Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Sabtu, 09 April 2016

SHALAT KHUSYU' - part 1 of 3





Hamba ALLAH SWT yang selalu dirahmati-Nya
ALLAH SWT selaku pemberi perintah mendirikan SHALAT bagi seluruh umat manusia sudah menyatakan dengan tegas di dalam surat Al Baqarah (2) ayat 45-46 bahwa mendirikan SHALAT yang sesuai dengan kehendak-Nya adalah Sungguh Berat, terkecuali bagi orang yang Khusyu’. Adanya kondisi ini berarti ALLAH SWT sudah menyatakan bahwa Khusyu’ merupakan syarat mutlak yang harus kita penuhi terlebih dahulu sebelum memperoleh apa-apa yang terdapat di balik perintah mendirikan SHALAT ,atau prasyarat untuk merasakan secara langsung nikmatnya bertuhankan kepada ALLAH SWT melalui SHALAT. Selanjutnya jika ALLAH SWT sudah menyatakan bahwa SHALAT yang Khusyu’ itu sangat berat, atau SHALAT yang Khusyu’ merupakan prasyarat untuk merasakan nikmatnya bertuhankan kepada ALLAH SWT berarti kita harus mengerti, kita harus tahu, kita harus memiliki Ilmu tentang SHALAT yang Khusyu’ yang sesuai dengan kehendak ALLAH SWT maka barulah kita bisa mendirikan SHALAT yang Khusyu’. Selain daripada, berdasarkan Hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad yang kami kemukakan di bawah ini, dikemukakan bahwa ilmu tentang Khusyu’ merupakan Ilmu yang paling dahulu akan dicabut dari muka bumi ini.


Selanjutnya jika Ilmu tentang Khusyu’ (ilmu tentang SHALAT yang Khusyu’) akan dicabut secara perlahan-lahan oleh ALLAH SWT berarti saat ini Ilmu tentang SHALAT yang Khusyu’ semakin sulit dipelajari, atau orang yang mampu mendirikan SHALAT dengan Khusyu’ sudah semakin sedikit dibandingkan dengan orang yang mendirikan SHALAT karena melaksanakan kewajiban semata.


“Sekarang inilah waktunya ilmu itu dicabut kembali”. Lalu seorang Anshar yang bernama Ziyad bin Lubaid berkata: “Ya Rasulullah, apakah maksud ilmu itu dicabut kembali, sedang ilmu itu telah diam dan bersemayam di dalam hati?”.Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya aku telah menyangka bahwa kamu adalah sepandai-pandai orang Madinah”. Lalu beliau menyebutkan orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani, mereka pun telah kehilangan kitab Allah dari tangan mereka. Ziyad berkata: “Lalu saya menemui Syaddad bin Aus lalu saya ceritakan hadits Auf bin Malik itu kepadanya”. Syaddad menjawab: “Auf itu benar. Coba maukah kamu saya beritahu ilmu apa yang paling dahulu dicabut?. Syaddad menjawab: “Ialah ilmu Khusyu’ sehingga kamu sekarang tidak tahu orang yang Khusyu’.
(HR Ahmad)


Sekarang agar diri kita mampu mendirikan SHALAT dengan Khusyu’ seperti yang dikemukakan oleh ALLAH SWT dalam surat Al Baqarah (2) ayat 45-46, atau agar diri kita mampu mengajarkan Ilmu tentang SHALAT yang Khusyu’ kepada anak dan keturunan kita masing-masing, maka hal-hal yang akan kami kemukakan di bawah ini harus kita ketahui, harus kita pahami, serta harus pula kita praktekkan terlebih dahulu sebelum diri kita mengajarkan cara SHALAT yang Khusyu”, kepada anak dan keturunan kita, yaitu:



1. PRASYARAT untuk Memperoleh SHALAT KHUSYU’


Kata “Khusyu’ merupakan kata kunci yang sangat berhubungan erat dengan perintah mendirikan SHALAT yang sesuai dengan kehendak ALLAH SWT selaku pemberi perintah mendirikan SHALAT. Di lain sisi ALLAH SWT selaku pemberi perintah mendirikan SHALAT kepada umat manusia, sudah menyatakan bahwa untuk melaksanakan perintah SHALAT yang sesuai dengan kehendak-Nya adalah sungguh berat, terkecuali bagi orang yang Khusyu’. Sekarang jika Khusyu’ merupakan salah satu prasyarat dari SHALAT yang kita dirikan berarti kita sangat membutuhkan kekhusyu’an SHALAT jika kita ingin merasakan manfaat di balik perintah mendirikan SHALAT. Selanjutnya bagaimana mungkin kita dapat mendirikan SHALAT yang Khusyu’ jika kita tidak pernah tahu, kita tidak pernah memiliki Ilmu tentang Khusyu’itu sendiri? Berikut ini akan kami kemukakan beberapa prasyarat yang mutlak harus kita ketahui agar kita mampu memiliki Ilmu tentang Khusyu’ yang sudah mulai hilang di kehidupan sehari-hari, yaitu : 


A. Paham akan arti perintah mendirikan SHALAT


Seperti telah kita ketahui bersama bahwa suatu perintah yang diperintahkan kepada orang yang diperintah maka perintah itu bukanlah tujuan akhir dari suatu perintah. Hal ini dikarenakan perintah yang dilaksanakan merupakan sarana, atau alat Bantu bagi yang diperintah untuk memperoleh sesuatu yang ada di balik perintah itu sendiri. Jika kondisi ini berlaku dalam kehidupan sehari-hari maka perintah mendirikan SHALAT yang diperintahkan oleh ALLAH SWT kepada manusia, bukanlah tujuan akhir dari perintah ALLAH SWT kepada manusia. Hal ini disebabkan Perintah mendirikan SHALAT hanyalah sarana, atau alat Bantu bagi manusia yang mau melaksanakan perintah untuk memperoleh, untuk mendapatkan, untuk merasakan manfaat di balik perintah SHALAT, atau untuk merasakan nikmatnya bertuhankan kepada ALLAH SWT melalui perintah mendirikan SHALAT.  


Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. dan Sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu',
(surat Al Baqarah (2) ayat 45)

Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman,
 (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam sembahyangnya,
(surat Al Mu'minuun (23) ayat 1-2)


Sebagai orang yang diperintahkan oleh ALLAH SWT untuk mendirikan SHALAT, maka hanya orang-orang yang mau mendirikan SHALAT secara Khusyu’lah yang akan dapat merasakan manfaat di balik perintah mendirikan SHALAT, atau hanya orang yang mau mendirikan SHALAT secara Khusyu’ sajalah yang akan dapat merasakan nikmatnya bertuhankan kepada ALLAH SWT melalui SHALAT yang didirikan. Dan yang tidak akan mungkin pernah terjadi adalah orang yang tidak pernah mau mendirikan SHALAT akan dapat merasakan nikmatnya bertuhankan kepada ALLAH SWT.


Selain daripada itu ALLAH SWT bukan sekedar pemberi perintah mendirikan SHALAT semata. Akan tertapi  ALLAH SWT juga penilai dari SHALAT yang kita dirikan serta ALLAH SWT juga Penentu hasil akhir dari SHALAT yang kita dirikan. Dengan adanya kondisi ini maka kita wajib memiliki Ilmu tentang SHALAT sebaik mungkin yang tentunya sesuai dengan kehendak ALLAH SWT. Di lain sisi ALLAH SWT sangat Maha sehingga ALLAH SWT tidak membutuhkan apapun juga dari apa yang diperintahkan-Nya, termasuk di dalamnya ALLAH SWT tidak membutuhkan apapun dari makhluk-Nya. Selanjutnya jika pemberi perintah mendirikan SHALAT tidak membutuhkan manfaat apapun dari SHALAT yang telah  diperintahkannya berarti manfaat yang ada di balik perintah mendirikan SHALAT bukanlah untuk kepentingan ALLAH SWT melainkan untuk yang melaksanakan perintah mendirikan SHALAT.

Sekarang jika yang diperintahkan untuk mendirikan SHALAT tidak bisa menikmati, atau merasakan apa-apa yang ada di balik perintah mendirikan SHALAT berarti ada sesuatu yang salah saat mendirikan SHALAT, atau SHALAT yang kita dirikan belum memenuhi apa yang dikehendaki oleh pemberi perintah mendirikan SHALAT dan yang pasti adalah Perintah mendirikan SHALATnya tidak akan pernah salah.  Jika sekarang kita tidak pernah merasakan sedikitpun nikmatnya bertuhankan kepada ALLAH SWT, kecuali rasa susah dan payah, maka jangan pernah salahkan pemberi perintah mendirikan SHALAT jika kita sendiri malas untuk belajar, jika kita sendiri malas untuk mencari ilmu tentang SHALAT yang sesuai dengan kehendak pemberi perintah mendirikan SHALAT.

Saat ini SHALAT yang Khusyu’ sudah menjadi prasyarat utama untuk memperoleh manfaat di balik perintah mendirikan SHALAT. Lalu sebagai KHALIFAH yang membutuhkan SHALAT saat melaksanakan tugas di muka bumi, maka alangkah naifnya, alangkah lucunya, alangkah bodohnya kita mengharapkan manfaat di balik perintah mendirikan SHALAT jika kita hanya berpangku tangan mengharapkan sesuatu dari ALLAH SWT, atau jika kita sendiri tidak pernah mengerti, tidak pernah paham, apa arti sesungguhnya dari perintah mendirikan SHALAT yang diperintahkan oleh ALLAH SWT kepada diri kita, atau jangan pernah berharap memperoleh manfaat, atau hikmah dari SHALAT melalui SHALAT yang didirikan oleh orang lain.


Sebagai KHALIFAH yang berkeinginan untuk menjadi tamu yang baik di muka bumi ini, sebagai perantau yang ingin pulang kampung ke Syurga secara terhormat, ketahuilah bahwa SHALAT yang Khusyu’ tidak akan pernah kita dapatkan, apalagi jika kita ingin merasakan nikmatnya bertuhankan kepada  ALLAH SWT melalui SHALAT jika kita tidak pernah mengerti makna yang hakiki di balik perintah mendirikan SHALAT yang telah diperintahkan ALLAH SWT kepada diri kita. Selain daripada itu, kitapun harus tahu dengan pasti siapakah yang harus mendirikan SHALAT, jika dihubungkan bahwa Manusia terdiri dari Jasmani dan Ruhani? Yang harus kita ketahui dengan pasti bahwa yang akan mendirikan SHALAT atau yang akan kita hadapkan kepada ALLAH SWT melalui SHALAT, atau yang dapat bersinergi dengan ALLAH SWT melalui SHALAT adalah Ruhani dan Amanah 7 semata. Sedangkan Jasmani harus menjadi Makmum saat diri kita mendirikan SHALAT. Hal ini dikarenakan hanya sesuatu yang memiliki kesamaan dengan ALLAH SWT sajalah yang dapat dihadapkan kepada ALLAH SWT, atau hanya yang memiliki kesamaan dengan ALLAH SWT yang dapat disinergikan dengan ALLAH SWT, dalam hal ini adalah Ruhani dan Amanah 7. Apa dasarnya?


Ruhani dan Amanah 7 asalnya dari ALLAH SWT dan juga bagian dari ALLAH SWT sedangkan Jasmani asalnya dari Alam. Untuk itu lihatlah Air yang tidak akan mungkin disatukan dengan minyak. Minyak hanya bisa disatukan dengan Minyak sedangkan Air hanya bisa disatukan dengan Air, karena keduanya memiliki berat jenis yang sama. Selanjutnya hal yang samapun terjadi pada Jasmani dimana Jasmani tidak akan bisa disinergikan dengan ALLAH SWT, atau Jasmani tidak akan bisa dihadapkan dengan ALLAH SWT karena adanya perbedaan di antara keduanya. Sebagai KHALIFAH di muka bumi yang membutuhkan SHALAT sudahkah anda mengetahui hal ini dan menjadikan hal ini sebagai pedoman saat mendirikan SHALAT?


B. Paham akan rahasia/hikmah SHALAT


Sewaktu diri kita masih anak-anak, orang tua selalu memerintahkan kepada diri kita untuk mandi dan gosok gigi. Selanjutnya hasil akhir dari perintah mandi dan gosok yang diperintahkan oleh orang tua, sangat tergantung seberapa jauh diri kita memahami rahasia atau hikmah yang terdapat di balik perintah mandi dan gosok gigi. Semakin baik kita memahaminya maka semakin baik pula kita melakukan dan merasakan manfaat yang ada dibalik perintah mandi dan gosok gigi. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah pemahaman kita terhadap perintah mandi dan gosok gigi maka semakin rendah pula kita melakukan dan merasakan manfaat yang ada di balik perintah mandi dan gosok gigi.


Selanjutnya jika untuk memperoleh manfaat di balik perintah mandi dan gosok gigi saja sangat berhubungan erat dengan sejauh mana diri kita memiliki pemahaman arti, maksud dan tujuan, dari perintah mandi dan gosok gigi. Sekarang bagaimana dengan perintah mendirikan SHALAT yang telah diperintahkan ALLAH SWT kepada diri kita, apakah perintah mendirikan SHALAT yang Khusyu’ juga berhubungan erat dengan pemahaman yang maksimal dari diri kita tentang mendirikan SHALAT yang Khusyu’?


aka Kami memperkenankan doanya, dan Kami anugerahkan kepada nya Yahya dan Kami jadikan isterinya dapat mengandung. Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas[970]. dan mereka adalah orang-orang yang khusyu' kepada kami.
(surat Al Anbiyaa' (21) ayat 90)


Jika kita mengacu kepada isi dari surat Al Anbiyaa’ (21) ayat 90 yang menyatakan bahwa syarat dari doa akan dikabulkan oleh ALLAH SWT adalah SHALAT yang Khusyu’ berarti jika kita tidak memiliki pemahaman yang maksimal tentang SHALAT yang Khusyu’ maka apa yang telah dijanjikan oleh ALLAH SWT tidak bisa kita rasakan. Demikian pula jika kita mengacu kepada surat Al Ahzab (33) ayat 35 yang kami kemukakan di bawah ini, ALLAH SWT juga menjadikan SHALAT yang Khusyu’ merupakan salah satu prasyarat yang harus kita lakukan jika kita ingin memperoleh ampunan dan pahala yang besar dari  ALLAH SWT. Selanjutnya jika SHALAT yang Khusyu’ sudah ditetapkan oleh ALLAH SWT sebagai prasyarat untuk memperoleh manfaat yang ada di balik perintah mendirikan SHALAT, sekarang apa yang harus kita sikapi?


Jika kita merasa membutuhkan manfaat di balik perintah mendirikan SHALAT seperti diri kita membutuhkan manfaat di balik perintah mandi dan gosok gigi, maka tidak ada jalan lain kecuali kita harus paham, kita harus mengerti rahasia yang terkandung di balik perintah SHALAT atau memiliki ilmu tentang hikmah di balik perintah mendirikan SHALAT atau kita harus dapat mengetahui apa maksud dan tujuan yang sebenarnya kenapa ALLAH SWT memerintahkan manusia yang ada di muka bumi untuk mendirikan SHALAT. Adanya kemampuan diri kita memiliki ilmu tentang hal ini maka akan memudahkan diri kita untuk mendirikan SHALAT yang Khusyu’ sesuai yang dikehendaki oleh ALLAH SWT.


Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin[1218], laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.
(surat Al Ahzab (33) ayat 35)

[1218] Yang dimaksud dengan Muslim di sini ialah orang-orang yang mengikuti perintah dan larangan pada lahirnya, sedang yang dimaksud dengan orang-orang mukmin di sini ialah orang yang membenarkan apa yang harus dibenarkan dengan hatinya.



Sebagai KHALIFAH di muka bumi, masih ada hal lainnya yang harus kita mengerti bahwa selama diri kita masih hidup di dunia, berarti selama itu pula kita akan selalu beraktifitas, kemudian dengan adanya aktifitas yang kita lakukan maka kita tidak akan bisa menghindar dari adanya keringat, bau badan akibat reaksi aktifitas yang kita lakukan, serta debu dan kotoran (daki)  yang menempel di jasmani diri kita. Adanya kondisi ini maka Aktifitas mandi dan gosok gigi merupakan solusi yang harus kita laksanakan dengan baik jika kita ingin memperoleh kesehatan tubuh dan gigi. Sekarang bagaimana dengan Ruhani yang menjadi jati diri kita yang sebenarnya yang setiap saat selalu dipengaruhi oleh Jasmani (ahwa) dan juga Syaitan, yang mengakibatkan menurunnya kualitas kefitrahan Ruhani atau Kefitrahan diri. Selanjutnya jika mandi dan gosok gigi bisa kita gunakan untuk menghilangkan keringat, bau badan serta daki yang menempel di kulit, sekarang bagaimana kita mengembalikan kefitrahan diri akibat pengaruh buruk Jasmani dan Syaitan? SHALAT yang Khusyu’ merupakan salah satu sarana bagi diri kita untuk menjaga, untuk merawat, untuk mengembalikan kefitrahan diri (mengembalikan kesucian Ruhani) akibat pengaruh buruk Jasmani (ahwa) dan juga Syaitan. Selanjutnya sudahkah kita memahami betapa pentingnya SHALAT yang Khusyu” bagi diri kita, bagi kehidupan kita, bagi anak dan keturunan kita, bagi bangsa dan Negara kita?


C.     Mengerti pula bahaya jika tidak mau SHALAT


Sekarang kita telah menjadi orang tua, lalu sekarang kita memerintahkan kembali perintah mandi dan gosok gigi kepada anak kita yang pada intinya sama dengan perintah yang dilakukan oleh orang tua kita dahulu kepada diri kita. Timbul pertanyaan, kenapa kita juga memerintahkan anak kita untuk mandi dan gosok gigi? Adanya perintah mandi dan gosok gigi yang kita lakukan kepada anak kita karena kita telah paham, karena kita telah mengerti, karena kita telah tahu tentang bahaya atau akibat dari ketidaksempurnaan diri kita melaksanakan mandi dan gosok gigi atau karena kita sudah merasakan langsung akibat dari tidak mau mandi dan gosok gigi dengan baik dan benar. Selanjutnya atas dasar kasih sayang maka kita pun memerintahkan anak untuk mandi dan gosok gigi, sehingga  anak kita dapat merasakan langsung enaknya sehat karena mandi dan gosok gigi serta jangan sampai anak kita merasakan sesuatu yang tidak enak (maksudnya merasakan sakit) seperti yang pernah kita rasakan akibat tidak mau mandi dan gosok gigi dengan baik dan benar. Sekarang resiko apakah yang akan ditanggung atau keadaan apakah yang akan dirasakan oleh anak kita jika tidak mau mandi dan gosok gigi? Hal yang akan dirasakan oleh anak kita jika tidak mau mandi dan gosok gigi adalah timbul gatal-gatal, badan bau keringat, semangat hilang karena kesegaran tidak ada serta gigi menjadi berlubang. Sekarang bagaimana dengan perintah SHALAT yang Khusyu’ yang telah diperintahkan ALLAH SWT kepada diri kita serta yang telah pula dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW, apakah tidak ada resikonya jika tidak dikerjakan?


"Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?"
mereka menjawab: "Kami dahulu tidak Termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat,
(surat Al Muddatstsir (74) ayat 42-43)


Jika mandi dan gosok gigi saja memiliki resiko jika tidak dilakukan dengan baik dan benar maka hal yang samapun berlaku jika kita tidak mau mendirikan SHALAT yang Khusyu’. Hal ini dikarenakan suatu perintah bukanlah tujuan akhir dari perintah itu sendiri, akan tetapi perintah itu adalah sarana untuk memperoleh atau mencapai tujuan yang ada di balik perintah. Selanjutnya seperti apakah resiko yang akan ditanggung oleh orang yang tidak mau mendirikan SHALAT yang Khusyu’?  


Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.
(surat Al Hadiid (57) ayat 16)


Resiko yang siap kita tanggung jika kita tidak mau mendirikan SHALAT yang Khusyu’ adalah pulang kampung bersama Syaitan ke Neraka Jahannam, padahal kampung yang asli bagi diri kita yang sudah dipersiapkan oleh ALLAH SWT adalah Syurga. Selain daripada itu kita akan merasakan apa yang dinamakan penurunan kefitrahan diri, akibat Ruhani dan Amanah 7 dipengaruhi oleh Jasmani dan Syaitan sehingga Jiwa kita dimasukkan ke dalam Jiwa Fujur serta jangan pernah berharap untuk mendapatkan pertolongan, bimbingan dari ALLAH SWT. Sekarang timbul pertanyaan, butuhkah diri kita dengan Syurga, butuhkan diri kita dengan kefitrahan diri, butuhkah diri kita dengan pertolongan dan bimbingan ALLAH SWT? Jika jawaban dari pertanyaan di atas ini adalah kita membutuhkan itu semua saat menjadi KHALIFAH di muka bumi maka lakukanlah SHALAT yang Khusyu’ dengan sungguh-sungguh yang dilandasi dengan Niat yang Ikhlas.


Selanjutnya dengan adanya kondisi yang kami kemukakan di atas, sebagai KHALIFAH di muka bumi kita harus menyadari bahwa untuk mendapatkan, untuk merasakan apa-apa yang terdapat di balik perintah SHALAT atau agar diri kita terhindar dari resiko akibat tidak mau melaksanakan perintah SHALAT, tidak ada jalan lain kecuali diri kita memahami dengan pasti bahwa bahaya yang akan kita hadapi jika tidak mau mendirikan SHALAT yang Khusyu’ akan terpulang kepada diri kita sendiri. Sekarang pilihan untuk mendirikan SHALAT yang Khusyu’ bukan ada pada pemberi perintah mendirikan SHALAT, akan tetapi ada pada diri kita sendiri. Untuk itu sebelum Ruh Tiba di kerongkongan atau selama hayat masih dikandung badan, mulai saat ini berusahalah dengan maksimal untuk mendirikan SHALAT yang Khusyu’ agar diri kita terhindar dari segala hal-hal negatif yang merugikan diri kita sendiri akibat tidak mau melaksanakan perintah ALLAH SWT. 


D. Harus mengerti yang menyembah &  yang disembah


Saat diri kita mendirikan SHALAT berarti pada saat itu kita sedang berkomunikasi dengan ALLAH SWT atau, pada saat itu kita sedang menghadap ALLAH SWT. Jika ini adalah pengertian dasar dari SHALAT yang hendak kita dirikan berarti pada saat diri kita SHALAT kita tidak bisa mensejajarkan diri dengan ALLAH SWT. Hal ini dikarenakan posisi diri kita dengan posisi ALLAH SWT tidaklah sama kedudukannya. Untuk itu ketahuilah terlebih dahulu sebelum diri kita mendirikan SHALAT, yaitu saat diri kita melaksanakan perintah mendirikan SHALAT berarti kita sedang melaksanakan ketentuan ALLAH SWT yang berlaku di muka bumi ini dikarenakan ALLAH SWT adalah pencipta dan pemilik dari langit dan bumi. Adanya kondisi ini terlihat dengan jelas siapakah diri  kita yang  sebenarnya dan siapakah ALLAH SWT yang sebenarnya? Berdasarkan Surat Al Hasyr  (59) ayat 21-22-23-24 dikemukakan bahwa ALLAH SWT selain pencipta dan pemilik dari langit dan bumi. ALLAH SWT juga Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang,  Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Mengaruniakan Keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki Segala Keagungan, Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Yang mempunyai Asmaul Husna serta bertasbih kepadanya apa yang di langit dan bumi. Jika ini adalah kondisi dasar ALLAH SWT, lalu bagaimanakah dengan kondisi dasar kita?


kalau Sekiranya Kami turunkan Al-Quran ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan ketakutannya kepada Allah. dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir.
Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Dia-lah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Mengaruniakan Keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang memiliki segala Keagungan, Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.
Dialah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang membentuk Rupa, yang mempunyai Asmaul Husna. bertasbih kepadanya apa yang di langit dan bumi. dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
(surat Al Hasyr (59) ayat 21-22-23-24)


Kondisi dasar diri kita bukanlah apa-apa dibandingkan dengan ALLAH SWT, kita ada karena diciptakan oleh ALLAH SWT, kita ada di muka bumi karena dijadikan KHALIFAH di muka bumi oleh                ALLAH SWT. Sebagai KHALIFAH yang menumpang di muka bumi ALLAH SWT, tentu kita harus melaksanakan segala perintah, atau melaksanakan segala ketentuan yang berlaku di muka bumi jika kita tidak mau diberi predikat tamu yang tidak tahu diri.


Sekarang perintah mendirikan SHALAT yang Khusyu’ sudah berlaku di muka bumi berarti jika kita ingin menjadi tamu yang baik, jika kita ingin menjadi KHALIFAH yang baik, jika kita ingin menjadi perantau yang sukses di muka bumi, maka kita harus melaksanakan SHALAT yang Khusyu’ di muka bumi ini. Selanjutnya agar diri kita mampu mendirikan SHALAT dengan khusyu’ berarti kita harus paham dan mengerti terlebih dahulu tentang ALLAH SWT yang akan kita ajak berkomunikasi, yang akan kita temui saat diri kita mendirikan SHALAT, yang akan kita hadapi saat diri kita menghadap ALLAH SWT. Sebagai KHALIFAH di muka bumi sudahkah diri kita memiliki ilmu tentang itu semua? Untuk itu mari kita renungkan beberapa hal yang akan kami kemukakan di bawah ini sebagai acuan bagi diri kita yang berkeinginan mendirikan SHALAT dengan Khusyu’, yaitu :


a.      Sekarang bagaimana mungkin kita akan dapat mendirikan SHALAT yang Khusyu’ jika kita tidak tahu dan tidak mengerti tentang ALLAH SWT yang akan kita hadapi atau kita tidak tahu ada di mana ALLAH SWT berada saat diri kita menghadap kepada-Nya?


b.      Sekarang bagaimana mungkin kita akan dapat mendirikan SHALAT yang Khusyu’ jika kita tidak tahu bagaimana cara berkomunikasi dengan ALLAH SWT atau kita tidak tahu dimana ALLAH SWT berada yang akan kita ajak berkomunikasi?


c.       Sekarang bagaimana mungkin doa kita akan dikabulkan oleh ALLAH SWT jika kita tidak tahu dimana ALLAH SWT atau bagaimana kita berdoa dengan baik dan benar melalui SHALAT yang Khusyu’ jika keberadaan ALLAH SWT tidak pernah kita ketahui keberadaannya?


Sebagai KHALIFAH yang sangat membutuhkan SHALAT yang Khusyu’, sadarilah kondisi ini sebelum diri kita mendirikan SHALAT, karena akan sia-sialah SHALAT yang kita dirikan jika kita tidak pernah tahu siapakah diri kita yang sebenarnya dan siapakah ALLAH SWT yang sebenarnya, terkecuali jika kita berharap hanya memperoleh hasil berupa lelah dan payah saja dari SHALAT yang kita dirikan.


E. Paham akan pekerjaan/ucapan/bacaan SHALAT


Di dalam kehidupan sehari-hari untuk mendapatkan tubuh yang bersih lagi sehat, atau untuk mendapatkan kesehatan gigi dan gusi maka kita diharuskan untuk mandi dan gosok gigi dengan baik dan benar. Adanya kondisi ini berarti hanya orang-orang yang paham sajalah, atau hanya orang yang mengerti tentang kesehatan tubuh serta kesehatan gigi dan gusi sajalah yang dapat melaksanakan mandi dan gosok gigi dengan baik dan benar. Sekarang bagaimana dengan SHALAT yang kita dirikan? Jika untuk mendapatkan kesehatan tubuh serta kesehatan gigi dan gusi memerlukan kondisi seperti itu maka untuk mendapatkan manfaat, atau merasakan rahasia yang ada di balik perintah SHALAT yang diperintahkan ALLAH SWT,  maka hanya orang-orang yang paham tentang tujuan SHALAT yang sesungguhnya sajalah serta orang-orang yang paham tata cara mendirikan SHALAT (termasuk di dalamnya yang mengerti dan paham tentang bacaan SHALAT) yang sesuai dengan kehendak pemberi perintah SHALAT sajalah yang mampu mendirikan SHALAT yang Khusyu’. Sebagai KHALIFAH yang membutuhkan SHALAT yang Khusyu’, sudahkah kita memiliki ilmu tentang tujuan atau makna yang hakiki dari SHALAT yang sesungguhnya atau  sudahkah kita memiliki ilmu tentang tata cara mendirikan SHALAT yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW sehingga kita mampu mendirikan SHALAT yang Khusyu’ di setiap SHALAT yang kita dirikan?

Selanjutnya jika kita memang membutuhkan SHALAT yang Khusyu’ maka jadikan tujuan SHALAT yang kita dirikan sebagai pedoman dasar sewaktu mendirikan SHALAT. Apa maksudnya? Jika SHALAT yang kita dirikan kita anggap sebagai sarana bagi diri kita untuk berkomunikasi dengan ALLAH SWT maka lakukanlah komunikasi itu sesuai dengan syarat dan ketentuan komunikasi yang berlaku. Dan jika SHALAT yang kita dirikan kita anggap sebagai sarana bagi diri kita untuk menemui ALLAH SWT maka penuhilah segala syarat protokoler yang berlaku untuk bertemu dengan ALLAH SWT. Lalu bacaan SHALAT yang tidak lain adalah Doa yang kita panjatkan kepada ALLAH SWT maka penuhilah syarat dan ketentuan tentang Doa yang diterima oleh ALLAH SWT. Setelah itu, ketahuilah bahwa untuk berkomunikasi dengan ALLAH SWT, atau untuk menemui ALLAH SWT, untuk berdoa kepada ALLAH SWT, tidak bisa dilepaskan dengan bacaan yang ada di dalam SHALAT.


Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam Keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam Keadaan junub[301], terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, Maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pema'af lagi Maha Pengampun.
(surat An Nisaa' (4) ayat 43)

[301] Menurut sebahagian ahli tafsir dalam ayat ini termuat juga larangan untuk bersembahyang bagi orang junub yang belum mandi.

Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman,
 (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam sembahyangnya,
(surat Al Mu'minuun (23) ayat 1-2)


Sekarang mari kita perhatikan bacaan yang ada pada SHALAT. Bacaan yang terdapat di dalam SHALAT pada dasarnya dapat dibedakan menjadi 2(dua) kategori, yaitu sebahagian besar merupakan ungkapan, pengakuan, pengagungan diri kita kepada ALLAH SWT dan sebagian kecil merupakan doa yang kita panjatkan kepada ALLAH SWT (yang terdapat di sebagiaan Surat Al Faatihah dan pada bacaan yang terdapat pada duduk di antara dua sujud) yang kesemuanya adalah Kalam ALLAH SWT yang telah dikalam yang kemudian kita katakan kembali kepada ALLAH SWT. Selanjutnya jika kita tidak memiliki ilmu tentang bacaan yang kita baca saat mendirikan SHALAT maka bagaimana mungkin kita dapat berkomunikasi dengan ALLAH SWT secara patut dan pantas, atau bagaimana mungkin doa kita yang kita panjatkan akan dikabulkan oleh ALLAH SWT jika kita tidak paham tentang bacaan yang kita baca? Apa maksudnya? Berikut ini akan kami kemukakan tentang bacaan yang terdapat di dalam SHALAT yang intinya harus benar-benar kita perhatikan, yaitu :


a.       Saat diri kita membaca Doa Iftitah, bagaimana sebuah pengagungan kepada ALLAH SWT akan diterima atau sesuai dengan kehendak ALLAH SWT jika saat membaca Doa Iftitah kita laksanakan mempergunakan “Cara Membaca”, padahal seharusnya mempergunakan “Cara Mengatakan”?

b.      Surat Al Faatihah isinya ada 2(dua) hal yaitu di dalamnya terdapat pengakuan diri kita kepada ALLAH SWT serta adanya Doa yang kita mohonkan kepada ALLAH SWT. Selanjutnya bagaimana pengakuan dan doa akan diterima oleh ALLAH SWT jika kita tidak mengetahui cara untuk mengatakannya serta kita tidak memiliki ilmu yang cukup tentang ALLAH SWT?


c.       Sudahkah kita mengetahui dan menyadari bahwa bacaan duduk di antara dua sujud isinya adalah permohonan kita kepada ALLAH SWT atau apa yang kita baca itu adalah Doa, lalu tahukah kita bahwa jika kita berdoa kepada ALLAH SWT ada tata caranya, ada syarat dan ketentuannya?


Adanya 3(tiga) kondisi yang kami kemukakan di atas, menunjukkan kepada diri kita bahwa SHALAT yang Khusyu’ mengharuskan diri kita memiliki Ilmu tentang tata cara SHALAT yang baik dan benar serta mengharuskan pula kita memiliki ilmu tentang bacaan yang terdapat di dalam SHALAT agar maksud dan tujuan yang kita baca sesuai dengan kehendak ALLAH SWT. Selanjutnya sudahkah kita belajar, mempelajari, lalu mempraktekkan ilmu tentang SHALAT yang sesuai dengan kehendak ALLAH SWT saat diri kita mendirikan SHALAT?


Selanjutnya berdasarkan apa-apa yang kami kemukakan di atas, SHALAT yang Khusyu’ tidak bisa didirikan asal-asalan, SHALAT yang Khusyu’ tidak bisa didirikan sebatas melaksanakan kewajiban semata. SHALAT yang Khusyu’ baru bisa kita capai, baru bisa kita nikmati, jika kita memiliki Ilmu yang konprehensif tentang SHALAT yang sesuai dengan kehendak pemberi perintah mendirikan SHALAT.  Lalu setelah memiliki Ilmu tentang SHALAT yang Khusyu’ apakah secara otomatis kita dapat memperoleh dan merasakan SHALAT yang Khusyu’? SHALAT yang Khusyu’ bukanlah turun dari langit begitu saja walaupun kita telah memiliki Ilmu tentang SHALAT. SHALAT yang Khusyu’ bukanlah proyek, atau pekerjaan yang bersifat sim salabim. SHALAT yang Khusyu’ harus kita raih melalui usaha dan kerja keras karena saat diri kita ingin meraih dan merasakan SHALAT yang Khusyu’ maka pada saat itu pula Syaitan akan berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengganggu manusia agar jangan sampai mendirikan SHALAT yang Khusyu’.Disinilah letaknya perjuangan diri kita, di satu sisi kita harus mendirikan SHALAT yang Khusyu’ di lain sisi gangguan dan godaan dari Syaitan akan terus dilakukan sepanjang diri kita berusaha untuk Khusyu’ karena jika diri kita mampu mendirikan SHALAT yang Khusyu’ berarti kita telah mampu mengalahkan Syaitan dan hal inilah yang tidak dikehendaki oleh Syaitan sang laknatullah. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar