Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Jumat, 08 April 2016

SHALAT YANG DIKEHENDAKI ALLAH SWT - part 3 of 3





5. SHALAT yang merendahkan diri kepada ALLAH SWT dengan segala tanda-tandanya


Agar SHALAT yang kita dirikan selalu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh pemberi perintah mendirikan SHALAT maka SHALAT yang kita dirikan harus memenuhi prinsip-prinsip yang ada pada hadits qudsi yang kami kemukakan di bawah ini. Apakah itu?



Haritsah bin Wahab ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta'ala berfirman: Tiada semua orang yang sembahyang dapat dikatakan sembahyang. Aku hanya menerima sembahyang dari orang yang merendah diri karena keagungan-Ku serta menahan hawa nafsunya dari perbuatan-perbuatan haram dan tidak terus menerus melakukan maksiat, disamping itu ia juga memberi perlindungan dan naungan kepada orang musafir kelana. Ia berbuat itu semua untuk-Ku, maka demi kemulyaan dan kebesaran-Ku bahwa wajahnya lebih bercahaya disisi-Ku dari cahaya matahari. Aku memberinya ilmu menggantikan kebodohannya dan cahaya menggantikan kegelapannya. Aku mendengarkan doanya serta memberinya apa yang ia minta dan memenuhi sumpahnya. Aku melindunginya dengan kekuasaan-Ku dan menitipkannya kepada malaikat-Ku. Perumpamaannya dalam anggapan-Ku seperti syurga "Firdaus" tidak rusak buah-buahnya dan tidak berubah keadaannya.
(HQR Ad Dailami, 272:130)


Berdasarkan hadits qudsi yang kami kemukakan di atas, ALLAH SWT tidak bisa begitu saja menerima SHALAT yang kita dirikan. ALLAH SWT hanya akan menerima SHALAT yang kita dirikan, sepanjang SHALAT yang kita dirikan memenuhi Syarat dan Ketentuan yang telah ALLAH SWT berlakukan melalui apa-apa yang telah dicontohkan oleh Nabi MUHAMMAD SAW. Seperti apakah ketentuannya?


SHALAT yang kita dirikan haruslah SHALAT yang merendahkan diri karena Keagungan dan Kebesaran ALLAH SWT (maksudnya adalah mendirikan SHALAT bukan karena sesuatu hal seperti mendirikan SHALAT karena ingin dipuji orang, karena ingin diperhatikan orang, karena mengharapkan sesuatu, mendirikan SHALAT karena ada udang di balik batu) serta orang yang mendirikan SHALAT haruslah orang yang mampu menahan hawa nafsunya dari perbuatan-perbuatan haram serta yang mampu untuk tidak terus menerus melakukan maksiat (maksudnya adalah ALLAH SWT tidak menghendaki orang yang mendirikan SHALAT melaksanakan konsep “Kapok Lombok” atau ALLAH SWT berkehendak agar manusia bisa mencontoh perilaku Keledai yang tidak akan masuk lubang yang sama dua kali). 


Disamping itu orang yang mendirikan SHALAT harus pula mampu memberi perlindungan dan naungan kepada orang musafir kelana, atau bisa berbuat kebaikan bagi sesama dimanapun dan kapanpun. Sekarang jika kita mampu melaksanakan itu semua maka ALLAH SWT akan memberikan wajah kita lebih bercahaya dari cahaya matahari, atau memberi cahaya untuk menggantikan kegelapan yang kita hadapi. ALLAH SWT akan memberikan ilmu untuk menggantikan kebodohan diri kita. ALLAH SWT juga akan mendengarkan doa kita serta ALLAH SWT memberi apa yang kita minta. ALLAH SWT akan melindungi diri kita serta menitipkan diri kita kepada malaikat. Sebagai KHALIFAH yang sangat berkepentingan dengan SHALAT serta sebagai KHALIFAH yang sangat membutuhkan SHALAT seperti halnya membutuhkan mandi berarti kita harus mampu melaksanakan apa-apa yang telah dipersyaratkan oleh ALLAH SWT melalui hadits qudsi yang kami kemukakan di atas dengan sebaik mungkin.


6. SHALATLAH dengan KHUSYU'


Berdasarkan surat Al Baqarah (2) ayat 45-46 dan Hadits yang yang kami kemukakan di bawah ini, salah satu syarat terpenting dari SHALAT yang dikehendaki oleh ALLAH SWT adalah SHALAT yang kita dirikan harus dalam keadaan Khusyu’. Selanjutnya apakah itu SHALAT yang Khusyu’?


Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. dan Sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu',
(yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.
(surat Al Baqarah (2) ayat 45-46)


“Apabila kalian melaksanakan Shalat maka janganlah terburu-buru dan datangilah Shalat tersebut dengan tenang dan penuh hormat”.
(HR Bukhari)


SHALAT yang Khusyu’ secara sederhana adalah SHALAT yang didirikan dengan sepenuh hati, ikhlas karena ALLAH SWT, merendahkan diri dihadapan ALLAH SWT dengan segenap Ruhani dan Amanah 7, yang dilakukan dengan tertib, perlahan, tenang, tidak terburu-buru serta tuma’ninah serta jadikan Ruhani dan Amanah 7 yang SHALAT serta jadikan jasmani sebagai ma’mum dan juga penuh perasaan. (pembahasan lebih lanjut tentang SHALAT yang Khusyu’ ada pada bab tersendiri).


Dari Abu Hurairah ra, sesungguhnya Nabi SAW pernah masuk masjid. Nabi bersabda: “Apabila kamu berdiri Shalat bertakbirlah, lalu bacalah ayat yang mudah bagimu, kemudian rukuklah sehingga tuma’ninah dalam keadaan rukuk, kemudian bangkitlah sehingga I’tidal dalam keadaan berdiri, kemudian sujudlah sehingga tuma’ninah dalam keadaan sujud, kemudian bangitlah sehingga tuma’ninah dalam keadaan duduk, kemudian sujudlah sehingga tuma’ninah dalam keadaan sujud, kemudian berbuatlah demikian dalam semua shalatmu”.
(HR Bukhari, Muslim, dan Ahmad, tetapi dalam Muslim tidak terdapat sebutan sujud kedua)



Selanjutnya untuk menambah wawasan tentang seperti apakah SHALAT yang Khusyu’, berikut ini akan kami kemukakan sebuah kisah yang diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim dalam shahihnya yang bersumber dari Abu Hurairah ra, tentang hakikat SHALAT Khusyu’, yaitu : “Suatu ketika Rasulullah SAW dan para sahabatnya sedang berada di dalam masjid. Tiba-tiba masuklah seorang laki-laki kemudian SHALAT. Setelah selesai, ia menghadap Rasulullah dan mengucapkan salam. Rasul menjawab salamnya dan berkata kepadanya, “Kembalilah, dan Shalatlah, sesungguhnya engkau tadi belum SHALAT!. Ia pun kembali ke tempat SHALAT dan mengulangi Shalatnya seperti SHALAT yang ia lakukan sebelumnya. Setelah melaksanakan SHALAT yang kedua kalinya, ia kembali mendatangi Rasulullah SAW, maka beliau pun berkata kembali kepada pria itu, “Kembalilah, dan Shalatlah, sesungguhnya engkau tadi belum SHALAT!”. Lagi-lagi orang itu merasa kaget, ia merasa telah melaksanakan SHALAT sesuai aturan. Meski demikian, dengan senang hati ia menuruti perintah Rasullullah SAW. Tentunya dengan gaya SHALAT yang sama. Namun seperti sebelumnya, Rasulullah SAW menyuruh orang itu mengulangi Shalatnya kembali. Karena bingung, ia pun berkata, “Wahai Rasulullah, demi ALLAH yang telah mengutusmu dengan kebenaran, aku tidak bisa melaksanakan SHALAT yang lebih baik dari yang itu, oleh karena itu, ajarilah aku!” Maka Nabi SAW bersabda, “Jika engkau hendak mendirikan SHALAT, bertakbirlah, kemudian bacalah Al Faatihah dan surat dalam Al-Qur’an yang kamu pandang mudah. Lalu rukuklah dengan tenang, lalu bangunlah hingga kamu berdiri tegak. Kemudian setelah itu, sujudlah dengan tenang, kemudian bangunlah hingga kamu duduk dengan tenang. Lakukanlah seperti itu pada setiap Shalatmu”.



Selain daripada itu, masih ada sebuah cerita yang akan kami kemukakan tentang SHALAT yang Khusyu’, yaitu : “Seorang ahli ibadah bernama Isam bin Yusuf, dia sangat warak dan sangat khusyu’ Shalatnya. Namun dia selalu khawatir kalau-kalau ibadahnya kurang khusyu’ dan selalu bertanya kepada orang yang dianggapnya lebih ibadahnya, demi untuk memperbaiki dirinya yang selalu dirasakan kurang khusyu’. Pada suatu hari, Isam menghadiri majlis seorang abid bernama Hatim Al-Isam dan bertanya : "Wahai Aba Abdurrahman, bagaimanakah caranya tuan SHALAT?" Hatim berkata : "Apabila masuk waktu SHALAT aku berwudhu' zhahir dan bathin."  Isam bertanya, "Bagaimana wudhu' zhahir dan bathin itu?" Hatim berkata, "Wudhu' zahir sebagaimana biasa, yaitu membasuh semua anggota wudhu' dengan air. Sementara wudhu' bathin ialah membasuh anggota dengan tujuh perkara : “bertaubat; menyesali dosa yang dilakukan; tidak tergila-gilakan dunia; tidak mencari/mengharap pujian orang (riya'); tinggalkan sifat berbangga; tinggalkan sifat khianat dan menipu; meninggalkan sifat dengki.” Seterusnya Hatim berkata, "Kemudian aku pergi ke masjid, aku kemaskan semua anggotaku dan menghadap kiblat. Aku berdiri dengan penuh kewaspadaan dan aku bayangkan ALLAH SWT ada di hadapanku, Syurga di sebelah kananku, Neraka di sebelah kiriku, malaikat maut berada di belakangku, dan aku bayangkan pula bahwa aku seolah-olah berdiri di atas titian 'Shiraatol Mustaqiim' dan aku menganggap bahwa shalatku kali ini adalah shalat terakhirku, kemudian aku berniat dan bertakbir dengan baik. Setiap bacaan dan doa dalam shalat aku pahami maknanya, kemudian aku ruku' dan sujud dengan tawadhu', aku bertasyahud dengan penuh pengharapan dan aku memberi salam dengan ikhlas. Beginilah caraku Shalat selama 30 tahun." Apabila Isam mendengar, menangislah dia karena membayangkan ibadahnya yang kurang baik bila dibandingkan dengan Hatim”.


Selanjutnya masih berdasarkan surat Al Baqarah (2) ayat 45-46, ALLAH SWT juga mengemukakan bahwa untuk mendirikan SHALAT yang sesuai dengan kehendak ALLAH SWT (dalam hal ini SHALAT sebagai Penolong bagi diri kita) adalah sungguh berat, kecuali bagi orang yang Khusyu’ mendirikannya. Adanya informasi dari ALLAH SWT bahwa mendirikan SHALAT yang Khusyu’ itu tidaklah mudah, sangat berat, penuh tantangan karena adanya godaan dan gangguan Syaitan sang laknatullah yang tidak menginginkan diri kita mendapatkan SHALAT yang Khusyu’. Namun sebagai KHALIFAH di muka bumi, kita harus selalu mengupayakan agar SHALAT yang kita dirikan untuk selalu Khusyu dari waktu ke waktu merupakan  sebuah keharusan yang tidak bisa kita hindarkan karena kita sangat membutuhkan SHALAT seperti kita membutuhkan mandi serta dari sinilah akan lahir nilai perjuangan diri kita untuk mendirikan SHALAT.


Lalu agar apa yang dikemukakan oleh ALLAH SWT dalam surat   Al Maa’uun (107) ayat 4-5 yang kami kemukakan di bawah  ini, tidak menimpa diri kita (dalam hal ini kecelakaan), maka sangat merugilah orang yang mendirikan SHALAT secara asal-asalan, terburu-buru, mendirikan SHALAT tanpa di dasari dengan niat yang ikhlas, tanpa ilmu dan tanpa kejujuran, tidak khusyu’, mendirikan SHALAT karena ingin dipandang orang, mendirikan SHALAT yang seharusnya didirikan sebagai sebuah kebutuhan justru dilaksanakan sebatas kewajiban semata, dan seterusnya. Sebagai KHALIFAH di muka bumi, sudahkah kita mampu mendirikan SHALAT sesuai dengan kehendak pemberi perintah mendirikan SHALAT?


Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat,
(yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya,
(surat Al Maa’uun (107) ayat 4-5)


Selain dari pada itu, ALLAH SWT selaku pemberi perintah mendirikan SHALAT masih memberikan pedoman bagi diri kita jika ingin mendirikan SHALAT yang Khusyu’, apakah itu? Berdasarkan surat An Nisaa’ (4) ayat 43 yang kami kemukakan di bawah ini, kita tidak diperkenankan oleh ALLAH SWT untuk mendirikan SHALAT jika dalam keadaan mabuk serta dalam keadaan junub. Apa maksudnya? Seperti kita ketahui bersama jika orang sedang mabuk maka orang tersebut sedang tidak sadar, orang yang mabuk sedang dalam kondisi  tidak waras, karena ia tidak tahu tentang keadaan dirinya sendiri sehingga apa-apa yang dilakukannya tidak diketahuinya karena tidak sadar dikarenakan mabuk. Sekarang apa jadinya jika SHALAT yang telah diperintahkan oleh ALLAH SWT kita dirikan mempergunakan konsep orang mabuk seperti yang dikemukakan oleh ALLAH SWT dalam surat An Nisaa’ (4) ayat 43 di bawah ini?


Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam Keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam Keadaan junub[301], terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, Maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pema'af lagi Maha Pengampun.
(surat An Nisaa' (4) ayat 43)


[301] Menurut sebahagian ahli tafsir dalam ayat ini termuat juga larangan untuk bersembahyang bagi orang junub yang belum mandi.


Jika sampai konsep orang mabuk kita laksanakan saat diri kita mendirikan SHALAT maka hal-hal sebagai berikut akan terjadi pada SHALAT yang kita dirikan, yaitu :

a.       Kita tidak tahu dimana ALLAH SWT berada sehingga bagaimana kita akan berkomunikasi dengan ALLAH SWT dengan baik jika kita tidak tahu ALLAH SWT ada dimana, bagaimana kita akan menghadap ALLAH SWT dengan baik jika kita tidak tahu akan menghadap kemana?


b.      Kita akan mengeraskan suara saat mendirikan SHALAT karena menganggap ALLAH SWT itu jauh padahal kita tidak tahu bahwa ALLAH SWT sudah dekat dengan diri kita.


c.       Kita tidak tahu apa yang kita katakan sehingga seluruh bacaan yang ada di dalam SHALAT kita laksanakan dengan “Cara Membaca” padahal seharusnya dengan “Cara Mengatakan”. Contohnya saat membaca Al Faatihah yang seharusnya dilakukan dengan tartil dan tajwid yang benar serta tuma’ninah, dibaca dalam satu napas atau bacaan duduk di antara dua sujud yang seharusnya dilakukan dengan “Cara Mengatakan” justru kita lakukan dalam satu napas tanpa tuma’ninah.   


Selanjutnya inilah yang dikatakan telah mendirikan SHALAT, tetapi belum mendirikan SHALAT seperti kisah yang dikemukakan oleh Bukhari, Muslim di atas serta hadits yang kami kemukakan di bawah ini. Mudah-mudahan kita semua bisa mendirikan SHALAT sesuai dengan kehendak pemberi perintah mendirikan SHALAT. 


Akan datang satu masa atas manusia, dimana mereka shalat padahal sebenarnya mereka tidak shalat.
(HR Ahmad)


Sekarang bagaimana jika kita tidak mau mendirikan SHALAT, apakah hasilnya melebihi ketentuan hadits di atas? Jika kita tidak mau mendirikan SHALAT berarti kondisi diri kita akan melebihi dari apa yang dikemukakan hadits di atas serta jika kita tidak mau mendirikan SHALAT berarti kita sudah menempatkan diri sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh Syaitan sang laknatullah serta kita berani menantang ALLAH SWT di langit dan di bumi yang tidak pernah sekalipun kita ciptakan.


Dari Ibnu Umar ra, katanya, “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Tidak diterima shalat seseorang tanpa suci, dan tidak diterima sedekah yang berasal dari kejahatan (seperti mencuri, menipu, menggelapkan atau korupsi, rampok, judi dan sebagainya).
(HR Bukhari No.175)


      Selanjutnya masih ada satu lagi larangan yang dikemukakan oleh ALLAH SWT yaitu kita tidak boleh dalam keadaan junub sewaktu melaksanakan perintah mendirikan SHALAT atau saat menghadap ALLAH SWT. Apa maksudnya? Untuk menghadap presiden saja kita harus memenuhi syarat protokoler istana, sekarang bagaimana bisa menghadap  ALLAH SWT Yang Maha Suci jika kondisi diri kita belum suci atau masih dalam keadaan junub? Jika menghadap Presiden saja harus memenuhi syarat protokoler istana maka untuk menghadap Yang Maha Suci pasti kita juga harus suci terlebih dahulu. Dengan adanya kesucian diri terjadilah kesesuaian antara diri kita dengan ALLAH SWT saat mendirikan SHALAT atau dengan adanya kesesuaian antara diri kita dengan ALLAH SWT maka memudahkan diri kita bersinergi dengan ALLAH SWT, berkomunikasi dengan ALLAH SWT, memudahkan diri kita menghadap ALLAH SWT.


Untuk itu jika kita masih dalam keadaan Junub, masih dalam keadaan hadas maka kita harus melakukan Thaharah terlebih dahulu sebelum menghadap ALLAH SWT. Adanya kondisi seperti ini maka Thaharah mutlak harus kita lakukan sebaik mungkin jika kita ingin mendirikan SHALAT atau jika ingin menghadap ALLAH SWT. Timbul pertanyaan apakah kesucian diri kita hanya terbatas Jasmani belaka, ataukah Jasmani dan Ruhani harus suci terlebih dahulu sebelum mendirikan SHALAT? Sepanjang manusia terdiri dari Jasmani dan Ruhani dan sepanjang perintah untuk mendirikan SHALAT berlaku untuk seluruh manusia, maka sebelum diri kita mendirikan SHALAT baik Jasmani maupun Ruhani harus suci terlebih dahulu baru kita bisa mendirikan SHALAT melalui proses Thaharah.


Sekarang kita telah mengetahui tentang SHALAT yang dikehendaki oleh ALLAH SWT selaku pemberi perintah mendirikan SHALAT. Lalu seperti apakah SHALAT yang tidak dikehendaki oleh ALLAH SWT selaku pemberi perintah mendirikan SHALAT tetapi sesuai dengan kehendak Syaitan? Berikut ini akan kami kemukakan SHALAT yang tidak diterima oleh ALLAH SWT, yaitu: 

a.       Orang lelaki yang SHALAT sendirian tanpa membaca sesuatu atau hanya diam saja saat SHALAT.
b.      Orang lelaki yang mengerjakan SHALAT tetapi tidak mengeluarkan zakat.
c.       Orang lelaki yang menjadi imam, padahal orang yang menjadi makmum membencinya.
d.      Orang lelaki yang melarikan diri dari tanggung jawab.
e.       Orang lelaki yang minum arak tanpa mau meninggalkannya (Taubat).
f.       Orang perempuan yang suaminya marah kepadanya.
g.       Orang perempuan yang mengerjakan SHALAT tanpa memakai tudung atau mukenah.
h.      Imam atau pemimpin yang sombong, zhalim yang suka menganiaya serta orang yang suka makan riba'.
i.        Orang yang Shalatnya tidak dapat menahannya dari melakukan perbuatan yang keji dan mungkar."


Sekarang sudahkah kita memiliki ilmu tentang SHALAT sehingga kita mampu mendirikan SHALAT sesuai dengan kehendak pemberi perintah mendirikan SHALAT? Hamba ALLAH SWT, mungkin anda heran kenapa kami bertanya seperti ini. Apa yang kami tanyakan kepada Hamba ALLAH SWT, sebenarnya sangat berhubungan erat dengan hadits yang kami kemukakan di bawah ini. Berdasarkan 2(dua) buah hadits di bawah ini, Nabi Muhammad SAW  selaku satu-satunya pemberi contoh bagaimana SHALAT harus didirikan di muka bumi ini, sekitar 1432 (seribu empat ratus tiga puluh dua) tahun yang lalu sudah memberikan indikasi bahwa akan datang suatu masa dimana banyak orang yang melaksanakan SHALAT tetapi sebenarnya mereka tidak SHALAT, atau mereka SHALAT tetapi belum pernah merasakan nikmatnya SHALAT kecuali rasa lelah dan payah.


Banyak orang yang mendirikan Shalat, sementara ia hanya mendapatkan rasa lelah dan payah.
(HR Abu Dawud)


Akan datang pada suatu masa, orang yang mengerjakan Shalat tetapi mereka belum merasakan Shalat.
(HR Ahmad)

Timbul pertanyaan, kenapa hal ini bisa terjadi, apakah karena manusianya ataukah karena syaitan yang lebih pintar dari manusia ataukah karena manusia itu sendiri dan juga syaitan atau perintah Shalatnya yang salah? Penyebab utama manusia tidak mampu mendirikan SHALAT bukan semata-mata karena Syaitan lebih pintar dari manusia. Hal ini dikarenakan manusia, termasuk diri kita tidak memiliki Ilmu tentang SHALAT yang sesuai dengan kehendak ALLAH SWT selaku pemberi perintah SHALAT secara konprehensif sehingga kita tidak mampu mendirikan SHALAT yang sesuai dengan kehendak ALLAH SWT ditambah adanya tarikan dari Syaitan kepada manusia agar jangan sampai mendirikan SHALAT sesuai Kehendak ALLAH SWT karena Syaitan tidak menghendaki itu terjadi. Hal yang pasti di dalam permasalahan ini adalah perintah mendirikan SHALAT tidak akan pernah salah karena asalnya dari  ALLAH SWT. Sekarang apa buktinya kita tidak memiliki Ilmu yang konprehensif tentang SHALAT yang dikehendaki ALLAH SWT? Untuk itu mari kita lihat keadaan yang terjadi di dalam masyarakat, yaitu :


a.       Masih banyak orang, atau kelompok tertentu yang lebih mementingkan, atau mengedepankan seremonial mendirikan SHALAT dibandingkan dengan melaksanakan, atau merasakan langsung hakekat dari SHALAT itu sendiri seperti berkomunikasi dengan ALLAH SWT, menghadap ALLAH SWT. Sehingga yang terjadi adalah ribut tentang tata cara SHALAT tetapi lupa akan maksud dan tujuan dari SHALAT yang hakiki.

b.      Banyak orang yang sibuk mengurus hal-hal yang bersifat khilafiah, seperti qunut tidak qunut, jari digerakkan atau tidak digerakkan saat Tasyahud Awal dan Tasyahud Akhir, pakai bedug atau tidak pakai bedug, 11(sebelas) rakaat atau 23 (dua puluh tiga) rakaat, sehingga maksud dan tujuan dari SHALAT yang sebenarnya menjadi terlupakan atau bahkan tidak pernah diketahui, sehingga hasil akhir dari itu semua adalah memudahkan Syaitan melaksanakan aksinya menggoda dan merayu manusia serta berlakulah ketentuan hadits yang kami kemukakan di bawah ini. Apakah itu?  


Kececeran yang pertama akan kamu alami dari agamamu ialah amanat, dan kececeran yang terakhir ialah Shalat. Dan sesungguhnya (akan terjadi) orang yang melakukan Shalat sedang mereka tidak berakhlak.
(HR Ahmad, Abu Dawud dan Ibnu Majah)


Berdasarkan hadits yang kami kemukakan di atas, banyak orang melaksanakan SHALAT tetapi mereka tidak berakhlak. Adanya kondisi ini berarti Nabi Muhammad SAW sudah memprediksi akan datang suatu masa, atau suatu keadaan sebagai berikut :

a.      SHALAT jalan terus tetapi korupsi, kolusi, nepotisme, menipu, menghujat, menyebar fitnah, politik uang, jalan terus dari waktu ke waktu, atau SHALAT tetap dilaksanakan seperti biasanya tetapi menganiaya, menzhalimi diri dan orang lain terus terjadi dari waktu ke waktu tanpa henti.


b.      SHALAT tetap menjadi kewajiban yang harus dilaksanakan setiap hari, akan tetapi mabuk-mabukan oke, prostitusi jalan terus dan tetap subur, perbuatan jahiliah tetap berlaku, atau SHALAT tetap dilaksanakan sebagaimana mestinya tetapi mengambil hak orang lain jalan terus, menyepelekan orang tetap jalan terus, kampanye hitam jalan terus, pembalakan jalan terus, narkoba jalan terus, teroris jalan terus, mengambil tanpa hak jalan terus.   


Selanjutnya jika kondisi  ini terus dan terus terjadi sampai kiamat maka yang paling bergembira adalah Syaitan sang laknatullah karena Syaitan pulang kampung ke Neraka Jahannam sudah tidak akan sendirian lagi karena teman yang akan diajak olehnya semakin banyak dari hari ke hari.

Hamba ALLAH SWT, jika Syaitan pulang kampung ke api, karena memang kampung halamannya memang di sana, sehingga hal ini tidak menjadi persoalan bagi Syaitan untuk pulang kampung ke Neraka Jahannam. Akan tetapi justru kita yang kampung aslinya ada di Syurga justru mau diajak pulang kampung oleh Syaitan ke Neraka Jahannam. Jadi siapakah yang bodoh, jadi siapakah yang tidak tahu diri, jadi siapakah yang lebih hebat, manusiakah ataukah Syaitankah yang pintar membodohi diri kita sehingga kita mau menjual Syurga untuk membeli tiket masuk Neraka Jahannam? Untuk itu jangan pernah sekalipun menyalahkan ALLAH SWT selaku pemberi perintah mendirikan SHALAT jika kita sendiri tidak mampu melaksanakan perintah mendirikan SHALAT sesuai dengan kehendak pemberi perintah mendirikan SHALAT sehingga Syaitan sang laknatullah mampu menggoda, mampu merayu diri kita untuk pulang kampung ke Neraka Jahannam. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar