Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Selasa, 12 April 2016

CIRI-CIRI ORANG YANG TELAH MERASAKAN SHALAT KHUSYU'



     Hamba ALLAH SWT yang Selalu dirahmati-Nya

Dalam kehidupan sehari-hari, untuk menunjukkan bahwa diri kita sudah melaksanakan mandi dengan baik dan benar, tidak bisa sekedar dikatakan bahwa kita sudah mandi, akan tetapi harus bisa dibuktikan atau mampu kita rasakan manfaatnya secara langsung. Jika tidak berarti ada sesuatu yang salah saat diri kita mandi. Adapun bukti yang harus bisa kita rasakan setelah mandi adalah badan menjadi segar, muka kelihatan cerah, rasa lelah dan letih hilang, keringat hilang, daki hilang serta timbul motivasi baru untuk mengerjakan sesuatu hal. 


Sekarang bagaimana dengan SHALAT yang kita dirikan? Jika mandi saja bisa dibuktikan hasilnya atau bisa dirasakan langsung manfaatnya oleh diri kita, maka hal yang samapun harus terjadi jika kita telah mendirikan SHALAT yaitu kita harus bisa membuktikan hasil dari SHALAT yang kita dirikan atau kita harus bisa merasakan langsung manfaat dari SHALAT yang kita dirikan. Jika hal ini tidak bisa kita buktikan dan rasakan maka dapat dipastikan ada sesuatu yang salah di dalam SHALAT yang kita dirikan.     


Selanjutnya sebagai penutup buku ini, kami akan mengemukakan ciri-ciri orang yang telah mampu mendirikan SHALAT yang Khusyu’ yang sesuai dengan Kehendak pemberi perintah mendirikan SHALAT. Hal ini penting kami kemukakan karena Nabi Muhammad SAW sudah mengemukakan seribu empat ratus tiga puluh dua tahun yang lalu bahwa akan datang suatu masa dimana SHALAT yang didirikan oleh manusia sudah tidak sesuai lagi dengan kehendak pemberi perintah SHALAT. Manusia hanya mampu mendirikan SHALAT sebatas kewajiban belaka atau SHALAT hanya dikerjakan sebatas proses ritual belaka sehingga rasa mendirikan SHALAT tidak pernah dirasakan oleh yang mendirikan SHALAT.



Akan datang satu masa atas manusia, dimana mereka shalat padahal sebenarnya mereka tidak shalat.
(HR Ahmad)


Banyak orang yang mendirikan Shalat, sementara ia hanya mendapatkan rasa lelah dan payah.
(HR Abu Dawud)


Akan datang pada suatu masa, orang yang mengerjakan Shalat tetapi mereka belum merasakan Shalat.
(HR Ahmad)


 Kececeran yang pertama akan kamu alami dari agamamu ialah amanat, dan kececeran yang terakhir ialah Shalat. Dan sesungguhnya (akan terjadi) orang yang melakukan Shalat sedang mereka tidak berakhlak.
(HR Ahmad, Abu Dawud dan Ibnu Majah)



Adanya kekhawatiran Nabi MUHAMMAD SAW di atas,  tentunya harus kita jadikan pedoman saat diri kita mendirikan SHALAT, atau jangan sampai diri kita mengalami hal-hal seperti yang dikemukakan di dalam Hadits di atas. Sebagai KHALIFAH di muka bumi, tentu kita berharap mampu mendirikan SHALAT yang sesuai dengan kehendak pemberi perintah mendirikan SHALAT di setiap SHALAT yang kita dirikan baik SHALAT Wajib maupun SHALAT Sunnah, walaupun Syaitan terus dan terus menggoda diri kita tanpa henti. 


Berikut ini akan kami kemukakan ciri, atau tampilan dari manusia yang telah mampu merasakan nikmatnya bertuhankan kepada ALLAH SWT setelah mampu mendirikan SHALAT yang Khusyu’, atau ciri dari manusia yang SHALATnya telah diberi penilaian yang baik oleh ALLAH SWT sehingga ia mampu merasakan kenikmatan bertuhankan kepada ALLAH SWT melalui Af’idah yang diletakkan di dalam Hati Ruhani, dan mudah-mudahan diri kita mampu memperoleh dan mampu merasakan langsung apa-apa yang akan kami kemukakan di bawah ini, yaitu :


A. Bila disebut nama ALLAH SWT gemetar hatinya


Berdasarkan surat Al Hajj (22) ayat 35 di bawah ini, jika diri kita termasuk orang yang mampu mendirikan SHALAT yang sesuai dengan kehendak pemberi perintah mendirikan SHALAT, atau orang yang mampu merasakan langsung nikmatnya bertuhankan kepada ALLAH SWT melalui SHALAT yang Khusyu’, maka bila disebut nama ALLAH SWT kepada diri kita atau jika kita mendengar, atau diperdengarkan nama ALLAH SWT kepada diri kita maka gemetarlah hati kita, tersentuhlah perasaan kita sehingga kita merasa sangat membutuhkan ALLAH SWT, atau kita merasa kecil dihadapan ALLAH SWT. 


Hal ini terjadi karena kita telah paham benar tentang ALLAH SWT, kita telah mengerti dengan benar dimana ALLAH SWT berada, kita telah menjadi orang yang paling tahu, atau kita telah menjadi orang dekat dengan ALLAH SWT. Apa maksudnya?



(yaitu) orang-orang yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, orang-orang yang sabar terhadap apa yang menimpa mereka, orang-orang yang mendirikan sembahyang dan orang-orang yang menafkahkan sebagian dari apa yang telah Kami rezkikan kepada mereka.
(surat Al Hajj (22) ayat 35)


Dalam kehidupan sehari-hari, katakan kita mengenal seseorang yang sangat kita kenal, kemudian karena sesuatu sebab kita berpisah dengannya sekian lama. Lalu pada suatu ketika kita mendengar namanya disebut orang, apa yang kita rasakan saat itu? Setelah mendengar nama orang yang sangat kita kenal tersebut maka tergetarlah hati kita yang kemudian kitapun berusaha untuk mencari tahu dimana ia berada. Kenapa ini bisa terjadi? 


Tergetarnya hati kita ketika disebut namanya karena kita sudah sangat mengenal betul orang tersebut. Sekarang bagaimana jika kita mendengar nama ALLAH SWT disebut orang, apakah hati kita juga akan bergetar? Jika kita termasuk orang yang mampu mendirikan SHALAT yang Khusyu’ berarti kita sudah pasti mengenal siapa ALLAH SWT dan sudah pasti mengenal siapa diri kita sebenarnya. Adanya kondisi ini maka sudah seharusnya jika disebut nama ALLAH SWT kepada diri kita, bergetarlah hati kita. Dan jika hal ini tidak terjadi pada diri kita maka dapat dipastikan SHALAT yang kita dirikan belum sesuai dengan kehendak pemberi perintah mendirikan SHALAT. 


Sekarang apa yang harus kita sikapi dengan kondisi seperti ini, apakah cukup dengan bergetar saja, ataukah harus melakukan suatu perbuatan? Sebagai orang yang telah mampu merasakan nikmatnya bertuhankan kepada ALLAH SWT maka di setiap apa yang kita lihat di muka bumi ini maka harus terbayang oleh kita  bahwa semuanya ada karena diciptakan oleh ALLAH SWT (semuanya adalah Ciptaan ALLAH SWT), yang dilanjutkan dengan memberikan pernyataan bahwa semua yang ada di muka bumi adalah tanda-tanda dari Kebesaran, Kemahaan serta Ilmu ALLAH SWTdan yang terakhir kita harus bisa menyatakan di setiap ciptaan yang ada di muka bumi ini selalu disertai oleh Kebesaran, Kemahaan serta Ilmu  ALLAH SWT. 


Selanjutnya apa yang harus kita lakukan dengan kondisi ini? Jika apa yang kami kemukakan di atas ini telah mampu kita lakukan setelah diri kita mampu mendirikan SHALAT yang sesuai dengan kehendak pemberi perintah mendirikan SHALAT maka kita harus bisa menempatkan dan meletakkan bahwa ALLAH SWT adalah segala-galanya dan selanjutnya kita harus berbuat, bekerja, berkarya, sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh ALLAH SWT. Timbul pertanyaan, apa yang dikehendaki oleh ALLAH SWT? 


Hal yang harus kita perhatikan adalah saat kita berbuat, bekerja dan berkarya maka tidak boleh sekalipun menempatkan dan meletakkan segala yang diciptakan oleh ALLAH SWT, segala tanda-tanda Kebesaran, Kemahaan dan Ilmu dari ALLAH SWT lebih tinggi kedudukannya dibandingkan dengan ALLAH SWT itu sendiri dan lalu kita meminta bantuan kepadanya (maksudnya kita tidak boleh meminta bantuan kepada Ciptaan ALLAH SWT atau meminta bantuan kepada Tanda-Tanda Kebesaran, Kemahaan, dan Ilmu ALLAH SWT karena di luar itu semua masih ada ALLAH SWT). Lalu kepada siapa kita harus meminta pertolongan? Untuk itu kita harus meminta pertolongan langsung hanya kepada  ALLAH SWT melalui Kemahaan, Kebesaran dan Ilmu yang ada pada ALLAH SWT. 


Apa contohnya dan bagaimana caranya? Jika ALLAH SWT memiliki sifat Ilmu maka kita harus bisa membayangkan betapa tingginya Ilmu ALLAH SWT sehingga mampu menciptakan alam semesta ini dan jika saat ini kita juga memiliki Ilmu yang berasal dari ALLAH SWT maka kita harus mempergunakan Ilmu yang berasal dari ALLAH SWT selalu di dalam koridor Nilai-Nilai Kebaikan. 


Dan jika pada saat diri kita berbuat, bekerja dan berkarya mengalami kekurangan Ilmu atau jika kita ingin mencari Ilmu, jangan pernah mencari Ilmu kepada ciptaan ALLAH SWT, atau jangan pernah pula mencari Ilmu kepada Tanda-Tanda Kebesaran dan Kemahaan  ALLAH SWT. Akan tetapi mintalah langsung kepada ALLAH SWT selaku pemilik Ilmu (dan juga Ilmu merupakan salah satu Sifat Ma’ani ALLAH SWT) itu sendiri melalui doa yang kita panjatkan sebelum memulai belajar dengan mengatakan “Ya ALLAH, Tambahi Ilmu, Pertinggi Kecerdasanku, serta berikanlah aku pemahaman yang sesuai dengan Kehendak-Mu’. Demikian seterusnya sesuai dengan sifat Ma’ani ALLAH SWT dan Asmaul Husna. Selanjutnya sudah seperti inikah saat kita berbuat, saat kita bekerja, dan saat kita berkarya setelah mendirikan SHALAT yang Khusyu’? 



B. Setelah SHALAT selalu ingat kepada ALLAH SWT


Berdasarkan surat An Nisaa’ (4) ayat 103 di bawah ini, orang yang mampu merasakan nikmatnya bertuhankan kepada  ALLAH SWT melalui SHALAT yang Khusyu’, maka orang tersebut akan selalu ingat kepada ALLAH SWT dimanapun ia berada, dalam kondisi apapun sehingga ia merasa selalu diawasi oleh ALLAH SWT, atau ia merasa bahwa ALLAH SWT selalu menyertai dirinya di manapun dan kapanpun.



Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. kemudian apabila kamu telah merasa aman, Maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.
(surat An Nisaa' (4) ayat 103)


Di lain sisi, saat diri kita hidup di dunia maka kita diwajibkan untuk bekerja, untuk berkarya dalam rangka untuk menghidupi keluarga. Dan pada saat yang sama atau saat diri kita bekerja dan berkarya maka pada saat itu pula kita tidak bisa menghindar dari adanya Ahwa dan gangguan Syaitan. Adanya pengaruh Ahwa dan Syaitan akan menjadikan apa yang kita kerjakan terpengaruh sehingga berada di dalam koridor Nilai-Nilai Keburukan. 


Sedangkan ALLAH SWT menghendaki diri kita  selalu berada di dalam koridor Nilai-Nilai Kebaikan. Selain daripada itu, berdasarkan surat Al Jumu’ah (62) ayat 10 di bawah ini, kita diperintahkan setelah mendirikan SHALAT untuk bertebaran di muka bumi yang dimiliki oleh ALLAH SWT, dalam rangka bekerja, berkarya, mencari karunia ALLAH SWT dengan catatan kita harus ingat kepada ALLAH SWT sebanyak-banyaknya, jika kita ingin beruntung atau selalu berada di dalam kehendak ALLAH SWT.



apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.
(surat Al Jumu’ah (62) ayat 10)


Adanya dua buah kondisi yang kami kemukakan di atas, maka sangat diperlukan adanya suatu media khusus bagi diri kita agar tidak terombang-ambing diantara koridor Nilai-Nilai Keburukan yang dikehendaki oleh Syaitan dan koridor Nilai-Nilai Kebaikan yang dikehendaki oleh ALLAH SWT. Disinilah letak pentingnya kita mendirikan SHALAT yang diikuti dengan selalu ingat kepada ALLAH SWT


Apa maksudnya? Dengan mendirikan SHALAT yang sesuai dengan kehendak pemberi perintah mendirikan SHALAT maka kita bisa selalu berada di dalam koridor Nilai-Nilai Kebaikan dan dengan ingat kepada ALLAH SWT maka kita bisa terhindar dari godaan Syaitan yang terkutuk selama hayat masih di kandung badan.



Sebagai KHALIFAH yang membutuhkan SHALAT yang Khusyu’ ada hal yang kita perhatikan adalah ingat kepada ALLAH SWT bukanlah sekedar ingat. Akan tetapi ingat kepada ALLAH SWT haruslah ingat yang harus disertai dengan perbuatan yang sesuai dengan yang kita ingat. Katakan jika kita ingat ALLAH SWT adalah Maha Kaya, maka jika kita memiliki kekayaan yang berasal dari ALLAH SWT sudahkah kekayaan yang kita miliki kita pergunakan di dalam kehendak ALLAH SWT, atau sudahkah sebahagian kekayaan yang kita miliki kita keluarkan hak ALLAH SWT kepada orang yang memerlukan, atau sudahkah kekayaan yang kita miliki kita pergunakan untuk membeli tiket masuk Syurga atau jangan sampai kekayaan yang kita miliki justru membawa diri kita ke Neraka Jahannam. 


Selain daripada itu, jika kita termasuk orang yang telah mampu mendirikan SHALAT yang Khusyu’ jangan pernah menjadikan diri kita hanya sebagai penonton, hanya sebagai pengagum, hanya sebagai komentator, dari Kemahaan dan Kebesaran ALLAH SWT. Akan tetapi kita harus aktif memperoleh, aktif untuk mendapatkan, aktif merasakan langsung Kemahaan dan Kebesaran ALLAH SWT yang kesemuanya memang dikhususkan untuk seluruh manusia yang ada di muka bumi ini yang mampu mendirikan SHALAT yang Khusyu’.  


C.     Melakukan SHALAT selama HAYAT dikandung badan


Berdasarkan surat Maryam  (19) ayat 31 di bawah ini, jika kita termasuk orang yang mampu merasakan nikmatnya bertuhankan kepada ALLAH SWT melalui SHALAT yang Khusyu’, maka kita akan mendirikan SHALAT yang telah diperintahkan oleh ALLAH SWT selama hayat masih dikandung badan. Apa maksudnya?



dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup;
(surat Maryam (19) ayat 31)


Seperti kita ketahui bersama bahwa setiap manusia yang hidup di muka bumi ini pasti ia akan beraktifitas. Adanya aktifitas tubuh maka setiap manusia tidak akan bisa melepaskan diri dari adanya keringat, bau badan, ataupun daki yang menempel. Untuk itu kita diharuskan untuk mandi dalam rangka mengatasi keringat, bau badan ataupun daki yang menempel. 


Sampai kapan kita harus mandi? Sepanjang diri kita tidak bisa melepaskan diri dari keringat, bau badan maupun daki yang menempel maka sepanjang itu pula kita harus mandi. Sekarang bagaimana dengan diri kita yang tidak bisa terlepas dari pengaruh buruk Ahwa dan Syaitan? Salah satu cara yang dikehendaki oleh ALLAH SWT untuk melepaskan diri dari pengaruh buruk dari Ahwa dan Syaitan, kita diperintahkan untuk mendirikan SHALAT.


Sekarang sampai kapan kita harus mendirikan SHALAT? Sepanjang diri kita merasa membutuhkan SHALAT guna melepaskan diri dari pengaruh Ahwa dan Syaitan maka sepanjang itu pula kita harus mendirikan SHALAT yang telah diperintahkan oleh ALLAH SWT. Timbul pertanyaan, sampai kapan Ahwa dan Syaitan menggangu diri kita? 


Sepanjang manusia masih terdiri dari Jasmani dan Ruhani maka sepanjang itu pula Ahwa dan Syaitan akan mengganggu diri kita atau sepanjang hayat dikandung badan maka Ahwa dan Syaitan akan mengganggu diri kita. Adanya kondisi seperti ini maka perintah mendirikan SHALAT harus kita laksanakan sepanjang kita hidup di muka bumi ini atau sampai Ruh tiba di kerongkongan. Untuk itu mari kita perhatikan dengan seksama surat Al Baqarah (2) ayat 110, yang kami kemukakan di bawah ini.



dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya pada sisi Allah. Sesungguhnya Alah Maha melihat apa-apa yang kamu kerjakan.
(surat Al Baqarah (2) ayat 110)


Berdasarkan surat Al Baqarah (2) ayat 110 di atas, ALLAH SWT sudah menegaskan kepada diri kita bahwa setiap apa yang kita kerjakan atau setiap kebaikan yang kita usahakan adalah untuk kebaikan diri kita sendiri. 


Adanya penegasan dari pemberi perintah mendirikan SHALAT kepada diri kita berarti sepanjang diri kita membutuhkan SHALAT bagi kepentingan diri kita sendiri maka sepanjang itu pula kita harus bisa melaksanakan perintah mendirikan SHALAT yang sesuai dengan kehendak ALLAH SWT. Demikian pula sebaliknya, jika kita sudah tidak memiliki kepentingan lagi dengan segala kebaikan yang ada di balik perintah mendirikan SHALAT maka kita dipersilahkan oleh ALLAH SWT untuk tidak mendirikan SHALAT. Inilah demokratisnya ALLAH SWT kepada manusia.   


D. Selalu  mengingatkan  orang  lain untuk mendirikan SHALAT


Berdasarkan surat Luqman (31) ayat 17 di bawah ini, jika kita termasuk orang yang mampu merasakan nikmatnya bertuhankan kepada ALLAH SWT melalui SHALAT yang Khusyu’, maka kita akan selalu mengingatkan orang lain agar selalu mendirikan SHALAT yang telah diperintahkan oleh ALLAH SWT tanpa henti-hentinya, atau tanpa ada rasa bosan. Timbul pertanyaan, siapakah yang terlebih dahulu, atau yang harus didahulukan untuk di-ingatkan agar selalu mendirikan SHALAT yang telah diperintahkan oleh ALLAH SWT?


Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).
(surat Luqman (31) ayat 17)


dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezki kepadamu, kamilah yang memberi rezki kepadamu. dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.
(surat Thaahaa (20) ayat 132)



Berdasarkan surat Luqman (31) ayat 17 dan surat Thaahaa (20) ayat 132 di atas ini, yang harus selalu kita ingatkan tanpa bosan-bosannya untuk selalu mendirikan SHALAT yang sesuai dengan kehendak pemberi perintah mendirikan SHALAT adalah anak dan keturunan kita sendiri, atau kepada keluarga kita sendiri seperti suami, istri, adik, kakak, orang tua, atau mertua. Selanjutnya apakah hanya kepada keluarga terdekat saja kita mengingatkan mereka agar selalu mendirikan SHALAT?


 dan ia menyuruh ahlinya[906] untuk bersembahyang dan menunaikan zakat, dan ia adalah seorang yang diridhai di sisi Tuhannya.
(surat Maryam (19) ayat 55)

[906] Sebagian ahli tafsir berpendapat bahwa yang dimaksud dengan ahlinya ialah umatnya.


Berdasarkan surat Maryam (19) ayat 55 di atas, kita juga memiliki kewajiban untuk selalu mengingatkan masyarakat, mengingatkan umat, mengingatkan khalayak, yang merasa telah beragama Islam, untuk selalu mendirikan SHALAT yang telah diperintahkan oleh ALLAH SWT dengan baik dan benar, kapanpun dan dimanapun serta dalam kondisi apapun.


E. Segala urusannya diselesaikan dengan Tawakkal


Berdasarkan surat Asy Syuura (42) ayat 36 di bawah ini, jika diri kita termasuk orang yang mampu merasakan nikmatnya bertuhankan kepada ALLAH SWT melalui SHALAT yang Khusyu’, maka kita akan selalu bertawakkal kepada ALLAH SWT dengan selalu melibatkan ALLAH SWT untuk membantu diri kita di dalam menyelesaikan segala persoalan yang kita hadapi saat menjadi KHALIFAH di muka bumi. Apa maksudnya?


Maka sesuatu yang diberikan kepadamu, itu adalah kenikmatan hidup di dunia; dan yang ada pada sisi Allah lebih baik dan lebih kekal bagi orang-orang yang beriman, dan hanya kepada Tuhan mereka, mereka bertawakkal.
(surat Asy Syuura (42) ayat 36)


Katakan diri kita bekerja di suatu perusahaan, lalu kita ditempatkan di kantor cabang. Setelah bekerja di kantor cabang, terjadilan suatu permasalahan yang sangat serius di kantor cabang. Sekarang apa jadinya jika persoalan yang dihadapi oleh kantor cabang tidak dilaporkan ke kantor pusat? Sepanjang kantor cabang tidak mau melaporkan ke kantor pusat maka segala resiko yang timbul menjadi tanggung jawab kantor cabang. Akan tetapi jika kantor cabang mau melapor ke kantor pusat maka kantor pusat akan turun tangan membantu kantor cabang, kantor pusat bisa mengambil alih persoalan yang dihadapi oleh kantor cabang atau kantor pusat tidak tinggal diam dengan persoalan kantor cabang. 


Sekarang bagaimana dengan diri kita yang telah dijadikan oleh ALLAH SWT sebagai KHALIFAH di muka bumi mengalami persoalan hidup? Sepanjang diri kita mau melaporkan minimal 5(lima) kali dalam sehari semalam, apa yang kita hadapi kepada ALLAH SWT maka ALLAH SWT pun akan membantu diri kita, ALLAH SWT akan turun tangan membantu diri kita, ALLAH SWT akan mengambil alih persoalan yang kita hadapi. Sekarang apa jadinya jika kita tidak mau melaporkan segala persoalan yang kita hadapi kepada ALLAH SWT?


Jika kita tidak mau melaporkan segala persoalan yang kita hadapi berarti kita tidak membutuhkan ALLAH SWT lagi atau kita telah mampu menghadapi segala persoalan seorang diri atau kita sudah merasa lebih jago dibandingkan ALLAH SWT karena kita telah siap menanggung segala resiko dari persoalan hidup yang kita hadapi seorang diri. 


Selanjutnya bagaimana jika persoalan yang kita hadapi bukan kita laporkan kepada ALLAH SWT, akan tetapi kepada paranormal, kepada orang pintar? Jika hal ini sampai kita lakukan berarti kita sendiri telah memutuskan hubungan tanggung jawab antara pencipta dengan ciptaannya atau kita sudah tidak membutuhkan lagi tanggung jawab ALLAH SWT selaku pencipta kepada diri kita, selaku ciptaannya serta kita sudah menempatkan paranormal, orang pintar lebih hebat dibandingkan ALLAH SWT selaku pencipta, pemilik dari alam semesta ini. Untuk itu bersiap-siaplah untuk  mempertanggungjawabkan apa-apa yang telah kita lakukan dihadapan ALLAH SWT kelak.


Selanjutnya mari kita perhatikan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad berikut ini dimana Nabi Muhammad SAW selaku pemberi contoh mendirikan SHALAT sudah mencontohkan kepada diri kita agar mengerjakan SHALAT jika kita menghadapi suatu dilema atau suatu persoalan. Jika ini yang dicontohkan oleh Nabi Muhamnad SAW, sudahkah kita mencontoh apa yang telah dicontohkan Nabi Muhammad SAW saat diri kita menghadapi suatu persoalan?



Rasulullah SAW bila menghadapi suatu dilema (situasi yang sukar dan membingungkan) beliau Shalat.
(HR Ahmad)


Selain daripada itu, masih berdasarkan surat Asy Syuura (42) ayat 36, orang yang mampu mendirikan SHALAT yang Khusyu’ akan lebih mendahulukan kepentingan untuk kehidupan akhirat dibandingkan dengan kepentingan untuk kehidupan dunia. (maksudnya kehidupan dunia yang saat ini dilaksanakannya mampu dijadikan alat bantu untuk menggapai kebahagiaan hidup di akhirat kelak atau kehidupan dunia yang dijalani saat ini dapat dijadikan alat bantu untuk membeli tiket masuk ke Syurga). Sedangkan berdasarkan surat Asy Syuura (42) ayat 37 di bawah ini, masih ada ciri dari orang yang mampu mendirikan SHALAT yang Khusyu’, Apakah itu?



dan (bagi) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan- perbuatan keji, dan apabila mereka marah mereka memberi maaf.
(surat Asy Syuura (42) ayat 37)



Ciri lain dari orang yang mampu mendirikan SHALAT yang Khusyu’ adalah mampu menjauhi dosa besar seperti Syirik dan Musyrik, mampu tidak melakukan perbuatan keji serta mau memberikan pintu maaf kepada sesama manusia. Sebagai KHALIFAH di muka bumi yang membutuhkan SHALAT, mudah-mudahan kita mampu melaksanakan hal yang kami kemukakan di atas dengan sebaik mungkin.



F. Selalu  menjadi  pemimpin Umat, atau Berguna Bagi Masyrakat Banyak


Berdasarkan surat Al A’raaf (7) ayat 170 di bawah ini, jika kita mampu mendirikan SHALAT sesuai dengan kehendak pemberi perintah mendirikan SHALAT, akan  dapat menghantarkan diri kita menjadi pemimpin yang berguna bagi masyarakat luas, akan menjadikan diri kita sebagai tokoh yang terpandang di masyarakat karena mampu berbuat kebaikan yang dapat dirasakan langsung manfaatnya oleh masyarakat, masyarakat merasa terbantu karena hasil karya kita, masyarakat merasa aman dan nyaman karena keberadaan diri kita.



dan orang-orang yang berpegang teguh dengan Al kitab (Taurat) serta mendirikan shalat, (akan diberi pahala) karena Sesungguhnya Kami tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang Mengadakan perbaikan.
(surat Al A'raaf (7) ayat 170)


Hal yang tidak akan mungkin terjadi jika kita mampu mendirikan SHALAT yang sesuai dengan kehendak pemberi perintah mendirikan SHALAT adalah menjadikan diri kita sebagai pelaku kejahatan, menjadikan kita sebagai biang keributan, menjadikan kita sebagai biang keonaran, menjadikan kita sebagai otak di balik kejahatan, atau masyarakat menjadi teraniaya oleh sebab perbuatan diri kita. 


Hal ini karena orang yang mampu mendirikan SHALAT yang sesuai dengan kehendak ALLAH SWT akan selalu berada dan selalu berbuat di dalam koridor Nilai-Nilai Kebaikan dan jika sampai terjadi berarti kita belum mampu melaksanakan perintah mendirikan SHALAT yang sesuai kehendak ALLAH SWT (dalam hal ini mencegah perbuatan keji dan mungkar). 



Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami dan telah Kami wahyukan kepada, mereka mengerjakan kebajikan, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan hanya kepada kamilah mereka selalu menyembah,
(surat Al Anbiyaa' (21) ayat 73)


Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah).
dan Barangsiapa mengambil Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, Maka Sesungguhnya pengikut (agama) Allah[423] Itulah yang pasti menang.
(surat Al Maa-idah (5) ayat 55-56)

[423] Yaitu: orang-orang yang menjadikan Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman sebagai penolongnya.



Selain daripada itu, jika kita mampu mendirikan SHALAT yang sesuai dengan kehendak pemberi perintah mendirikan SHALAT  dapat dipastikan kita selalu memiliki keinginan untuk menolong sesama manusia, selalu ingin berbagi kepada sesama, tidak pelit di dalam berbagi ilmu maupun kesenangan, selalu ingin berbuat kebaikan lebih baik dan lebih baik lagi dari waktu ke waktu.  



Hamba ALLAH SWT, masih ada beberapa ciri dari orang yang mampu mendirikan SHALAT yang sesuai dengan kehendak pemberi perintah mendirikan SHALAT, atau seperti inilah cirri-ciri orang  yang telah mampu mendirikan shalat khusyu’ dari waktu ke waktu, yaitu :


a.      Selalu ingin menjadi ahli Masjid, atau menjadi orang yang selalu memakmurkan Masjid.

b.   Hidupnya selalu dalam bakti dan selalu memperhatikan sesama manusia atau tidak berat tangan saat berbuat kebaikan.

c.     Tidak resah dan gelisah, karena selalu merasa dekat dengan ALLAH SWT.

d.   Tidak mau menjelek-jelekkan orang lain atau mencaci orang lain karena di balik orang yang dijelek-jelekkan atau yang dicaci di sana ada ALLAH SWT.

e.  Tidak pernah mengatakan atau mengaku-ngaku dirinya suci atau dirinya lebih tinggi dan mengatakan orang lain kotor, kafir, sehingga merendahkan atau menyepelekan orang lain.

f.      Tidak pernah membanggakan amal atau riya dengan amal agar  dilihat, dihargai orang lain serta tidak suka membangkit-bangkit amal kebaikan.

g.    Tidak mau berbisik-bisik sedangkan ada orang lain yang tidak di ajak ikut serta dalam suatu urusan.

h.      Tidak mau bersikap Takabur (sombong) kepada orang lain,  ingat setiap manusia itu ada kelebihan dan kekurangannya, carilah kelebihannya.

i.      Tidak pernah berkata-kata kasar dalam suatu majelis atau tidak pernah merobek-robek pribadi orang lain dengan mulut.

j.        Menyayangi orang lain sebagaimana menyayangi diri sendiri.


Sebagai KHALIFAH di muka bumi yang berkeinginan untuk pulang kampung ke Syurga, tidak ada jalan lain bagi kita untuk selalu  menjaga, memelihara diri kita agar selalu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh ALLAH SWT, terkecuali jika diri kita berketetapan hati untuk pulang ke Neraka Jahannam maka silahkan lakukan perbuatan-perbuatan dosa yang akan mengakibatkan diri kita sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh Syaitan sang Laknatullah. 


Untuk itu jangan pernah salahkan pemberi perintah mendirikan SHALAT jika kita tidak pernah merasakan apa yang dinamakan nikmatnya bertuhankan kepada ALLAH SWT. Sekarang tergantung diri kita mau mendirikan SHALAT yang sesuai dengan kehendak ALLAH SWT ataukah tidak mau mendirikan SHALAT yang sesuai dengan kehendak ALLAH SWT. 


Ingat, ALLAH SWT tidak butuh dengan SHALAT yang kita dirikan, akan tetapi diri kitalah yang membutuhkan SHALAT serta ingat pula bahwa segala resiko yang timbul akibat diri kita tidak mau mendirikan SHALAT tidak akan bisa ditebus dengan apapun juga, tidak bisa diganti dengan apapun juga. Jika ini yang terjadi pada diri kita siap-siaplah mempertanggungjawabkan segala perbuatan yang kita lakukan di hadapan ALLAH SWT kelak.


Sebagai penutup buku, ada satu pernyataan yang akan kami tanyakan kepada pembaca buku ini, yaitu sebagai KHALIFAH yang sangat membutuhkan SHALAT bertanyalah kepada diri sendiri sudahkah kita mampu melaksanakan perintah mendirikan SHALAT yang sesuai dengan kehendak pemberi perintah mendirikan SHALAT, sehingga kita mampu merasakan nikmatnya bertuhankan ALLAH SWT? 


Jawablah pertanyaan ini dengan sejujur-jujurnya sebab dari sinilah kita akan tahu seberapa baik kualitas dari diri kita sendiri. Jika jawaban pernyataan ini kita belum mampu mendirikan SHALAT yang dikehendaki oleh ALLAH SWT berarti SHALAT yang kita dirikan ada yang salah. Hal ini dikarenakan perintah mendirikan SHALAT yang asalnya dari ALLAH SWT tidak akan pernah SALAH sampai hari kiamat kelak, dan yang salah adalah diri kita sendiri yang tidak mampu melaksanakan apa yang dikehendaki oleh ALLAH SWT.


Semoga tulisan ini  bermanfaat bagi dari kita, bagi anak keturunan kita dan juga bagi generasi yang datang kemudian hari. Amien.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar