiapkan 2(dua) buah tempat kembali bagi para Khalifah-Nya yang di utus ke muka bumi yaitu Syurga dan Neraka.Selanjutnya timbul pertanyaan, bagaimana caranya baik Syurga dan Neraka itu di isi dengan cara yang seadil-adilnya? Salah satu cara yang di tempuh ALLAH SWT untuk mengisi Syurga dan Neraka dengan cara yang seadil-adilnya adalah ALLAH SWT menetapkan adanya perintah mendirikan SHALAT kepada manusia lima waktu sehari semalam. Selanjutnya dengan adanya perintah mendirikan SHALAT, akan terjadilah apa yang dinamakan dengan seleksi alamiah tentang siapakah yang patuh taat kepada perintah ALLAH SWT tersebut dan siapakah yang membangkang perintah ALLAH SWT. Selanjutnya dengan adanya seleksi alamiah ini maka akan diketahuilah siapakah yang akan menjadi calon penghuni Syurga dan siapakah calon penghuni Neraka oleh sebab adanya perintah mendirikan SHALAT.


Sekarang dengan adanya calon penghuni Syurga dan adanya calon penghuni Neraka saat ini berarti di muka bumi ini ada hak hidup bagi calon penghuni Syurga dan ada hak hidup bagi calon penghuni Neraka sehingga diri kita tidak bisa mengklaim hanya diri kita sajalah yang bisa menjadi penghuni Syurga, atau hanya diri kita sajalah yang bisa menjadi penghuni Neraka. Adanya kondisi seperti ini tidak ada jalan lain bagi diri kita untuk segera menentukan sikap apakah mau menjadi penghuni Neraka Jahannam ataukah mau menjadi penghuni Syurga dan yang pasti adalah pilihan kita hanya satu karena tidak ada pilihan ganda. 
  
tentang (keadaan) orang-orang yang berdosa,
"Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?"
mereka menjawab: "Kami dahulu tidak Termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat,
(surat Al Muddatstsir (74) ayat 41-43)


Sebagai KHALIFAH di muka bumi yang juga makhluk terhormat tentu kita tidak pernah berharap sedikitpun untuk pulang kampung ke Neraka Jahannam guna hidup bertetangga dengan Syaitan. Sekarang sudahkah diri kita memenuhi Syarat dan Ketentuan masuk Syurga jika kita sangat berkepentingan untuk pulang kampung ke Syurga? Hal ini penting kami kemukakan kepada khalayak karena banyak orang sangat berkepentingan untuk pulang kampung ke Syurga, namun segala apa yang diperbuatnya, segala tindak-tanduknya, segala apa yang dilakukannya tidak pernah memenuhi kriteria calon penghuni Syurga, atau mau masuk Syurga tetapi tidak mau memenuhi Syarat dan Ketentuan untuk masuk Syurga. Jika ini yang terjadi bertanyalah kepada rumput yang bergoyang, bisakah kita masuk ke Syurga dengan mempergunakan tiket masuk Neraka Jahannam? Jawaban dari pertanyaan ini adalah jika unta bisa masuk ke dalam lubang jarum maka barulah ketentuan yang kami kemukakan di atas ini bisa berlaku yaitu masuk masuk Syurga dengan mempergunakan Tiket Neraka.


Sekarang apakah mungkin dengan tidak mau mendirikan SHALAT yang sesuai dengan kehendak pemberi perintah mendirikan SHALAT, atau dengan membangkang perintah ALLAH SWT maka ALLAH SWT akan memberikan Syurga-Nya kepada orang seperti itu? Hal yang harus kita perhatikan adalah baik Syurga maupun Neraka bukanlah barang gratisan, sebab untuk pulang kampung ke Syurga maupun pulang kampung ke Neraka kita harus memiliki tiket masuk terlebih dahulu. Dimana tiket itu hanya tersedia saat diri kita hidup di muka bumi ini, yang menjadi persoalan saat ini adalah sudahkah kita memiliki tiket untuk pulang kampung ke Syurga jika kita berkepentingan dengan Syurga ataukah memang diri kita tidak membutuhkan Syurga sehingga saat ini kita berusaha sekuat tenaga untuk mendapatkan tiket pulang kampung ke Neraka Jahannam guna mengarungi hidup bertetangga dengan Syaitan?


Hamba ALLAH SWT, itulah empat buah resiko yang akan kita hadapi jika diri kita tidak mau mendirikan SHALAT saat  menjadi KHALIFAH di muka bumi. Selanjutnya mari kita perhatikan dengan seksama apa yang kami kemukakan di bawah ini. Berdasarkan hadits qudsi yang kami kemukakan di bawah ini, ALLAH SWT dengan tegas mempersilahkan kepada siapapun juga yang tidak mau mematuhi hukum atau ketentuan yang berlaku di muka bumi ini, contohnya ketentuan untuk mendirikan SHALAT sehari semalam lima waktu, siapapun orangnya, apapun pangkatnya, apapun jabatannya, apapun kedudukannya, apakah laki-laki ataupun perempuan, apakah kaya ataukah miskin, dipersilahkan untuk mencari Tuhan lain selain ALLAH SWT.


Anas ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta'ala berfirman : barang siapa tidak rela dengan hukum-Ku dan takdir-Ku maka hendaklah ia mencari Tuhan selain Aku.
(HQR Al Baihaqi dari Ibnu Umar serta Ath Thabarani dan Ibnu Hibban dari Ibi Hind, Albaihaqi dan Ibnu Najjar).


Adanya kondisi ini berarti jika kita tidak mau mendirikan SHALAT di muka bumi yang diciptakan dan dimiliki oleh ALLAH SWT, kita dipersilahkan untuk keluar dari muka bumi ini untuk mencari bumi lain yang diciptakan oleh selain ALLAH SWT. Sekarang adakah bumi lain selain bumi ALLAH SWT atau adakah Tuhan lain selain ALLAH SWT yang mampu menciptakan langit dan bumi beserta isinya seperti yang diciptakan oleh ALLAH SWT? Jika jawaban dari pertanyaan ini tidak ada, apakah hal ini tidak cukup bagi diri kita untuk mematuhi, untuk melaksanakan segala hukum, untuk mematuhi segala ketentuan ALLAH SWT yang berlaku di muka bumi dengan sebaik mungkin. Selain daripada itu semua, masih ada beberapa resiko lainnya yang juga harus kita tanggung jika kita tidak mau melaksanakan perintah mendirikan SHALAT yang telah ditetapkan ALLAH SWT berlaku di muka bumi ini, yaitu :


1.  Hidup Dalam Kerugian


Berdasarkan surat Al Maa'uun (107) ayat 1 sampai dengan 7 yang kami kemukakan dibawah ini dikemukakan bahwa orang  yang tidak mau mendirikan SHALAT sesuai dengan kehendak pemberi perintah mendirikan SHALAT, saat mereka hidup di dunia maka hidupnya akan selalu di dalam kerugian atau akan selalu dirundung kesusahan sehingga tiada hari tanpa keluh kesah.

tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?
Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi Makan orang miskin. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya,
orang-orang yang berbuat riya[1603],
dan enggan (menolong dengan) barang berguna[1604].
(surat Al Maa'uun (107) ayat 1-7)

[1603] Riya ialah melakukan sesuatu amal perbuatan tidak untuk mencari keridhaan Allah akan tetapi untuk mencari pujian atau kemasyhuran di masyarakat.
[1604] Sebagian mufassirin mengartikan: enggan membayar zakat.


Selanjutnya masih ada hal lainnya yang sering terjadi pada orang yang tidak mau mendirikan SHALAT yaitu ketenangan bathin tidak pernah di rasakan dikarenakan hidupnya selalu dikejar-kejar pekerjaan, dihantui perasaan takut yang berkepanjangan. Jika ini yang terjadi maka yang paling senang adalah Syaitan sang Laknatullah karena teman untuk pulang kampung sudah ia dapatkan.


2. Kalau Mati Tidak di-shalatkan

Berdasarkan surat At Taubah (9) ayat 84 yang kami kemukakan di bawah ini dikemukakan bahwa ALLAH SWT selaku pemberi perintah mendirikan SHALAT melarang kepada orang yang mendirikan SHALAT untuk menshalati orang yang tidak mau mendirikan SHALAT jika ia meninggal dunia, padahal menshalati orang yang meninggal adalah Fardhu Kifayah. Selain daripada itu ALLAH SWT juga melarang orang yang mendirikan SHALAT untuk mendoakan orang yang tidak mau mendirikan SHALAT di kuburnya pada saat ia meninggal dunia. Sekarang timbul pertanyaan, apakah ketentuan yang ada pada surat At Taubah (9) ayat 84 di bawah ini masih berlaku sampai saat ini? Sepanjang Al-Qur;an itu adalah Kalam  ALLAH SWT berarti sampai dengan hari kiamat ketentuan yang ada pada surat At Taubah (9) ayat 84 akan tetap berlaku.


dan janganlah kamu sekali-kali menyembahyangkan (jenazah) seorang yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendoakan) di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam Keadaan fasik.
(surat At Taubah (9) ayat 84)

Nabi SAW bersabda dalam meriwayatkan hadits qudsi: Allah telah mewahyukan kepadaku beberapa kalimat yang langsung masuk ke dalam telingaku dan terpateri di dalam sanubariku: "Aku diperintahkan untuk tidak boleh memohonkan ampunan bagi orang yang mati dalam keadaan musyrik, Dan barangsiapa yang memberikan kelebihan hartanya, perbuatan itu merupakan kebajikan baginya dan barangsiapa yang kikir, maka kekikiran itu membinasakan dirinya. Dan Allah tidak akan mencela orang yang kehidupannya hanya cukup memenuhi keperluannya.
(HQR Ibnu Jarir dari Qatadah sebagai Hadits Mursal)


Selanjutnya jika yang tidak boleh dishalatkan itu setelah meninggal dunia adalah diri kita atau yang tidak boleh di doakan itu adalah diri kita, betapa malangnya nasib diri kita dari makhluk yang terhormat jatuh tapai menjadi makhluk yang dilaknat. Pilihan selanjutnya ada pada diri kita sendiri, yaitu apakah mau mendirikan SHALAT, ataukah tidak mau mendirikan SHALAT saat hidup di muka bumi ini dengan baik dan benar.


3. Tidak boleh jadi pemimpin


Berdasarkan surat Al Anbiyaa (21) ayat 73 yang kami kemukakan di bawah ini dikemukakan bahwa salah satu syarat yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin adalah orang yang mampu mendirikan SHALAT sesuai dengan kehendak pemberi perintah mendirikan SHALAT. Selanjutnya jika SHALAT dijadikan alat penilaian kepada seorang pemimpin maka pemimpin yang layak kita pilih adalah pemimpin yang mampu melaksanakan SHALAT tingkat ke lima. Yang menjadi persoalan saat ini adalah masih adakah pemimpin atau calon pemimpin yang sanggup mendirikan SHALAT tingkat ke lima saat ini? Jika saat ini anda seorang pemimpin, atau calon pemimpin, apa yang harus anda perbuat dengan adanya wahyu ALLAH SWT yang mensyaratkan pemimpin, atau calon pemimpin harus mampu mendirikan SHALAT sesuai dengan kehendak ALLAH SWT?


Jika anda adalah pemimpin, atau calon pemimpin yang telah tahu diri, tahu siapa diri sendiri dan tahu siapa ALLAH SWT sebenarnya, maka apa yang sudah menjadi ketentuan ALLAH SWT berlaku di muka bumi ini, harus anda laksanakan dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kehendak ALLAH SWT, terkecuali jika anda ingin dimasukkan sebagai pemimpin, atau calon pemimpin yang tidak tahu diri, atau ingin menjadi pemimpin, atau calon pemimpin yang dikehendaki Syaitan sang laknatullah. Selain daripada itu, adanya ketentuan yang berlaku bagi pemimpin atau bagi calon pemimpin yang telah ditetapkan oleh ALLAH SWT dalam surat Al Anbiyaa (21) ayat 73 maka menjadi sebuah keharusan bagi diri kita jika ingin memilih seorang pemimpin harus mempergunakan ketentuan ini, dalam rangka menilai pemimpin tersebut.

Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami dan telah Kami wahyukan kepada, mereka mengerjakan kebajikan, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan hanya kepada kamilah mereka selalu menyembah,
(surat Al Anbiyaa' (21) ayat 73)

Selanjutnya Nabi Muhammad SAW juga pernah menentukan seorang pemimpin untuk suatu daerah tertentu dengan mempergunakan SHALAT sebagai salah satu acuan dasar  di dalam memberikan penilaian kelayakan seorang pemimpin. Timbul pertanyaan, ada  rahasia apakah dibalik ketentuan memilih seorang pemimpin dengan mempergunakan SHALAT? Seorang pemimpin baru bisa dinilai memiliki kepemimpinan yang baik melalui SHALAT jika pemimpin tersebut telah mampu mendirikan SHALAT tingkat ke lima dari waktu ke waktu. Hal ini dikarenakan jika seorang pemimpin mampu mendirikan SHALAT tingkat ke lima, berarti :


a.       Pemimpin itu telah mampu menundukkan dirinya sendiri (dalam hal ini menundukkan sifat-sifat alamiah jasmani) sehingga ia mampu menjadikan Ruhaninya sebagai jati dirinya yang sebenarnya.
b.      Pemimpin itu telah memiliki kejujuran baik kepada diri sendiri maupun kepada ALLAH SWT.
c.       Pemimpin itu telah memiliki kedisiplinan di dalam mengatur waktu.
d.      Pemimpin itu telah mampu menempatkan ALLAH SWT sesuai dengan kemahaan dan kebesaran yang dimiliki-Nya serta mampu menempatkan sebagai penolong bagi dirinya saat melaksanakan kepemimpinan. 


Selanjutnya jika apa-apa yang kami kemukakan di atas ini ada pada diri seorang pemimpin, maka kepemimpinan yang diamanatkan kepada pemimpin yang seperti ini maka hasil dari kepemimpinan yang dilakukannya dapat dipastikan selalu berada di dalam koridor Nilai-Nilai Kebaikan yang sesuai dengan kehendak ALLAH SWT.


Sekarang ketentuan ALLAH SWT tentang syarat untuk menjadi pemimpin sudah berlaku sampai hari kiamat, lalu mampukah diri kita yang juga seorang pemimpin bagi keluarga menerapkan atau menjadikan SHALAT sebagai salah satu kriteria untuk menilai kepemimpinan yang kita lakukan saat ini? Sebagai KHALIFAH yang tidak lain adalah juga seorang pemimpin maka apa yang menjadi ketentuan ALLAH SWT harus dapat kita laksanakan dengan sebaik-baiknya. Selanjutnya sebagai KHALIFAH di muka bumi yang sangat membutuhkan SHALAT, tentu kita harus dapat mendirikan SHALAT sesuai dengan kehendak dari pemberi perintah mendirikan SHALAT dengan baik dan benar. Akan tetapi jika saat ini kita belum juga mau mendirikan SHALAT yang sudah ditetapkan berlaku di muka bumi ini, tolong pikirkan  resiko yang akan kita peroleh jika tidak mau mendirikan SHALAT, atau tolong pikirkan pula kemampuan diri kita untuk menahan panasnya api Neraka Jahannam yang panasnya 70 (tujuh puluh) kali panasnya dari api dunia jika tidak mau mendirikan SHALAT? Jika diri kita tidak memiliki kemampuan untuk menahan rasa sakitnya api Neraka Jahannam saat membakar diri kita, atau tidak memiliki kemampuan untuk mengalahkan Ahwa dan Syaitan seorang diri, atau kita tidak mampu mencari tuhan lain selain ALLAH SWT yang mampu menciptakan langit dan bumi seperti yang diciptakan ALLAH SW, maka tidak ada jalan lain bagi diri kita untuk sekarang juga melakukan Taubatan Nasuha yang dilanjutkan dengan melaksanakan Diinul Islam secara Kaffah.



Hamba Allah swt, apa yang kami kemukakan di atas, bisa tidak berlaku jika kita mampu mendapatkan tuhan baru selain ALLAH SWT yang memiliki hukum, ketentuan, peraturan, undang-undang yang berbeda dengan hukum, ketentuan, peraturan, undang-undang ALLAH SWT selaku pencipta dan pemilik dari langit dan bumi ini. Harapan kami sebagai penulis buku ini, silahkan anda mencarinya dan jika anda dapat memperolehnya maka berbahagialah dengan tuhan baru selain ALLAH SWT tersebut sehingga anda terbebas dari kewajiban untuk melaksanakan perintah mendirikan SHALAT, atau melaksanakan Diinul Islam secara Kaffah. Selanjutnya ada   hal lain yang harus kita perhatikan dengan seksama tentang ancaman ALLAH SWT kepada orang yang tidak mau mendirikan SHALAT, yaitu ancaman ALLAH SWT bukanlah isapan jempol belaka, ancaman ALLAH SWT bukanlah ancaman yang bersifat main-main, semuanya pasti akan ditimpakan tanpa pandang bulu, termasuk kepada diri kita jika tidak mau mendirikan SHALAT yang sesuai dengan kehendak  ALLAH SWT. Sekarang masih beranikah diri kita  tidak mendirikan SHALAT saat hidup di muka bumi yang tidak pernah kita ciptakan dan tidak pernah pula kita miliki? Jawaban dari pertanyaan ini terpulang kepada diri kita sendiri, apalah mau melaksanakan perintah mendirikan SHALAT atau tidak mau melaksanakan perintah mendirikan SHALAt dan yang pasti adalah ALLAH SWT tidak pernah membutuhkan SHALAT yang didirikan oleh manusia, akan tetapi manusialah yang membutuhkan SHALAT. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar