Hamba
ALLAH SWT yang selalu dirahmati-Nya
Seperti telah kita ketahui bersama bahwa suatu perintah yang diperintahkan kepada diri kita oleh pemberi perintah bukanlah tujuan akhir dari perintah itu sendiri. Perintah yang diperintahkan oleh pemberi perintah adalah media atau sarana atau alat bantu untuk memperoleh hikmah dan manfaat yang ada di balik perintah. Sekarang bagaimana dengan perintah SHALAT yang telah diperintahkan oleh ALLAH SWT kepada diri kita, apakah perintah ALLAH SWT ini adalah tujuan akhir ataukah alat bantu atau sarana bagi diri kita untuk memperoleh hikmah dan manfaat yang terdapat di balik perintah SHALAT?
Perintah mendirikan SHALAT juga bukan tujuan akhir dari perintah ALLAH SWT, akan tetapi sarana, atau alat bantu bagi diri kita untuk memperoleh, merasakan segala hikmah dan manfaat yang terdapat dibalik perintah mendirikan SHALAT yang telah diperintahkan ALLAH SWT kepada diri kita. Sekarang bagaimana jika kita telah mendirikan SHALAT, akan tetapi kita tidak dapat merasakan, atau tidak dapat meraih manfaat atau meraskan hikmah yang terdapat di balik perintah SHALAT? Jika ini yang terjadi, berarti SHALAT yang kita dirikan belum sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh pemberi perintah mendirikan SHALAT.
Hal ini tidak ada bedanya setelah mandi, kita masih merasa gatal-gatal atau masih menggaruk kegatalan, badan masih bau keringat, akibat mandi yang kita lakukan belum sempurna. Hal yang harus kita perhatikan adalah semakin baik kualitas SHALAT yang kita dirikan maka semakin baik pula manfaat dan hikmah yang akan kita rasakan atau yang akan kita peroleh. Demikian pula sebaliknya, semakin buruk kualitas SHALAT yang kita dirikan maka semakin buruk pula manfaat dan hikmah yang akan kita rasakan. Selanjutnya jika kita berharap memperoleh dan merasakan manfaat atau hikmah SHALAT yang terbaik, kita harus bisa mendirikan SHALAT sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh pemberi perintah mendirikan SHALAT dengan baik pula.
Sekarang
timbul pertanyaan, siapakah yang menilai SHALAT yang kita dirikan, atau
siapakah yang menentukan hasil akhir dari SHALAT yang kita dirikan? Penilai dan Penentu dari SHALAT yang kita
dirikan bukanlah diri kita sendiri selaku yang diperintahkan untuk mendirikan
SHALAT. Akan tetapi yang menilai diri kita adalah pemberi perintah mendirikan
SHALAT itu sendiri karena perintah mendirikan SHALAT berasal langsung dari
ALLAH SWT.
Adanya kondisi ini berarti kita harus bisa mendirikan SHALAT yang sesuai dengan kehendak pemberi perintah mendirikan SHALAT dengan baik dan benar. Semakin tinggi kualitas penilaian ALLAH SWT terhadap SHALAT yang kita dirikan berarti semakin baik pula hasil akhir yang dapat kita raih dan rasakan. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah hasil penilaian ALLAH SWT terhadap SHALAT yang kita dirikan, semakin rendah pula hasil akhir yang dapat kita raih dan rasakan. Selanjutnya berdasarkan apa-apa yang kami kemukakan di atas, dapat dikatakan hanya orang yang mampu mendirikan SHALAT yang Khusyu’ sajalah yang dapat merasakan hikmah di balik perintah SHALAT.
Adanya kondisi ini berarti kita harus bisa mendirikan SHALAT yang sesuai dengan kehendak pemberi perintah mendirikan SHALAT dengan baik dan benar. Semakin tinggi kualitas penilaian ALLAH SWT terhadap SHALAT yang kita dirikan berarti semakin baik pula hasil akhir yang dapat kita raih dan rasakan. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah hasil penilaian ALLAH SWT terhadap SHALAT yang kita dirikan, semakin rendah pula hasil akhir yang dapat kita raih dan rasakan. Selanjutnya berdasarkan apa-apa yang kami kemukakan di atas, dapat dikatakan hanya orang yang mampu mendirikan SHALAT yang Khusyu’ sajalah yang dapat merasakan hikmah di balik perintah SHALAT.
Untuk itu jangan pernah berharap jika kita
tidak mau mendirikan SHALAT, bisa merasakan hikmah di balik perintah mendirikan
SHALAT karena sampai dengan saat ini tidak ada fasilitas, ataupun alat bantu
yang bisa kita pergunakan untuk mengalihkan, untuk memindah tangankan, untuk
mewariskan, untuk mentrasfer hikmah SHALAT, atau kenikmatan bertuhankan kepada
ALLAH SWT yang pernah kita rasakan kepada orang yang tidak mau mendirikan
SHALAT.
Selain daripada itu tidak akan pernah ada jual beli hikmah mendirikan SHALAT dari yang memperoleh Hikmah kepada yang tidak mendirikan SHALAT. Hal ini dikarenakan perintah mendirikan SHALAT adalah perintah yang bersifat perseorangan, perintah yang bersifat individual, sehingga hanya yang mau mendirikan SHALAT yang Khusyu’ sajalah yang dapat merasakan hikmah di balik perintah mendirikan SHALAT.
Selain daripada itu tidak akan pernah ada jual beli hikmah mendirikan SHALAT dari yang memperoleh Hikmah kepada yang tidak mendirikan SHALAT. Hal ini dikarenakan perintah mendirikan SHALAT adalah perintah yang bersifat perseorangan, perintah yang bersifat individual, sehingga hanya yang mau mendirikan SHALAT yang Khusyu’ sajalah yang dapat merasakan hikmah di balik perintah mendirikan SHALAT.
Sebagai
KHALIFAH yang telah diperintahkan untuk mendirikan SHALAT minimal 5(lima) kali
sehari semalam. Timbul
pertanyaan butuhkah diri kita dengan hikmah yang terdapat di balik perintah
mendirikan SHALAT?
Jawaban dari pertanyaan ini sangat tergantung kepada kebutuhan diri kita sendiri, karena ALLAH SWT sangat demokratis kepada diri kita. Jika kita merasa mampu mengalahkan Ahwa dan Syaitan seorang diri serta kita tidak membutuhkan pulang kampung ke Syurga berarti kita tidak membutuhkan SHALAT. Akan tetapi jika kita berkepentingan untuk merasakan nikmatnya bertuhankan kepada ALLAH SWT, jika kita ingin mengalahkan Ahwa dan Syaitan dengan bantuan ALLAH SWT, jika kita ingin pulang kampung ke Syurga untuk bertemu ALLAH SWT dan Nabi Muhammad SAW berarti diri kita sangat membutuhkan SHALAT seperti diri kita membutuhkan mandi dan gosok gigi.
Selanjutnya jika kita tidak bisa merasakan apa-apa, seperti yang akan kami kemukakan di bawah ini, setelah diri kita mendirikan SHALAT berarti kita belum mampu melaksanakan apa yang telah diperintahkan oleh ALLAH SWT dengan baik dan benar, baik karena diri kita sendiri maupun karena pengaruh Ahwa dan Syaitan. Berikut ini akan kami kemukakan apa yang dapat kita peroleh dari ALLAH SWT jika kita mampu mendirikan SHALAT dengan baik dan benar sesuai dengan kehendak-Nya, yaitu :
Jawaban dari pertanyaan ini sangat tergantung kepada kebutuhan diri kita sendiri, karena ALLAH SWT sangat demokratis kepada diri kita. Jika kita merasa mampu mengalahkan Ahwa dan Syaitan seorang diri serta kita tidak membutuhkan pulang kampung ke Syurga berarti kita tidak membutuhkan SHALAT. Akan tetapi jika kita berkepentingan untuk merasakan nikmatnya bertuhankan kepada ALLAH SWT, jika kita ingin mengalahkan Ahwa dan Syaitan dengan bantuan ALLAH SWT, jika kita ingin pulang kampung ke Syurga untuk bertemu ALLAH SWT dan Nabi Muhammad SAW berarti diri kita sangat membutuhkan SHALAT seperti diri kita membutuhkan mandi dan gosok gigi.
Selanjutnya jika kita tidak bisa merasakan apa-apa, seperti yang akan kami kemukakan di bawah ini, setelah diri kita mendirikan SHALAT berarti kita belum mampu melaksanakan apa yang telah diperintahkan oleh ALLAH SWT dengan baik dan benar, baik karena diri kita sendiri maupun karena pengaruh Ahwa dan Syaitan. Berikut ini akan kami kemukakan apa yang dapat kita peroleh dari ALLAH SWT jika kita mampu mendirikan SHALAT dengan baik dan benar sesuai dengan kehendak-Nya, yaitu :
A. SHALAT adalah Penghapus Amal Jahat
Berdasarkan
surat Huud (11) ayat 114 di bawah ini, ALLAH SWT selaku pemberi perintah,
selaku penilai dan juga selaku penentu hasil akhir dari perintah mendirikan
SHALAT telah menyatakan dengan tegas bahwa jika kita mampu melaksanakan
perintah mendirikan SHALAT sesuai dengan kehendak ALLAH SWT maka SHALAT yang
kita dirikan akan menjadi kebaikan yang akan dapat menghapus amal jahat atau
dapat menghapus dosa yang telah kita perbuat akibat pengaruh Ahwa dan juga
Syaitan. Adanya kondisi ini berarti setelah diri kita mampu mendirikan SHALAT
yang sesuai dengan kehendak ALLAH SWT maka Nilai-Nilai Kebaikan akan selalu
mendominasi segala perbuatan dan tindak tanduk diri kita.
dan
dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada
bsahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik
itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi
orang-orang yang ingat.
(surat Huud (11) ayat 114)
Selanjutnya
jika hal ini sudah dinyatakan oleh ALLAH SWT kepada diri kita, sekarang bisakah
kita yang telah diperintahkan oleh ALLAH
SWT untuk mendirikan SHALAT selalu sesuai dengan kehendak ALLAH SWT tersebut?
Jika setelah mendirikan SHALAT kita masih tetap suka berbuat dosa karena pengaruh Ahwa dan Syaitan, masih belum juga bisa terbebas dari perbuatan dosa, masih menjadikan Nilai-Nilai Keburukan sebagai acuan di dalam bertindak dan berbuat, dapat dipastikan bahwa kita belum dapat melaksanakan apa yang telah diperintahkan oleh ALLAH SWT dengan baik dan benar. Hal ini tidak ada bedanya jika setelah mandi kita masih menggaruk kegatalan akibat biang keringat, ataupun daki yang masih menempel di kulit.
Jika setelah mendirikan SHALAT kita masih tetap suka berbuat dosa karena pengaruh Ahwa dan Syaitan, masih belum juga bisa terbebas dari perbuatan dosa, masih menjadikan Nilai-Nilai Keburukan sebagai acuan di dalam bertindak dan berbuat, dapat dipastikan bahwa kita belum dapat melaksanakan apa yang telah diperintahkan oleh ALLAH SWT dengan baik dan benar. Hal ini tidak ada bedanya jika setelah mandi kita masih menggaruk kegatalan akibat biang keringat, ataupun daki yang masih menempel di kulit.
B. SHALAT Penghapus Perbuatan Keji
dan Mungkar
Berdasarkan surat Al Ankabuut (29)
ayat 45 di bawah ini, ALLAH SWT selaku
pemberi perintah, selaku penilai dan juga selaku penentu hasil akhir dari
perintah mendirikan SHALAT telah menyatakan dengan tegas bahwa setiap orang yang
mampu mendirikan SHALAT yang sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh ALLAH SWT
maka SHALAT dapat menghapus perbuatan keji dan mungkar atau dapat mencegah
perbuatan keji dan mungkar.
Jika hal ini yang dikehendaki oleh ALLAH SWT melalui perintah mendirikan SHALAT kepada seluruh manusia berarti saat ini sampai dengan hari kiamat kelak yang ada di muka bumi ini adalah perbuatan baik atau Nilai-Nilai Kebaikan lebih mendominasi dibandingkan dengan Nilai-Nilai Keburukan.
Selanjutnya jika hal ini merupakan ketentuan yang hakiki dari ALLAH SWT melalui perintah mendirikan SHALAT kepada diri kita berarti setelah diri kita mampu melaksanakan perintah SHALAT yang sesuai dengan kehendak ALLAH SWT, maka seluruh perbuatan dan tindak tanduk diri kita di muka bumi ini harus sesuai dengan Nilai-Nilai Kebaikan yang berasal dari Nilai-Nilai Ilahiah.
Jika hal ini yang dikehendaki oleh ALLAH SWT melalui perintah mendirikan SHALAT kepada seluruh manusia berarti saat ini sampai dengan hari kiamat kelak yang ada di muka bumi ini adalah perbuatan baik atau Nilai-Nilai Kebaikan lebih mendominasi dibandingkan dengan Nilai-Nilai Keburukan.
Selanjutnya jika hal ini merupakan ketentuan yang hakiki dari ALLAH SWT melalui perintah mendirikan SHALAT kepada diri kita berarti setelah diri kita mampu melaksanakan perintah SHALAT yang sesuai dengan kehendak ALLAH SWT, maka seluruh perbuatan dan tindak tanduk diri kita di muka bumi ini harus sesuai dengan Nilai-Nilai Kebaikan yang berasal dari Nilai-Nilai Ilahiah.
bacalah apa
yang telah diwahyukan kepadamu, Yaitu
Al kitab (Al
Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-
perbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah
lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui
apa yang kamu kerjakan.
(surat
Al Ankabuut (29) ayat 45)
Sekarang
jika yang terjadi pada diri kita adalah SHALAT tetap kita laksanakan tetapi
berbuat maksiat jalan terus, kita tetap SHALAT tetapi korupsi, kolusi,
nepotisme jalan terus, SHALAT kita dirikan
tetapi menyebar berita bohong, fitnah, kejahatan kerah putih, narkoba,
teroris, illegal logging, pembalakan liar, merusak alam, tetap setia
dijalankan. Jika hal ini tetap kita lakukan setelah mendirikan SHALAT berarti
yang terjadi adalah Syaitan sang Laknatullah mampu melaksanakan aksinya dengan
professional kepada diri kita serta hikmah yang ada di balik perintah
mendirikan SHALAT tetap terpendam di dalam perintah karena tidak bisa di
dapatkan oleh diri kita yang telah diperintahkan oleh ALLAH SWT.
C.
SHALAT menjadikan diri kita menjadi Ahli Syurga
ALLAH SWT selaku pencipta dan
pemilik dari alam semesta ini tidak hanya sebatas pemberi perintah mendirikan
SHALAT kepada diri kita. Akan tetapi juga bertindak sebagai penilai dan juga
penentu hasil akhir dari SHALAT yang kita dirikan. Melalui surat Al Maa-idah (5) ayat 12) dan dua buah hadits
qudsi di bawah ini, menyatakan bahwa hikmah
yang akan diperoleh oleh orang yang mampu mendirikan SHALAT yang sesuai dengan
kehendak pemberi perintah mendirikan SHALAT adalah SHALAT yang kita dirikan
dapat menghantarkan diri kita menjadi calon penghuni Syurga saat hidup di dunia
atau menghantarkan diri kita pulang kampung ke Kampung Kebahagiaan.
Selanjutnya dengan adanya kondisi berarti kondisi dasar diri kita sudah berada di dalam Jiwa Muthmainnah sehingga segala perbuatan diri kita selalu berada di dalam koridor Nilai-Nilai Kebaikan yang berasal dari Nilai-Nilai Ilahiah.
Selanjutnya dengan adanya kondisi berarti kondisi dasar diri kita sudah berada di dalam Jiwa Muthmainnah sehingga segala perbuatan diri kita selalu berada di dalam koridor Nilai-Nilai Kebaikan yang berasal dari Nilai-Nilai Ilahiah.
dan
Sesungguhnya Allah telah mengambil Perjanjian (dari) Bani Israil dan telah Kami
angkat diantara mereka 12 orang pemimpin dan Allah berfirman: "Sesungguhnya
aku beserta kamu, Sesungguhnya jika kamu mendirikan shalat dan menunaikan zakat
serta beriman kepada rasul-rasul-Ku dan kamu bantu mereka dan kamu pinjamkan
kepada Allah pinjaman yang baik[406] Sesungguhnya aku akan menutupi
dosa-dosamu. dan Sesungguhnya kamu akan Kumasukkan ke dalam surga yang mengalir
air didalamnya sungai-sungai. Maka Barangsiapa yang kafir di antaramu sesudah
itu, Sesungguhnya ia telah tersesat dari jalan yang lurus.
(surat Al Maa-idah (5) ayat 12)
[406] Maksudnya Ialah: menafkahkan harta untuk
menunaikan kewajiban dengan hati yang ikhlas.
Qatadah ra,
berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta'ala berfirman: Aku telah mewajibkan di
atas umat-Ku sembahyang lima waktu dan berjanji kepada diri-Ku, bahwa
barangsiapa rajin melaksanakannya tepat pada waktunya akan Aku masukkan syurga.
(HQR Ibnu Majjah dan Abu Nu'aim dan
Qatadah, 272:30)
Aisyah ra
berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta'ala berfirman: Sungguh Aku berjanji kepada
hamba-Ku bila ia melakukan shalat tepat pada waktunya, tidak akan aku siksa dan
pasti akan Aku masukkan syurga tanpa hisap.
(HQR Al Hakiem, 272:41)
Sekarang jika yang
terjadi setelah mendirikan SHALAT adalah kita justru berada di jalan yang
menuju Neraka Jahannam, atau berada di dalam kehendak Syaitan sang Laknatullah
berarti ketentuan dasar dari SHALAT yang dikehendaki oleh pemberi perintah
mendirikan SHALAT belum dapat kita laksanakan sesuai dengan apa yang
dikehendaki oleh ALLAH SWT. Atau dengan kata lain kita telah gagal
memenuhi perintah mendirikan SHALAT telah diperintahkan oleh ALLAH SWT kepada diri kita, atau kita telah
menjadikan secara sadar Syaitan sebagai Pemenang dan menjadikan diri kita
sebagai Pecundang di dalam permainan kekhalifahan di muka bumi.
D.
SHALAT menjadikan hidup kita subur makmur
ALLAH SWT melalui surat An Nuur
(24) ayat 37-38 di bawah ini, menyatakan dengan tegas bahwa hikmah yang akan
diperoleh oleh orang yang mampu mendirikan SHALAT yang sesuai dengan kehendak
pemberi perintah mendirikan SHALAT adalah SHALAT dapat menghantarkan, atau
menjadikan hidup kita subur makmur, tidak pernah berkekurangan, selalu berbagi
dengan sesama, hidupnya berguna bagi masyarakat, tidak merasakan resah dan
gelisah, yang pada akhirnya dapat menghantarkan diri kita bahagia dunia dan
akhirat.
laki-laki
yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari
mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan
zakat. mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan
menjadi goncang.
(Meraka mengerjakan yang demikian itu) supaya
Allah memberikan Balasan kepada mereka (dengan balasan) yang lebih baik dari
apa yang telah mereka kerjakan, dan supaya Allah menambah karunia-Nya kepada
mereka. dan Allah memberi rezki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa batas.
(surat
An Nuur (24) ayat 37-38)
Selanjutnya
jika yang terjadi pada diri kita
setelah mendirikan SHALAT adalah hidup susah di dalam lumbung padi, hidup
miskin di dalam lumbung kekayaan, bodoh di tengah ladang ilmu, resah dan
gelisah di tengah ketenangan, pelit hanya mementingkan diri sendiri, tidak mau
berbagi kebahagiaan dengan sesama berarti kita tidak mampu melaksanakan apa
yang telah diperintahkan oleh ALLAH SWT kepada diri kita dengan baik dan benar,
atau SHALAT yang kita dirikan belum sesuai dengan kehendak ALLAH SWT serta
menandakan diri kita masih berada di dalam Jiwa Fujur, atau diri kita sudah
berada di dalam koridor Nilai-Nilai Keburukan, sebuah keadaan yang paling
dikehendaki oleh Syaitan sang laknatullah.
E.
SHALAT Menjadikan orang berilmu dapat ganjaran
ALLAH SWT melalui surat An Nisaa’ (4) ayat 162 di
bawah ini, menyatakan dengan tegas bahwa dengan mendirikan SHALAT yang sesuai
dengan kehendak pemberi perintah mendirikan SHALAT akan dapat menghantarkan
orang yang memiliki Ilmu memperoleh pahala yang besar di sisi ALLAH SWT. Hal
ini dikarenakan orang tersebut tidak pelit dengan Ilmunya, orang tersebut tidak
menerapkan konsep Ilmu Silat di dalam mengajarkan Ilmunya (maksudnya tidak mau
mengajarkan secara keseluruhan ilmu yang dimilikinya karena takut dikalahkan
oleh muridnya sendiri), orang tersebut berani berketetapan hati untuk
menjadikan anak didiknya harus lebih pintar daripadanya. Hal ini
dikarenakan mereka mau berbagi Ilmu kepada sesama sehingga masyarakat terbantu
dan tertolong dari ketertinggalan serta kebodohan.
tetapi
orang-orang yang mendalam ilmunya di antara mereka dan orang-orang mukmin,
mereka beriman kepada apa yang telah diturunkan kepadamu (Al Quran), dan apa
yang telah diturunkan sebelummu dan orang-orang yang mendirikan shalat,
menunaikan zakat, dan yang beriman kepada Allah dan hari kemudian. orang-orang
Itulah yang akan Kami berikan kepada mereka pahala yang besar.
(surat
An Nisaa' (4) ayat 162)
Sekarang jika yang
terjadi pada diri kita adalah masa bodoh dengan sesama, tidak tanggap dengan
lingkungan yang sangat membutuhkan diri kita melalui Ilmu yang kita miliki,
masyarakat dibiarkan dengan kebodohan dan keterbelakangan Ilmu.
Dan jika ini yang terjadi pada masyarakat di sekitar diri kita berarti ketentuan dasar dari SHALAT yang dikehendaki oleh pemberi perintah mendirikan SHALAT belum dapat kita laksanakan sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh ALLAH SWT.
Dan jika ini yang terjadi pada masyarakat di sekitar diri kita berarti ketentuan dasar dari SHALAT yang dikehendaki oleh pemberi perintah mendirikan SHALAT belum dapat kita laksanakan sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh ALLAH SWT.
Hamba ALLAH SWT, itulah 5 (lima) ketentuan dasar yang akan dapat kita peroleh dan rasakan setelah diri kita mampu mendirikan SHALAT yang Khusyu’. Selain daripada itu masih ada beberapa ketentuan lain yang dapat kita rasakan jika kita mampu mendirikan SHALAT yang sesuai dengan kehendak pemberi perintah mendirikan SHALAT, yaitu:
1. Berdasarkan Hadits Qudsi yang diriwayatkan oleh Ibn
Abbas ra, di bawah ini, jika kita mampu mendirikan SHALAT yang Khusyu’, atau
mampu mendirikan SHALAT yang sesuai dengan kehendak ALLAH SWT maka kita akan
dilindungi oleh ALLAH SWT serta akan dijaga oleh Malaikat dan juga akan
diberikan cahaya dalam kegelapan serta kesabaran dalam kesukaran.
Ibn Abbas
r.a. berkata: Nabi SAW bersabda: Allah SWT ta'ala berfirman: Sesungguhnya Aku
hanya menerima shalat dari orang yang merendah diri karena keagungan-Ku dan
tiada menyombongkan dirinya diatas makhluk-Ku, tiada terus menerus bermaksiat
pada-Ku, menghabiskan masa harinya ber-dzikir kepada-Ku, berbalas kasih kepada
orang miskin, orang musafir –ibnussabil-, perempuan janda dan orang yang
terkena musibah. Ia bercahaya laksana matahari. Aku lindungi ia dengan
kesabaran-Ku dan memerintahkan malaikat-Ku menjaganya. Aku berinya cahaya dalam
kegelapan dan kesabaran dalam kesukaran. Ia diantara makhluk-makhluk-Ku laksana
"Firdaus" diantara barisan syurga.
(HQR Al Bazzar dari Ibnu Abbas, 272:44)
Adanya
fasilitas yang telah diberikan oleh ALLAH SWT kepada diri kita, tentunya hal
ini akan memudahkan diri kita melaksanakan tugas sebagai KHALIFAH di muka bumi
serta akan dapat menghantarkan diri kita ke tempat yang terhormat.
2. Berdasarkan surat Al Hajj (22) ayat 41 di
bawah ini, ALLAH SWT akan menanggung, akan mengurus, akan menjamin, segala
urusan orang yang mampu mendirikan SHALAT yang Khusyu’ yang sesuai dengan
kehendak ALLAH SWT.
(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan
kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan
zakat, menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan
kepada Allah-lah kembali segala urusan.
(surat Al Hajj (22) ayat 41)
Jika
hal ini terjadi pada diri kita, yang ada pada saat ini adalah kemudahan,
kemudahan dan kemudahan karena ALLAH SWT selalu membantu diri kita di setiap
langkah dan perbuatan diri kita.
3. Berdasarkan surat Al Hajj (22) ayat 77 di
bawah ini, ALLAH SWT akan memberikan kemenangan, kemudahan, pencapaian hasil
yang optimal kepada orang yang mampu
mendirikan SHALAT yang sesuai dengan kehendak pemberi perintah
mendirikan SHALAT.
Hai
orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan
perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.
(surat
Al Hajj (22) ayat 77)
Jika
hal ini terjadi pada diri kita, maka kita merasakan adanya suatu kemudahan di
setiap pekerjaan yang kita lakukan walaupun dalam keadaan sulit. Di lain sisi
Syaitan akan sulit melaksanakan aksinya kepada diri kita karena ALLAH SWT
selalu menyertai diri kita dimanapun kita berada.
4. Berdasarkan surat Al A’raaf (7) ayat 78-79-80
di bawah ini, orang yang mampu mendirikan SHALAT yang sesuai dengan kehendak pemberi
perintah mendirikan SHALAT, hidupnya akan dimuliakan oleh ALLAH SWT serta akan
ditempatkan di tempat yang terpuji pula, yaitu Syurga.
dirikanlah
shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah
pula shalat) subuh[865]. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh
malaikat).
dan pada
sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah
tambahan bagimu; Mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang Terpuji.
dan
Katakanlah: "Ya Tuhan-ku, masukkanlah aku secara masuk yang benar dan
keluarkanlah (pula) aku secara keluar yang benar dan berikanlah kepadaku dari
sisi Engkau kekuasaan yang menolong[866].
(surat Al Israa' (17) ayat 78-79-80)
[865] Ayat ini menerangkan waktu-waktu shalat yang lima . tergelincir matahari
untuk waktu shalat Zhuhur dan Ashar, gelap malam untuk waktu Magrib dan Isya.
[866] Maksudnya: memohon kepada Allah supaya kita
memasuki suatu ibadah dan selesai daripadanya dengan niat yang baik dan penuh
keikhlasan serta bersih dari ria dan dari sesuatu yang merusakkan pahala. ayat
ini juga mengisyaratkan kepada Nabi supaya berhijrah dari Mekah ke Madinah. dan
ada juga yang menafsirkan: memohon kepada Allah s.w.t. supaya kita memasuki
kubur dengan baik dan keluar daripadanya waktu hari-hari berbangkit dengan baik
pula.
1.
Berdasarkan surat At Taubah (9) ayat 71 di bawah
ini, orang yang mampu mendirikan SHALAT yang sesuai dengan kehendak pemberi perintah mendirikan SHALAT akan
diberikan Rahmat, pertolongan oleh ALLAH SWT yang dengan itu ia mampu
melaksanakan tugasnya dengan baik saat menjadi KHALIFAH di muka bumi.
dan
orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah)
menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang
ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan
mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah;
Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
(surat At Taubah (9) ayat
71)
6. Berdasarkan surat
Fathir (35) ayat 18 di bawah ini, orang yang mampu mendirikan SHALAT yang
sesuai dengan kehendak pemberi perintah mendirikan SHALAT akan memperoleh
kesucian diri akibat pengaruh dosa atau akan mendapatkan kefitrahan diri karena
disucikan oleh ALLAH SWT oleh sebab SHALAT yang kita dirikan.
dan orang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain[1252]. dan
jika seseorang yang berat dosanya memanggil (orang lain) untuk memikul dosanya
itu Tiadalah akan dipikulkan untuknya sedikitpun meskipun (yang dipanggilnya
itu) kaum kerabatnya. Sesungguhnya yang dapat kamu beri peringatan hanya
orang-orang yang takut kepada azab Tuhannya (sekalipun) mereka tidak
melihatNya[1253] dan mereka mendirikan sembahyang. dan Barangsiapa yang
mensucikan dirinya, Sesungguhnya ia mensucikan diri untuk kebaikan dirinya
sendiri. dan kepada Allahlah kembali(mu).
(surat Faathir (35) ayat 18)
[1252] Maksudnya: masing-masing orang memikul
dosanya sendiri-sendiri.
[1253] Sebagian ahli tafsir menafsirkan bil ghaib
dalam ayat ini ialah ketika orang-orang itu sendirian tanpa melihat orang lain.
7. Berdasarkan
surat Luqman
(31) ayat 2-3-4-5 di bawah ini, orang yang mampu mendirikan SHALAT yang sesuai
dengan kehendak pemberi perintah mendirikan SHALAT akan selalu diberikan
petunjuk oleh AL LAH SWT sehingga dengan
petunjuk itu akan menjadikan dirinya menjadi orang yang beruntung.
Inilah ayat-ayat Al Quran yang mengandung hikmat,
menjadi petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang
berbuat kebaikan,
(yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat,
menunaikan zakat dan mereka yakin akan adanya negeri akhirat.
mereka Itulah orang-orang yang tetap mendapat
petunjuk dari Tuhannya dan mereka Itulah orang-orang yang beruntung.
(surat Luqman (31) ayat
2-3-4-5)
Hamba
ALLAH SWT, inilah sebagian ketentuan tentang hikmah SHALAT yang dapat kita raih
dan rasakan langsung jika kita mampu mendirikan SHALAT sesuai dengan kehendak
ALLAH SWT. Adanya kondisi ini berarti tujuan akhir dari SHALAT adalah
menjadikan diri kita bersih dari pengaruh amal jahat (menjadikan kefitrahan
diri selalu terjaga dari waktu ke waktu) serta perbuatan keji dan mungkar
hilang, atau tidak kita lakukan lagi sehingga kita selalu berada di dalam
kehendak ALLAH SWT serta masyarakat luas merasa aman dan nyaman dari perbuatan
diri kita, dari perilaku diri kita saat hidup di muka bumi dan juga dapat
menghantarkan diri kita ke tempat terhormat, dengan cara terhormat, untuk
bertemu dengan yang Maha Terhormat dalam suasana yang saling hormat menghormati.
Sekarang
ketentuan mendirikan SHALAT lima waktu sehari semalam sudah berlaku di muka
bumi ini sampai dengan hari kiamat kelak. Akan tetapi setelah ketentuan SHALAT
ini berlaku di muka bumi, namun perbuatan jahat atau tingkat kejahatan masih
tumbuh subur, korupsi, kolusi, dan nepotisme makin menjadi-jadi, pembalakan
liar tetap berjalan, judi dan pornograpi jalan terus, kerusakan alam terus dan
terus terjadi, fitnah, berita bohong, menyakiti orang lain, mementingkan diri
dan kelompok tertentu, terorisme, serta perbuatan-perbuatan yang paling disukai
oleh Syaitan sang laknatullah masih terus terjadi.
Timbul pertanyaan yang paling mendasar, perintah mendirikan SHALATnyakah yang salah atau yang menerima perintah mendirikan SHALAT tidak mampu melaksanakan perintah sesuai dengan kehendak pemberi perintah ataukah Syaitan yang makin canggih? Jawaban dari pertanyaan ini adalah perintah mendirikan SHALAT yang diperintahkan oleh ALLAH SWT tidak akan pernah salah sampai kapanpun juga. Akan tetapi yang salah adalah penerima perintah mendirikan SHALAT, dalam hal ini diri kita, yang tidak mampu melaksanakan perintah mendirikan SHALAT yang sesuai dengan kehendak pemberi perintah mendirikan SHALAT. Sekarang bagaimana dengan Syaitan? Ketidakmampuan diri kita untuk mendirikan SHALAT yang sesuai dengan kehendak pemberi perintah mendirikan SHALAT akan memudahkan Syaitan melaksanakan aksinya kepada diri kita.
Timbul pertanyaan yang paling mendasar, perintah mendirikan SHALATnyakah yang salah atau yang menerima perintah mendirikan SHALAT tidak mampu melaksanakan perintah sesuai dengan kehendak pemberi perintah ataukah Syaitan yang makin canggih? Jawaban dari pertanyaan ini adalah perintah mendirikan SHALAT yang diperintahkan oleh ALLAH SWT tidak akan pernah salah sampai kapanpun juga. Akan tetapi yang salah adalah penerima perintah mendirikan SHALAT, dalam hal ini diri kita, yang tidak mampu melaksanakan perintah mendirikan SHALAT yang sesuai dengan kehendak pemberi perintah mendirikan SHALAT. Sekarang bagaimana dengan Syaitan? Ketidakmampuan diri kita untuk mendirikan SHALAT yang sesuai dengan kehendak pemberi perintah mendirikan SHALAT akan memudahkan Syaitan melaksanakan aksinya kepada diri kita.
Untuk
itu mari kita perhatikan apa yang dikemukakan oleh ALLAH SWT selaku pemberi perintah mendirikan
SHALAT yang terdapat di dalam surat Al Baqarah (2) ayat 110, di bawah ini.
ALLAH SWT menyatakan dengan tegas bahwa segala kebaikan yang terdapat di balik
perintah mendirikan SHALAT bukanlah untuk ALLAH SWT karena ALLAH SWT sudah MAHA
sehingga ALLAH SWT tidak akan pernah membutuhkan apapun juga dari makhluk-Nya.
Selanjutnya jika hikmah mendirikan SHALAT bukan untuk pemberi perintah
mendirikan SHALAT, lalu untuk siapa?
Segala kebaikan yang terdapat di balik perintah mendirikan SHALAT untuk diri kita sendiri, sepanjang diri kita mampu mendirikan SHALAT sesuai dengan kehendak pemberi perintah mendirikan SHALAT. Hal lainnya yang harus kita perhatikan adalah segala manfaat ataupun segala hikmah dari SHALAT yang kita dirikan bukanlah untuk kepentingan akhirat semata. Akan tetapi hikmah di balik perintah mendirikan SHALAT juga untuk kepentingan diri kita saat menjadi KHALIFAH di muka bumi. Adanya kondisi ini semuanya sangat tergantung kepada diri kita sendiri mau menentukan sikap, apakah mau mendirikan SHALAT atau tidak mau mendirikan SHALAT.
Segala kebaikan yang terdapat di balik perintah mendirikan SHALAT untuk diri kita sendiri, sepanjang diri kita mampu mendirikan SHALAT sesuai dengan kehendak pemberi perintah mendirikan SHALAT. Hal lainnya yang harus kita perhatikan adalah segala manfaat ataupun segala hikmah dari SHALAT yang kita dirikan bukanlah untuk kepentingan akhirat semata. Akan tetapi hikmah di balik perintah mendirikan SHALAT juga untuk kepentingan diri kita saat menjadi KHALIFAH di muka bumi. Adanya kondisi ini semuanya sangat tergantung kepada diri kita sendiri mau menentukan sikap, apakah mau mendirikan SHALAT atau tidak mau mendirikan SHALAT.
dan
dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. dan kebaikan apa saja yang kamu
usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya pada sisi Allah.
Sesungguhnya Alah Maha melihat apa-apa yang kamu kerjakan.
(surat
Al Baqarah (2) ayat 110)
Sekarang bagaimana jika kita tidak
mau mendirikan SHALAT yang telah diperintahkan oleh ALLAH SWT? Jika kita
tidak mau mendirikan SHALAT maka kita akan memperoleh manfaat yaitu menjadi
hamba yang paling disukai dan yang paling dicintai oleh Syaitan sang
laknatullah, karena Syaitan tidak akan sendirian lagi pulang kampung ke Neraka
Jahannam dan yang pasti adalah ALLAH SWT tidak akan pernah merasa dirugikan
sedikitpun oleh perbuatan diri kita.
Sebagai
KHALIFAH yang sedang melaksanakan tugas di muka bumi, bertanyalah kepada diri
sendiri, sudah sesuaikah SHALAT yang kita dirikan dengan kehendak ALLAH SWT? Jika kita merasa membutuhkan hikmah di balik
perintah mendirikan SHALAT bagi kepentingan hidup di dunia dan juga bagi
kepentingan hidup di akhirat kelak, lakukanlah sekarang juga SHALAT yang telah
diperintahkan oleh ALLAH SWT sesuai dengan kehendak ALLAH SWT.
Tanpa hal ini kita lakukan dengan baik dan benar maka yang terjadi adalah hikmah dibalik perintah SHALAT akan tersimpan dengan rapi di dalam perintah ALLAH SWT itu sendiri. Untuk itu jangan pernah salahkan sedikitpun ALLAH SWT selaku pemberi perintah mendirikan SHALAT jika kita tidak mampu merasakan manfaat atau hikmah di balik perintah mendirikan SHALAT.
Dan jangan pula pernah mempersalahkan ALLAH SWT jika kemunafikan, kebobrokan, dekadensi moral, kejahatan, kerusakan moral dan kerusakan alam terus dan terus terjadi di muka bumi ini, karena kita tidak mampu melaksanakan perintah mendirikan SHALAT sesuai dengan kehendak pemberi perintah mendirikan SHALAT. Untuk itu bersegeralah melakukan introspeksi diri dengan melakukan Taubatan Nasuha sebelum Ruh tiba di kerongkongan, atau sebelum Malaikat Izrail datang melaksanakan tugasnya memisahkan Jasmani dan Ruhani diri kita.
Tanpa hal ini kita lakukan dengan baik dan benar maka yang terjadi adalah hikmah dibalik perintah SHALAT akan tersimpan dengan rapi di dalam perintah ALLAH SWT itu sendiri. Untuk itu jangan pernah salahkan sedikitpun ALLAH SWT selaku pemberi perintah mendirikan SHALAT jika kita tidak mampu merasakan manfaat atau hikmah di balik perintah mendirikan SHALAT.
Dan jangan pula pernah mempersalahkan ALLAH SWT jika kemunafikan, kebobrokan, dekadensi moral, kejahatan, kerusakan moral dan kerusakan alam terus dan terus terjadi di muka bumi ini, karena kita tidak mampu melaksanakan perintah mendirikan SHALAT sesuai dengan kehendak pemberi perintah mendirikan SHALAT. Untuk itu bersegeralah melakukan introspeksi diri dengan melakukan Taubatan Nasuha sebelum Ruh tiba di kerongkongan, atau sebelum Malaikat Izrail datang melaksanakan tugasnya memisahkan Jasmani dan Ruhani diri kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar