Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Selasa, 23 Januari 2018

PERSIAPAN MENUJU IBADAH HAJI DAN UMROH YANG MABRUR (part 3 of 3)


E.    MEMPERSIAPKAN KESEHATAN JASMANI

Ibadah Haji dan Umroh yang telah diperintahkan oleh Allah SWT tidak akan bisa kita laksanakan dengan sebaik mungkin hanya dengan mengandalkan kemampuan keuangan semata, atau hanya mengandalkan ilmu syariat dan hakekat Haji dan Umroh semata, atau hanya mengandalkan niat yang ikhlas saja, atau hanya mengandalkan kefitrahan Ruh/Ruhani semata, atau hanya mengandalkan kesehatan Jasmani semata. Ibadah Haji dan Umroh baru bisa dilaksanakan sesuai dengan kehendak Allah SWT jika kelima hal yang kami kemukakan di atas ini mampu kita sinergikan ke limanya dalam satu kesatuan saat menunaikan ibadah Haji dan Umroh.   

Setelah diri kita mampu melunasi Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH), setelah  mempersiapkan ilmu tentang Haji dan Umroh baik syariat maupun hakekat, setelah mempersiapkan Niat yang Ikhlas, setelah mempersiapkan kefitrahan Ruh/Ruhani maka kita harus pula mempersiapkan kesehatan Jasmani diri kita sendiri. Hal ini sangat penting kita lakukan karena kesehatan Jasmani akan sangat mendukung segala aktifitas kita di dalam menunaikan ibadah Haji dan Umroh yang multi dimensi ini. Untuk itu, tidak ada jalan lain bagi diri kita yang hendak melaksanakan ibadah Haji dan Umroh untuk segera mempersiapkan kesehatan Jasmani yang maksimal melalui hal hal sebagai berikut:

1.      Memeriksakan kesehatan ke Rumah Sakit atau Pusat Kesehatan Masyarakat yang telah ditunjuk oleh Pemerintah.

2.  Membiasakan pola hidup sehat mulai saat ini juga, jangan pernah menunda nunda menjaga kesehatan Jasmani.

3.      Menjaga berat badan dengan selalu mengkonsumsi makanan halalan wa thayiban (makanan sehat lagi seimbang).

4.      Berolahraga secara teratur, olahraga yang disarankan adalah olah raga aerobik seperti jalan kaki, bersepeda, senam atau jogging.

5.  Kurangi aktivitas yang mengakibatkan tubuh tidak sehat seperti merokok, minum minuman bersoda dan begadang.

6.      Rutin konsultasi kesehatan kepada dokter puskesmas yang telah ditunjuk serta lakukan vaksinasi seperti vaksin influensa, vaksi meningitis dan yang lainnya sesuai saran dokter.

7.      Membuka diri untuk memperoleh informasi informasi dari orang lain yang memiliki pengalaman menunaikan ibadah Haji dan Umroh atau selalu mengikuti informasi resmi dari Pemerintah.

8.      Jangan malu bertanya kepada jamaah lain yang lebih dahulu berangkat Haji dan Umroh, ambil dari mereka yang baik baik, buang yang buruk buruk.         

Ibadah Haji dan Umroh bukan dilaksanakan di Indonesia, melainkan di Kerajaan Arab Saudi, yang cuaca dan budayanya sangat berbeda dengan cuaca dan budaya di Indonesia. Adanya persiapan yang maksimal akan sangat membantu diri kita menunaikan ibadah Haji dan Umroh yang sesuai dengan kehendak Allah SWT atau memudahkan diri kita merasakan nikmatnya bertuhankan kepada Allah SWT karena semuanya telah kita persiapan dengan semaksimal mungkin.  

Salah satu kegiatan diri kita selama di kota Makkah adalah untuk mendirikan shalat di Masjidil Haram. Jarak antara penginapan jamaah dengan Masjidil Haram tidaklah sama. Untuk menuju Masjidil Haram harus keluar dari penginapan atau hotel dengan berjalan kaki atau dengan naik bis. Sesampai di terminal masih harus berjalan kaki yang cukup jauh ditambah udara yang panas dan jumlah jamaah yang banyak. Jika tubuh kita tidak sehat maka kesempatan untuk Shalat di Masjidil Haram tidak dapat kita laksanakan. Padahal pahala shalat di Masjidil Haram sebesar 100.000 (seratus ribu kali) dibandingkan dengan shalat di luar Masjidil Haram. Apakah hanya karena tubuh yang kurang sehat kita menyianyiakan kesempatan untuk shalat di Masjidil Haram?

Selain daripada itu, ibadah utama dari ibadah Haji adalah Wukuf di Padang Arafah. Dimana jamaah dalam posisi tinggal di dalam tenda tenda yang tingkat kenyamanannya sangat berbeda jauh dengan penginapan di kota Makkah. Di dalam tenda tidak ada tempat tidur, yang ada hanyalah hamparan karpet yang diisi sejumlah jamaah beserta barang bawaan sehingga tenda isinya penuh,  yang mengakibatkan suasana di dalam tenda cukup sesak ditambah cuaca panas di luar tenda. Jika kondisi jasmani kita tidak sehat atau tidak fit, akan menghambat prosesi Wukuf yang kita laksanakan. Padahal pada saat Wukuf kita dituntut untuk memiliki tingkat kekhusu’an yang sangat tinggi.  

Disinilah letak perjuangan yang harus kita hadapi saat Wukuf di Padang Arafah yaitu mempersiapakn komponen diri kita yang terdiri dari Ruh/Ruhani dan Jasmani dalam kondisi yang prima. Alangkah nikmatnya bertuhankan kepada Allah SWT saat diri kita Wukuf jika kedua komponen diri kita prima. Ruh/Ruhani dalam kondisi fitrah yang ditunjang dengan kondisi Jasmani yang sehat, sangat membantu diri kita melaksanakan Wukuf yang mungkin hanya kita nikmati sekali seumur hidup.

Setelah selesai melaksanakan Wukuf lalu kita shalat Maghrib dan Isya di jamak lalu bersiap untuk Mabid di Muzdalifah yang diteruskan mengumpulkan batu untuk kepentingan melontar Jumroh. Setelah melewati tengah malam atau menjelang Shalat Subuh kita bersiap untuk menuju Mina dalam rangka melontar Jumroh Aqabah tanggal 10 Dzulhijjah. Rangkaian ibadah yang begitu padat mulai dari Wukuf, Mabit di Muzdalifah, lalu ke Mina untuk melontar Jumroh harus di dukung oleh kesiapan phisik yang prima.

Kondisi Jasmani yang prima juga sangat kita butuhkan saat diri kita melontar Jumroh Ula, Wustha dan Aqabah tanggal 11 dan 12 Dzulhijjah bagi yang Nafar Awal dan tanggal 11,12, dan 13 Dzulhijjah bagi yang Nafar Tsani. Ingat, di Mina kita tinggal bukan di hotel mewah melainkan tinggal di tenda tenda dengan hamparan karpet dan tumpukan barang bawaan jamaah. Jika kondisi phisik tidak prima maka proses melontar Jumroh menjadi terhalang, apalagi saat proses melontar dilaksanakan berjalan kaki yang cukup jauh dan waktunya cukup lama. Ayo segera persiapkan phisik yang prima sebelum diri kita berangkat menunaikan ibadah Haji dan Umroh. Semakin baik kita mempersiapkan diri maka semakin siap kita menunaikan ibadah Haji dan Umroh yang sesuai dengan kehendak Allah SWT.

F.     MEMPERSIAPKAN  BEKAL TAQWA SEBANYAK BANYAKNYA

Berdasarkan surat Al Baqarah (2) ayat 197 di bawah ini, Allah SWT telah menunjukkan kepada kita yang sebentar lagi menunaikan ibadah Haji dan Umroh untuk segera mempersiapkan bekal yang terbaik, yaitu bekal taqwa dan bekal taqwa inilah sebaik baiknya bekal yang dikehendaki Allah SWT. Jika bekal Taqwa yang dikehendaki oleh Allah SWT bagi setiap jamaah Haji dan Umroh lalu sudahkah diri kita yang memiliki kesempatan menunaikan ibadah Haji dan Umroh memilikinya sebanyak mungkin? 

(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi[122], Barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, Maka tidak boleh rafats[123], berbuat Fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan Sesungguhnya Sebaik-baik bekal adalah takwa[124] dan bertakwalah kepada-Ku Hai orang-orang yang berakal.
(surat Al Baqarah (2) ayat 197)

[122] Ialah bulan Syawal, Zulkaidah dan Zulhijjah.
[123] Rafats artinya mengeluarkan Perkataan yang menimbulkan berahi yang tidak senonoh atau bersetubuh.
[124] Maksud bekal takwa di sini ialah bekal yang cukup agar dapat memelihara diri dari perbuatan hina atau minta-minta selama perjalanan haji.

Adanya persyaratan perbekalan yang dikehendaki oleh pemberi perintah maka kita yang diperintahkan oleh Allah SWT untuk menunaikan Ibadah Haji dan Umroh perlu menyadari bahwa untuk melaksanakan ibadah yang bersifat Ruh/Ruhaniah tidak cukup hanya dengan kemampuan untuk melunasi Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH) semata. Uang dan materi bukanlah bekal yang terbaik di dalam melaksanakan ibadah Haji dan Umroh yang sesuai dengan kehendak Allah SWT.

Ibadah Haji dan Umroh adalah ibadah yang bersifat multi dimensi. Sebagai ibadah yang bersifat multi dimensi maka ibadah Haji dan Umroh sangat memerlukan bekal yang bersifat umum dan juga bersifat khusus pula. Ibadah ini tidak bisa dilaksanakan hanya berbekal uang, celana, baju, obat obatan tertentu. Namun harus di dukung dengan perbekalan yang bersifat khusus terutama perbekalan yang berhubungan dengan Ruh/Ruhani. Hal ini dikarenakan yang akan menjadi Tamu saat melaksanakan ibadah Haji dan Umroh adalah Ruh/Ruhani, yang tidak lain adalah jati diri kita yang sesungguhnya. 

Untuk itu Allah SWT selaku pemberi perintah untuk melaksanakan kewajiban ibadah Haji dan Umroh sudah mengemukan dengan jelas kepada diri kita bahwa bekal yang terbaik saat menjadi tamu yang dibanggakan Tuan Rumah adalah Taqwa. Adanya bekal taqwa yang kita persiapkan sejak jauh-jauh hari akan sangat menolong dan membantu diri kita saat melaksanakan ibadah Haji dan Umroh. Sebagai Tamu yang akan dibanggakan oleh Tuan Rumah, sudahkah diri kita memiliki bekal Taqwa seperti yang dipersyaratkan oleh Allah SWT selaku Tuan Rumah?  

Untuk itu, mari kita bercermin kepada perintah mandi yang diperintahkan oleh orang tua kita, dimana manfaat yang hakiki dari mandi tidak cukup hanya berbekal dengan  tersedianya air bersih, sabun, handuk, serta baju pengganti. Hal ini dikarenakan tujuan hakiki dari mandi baru dapat kita peroleh jika tersedianya air  yang bersih, sabun, handuk, serta baju pengganti di dukung oleh Niat dari diri kita sendiri untuk memperoleh manfaat yang hakiki dari perintah mandi. Hal yang samapun berlaku jika kita ingin memperoleh tujuan yang hakiki dari melaksanakan Ibadah Haji, yaitu melaksanakan Ibadah Haji tidak cukup sekedar memiliki uang dan bekal semata, tidak cukup dengan Ilmu tentang Ibadah Haji dan Umroh semata. Melaksanakan ibadah Haji dan Umroh harus didukung dengan Niat yang Ikhlas serta bekal Taqwa yang sebanyak-banyaknya. Sebagai orang yang  telah diperintahkan untuk melaksanakan Ibadah Haji, tentu ketentuan yang ada pada surat  Al Baqarah (2) ayat 197 diatas, harus kita persiapkan dengan matang dan sungguh-sungguh karena hal inilah yang dapat menjadikan diri kita menjadi tamu yang terhormat yang kehadirannya sudah ditunggu-tunggu oleh Allah SWT selaku Tuan Rumah sehingga diri kita menjadi Tamu yang dibanggakan oleh Tuan Rumah. 

Adanya bekal Taqwa dalam diri  kita maka Allah SWT siap menjadi Tuan Rumah bagi kedatangan kita di Baitullah sehingga segala fasilitas bagi diri kita sudah dipersiapkan oleh Allah SWT selaku Tuan Rumah. Selain dari pada itu dengan adanya bekal Taqwa maka kedekatan diri kita kepada Allah SWT akan semakin dekat sehingga rasa saat menjadi tamu Allah SWT di Baitullah terasa begitu nikmat. Dan yang terakhir dengan bekal Taqwa agar Amal Ibadah yang kita laksanakan dan Doa yang kita panjatkan saat melaksanakan ibadah Haji dan Umroh diterima oleh Allah SWT selaku Tuan Rumah yang pada akhirnya Allah SWT selaku Tuan Rumah siap memberikan oleh-oleh yang tidak ternilai harganya kepada Tamu yang dibanggakannya. Sekarang bertanyalah kepada diri kita sendiri, sudahkah kita memiliki bekal Taqwa sebanyak banyak dalam kerangka mensukseskan diri kita menunaikan ibadah Haji dan Umroh?

G. MEMPERSIAPKAN DIRI MENJADI MAKHLUK YANG BERPERILAKU TERHORMAT 

Berdasarkan surat Al Baqarah (2) ayat 197 yang kami kemukakan di bawah ini mengemukakan bahwa seorang yang telah berketetapan hati untuk menunaikan ibadah Haji dan Umroh maka yang bersangkutan dilarang oleh Allah SWT untuk berperilaku Rafas, Fusuq dan Jidal. Lalu apa sajakah yang termasuk di dalam kategori tersebut? Rafas adalah mengeluarkan perkataan yang tidak senonoh yang mengandung unsur kecabulan (porno), senda gurau berlebihan yang menjurus kepada timbulnya nafsu birahi (syahwat), termasuk melakukan hubungan badan (bersetubuh). Sedangkan Fusuq adalah segala perbuatan maksiat baik disadari ataupun tidak. Adapun perbuatan maksiat dimaksud adalah: Takabur atau sombong; merugikan dan menyakiti orang lain dengan kata kata atau sikap (perbuatan); Zhalim terhadap orang lain, seperti mengambil haknya atau merugikannya; Berbuat sesuatu yang dapat menodai aqidah dan keimanannya kepada Allah SWT; Merusak alam dan makhluk lainnya tanpa ada alasan yang membolehkan; Menghasut ataupun memprovokasi orang lain untuk melakukan maksiat.

(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi[122], Barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, Maka tidak boleh rafats[123], berbuat Fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan Sesungguhnya Sebaik-baik bekal adalah takwa[124] dan bertakwalah kepada-Ku Hai orang-orang yang berakal.
(surat Al Baqarah (2) ayat 197)

[122] Ialah bulan Syawal, Zulkaidah dan Zulhijjah.
[123] Rafats artinya mengeluarkan Perkataan yang menimbulkan berahi yang tidak senonoh atau bersetubuh.
[124] Maksud bekal takwa di sini ialah bekal yang cukup agar dapat memelihara diri dari perbuatan hina atau minta-minta selama perjalanan haji.


Jidal adalah segala sikap dan perbuatan yang mengarah pada perdebatan, permusuhan dan perselisihan yang diiringi dengan nafsu amarah, meskipun untuk mempertahankan kebenaran dan memperjuangkan haknya, seperti berbantah bantahan untuk memperebutkan kamar, kamar kecil, dan termasuk melakukan demontrasi terhadap sesuatu hal yang tidak sesuai dengan keinginannya. Adapun diskusi atau musyawarah tentang masalah agama dan kemaslahatan yang dilakukan dengan cara yang baik dan santun diperbolehkan. 

Sebagai tamu yang telah diundang oleh Allah SWT ke Baitullah untuk melaksanakan ibadah Haji dan Umroh, tentu kita harus menghormati Tuan Rumah dengan sebaik mungkin. Salah satu bentuk penghormatan diri kita kepada  Allah SWT adalah dengan tidak berbuat rafas, fasik, jidal apalagi sampai mempersekutukan Tuan Rumah dengan sesuatu. Hal yang harus kita perhatikan selama melaksaanakan Ibadah Haji, termasuk juga setelah melaksanakan Ibadah Haji dan Umroh, jangan sampai diri kita berbuat, bertindak yang pada intinya meremehkan kemahaan dan kebesaran Allah SWT, meniadakan keberadaan Allah SWT, mengurangi kemampuan Allah SWT dibandingkan dengan sesuatu, atau jangan pernah sekalipun kita mempersekutukan Allah SWT dengan sesuatu, dimanapun, kapanpun, dalam kondisi apapun, apalagi di Baitullah.

Selain daripada, jangan pernah kita membuat ketentuan baru yang berhubungan dengan ibadah Haji dan Umroh karena tamu tetaplah tamu. Tamu yang baik lagi yang menyenangkan tuan rumah adalah tamu yang tahu diri yang tidak mengatur Tuan Rumah di rumah Tuan Rumah sendiri. Tamu harus melaksanakan segala ketentuan Tuan Rumah, bukan menjadikan dirinya menjadi tuan rumah di rumah orang lain atau menjadikan Tuan Rumah sebagai Tamu di Baitullah. 

Ingat, pada waktu kita menunaikan ibadah Haji dan Umroh kita hanyalah Tamu yang kedudukannya tidak sejajar dengan Tuan Rumah. Sehingga alangkah tidak tahu dirinya kita yang menjadi tamu justru mengaku ngaku sebagai tuan rumah lalu membuat aturan aturan baru seperti melaksanakan apa yang disebut dengan mengambil Miqat dengan cara keluar dari tanah haram menuju tanah halal lalu kembali ke tanah haram. Kemudian melaksanakan apa yang disebut sebagai Umroh Sunnah dengan melakukan ibadah yang dinamakan dengan Thawaf sunnah, Sa’i sunnah lalu Tahallul sunnah, yang kesemuanya tidak ada tuntunannya dari Nabi Muhammad SAW. Semoga hal ini tidak terjadi pada diri kita saat menjadi tamu di Baitullah, terkecuali kita mau menjadi tamu yang tidak tahu diri.       

Adanya larangan yang telah ditetapkan berlaku di Baitullah kepada diri kita, tidak ada jalan lain bagi diri kita untuk mematuhi apa yang telah dilarang oleh Allah SWT dan semoga kita bisa menjadi Tamu yang memiliki adab dan sopan santun yang baik dihadapan Allah SWT. Ingat tempat kita melaksanakan ibadah Haji dan Umroh ada di Baitullah (rumah Allah SWT). Untuk itu ketahuilah bahwa diri kita sudah sudah diciptakan dan ditempatkan oleh Allah SWT sebagai mahkluk yang terhormat. Sebagai mahkluk yang terhormat maka sudah sepatutnya diri kita berperilaku yang terhormat dimanapun, kapanpun  dan dalam kondisi apapun juga. Apalagi saat diri kita melaksanakan ibadah Haji dan Umroh atau saat diri kita berada di Baitullah, maka kita wajib menunjukkan kehormatan yang kita miliki dihadapan Allah SWT selaku Yang Maha Terhormat. Terkecuali jika kita tidak memiliki keinginan untuk menjadi Tamu Yang Dibanggakan oleh Tuan Rumah.

Abu Hurairah ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta’ala berfirman: Aku selalu mengikuti persangkaan hambaKu kepadaKu, maka terserah padanya akan menyangka apa saja kepadaKu.
(Diriwayatkan oleh Muslim, Al Hakim dari Watsilah, Dan Ibnu Abid Dunya, Al Hakim dari Abu Hurairah).

Abu Hurairah ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta’ala berfirman: Aku selalu menurutkan persangkaan hambaKu terhadap diriKu, jika ia bersangka baik, maka ia dapat balasannya, demikian pula bila ia berprasangka jahat, maka ia dapat balasannya.
(Diriwayatkan oleh Ahmad, Muslim, Ath Thabrani, Ibnu An Najjar)

Hal lain yang harus kita jadikan pedoman adalah setelah diri kita mampu menjadikan diri kita makhluk yang terhormat maka hal yang harus kita lakukan adalah harus selalu berprsangka baik kepada Allah SWT selaku Tuan Rumah. Hilangkan dalam diri buruk sangka, pikiran pikiran negatif seperti tidak mampu, tidak sanggup, panas, berat, penuh, pusing melihat banyak orang dalam pelaksanaan ibadah Haji dan Umroh. Semakin tinggi buruk sangka atau pikiran negatif dalam diri semakin berat kita melaksanakan ibadah Haji dan Umroh dan semakin jauh diri kita kepada Allah SWT yang pada akhirnya kesempatan untuk merasakan nikmatnya bertuhankan kepada Allah SWT hilang karena ulah dari diri kita sendiri.

Allah SWT selaku Tuan Rumah di dalam pelaksanaan ibadah Haji dan Umroh dapat dipastikan bertanggungjawab kepada seluruh tamu yang diundangNya. Sekarang tergantung diri kita berprasangka kepada Allah SWT, jika kita berprasangka Allah SWT bertanggungjawab maka Allah SWT siap memberikan bantuan dan menolong diri kita. Namun jika kita berprasangka Allah SWT lepas tanggungjawab maka Allah SWT pun akan bersikap yang sama dengan sikap kita terutama dengan sikap buruk sangka, pikiran pikiran negatif  yang mengakibatkan diri kita berada di dalam kehendak Syaitan sang laknatullah.  

Hasil akhir dari pelaksanaan ibadah Haji dan Umroh yang seperti ini adalah lelah, letih, lesu, dan lain sebagainya seperti halnya orang yang berpuasa hanya mendapatkan lapar dan haus semata. Selain daripada itu, perbanyaklah berdzikir kepada Allah SWT (selalu mengingat Allah SWT) saat melaksanakan ibadah Haji dan Umroh, dimanapun, kapanpun dan dalam kondisi apapun. Hal ini penting kita lakukan karena pada saat diri kita menunaikan ibadah Haji dan Umroh, ketahuilah ahwa dan syaitan masih dan akan tetap akan menggangu ibadah Haji dan Umroh yang kita laksanakan. Adanya usaha mengingat Allah SWT, adanya dzikir kepada Allah SWT berarti kita selalu berusaha untuk dekat kepada Tuan Rumah yang pada akhirnya dapat menghilangkan pengaruh ahwa dan syaitan yang mengganggu diri kita.


Sebagai Tamu yang akan diundang melaksanakan Haji dan Umroh, jangan hanya karena masih lama menunggu keberangkatan menunaikan ibadah Haji lalu kita menunda nunda persiapan yang seharusnya kita siapkan lebih awal. Terutama persiapan persiapan yang membutuhkan waktu yang lama seperti mempersiapkan kefitrahan Ruh/Ruhani dan persiapan bekal keimanan dan ketaqwaan, yang keduanya tidak turun dari langit secara tiba tiba. Keduanya butuh waktu, keduanya merupakan hasil dari proses jangka panjang yang konsisten yang dibarengi komitmen yang kuat barulah keduanya bisa kita peroleh. Jika kita berpedoman nanti saja menjelang keberangkatan baru mulai mempersiapkan diri berarti kita sendirilah yang mengundang syaitan melaksanakan aksinya sehingga persiapan kita minim yang pada akhirnya kita tidak akan memperoleh apa yang dinamakan dengan Haji yang mabrur. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar