Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Selasa, 23 Januari 2018

SETELAH HAJI DAN UMROH YANG MABRUR, LALU...... (part 1 of 2)

Ibadah Haji dan Umroh adalah perintah Allah SWT. Sebagai sebuah perintah maka ibadah Haji dan Umroh bukanlah tujuan akhir melainkan sarana atau alat bantu bagi yang diperintahkan untuk melaksanakannnya untuk memperoleh segala maksud dan tujuan yang hakiki ada di balik perintah ibadah Haji dan Umroh. Inilah kondisi dasar dari pelaksanaan ibadah Haji dan Umroh sehingga hanya orang orang yang mampu menunaikan ibadah Haji dan Umroh yang sesuai dengan kehendak Allah SWT sajalah yang akan memperoleh segala manfaat yang ada di balik perintah Haji dan Umroh. Adanya kondisi ini menunjukkan kepada kita bahwa perintah menunaikan ibadah Haji dan Umroh sangat bersifat individualistik sehingga manfaat yang hakiki yang terdapat di balik perintah Haji dan Umroh hanya akan dinikmati dan dirasakan oleh yang mampu menunaikan saja sehingga yang tidak melaksanakan tidak akan pernah menikmati dan merasakan apa apa yang ada di dalam ibadah Haji dan Umroh.

Setelah diri kita mampu menikmati dan merasakan hasil dari pelaksanaan ibadah Haji dan Umroh yang mabrur yang kesemuanya bersifat individualistik bukan berarti kita sudah sesuai dengan kehendak Allah SWT. Hal ini dikarenakan segala manfaat yang kita peroleh dan rasakan dari ibadah Haji dan Umroh baru hanya terbatas untuk kepentingan diri kita sendiri. Jika ini yang terjadi maka kondisi ini belum sesuai dengan kehendak Allah SWT. Allah SWT selaku pemberi perintah menunaikan ibadah Haji dan Umroh belum akan tersenyum kepada diri kita sepanjang manfaat yang hakiki dari pelaksanaan ibadah Haji dan Umroh yang mabrur tidak bisa dinikmati oleh orang lain, tidak bisa dinikmati oleh keluarga, tidak bisa dinikmati oleh masyarakat, tidak bisa dinikmati oleh bangsa dan negara dan kalau memungkinkan harus bisa dinikmati oleh generasi yang datang di kemudian hari.


Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan Kami ialah Allah", kemudian mereka tetap istiqamah[1388] Maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita.
(surat Al Ahqaaf (46) ayat 13)

[1388] Istiqamah ialah teguh pendirian dalam tauhid dan tetap beramal yang saleh.

Adanya kondisi ini berarti hakekat dari pelaksanaan ibadah Haji dan Umroh yang mabrur bukan akhir dari suatu perjalanan. Ibadah Haji dan Umroh yang mabrur bukan pula puncak pencapaian. Ibadah Haji dan Umroh yang mabrur adalah awal dari pembelajaran dan pelatihan yang harus diaplikasikan dalam kehidupan secara sungguh-sungguh di dalam menghadapi ahwa dan syaitan, untuk menjaga dan merawat kefitrahan diri yang telah kita peroleh serta untuk mempertahankan Ruh/Ruhani sebagai jati diri kita yang sesungguhnya. Adanya kondisi ini, berarti kita harus bisa melaksanakan apa-apa yang dikemukakan oleh Allah SWT dalam surat Al Ahqaaf (46) ayat 13 yang kami kemukakan di atas.  

Setelah diri kita melaksanakan dan memperoleh ibadah Haji dan Umroh yang mabrur, maka pasca melaksanakan dan memperoleh Haji dan Umroh yang mabrur kita harus tetap melaksanakan Diinul Islam secara Kaffah, kita harus tetap bertuhankan kepada Allah SWT, kita harus tetap beramal shaleh, kita harus tetap melaksanakan ibadah-ibadah Sunnah, kita harus tetap Istiqamah (komitmen yang konsisten) di dalam kehendak Allah SWT. Hal ini dikarenakan setelah melaksanakan dan memperoleh ibadah Haji dan Umroh yang mabrur belum tentu Ruh/Ruhani kita berpisah dengan Jasmani, yang artinya selama kita masih dinamakan dengan manusia (selama masih terdiri dari Ruh/Ruhani dan Jasmani) maka kita harus siap menghadapi ahwa dan syaitan dan tetap beraktivitas untuk mengisi hidup dan kehidupan. Selain daripada itu Allah SWT selaku pemberi perintah menunaikan ibadah Haji dan Umroh melalui surat Al Baqarah (2) ayat 198 di bawah ini, juga telah memberikan pedoman dasar setelah kembali ke tanah air. Allah SWT mempersilahkan diri kita untuk kembali mencari Rezeki dari hasil perniagaan, mencari nafkah, bekerja dan berusaha bagi diri, keluarga dan anak keturunan, sehingga setelah melaksanakan Ibadah Haji dan Umroh kita diperkenankan kembali untuk melaksanakan aktifitas kita sehari-hari dengan catatan harus sesuai dengan kaidah dan norma-norma yang sesuai dengan kehendak Allah SWT selaku pencipta dan pemilik alam semesta ini.


tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil perniagaan) dari Tuhanmu. Maka apabila kamu telah bertolak dari 'Arafat, berdzikirlah kepada Allah di Masy'arilharam[125]. dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan Sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar Termasuk orang-orang yang sesat.
(surat Al Baqarah (2) ayat 198)


Hal yang harus kita perhatikan adalah setelah kembali ke tanah air dari menunaikan ibadah Haji dan Umroh bukan menjadikan diri kita malas atau tidak mau keluar rumah menunggu sampai waktu tertentu baru melaksanakan aktivitas kembali. Ayo segera buktikan hasil dari pelaksanaan Haji dan Umroh yang mabrur yang telah kita laksanakan, jangan malu melaksanakannya, jangan ditunda tunda sampai kita mampu melaksanakannya. Semakin cepat kita membuktikannya semakin baik dan semakin cepat keluarga, masyarakat, bangsa dan negara merasakan hasilnya serta semakin cepat pula Allah SWT tersenyum kepada diri kita.   

Salah satu bukti bahwa kita telah melaksanakan ibadah Haji dan Umroh yang mabrur berarti kita  sudah mengetahui dan paham benar tentang khutbah terakhir Nabi Muhammad SAW di waktu melakukan haji terakhir di Makkah. Sekarang sudahkah kita tahu isi dari khutbah dimaksud? Jika kita belum tahu isi khutbah terakhir Nabi Muhammad SAW berarti ada yang kurang saat diri kita belajar tentang Haji dan Umroh. Berikut ini akan kami kemukakan khutbah terakhir dari Nabi Muhammad SAW dimaksud agar diri kita mengambil hikmah dan pelajaran dari isi khutbah tersebut: “Hai manusia, dengarlah khutbahku karena saya pikir setelah tahun ini saya tidak akan bertemu lagi dengan kalian di tempat ini”. “Hai manusia (mulai sekarang) sampai kalian menemui Tuhanmu, darah dan hartamu adalah suci  sebagaimana hari ini dan bulan ini”. “Dan tentu kalian akan menemui Tuhanmu bila Dia menanyai kalian tentang perbuatanmu dan saya telah sampaikan pesan Nya pada kalian”. “Barangsiapa yang dipercayakan padanya harta milik orang lain harus menyerahkannya kembali kepada pemiliknya. Dan segala yang dipinjamkan secara riba dibatalkan tetapi modal kalian adalah milikmu. Jangan berlaku tidak adil terhadap siapapun begitu juga membiarkan ketidakadilan diperlakukan atas itu”. “Allah sudah memutuskan bahwa tidak boleh ada riba. Dan semua bunga yang dikenakan terhadap Abbas bin Abd al Muthalib dibatalkan”.“Dan semua kompensasi atas pertumpahan darah pada waktu kelalaian dihapuskan”.

“Sesudah itu, hai manusia! Yang buruk telah mematahkan apa yang kalian sembah di tanah airmu”. Tetapi ia akan ditaati di benua atau pulau lain. Karena itu berhati-hatilah dengan imanmu agar umat lain tidak mengurangi nilai perbuatan baikmu”. “Hai manusia, pengunduran bulan suci adalah sebagai tambahan  hari-hari yang diingkari”. “Barangsiapa yang memilih kekafiran adalah tersesat karenanya. Mereka memaklumkannya satu tahun suci dan tidak suci tahun yang lainnya”.“Untuk memperbaharui jumlah bulan-bulan suci yang ditentukan Allah, maka mereka membuat tidak suci apa yang disucikan Allah. Dan waktu berjalan terus semenjak langit dan bumi diciptakan Allah. Dan jumlah bulan-bulan di sisi Allah adalah dua belas, yang mana empat di antaranya suci yaitu tiga bulan berturut-turut dan Rajab sendiri antara bulan-bulan Jamadi dan Sha’ban (Jamadil Awwal, Jamadil Akhir, Rajab dan Sha’ban)

Dan kemudian, hai manusia, kalian berhak atas istrimu dan mereka mempunyai hak atas diri kamu, yaitu kewajiban melakukan zakat (shadaqah dan menghindarkan kebiasaan hidup mewah). Dan bila mereka melanggar, kalian boleh memutuskan hubungan dengan mereka. Tetapi bila mereka insyaf (minta ampun) kamu harus beri mereka makan dan pakaian dengan adil. Dan perintahkanlah masing-masing agar berbuat baik terhadap wanita karena mereka ditugaskan untukmu dan tidak ada control atas segala sesuatu (dengan) diri mereka. Dan kamu mengambil mereka sebagai kepercayaan Allahdan telah dijadikan halal bagimu dengan wahyu Allah.

“Karena itu hai manusia, mengertilah dengan baik perkataanku karena itu saya sampaikan pesanku dan saya telah tinggalkan padamu apa-apa yang jika kamu ambil sebagai pegangan perkaramu tidak akan berjalan salah, yaitu Kitab Allah dan peraturan agama dari Rasul-Nya (sunnah Rasul-Nya)”. “Hai manusia, dengarlah khutbahku dan yakinilah dirimu bahwa engkau benar-benar mengerti. Kalian diajarkan bahwa orang Muslim adalah saudara dari setiap Muslim yang lain dan orang-orang Muslim membentuk satu umat yang bersaudara. Tidaklah halal bagi setiap orang (Muslim) mengambil sesuatu kepunyaan saudaranya kecuali apa yang diberikan oleh seseorang dengan ikhlas. Karena itu jangan berbuat tidak adil antara satu dengan yang lain.”

“Ya Allah, apakah sudah kusampaikan pesanku?” Begitu selesai Nabi bersabda, Nabi bertanya kepada mereka: “Tahukah kamu hari apa (sekarang) ini?” Mereka menjawab, “Hari Haji Besar”. Kemudian Nabi berkata: “Tidakkah kamu tahu bahwa Allah telah membuat darahmu (hidupmu) dan harta bendamu suci hingga sampai menemui Allah sebagaimana Dia mensucikan hari ini?” Mereka menjawab: “Ya”, seterusnya kalimat demi kalimat. Dan ketika Nabi bersabda: “Ya Allah, sudahkah aku sampaikan pesanku?” Mereka semua menjawab satu suara, “Ya”. Dan Nabi Muhammad SAW bersabda: “Ya Allah, Engkau adalah saksiku”. Dan setelah Nabi menyelesaikan khutbah beliau, beliau turun dari untanya dan melakukan shalat Zhuhur dan Ashar sekaligus, dan begitu beliau melakukannya Allah mewahyukan padanya, “Hari ini telah Aku sempurnakan bagimu agamamu, dan Aku telah lengkapkan nikmat-Ku atasmu dan Aku rela Islam menjadi agamamu”. (surat Al Maaidah (5) ayat 3)

Hal yang harus kita perhatikan setelah mengetahui khutbah terakhir Nabi Muhammad SAW adalah memperoleh Haji Mabrur bukanlah hasil sesaat yang kita peroleh dari menjadi tamu Allah SWT di Baitullah. Haji dan Umroh yang mabrur harus menjadikan diri kita kembali ke fitrah yang dilanjutkan dengan membuktikan hasil dari bertemu dengan kebesaran dan kemahaan Allah SWT atau membuktikan hasil dari pelaksanaan napak tilas keluarga Nabi Ibrahim as, melalui tindakan yang luar biasa yang tidak hanya dinikmati oleh diri sendiri atau mempertahankan apa apa yang telah kita buang saat melontar Jumroh agar tidak kembali lagi menjadi perbuatan kita. Sehingga hasil akhir dari pelaksanaan ibadah Haji dan Umroh tidak hanya dinikmati secara jangka pendek, melainkan jangka panjang bahkan bisa dinikmati oleh generasi yang datang dikemudian hari. Selanjutnya agar Allah SWT selalu tersenyum kepada diri kita setelah diri kita mampu menunaikan ibadah Haji dan Umroh yang mabrur, berikut ini akan kami kemukakan hal hal yang bisa kita laksanakan setelah kembali ke tanah air, yaitu:

1.      BERIHRAM SEPANJANG HAYAT MASIH DI KANDUNG BADAN
  
Ihram berasal dari kata “ahrama” yang artinya mengharamkan, dimana saat kita berihram Haji dan Umroh maka saat itu juga kita terikat dengan sesuatu yang diharamkan dengan tidak melakukan tindakan tindakan yang bertentangan dengan kebesaran dan kemahaan Allah SWT.  Lalu apakah saat diri kita melaksanakan ibadah Haji dan Umroh saja kita berihram atau terikat dengan sesuatu yang yang diharamkan Allah SWT? Berihram dengan memakai dua helai kain tanpa berjahid secara syariat memang harus kita kenakan saat diri kita melaksanakan ibadah Haji dan Umroh di Baitullah. Namun bukan berarti setelah selesai diri kita menunaikan ibaadh Haji dan Umroh di Baitullah kita berhenti total untuk tidak berihram. Berihram secara syariat benar adanya saat diri kita melaksanakan Haji dan Umroh di Baitullah, namun secara hakekat kita harus tetap berihram dimanapun, kapanpun dan dalam kondisi apapun dengan tidak berbuat sesuatu yang telah diharamkan oleh Allah SWT. Ingat, kebaikan dari sesuatu yang telah diharamkan oleh Allah SWT bukan untuk kepentingan Allah SWT melainkan untuk diri kita yang mau melaksanakan ketentuan dimaksud.  

Jika saat ini kita telah melaksanakan dan memperoleh Haji dan Umroh yang mabrur maka teruslah berihram atau berihromlah secara hakekat terus menerus sepanjang hayat masih di kandung badan dengan tidak melakukan tindakan-tindakan atau perbuatan perbuatan yang telah diharamkan Allah SWT seperti malas, sombong, angkuh, membanggakan keturunan, pangkat dan jabatan, merusak lingkungan, korupsi, kolusi, nepotismme, berperilaku kejam yang pada intinya jangan pernah melakukan tindakan yang paling disukai oleh syaitan, terkecuali kita ingin menjadi teman yang berguna bagi syaitan. Selain daripada itu kita bisa melakukan hakekat ihram di tanah air dengan selalu melepaskan diri dari segala kesombongan, dengan meniadakan keangkuhan dan ketamakan, dengan tidak pernah merasa benar sendiri karena kekayaan, kedudukan, pangkat dan jabatan, keturunan yang kita miliki. Dengan kita berihram di tanah air, maka diri kita akan menjadi pribadi-pribadi rendah hati, berbudi pekerti luhur, selalu menjadi tangan di atas, cepat tanggap dengan lingkungan sehingga kita berguna bagi masyarakat, bangsa dan negara.

Selanjutnya jika kita mampu melaksanakan hakekat ihram di tanah air setelah melaksanakan ibadah Haji dan Umroh maka terjadilah apa yang dinamakan keselarasan, keserasian dan keseimbangan Habblum minnallah wa Habblum minannass dalam hidup dan kehidupan kita sehari-hari. Kita akan mampu merasakan nikmatnya bertuhankan kepada Allah SWT melalui khusyu’nya setiap ibadah yang kita laksanakan dari waktu ke waktu dan juga terjadinya hubungan yang baik ke sesama umat manusia. Hidup menjadi lebih berwarna dan bermakna sehingga masyarakat madani dapat tercipta atau mampu menjadikan diri kita menjadi orang yang berguna bagi orang lain seperti halnya lampu yang mampu menerangi kegelapan. Akan tetapi jika kita hanya mampu memahami bahwa Ihram/berihram hanya bisa dilakukan di Baitullah semata, berarti setelah kita kembali ke tanah air kita telah memberikan kesempatan kepada Syaitan untuk melaksanakan aksinya kepada diri kita. Hal ini dikarenakan kita telah melepaskan diri atau keluar dari kehendak Allah SWT sehingga berbuat kebaikan atau berperilaku baik hanya saat menjadi tamu di Baitullah namun setelah kembali ke tanah air merasa tidak perlu lagi berperilaku baik karena sudah tidak berihram lagi. Semoga kita yang telah pulang menunaikan ibadah Haji dan Umroh tidak melakukan hal seperti itu, terkecuali jika Haji dan Umroh yang kita laksanakan masuk dalam kategori Haji dan Umroh yang mardud. 

2.      THAWAF SELAMA HAYAT MASIH DI KANDUNG BADAN

Thawaf artinya mengelilingi Ka’bah yang ada di Baitullah yang mana dapat kita laksanakan baik dengan berihram maupun dengan pakaian bebas. Melalui Thawaf kita berupaya untuk selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT sehingga kita selalu bersama Allah SWT. Hal yang menjadi persoalan adalah apakah hanya saat di Baitullah saja kita berusaha untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT (maksudnya Thawaf) lalu setelah tidak lagi di Baitullah (maksudnya setelah tiba di tanah air) kita tidak berusaha lagi untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT? Mendekatkan diri kepada Allah SWT bukan hanya saat diri kita melaksanakan ibadah Haji dan Umroh di Baitullah semata. Akan tetapi setelah kembali ke tanah air pun kita harus tetap harus melaksanakan Thawaf dimanapun, kapanpun dan dalam kondisi apapun sepanjang hayat masih di kandung badan.

Di lain sisi, saat diri kita hidup di muka bumi ini kita tidak bisa terhindar atau menghindarkan diri dari pengaruh Ahwa dan juga syaitan yang tidak mengenal jarak, ruang dan waktu yang mengakibatkan diri kita yang sesungguhnya adalah Ruh/Ruhani menjadi tidak fitrah lagi. Sedangkan Ruh/Ruhani asalnya fitrah dan kembalinya harus fitrah pula. Inilah sunnatullah yang harus kita hadapi saat hidup di muka bumi ini. Lalu bagaimana caranya mengatasi ahwa dan juga syaitan yang tidak mengenal jarak, ruang dan waktu? Cara yang dikendaki Allah SWT adalah dengan selalu melaksanakan Thawaf dimanapun, kapanpun dan dalam kondisi apapun atau hanya dengan bersama Allah SWT sajalah yang mampu mengatasi Ahwa dan juga syaitan.

Adapun Thawaf yang dapat kita lakukan di tanah air setelah melaksanakan ibadah Haji dan Umroh adalah dengan selalu menjadikan diri kita selalu berada di dalam kehendak Allah SWT; selalu melaksanakan Diinul Islam secara Kaffah; selalu melaksanakan perintah yang telah diperintahkan Allah SWT; selalu meninggalkan segala apa yang dilarang oleh Allah SWT; selalu bersama Allah SWT melalui ibadah wajib dan sunnah yang sesuai dengan syariat berlaku. Hasil akhir dari proses Thawaf yang selau kita lakukan di tanah air adalah kita akan selalu bersama Allah SWT dan dekat dengan Allah SWT saat hidup di muka bumi ini yang pada akhirnya kita mampu mengalahkan Ahwa dan Syaitan.

 Adanya kedekatan diri kita dengan Allah SWT setelah mampu melaksanakan Thawaf secara hakekat di tanah air akan membuat diri kita menjadi orang dekat Allah SWT yang pada akhirnya menambah keimanan kita, bertambah tekun dalam menuntut ilmu dan bertambah rendah hati, bertambah kaya namun dermawan, bertambah sopan santunnya, ibarat padi semakin berisi semakin merunduk. Lalu dengan merasa dekat dengan Allah SWT, kita akan menjadi orang yang pemurah, kendati apa yang kita miliki belum lagi memadai dan mencukupi. Dengan merasa dekat kepada Allah SWT, kita akan semakin disiplin dalam melaksanakan tugas dan kewajiban membela dan membangun bangsa dan Negara. Dengan dekat kepada Allah SWT, kita tidak akan menyebarkan fitnah, berita bohong, tidak menuntut yang bukan menjadi haknya dan tidak menahan apa yang menjadi hak orang lain.

8. Yaitu golongan kanan[1448]. Alangkah mulianya golongan kanan itu.
9. dan golongan kiri[1449]. Alangkah sengsaranya golongan kiri itu.
90. dan Adapun jika Dia Termasuk golongan kanan,
91. Maka keselamatanlah bagimu karena kamu dari golongan kanan.
(surat Al Waaqiaah (56) ayat 8 dan 9 serta ayat 90 dan 91)

[1448] Ialah mereka yang menerima buku catatan amal dengan tangan kanan.
[1449] Ialah mereka yang menerima buku catatan amal dengan tangan kiri.

Ingat, dengan kita selalu Thawaf dari waktu ke waktu kapanpun dan dimanapun dan dalam kondisi apapun berarti kita selalu dalam kehendak Allah SWT dalam hal ini Allah SWT berkehendak menjadikan diri kita menjadi golongan kanan seperti yang dikemukakan oleh Allah SWT dalam surat Al Waaqi’ah (56) ayat 8 sampai 96 di bawah ini. Untuk itu perhatikanlah arah gerakan Thawaf yang kita lakukan yang bergerak tanpa henti dari kiri menuju kanan yang berarti gerakan untuk menuju kepada Allah SWT dalam kerangka menuju kehidupan akhirat.  Lain halnya Thawaf makhluk yang bergerak dari kanan menuju kiri yang berarti meninggalkan Allah SWT dalam kerangka menuju kehidupan dunia. Sekarang semuanya terpulang kepada diri kita masing masing apakah mau Thawaf ataupun tidak, terkecuali kita sendiri berkeinginan untuk menjadi golongan kiri atau ingin merasakan panasnya api neraka dan hidup bertetangga dengan syaitan di sana.

3.      JANGAN PERNAH BANGGA DENGAN PAHALA HAJI DAN UMROH

Jangan pernah bangga memperoleh pahala shalat di Masjdil Haram yang pahalanya seratus ribu kali, atau jangan pernah bangga memperoleh pahala shalat di Masjid Nabawi yang pahalanya seribu kali, atau jangan pernah bangga bisa melaksanakan shalat 40 (empat puluh) waktu di Masjid Nabawi, karena pahala tidak akan bisa bersifat permanen. Pahala akan berkurang jika kita melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan kehendak Allah SWT. Untuk itu segera lakukan Ikhsan (perbuatan baik) kapanpun, dimanapun, dalam kondisi apapun sebagai bukti diri kita telah  memperoleh Haji dan Umroh yang mabrur kepada diri, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara tanpa harus di tunda tunda atau menunggu waktu yang tepat. Semakin cepat semakin baik.

Shalat di masjidku ini Masjid Nabawi lebih utama 1000 (seribu) kali dibanding shalat di masjid lainnya kecuali di Masjidil Haram dan shalat di Masjidil Haram lebih utama 100.000 (seratus ribu) kali shalat daripada masjid lainnya.
(Hadits Riwayat Ahmad, Ibnu Huzaimah dan Hakim)

Hal yang harus kita jadikan pedoman adalah setelah Ruh/Ruhani kita dipisahkan dengan Jasmani lalu kita tidak tahu sampai kapan akan dibangkitkan kembali oleh Allah SWT. Kondisi ini yang harus kita perhatikan yaitu adanya waktu tunggu yang sangat panjang tentunya membutuhkan bekal secara jangka panjang pula. Salah satu bekal yang bersifat jangka panjang adalah pahala shalat yang pernah kita dirikan di Masjidil Haram dan juga shalat Arbain di Masjid Nabawi. Sekali mendirikan Shalat di Masjidil Haram apabila dikonversi dengan shalat di tanah air sangatlah lama waktunya. Katakan saat di tanah air kita selalu mendirikan wajib 5 (lima) waktu secara berjamaah berarti pahalanya hanya bernilai 135 (seratus tiga puluh lima) kali. Ini berarti sekali shalat di Masjidil Haram maka akan sama pahalanya jika kita selalu shalat wajib secara berjamaah selama 740 (tujuh ratus empat puluh) hari berturut turut tidak pernah sekalipun putus saat di tanah air, sanggupkah kita seperti ini?.
Sekarang saat diri kita melaksanakan ibadah Haji dan Umroh, sudah berapa banyak kita mendirikan Shalat di Masjidil Haram?  Tinggal hitung saja berapa lama waktu kita shalat di tanah air dibandingkan dengan shalat di Masjidil Haram. Hal yang harus kita jadikan pedoman bahwa shalat di Masjidil Haram dan juga di Masjid Nabawi bukanlah tujuan utama dari pelaksanaan ibadah Haji dan Umroh yang kita laksanakan. Untuk itu jadikan ibadah shalat di kedua masjid ini adalah bonus dari pelaksanaan ibadah Haji dan Umroh. Akan tetapi tujuan utama dari ibadah Haji dan Umroh adalah menjadikan diri kita kembali fitrah lalu kita mampu menjadikan diri kita menjadi tamu yang paling dibanggakan oleh Tuan Rumah sehingga kita sudah ditunggu tunggu kedatangannya Tuan Rumah.
  
4.      TERUS INGAT ALLAH SWT dan BINA RASA DITERIMA ALLAH SWT

Setelah kembali dari melaksanakan ibadah Haji dan Umroh, hal lain yang harus kita laksanakan di tanah air adalah untuk selalu terus merasakan dan membina rasa diterima oleh Allah SWT saat diri kita menjadi tamu kehormatan Allah SWT  di dalam setiap kegiatan yang kita lakukan serta jangan pernah menyembunyikan rahasia memperoleh rasa diterima oleh Allah SWT kepada orang lain sehingga orang lain mampu pula melebihi apa yang kita peroleh dan rasakan dari pelaksanaan ibadah Haji dan Umroh. Jangan pernah ajarkan sesuatu yang tidak ada tuntunannya, sampaikan yang benar itu benar, yang salah itu salah, yang haram itu haram tanpa ditutup tutupi serta sampaikan dengan santun tanpa menyakiti perasaan orang lain. Adanya pembuktian hasil dari pelaksanaan Haji dan Umroh yang mabrur menjadikan masyarakat menjadi tertolong, masyarakat terbantu serta masyarakat mampu pula merasakan apa yang kita rasakan oleh sebab adanya Haji dan Umroh yang mabrur yang kita peroleh, atau oleh sebab kemampuan diri kita yang telah mampu meneladani teladannya keluarga Nabi Ibrahim as, yang perjalanannya telah kita napak tilasi dengan membuat karya karya besar yang bisa dinikmati oleh generasi yang datang kemudian hari.

Hal lain yang harus kita jadikan pedoman sebagai bentuk perwujudan diri kita telah diterima oleh Yang Maha Terhormat, maka perilaku diri kita harus sesuai dengan kehormatan dari Yang Maha Terhormat sehingga segala perilaku diri kita selalu berkesesuaian dengan Nilai-Nilai Kebaikan yang sesuai dengan kehendak Allah SWT. Akan tetapi jika setelah pulang melaksanakan ibadah Haji dan Umroh kita masih korupsi, masih suka kolusi dan nepotisme, masih suka berjudi, masih suka melakukan kampanye hitam, masih suka bergunjing, masih pelit, tidak suka berbagi dan seterusnya berarti kita belum bertemu dengan Yang Maha Terhormat dikarenakan perilaku kita sangat bertentangan dengan kehendak Yang Maha Terhormat. Semoga hal ini tidak terjadi pada diri kita yang telah kembali dari menunaikan ibadah Haji dan Umroh. Selain daripada itu, berdasarkan surat Al Baqarah (2) ayat 200-201 di bawah ini, setelah kita mampu melaksanakan Ibadah Haji yang mabrur, hendaklah kita selalu mengingat Allah SWT sebanyak-banyaknya, dimanapun, kapanpun dan dalam kondisi apapun juga dengan selalu berperilaku sesuai dengan yang kita ingat, dalam hal ini adalah Asmaul Husna.
apabila kamu telah menyelesaikan ibadah hajimu, Maka berdzikirlah dengan menyebut Allah, sebagaimana kamu menyebut-nyebut (membangga-banggakan) nenek moyangmu[126], atau (bahkan) berdzikirlah lebih banyak dari itu. Maka di antara manusia ada orang yang bendoa: "Ya Tuhan Kami, berilah Kami (kebaikan) di dunia", dan Tiadalah baginya bahagian (yang menyenangkan) di akhirat.
dan di antara mereka ada orang yang bendoa: "Ya Tuhan Kami, berilah Kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah Kami dari siksa neraka"[127].
(surat Al Baqarah (2) ayat 200-201)

[126] Adalah menjadi kebiasaan orang-orang Arab Jahiliyah setelah menunaikan haji lalu Bermegah-megahan tentang kebesaran nenek moyangnya. setelah ayat ini diturunkan Maka memegah-megahkan nenek moyangnya itu diganti dengan dzikir kepada Allah.
[127] Inilah doa yang sebaik-baiknya bagi seorang Muslim.


Katakan kita mengingat Allah SWT adalah Dzat Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat, maka dalam berperilaku kita harus melaksanakan keduanya yaitu kita harus bisa mendengar dan juga melihat apa terjadi. Sehingga kita tidak jangan hanya mengandalkan fungsi mendengar atau pendengaran saja dengan mengabaikan fakta dan bukti yang dapat kita lihat.Laksanakan keduanya dalam satu kesatuan. Di lain sisi, jika kita mengingat Allah SWT adalah Dzat Yang Maha Kaya lagi Maha Penyantun maka perilaku kita harus bisa mencerminkan apa yang kita ingat tersebut dengan menjadikan diri kita kaya lagi penyantun bagi sesama atau kekayaan yang kita miliki mampu menjadikan diri kita penyantun kepada sesama. Agar diri kita mampu mengingat Allah SWT dari waktu ke waktu berikut ini akan kami kemukakan Tabel Asmaul Husna, yang berisi penegasan Allah SWT dan juga petunjuk bagi diri kita saat melaksanakan kekhalifahan di muka bumi.

A S M A U L   H U S N A

1
Ar Rahman Ar Rahiem
Maha Pengasih/Pemurah lagi Maha Penyayang
118
2
At Taubah Ar Rahiem
Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang
3
3
At Tawwab Ar Rahiem
Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang
3
4
Ar Ra’uuf Ar Rahiem
Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
8
5
Al Ghofuur Ar Rahiem
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang
68
6
Al Azis Al Rahiem
Maha Perkasa lagi Maha Penyayang
12
7
Ar Rahiem Al Ghofuur
Maha Penyayang lagi Maha Pengampun
1
8
Ar Rahiem Al Waduud
Maha Penyayang lagi Maha Mencintai
1
9
Al Aliem Al Hakim
Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana
17
10
Al Azis Al Hakim
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana
45
11
Al Waasi Al Hakim
Maha Luas lagi Maha Bijaksana
1
12
Al Hakam Al Hakim
Maha Menetapkan Hukum lagi Maha Bijaksana
1
13
At Tawwaab Al Hakim
Maha Penerima Taubat lagi Maha Bijaksana
1
14
Al Aliyy Al Hakim
Maha Tinggi/Maha Luhur lagi Maha Bijaksana
1
15
Al Hakim Al Khoobir
Maha Pemaaf lagi Maha Waspada
4
16
Al Hakim Al Aliem
Maha Pemaaf lagi Maha Mengetahui
6
17
Al Hakim Al Hamid
Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji
1
18
Al Latief Al Aliem
Maha Halus lagi Maha Mengetahui
1
19
Al Waasi Al Aliem
Maha Luas lagi Maha Mengetahui
6
20
Al Sami’ Al Aliem
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui
30
21
Al Azis Al Aliem
Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui
5
22
Al Khaliq Al Aliem
Maha Pencipta lagi Maha Mengetahui
2
23
Al Aliem Al Khoobir
Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal
2
24
Al Aliem Al Qaadir
Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa
3
25
Al Aliem Al Halim
Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun
2
26
Al Ghoniyy Al Halim
Maha Kaya lagi Maha Penyantun
1
27
Al Ghoniyy Al Hamid
Maha Kaya lagi Maha Terpuji
8
28
Al Ghoniyy Al Kariem
Maha Kaya lagi Maha Mulia
1
29
Al Waaly Al Hamid
Maha Menguasai Urusan lagi Maha Terpuji
1
30
Al Azis Al Hamid
Maha Perkasa lagi Maha Terpuji
3
31
Al Hamid Al Majid
Maha Terpuji lagi Maha Mulia/Maha Agung
1
32
Al Azies Al Ghofuur
Maha Perkasa lagi Maha Pengampun
2
33
Al Halim Al Ghofuur
Maha Penyantun lagi Maha Pengampun
2
34
Al Afuww Al Ghofuur
Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun
7
35
Al Ghofuur Asy Syakuur
Maha Pengampun lagi Maha Pembalas
2
36
Al Ghofuur Al Waduud
Maha Pengampun lagi Maha Mencintai
1
37
Al Sami’ Al Bashir
Maha Mendengar lagi Maha Melihat
10
38
Al Khoobir Al Bashir
Maha Waspada lagi Maha Melihat
2
39
Al Ghofuur Al Halim
Maha Pengampun lagi Maha Penyantun
4
40
As Syakuur Al Halim
Maha Pembalas lagi Maha Penyantun
1
41
Al Aliyy Al Azhiem
Maha Tinggi lagi Maha Agung
2
42
Al Aliyy Al Kabiir
Maha Tinggi lagi Maha Besar
3
43
Al Aliyy Al Kabiir
Maha Tinggi lagi Maha Besar
1
44
Al Azies Al Ghaffar
Maha Perkasa  lagi Maha Pengampun
4
25
Al Qawiyy Al Azies
Maha Kuat lagi Maha Perkasa
6
28
Al Wahid Al Qahhar
Maha Esa lagi Maha Pemaksa/Maha Perkasa
6
29
Al Kabiir Al Muta’aaly
Maha Besar lagi Maha Suci/Maha Tinggi
1
20
Al Afuww Al Khodir
Maha Pemaaf lagi Maha Kuasa
2
39
Al Latief Al Khoobir
Maha Halus lagi Maha Waspada
3
50
Al Malik Al Quddus Al Aziz Al Hakim
Maha Raja lagi Maha Suci lagi Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana
1





Sekali lagi kami kemukakan bahwa Asmaul Husna yang kami kemukakan di atas ini berisi tentang penegasan atas kemahaan dan kebesaran Allah SWT dan juga bisa kita jadikan pedoman saat melaksanakan profesi profesi tertentu atau  perbuatan yang harus kita laksanakan agar sesuai dengan kehendak Allah SWT. Untuk itu jika kita merasa telah kembali fitrah, maka jadikan Asmaul Husna di atas menjadi perbuatan kita, menjadi cerminan diri kita, yang pada akhirnya menjadikan diri kita sebagai penampilan Allah SWT di muka bumi serta terlihatlah apa yang dinamakan dengan Islam Rahmat bagi alam semesta. Semoga kita mampu melaksanakan perbuatan yang sesuai dengan Asmaul Husna yang kami kemukakan di atas dari waktu ke waktu selama hayat masih di kandung badan lalu tersenyumlah Allah SWT kepada kita.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar