Hamba
ALLAH SWT yang Selalu dirahmati-Nya
Dalam kehidupan sehari-hari, untuk menunjukkan bahwa diri kita sudah melaksanakan mandi dengan baik dan benar, tidak bisa sekedar dikatakan bahwa kita sudah mandi, akan tetapi harus bisa dibuktikan atau mampu kita rasakan manfaatnya secara langsung. Jika tidak berarti ada sesuatu yang salah saat diri kita mandi. Adapun bukti yang harus bisa kita rasakan setelah mandi adalah badan menjadi segar, muka kelihatan cerah, rasa lelah dan letih hilang, keringat hilang, daki hilang serta timbul motivasi baru untuk mengerjakan sesuatu hal.
Sekarang bagaimana dengan SHALAT yang kita dirikan? Jika mandi saja bisa dibuktikan hasilnya atau bisa dirasakan langsung manfaatnya oleh diri kita, maka hal yang samapun harus terjadi jika kita telah mendirikan SHALAT yaitu kita harus bisa membuktikan hasil dari SHALAT yang kita dirikan atau kita harus bisa merasakan langsung manfaat dari SHALAT yang kita dirikan. Jika hal ini tidak bisa kita buktikan dan rasakan maka dapat dipastikan ada sesuatu yang salah di dalam SHALAT yang kita dirikan.
Selanjutnya
sebagai penutup buku ini, kami akan mengemukakan ciri-ciri orang yang telah
mampu mendirikan SHALAT yang Khusyu’ yang sesuai dengan Kehendak pemberi
perintah mendirikan SHALAT. Hal ini penting kami kemukakan karena Nabi
Muhammad SAW sudah mengemukakan seribu empat ratus tiga puluh dua tahun yang
lalu bahwa akan datang suatu masa dimana SHALAT yang didirikan oleh manusia
sudah tidak sesuai lagi dengan kehendak pemberi perintah SHALAT. Manusia
hanya mampu mendirikan SHALAT sebatas kewajiban belaka atau SHALAT hanya
dikerjakan sebatas proses ritual belaka sehingga rasa mendirikan SHALAT tidak
pernah dirasakan oleh yang mendirikan SHALAT.
Akan datang
satu masa atas manusia, dimana mereka shalat padahal sebenarnya mereka tidak
shalat.
(HR Ahmad)
Banyak orang
yang mendirikan Shalat, sementara ia hanya mendapatkan rasa lelah dan payah.
(HR Abu Dawud)
Akan datang
pada suatu masa, orang yang mengerjakan Shalat tetapi mereka belum merasakan
Shalat.
(HR Ahmad)
Kececeran
yang pertama akan kamu alami dari agamamu ialah amanat, dan kececeran yang
terakhir ialah Shalat. Dan sesungguhnya (akan terjadi) orang yang melakukan
Shalat sedang mereka tidak berakhlak.
(HR Ahmad, Abu Dawud dan Ibnu Majah)
Adanya kekhawatiran
Nabi MUHAMMAD SAW di atas, tentunya
harus kita jadikan pedoman saat diri kita mendirikan SHALAT, atau jangan sampai
diri kita mengalami hal-hal seperti yang dikemukakan di dalam Hadits di atas. Sebagai
KHALIFAH di muka bumi, tentu kita berharap mampu mendirikan SHALAT yang sesuai
dengan kehendak pemberi perintah mendirikan SHALAT di setiap SHALAT yang kita
dirikan baik SHALAT Wajib maupun SHALAT Sunnah, walaupun Syaitan terus dan
terus menggoda diri kita tanpa henti.
Berikut ini akan kami kemukakan ciri, atau tampilan dari manusia yang telah mampu merasakan nikmatnya bertuhankan kepada ALLAH SWT setelah mampu mendirikan SHALAT yang Khusyu’, atau ciri dari manusia yang SHALATnya telah diberi penilaian yang baik oleh ALLAH SWT sehingga ia mampu merasakan kenikmatan bertuhankan kepada ALLAH SWT melalui Af’idah yang diletakkan di dalam Hati Ruhani, dan mudah-mudahan diri kita mampu memperoleh dan mampu merasakan langsung apa-apa yang akan kami kemukakan di bawah ini, yaitu :
Berikut ini akan kami kemukakan ciri, atau tampilan dari manusia yang telah mampu merasakan nikmatnya bertuhankan kepada ALLAH SWT setelah mampu mendirikan SHALAT yang Khusyu’, atau ciri dari manusia yang SHALATnya telah diberi penilaian yang baik oleh ALLAH SWT sehingga ia mampu merasakan kenikmatan bertuhankan kepada ALLAH SWT melalui Af’idah yang diletakkan di dalam Hati Ruhani, dan mudah-mudahan diri kita mampu memperoleh dan mampu merasakan langsung apa-apa yang akan kami kemukakan di bawah ini, yaitu :
A.
Bila disebut nama ALLAH SWT gemetar hatinya
Berdasarkan
surat Al Hajj (22) ayat 35 di bawah ini, jika diri kita termasuk orang yang
mampu mendirikan SHALAT yang sesuai dengan kehendak pemberi perintah mendirikan
SHALAT, atau orang yang mampu merasakan langsung nikmatnya bertuhankan kepada
ALLAH SWT melalui SHALAT yang Khusyu’, maka bila disebut nama ALLAH SWT kepada
diri kita atau jika kita mendengar, atau diperdengarkan nama ALLAH SWT kepada
diri kita maka gemetarlah hati kita, tersentuhlah perasaan kita sehingga kita
merasa sangat membutuhkan ALLAH SWT, atau kita merasa kecil dihadapan ALLAH
SWT.
Hal ini terjadi karena kita telah paham benar tentang ALLAH SWT, kita telah mengerti dengan benar dimana ALLAH SWT berada, kita telah menjadi orang yang paling tahu, atau kita telah menjadi orang dekat dengan ALLAH SWT. Apa maksudnya?
Hal ini terjadi karena kita telah paham benar tentang ALLAH SWT, kita telah mengerti dengan benar dimana ALLAH SWT berada, kita telah menjadi orang yang paling tahu, atau kita telah menjadi orang dekat dengan ALLAH SWT. Apa maksudnya?
(yaitu) orang-orang yang apabila disebut nama Allah
gemetarlah hati mereka, orang-orang yang sabar terhadap apa yang menimpa
mereka, orang-orang yang mendirikan sembahyang dan orang-orang yang menafkahkan
sebagian dari apa yang telah Kami rezkikan kepada mereka.
(surat
Al Hajj (22) ayat 35)
Dalam
kehidupan sehari-hari, katakan kita mengenal seseorang yang sangat kita kenal,
kemudian karena sesuatu sebab kita berpisah dengannya sekian lama. Lalu pada
suatu ketika kita mendengar namanya disebut orang, apa yang kita rasakan saat
itu? Setelah mendengar nama orang yang sangat kita kenal tersebut maka
tergetarlah hati kita yang kemudian kitapun berusaha untuk mencari tahu dimana
ia berada. Kenapa ini bisa terjadi?
Tergetarnya hati kita ketika disebut namanya karena kita sudah sangat mengenal betul orang tersebut. Sekarang bagaimana jika kita mendengar nama ALLAH SWT disebut orang, apakah hati kita juga akan bergetar? Jika kita termasuk orang yang mampu mendirikan SHALAT yang Khusyu’ berarti kita sudah pasti mengenal siapa ALLAH SWT dan sudah pasti mengenal siapa diri kita sebenarnya. Adanya kondisi ini maka sudah seharusnya jika disebut nama ALLAH SWT kepada diri kita, bergetarlah hati kita. Dan jika hal ini tidak terjadi pada diri kita maka dapat dipastikan SHALAT yang kita dirikan belum sesuai dengan kehendak pemberi perintah mendirikan SHALAT.
Tergetarnya hati kita ketika disebut namanya karena kita sudah sangat mengenal betul orang tersebut. Sekarang bagaimana jika kita mendengar nama ALLAH SWT disebut orang, apakah hati kita juga akan bergetar? Jika kita termasuk orang yang mampu mendirikan SHALAT yang Khusyu’ berarti kita sudah pasti mengenal siapa ALLAH SWT dan sudah pasti mengenal siapa diri kita sebenarnya. Adanya kondisi ini maka sudah seharusnya jika disebut nama ALLAH SWT kepada diri kita, bergetarlah hati kita. Dan jika hal ini tidak terjadi pada diri kita maka dapat dipastikan SHALAT yang kita dirikan belum sesuai dengan kehendak pemberi perintah mendirikan SHALAT.
Sekarang
apa yang harus kita sikapi dengan kondisi seperti ini, apakah cukup dengan
bergetar saja, ataukah harus melakukan suatu perbuatan? Sebagai orang yang
telah mampu merasakan nikmatnya bertuhankan kepada ALLAH SWT maka di setiap apa
yang kita lihat di muka bumi ini maka harus terbayang oleh kita bahwa semuanya ada karena diciptakan oleh
ALLAH SWT (semuanya adalah Ciptaan ALLAH SWT), yang dilanjutkan dengan memberikan
pernyataan bahwa semua yang ada di muka bumi adalah tanda-tanda dari Kebesaran,
Kemahaan serta Ilmu ALLAH SWTdan yang terakhir kita harus bisa menyatakan di setiap ciptaan yang ada di muka bumi ini selalu disertai oleh Kebesaran, Kemahaan serta Ilmu ALLAH SWT.
Selanjutnya apa yang harus kita lakukan dengan kondisi ini? Jika apa yang kami kemukakan di atas ini telah mampu kita lakukan setelah diri kita mampu mendirikan SHALAT yang sesuai dengan kehendak pemberi perintah mendirikan SHALAT maka kita harus bisa menempatkan dan meletakkan bahwa ALLAH SWT adalah segala-galanya dan selanjutnya kita harus berbuat, bekerja, berkarya, sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh ALLAH SWT. Timbul pertanyaan, apa yang dikehendaki oleh ALLAH SWT?
Hal yang harus kita perhatikan adalah saat kita berbuat, bekerja dan berkarya maka tidak boleh sekalipun menempatkan dan meletakkan segala yang diciptakan oleh ALLAH SWT, segala tanda-tanda Kebesaran, Kemahaan dan Ilmu dari ALLAH SWT lebih tinggi kedudukannya dibandingkan dengan ALLAH SWT itu sendiri dan lalu kita meminta bantuan kepadanya (maksudnya kita tidak boleh meminta bantuan kepada Ciptaan ALLAH SWT atau meminta bantuan kepada Tanda-Tanda Kebesaran, Kemahaan, dan Ilmu ALLAH SWT karena di luar itu semua masih ada ALLAH SWT). Lalu kepada siapa kita harus meminta pertolongan? Untuk itu kita harus meminta pertolongan langsung hanya kepada ALLAH SWT melalui Kemahaan, Kebesaran dan Ilmu yang ada pada ALLAH SWT.
Selanjutnya apa yang harus kita lakukan dengan kondisi ini? Jika apa yang kami kemukakan di atas ini telah mampu kita lakukan setelah diri kita mampu mendirikan SHALAT yang sesuai dengan kehendak pemberi perintah mendirikan SHALAT maka kita harus bisa menempatkan dan meletakkan bahwa ALLAH SWT adalah segala-galanya dan selanjutnya kita harus berbuat, bekerja, berkarya, sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh ALLAH SWT. Timbul pertanyaan, apa yang dikehendaki oleh ALLAH SWT?
Hal yang harus kita perhatikan adalah saat kita berbuat, bekerja dan berkarya maka tidak boleh sekalipun menempatkan dan meletakkan segala yang diciptakan oleh ALLAH SWT, segala tanda-tanda Kebesaran, Kemahaan dan Ilmu dari ALLAH SWT lebih tinggi kedudukannya dibandingkan dengan ALLAH SWT itu sendiri dan lalu kita meminta bantuan kepadanya (maksudnya kita tidak boleh meminta bantuan kepada Ciptaan ALLAH SWT atau meminta bantuan kepada Tanda-Tanda Kebesaran, Kemahaan, dan Ilmu ALLAH SWT karena di luar itu semua masih ada ALLAH SWT). Lalu kepada siapa kita harus meminta pertolongan? Untuk itu kita harus meminta pertolongan langsung hanya kepada ALLAH SWT melalui Kemahaan, Kebesaran dan Ilmu yang ada pada ALLAH SWT.
Apa
contohnya dan bagaimana caranya? Jika ALLAH SWT memiliki sifat Ilmu maka kita
harus bisa membayangkan betapa tingginya Ilmu ALLAH SWT sehingga mampu
menciptakan alam semesta ini dan jika saat ini kita juga memiliki Ilmu yang
berasal dari ALLAH SWT maka kita harus mempergunakan Ilmu yang berasal dari
ALLAH SWT selalu di dalam koridor Nilai-Nilai Kebaikan.
Dan jika pada saat diri kita berbuat, bekerja dan berkarya mengalami kekurangan Ilmu atau jika kita ingin mencari Ilmu, jangan pernah mencari Ilmu kepada ciptaan ALLAH SWT, atau jangan pernah pula mencari Ilmu kepada Tanda-Tanda Kebesaran dan Kemahaan ALLAH SWT. Akan tetapi mintalah langsung kepada ALLAH SWT selaku pemilik Ilmu (dan juga Ilmu merupakan salah satu Sifat Ma’ani ALLAH SWT) itu sendiri melalui doa yang kita panjatkan sebelum memulai belajar dengan mengatakan “Ya ALLAH, Tambahi Ilmu, Pertinggi Kecerdasanku, serta berikanlah aku pemahaman yang sesuai dengan Kehendak-Mu’. Demikian seterusnya sesuai dengan sifat Ma’ani ALLAH SWT dan Asmaul Husna. Selanjutnya sudah seperti inikah saat kita berbuat, saat kita bekerja, dan saat kita berkarya setelah mendirikan SHALAT yang Khusyu’?
Dan jika pada saat diri kita berbuat, bekerja dan berkarya mengalami kekurangan Ilmu atau jika kita ingin mencari Ilmu, jangan pernah mencari Ilmu kepada ciptaan ALLAH SWT, atau jangan pernah pula mencari Ilmu kepada Tanda-Tanda Kebesaran dan Kemahaan ALLAH SWT. Akan tetapi mintalah langsung kepada ALLAH SWT selaku pemilik Ilmu (dan juga Ilmu merupakan salah satu Sifat Ma’ani ALLAH SWT) itu sendiri melalui doa yang kita panjatkan sebelum memulai belajar dengan mengatakan “Ya ALLAH, Tambahi Ilmu, Pertinggi Kecerdasanku, serta berikanlah aku pemahaman yang sesuai dengan Kehendak-Mu’. Demikian seterusnya sesuai dengan sifat Ma’ani ALLAH SWT dan Asmaul Husna. Selanjutnya sudah seperti inikah saat kita berbuat, saat kita bekerja, dan saat kita berkarya setelah mendirikan SHALAT yang Khusyu’?
B. Setelah SHALAT selalu ingat
kepada ALLAH SWT
Berdasarkan
surat An Nisaa’ (4) ayat 103 di bawah ini, orang yang mampu merasakan nikmatnya
bertuhankan kepada ALLAH SWT melalui
SHALAT yang Khusyu’, maka orang tersebut akan selalu ingat kepada ALLAH SWT
dimanapun ia berada, dalam kondisi apapun sehingga ia merasa selalu diawasi
oleh ALLAH SWT, atau ia merasa bahwa ALLAH SWT selalu menyertai dirinya di
manapun dan kapanpun.
Maka apabila
kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu
duduk dan di waktu berbaring. kemudian apabila kamu telah merasa aman, Maka
dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah
fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.
(surat
An Nisaa' (4) ayat 103)
Di
lain sisi, saat diri kita hidup di dunia maka kita diwajibkan untuk bekerja,
untuk berkarya dalam rangka untuk menghidupi keluarga. Dan pada saat yang
sama atau saat diri kita bekerja dan berkarya maka pada saat itu pula kita
tidak bisa menghindar dari adanya Ahwa dan gangguan Syaitan. Adanya pengaruh
Ahwa dan Syaitan akan menjadikan apa yang kita kerjakan terpengaruh sehingga
berada di dalam koridor Nilai-Nilai Keburukan.
Sedangkan ALLAH SWT menghendaki diri kita selalu berada di dalam koridor Nilai-Nilai Kebaikan. Selain daripada itu, berdasarkan surat Al Jumu’ah (62) ayat 10 di bawah ini, kita diperintahkan setelah mendirikan SHALAT untuk bertebaran di muka bumi yang dimiliki oleh ALLAH SWT, dalam rangka bekerja, berkarya, mencari karunia ALLAH SWT dengan catatan kita harus ingat kepada ALLAH SWT sebanyak-banyaknya, jika kita ingin beruntung atau selalu berada di dalam kehendak ALLAH SWT.
Sedangkan ALLAH SWT menghendaki diri kita selalu berada di dalam koridor Nilai-Nilai Kebaikan. Selain daripada itu, berdasarkan surat Al Jumu’ah (62) ayat 10 di bawah ini, kita diperintahkan setelah mendirikan SHALAT untuk bertebaran di muka bumi yang dimiliki oleh ALLAH SWT, dalam rangka bekerja, berkarya, mencari karunia ALLAH SWT dengan catatan kita harus ingat kepada ALLAH SWT sebanyak-banyaknya, jika kita ingin beruntung atau selalu berada di dalam kehendak ALLAH SWT.
apabila telah ditunaikan
shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan
ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.
(surat Al Jumu’ah
(62) ayat 10)
Adanya dua buah
kondisi yang kami kemukakan di atas, maka sangat diperlukan adanya suatu media
khusus bagi diri kita agar tidak terombang-ambing diantara koridor Nilai-Nilai
Keburukan yang dikehendaki oleh Syaitan dan koridor Nilai-Nilai Kebaikan yang
dikehendaki oleh ALLAH SWT. Disinilah letak pentingnya kita mendirikan SHALAT
yang diikuti dengan selalu ingat kepada ALLAH SWT.
Apa maksudnya? Dengan mendirikan SHALAT yang sesuai dengan kehendak pemberi perintah mendirikan SHALAT maka kita bisa selalu berada di dalam koridor Nilai-Nilai Kebaikan dan dengan ingat kepada ALLAH SWT maka kita bisa terhindar dari godaan Syaitan yang terkutuk selama hayat masih di kandung badan.
Apa maksudnya? Dengan mendirikan SHALAT yang sesuai dengan kehendak pemberi perintah mendirikan SHALAT maka kita bisa selalu berada di dalam koridor Nilai-Nilai Kebaikan dan dengan ingat kepada ALLAH SWT maka kita bisa terhindar dari godaan Syaitan yang terkutuk selama hayat masih di kandung badan.
Sebagai
KHALIFAH yang membutuhkan SHALAT yang Khusyu’ ada hal yang kita perhatikan
adalah ingat kepada ALLAH SWT bukanlah sekedar ingat. Akan tetapi ingat
kepada ALLAH SWT haruslah ingat yang harus disertai dengan perbuatan yang
sesuai dengan yang kita ingat. Katakan jika kita ingat ALLAH SWT adalah Maha
Kaya, maka jika kita memiliki kekayaan yang berasal dari ALLAH SWT sudahkah
kekayaan yang kita miliki kita pergunakan di dalam kehendak ALLAH SWT, atau
sudahkah sebahagian kekayaan yang kita miliki kita keluarkan hak ALLAH SWT
kepada orang yang memerlukan, atau sudahkah kekayaan yang kita miliki kita
pergunakan untuk membeli tiket masuk Syurga atau jangan sampai kekayaan
yang kita miliki justru membawa diri kita ke Neraka Jahannam.
Selain daripada itu, jika kita termasuk orang yang telah mampu mendirikan SHALAT yang Khusyu’ jangan pernah menjadikan diri kita hanya sebagai penonton, hanya sebagai pengagum, hanya sebagai komentator, dari Kemahaan dan Kebesaran ALLAH SWT. Akan tetapi kita harus aktif memperoleh, aktif untuk mendapatkan, aktif merasakan langsung Kemahaan dan Kebesaran ALLAH SWT yang kesemuanya memang dikhususkan untuk seluruh manusia yang ada di muka bumi ini yang mampu mendirikan SHALAT yang Khusyu’.
Selain daripada itu, jika kita termasuk orang yang telah mampu mendirikan SHALAT yang Khusyu’ jangan pernah menjadikan diri kita hanya sebagai penonton, hanya sebagai pengagum, hanya sebagai komentator, dari Kemahaan dan Kebesaran ALLAH SWT. Akan tetapi kita harus aktif memperoleh, aktif untuk mendapatkan, aktif merasakan langsung Kemahaan dan Kebesaran ALLAH SWT yang kesemuanya memang dikhususkan untuk seluruh manusia yang ada di muka bumi ini yang mampu mendirikan SHALAT yang Khusyu’.
C. Melakukan SHALAT selama HAYAT dikandung badan
Berdasarkan
surat Maryam (19) ayat 31 di bawah ini,
jika kita termasuk orang yang mampu merasakan nikmatnya bertuhankan kepada ALLAH
SWT melalui SHALAT yang Khusyu’, maka kita akan mendirikan SHALAT yang telah
diperintahkan oleh ALLAH SWT selama hayat masih dikandung badan. Apa maksudnya?
dan Dia
menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia
memerintahkan kepadaku (mendirikan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku
hidup;
(surat
Maryam (19) ayat 31)
Seperti
kita ketahui bersama bahwa setiap manusia yang hidup di muka bumi ini pasti ia
akan beraktifitas. Adanya aktifitas tubuh maka setiap manusia tidak akan bisa
melepaskan diri dari adanya keringat, bau badan, ataupun daki yang menempel.
Untuk itu kita diharuskan untuk mandi dalam rangka mengatasi keringat, bau
badan ataupun daki yang menempel.
Sampai kapan kita harus mandi? Sepanjang diri kita tidak bisa melepaskan diri dari keringat, bau badan maupun daki yang menempel maka sepanjang itu pula kita harus mandi. Sekarang bagaimana dengan diri kita yang tidak bisa terlepas dari pengaruh buruk Ahwa dan Syaitan? Salah satu cara yang dikehendaki oleh ALLAH SWT untuk melepaskan diri dari pengaruh buruk dari Ahwa dan Syaitan, kita diperintahkan untuk mendirikan SHALAT.
Sampai kapan kita harus mandi? Sepanjang diri kita tidak bisa melepaskan diri dari keringat, bau badan maupun daki yang menempel maka sepanjang itu pula kita harus mandi. Sekarang bagaimana dengan diri kita yang tidak bisa terlepas dari pengaruh buruk Ahwa dan Syaitan? Salah satu cara yang dikehendaki oleh ALLAH SWT untuk melepaskan diri dari pengaruh buruk dari Ahwa dan Syaitan, kita diperintahkan untuk mendirikan SHALAT.
Sekarang
sampai kapan kita harus mendirikan SHALAT? Sepanjang diri kita merasa
membutuhkan SHALAT guna melepaskan diri dari pengaruh Ahwa dan Syaitan maka
sepanjang itu pula kita harus mendirikan SHALAT yang telah diperintahkan oleh
ALLAH SWT. Timbul pertanyaan, sampai kapan Ahwa dan Syaitan menggangu diri
kita?
Sepanjang manusia masih terdiri dari Jasmani dan Ruhani maka sepanjang itu pula Ahwa dan Syaitan akan mengganggu diri kita atau sepanjang hayat dikandung badan maka Ahwa dan Syaitan akan mengganggu diri kita. Adanya kondisi seperti ini maka perintah mendirikan SHALAT harus kita laksanakan sepanjang kita hidup di muka bumi ini atau sampai Ruh tiba di kerongkongan. Untuk itu mari kita perhatikan dengan seksama surat Al Baqarah (2) ayat 110, yang kami kemukakan di bawah ini.
Sepanjang manusia masih terdiri dari Jasmani dan Ruhani maka sepanjang itu pula Ahwa dan Syaitan akan mengganggu diri kita atau sepanjang hayat dikandung badan maka Ahwa dan Syaitan akan mengganggu diri kita. Adanya kondisi seperti ini maka perintah mendirikan SHALAT harus kita laksanakan sepanjang kita hidup di muka bumi ini atau sampai Ruh tiba di kerongkongan. Untuk itu mari kita perhatikan dengan seksama surat Al Baqarah (2) ayat 110, yang kami kemukakan di bawah ini.
dan
dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. dan kebaikan apa saja yang kamu
usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya pada sisi Allah.
Sesungguhnya Alah Maha melihat apa-apa yang kamu kerjakan.
(surat
Al Baqarah (2) ayat 110)
Berdasarkan
surat Al Baqarah (2) ayat 110 di atas, ALLAH SWT sudah menegaskan kepada diri
kita bahwa setiap apa yang kita kerjakan atau setiap kebaikan yang kita
usahakan adalah untuk kebaikan diri kita sendiri.
Adanya penegasan dari pemberi perintah mendirikan SHALAT kepada diri kita berarti sepanjang diri kita membutuhkan SHALAT bagi kepentingan diri kita sendiri maka sepanjang itu pula kita harus bisa melaksanakan perintah mendirikan SHALAT yang sesuai dengan kehendak ALLAH SWT. Demikian pula sebaliknya, jika kita sudah tidak memiliki kepentingan lagi dengan segala kebaikan yang ada di balik perintah mendirikan SHALAT maka kita dipersilahkan oleh ALLAH SWT untuk tidak mendirikan SHALAT. Inilah demokratisnya ALLAH SWT kepada manusia.
Adanya penegasan dari pemberi perintah mendirikan SHALAT kepada diri kita berarti sepanjang diri kita membutuhkan SHALAT bagi kepentingan diri kita sendiri maka sepanjang itu pula kita harus bisa melaksanakan perintah mendirikan SHALAT yang sesuai dengan kehendak ALLAH SWT. Demikian pula sebaliknya, jika kita sudah tidak memiliki kepentingan lagi dengan segala kebaikan yang ada di balik perintah mendirikan SHALAT maka kita dipersilahkan oleh ALLAH SWT untuk tidak mendirikan SHALAT. Inilah demokratisnya ALLAH SWT kepada manusia.
D. Selalu mengingatkan
orang lain untuk mendirikan SHALAT
Berdasarkan
surat Luqman (31) ayat 17 di bawah ini, jika kita termasuk orang yang mampu
merasakan nikmatnya bertuhankan kepada ALLAH SWT melalui SHALAT yang Khusyu’,
maka kita akan selalu mengingatkan orang lain agar selalu mendirikan SHALAT
yang telah diperintahkan oleh ALLAH SWT tanpa henti-hentinya, atau tanpa ada
rasa bosan. Timbul pertanyaan, siapakah yang terlebih dahulu, atau yang harus
didahulukan untuk di-ingatkan agar selalu mendirikan SHALAT yang telah
diperintahkan oleh ALLAH SWT?
Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang
baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap
apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk hal-hal yang
diwajibkan (oleh Allah).
(surat Luqman (31)
ayat 17)
dan
perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam
mengerjakannya. Kami tidak meminta rezki kepadamu, kamilah yang memberi rezki
kepadamu. dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.
(surat Thaahaa (20) ayat 132)
Berdasarkan surat Luqman (31) ayat 17 dan surat Thaahaa (20) ayat 132 di atas ini, yang harus selalu kita ingatkan tanpa bosan-bosannya untuk selalu mendirikan SHALAT yang sesuai dengan kehendak pemberi perintah mendirikan SHALAT adalah anak dan keturunan kita sendiri, atau kepada keluarga kita sendiri seperti suami, istri, adik, kakak, orang tua, atau mertua. Selanjutnya apakah hanya kepada keluarga terdekat saja kita mengingatkan mereka agar selalu mendirikan SHALAT?
dan ia menyuruh
ahlinya[906] untuk bersembahyang dan menunaikan zakat, dan ia adalah seorang
yang diridhai di sisi Tuhannya.
(surat
Maryam (19) ayat 55)
[906] Sebagian ahli tafsir berpendapat bahwa yang
dimaksud dengan ahlinya ialah umatnya.
Berdasarkan
surat Maryam (19) ayat 55 di atas, kita juga memiliki kewajiban untuk selalu
mengingatkan masyarakat, mengingatkan umat, mengingatkan khalayak, yang merasa
telah beragama Islam, untuk selalu mendirikan SHALAT yang telah diperintahkan
oleh ALLAH SWT dengan baik dan benar, kapanpun dan dimanapun serta dalam
kondisi apapun.
E. Segala urusannya diselesaikan
dengan Tawakkal
Berdasarkan
surat Asy Syuura (42) ayat 36 di bawah ini, jika diri kita termasuk orang yang
mampu merasakan nikmatnya bertuhankan kepada ALLAH SWT melalui SHALAT yang
Khusyu’, maka kita akan selalu bertawakkal kepada ALLAH SWT dengan selalu
melibatkan ALLAH SWT untuk membantu diri kita di dalam menyelesaikan segala
persoalan yang kita hadapi saat menjadi KHALIFAH di muka bumi. Apa maksudnya?
Maka sesuatu
yang diberikan kepadamu, itu adalah kenikmatan hidup di dunia; dan yang ada
pada sisi Allah lebih baik dan lebih kekal bagi orang-orang yang beriman, dan
hanya kepada Tuhan mereka, mereka bertawakkal.
(surat
Asy Syuura (42) ayat 36)
Katakan
diri kita bekerja di suatu perusahaan, lalu kita ditempatkan di kantor cabang.
Setelah bekerja di kantor cabang, terjadilan suatu permasalahan yang sangat
serius di kantor cabang. Sekarang apa jadinya jika persoalan yang dihadapi oleh
kantor cabang tidak dilaporkan ke kantor pusat? Sepanjang kantor cabang tidak
mau melaporkan ke kantor pusat maka segala resiko yang timbul menjadi tanggung
jawab kantor cabang. Akan tetapi jika kantor cabang mau melapor ke kantor pusat
maka kantor pusat akan turun tangan membantu kantor cabang, kantor pusat bisa
mengambil alih persoalan yang dihadapi oleh kantor cabang atau kantor pusat
tidak tinggal diam dengan persoalan kantor cabang.
Sekarang bagaimana dengan diri kita yang telah dijadikan oleh ALLAH SWT sebagai KHALIFAH di muka bumi mengalami persoalan hidup? Sepanjang diri kita mau melaporkan minimal 5(lima) kali dalam sehari semalam, apa yang kita hadapi kepada ALLAH SWT maka ALLAH SWT pun akan membantu diri kita, ALLAH SWT akan turun tangan membantu diri kita, ALLAH SWT akan mengambil alih persoalan yang kita hadapi. Sekarang apa jadinya jika kita tidak mau melaporkan segala persoalan yang kita hadapi kepada ALLAH SWT?
Jika kita tidak mau melaporkan segala persoalan yang kita hadapi berarti kita tidak membutuhkan ALLAH SWT lagi atau kita telah mampu menghadapi segala persoalan seorang diri atau kita sudah merasa lebih jago dibandingkan ALLAH SWT karena kita telah siap menanggung segala resiko dari persoalan hidup yang kita hadapi seorang diri.
Selanjutnya bagaimana jika persoalan yang kita hadapi bukan kita laporkan kepada ALLAH SWT, akan tetapi kepada paranormal, kepada orang pintar? Jika hal ini sampai kita lakukan berarti kita sendiri telah memutuskan hubungan tanggung jawab antara pencipta dengan ciptaannya atau kita sudah tidak membutuhkan lagi tanggung jawab ALLAH SWT selaku pencipta kepada diri kita, selaku ciptaannya serta kita sudah menempatkan paranormal, orang pintar lebih hebat dibandingkan ALLAH SWT selaku pencipta, pemilik dari alam semesta ini. Untuk itu bersiap-siaplah untuk mempertanggungjawabkan apa-apa yang telah kita lakukan dihadapan ALLAH SWT kelak.
Sekarang bagaimana dengan diri kita yang telah dijadikan oleh ALLAH SWT sebagai KHALIFAH di muka bumi mengalami persoalan hidup? Sepanjang diri kita mau melaporkan minimal 5(lima) kali dalam sehari semalam, apa yang kita hadapi kepada ALLAH SWT maka ALLAH SWT pun akan membantu diri kita, ALLAH SWT akan turun tangan membantu diri kita, ALLAH SWT akan mengambil alih persoalan yang kita hadapi. Sekarang apa jadinya jika kita tidak mau melaporkan segala persoalan yang kita hadapi kepada ALLAH SWT?
Jika kita tidak mau melaporkan segala persoalan yang kita hadapi berarti kita tidak membutuhkan ALLAH SWT lagi atau kita telah mampu menghadapi segala persoalan seorang diri atau kita sudah merasa lebih jago dibandingkan ALLAH SWT karena kita telah siap menanggung segala resiko dari persoalan hidup yang kita hadapi seorang diri.
Selanjutnya bagaimana jika persoalan yang kita hadapi bukan kita laporkan kepada ALLAH SWT, akan tetapi kepada paranormal, kepada orang pintar? Jika hal ini sampai kita lakukan berarti kita sendiri telah memutuskan hubungan tanggung jawab antara pencipta dengan ciptaannya atau kita sudah tidak membutuhkan lagi tanggung jawab ALLAH SWT selaku pencipta kepada diri kita, selaku ciptaannya serta kita sudah menempatkan paranormal, orang pintar lebih hebat dibandingkan ALLAH SWT selaku pencipta, pemilik dari alam semesta ini. Untuk itu bersiap-siaplah untuk mempertanggungjawabkan apa-apa yang telah kita lakukan dihadapan ALLAH SWT kelak.
Selanjutnya
mari kita perhatikan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad berikut ini
dimana Nabi Muhammad SAW selaku pemberi contoh mendirikan SHALAT sudah
mencontohkan kepada diri kita agar mengerjakan SHALAT jika kita menghadapi
suatu dilema atau suatu persoalan. Jika ini yang dicontohkan oleh Nabi Muhamnad
SAW, sudahkah kita mencontoh apa yang telah dicontohkan Nabi Muhammad SAW saat diri
kita menghadapi suatu persoalan?
Rasulullah
SAW bila menghadapi suatu dilema (situasi yang sukar dan membingungkan) beliau
Shalat.
(HR Ahmad)
Selain
daripada itu, masih berdasarkan surat
Asy Syuura (42) ayat 36, orang yang mampu mendirikan SHALAT yang Khusyu’ akan
lebih mendahulukan kepentingan untuk kehidupan akhirat dibandingkan dengan
kepentingan untuk kehidupan dunia. (maksudnya kehidupan dunia yang saat ini
dilaksanakannya mampu dijadikan alat bantu untuk menggapai kebahagiaan hidup di
akhirat kelak atau kehidupan dunia yang dijalani saat ini dapat dijadikan alat
bantu untuk membeli tiket masuk ke Syurga). Sedangkan berdasarkan surat Asy Syuura (42)
ayat 37 di bawah ini, masih ada ciri dari orang yang mampu mendirikan SHALAT
yang Khusyu’, Apakah itu?
dan (bagi)
orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan- perbuatan keji, dan
apabila mereka marah mereka memberi maaf.
(surat
Asy Syuura (42) ayat 37)
Ciri
lain dari orang yang mampu mendirikan SHALAT yang Khusyu’ adalah mampu menjauhi
dosa besar seperti Syirik dan Musyrik, mampu tidak melakukan perbuatan keji
serta mau memberikan pintu maaf kepada sesama manusia. Sebagai KHALIFAH di muka
bumi yang membutuhkan SHALAT, mudah-mudahan kita mampu melaksanakan hal yang
kami kemukakan di atas dengan sebaik mungkin.
F.
Selalu menjadi pemimpin Umat, atau Berguna Bagi Masyrakat
Banyak
Berdasarkan surat Al A’raaf (7) ayat 170 di bawah ini, jika kita mampu mendirikan SHALAT sesuai dengan kehendak pemberi perintah mendirikan SHALAT, akan dapat menghantarkan diri kita menjadi pemimpin yang berguna bagi masyarakat luas, akan menjadikan diri kita sebagai tokoh yang terpandang di masyarakat karena mampu berbuat kebaikan yang dapat dirasakan langsung manfaatnya oleh masyarakat, masyarakat merasa terbantu karena hasil karya kita, masyarakat merasa aman dan nyaman karena keberadaan diri kita.
dan
orang-orang yang berpegang teguh dengan Al kitab (Taurat) serta mendirikan
shalat, (akan diberi pahala) karena Sesungguhnya Kami tidak menyia-nyiakan
pahala orang-orang yang Mengadakan perbaikan.
(surat
Al A'raaf (7) ayat 170)
Hal yang tidak akan
mungkin terjadi jika kita mampu mendirikan SHALAT yang sesuai dengan kehendak
pemberi perintah mendirikan SHALAT adalah menjadikan diri kita sebagai pelaku
kejahatan, menjadikan kita sebagai biang keributan, menjadikan kita sebagai
biang keonaran, menjadikan kita sebagai otak di balik kejahatan, atau
masyarakat menjadi teraniaya oleh sebab perbuatan diri kita.
Hal ini karena orang yang mampu mendirikan SHALAT yang sesuai dengan kehendak ALLAH SWT akan selalu berada dan selalu berbuat di dalam koridor Nilai-Nilai Kebaikan dan jika sampai terjadi berarti kita belum mampu melaksanakan perintah mendirikan SHALAT yang sesuai kehendak ALLAH SWT (dalam hal ini mencegah perbuatan keji dan mungkar).
Hal ini karena orang yang mampu mendirikan SHALAT yang sesuai dengan kehendak ALLAH SWT akan selalu berada dan selalu berbuat di dalam koridor Nilai-Nilai Kebaikan dan jika sampai terjadi berarti kita belum mampu melaksanakan perintah mendirikan SHALAT yang sesuai kehendak ALLAH SWT (dalam hal ini mencegah perbuatan keji dan mungkar).
Kami telah
menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan
perintah Kami dan telah Kami wahyukan kepada, mereka mengerjakan kebajikan,
mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan hanya kepada kamilah mereka selalu
menyembah,
(surat
Al Anbiyaa' (21) ayat 73)
Sesungguhnya
penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang
mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah).
dan
Barangsiapa mengambil Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi
penolongnya, Maka Sesungguhnya pengikut (agama) Allah[423] Itulah yang pasti
menang.
(surat
Al Maa-idah (5) ayat 55-56)
[423] Yaitu: orang-orang yang menjadikan Allah,
Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman sebagai penolongnya.
Selain daripada itu, jika kita mampu mendirikan SHALAT yang sesuai dengan kehendak pemberi perintah mendirikan SHALAT dapat dipastikan kita selalu memiliki keinginan untuk menolong sesama manusia, selalu ingin berbagi kepada sesama, tidak pelit di dalam berbagi ilmu maupun kesenangan, selalu ingin berbuat kebaikan lebih baik dan lebih baik lagi dari waktu ke waktu.
Hamba ALLAH SWT, masih ada beberapa
ciri dari orang yang mampu mendirikan SHALAT yang sesuai dengan kehendak
pemberi perintah mendirikan SHALAT, atau seperti inilah cirri-ciri orang yang telah mampu mendirikan shalat khusyu’
dari waktu ke waktu, yaitu :
a.
Selalu ingin menjadi ahli Masjid, atau menjadi orang yang selalu
memakmurkan Masjid.
b. Hidupnya selalu dalam bakti dan selalu memperhatikan sesama manusia atau tidak berat tangan saat berbuat kebaikan.
c. Tidak resah dan gelisah, karena selalu merasa dekat dengan ALLAH SWT.
d. Tidak mau menjelek-jelekkan orang lain atau mencaci orang lain karena di balik orang yang dijelek-jelekkan atau yang dicaci di sana ada ALLAH SWT.
e. Tidak pernah mengatakan atau mengaku-ngaku dirinya suci atau dirinya lebih tinggi dan mengatakan orang lain kotor, kafir, sehingga merendahkan atau menyepelekan orang lain.
f. Tidak pernah membanggakan amal atau riya dengan amal agar dilihat, dihargai orang lain serta tidak suka membangkit-bangkit amal kebaikan.
g. Tidak mau berbisik-bisik sedangkan ada orang lain yang tidak di ajak ikut serta dalam suatu urusan.
h. Tidak mau bersikap Takabur (sombong) kepada orang lain, ingat setiap manusia itu ada kelebihan dan kekurangannya, carilah kelebihannya.
i. Tidak pernah berkata-kata kasar dalam suatu majelis atau tidak pernah merobek-robek pribadi orang lain dengan mulut.
j. Menyayangi orang lain sebagaimana menyayangi diri sendiri.
Sebagai KHALIFAH di muka
bumi yang berkeinginan untuk pulang kampung ke Syurga, tidak ada jalan lain
bagi kita untuk selalu menjaga,
memelihara diri kita agar selalu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh ALLAH
SWT, terkecuali jika diri kita berketetapan hati untuk pulang ke Neraka
Jahannam maka silahkan lakukan perbuatan-perbuatan dosa yang akan mengakibatkan
diri kita sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh Syaitan sang Laknatullah.
Untuk itu jangan pernah salahkan pemberi perintah mendirikan SHALAT jika kita tidak pernah merasakan apa yang dinamakan nikmatnya bertuhankan kepada ALLAH SWT. Sekarang tergantung diri kita mau mendirikan SHALAT yang sesuai dengan kehendak ALLAH SWT ataukah tidak mau mendirikan SHALAT yang sesuai dengan kehendak ALLAH SWT.
Ingat, ALLAH SWT tidak butuh dengan SHALAT yang kita dirikan, akan tetapi diri kitalah yang membutuhkan SHALAT serta ingat pula bahwa segala resiko yang timbul akibat diri kita tidak mau mendirikan SHALAT tidak akan bisa ditebus dengan apapun juga, tidak bisa diganti dengan apapun juga. Jika ini yang terjadi pada diri kita siap-siaplah mempertanggungjawabkan segala perbuatan yang kita lakukan di hadapan ALLAH SWT kelak.
Untuk itu jangan pernah salahkan pemberi perintah mendirikan SHALAT jika kita tidak pernah merasakan apa yang dinamakan nikmatnya bertuhankan kepada ALLAH SWT. Sekarang tergantung diri kita mau mendirikan SHALAT yang sesuai dengan kehendak ALLAH SWT ataukah tidak mau mendirikan SHALAT yang sesuai dengan kehendak ALLAH SWT.
Ingat, ALLAH SWT tidak butuh dengan SHALAT yang kita dirikan, akan tetapi diri kitalah yang membutuhkan SHALAT serta ingat pula bahwa segala resiko yang timbul akibat diri kita tidak mau mendirikan SHALAT tidak akan bisa ditebus dengan apapun juga, tidak bisa diganti dengan apapun juga. Jika ini yang terjadi pada diri kita siap-siaplah mempertanggungjawabkan segala perbuatan yang kita lakukan di hadapan ALLAH SWT kelak.
Sebagai
penutup buku, ada satu pernyataan yang akan kami tanyakan kepada pembaca buku ini,
yaitu sebagai KHALIFAH yang sangat membutuhkan SHALAT bertanyalah kepada
diri sendiri sudahkah kita mampu melaksanakan perintah mendirikan SHALAT yang
sesuai dengan kehendak pemberi perintah mendirikan SHALAT, sehingga kita mampu
merasakan nikmatnya bertuhankan ALLAH SWT?
Jawablah pertanyaan ini dengan sejujur-jujurnya sebab dari sinilah kita akan tahu seberapa baik kualitas dari diri kita sendiri. Jika jawaban pernyataan ini kita belum mampu mendirikan SHALAT yang dikehendaki oleh ALLAH SWT berarti SHALAT yang kita dirikan ada yang salah. Hal ini dikarenakan perintah mendirikan SHALAT yang asalnya dari ALLAH SWT tidak akan pernah SALAH sampai hari kiamat kelak, dan yang salah adalah diri kita sendiri yang tidak mampu melaksanakan apa yang dikehendaki oleh ALLAH SWT.
Jawablah pertanyaan ini dengan sejujur-jujurnya sebab dari sinilah kita akan tahu seberapa baik kualitas dari diri kita sendiri. Jika jawaban pernyataan ini kita belum mampu mendirikan SHALAT yang dikehendaki oleh ALLAH SWT berarti SHALAT yang kita dirikan ada yang salah. Hal ini dikarenakan perintah mendirikan SHALAT yang asalnya dari ALLAH SWT tidak akan pernah SALAH sampai hari kiamat kelak, dan yang salah adalah diri kita sendiri yang tidak mampu melaksanakan apa yang dikehendaki oleh ALLAH SWT.
Semoga
tulisan ini bermanfaat bagi dari kita,
bagi anak keturunan kita dan juga bagi generasi yang datang kemudian hari. Amien.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar