Ibadah Haji dan Umroh adalah perintah Allah SWT. Sebagai sebuah perintah
maka ibadah Haji dan Umroh bukanlah tujuan akhir melainkan sarana atau alat
bantu bagi yang diperintahkan untuk melaksanakannnya untuk memperoleh segala
maksud dan tujuan yang hakiki ada di balik perintah ibadah Haji dan Umroh.
Inilah kondisi dasar dari pelaksanaan ibadah Haji dan Umroh sehingga hanya
orang orang yang mampu menunaikan ibadah Haji dan Umroh yang sesuai dengan
kehendak Allah SWT sajalah yang akan memperoleh segala manfaat yang ada di
balik perintah Haji dan Umroh. Adanya kondisi ini menunjukkan kepada kita bahwa
perintah menunaikan ibadah Haji dan Umroh sangat bersifat individualistik
sehingga manfaat yang hakiki yang terdapat di balik perintah Haji dan Umroh hanya
akan dinikmati dan dirasakan oleh yang mampu menunaikan saja sehingga yang
tidak melaksanakan tidak akan pernah menikmati dan merasakan apa apa yang ada
di dalam ibadah Haji dan Umroh.
Setelah diri kita mampu menikmati dan merasakan hasil dari
pelaksanaan ibadah Haji dan Umroh yang mabrur yang kesemuanya bersifat
individualistik bukan berarti kita sudah sesuai dengan kehendak Allah SWT. Hal
ini dikarenakan segala manfaat yang kita peroleh dan rasakan dari ibadah Haji
dan Umroh baru hanya terbatas untuk kepentingan diri kita sendiri. Jika ini
yang terjadi maka kondisi ini belum sesuai dengan kehendak Allah SWT. Allah SWT
selaku pemberi perintah menunaikan ibadah Haji dan Umroh belum akan tersenyum
kepada diri kita sepanjang manfaat yang hakiki dari pelaksanaan ibadah Haji dan
Umroh yang mabrur tidak bisa dinikmati oleh orang lain, tidak bisa dinikmati
oleh keluarga, tidak bisa dinikmati oleh masyarakat, tidak bisa dinikmati oleh bangsa
dan negara dan kalau memungkinkan harus bisa dinikmati oleh generasi yang
datang di kemudian hari.
Sesungguhnya
orang-orang yang mengatakan: "Tuhan Kami ialah Allah", kemudian
mereka tetap istiqamah[1388] Maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan
mereka tiada (pula) berduka cita.
(surat
Al Ahqaaf (46) ayat 13)
[1388]
Istiqamah ialah teguh pendirian dalam tauhid dan tetap beramal yang saleh.
Adanya kondisi ini berarti hakekat dari pelaksanaan ibadah Haji dan Umroh
yang mabrur bukan akhir dari suatu perjalanan. Ibadah Haji dan Umroh yang
mabrur bukan pula puncak pencapaian. Ibadah Haji dan Umroh yang mabrur adalah
awal dari pembelajaran dan pelatihan yang harus diaplikasikan dalam kehidupan
secara sungguh-sungguh di dalam menghadapi ahwa dan syaitan, untuk menjaga dan
merawat kefitrahan diri yang telah kita peroleh serta untuk mempertahankan Ruh/Ruhani
sebagai jati diri kita yang sesungguhnya. Adanya kondisi ini, berarti kita
harus bisa melaksanakan apa-apa yang dikemukakan oleh Allah SWT dalam surat Al
Ahqaaf (46) ayat 13 yang kami kemukakan di atas.
Setelah diri kita melaksanakan dan memperoleh ibadah Haji dan Umroh yang
mabrur, maka pasca melaksanakan dan memperoleh Haji dan Umroh yang mabrur kita
harus tetap melaksanakan Diinul Islam secara Kaffah, kita harus tetap
bertuhankan kepada Allah SWT, kita harus tetap beramal shaleh, kita harus tetap
melaksanakan ibadah-ibadah Sunnah, kita harus tetap Istiqamah (komitmen yang
konsisten) di dalam kehendak Allah SWT. Hal ini dikarenakan setelah melaksanakan
dan memperoleh ibadah Haji dan Umroh yang mabrur belum tentu Ruh/Ruhani kita
berpisah dengan Jasmani, yang artinya selama kita masih dinamakan dengan
manusia (selama masih terdiri dari Ruh/Ruhani dan Jasmani) maka kita harus siap
menghadapi ahwa dan syaitan dan tetap beraktivitas untuk mengisi hidup dan
kehidupan. Selain daripada itu Allah SWT selaku pemberi perintah menunaikan
ibadah Haji dan Umroh melalui surat Al Baqarah (2) ayat 198 di bawah ini, juga telah
memberikan pedoman dasar setelah kembali ke tanah air. Allah SWT mempersilahkan
diri kita untuk kembali mencari Rezeki dari hasil perniagaan, mencari nafkah,
bekerja dan berusaha bagi diri, keluarga dan anak keturunan, sehingga setelah
melaksanakan Ibadah Haji dan Umroh kita diperkenankan kembali untuk melaksanakan
aktifitas kita sehari-hari dengan catatan harus sesuai dengan kaidah dan
norma-norma yang sesuai dengan kehendak Allah SWT selaku pencipta dan pemilik
alam semesta ini.
tidak
ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil perniagaan) dari Tuhanmu.
Maka apabila kamu telah bertolak dari 'Arafat, berdzikirlah kepada Allah di
Masy'arilharam[125]. dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang
ditunjukkan-Nya kepadamu; dan Sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar
Termasuk orang-orang yang sesat.
(surat Al Baqarah (2) ayat 198)
Hal yang harus kita perhatikan adalah setelah kembali ke tanah air dari
menunaikan ibadah Haji dan Umroh bukan menjadikan diri kita malas atau tidak
mau keluar rumah menunggu sampai waktu tertentu baru melaksanakan aktivitas
kembali. Ayo segera buktikan hasil dari pelaksanaan Haji dan Umroh yang mabrur
yang telah kita laksanakan, jangan malu melaksanakannya, jangan ditunda tunda
sampai kita mampu melaksanakannya. Semakin cepat kita membuktikannya semakin
baik dan semakin cepat keluarga, masyarakat, bangsa dan negara merasakan
hasilnya serta semakin cepat pula Allah SWT tersenyum kepada diri kita.
Salah satu bukti bahwa kita telah melaksanakan ibadah Haji dan Umroh yang
mabrur berarti kita sudah mengetahui dan
paham benar tentang khutbah terakhir Nabi Muhammad SAW di waktu melakukan haji
terakhir di Makkah. Sekarang sudahkah kita tahu isi dari khutbah dimaksud? Jika
kita belum tahu isi khutbah terakhir Nabi Muhammad SAW berarti ada yang kurang
saat diri kita belajar tentang Haji dan Umroh. Berikut ini akan kami kemukakan
khutbah terakhir dari Nabi Muhammad SAW dimaksud agar diri kita mengambil
hikmah dan pelajaran dari isi khutbah tersebut: “Hai manusia, dengarlah
khutbahku karena saya pikir setelah tahun ini saya tidak akan bertemu lagi
dengan kalian di tempat ini”. “Hai manusia (mulai sekarang) sampai kalian
menemui Tuhanmu, darah dan hartamu adalah suci
sebagaimana hari ini dan bulan ini”. “Dan tentu kalian akan menemui
Tuhanmu bila Dia menanyai kalian tentang perbuatanmu dan saya telah sampaikan
pesan Nya pada kalian”. “Barangsiapa yang dipercayakan padanya harta milik
orang lain harus menyerahkannya kembali kepada pemiliknya. Dan segala yang
dipinjamkan secara riba dibatalkan tetapi modal kalian adalah milikmu. Jangan
berlaku tidak adil terhadap siapapun begitu juga membiarkan ketidakadilan
diperlakukan atas itu”. “Allah sudah memutuskan bahwa tidak boleh ada riba. Dan
semua bunga yang dikenakan terhadap Abbas bin Abd al Muthalib dibatalkan”.“Dan
semua kompensasi atas pertumpahan darah pada waktu kelalaian dihapuskan”.
“Sesudah itu, hai manusia! Yang buruk telah mematahkan apa yang kalian
sembah di tanah airmu”. Tetapi ia akan ditaati di benua atau pulau lain. Karena
itu berhati-hatilah dengan imanmu agar umat lain tidak mengurangi nilai
perbuatan baikmu”. “Hai manusia, pengunduran bulan suci adalah sebagai
tambahan hari-hari yang diingkari”. “Barangsiapa
yang memilih kekafiran adalah tersesat karenanya. Mereka memaklumkannya satu
tahun suci dan tidak suci tahun yang lainnya”.“Untuk memperbaharui jumlah
bulan-bulan suci yang ditentukan Allah, maka mereka membuat tidak suci apa yang
disucikan Allah. Dan waktu berjalan terus semenjak langit dan bumi diciptakan
Allah. Dan jumlah bulan-bulan di sisi Allah adalah dua belas, yang mana empat
di antaranya suci yaitu tiga bulan berturut-turut dan Rajab sendiri antara
bulan-bulan Jamadi dan Sha’ban (Jamadil Awwal, Jamadil Akhir, Rajab dan
Sha’ban)
Dan kemudian, hai manusia, kalian berhak atas istrimu dan mereka
mempunyai hak atas diri kamu, yaitu kewajiban melakukan zakat (shadaqah dan
menghindarkan kebiasaan hidup mewah). Dan bila mereka melanggar, kalian boleh
memutuskan hubungan dengan mereka. Tetapi bila mereka insyaf (minta ampun) kamu
harus beri mereka makan dan pakaian dengan adil. Dan perintahkanlah
masing-masing agar berbuat baik terhadap wanita karena mereka ditugaskan
untukmu dan tidak ada control atas segala sesuatu (dengan) diri mereka. Dan
kamu mengambil mereka sebagai kepercayaan Allahdan telah dijadikan halal bagimu
dengan wahyu Allah.
“Karena itu hai manusia, mengertilah dengan baik perkataanku karena itu
saya sampaikan pesanku dan saya telah tinggalkan padamu apa-apa yang jika kamu
ambil sebagai pegangan perkaramu tidak akan berjalan salah, yaitu Kitab Allah
dan peraturan agama dari Rasul-Nya (sunnah Rasul-Nya)”. “Hai manusia, dengarlah
khutbahku dan yakinilah dirimu bahwa engkau benar-benar mengerti. Kalian
diajarkan bahwa orang Muslim adalah saudara dari setiap Muslim yang lain dan
orang-orang Muslim membentuk satu umat yang bersaudara. Tidaklah halal bagi
setiap orang (Muslim) mengambil sesuatu kepunyaan saudaranya kecuali apa yang
diberikan oleh seseorang dengan ikhlas. Karena itu jangan berbuat tidak adil
antara satu dengan yang lain.”
“Ya Allah, apakah sudah kusampaikan pesanku?” Begitu selesai Nabi
bersabda, Nabi bertanya kepada mereka: “Tahukah kamu hari apa (sekarang) ini?”
Mereka menjawab, “Hari Haji Besar”. Kemudian Nabi berkata: “Tidakkah kamu tahu
bahwa Allah telah membuat darahmu (hidupmu) dan harta bendamu suci hingga
sampai menemui Allah sebagaimana Dia mensucikan hari ini?” Mereka menjawab:
“Ya”, seterusnya kalimat demi kalimat. Dan ketika Nabi bersabda: “Ya Allah,
sudahkah aku sampaikan pesanku?” Mereka semua menjawab satu suara, “Ya”. Dan
Nabi Muhammad SAW bersabda: “Ya Allah, Engkau adalah saksiku”. Dan setelah Nabi
menyelesaikan khutbah beliau, beliau turun dari untanya dan melakukan shalat
Zhuhur dan Ashar sekaligus, dan begitu beliau melakukannya Allah mewahyukan
padanya, “Hari ini telah Aku sempurnakan bagimu agamamu, dan Aku telah
lengkapkan nikmat-Ku atasmu dan Aku rela Islam menjadi agamamu”. (surat Al
Maaidah (5) ayat 3)
Hal yang harus kita perhatikan setelah mengetahui khutbah terakhir Nabi
Muhammad SAW adalah memperoleh Haji Mabrur bukanlah hasil sesaat yang kita
peroleh dari menjadi tamu Allah SWT di Baitullah. Haji dan Umroh yang mabrur
harus menjadikan diri kita kembali ke fitrah yang dilanjutkan dengan
membuktikan hasil dari bertemu dengan kebesaran dan kemahaan Allah SWT atau
membuktikan hasil dari pelaksanaan napak tilas keluarga Nabi Ibrahim as,
melalui tindakan yang luar biasa yang tidak hanya dinikmati oleh diri sendiri
atau mempertahankan apa apa yang telah kita buang saat melontar Jumroh agar tidak
kembali lagi menjadi perbuatan kita. Sehingga hasil akhir dari pelaksanaan
ibadah Haji dan Umroh tidak hanya dinikmati secara jangka pendek, melainkan
jangka panjang bahkan bisa dinikmati oleh generasi yang datang dikemudian hari.
Selanjutnya agar Allah SWT selalu tersenyum kepada diri kita setelah diri kita
mampu menunaikan ibadah Haji dan Umroh yang mabrur, berikut ini akan kami
kemukakan hal hal yang bisa kita laksanakan setelah kembali ke tanah air,
yaitu:
1. BERIHRAM SEPANJANG HAYAT MASIH DI KANDUNG
BADAN
Ihram berasal
dari kata “ahrama” yang artinya mengharamkan, dimana saat kita berihram Haji
dan Umroh maka saat itu juga kita terikat dengan sesuatu yang diharamkan dengan
tidak melakukan tindakan tindakan yang bertentangan dengan kebesaran dan
kemahaan Allah SWT. Lalu apakah saat
diri kita melaksanakan ibadah Haji dan Umroh saja kita berihram atau terikat
dengan sesuatu yang yang diharamkan Allah SWT? Berihram dengan memakai dua
helai kain tanpa berjahid secara syariat memang harus kita kenakan saat diri
kita melaksanakan ibadah Haji dan Umroh di Baitullah. Namun bukan berarti
setelah selesai diri kita menunaikan ibaadh Haji dan Umroh di Baitullah kita berhenti
total untuk tidak berihram. Berihram secara syariat benar adanya saat diri kita
melaksanakan Haji dan Umroh di Baitullah, namun secara hakekat kita harus tetap
berihram dimanapun, kapanpun dan dalam kondisi apapun dengan tidak berbuat
sesuatu yang telah diharamkan oleh Allah SWT. Ingat, kebaikan dari sesuatu yang
telah diharamkan oleh Allah SWT bukan untuk kepentingan Allah SWT melainkan
untuk diri kita yang mau melaksanakan ketentuan dimaksud.
Jika saat ini kita telah melaksanakan dan memperoleh Haji dan
Umroh yang mabrur maka teruslah berihram atau berihromlah secara hakekat terus
menerus sepanjang hayat masih di kandung badan dengan tidak melakukan
tindakan-tindakan atau perbuatan perbuatan yang telah diharamkan Allah SWT seperti
malas, sombong, angkuh, membanggakan keturunan, pangkat dan jabatan, merusak
lingkungan, korupsi, kolusi, nepotismme, berperilaku kejam yang pada intinya
jangan pernah melakukan tindakan yang paling disukai oleh syaitan, terkecuali
kita ingin menjadi teman yang berguna bagi syaitan. Selain daripada itu kita
bisa melakukan hakekat ihram di tanah air dengan selalu melepaskan diri dari segala
kesombongan, dengan meniadakan keangkuhan dan ketamakan, dengan tidak pernah merasa
benar sendiri karena kekayaan, kedudukan, pangkat dan jabatan, keturunan yang
kita miliki. Dengan kita berihram di tanah air, maka diri kita akan menjadi pribadi-pribadi
rendah hati, berbudi pekerti luhur, selalu menjadi tangan di atas, cepat
tanggap dengan lingkungan sehingga kita berguna bagi masyarakat, bangsa dan
negara.
Selanjutnya jika kita mampu melaksanakan hakekat ihram di
tanah air setelah melaksanakan ibadah Haji dan Umroh maka terjadilah apa yang
dinamakan keselarasan, keserasian dan keseimbangan Habblum minnallah wa Habblum
minannass dalam hidup dan kehidupan kita sehari-hari. Kita akan mampu merasakan
nikmatnya bertuhankan kepada Allah SWT melalui khusyu’nya setiap ibadah yang
kita laksanakan dari waktu ke waktu dan juga terjadinya hubungan yang baik ke sesama
umat manusia. Hidup menjadi lebih berwarna dan bermakna sehingga masyarakat
madani dapat tercipta atau mampu menjadikan diri kita menjadi orang yang
berguna bagi orang lain seperti halnya lampu yang mampu menerangi kegelapan. Akan
tetapi jika kita hanya mampu memahami bahwa Ihram/berihram hanya bisa dilakukan
di Baitullah semata, berarti setelah kita kembali ke tanah air kita telah
memberikan kesempatan kepada Syaitan untuk melaksanakan aksinya kepada diri
kita. Hal ini dikarenakan kita telah melepaskan diri atau keluar dari kehendak
Allah SWT sehingga berbuat kebaikan atau berperilaku baik hanya saat menjadi
tamu di Baitullah namun setelah kembali ke tanah air merasa tidak perlu lagi
berperilaku baik karena sudah tidak berihram lagi. Semoga kita yang telah
pulang menunaikan ibadah Haji dan Umroh tidak melakukan hal seperti itu, terkecuali
jika Haji dan Umroh yang kita laksanakan masuk dalam kategori Haji dan Umroh
yang mardud.
2. THAWAF SELAMA HAYAT MASIH DI KANDUNG BADAN
Thawaf artinya mengelilingi Ka’bah yang ada di Baitullah yang
mana dapat kita laksanakan baik dengan berihram maupun dengan pakaian bebas.
Melalui Thawaf kita berupaya untuk selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT
sehingga kita selalu bersama Allah SWT. Hal yang menjadi persoalan adalah
apakah hanya saat di Baitullah saja kita berusaha untuk mendekatkan diri kepada
Allah SWT (maksudnya Thawaf) lalu setelah tidak lagi di Baitullah (maksudnya setelah
tiba di tanah air) kita tidak berusaha lagi untuk mendekatkan diri kepada Allah
SWT? Mendekatkan diri kepada Allah SWT bukan hanya saat diri kita melaksanakan
ibadah Haji dan Umroh di Baitullah semata. Akan tetapi setelah kembali ke tanah
air pun kita harus tetap harus melaksanakan Thawaf dimanapun, kapanpun dan
dalam kondisi apapun sepanjang hayat masih di kandung badan.
Di lain sisi, saat diri kita hidup di muka bumi ini kita
tidak bisa terhindar atau menghindarkan diri dari pengaruh Ahwa dan juga
syaitan yang tidak mengenal jarak, ruang dan waktu yang mengakibatkan diri kita
yang sesungguhnya adalah Ruh/Ruhani menjadi tidak fitrah lagi. Sedangkan
Ruh/Ruhani asalnya fitrah dan kembalinya harus fitrah pula. Inilah sunnatullah
yang harus kita hadapi saat hidup di muka bumi ini. Lalu bagaimana caranya
mengatasi ahwa dan juga syaitan yang tidak mengenal jarak, ruang dan waktu?
Cara yang dikendaki Allah SWT adalah dengan selalu melaksanakan Thawaf
dimanapun, kapanpun dan dalam kondisi apapun atau hanya dengan bersama Allah
SWT sajalah yang mampu mengatasi Ahwa dan juga syaitan.
Adapun Thawaf yang dapat kita lakukan di tanah air setelah
melaksanakan ibadah Haji dan Umroh adalah dengan selalu menjadikan diri kita selalu
berada di dalam kehendak Allah SWT; selalu melaksanakan Diinul Islam secara
Kaffah; selalu melaksanakan perintah yang telah diperintahkan Allah SWT; selalu
meninggalkan segala apa yang dilarang oleh Allah SWT; selalu bersama Allah SWT
melalui ibadah wajib dan sunnah yang sesuai dengan syariat berlaku. Hasil akhir
dari proses Thawaf yang selau kita lakukan di tanah air adalah kita akan selalu
bersama Allah SWT dan dekat dengan Allah SWT saat hidup di muka bumi ini yang
pada akhirnya kita mampu mengalahkan Ahwa dan Syaitan.
Adanya kedekatan diri
kita dengan Allah SWT setelah mampu melaksanakan Thawaf secara hakekat di tanah
air akan membuat diri kita menjadi orang dekat Allah SWT yang pada akhirnya menambah
keimanan kita, bertambah tekun dalam menuntut ilmu dan bertambah rendah hati, bertambah
kaya namun dermawan, bertambah sopan santunnya, ibarat padi semakin berisi
semakin merunduk. Lalu dengan merasa dekat dengan Allah SWT, kita akan menjadi
orang yang pemurah, kendati apa yang kita miliki belum lagi memadai dan
mencukupi. Dengan merasa dekat kepada Allah SWT, kita akan semakin disiplin
dalam melaksanakan tugas dan kewajiban membela dan membangun bangsa dan Negara.
Dengan dekat kepada Allah SWT, kita tidak akan menyebarkan fitnah, berita
bohong, tidak menuntut yang bukan menjadi haknya dan tidak menahan apa yang
menjadi hak orang lain.
8.
Yaitu golongan kanan[1448]. Alangkah mulianya golongan kanan itu.
9. dan
golongan kiri[1449]. Alangkah sengsaranya golongan kiri itu.
90.
dan Adapun jika Dia Termasuk golongan kanan,
91.
Maka keselamatanlah bagimu karena kamu dari golongan kanan.
(surat
Al Waaqiaah (56) ayat 8 dan 9 serta ayat 90 dan 91)
[1448]
Ialah mereka yang menerima buku catatan amal dengan tangan kanan.
[1449]
Ialah mereka yang menerima buku catatan amal dengan tangan kiri.
Ingat, dengan kita selalu Thawaf dari waktu ke waktu kapanpun
dan dimanapun dan dalam kondisi apapun berarti kita selalu dalam kehendak Allah
SWT dalam hal ini Allah SWT berkehendak menjadikan diri kita menjadi golongan
kanan seperti yang dikemukakan oleh Allah SWT dalam surat Al Waaqi’ah (56) ayat
8 sampai 96 di bawah ini. Untuk itu perhatikanlah arah gerakan Thawaf yang kita
lakukan yang bergerak tanpa henti dari kiri menuju kanan yang berarti gerakan
untuk menuju kepada Allah SWT dalam kerangka menuju kehidupan akhirat. Lain halnya Thawaf makhluk yang bergerak dari
kanan menuju kiri yang berarti meninggalkan Allah SWT dalam kerangka menuju
kehidupan dunia. Sekarang semuanya terpulang kepada diri kita masing masing apakah
mau Thawaf ataupun tidak, terkecuali kita sendiri berkeinginan untuk menjadi
golongan kiri atau ingin merasakan panasnya api neraka dan hidup bertetangga
dengan syaitan di sana.
3. JANGAN PERNAH BANGGA DENGAN PAHALA HAJI DAN
UMROH
Jangan pernah bangga memperoleh pahala shalat di Masjdil
Haram yang pahalanya seratus ribu kali, atau jangan pernah bangga memperoleh
pahala shalat di Masjid Nabawi yang pahalanya seribu kali, atau jangan pernah
bangga bisa melaksanakan shalat 40 (empat puluh) waktu di Masjid Nabawi, karena
pahala tidak akan bisa bersifat permanen. Pahala akan berkurang jika kita
melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan kehendak Allah SWT. Untuk itu
segera lakukan Ikhsan (perbuatan baik) kapanpun, dimanapun, dalam kondisi
apapun sebagai bukti diri kita telah
memperoleh Haji dan Umroh yang mabrur kepada diri, keluarga, masyarakat,
bangsa dan negara tanpa harus di tunda tunda atau menunggu waktu yang tepat.
Semakin cepat semakin baik.
Shalat di masjidku ini Masjid Nabawi lebih
utama 1000 (seribu) kali dibanding shalat di masjid lainnya kecuali di Masjidil
Haram dan shalat di Masjidil Haram lebih utama 100.000 (seratus ribu) kali
shalat daripada masjid lainnya.
(Hadits Riwayat Ahmad, Ibnu Huzaimah
dan Hakim)
Hal yang harus kita jadikan pedoman adalah setelah Ruh/Ruhani
kita dipisahkan dengan Jasmani lalu kita tidak tahu sampai kapan akan dibangkitkan
kembali oleh Allah SWT. Kondisi ini yang harus kita perhatikan yaitu adanya waktu
tunggu yang sangat panjang tentunya membutuhkan bekal secara jangka panjang
pula. Salah satu bekal yang bersifat jangka panjang adalah pahala shalat yang
pernah kita dirikan di Masjidil Haram dan juga shalat Arbain di Masjid Nabawi. Sekali
mendirikan Shalat di Masjidil Haram apabila dikonversi dengan shalat di tanah
air sangatlah lama waktunya. Katakan saat di tanah air kita selalu mendirikan
wajib 5 (lima) waktu secara berjamaah berarti pahalanya hanya bernilai 135
(seratus tiga puluh lima) kali. Ini berarti sekali shalat di Masjidil Haram
maka akan sama pahalanya jika kita selalu shalat wajib secara berjamaah selama
740 (tujuh ratus empat puluh) hari berturut turut tidak pernah sekalipun putus
saat di tanah air, sanggupkah kita seperti ini?.
Sekarang saat diri kita melaksanakan ibadah Haji dan Umroh, sudah
berapa banyak kita mendirikan Shalat di Masjidil Haram? Tinggal hitung saja berapa lama waktu kita
shalat di tanah air dibandingkan dengan shalat di Masjidil Haram. Hal yang
harus kita jadikan pedoman bahwa shalat di Masjidil Haram dan juga di Masjid
Nabawi bukanlah tujuan utama dari pelaksanaan ibadah Haji dan Umroh yang kita
laksanakan. Untuk itu jadikan ibadah shalat di kedua masjid ini adalah bonus
dari pelaksanaan ibadah Haji dan Umroh. Akan tetapi tujuan utama dari ibadah
Haji dan Umroh adalah menjadikan diri kita kembali fitrah lalu kita mampu
menjadikan diri kita menjadi tamu yang paling dibanggakan oleh Tuan Rumah
sehingga kita sudah ditunggu tunggu kedatangannya Tuan Rumah.
4. TERUS INGAT ALLAH SWT dan BINA RASA
DITERIMA ALLAH SWT
Setelah kembali dari melaksanakan ibadah Haji dan Umroh, hal
lain yang harus kita laksanakan di tanah air adalah untuk selalu terus merasakan
dan membina rasa diterima oleh Allah SWT saat diri kita menjadi tamu kehormatan
Allah SWT di dalam setiap kegiatan yang
kita lakukan serta jangan pernah menyembunyikan rahasia memperoleh rasa
diterima oleh Allah SWT kepada orang lain sehingga orang lain mampu pula
melebihi apa yang kita peroleh dan rasakan dari pelaksanaan ibadah Haji dan
Umroh. Jangan pernah ajarkan sesuatu yang tidak ada tuntunannya, sampaikan yang
benar itu benar, yang salah itu salah, yang haram itu haram tanpa ditutup
tutupi serta sampaikan dengan santun tanpa menyakiti perasaan orang lain. Adanya
pembuktian hasil dari pelaksanaan Haji dan Umroh yang mabrur menjadikan masyarakat
menjadi tertolong, masyarakat terbantu serta masyarakat mampu pula merasakan
apa yang kita rasakan oleh sebab adanya Haji dan Umroh yang mabrur yang kita
peroleh, atau oleh sebab kemampuan diri kita yang telah mampu meneladani teladannya
keluarga Nabi Ibrahim as, yang perjalanannya telah kita napak tilasi dengan
membuat karya karya besar yang bisa dinikmati oleh generasi yang datang
kemudian hari.
Hal lain yang harus kita jadikan pedoman sebagai bentuk
perwujudan diri kita telah diterima oleh Yang Maha Terhormat, maka perilaku
diri kita harus sesuai dengan kehormatan dari Yang Maha Terhormat sehingga
segala perilaku diri kita selalu berkesesuaian dengan Nilai-Nilai Kebaikan yang
sesuai dengan kehendak Allah SWT. Akan tetapi jika setelah pulang melaksanakan
ibadah Haji dan Umroh kita masih korupsi, masih suka kolusi dan nepotisme,
masih suka berjudi, masih suka melakukan kampanye hitam, masih suka bergunjing,
masih pelit, tidak suka berbagi dan seterusnya berarti kita belum bertemu
dengan Yang Maha Terhormat dikarenakan perilaku kita sangat bertentangan dengan
kehendak Yang Maha Terhormat. Semoga hal ini tidak terjadi pada diri kita yang
telah kembali dari menunaikan ibadah Haji dan Umroh. Selain daripada itu, berdasarkan surat Al Baqarah (2) ayat 200-201 di
bawah ini, setelah kita mampu melaksanakan Ibadah Haji yang mabrur, hendaklah
kita selalu mengingat Allah SWT sebanyak-banyaknya, dimanapun, kapanpun dan
dalam kondisi apapun juga dengan selalu berperilaku sesuai dengan yang kita
ingat, dalam hal ini adalah Asmaul Husna.
apabila
kamu telah menyelesaikan ibadah hajimu, Maka berdzikirlah dengan menyebut
Allah, sebagaimana kamu menyebut-nyebut (membangga-banggakan) nenek
moyangmu[126], atau (bahkan) berdzikirlah lebih banyak dari itu. Maka di antara
manusia ada orang yang bendoa: "Ya Tuhan Kami, berilah Kami (kebaikan) di
dunia", dan Tiadalah baginya bahagian (yang menyenangkan) di akhirat.
dan
di antara mereka ada orang yang bendoa: "Ya Tuhan Kami, berilah Kami
kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah Kami dari siksa
neraka"[127].
(surat Al Baqarah (2) ayat
200-201)
[126] Adalah menjadi
kebiasaan orang-orang Arab Jahiliyah setelah menunaikan haji lalu
Bermegah-megahan tentang kebesaran nenek moyangnya. setelah ayat ini diturunkan
Maka memegah-megahkan nenek moyangnya itu diganti dengan dzikir kepada Allah.
[127] Inilah doa
yang sebaik-baiknya bagi seorang Muslim.
Katakan kita mengingat Allah SWT adalah Dzat Yang Maha Mendengar lagi Maha
Melihat, maka dalam berperilaku kita harus melaksanakan keduanya yaitu kita
harus bisa mendengar dan juga melihat apa terjadi. Sehingga kita tidak jangan
hanya mengandalkan fungsi mendengar atau pendengaran saja dengan mengabaikan
fakta dan bukti yang dapat kita lihat.Laksanakan keduanya dalam satu kesatuan. Di
lain sisi, jika kita mengingat Allah SWT adalah Dzat Yang Maha Kaya lagi Maha
Penyantun maka perilaku kita harus bisa mencerminkan apa yang kita ingat tersebut
dengan menjadikan diri kita kaya lagi penyantun bagi sesama atau kekayaan yang
kita miliki mampu menjadikan diri kita penyantun kepada sesama. Agar diri kita
mampu mengingat Allah SWT dari waktu ke waktu berikut ini akan kami kemukakan Tabel
Asmaul Husna, yang berisi penegasan Allah SWT dan juga petunjuk bagi diri kita saat
melaksanakan kekhalifahan di muka bumi.
A S M A U L H U S N A
1
|
Ar Rahman Ar Rahiem
|
Maha Pengasih/Pemurah lagi Maha Penyayang
|
118
|
2
|
At Taubah Ar Rahiem
|
Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang
|
3
|
3
|
At Tawwab Ar Rahiem
|
Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang
|
3
|
4
|
Ar Ra’uuf Ar Rahiem
|
Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
|
8
|
5
|
Al Ghofuur Ar Rahiem
|
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang
|
68
|
6
|
Al Azis Al Rahiem
|
Maha Perkasa lagi Maha Penyayang
|
12
|
7
|
Ar Rahiem Al Ghofuur
|
Maha Penyayang lagi Maha Pengampun
|
1
|
8
|
Ar Rahiem Al Waduud
|
Maha Penyayang lagi Maha Mencintai
|
1
|
9
|
Al Aliem Al Hakim
|
Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana
|
17
|
10
|
Al Azis Al Hakim
|
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana
|
45
|
11
|
Al Waasi Al Hakim
|
Maha Luas lagi Maha Bijaksana
|
1
|
12
|
Al Hakam Al Hakim
|
Maha Menetapkan Hukum lagi Maha Bijaksana
|
1
|
13
|
At Tawwaab Al Hakim
|
Maha Penerima Taubat lagi Maha Bijaksana
|
1
|
14
|
Al Aliyy Al Hakim
|
Maha Tinggi/Maha Luhur lagi Maha Bijaksana
|
1
|
15
|
Al Hakim Al Khoobir
|
Maha Pemaaf lagi Maha Waspada
|
4
|
16
|
Al Hakim Al Aliem
|
Maha Pemaaf lagi Maha Mengetahui
|
6
|
17
|
Al Hakim Al Hamid
|
Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji
|
1
|
18
|
Al Latief Al Aliem
|
Maha Halus lagi Maha Mengetahui
|
1
|
19
|
Al Waasi Al Aliem
|
Maha Luas lagi Maha Mengetahui
|
6
|
20
|
Al Sami’ Al Aliem
|
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui
|
30
|
21
|
Al Azis Al Aliem
|
Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui
|
5
|
22
|
Al Khaliq Al Aliem
|
Maha Pencipta lagi Maha Mengetahui
|
2
|
23
|
Al Aliem Al Khoobir
|
Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal
|
2
|
24
|
Al Aliem Al Qaadir
|
Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa
|
3
|
25
|
Al Aliem Al Halim
|
Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun
|
2
|
26
|
Al Ghoniyy Al Halim
|
Maha Kaya lagi Maha Penyantun
|
1
|
27
|
Al Ghoniyy Al Hamid
|
Maha Kaya lagi Maha Terpuji
|
8
|
28
|
Al Ghoniyy Al Kariem
|
Maha Kaya lagi Maha Mulia
|
1
|
29
|
Al Waaly Al Hamid
|
Maha Menguasai Urusan lagi Maha Terpuji
|
1
|
30
|
Al Azis Al Hamid
|
Maha Perkasa lagi Maha Terpuji
|
3
|
31
|
Al Hamid Al Majid
|
Maha Terpuji lagi Maha Mulia/Maha Agung
|
1
|
32
|
Al Azies Al Ghofuur
|
Maha Perkasa lagi Maha Pengampun
|
2
|
33
|
Al Halim Al Ghofuur
|
Maha Penyantun lagi Maha Pengampun
|
2
|
34
|
Al Afuww Al Ghofuur
|
Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun
|
7
|
35
|
Al Ghofuur Asy Syakuur
|
Maha Pengampun lagi Maha Pembalas
|
2
|
36
|
Al Ghofuur Al Waduud
|
Maha Pengampun lagi Maha Mencintai
|
1
|
37
|
Al Sami’ Al Bashir
|
Maha Mendengar lagi Maha Melihat
|
10
|
38
|
Al Khoobir Al Bashir
|
Maha Waspada lagi Maha Melihat
|
2
|
39
|
Al Ghofuur Al Halim
|
Maha Pengampun lagi Maha Penyantun
|
4
|
40
|
As Syakuur Al Halim
|
Maha Pembalas lagi Maha Penyantun
|
1
|
41
|
Al Aliyy Al Azhiem
|
Maha Tinggi lagi Maha Agung
|
2
|
42
|
Al Aliyy Al Kabiir
|
Maha Tinggi lagi Maha Besar
|
3
|
43
|
Al Aliyy Al Kabiir
|
Maha Tinggi lagi Maha Besar
|
1
|
44
|
Al Azies Al Ghaffar
|
Maha Perkasa lagi Maha
Pengampun
|
4
|
25
|
Al Qawiyy Al Azies
|
Maha Kuat lagi Maha Perkasa
|
6
|
28
|
Al Wahid Al Qahhar
|
Maha Esa lagi Maha Pemaksa/Maha Perkasa
|
6
|
29
|
Al Kabiir Al Muta’aaly
|
Maha Besar lagi Maha Suci/Maha Tinggi
|
1
|
20
|
Al Afuww Al Khodir
|
Maha Pemaaf lagi Maha Kuasa
|
2
|
39
|
Al Latief Al Khoobir
|
Maha Halus lagi Maha Waspada
|
3
|
50
|
Al Malik Al Quddus Al Aziz Al Hakim
|
Maha Raja lagi Maha Suci lagi Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana
|
1
|
Sekali lagi kami kemukakan bahwa Asmaul Husna yang kami kemukakan di atas
ini berisi tentang penegasan atas kemahaan dan kebesaran Allah SWT dan juga
bisa kita jadikan pedoman saat melaksanakan profesi profesi tertentu atau perbuatan yang harus kita laksanakan agar
sesuai dengan kehendak Allah SWT. Untuk itu jika kita merasa telah kembali
fitrah, maka jadikan Asmaul Husna di atas menjadi perbuatan kita, menjadi
cerminan diri kita, yang pada akhirnya menjadikan diri kita sebagai penampilan
Allah SWT di muka bumi serta terlihatlah apa yang dinamakan dengan Islam Rahmat
bagi alam semesta. Semoga kita mampu melaksanakan perbuatan yang sesuai dengan
Asmaul Husna yang kami kemukakan di atas dari waktu ke waktu selama hayat masih
di kandung badan lalu tersenyumlah Allah SWT kepada kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar