Hamba
ALLAH SWT yang selalu dirahmati-Nya
ALLAH
SWT selaku pemberi perintah mendirikan SHALAT bagi seluruh umat manusia sudah
menyatakan dengan tegas di dalam surat Al Baqarah (2) ayat 45-46 bahwa
mendirikan SHALAT yang sesuai dengan kehendak-Nya adalah Sungguh Berat,
terkecuali bagi orang yang Khusyu’. Adanya
kondisi ini berarti ALLAH SWT sudah menyatakan bahwa Khusyu’ merupakan syarat
mutlak yang harus kita penuhi terlebih dahulu sebelum memperoleh apa-apa yang
terdapat di balik perintah mendirikan SHALAT ,atau prasyarat untuk merasakan
secara langsung nikmatnya bertuhankan kepada ALLAH SWT melalui SHALAT.
Selanjutnya jika ALLAH SWT sudah menyatakan bahwa SHALAT yang Khusyu’ itu
sangat berat, atau SHALAT yang Khusyu’ merupakan prasyarat untuk merasakan
nikmatnya bertuhankan kepada ALLAH SWT berarti kita harus mengerti, kita harus
tahu, kita harus memiliki Ilmu tentang SHALAT yang Khusyu’ yang sesuai dengan
kehendak ALLAH SWT maka barulah kita bisa mendirikan SHALAT yang Khusyu’.
Selain daripada, berdasarkan Hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad yang kami
kemukakan di bawah ini, dikemukakan bahwa ilmu tentang Khusyu’ merupakan Ilmu
yang paling dahulu akan dicabut dari muka bumi ini.
Selanjutnya jika Ilmu tentang
Khusyu’ (ilmu tentang SHALAT yang Khusyu’) akan dicabut secara perlahan-lahan
oleh ALLAH SWT berarti saat ini Ilmu tentang SHALAT yang Khusyu’ semakin sulit
dipelajari, atau orang yang mampu mendirikan SHALAT dengan Khusyu’ sudah
semakin sedikit dibandingkan dengan orang yang mendirikan SHALAT karena
melaksanakan kewajiban semata.
“Sekarang inilah waktunya ilmu itu dicabut kembali”. Lalu seorang
Anshar yang bernama Ziyad bin Lubaid berkata: “Ya Rasulullah, apakah maksud
ilmu itu dicabut kembali, sedang ilmu itu telah diam dan bersemayam di dalam
hati?”.Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya aku telah menyangka bahwa kamu adalah
sepandai-pandai orang Madinah”. Lalu beliau menyebutkan orang-orang Yahudi dan
orang-orang Nasrani, mereka pun telah kehilangan kitab Allah dari tangan
mereka. Ziyad berkata: “Lalu saya menemui Syaddad bin Aus lalu saya ceritakan
hadits Auf bin Malik itu kepadanya”. Syaddad menjawab: “Auf itu benar. Coba
maukah kamu saya beritahu ilmu apa yang paling dahulu dicabut?. Syaddad
menjawab: “Ialah ilmu Khusyu’ sehingga kamu sekarang tidak tahu orang yang
Khusyu’.
(HR Ahmad)
Sekarang
agar diri kita mampu mendirikan SHALAT dengan Khusyu’ seperti yang dikemukakan
oleh ALLAH SWT dalam surat Al Baqarah (2) ayat 45-46, atau agar diri kita mampu
mengajarkan Ilmu tentang SHALAT yang Khusyu’ kepada anak dan keturunan kita masing-masing,
maka hal-hal yang akan kami kemukakan di bawah ini harus kita ketahui, harus
kita pahami, serta harus pula kita praktekkan terlebih dahulu sebelum diri kita
mengajarkan cara SHALAT yang Khusyu”, kepada anak dan keturunan kita, yaitu:
1.
PRASYARAT untuk Memperoleh SHALAT KHUSYU’
Kata “Khusyu’ merupakan kata kunci
yang sangat berhubungan erat dengan perintah mendirikan SHALAT yang sesuai
dengan kehendak ALLAH SWT selaku pemberi perintah mendirikan SHALAT. Di lain
sisi ALLAH SWT selaku pemberi perintah mendirikan SHALAT kepada umat manusia,
sudah menyatakan bahwa untuk melaksanakan perintah SHALAT yang sesuai dengan
kehendak-Nya adalah sungguh berat, terkecuali bagi orang yang Khusyu’. Sekarang jika Khusyu’ merupakan salah satu
prasyarat dari SHALAT yang kita dirikan berarti kita sangat membutuhkan
kekhusyu’an SHALAT jika kita ingin merasakan manfaat di balik perintah
mendirikan SHALAT. Selanjutnya bagaimana mungkin kita dapat mendirikan
SHALAT yang Khusyu’ jika kita tidak pernah tahu, kita tidak pernah memiliki
Ilmu tentang Khusyu’itu sendiri? Berikut ini akan kami kemukakan beberapa
prasyarat yang mutlak harus kita ketahui agar kita mampu memiliki Ilmu tentang
Khusyu’ yang sudah mulai hilang di kehidupan sehari-hari, yaitu :
A.
Paham akan arti perintah mendirikan SHALAT
Seperti telah kita ketahui bersama
bahwa suatu perintah yang diperintahkan kepada orang yang diperintah maka
perintah itu bukanlah tujuan akhir dari suatu perintah. Hal ini dikarenakan
perintah yang dilaksanakan merupakan sarana, atau alat Bantu bagi yang
diperintah untuk memperoleh sesuatu yang ada di balik perintah itu sendiri. Jika
kondisi ini berlaku dalam kehidupan sehari-hari maka perintah mendirikan SHALAT
yang diperintahkan oleh ALLAH SWT kepada manusia, bukanlah tujuan akhir dari
perintah ALLAH SWT kepada manusia. Hal ini disebabkan Perintah
mendirikan SHALAT hanyalah sarana, atau alat Bantu bagi manusia yang mau
melaksanakan perintah untuk memperoleh, untuk mendapatkan, untuk merasakan
manfaat di balik perintah SHALAT, atau untuk merasakan nikmatnya bertuhankan
kepada ALLAH SWT melalui perintah mendirikan SHALAT.
Jadikanlah
sabar dan shalat sebagai penolongmu. dan Sesungguhnya yang demikian itu sungguh
berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu',
(surat Al Baqarah (2) ayat 45)
Sesungguhnya
beruntunglah orang-orang yang beriman,
(yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam
sembahyangnya,
(surat Al Mu'minuun (23) ayat 1-2)
Sebagai
orang yang diperintahkan oleh ALLAH SWT untuk mendirikan SHALAT, maka hanya
orang-orang yang mau mendirikan SHALAT secara Khusyu’lah yang akan dapat
merasakan manfaat di balik perintah mendirikan SHALAT, atau hanya orang yang
mau mendirikan SHALAT secara Khusyu’ sajalah yang akan dapat merasakan
nikmatnya bertuhankan kepada ALLAH SWT melalui SHALAT yang didirikan. Dan yang tidak akan mungkin pernah terjadi
adalah orang yang tidak pernah mau mendirikan SHALAT akan dapat merasakan
nikmatnya bertuhankan kepada ALLAH SWT.
Selain
daripada itu ALLAH SWT bukan sekedar pemberi perintah mendirikan SHALAT
semata. Akan tertapi ALLAH SWT juga
penilai dari SHALAT yang kita dirikan serta ALLAH SWT juga Penentu hasil akhir
dari SHALAT yang kita dirikan. Dengan adanya kondisi ini maka kita wajib
memiliki Ilmu tentang SHALAT sebaik mungkin yang tentunya sesuai dengan
kehendak ALLAH SWT. Di lain sisi ALLAH SWT sangat Maha sehingga ALLAH SWT tidak
membutuhkan apapun juga dari apa yang diperintahkan-Nya, termasuk di dalamnya
ALLAH SWT tidak membutuhkan apapun dari makhluk-Nya. Selanjutnya jika pemberi
perintah mendirikan SHALAT tidak membutuhkan manfaat apapun dari SHALAT yang
telah diperintahkannya berarti manfaat
yang ada di balik perintah mendirikan SHALAT bukanlah untuk kepentingan ALLAH
SWT melainkan untuk yang melaksanakan perintah mendirikan SHALAT.
Sekarang jika yang diperintahkan
untuk mendirikan SHALAT tidak bisa menikmati, atau merasakan apa-apa yang ada
di balik perintah mendirikan SHALAT berarti ada sesuatu yang salah saat
mendirikan SHALAT, atau SHALAT yang kita dirikan belum memenuhi apa yang
dikehendaki oleh pemberi perintah mendirikan SHALAT dan yang pasti adalah
Perintah mendirikan SHALATnya tidak akan pernah salah. Jika sekarang kita tidak pernah merasakan
sedikitpun nikmatnya bertuhankan kepada ALLAH SWT, kecuali rasa susah dan
payah, maka jangan pernah salahkan
pemberi perintah mendirikan SHALAT jika kita sendiri malas untuk belajar, jika
kita sendiri malas untuk mencari ilmu tentang SHALAT yang sesuai dengan
kehendak pemberi perintah mendirikan SHALAT.
Saat
ini SHALAT yang Khusyu’ sudah menjadi prasyarat utama untuk memperoleh manfaat
di balik perintah mendirikan SHALAT. Lalu sebagai KHALIFAH yang membutuhkan SHALAT saat melaksanakan tugas
di muka bumi, maka alangkah
naifnya, alangkah lucunya, alangkah bodohnya kita mengharapkan manfaat di balik
perintah mendirikan SHALAT jika kita hanya berpangku tangan mengharapkan
sesuatu dari ALLAH SWT, atau jika kita sendiri tidak pernah mengerti, tidak pernah
paham, apa arti sesungguhnya dari perintah mendirikan SHALAT yang diperintahkan
oleh ALLAH SWT kepada diri kita, atau jangan pernah berharap memperoleh
manfaat, atau hikmah dari SHALAT melalui SHALAT yang didirikan oleh orang lain.
Sebagai
KHALIFAH yang berkeinginan untuk menjadi tamu yang baik di muka bumi ini,
sebagai perantau yang ingin pulang kampung ke Syurga secara terhormat, ketahuilah bahwa SHALAT yang Khusyu’ tidak
akan pernah kita dapatkan, apalagi jika kita ingin merasakan nikmatnya bertuhankan
kepada ALLAH SWT melalui SHALAT jika
kita tidak pernah mengerti makna yang hakiki di balik perintah mendirikan
SHALAT yang telah diperintahkan ALLAH SWT kepada diri kita. Selain
daripada itu, kitapun harus tahu dengan pasti siapakah yang harus mendirikan
SHALAT, jika dihubungkan bahwa Manusia terdiri dari Jasmani dan Ruhani? Yang
harus kita ketahui dengan pasti bahwa yang akan mendirikan SHALAT atau yang
akan kita hadapkan kepada ALLAH SWT melalui SHALAT, atau yang dapat bersinergi
dengan ALLAH SWT melalui SHALAT adalah Ruhani dan Amanah 7 semata. Sedangkan
Jasmani harus menjadi Makmum saat diri kita mendirikan SHALAT. Hal ini
dikarenakan hanya sesuatu yang memiliki kesamaan dengan ALLAH SWT sajalah yang
dapat dihadapkan kepada ALLAH SWT, atau hanya yang memiliki kesamaan dengan
ALLAH SWT yang dapat disinergikan dengan ALLAH SWT, dalam hal ini adalah Ruhani
dan Amanah 7. Apa dasarnya?
Ruhani dan Amanah 7
asalnya dari ALLAH SWT dan juga bagian dari ALLAH SWT sedangkan Jasmani asalnya
dari Alam. Untuk itu
lihatlah Air yang tidak akan mungkin disatukan dengan minyak. Minyak hanya bisa
disatukan dengan Minyak sedangkan Air hanya bisa disatukan dengan Air, karena
keduanya memiliki berat jenis yang sama. Selanjutnya hal yang samapun
terjadi pada Jasmani dimana Jasmani tidak akan bisa disinergikan dengan ALLAH
SWT, atau Jasmani tidak akan bisa dihadapkan dengan ALLAH SWT karena adanya
perbedaan di antara keduanya. Sebagai KHALIFAH di muka bumi yang membutuhkan
SHALAT sudahkah anda mengetahui hal ini dan menjadikan hal ini sebagai pedoman
saat mendirikan SHALAT?
B.
Paham akan rahasia/hikmah SHALAT
Sewaktu
diri kita masih anak-anak, orang tua selalu memerintahkan kepada diri kita
untuk mandi dan gosok gigi. Selanjutnya hasil akhir dari perintah mandi dan gosok
yang diperintahkan oleh orang tua, sangat tergantung seberapa jauh diri kita
memahami rahasia atau hikmah yang terdapat di balik perintah mandi dan gosok
gigi. Semakin baik kita memahaminya maka semakin baik pula kita melakukan dan
merasakan manfaat yang ada dibalik perintah mandi dan gosok gigi. Demikian pula
sebaliknya, semakin rendah pemahaman kita terhadap perintah mandi dan gosok
gigi maka semakin rendah pula kita melakukan dan merasakan manfaat yang ada di
balik perintah mandi dan gosok gigi.
Selanjutnya
jika untuk memperoleh manfaat di balik perintah mandi dan gosok gigi saja
sangat berhubungan erat dengan sejauh mana diri kita memiliki pemahaman arti,
maksud dan tujuan, dari perintah mandi dan gosok gigi. Sekarang bagaimana dengan perintah mendirikan
SHALAT yang telah diperintahkan ALLAH SWT kepada diri kita, apakah perintah
mendirikan SHALAT yang Khusyu’ juga berhubungan erat dengan pemahaman yang
maksimal dari diri kita tentang mendirikan SHALAT yang Khusyu’?
aka Kami
memperkenankan doanya, dan Kami anugerahkan kepada nya Yahya dan Kami jadikan
isterinya dapat mengandung. Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu
bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa
kepada Kami dengan harap dan cemas[970]. dan mereka adalah orang-orang yang
khusyu' kepada kami.
(surat
Al Anbiyaa' (21) ayat 90)
Jika
kita mengacu kepada isi dari surat Al Anbiyaa’ (21) ayat 90 yang menyatakan
bahwa syarat dari doa akan dikabulkan oleh ALLAH SWT adalah SHALAT yang Khusyu’
berarti jika kita tidak memiliki pemahaman yang maksimal tentang SHALAT yang
Khusyu’ maka apa yang telah dijanjikan oleh ALLAH SWT tidak bisa kita rasakan.
Demikian pula jika kita mengacu kepada surat Al Ahzab (33) ayat 35 yang kami
kemukakan di bawah ini, ALLAH SWT
juga menjadikan SHALAT yang Khusyu’ merupakan salah satu prasyarat yang harus
kita lakukan jika kita ingin memperoleh ampunan dan pahala yang besar dari ALLAH SWT. Selanjutnya jika SHALAT
yang Khusyu’ sudah ditetapkan oleh ALLAH SWT sebagai prasyarat untuk memperoleh
manfaat yang ada di balik perintah mendirikan SHALAT, sekarang apa yang harus
kita sikapi?
Jika kita merasa membutuhkan
manfaat di balik perintah mendirikan SHALAT seperti diri kita membutuhkan
manfaat di balik perintah mandi dan gosok gigi, maka tidak ada jalan lain
kecuali kita harus paham, kita harus mengerti rahasia yang terkandung di balik
perintah SHALAT atau memiliki ilmu tentang hikmah di balik perintah mendirikan
SHALAT atau kita harus dapat mengetahui apa maksud dan tujuan yang sebenarnya
kenapa ALLAH SWT memerintahkan manusia yang ada di muka bumi untuk mendirikan
SHALAT. Adanya kemampuan diri kita memiliki ilmu tentang hal ini maka akan
memudahkan diri kita untuk mendirikan SHALAT yang Khusyu’ sesuai yang
dikehendaki oleh ALLAH SWT.
Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan
perempuan yang mukmin[1218], laki-laki dan perempuan yang tetap dalam
ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang
sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang
bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang
memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama)
Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.
(surat Al Ahzab (33) ayat 35)
[1218] Yang dimaksud dengan Muslim di sini ialah
orang-orang yang mengikuti perintah dan larangan pada lahirnya, sedang yang
dimaksud dengan orang-orang mukmin di sini ialah orang yang membenarkan apa
yang harus dibenarkan dengan hatinya.
Sebagai
KHALIFAH di muka bumi, masih ada hal lainnya yang harus kita mengerti bahwa
selama diri kita masih hidup di dunia, berarti selama itu pula kita akan selalu
beraktifitas, kemudian
dengan adanya aktifitas yang kita lakukan maka kita tidak akan bisa menghindar
dari adanya keringat, bau badan akibat reaksi aktifitas yang kita lakukan,
serta debu dan kotoran (daki) yang
menempel di jasmani diri kita. Adanya kondisi ini maka Aktifitas
mandi dan gosok gigi merupakan solusi yang harus kita laksanakan dengan baik
jika kita ingin memperoleh kesehatan tubuh dan gigi. Sekarang bagaimana dengan Ruhani yang menjadi
jati diri kita yang sebenarnya yang setiap saat selalu dipengaruhi oleh Jasmani
(ahwa) dan juga Syaitan, yang mengakibatkan menurunnya kualitas kefitrahan
Ruhani atau Kefitrahan diri. Selanjutnya jika mandi dan gosok
gigi bisa kita gunakan untuk menghilangkan keringat, bau badan serta daki yang
menempel di kulit, sekarang bagaimana kita mengembalikan kefitrahan diri akibat
pengaruh buruk Jasmani dan Syaitan? SHALAT
yang Khusyu’ merupakan salah satu sarana bagi diri kita untuk menjaga, untuk
merawat, untuk mengembalikan kefitrahan diri (mengembalikan kesucian Ruhani)
akibat pengaruh buruk Jasmani (ahwa) dan juga Syaitan.
Selanjutnya sudahkah kita memahami betapa pentingnya SHALAT yang Khusyu” bagi
diri kita, bagi kehidupan kita, bagi anak dan keturunan kita, bagi bangsa dan
Negara kita?
C. Mengerti pula bahaya jika tidak mau SHALAT
Sekarang kita telah menjadi orang
tua, lalu sekarang kita memerintahkan kembali perintah mandi dan gosok gigi
kepada anak kita yang pada intinya sama dengan perintah yang dilakukan oleh
orang tua kita dahulu kepada diri kita. Timbul pertanyaan, kenapa kita juga memerintahkan anak kita untuk mandi
dan gosok gigi? Adanya perintah mandi dan gosok gigi yang kita
lakukan kepada anak kita karena kita telah paham, karena kita telah mengerti,
karena kita telah tahu tentang bahaya atau akibat dari ketidaksempurnaan diri
kita melaksanakan mandi dan gosok gigi atau karena kita sudah merasakan
langsung akibat dari tidak mau mandi dan gosok gigi dengan baik dan benar. Selanjutnya atas dasar kasih sayang maka kita
pun memerintahkan anak untuk mandi dan gosok gigi, sehingga anak kita dapat merasakan langsung enaknya
sehat karena mandi dan gosok gigi serta jangan sampai anak kita merasakan
sesuatu yang tidak enak (maksudnya merasakan sakit) seperti yang pernah kita
rasakan akibat tidak mau mandi dan gosok gigi dengan baik dan benar. Sekarang
resiko apakah yang akan ditanggung atau keadaan apakah yang akan dirasakan oleh
anak kita jika tidak mau mandi dan gosok gigi? Hal yang akan dirasakan oleh
anak kita jika tidak mau mandi dan gosok gigi adalah timbul gatal-gatal, badan
bau keringat, semangat hilang karena kesegaran tidak ada serta gigi menjadi
berlubang. Sekarang bagaimana dengan perintah SHALAT yang Khusyu’ yang telah
diperintahkan ALLAH SWT kepada diri kita serta yang telah pula dicontohkan oleh
Nabi Muhammad SAW, apakah tidak ada resikonya jika tidak dikerjakan?
"Apakah
yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?"
mereka
menjawab: "Kami dahulu tidak Termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat,
(surat Al Muddatstsir (74) ayat 42-43)
Jika mandi
dan gosok gigi saja memiliki resiko jika tidak dilakukan dengan baik dan benar
maka hal yang samapun berlaku jika kita tidak mau mendirikan SHALAT yang
Khusyu’. Hal ini dikarenakan suatu perintah bukanlah tujuan akhir dari perintah
itu sendiri, akan tetapi perintah itu adalah sarana untuk memperoleh atau
mencapai tujuan yang ada di balik perintah. Selanjutnya seperti apakah resiko
yang akan ditanggung oleh orang yang tidak mau mendirikan SHALAT yang
Khusyu’?
Belumkah
datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka
mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan
janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al kitab
kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka
menjadi keras. dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.
(surat Al Hadiid (57) ayat
16)
Resiko yang siap kita tanggung jika
kita tidak mau mendirikan SHALAT yang Khusyu’ adalah pulang kampung bersama
Syaitan ke Neraka Jahannam, padahal kampung yang asli bagi diri kita yang sudah
dipersiapkan oleh ALLAH SWT adalah Syurga. Selain daripada itu kita akan
merasakan apa yang dinamakan penurunan kefitrahan diri, akibat Ruhani dan
Amanah 7 dipengaruhi oleh Jasmani dan Syaitan sehingga Jiwa kita dimasukkan ke
dalam Jiwa Fujur serta jangan pernah berharap untuk mendapatkan pertolongan,
bimbingan dari ALLAH SWT. Sekarang
timbul pertanyaan, butuhkah diri kita dengan Syurga, butuhkan diri kita dengan
kefitrahan diri, butuhkah diri kita dengan pertolongan dan bimbingan ALLAH SWT?
Jika jawaban dari pertanyaan di atas ini adalah kita membutuhkan itu
semua saat menjadi KHALIFAH di muka bumi maka lakukanlah SHALAT yang Khusyu’
dengan sungguh-sungguh yang dilandasi dengan Niat yang Ikhlas.
Selanjutnya dengan adanya kondisi
yang kami kemukakan di atas, sebagai KHALIFAH di muka bumi kita harus menyadari
bahwa untuk mendapatkan, untuk merasakan apa-apa yang terdapat di balik
perintah SHALAT atau agar diri kita terhindar dari resiko akibat tidak mau
melaksanakan perintah SHALAT, tidak ada jalan lain kecuali diri kita memahami
dengan pasti bahwa bahaya yang akan kita hadapi jika tidak mau mendirikan
SHALAT yang Khusyu’ akan terpulang kepada diri kita sendiri. Sekarang pilihan untuk mendirikan SHALAT yang
Khusyu’ bukan ada pada pemberi perintah mendirikan SHALAT, akan tetapi ada pada
diri kita sendiri. Untuk itu sebelum Ruh Tiba di kerongkongan atau
selama hayat masih dikandung badan, mulai saat ini berusahalah dengan maksimal
untuk mendirikan SHALAT yang Khusyu’ agar diri kita terhindar dari segala
hal-hal negatif yang merugikan diri kita sendiri akibat tidak mau melaksanakan
perintah ALLAH SWT.
D.
Harus mengerti yang menyembah & yang
disembah
Saat
diri kita mendirikan SHALAT berarti pada saat itu kita sedang berkomunikasi
dengan ALLAH SWT atau, pada saat itu kita sedang menghadap ALLAH SWT. Jika ini adalah pengertian dasar dari SHALAT
yang hendak kita dirikan berarti pada saat diri kita SHALAT kita tidak bisa
mensejajarkan diri dengan ALLAH SWT. Hal ini dikarenakan posisi diri
kita dengan posisi ALLAH SWT tidaklah sama kedudukannya. Untuk itu ketahuilah
terlebih dahulu sebelum diri kita mendirikan SHALAT, yaitu saat diri kita
melaksanakan perintah mendirikan SHALAT berarti kita sedang melaksanakan
ketentuan ALLAH SWT yang berlaku di muka bumi ini dikarenakan ALLAH SWT adalah
pencipta dan pemilik dari langit dan bumi. Adanya kondisi ini terlihat dengan
jelas siapakah diri kita yang sebenarnya dan siapakah ALLAH SWT yang
sebenarnya? Berdasarkan Surat Al Hasyr
(59) ayat 21-22-23-24 dikemukakan bahwa ALLAH SWT selain pencipta dan
pemilik dari langit dan bumi. ALLAH SWT juga Yang Maha Pemurah lagi Maha
Penyayang, Yang Maha Suci, Yang Maha
Sejahtera, Yang Mengaruniakan Keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha
Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki Segala Keagungan, Yang Menciptakan,
Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Yang mempunyai Asmaul Husna serta
bertasbih kepadanya apa yang di langit dan bumi. Jika ini adalah kondisi dasar
ALLAH SWT, lalu bagaimanakah dengan kondisi dasar kita?
kalau
Sekiranya Kami turunkan Al-Quran ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan
melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan ketakutannya kepada Allah. dan perumpamaan-perumpamaan
itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir.
Dialah Allah
yang tiada Tuhan selain Dia, yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Dia-lah
Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
Dialah Allah
yang tiada Tuhan selain Dia, Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang
Mengaruniakan Keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha
Kuasa, Yang memiliki segala Keagungan, Maha suci Allah dari apa yang mereka
persekutukan.
Dialah Allah
Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang membentuk Rupa, yang mempunyai Asmaul
Husna. bertasbih kepadanya apa yang di langit dan bumi. dan Dialah yang Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana.
(surat
Al Hasyr (59) ayat 21-22-23-24)
Kondisi
dasar diri kita bukanlah apa-apa dibandingkan dengan ALLAH SWT, kita ada karena
diciptakan oleh ALLAH SWT, kita ada di muka bumi karena dijadikan KHALIFAH di
muka bumi oleh ALLAH SWT. Sebagai KHALIFAH yang menumpang di muka bumi
ALLAH SWT, tentu kita harus melaksanakan segala perintah, atau melaksanakan
segala ketentuan yang berlaku di muka bumi jika kita tidak mau diberi predikat
tamu yang tidak tahu diri.
Sekarang
perintah mendirikan SHALAT yang Khusyu’ sudah berlaku di muka bumi berarti jika kita ingin menjadi tamu yang baik, jika
kita ingin menjadi KHALIFAH yang baik, jika kita ingin menjadi perantau yang
sukses di muka bumi, maka kita harus melaksanakan SHALAT yang Khusyu’ di muka
bumi ini. Selanjutnya agar diri kita mampu mendirikan SHALAT dengan khusyu’
berarti kita harus paham dan mengerti terlebih dahulu tentang ALLAH SWT yang
akan kita ajak berkomunikasi, yang akan kita temui saat diri kita mendirikan
SHALAT, yang akan kita hadapi saat diri kita menghadap ALLAH SWT. Sebagai
KHALIFAH di muka bumi sudahkah diri kita memiliki ilmu tentang itu semua? Untuk
itu mari kita renungkan beberapa hal yang akan kami kemukakan di bawah ini
sebagai acuan bagi diri kita yang berkeinginan mendirikan SHALAT dengan
Khusyu’, yaitu :
a. Sekarang bagaimana mungkin kita akan
dapat mendirikan SHALAT yang Khusyu’ jika kita tidak tahu dan tidak mengerti
tentang ALLAH SWT yang akan kita hadapi atau kita tidak tahu ada di mana ALLAH
SWT berada saat diri kita menghadap kepada-Nya?
b. Sekarang bagaimana mungkin kita akan
dapat mendirikan SHALAT yang Khusyu’ jika kita tidak tahu bagaimana cara
berkomunikasi dengan ALLAH SWT atau kita tidak tahu dimana ALLAH SWT berada
yang akan kita ajak berkomunikasi?
c. Sekarang bagaimana mungkin doa kita
akan dikabulkan oleh ALLAH SWT jika kita tidak tahu dimana ALLAH SWT atau
bagaimana kita berdoa dengan baik dan benar melalui SHALAT yang Khusyu’ jika
keberadaan ALLAH SWT tidak pernah kita ketahui keberadaannya?
Sebagai KHALIFAH yang sangat
membutuhkan SHALAT yang Khusyu’, sadarilah kondisi ini sebelum diri kita
mendirikan SHALAT, karena akan sia-sialah SHALAT yang kita dirikan jika kita
tidak pernah tahu siapakah diri kita yang sebenarnya dan siapakah ALLAH SWT
yang sebenarnya, terkecuali jika kita berharap hanya memperoleh hasil berupa
lelah dan payah saja dari SHALAT yang kita dirikan.
E. Paham akan pekerjaan/ucapan/bacaan SHALAT
Di
dalam kehidupan sehari-hari untuk mendapatkan tubuh yang bersih lagi sehat,
atau untuk mendapatkan kesehatan gigi dan gusi maka kita diharuskan untuk mandi
dan gosok gigi dengan baik dan benar. Adanya kondisi ini berarti hanya orang-orang yang paham sajalah, atau
hanya orang yang mengerti tentang kesehatan tubuh serta kesehatan gigi dan gusi
sajalah yang dapat melaksanakan mandi dan gosok gigi dengan baik dan benar. Sekarang
bagaimana dengan SHALAT yang kita dirikan? Jika untuk mendapatkan kesehatan
tubuh serta kesehatan gigi dan gusi memerlukan kondisi seperti itu maka untuk
mendapatkan manfaat, atau merasakan rahasia yang ada di balik perintah SHALAT
yang diperintahkan ALLAH SWT, maka hanya
orang-orang yang paham tentang tujuan SHALAT yang sesungguhnya sajalah serta
orang-orang yang paham tata cara mendirikan SHALAT (termasuk di dalamnya yang
mengerti dan paham tentang bacaan SHALAT) yang sesuai dengan kehendak pemberi
perintah SHALAT sajalah yang mampu mendirikan SHALAT yang Khusyu’. Sebagai
KHALIFAH yang membutuhkan SHALAT yang Khusyu’, sudahkah kita memiliki ilmu
tentang tujuan atau makna yang hakiki dari SHALAT yang sesungguhnya atau sudahkah kita memiliki ilmu tentang tata cara
mendirikan SHALAT yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW sehingga kita
mampu mendirikan SHALAT yang Khusyu’ di setiap SHALAT yang kita dirikan?
Selanjutnya
jika kita memang membutuhkan SHALAT yang Khusyu’ maka jadikan tujuan SHALAT
yang kita dirikan sebagai pedoman dasar sewaktu mendirikan SHALAT. Apa
maksudnya? Jika SHALAT yang kita dirikan kita anggap sebagai sarana bagi
diri kita untuk berkomunikasi dengan ALLAH SWT maka lakukanlah komunikasi itu
sesuai dengan syarat dan ketentuan komunikasi yang berlaku. Dan jika SHALAT
yang kita dirikan kita anggap sebagai sarana bagi diri kita untuk menemui ALLAH
SWT maka penuhilah segala syarat protokoler yang berlaku untuk bertemu dengan
ALLAH SWT. Lalu bacaan SHALAT yang tidak lain adalah Doa yang kita panjatkan
kepada ALLAH SWT maka penuhilah syarat dan ketentuan tentang Doa yang diterima
oleh ALLAH SWT. Setelah itu, ketahuilah bahwa untuk berkomunikasi dengan
ALLAH SWT, atau untuk menemui ALLAH SWT, untuk berdoa kepada ALLAH SWT, tidak bisa dilepaskan dengan bacaan yang ada di dalam SHALAT.
Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam Keadaan
mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri
mesjid) sedang kamu dalam Keadaan junub[301], terkecuali sekedar berlalu saja, hingga
kamu mandi. dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari
tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak
mendapat air, Maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah
mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pema'af lagi Maha Pengampun.
(surat An Nisaa' (4) ayat 43)
[301] Menurut sebahagian ahli tafsir dalam ayat ini
termuat juga larangan untuk bersembahyang bagi orang junub yang belum mandi.
Sesungguhnya
beruntunglah orang-orang yang beriman,
(yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam
sembahyangnya,
(surat
Al Mu'minuun (23) ayat 1-2)
Sekarang mari kita perhatikan
bacaan yang ada pada SHALAT. Bacaan
yang terdapat di dalam SHALAT pada dasarnya dapat dibedakan menjadi 2(dua)
kategori, yaitu sebahagian besar merupakan ungkapan, pengakuan, pengagungan
diri kita kepada ALLAH SWT dan sebagian kecil merupakan doa yang kita panjatkan
kepada ALLAH SWT (yang terdapat di sebagiaan Surat Al Faatihah dan pada bacaan
yang terdapat pada duduk di antara dua sujud) yang kesemuanya adalah Kalam
ALLAH SWT yang telah dikalam yang kemudian kita katakan kembali kepada ALLAH
SWT. Selanjutnya jika kita tidak memiliki ilmu tentang bacaan yang kita baca
saat mendirikan SHALAT maka bagaimana mungkin kita dapat berkomunikasi dengan
ALLAH SWT secara patut dan pantas, atau bagaimana mungkin doa kita yang kita
panjatkan akan dikabulkan oleh ALLAH SWT jika kita tidak paham tentang bacaan
yang kita baca? Apa maksudnya? Berikut ini akan kami kemukakan tentang bacaan
yang terdapat di dalam SHALAT yang intinya harus benar-benar kita perhatikan,
yaitu :
a.
Saat diri kita membaca Doa
Iftitah, bagaimana sebuah pengagungan kepada ALLAH SWT akan diterima atau
sesuai dengan kehendak ALLAH SWT jika saat membaca Doa Iftitah kita laksanakan
mempergunakan “Cara Membaca”, padahal seharusnya mempergunakan “Cara Mengatakan”?
b.
Surat Al Faatihah isinya ada
2(dua) hal yaitu di dalamnya terdapat pengakuan diri kita kepada ALLAH SWT
serta adanya Doa yang kita mohonkan kepada ALLAH SWT. Selanjutnya bagaimana
pengakuan dan doa akan diterima oleh ALLAH SWT jika kita tidak mengetahui cara
untuk mengatakannya serta kita tidak memiliki ilmu yang cukup tentang ALLAH
SWT?
c.
Sudahkah kita mengetahui dan
menyadari bahwa bacaan duduk di antara dua sujud isinya adalah permohonan kita
kepada ALLAH SWT atau apa yang kita baca itu adalah Doa, lalu tahukah kita
bahwa jika kita berdoa kepada ALLAH SWT ada tata caranya, ada syarat dan ketentuannya?
Adanya 3(tiga) kondisi yang kami
kemukakan di atas, menunjukkan kepada diri kita bahwa SHALAT yang Khusyu’
mengharuskan diri kita memiliki Ilmu tentang tata cara SHALAT yang baik dan
benar serta mengharuskan pula kita memiliki ilmu tentang bacaan yang terdapat
di dalam SHALAT agar maksud dan tujuan yang kita baca sesuai dengan kehendak
ALLAH SWT. Selanjutnya sudahkah kita belajar, mempelajari, lalu mempraktekkan
ilmu tentang SHALAT yang sesuai dengan kehendak ALLAH SWT saat diri kita mendirikan
SHALAT?
Selanjutnya berdasarkan apa-apa
yang kami kemukakan di atas, SHALAT
yang Khusyu’ tidak bisa didirikan asal-asalan, SHALAT yang Khusyu’ tidak bisa
didirikan sebatas melaksanakan kewajiban semata. SHALAT yang Khusyu’ baru bisa
kita capai, baru bisa kita nikmati, jika kita memiliki Ilmu yang konprehensif
tentang SHALAT yang sesuai dengan kehendak pemberi perintah mendirikan SHALAT. Lalu setelah memiliki Ilmu tentang SHALAT
yang Khusyu’ apakah secara otomatis kita dapat memperoleh dan merasakan SHALAT
yang Khusyu’? SHALAT
yang Khusyu’ bukanlah turun dari langit begitu saja walaupun kita telah
memiliki Ilmu tentang SHALAT. SHALAT yang Khusyu’ bukanlah
proyek, atau pekerjaan yang bersifat sim salabim. SHALAT yang Khusyu’ harus kita raih melalui usaha dan kerja keras
karena saat diri kita ingin meraih dan merasakan SHALAT yang Khusyu’ maka pada
saat itu pula Syaitan akan berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengganggu
manusia agar jangan sampai mendirikan SHALAT yang Khusyu’.Disinilah
letaknya perjuangan diri kita, di satu sisi kita harus mendirikan SHALAT yang
Khusyu’ di lain sisi gangguan dan godaan dari Syaitan akan terus dilakukan
sepanjang diri kita berusaha untuk Khusyu’ karena jika diri kita mampu
mendirikan SHALAT yang Khusyu’ berarti kita telah mampu mengalahkan Syaitan dan
hal inilah yang tidak dikehendaki oleh Syaitan sang laknatullah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar