Seluruh jamaah Haji dan Umroh tanpa terkecuali sangat mendambakan mampu untuk
menunaikan dan melaksanakan ibadah Haji dan Umroh yang sesuai dengan kehendak
Allah SWT dan memperoleh Haji dan Umroh yang mabrur yang pahalanya adalah
Syurga. Hal ini dikarenakan Allah SWT adalh pemberi perintah menunaikan ibadah
Haji dan Umroh sehingga apa apa yang kita lakukan haruslah sesuai dengan
kehendak Allah SWT. Agar diri kita mampu melaksanakan dengan baik dan benar
ibadah Haji dan Umroh, berikut ini akan kami kemukakan rangkaian dari pelaksanaan
ibadah Haji dan Umroh yang sesuai dengan
kehendak Allah SWT.
A. RUH/RUHANI
YANG HARUS MENUNAIKAN IBADAH HAJI DAN UMROH
Setelah kita
mengetahui bahwa yang harus melaksanakan ibadah Haji dan Umroh adalah diri kita
dan juga anak dan keturunan kita sendiri. Selanjutnya kami ingin mengajak
jamaah yang akan melaksanakan ibadah Haji dan Umroh untuk membahas lebih dalam
lagi tentang siapakah yang harus melaksanakan ibadah Haji dan Umroh itu secara
hakiki, apakah Jasmani yang harus melaksanakan ibadah Haji dan Umroh, ataukah
Ruh/Ruhani dengan segala komponen yang menyertainya yang harus melaksanakan
ibadah Haji dan Umroh?
Sebagaimana telah kita ketahui bersama bahwa jati diri manusia yang sesungguhnya
adalah Ruh/Ruhani. Hal ini
dikarenakan Ruh/Ruhani tidak
akan pernah hancur/binasa oleh sebab apapun juga. Ruh/Ruhani tidak akan
mengalami kematian oleh sebab apapun juga serta Ruh/Ruhani inilah yang akan
mempertanggung jawabkan segala apa yang telah dikerjakan oleh manusia saat
hidup di dunia serta Ruh/Ruhani ini pulalah yang akan nikmat atau azab kubur
serta yang akan pulang ke Syurga atau ke pulang Neraka.
Ruh/Ruhani adalah bagian dari Nur Allah SWT sehingga Ruh/Ruhani
pasti akan membutuhkan Allah SWT selaku Dzat Yang Maha Bercahaya. Kondisi ini
tidak bedanya dengan sinar/cahaya lampu yang sangat membutuhkan lampu, karena
lampu adalah sumber dari cahaya. Disinilah letak pentingnya Ruh/Ruhani
bercahaya dengan bercahaya Ruh/Ruhani (maksudnya aura) maka akan tampillah
keindahan dari Ruh/Ruhani itu sendiri. Untuk itu lihatlah bunga yang indah yang
baru akan terlihat indah jika ada cahaya yang meneranginya. Keindahan bunga
akan hilang jika cahaya yang menerangi bunga tidak ada.
Lihatlah bunga yang
indah di malam yang pekat, keindahannya hilang bersama gelapnya malam. Hal yang
samapun berlaku pada Ruh/Ruhani diri kita sendiri dimana cahaya dari Ruh/Ruhani
akan hilang jika tidak tersambung dengan Allah SWT selaku Yang Maha Bercahaya. Ruh/Ruhani
yang tidak lain adalah jati diri kita yang sesungguhnya tidak boleh melepaskan
diri dari Allah SWT selaku Yang Maha Bercahaya, karena hanya dengan bersinergi
dengan Allah SWT maka dengan bercahaya Ruh/Ruhani akan mampu mengalahkan Ahwa
dan juga Syaitan serta dengan bersinergi dengan Allah SWT sajalah segala
kelebihan dari Ruh/Ruhani akan menjadi perbuatan diri kita yang sesuai dengan perbuatan
dan perilaku Allah SWT, dalam hal ini adalah Asmaul Husna.
Adanya kondisi
ini berarti hanya Ruh/Ruhanilah yang dapat bertemu dengan Allah SWT, atau hanya
Ruh/Ruhanilah yang dapat dipertemukan dengan Allah SWT, atau hanya Ruh/Ruhanilah
yang dapat menjadi tamu Allah SWT dikarenakan Ruh/Ruhani asalnya dari Allah SWT
sehingga hanya yang berkesesuaian dengan Allah SWT sajalah yang mampu
bersinersgi dengan Allah SWT dan yang bisa memperoleh manfaat yang terdapat
dibalik perintah melaksanakan Haji dan Umroh. Agar segala manfaat yang hakiki
yang terdapat dibalik perintah melaksanakan ibadah Haji dan Umroh dapat kita
rasakan sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh Allah SWT maka yang harus
melaksanakan Ibadah Haji dan Umroh haruslah Ruh/Ruhani beserta Amanah yang 7
(maksudnya qudrat, iradat, ilmu, sami, bashir, kalam, hayat, yang tidak lain
adalah modal dasar diri kita), dengan ketentuan sebagai berikut:
1.
Hati Ruhani yang harus melaksanakan ibadah Haji dan
Umroh dikarenakan Hati Ruhani inilah yang dapat menjangkau kebesaran dan
kemahaan serta yang serta mampu merasakan rasa diterima Allah SWT saat menjadi
Tamu Allah SWT. Hati Ruhani juga tempat diletakkannya Iradat (kehendak)
sehingga lahirlah apa yang dinamakan dengan Niat yang ikhlas untuk bertemu
dengan Allah SWT serta Hati Ruhani juga merupakan pusat dari jati diri manusia yang
sesungguhnya.
2. Af’idah (perasaan) juga yang harus melaksanakan ibadah
Haji dan Umroh dikarenakan Af’idahlah (perasaanlah) yang akan merasakan
langsung rasa dari berkomunikasi dengan Allah SWT sehingga akan terasa betapa
nikmatnya bertuhankan Allah SWT baik saat melaksanakan ibadah Haji dan Umroh
dan juga setelah melaksanakan ibadah Haji dan Umroh.
3.
Ilmu juga harus melaksanakan Ibadah Haji dan Umroh
dikarenakan tanpa Ilmu yang baik tentang ibadah Haji atau Umroh, bagaimana kita
akan mengerti apa itu Haji dan Umroh, serta melalui Ilmu inilah kita dapat
mengontrol seluruh aktivitas ibadah Haji dan Umroh yang kita laksanakan, apakah
sesuai dengan kehendak Allah SWT ataukah tidak.
4. Kalam juga harus melaksanakan ibadah Haji dan Umroh
dikarenakan Kalam merupakan juru bicara saat diri kita menjadi tamu Allah SWT, saat
menghadiri Open House di Padang Arafah serta saat diri kita mengajukan doa dan
harapan serta saat berkomunikasi dengan Allah SWT.
5. Sami' dan Bashir (pendengaran dan penglihatan) juga
harus melaksanakan ibadah Haji dan Umroh dikarenakan melalui pendengaran dan
penglihatan inilah akan dapat diketahui apa yang dibaca, apa yang diucapkan, apa
yang diperdengarkan, apa yang disampaikan oleh juru bicara saat mendirikan melaksanakan ibadah Haji dan
Umroh.
6. Qudrat (kekuatan/kemampuan) juga harus melaksanakan ibadah
Haji dan Umroh dikarenakan kekuatan/kemampuan yang berasal dari Qudratlah yang
mampu menggerakkan Ruh/Ruhani dan juga Jasmani saat diri kita melaksanakan ibadah Haji dan
Umroh.
7. Hayat juga harus melaksanakan ibadah Haji dan Umroh,
dikarenakan hayat merupakan komponen pengikat antara Jasmani dengan Ruh/Ruhani
sehingga manusia masih dikatakan sebagai manusia sehingga kita mampu
melaksanakan ibadah Haji dan Umroh.
Sekarang bagaimana dengan Jasmani
pada saat Ruh/Ruhani dengan segala komponennya melaksanakan ibadah Haji dan
Umroh? Posisi dari Jasmani saat Ruh/Ruhani dan Amanah yang 7 melaksanakan Haji
dan Umroh (atau saat diri kita
berkomunikasi dengan Allah SWT, atau saat diri kita menghadap Allah SWT,
atau saat menghadiri Open House di Padang Arafah) harus menjadi makmum bagi Ruh/Ruhani
dan Amanah yang 7 sehingga Jasmani harus tunduk patuh mengikuti kehendak dari
Ruh/Ruhani dan Amanah yang 7 saat diri kita melaksanakan ibadah Haji dan Umroh.
Air dengan minyak tidak bisa
dicampur menjadi satu karena air dan minyak memiliki karakteristik yang
berbeda, dalam hal ini berat jenisnya berbeda. Sehingga dengan adanya perbedaan
ini, keduanya tidak bisa menjadi satu atau tidak bisa saling sinergi satu
dengan yang lainnya. Adanya
kondisi ini berarti hanya dzat yang memiliki karakterisik yang sama sajalah
yang dapat saling bersinergi. Contohnya air dengan air, udara dengan udara,
minyak dengan minyak. Sekarang bagaimana dengan Ruh/Ruhani dan Amanah yang 7
serta Jasmani saat melaksanakan ibadah Haji dan Umroh?
Hal yang samapun terjadi
pada saat diri kita melaksanakan ibadah Haji dan Umroh, yaitu hanya Ruh/Ruhani
dan Amanah yang 7 yang dapat berkomunikasi dengan Allah SWT atau hanya Ruh/Ruhani
dan Amanah yang 7 sajalah yang dapat dihadapkan dengan Allah SWT, atau hanya Ruh/Ruhani dan Amanah yang
7 sajalah yang bisa menghadiri Open House (Wukuf) di Padang Arafah. Hal ini dikarenakan Ruh atau Ruhani asalnya
dari Nur Allah SWT melalui proses peniupan ke dalam Janin yang berusia 120
(seratus dua puluh) hari saat masih di dalam perut ibu. Sedangkan Amanah 7
adalah bagian dari sifat Ma'ani Allah SWT yang diberikan kepada diri kita
sebagai modal dasar bagi diri kita saat menjadi Khalifah di muka bumi.
Wahab bin Munabbih berkata:
Allah ta'ala berfirman : Sesungguhnya langit-langit dan bumi tidak berdaya
menjangkau-Ku namun Aku telah dijangkau oleh Hati seorang mukmin.
(Hadits
Qudsi Riwayat Ahmad dari Wahab bin Munabbih, 272:32)
Adanya kesamaan yang mendasar
antara Ruh/Ruhani dan Amanah yang 7 dengan Allah SWT (karena keduanya berasal dari Allah SWT
semata) maka saat diri kita
melaksanakan ibadah Haji dan Umroh terjadilah apa yang dinamakan dengan Sinergi
antara Ruh atau Ruhani dan Amanah yang 7 sehingga antara diri kita yang
sesungguhnya dipertemukan, disinergikan dengan kebesaran dan kemahaan Allah SWT
yang pada akhirnya kefitrahan diri tetap terjaga kefitrahannya atau diri kita
difitrahkan oleh Allah SWT. Adanya proses sinergi antara Ruh/Ruhani dan Amanah yang
7 dengan Kebesaran dan Kemahaan Allah SWT berarti telah terjadi apa yang
dinamakan dengan :
a. proses perbaikan Ruh/Ruhani dan Amanah yang 7 akibat
gangguan dari Ahwa dan Syaitan sehingga kita mampu menjadi Khalifah yang
sesungguhnya, atau
b.
proses peningkatan kualitas Ruh dan Amanah yang 7
akibat eksploitasi yang tidak sesuai dengan kehendak Allah SWT sehingga Ruh/Ruhani
mampu mengendalikan Jasmani atau mampu mengalahkan ahwa dan juga syaitan, atau
c. proses pemeliharaan Ruh/Ruhani dan Amanah yang 7 akibat
perbuatan dosa yang telah kita lakukan sehingga kefitrahan tetap terpelihara
dan terjaga, atau
d.
proses komunikasi antara diri kita yang lemah dengan Allah
SWT selaku Dzat Yang Maha Kuat sehingga kita mampu berusaha, bekerja, beramal
shaleh dan yang terakhir mampu merasakan apa yang dinamakan dengan kenikmatan
bertuhankan kepada Allah SWT.
Adanya 4(empat) buah kondisi yang
kami kemukakan di atas ini maka Ruh/Ruhani dan Amanah yang 7 yang sebelumnya
mendapat pengaruh negatif dari Ahwa dan juga Syaitan dapat kembali fitrah,
dapat kembali normal sesuai dengan kehendak Allah SWT.
Sekarang bagaimana dengan Jasmani
yang asalnya dari sari pati tanah? Jasmani yang asalnya dari tanah maka ia tidak bisa dipergunakan untuk
berkomunikasi dengan Allah SWT, atau ia tidak bisa dipergunakan untuk menghadap
Allah SWT, atau tidak bisa menerima kebesaran dan kemahaan Allah SWT karena
adanya perbedaan karakteristik yang tidak akan mungkin dapat disamakan. Hal
yang bisa kita lakukan adalah selalu mempergunakan Jasmani yang sehat untuk
kepentingan Ruh/Ruhani dan Amanah yang 7 di dalam melaksanakan Diinul Islam
yang kaffah serta kita harus memperhatikan kebutuhan Jasmani yang sesuai dengan
konsep ilmu kesehatan dan ilmu gizi.
Selanjutnya jika Ruh/Ruhani dan
Amanah yang 7 yang harus melaksanakan ibadah Haji dan Umroh, lalu apakah yang
seharusnya terjadi setelah diri kita melaksanakan ibadah Haji dan Umroh yang
sesuai dengan kehendak pemberi perintah melaksanakan ibadah Haji dan Umroh? Jika ibadah Haji dan Umroh yang kita
laksanakan sesuai dengan yang kehendak Allah SWT maka proses sinergi antara Ruh/Ruhani
dan Amanah yang 7 dengan Kebesaran dan Kemahaan Allah SWT akan dapat
mempengaruhi kesehatan Jasmani secara langsung (maksudnya jika Ruh/Ruhani fitrah
maka akan dapat menyehatkan Jasmani). Selain daripada itu dengan fitrahnya
Ruh/Ruhani dapat mengalahkan Ahwa dan
juga Syaitan sehingga dapat
mengembalikan jiwa Fujur menjadi jiwa Taqwa.
Sekali lagi kami kemukakan,
ketahuilah bahwa yang sesungguhnya melaksanakan ibadah Haji dan Umroh bukanlah
Jasmani, melainkan Ruh/Ruhani dan Amanah yang 7. Dan jika sampai diri kita
tidak mampu melakukannya dengan baik dan benar maka hakekat dari
diperintahkannya diri kita menunaikan ibadah Haji dan Umroh tidak akan pernah
terjadi serta kita pun tidak akan bisa merasakan manfaat yang hakiki dari pelaksanaan
ibadah Haji dan Umroh, terkecuali merasakan apa yang dinamakan lelah, letih dan
cukup sekali menunaikan ibadah Haji dan Umroh. Ayo segera persiapkan Ruh/Ruhani
serta Amanah yang 7 yang kita miliki untuk menunaikan ibadah Haji dan Umroh
karena yang melaksanakan ibadah Haji dan Umroh yang hakiki adalah Ruh/Ruhani,
bukan Jasmani.
B. BERANGKAT
MENUJU EMBARKASI
Setelah menunggu sekian lama
untuk berangkat menunaikan ibadah Haji, kini saatnya kita berangkat untuk
menunaikannya. Sebelum diri kita berangkat untuk menunaikan ibadah Haji dan
Umroh sebaiknya hal hal sebagai berikut sudah kita laksanakan dengan sebaik baiknya
seperti:
1. Sebelum
meninggalkan rumah dianjurkan untuk shalat sunnah dua rakaat (shalat sunnah
safar) dan dianjurkan pula berdoa untuk keselamatan diri dan keluarga yang
ditinggalkan.
2. Menyelesaikan
segala urusan pribadi, dinas dan sosial kemasyarakatan sehingga pada saat kita
menunaikan ibadah Haji dan Umroh kita tidak terganggu lagi dengan urusan
dimaksud.
3.
Menyiapkan
bekal untuk keluarga yang ditinggalkan dengan sebaik mungkin.
4.
Menyiapkan
barang barang bawaan berupa bekal keuangan, baju ihram, pakaian dan obat obatan
pribadi selama menunaikan ibadah Haji dan Umroh.
5. Jangan membawa
perhiasan dan jangan membawa barang bawaan yang berlebihan dan serta hindari
membawa barang yang tidak ada hubungannya dengan ibadah Haji dan Umroh.
6. Selalu menjaga
kondisi kesehatan dengan selalu makan makanan yang bergizi dan menjaga
kebugaran/kesehatan secara teratur.
Hal lain yang harus kita
perhatikan sebelum berangkat adalah jangan lupa membawa Surat Panggilan Masuk
Asrama (SPMA), bukti pelunasan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH) warna biru
serta buku kesehatan, bagi jamaah yang mengikuti Haji Reguler. Sedangkan bagi
jamaah yang menunaikan ibadah Haji Khusus, akan diatur oleh Biro Perjalanan
Haji dan Umroh masing masing.
C. DAM
Dam menurut bahasa artinya darah,
sedangkan menurut istilah adalah mengalirkan darah (menyembelih ternak yaitu
kambing, unta atau sapi) dalam rangka memenuhi ketentuan ketentuan manasik
haji, terutama jamaah yang melaksanakan ibadah Haji Tamattu atau Haji Qiran.
Dam terdiri dari 2(dua) macam yaitu:
a. Dam Nusuk (sesuai dengan ketentuan manasik)
adalah dam yang dikenakan bagi jamaah yang mengerjakan Haji Tamattu atau Haji
Qiran (bukan karena melakukan kesalahan). Jamaah Haji Indonesia hampir
seluruhnya menunaikan ibadah Haji dengan cara Haji Tamattu sehingga seluruh
jamaah haji Indonesia diharuskan membayar Dam yang bukan karena melakukan
kesalahan.
b. Dam Isa’ah adalah dam yang dikenakan bagi
orang yang melanggar aturan atau melakukan kesalahan yaitu:
1.
Melanggar
aturan Ihram Haji atau Umrah.
2.
Meninggalkan salah
satu wajib Haji atau Umroh yang terdiri dari: a). Tidak berihram/tidak berniat
dari Miqat; b). Tidak Mabid di Muzdalifah; c). Tidak Mabid di Mina; d). Tidak
melontar Jumroh; e). Tidak Thawaf Wada’.
Untuk melaksanakan dam yaitu
dengan menyembelih seekor kambing sesuai dengan ketentuan hewan kurban. Jika
jamaah tidak mampu membayar Dam maka harus diganti dengan berpuasa 10 (sepuluh)
hari yaitu 3 (tiga) hari di Makkah sebelum Wukuf di Padang Arafah dan 7(tujuh)
hari di tanah air dilakukan secepatnya. Apabila puasa 3(tiga) hari di Makkah
tidak dapat dilaksakan karena suatu hal maka harus di qadha sesampainya di
tanah air dengan ketentuan 3(tiga) hari dengan 7(tujuh) hari dipisahkan
4(empat) hari.
Bagi Jamaah Haji Indonesia
yang masuk dalam gelombang satu dan juga gelombang dua sebaiknya melakukan
pembayaran Dam setelah jamaah menyelesaikan ibadah Umroh (Thawaf, Sa’i dan
Tahallul) sebelum jamaah berangkat untuk melaksanakan Wukuf di Padang Arafah.
Sebelum Tanggal 08 Dzulhijjah sudah melunasi Dam, sehingga pada waktu Wukuf di
Padang Arafah, kita sudah tidak memiliki lagi kewajiban atas Dam dari
pelaksanaan Haji Tamattu ataupun Haji Qiran yang jamaah laksanakan, terkecuali
ada ketentuan dari wajib Haji lainnya yang kita langgar atau tidak kita
penuhi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar