5. BUKTIKAN HASIL NAPAK TILAS KELUARGA NABI
IBRAHIM as,.
Hasil dari napak tilas dari keluarga Nabi
Ibrahim as, yang telah kita lakukan saat melaksanakan ibadah Haji dan Umroh,
harus bisa menjadikan umur kita panjang. Hal ini tercermin dari banyaknya
perbuatan baik yang telah kita lakukan yang dapat dinikmati oleh masyarakat
luas yang tidak hanya untuk generasi saat ini namun dapat pula dinikmati oleh
generasi yang datang di kemudian hari. Semakin panjang dan semakin lama
perbuatan yang dapat dinikmati oleh generasi yang akan datang dikemudian hari
maka semakin panjang pula umur kita walaupun usia kita telah tiada. Untuk itu
kita bisa bercermin dengan apa yang telah dilakukan oleh Siti Hajar, dimana
hasil hasil dari upaya Siti Hajar yaitu Air Zam-Zam yang tidak akan habis
sampai dengan hari kiamat kelak. Adanya contoh dari Siti Hajar berarti orang
yang telah melakukan napak tilas dari keluarga Nabi Ibrahim as, harus bisa
menghasilkan karya yang tidak hanya dinikmati oleh segelintir orang, akan
tetapi harus bisa dinikmati oleh banyak orang serta generasi yang datang
dikemudian hari.
Jika kita termasuk orang yang telah sukses melaksanakan
napak tilas dari keluarga Nabi Ibrahim as, berarti setelah memperoleh Haji
Mabrur maka kita harus pula berbuat seperti apa yang dilakukan oleh Siti Hajar yaitu
karya besar sebagai bentuk dari perbuatan baik kita yang dapat dinikmati oleh
generasi yang datang dikemudian hari. Dan jika saat ini kita tidak bisa
membuktikan hasil dari napak tilas keluarga Nabi Ibrahim as, berarti ada yang
salah di dalam pelaksanaan ibadah Haji dan Umroh yang kita lakukan dan berarti
pula Haji Mabrur masih jauh panggang dari api.
Selain contoh tentang napak tilas perjuangan keluarga Nabi Ibrahim as,
berikut ini akan kami kemukakan contoh lain yang bisa kita jadikan pelajaran. Diriwayatkan
di masa Nabi SAW,
kota Madinah pernah mengalami panceklik hingga kesulitan air bersih. Karena
mereka (kaum muhajirin) sudah terbiasa minum dari air zamzam di Makah.
Satu-satunya sumber air yang tersisa adalah sebuah sumur milik seorang Yahudi, Sumur Raumah namanya.
Rasa airnya pun mirip dengan sumur zamzam. Kaum muslimin dan penduduk Madinah
terpaksa harus rela antri dan membeli air bersih dari Yahudi tersebut.
Prihatin atas kondisi umatnya, Rasulullah SAW kemudian bersabda
: “Wahai Sahabatku, siapa saja diantara kalian yang menyumbangkan hartanya
untuk dapat membebaskan sumur itu, lalu menyumbangkannya untuk umat, maka akan
mendapat surgaNya Allah Ta’ala” (HR. Muslim). Adalah Utsman bin
Affan ra, yang kemudian segera bergerak untuk membebaskan sumur Raumah
itu. Utsman segera mendatangi Yahudi pemilik sumur dan menawar untuk membeli
sumur Raumah dengan harga yang tinggi. Walau sudah diberi penawaran yang
tertinggi sekalipun Yahudi pemilik sumur tetap menolak
menjualnya, “Seandainya sumur ini saya jual kepadamu wahai Utsman, maka aku
tidak memiliki penghasilan yang bisa aku peroleh setiap hari” demikian
Yahudi tersebut menjelaskan alasan penolakannya.
Utsman bin Affan ra, yang ingin sekali mendapatkan balasan pahala
berupa Surga Allah SWT, tidak kehilangan cara mengatasi penolakan Yahudi ini. “Bagaimana
kalau aku beli setengahnya saja dari sumurmu” Utsman, melancarkan jurus
negosiasinya. “Maksudmu?” tanya Yahudi keheranan. “Begini, jika engkau
setuju maka kita akan memiliki sumur ini bergantian. Satu hari sumur ini
milikku, esoknya kembali menjadi milikmu kemudian lusa menjadi milikku lagi
demikian selanjutnya berganti satu-satu hari. Bagaimana?” jelas Utsman.
Yahudi itupun berfikir cepat, “… saya mendapatkan uang besar dari
Utsman tanpa harus kehilangan sumur milikku”. Akhirnya si Yahudi setuju
menerima tawaran Utsman tadi dan disepakati pula hari ini sumur Raumah adalah
milik Utsman bin Affan ra,. Utsman pun segera mengumumkan kepada penduduk
Madinah yang mau mengambil air di sumur Raumah, silahkan mengambil air untuk
kebutuhan mereka secara gratis karena hari ini sumur Raumah adalah
miliknya. Seraya ia mengingatkan agar penduduk Madinah mengambil air dalam
jumlah yang cukup untuk 2 (dua) hari, karena esok hari sumur itu bukan lagi
milik Utsman.
Keesokan hari Yahudi mendapati sumur miliknya sepi pembeli, karena
penduduk Madinah masih memiliki persedian air di rumah. Yahudi itupun
mendatangi Utsman dan berkata “Wahai Utsman belilah setengah lagi sumurku
ini dengan harga sama seperti engkau membeli setengahnya kemarin”. Utsman
setuju, lalu dibelinya seharga 20.000 dirham, maka sumur Raumahpun menjadi
milik Utsman secara penuh. Kemudian Utsman bin Affan ra, mewakafkan sumur
Raumah. Sejak itu sumur Raumah dapat dimanfaatkan oleh siapa saja, termasuk
Yahudi pemilik lamanya. Setelah sumur itu diwakafkan untuk kaum muslimin… dan
setelah beberapa waktu kemudian, tumbuhlah di sekitar sumur itu beberapa pohon
kurma dan terus bertambah. Lalu Daulah Utsmaniyah memeliharanya hingga semakin
berkembang, lalu disusul juga dipelihara oleh Pemerintah Saudi, hingga
berjumlah 1550 pohon.
Selanjutnya pemerintah, dalam hal ini Departemen Pertanian Saudi menjual
hasil kebun kurma ini ke pasar pasar. Setengah dari keuntungan itu disalurkan
untuk anak-anak yatim dan fakir miskin. Sedang setengahnya ditabung dan disimpan
dalam bentuk rekening khusus milik beliau di salah satu bank atas nama ‘Utsman
bin Affan, di bawah pengawasan Departeman Pertanian. Begitulah seterusnya,
hingga uang yang ada di bank itu cukup untuk membeli sebidang tanah dan
membangun hotel yg cukup besar di salah satu tempat yang strategis dekat Masjid
Nabawi. Bangunan hotel itu sudah pada tahap penyelesaian dan akan disewakan
sebagai hotel bintang 5. Diperkirakan omsetnya sekitar 50 Juta Riyal Saudi per
tahun. Setengahnya untuk anak-anak yatim dan fakir miskin, dan setengahnya lagi
tetap disimpan dan ditabung di bank atas nama ‘Utsman bin ‘Affan ra,. Subhanallah,…
Ternyata berdagang dengan Allah selalu menguntungkan dan tidak akan merugi.. Ini
adalah salah satu bentuk sadakah jariyah, yang pahalanya selalu mengalir,
walaupun orangnya sudah lama meninggal..
dari
Abu Hurairah ra, bahwasanya Nabi SAW bersabda: “Apabila manusia
meninggal dunia, terputuslah segala amalannya, kecuali dari tiga perkara:
shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat atau anak shaleh yang mendoakannya”.
(Hadits
Riwayat Muslim, Abu Dawud dan Nasa’i)
dari
Abu Hurairah ra, berkata : Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya di
antara amalan dan kebaikan seorang mukmin yang akan menemuinya setelah
kematiannya adalah: ilmu yang diajarkan dan disebarkannya, anak shalih yang
ditinggalkannya, mush-haf yang diwariskannya, masjid yang dibangunnya, rumah
untuk ibnu sabil yang dibangunnya, sungai (air) yang dialirkannya untuk umum,
atau shadaqah yang dikeluarkannya dari hartanya diwaktu sehat dan semasa
hidupnya, semua ini akan menemuinya setelah dia meninggal dunia”.
(Hadits
Riwayat Ibnu Majah dan Baihaqi)
Sekarang sudah berapa banyak rakyat Indonesia yang sudah melaksanakan
ibadah Haji dan Umroh, lalu sudahkah hasil dari napak tilas keluarga Nabi
Ibrahim as, membumi dan membekas di Indonesia yang kita cintai ini? Jika setiap
rakyat Indonesia yang telah melaksanakan ibadah haji mampu memperoleh Haji dan
Umroh yang mabrur lalu berbuat seperti apa yang dilakukan oleh Siti Hajar di
setiap pelosok tanah air, alangkah hebatnya negeri ini karena sekian banyak
pula karya besar ada setiap pelosok tanah air yang bisa dinikmati oleh generasi
yang datang di kemudian hari. Jika saat ini hasil dari pelaksanaan ibadah Haji
dan Umroh tidak dapat dirasakan secara luas oleh masyarakat berarti banyak
orang yang pergi haji dan umroh tetapi hanya sedikit yang berhaji dan umroh.
Inilah ironi yang terjadi di dalam masyarakat kita dan kondisi ini sangat
dikehendaki oleh Syaitan sang laknatullah, namun tidak sesuai dengan kehendak Allah
SWT selaku pemberi perintah melaksanakan kewajiban ibadah Haji dan Umroh.Semoga
kita yang melaksanakan ibadah Haji dan Umroh mampu menjadikan diri kita menjadi
manusia teladan seperti teladannya keluarga Nabi Ibrahim as, yang kita napak
tilasi. Amien.
6. APA YANG SUDAH DILONTARKAN JANGAN DIKEMBALIKAN
LAGI
Setelah kembali ke tanah air kitapun harus bisa melaksanakan Jumroh dari
waktu ke waktu dengan tetap mempertahankan apa-apa yang telah kita buang atau
kita lempar jangan sampai kembali lagi menjadi perbuatan diri kita dan juga
dengan selalu melempar jauh jauh apa-apa yang menjadi kehendak syaitan sang
laknatullah dalam kehidupan kita. Jika sampai mengejar kenikmatan hidup dengan
cara-cara terlaknat, yang tidak mempertimbangkan sama sekali ukuran kelayakan
dan kewajaran, apalagi batas-batas baik dan buruk.
Selalu memperdaya manusia
dalam upaya mengumpulkan berbagai fasilitas dan kemudahan-kemudahan dalam
kehidupan, tanpa mempertimbangkan sama sekali keseimbangan dan kelestarian
lingkungan, tidak mempunyai kepedulian sosial atas hak-hak orang lain terutama
hak dhuafa, fuqara dan masakin. Serakah menumpuk kekayaan dan berbagai
fasilitas dengan cara yang tidak halal untuk diri dan anak keturunan serta
konco-konconya. Tanpa memperhatikan rintihan orang yang kelaparan dan orang
yang tidak mampu yang ada disekitarnya, demikian seterusnya. Jika hal ini masih
kita lakukan sepulang melaksanakan ibadah Haji dan Umroh (maksudnya setelah
melempar jumroh) berarti yang kita lempar hanya batu semata.
Ingat, batu yang kita lempar sejumlah 49 (empat puluh sembilan) butir bagi
yang Nafar Awal hanyalah simbol, sedangkan hakekat dari melempat jumrah adalah
kita membuang atau meniadakan segala perbuatan-perbuatan atau tingkah laku yang
sesuai dengan kehendak syaitan sang laknatullah. Dengan dibuangnya atau
dihilangkannya perbuatan-perbuatan melalui simbol batu berarti setelah jumroh
maka perbuatan atau tingkah laku harus berkesesuaian dengan apa-apa yang
diridhai Allah SWT. Untuk itu setelah kembali ke tanah air jangan sampai apa
yang kita buang kembali lagi menjadi perbuatan atau tingkah laku kita.
Pada saat diri kita melaksanakan ibadah Haji dan Umroh berarti diri kita
sedang memberikan kesempatan bagi Ruh atau Ruhani diri kita untuk bersinergi
langsung dengan kebesaran dan kemahaan Allah SWT sehingga sifat-sifat alamiah
Ruh/Ruhani (Nass) menjadi lebih dominan atau lebih tinggi kualitasnya sehingga
mampu mengalahkan sifat-sifat alamiah Jasmani (Insan) sehingga jiwa kita masuk
di dalam kategori Jiwa Taqwa. Selain daripada itu dengan melaksanakan ibadah
Haji dan Umroh berarti diri kita yang sesungguhnya, dalam hal ini Ruh/Ruhani
sudah dikembalikan fitrah oleh Allah SWT.
Untuk itu setelah kita pulang dari melaksanakan ibadah Haji dan Umroh
maka kita harus selalu mensinergikan Ruh/Ruhani
diri kita dengan Allah SWT melalui ibadah Wajib dan sunnah seperti Tadarus, Dzikir,
Infaq, Shadaqah, Tadabbur Al-Qur;an, melalui Shalat sunnah Rawatib, melalui
shalat Dhuha, melalui shalat Tahajud dan lain sebagainya yang tentunya harus
sesuai dengan Syariat yang berlaku sepanjang Ruh atau Ruhani itu sendiri belum
berpisah dengan Jasmani. yang kemudian harus ditunjukkan dengan perbuatan baik
kepada sesama manusia. Jika saat ini
jiwa kita masih tetap dalam kondisi Jiwa Fujur yang sesuai dengan
kehendak Syaitan berarti ada yang salah di dalam pelaksanaan ibadah haji dan
umroh yang kita laksanakan.
Sebagai pribadi yang telah dikembalikan fitrah oleh Allah SWT
melalui ibadah Haji dan Umroh, ketahuilah bahwa setiap zat pasti memiliki
sifat, perbuatan dan kemampuan. Sifat
yang ada pada zat dapat dipastikan akan menjadi perbuatan zat. Contohnya adalah
garam. Garam memiliki sifat asin dan memiliki perbuatan akan mengasinkan segala
sesuatu yang diliputinya sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Hal yang
samapun berlaku dengan jati diri kita yang sesungguhnya adalah Ruh/Ruhani yang
telah disifati dengan Asmaul Husna oleh Allah SWT. Jika ini kondisi dasar diri
kita berarti perbuatan diri kita pasti mencerminkan sifat alamiah Ruh/Ruhani
yang mencerminkan Asmaul Husna. Jika kita kembali fitrah berarti sifat alamiah
Ruh/Ruhani atau sifat jati diri kita yang sesungguhnya wajib menjadi perbuatan
kita selama hayat masih dikandung badan. Contohnya Ruh/Ruhani sudah disifati
dengan sifat Ar Rachman dan Ar Rahiem oleh Allah SWT ini berarti sifat Ar Rachman dan sifat Ar
Rahiem harus menjadi perbuatan diri kita
selamanya. Jika sifat Ar Rachman dan sifat Ar Rahiem tidak menjadi perbuatan
kita sehari hari berarti Ruh/Ruhani atau diri kita belum kembali fitrah atau
pasti ada yang salah di dalam diri kita.
7.
TETAP
KOMITMEN DAN KONSISTEN DALAM KEFITRAHAN
Nabi Muhammad SAW menyatakan “banyak orang yang berpuasa,
tetapi yang didapatkan hanyalah haus dan lapar serta menahan syahwat semata”.
Ketentuan ini tidak hanya berlaku bagi perintah melaksanakan puasa saja, akan tetapi juga berlaku pula untuk
perintah Allah SWT yang lainnya seperti perintah mendirikan Shalat, perintah
menunaikan Zakat, melaksanakan Haji dan Umroh dan lain sebagainya. Untuk itu,
kita harus bisa melaksanakan seluruh apa yang diperintahkan oleh Allah SWT
tidak hanya berkualitas saat melaksanakan ibadah Haji dan Umroh saja, melainkan
juga setelah pulang dari melaksanakan ibadah Haji dan Umroh kita harus tetap
melaksanakan itu semua dengan cara yang berkualitas, yang tentunya harus sesuai
dengan kehendak Allah SWT selama hayat masih di kandung badan sebagai bukti
pelaksanaan Ikhsan, bagian dari Diinul Islam.
Haji dan Umroh berlalu bukan berarti setelah
memperoleh pahala Shalat di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, lalu kita
melalaikan ibadah sunnah dan ibadah wajib serta melakukan kembali
perbuatan-perbuatan yang paling dikehendaki oleh Syaitan sang laknatullah? Ruh/Ruhani
yang sudah difitrahkan kembali atau sudah
dimenangkan oleh Allah SWT, harus tetap kita jaga kemenangannya dengan tetap
melakukan perbuatan-perbuatan yang paling dikehendaki oleh Allah SWT.
Sebaliknya jika kita masih pelit, masih mementingkan diri sendiri, masih selalu
tergesa, masih menyakiti orang lain, masih korupsi, masih kolusi, masih
nepotisme, masih suka KDRT, masih suka narkoba, masih suka menjadi teroris,
masih suka menipu, berarti kita harus segera introspeksi diri karena kita masih
memiliki masalah dengan perintah melaksanakan ibadah Haji dan Umroh (atau dengan
Diinul Islam) yang telah diwajibkan oleh
Allah SWT.
Jika saat ini kita masih hidup di muka bumi ini, berarti saat ini kita
harus bisa melaksanakan Ibadah Haji dan Umroh yang sesuai dengan kehendak
pemberi perintah melaksanakan Ibadah Haji dan
Umroh. Dan kita pun harus pula mampu mendapatkan dan merasakan makna hakiki
yang terdapat dibalik perintah melaksanakan Ibadah Haji yang telah kami
kemukakan di atas. Akan tetapi jika apa-apa yang kami kemukakan di atas tidak
mampu kita peroleh dan rasakan berarti ada sesuatu yang salah di dalam diri
kita atau ada yang salah di dalam pelaksanaan Ibadah Haji dan Umroh yang kita
lakukan karena perintah melaksanakan Ibadah Haji yang berasal dari Allah SWT
tidak akan pernah salah sampaikan kapanpun juga. Ingat perintahnya tidak akan
pernah salah, akan tetapi kitalah yang salah karena tidak mampu melaksanakan
perintah yang sesuai dengan kehendak pemberi perintah.
Keesempatan untuk meraih dan merasakan nikmatnya bertuhankan Allah SWT
melalui Ibadah Haji dan Umroh hanya ada pada sisa usia kita, atau sebelum
Malaikat Maut datang melaksanakan tugasnya memisahkan Ruh/Ruhani dengan Jasmani.
Ingat, kesempatan hanya ada sekali, tidak ada peribahasa yang menyatakan penyesalan
ada di muka serta waktu bisa diputar ulang. Sekarang pilihan untuk melaksanakan
ibadah Haji dan Umroh atau tidak mau
melaksanakan ibadah Haji dan Umroh, atau mau melaksanakan Diinul Islam secara
Kaffah ataupun tidak, ada pada diri kita sendiri bukan pada Allah SWT. Allah
SWT tidak butuh dengan diri kita melainkan kitalah yang membutuhkan Allah SWT.
Untuk itu segeralah berkomitmen untuk melaksanakan ibadah Haji dan Umroh
yang sesuai dengan kehendak Allah SWT sekarang juga jika syarat dan ketentuan
sudah berlaku kepada diri kita. Jangan pernah menunda nunda kesempatan
melaksanakan ibadah Haji dan Umroh karena sampai kapan kita hidup di muka bumi
tidak pernah kita ketahui. Jangan sampai kita menunda apalagi membatalkan
keberangkatan ibadah Haji dan Umroh dikarenakan waktu tunggu yang sangat lama.
Ingat resikonya dan bahayanya sangat luar biasa apalagi kita dihadapkan dengan
ketentuan waktu tidak bisa diputar ulang, kesempatan tidak datang dua kali
serta penyesalan tidak akan pernah ada di depan. Semoga dengan adanya buku yang
singkat ini mampu menjadikan diri kita tetap sebagai makhluk yang terhormat,
yang dapat pulang kampung ke tempat yang terhormat, dengan cara yang terhormat,
untuk bertemu dengan Yang Maha Terhormat, dalam suasana yang saling hormat
menghormati. Amien.
SELAMAT MENUNAIKAN IBADAH HAJI DAN UMROH
SEMOGA ALLAH SWT MENJADIKAN DIRI KITA MENJADI
TAMU YANG DIBANGGAKANNYA BAIK DI BAITULLAH MAUPUN DI TANAH AIR
AMIEN.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar