E.
MEMPERSIAPKAN
KESEHATAN JASMANI
Ibadah Haji
dan Umroh yang telah diperintahkan oleh Allah SWT tidak akan bisa kita laksanakan
dengan sebaik mungkin hanya dengan mengandalkan kemampuan keuangan semata, atau
hanya mengandalkan ilmu syariat dan hakekat Haji dan Umroh semata, atau hanya
mengandalkan niat yang ikhlas saja, atau hanya mengandalkan kefitrahan
Ruh/Ruhani semata, atau hanya mengandalkan kesehatan Jasmani semata. Ibadah
Haji dan Umroh baru bisa dilaksanakan sesuai dengan kehendak Allah SWT jika kelima
hal yang kami kemukakan di atas ini mampu kita sinergikan ke limanya dalam satu
kesatuan saat menunaikan ibadah Haji dan Umroh.
Setelah diri
kita mampu melunasi Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH), setelah mempersiapkan ilmu tentang Haji dan Umroh
baik syariat maupun hakekat, setelah mempersiapkan Niat yang Ikhlas, setelah
mempersiapkan kefitrahan Ruh/Ruhani maka kita harus pula mempersiapkan
kesehatan Jasmani diri kita sendiri. Hal ini sangat penting kita lakukan karena
kesehatan Jasmani akan sangat mendukung segala aktifitas kita di dalam
menunaikan ibadah Haji dan Umroh yang multi dimensi ini. Untuk itu, tidak ada
jalan lain bagi diri kita yang hendak melaksanakan ibadah Haji dan Umroh untuk segera
mempersiapkan kesehatan Jasmani yang maksimal melalui hal hal sebagai berikut:
1. Memeriksakan kesehatan ke Rumah Sakit atau
Pusat Kesehatan Masyarakat yang telah ditunjuk oleh Pemerintah.
2. Membiasakan pola hidup sehat mulai saat ini
juga, jangan pernah menunda nunda menjaga kesehatan Jasmani.
3. Menjaga berat badan dengan selalu
mengkonsumsi makanan halalan wa thayiban (makanan sehat lagi seimbang).
4. Berolahraga secara teratur, olahraga yang
disarankan adalah olah raga aerobik seperti jalan kaki, bersepeda, senam atau
jogging.
5. Kurangi aktivitas yang mengakibatkan tubuh
tidak sehat seperti merokok, minum minuman bersoda dan begadang.
6. Rutin konsultasi kesehatan kepada dokter
puskesmas yang telah ditunjuk serta lakukan vaksinasi seperti vaksin influensa,
vaksi meningitis dan yang lainnya sesuai saran dokter.
7. Membuka diri untuk memperoleh informasi
informasi dari orang lain yang memiliki pengalaman menunaikan ibadah Haji dan
Umroh atau selalu mengikuti informasi resmi dari Pemerintah.
8. Jangan malu bertanya kepada jamaah lain yang
lebih dahulu berangkat Haji dan Umroh, ambil dari mereka yang baik baik, buang
yang buruk buruk.
Ibadah
Haji dan Umroh bukan dilaksanakan di Indonesia, melainkan di Kerajaan Arab
Saudi, yang cuaca dan budayanya sangat berbeda dengan cuaca dan budaya di
Indonesia. Adanya persiapan yang maksimal akan sangat membantu diri kita
menunaikan ibadah Haji dan Umroh yang sesuai dengan kehendak Allah SWT atau
memudahkan diri kita merasakan nikmatnya bertuhankan kepada Allah SWT karena
semuanya telah kita persiapan dengan semaksimal mungkin.
Salah
satu kegiatan diri kita selama di kota Makkah adalah untuk mendirikan shalat di
Masjidil Haram. Jarak antara penginapan jamaah dengan Masjidil Haram tidaklah
sama. Untuk menuju Masjidil Haram harus keluar dari penginapan atau hotel dengan
berjalan kaki atau dengan naik bis. Sesampai di terminal masih harus berjalan
kaki yang cukup jauh ditambah udara yang panas dan jumlah jamaah yang banyak.
Jika tubuh kita tidak sehat maka kesempatan untuk Shalat di Masjidil Haram
tidak dapat kita laksanakan. Padahal pahala shalat di Masjidil Haram sebesar
100.000 (seratus ribu kali) dibandingkan dengan shalat di luar Masjidil Haram. Apakah
hanya karena tubuh yang kurang sehat kita menyianyiakan kesempatan untuk shalat
di Masjidil Haram?
Selain
daripada itu, ibadah utama dari ibadah Haji adalah Wukuf di Padang Arafah. Dimana
jamaah dalam posisi tinggal di dalam tenda tenda yang tingkat kenyamanannya
sangat berbeda jauh dengan penginapan di kota Makkah. Di dalam tenda tidak ada
tempat tidur, yang ada hanyalah hamparan karpet yang diisi sejumlah jamaah
beserta barang bawaan sehingga tenda isinya penuh, yang mengakibatkan suasana di dalam tenda
cukup sesak ditambah cuaca panas di luar tenda. Jika kondisi jasmani kita tidak
sehat atau tidak fit, akan menghambat prosesi Wukuf yang kita laksanakan. Padahal
pada saat Wukuf kita dituntut untuk memiliki tingkat kekhusu’an yang sangat tinggi.
Disinilah
letak perjuangan yang harus kita hadapi saat Wukuf di Padang Arafah yaitu mempersiapakn
komponen diri kita yang terdiri dari Ruh/Ruhani dan Jasmani dalam kondisi yang
prima. Alangkah nikmatnya bertuhankan kepada Allah SWT saat diri kita Wukuf
jika kedua komponen diri kita prima. Ruh/Ruhani dalam kondisi fitrah yang
ditunjang dengan kondisi Jasmani yang sehat, sangat membantu diri kita
melaksanakan Wukuf yang mungkin hanya kita nikmati sekali seumur hidup.
Setelah
selesai melaksanakan Wukuf lalu kita shalat Maghrib dan Isya di jamak lalu bersiap untuk Mabid di Muzdalifah yang
diteruskan mengumpulkan batu untuk kepentingan melontar Jumroh. Setelah
melewati tengah malam atau menjelang Shalat Subuh kita bersiap untuk menuju
Mina dalam rangka melontar Jumroh Aqabah tanggal 10 Dzulhijjah. Rangkaian
ibadah yang begitu padat mulai dari Wukuf, Mabit di Muzdalifah, lalu ke Mina
untuk melontar Jumroh harus di dukung oleh kesiapan phisik yang prima.
Kondisi
Jasmani yang prima juga sangat kita butuhkan saat diri kita melontar Jumroh
Ula, Wustha dan Aqabah tanggal 11 dan 12 Dzulhijjah bagi yang Nafar Awal dan
tanggal 11,12, dan 13 Dzulhijjah bagi yang Nafar Tsani. Ingat, di Mina kita tinggal
bukan di hotel mewah melainkan tinggal di tenda tenda dengan hamparan karpet
dan tumpukan barang bawaan jamaah. Jika kondisi phisik tidak prima maka proses
melontar Jumroh menjadi terhalang, apalagi saat proses melontar dilaksanakan
berjalan kaki yang cukup jauh dan waktunya cukup lama. Ayo segera persiapkan
phisik yang prima sebelum diri kita berangkat menunaikan ibadah Haji dan Umroh.
Semakin baik kita mempersiapkan diri maka semakin siap kita menunaikan ibadah
Haji dan Umroh yang sesuai dengan kehendak Allah SWT.
F. MEMPERSIAPKAN BEKAL TAQWA SEBANYAK BANYAKNYA
Berdasarkan
surat Al Baqarah (2) ayat 197 di bawah ini, Allah SWT telah menunjukkan kepada
kita yang sebentar lagi menunaikan ibadah Haji dan Umroh untuk segera
mempersiapkan bekal yang terbaik, yaitu bekal taqwa dan bekal taqwa inilah
sebaik baiknya bekal yang dikehendaki Allah SWT. Jika bekal Taqwa yang
dikehendaki oleh Allah SWT bagi setiap jamaah Haji dan Umroh lalu sudahkah diri
kita yang memiliki kesempatan menunaikan ibadah Haji dan Umroh memilikinya
sebanyak mungkin?
(Musim) haji adalah beberapa bulan yang
dimaklumi[122], Barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan
mengerjakan haji, Maka tidak boleh rafats[123], berbuat Fasik dan
berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. dan apa yang kamu kerjakan
berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan Sesungguhnya
Sebaik-baik bekal adalah takwa[124] dan bertakwalah kepada-Ku Hai orang-orang
yang berakal.
(surat Al Baqarah
(2) ayat 197)
[122] Ialah bulan Syawal, Zulkaidah dan Zulhijjah.
[123] Rafats artinya mengeluarkan Perkataan yang menimbulkan berahi yang
tidak senonoh atau bersetubuh.
[124] Maksud bekal takwa di sini ialah bekal yang cukup agar dapat
memelihara diri dari perbuatan hina atau minta-minta selama perjalanan haji.
Adanya persyaratan perbekalan yang
dikehendaki oleh pemberi perintah maka kita yang diperintahkan oleh Allah SWT
untuk menunaikan Ibadah Haji dan Umroh perlu menyadari bahwa untuk melaksanakan
ibadah yang bersifat Ruh/Ruhaniah tidak cukup hanya dengan kemampuan untuk
melunasi Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH) semata. Uang dan materi bukanlah bekal
yang terbaik di dalam melaksanakan ibadah Haji dan Umroh yang sesuai dengan
kehendak Allah SWT.
Ibadah
Haji dan Umroh adalah ibadah yang bersifat multi dimensi. Sebagai ibadah yang
bersifat multi dimensi maka ibadah Haji dan Umroh sangat memerlukan bekal yang
bersifat umum dan juga bersifat khusus pula. Ibadah ini tidak bisa dilaksanakan
hanya berbekal uang, celana, baju, obat obatan tertentu. Namun harus di dukung
dengan perbekalan yang bersifat khusus terutama perbekalan yang berhubungan
dengan Ruh/Ruhani. Hal ini dikarenakan yang akan menjadi Tamu saat melaksanakan
ibadah Haji dan Umroh adalah Ruh/Ruhani, yang tidak lain adalah jati diri kita
yang sesungguhnya.
Untuk itu Allah SWT selaku pemberi perintah untuk
melaksanakan kewajiban ibadah Haji dan Umroh sudah mengemukan dengan jelas
kepada diri kita bahwa bekal yang terbaik saat menjadi tamu yang dibanggakan
Tuan Rumah adalah Taqwa. Adanya bekal taqwa yang kita persiapkan sejak
jauh-jauh hari akan sangat menolong dan membantu diri kita saat melaksanakan
ibadah Haji dan Umroh. Sebagai Tamu yang akan dibanggakan oleh Tuan Rumah,
sudahkah diri kita memiliki bekal Taqwa seperti yang dipersyaratkan oleh Allah
SWT selaku Tuan Rumah?
Untuk itu, mari kita bercermin kepada
perintah mandi yang diperintahkan oleh orang tua kita, dimana manfaat yang
hakiki dari mandi tidak cukup hanya berbekal dengan tersedianya air bersih, sabun, handuk, serta
baju pengganti. Hal ini dikarenakan tujuan hakiki dari mandi baru dapat kita
peroleh jika tersedianya air yang
bersih, sabun, handuk, serta baju pengganti di dukung oleh Niat dari diri kita
sendiri untuk memperoleh manfaat yang hakiki dari perintah mandi. Hal yang
samapun berlaku jika kita ingin memperoleh tujuan yang hakiki dari melaksanakan
Ibadah Haji, yaitu melaksanakan Ibadah Haji tidak cukup sekedar memiliki uang dan
bekal semata, tidak cukup dengan Ilmu tentang Ibadah Haji dan Umroh semata. Melaksanakan
ibadah Haji dan Umroh harus didukung dengan Niat yang Ikhlas serta bekal Taqwa
yang sebanyak-banyaknya. Sebagai orang
yang telah diperintahkan untuk
melaksanakan Ibadah Haji, tentu ketentuan yang ada pada surat Al Baqarah (2) ayat 197 diatas, harus kita
persiapkan dengan matang dan sungguh-sungguh karena hal inilah yang dapat
menjadikan diri kita menjadi tamu yang terhormat yang kehadirannya sudah
ditunggu-tunggu oleh Allah SWT selaku Tuan Rumah sehingga diri kita menjadi
Tamu yang dibanggakan oleh Tuan Rumah.
Adanya bekal Taqwa dalam
diri kita maka Allah SWT siap menjadi
Tuan Rumah bagi kedatangan kita di Baitullah sehingga segala fasilitas bagi
diri kita sudah dipersiapkan oleh Allah SWT selaku Tuan Rumah. Selain dari pada
itu dengan adanya bekal Taqwa maka kedekatan diri kita kepada Allah SWT akan
semakin dekat sehingga rasa saat menjadi tamu Allah SWT di Baitullah terasa
begitu nikmat. Dan yang terakhir dengan bekal Taqwa agar Amal Ibadah yang kita
laksanakan dan Doa yang kita panjatkan saat melaksanakan ibadah Haji dan Umroh
diterima oleh Allah SWT selaku Tuan Rumah yang pada akhirnya Allah SWT selaku
Tuan Rumah siap memberikan oleh-oleh yang tidak ternilai harganya kepada Tamu
yang dibanggakannya. Sekarang bertanyalah kepada diri kita sendiri, sudahkah
kita memiliki bekal Taqwa sebanyak banyak dalam kerangka mensukseskan diri kita
menunaikan ibadah Haji dan Umroh?
G. MEMPERSIAPKAN
DIRI MENJADI MAKHLUK YANG BERPERILAKU TERHORMAT
Berdasarkan surat Al Baqarah (2)
ayat 197 yang kami kemukakan di bawah ini mengemukakan bahwa seorang yang telah
berketetapan hati untuk menunaikan ibadah Haji dan Umroh maka yang bersangkutan
dilarang oleh Allah SWT untuk berperilaku Rafas, Fusuq dan Jidal. Lalu apa
sajakah yang termasuk di dalam kategori tersebut? Rafas adalah mengeluarkan
perkataan yang tidak senonoh yang mengandung unsur kecabulan (porno), senda
gurau berlebihan yang menjurus kepada timbulnya nafsu birahi (syahwat),
termasuk melakukan hubungan badan (bersetubuh). Sedangkan Fusuq adalah segala
perbuatan maksiat baik disadari ataupun tidak. Adapun perbuatan maksiat
dimaksud adalah: Takabur atau sombong; merugikan dan menyakiti orang lain
dengan kata kata atau sikap (perbuatan); Zhalim terhadap orang lain, seperti
mengambil haknya atau merugikannya; Berbuat sesuatu yang dapat menodai aqidah
dan keimanannya kepada Allah SWT; Merusak alam dan makhluk lainnya tanpa ada
alasan yang membolehkan; Menghasut ataupun memprovokasi orang lain untuk
melakukan maksiat.
(Musim)
haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi[122], Barangsiapa yang menetapkan
niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, Maka tidak boleh rafats[123],
berbuat Fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. dan apa
yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah,
dan Sesungguhnya Sebaik-baik bekal adalah takwa[124] dan bertakwalah kepada-Ku
Hai orang-orang yang berakal.
(surat Al Baqarah (2) ayat
197)
[122] Ialah bulan
Syawal, Zulkaidah dan Zulhijjah.
[123] Rafats artinya
mengeluarkan Perkataan yang menimbulkan berahi yang tidak senonoh atau
bersetubuh.
[124] Maksud bekal
takwa di sini ialah bekal yang cukup agar dapat memelihara diri dari perbuatan
hina atau minta-minta selama perjalanan haji.
Jidal adalah segala sikap dan
perbuatan yang mengarah pada perdebatan, permusuhan dan perselisihan yang
diiringi dengan nafsu amarah, meskipun untuk mempertahankan kebenaran dan
memperjuangkan haknya, seperti berbantah bantahan untuk memperebutkan kamar, kamar
kecil, dan termasuk melakukan demontrasi terhadap sesuatu hal yang tidak sesuai
dengan keinginannya. Adapun diskusi atau musyawarah tentang masalah agama dan
kemaslahatan yang dilakukan dengan cara yang baik dan santun diperbolehkan.
Sebagai tamu yang telah diundang
oleh Allah SWT ke Baitullah untuk melaksanakan ibadah Haji dan Umroh, tentu
kita harus menghormati Tuan Rumah dengan sebaik mungkin. Salah satu bentuk
penghormatan diri kita kepada Allah SWT
adalah dengan tidak berbuat rafas, fasik, jidal apalagi sampai mempersekutukan
Tuan Rumah dengan sesuatu. Hal yang harus kita perhatikan selama
melaksaanakan Ibadah Haji, termasuk juga setelah melaksanakan Ibadah Haji dan
Umroh, jangan sampai diri kita berbuat, bertindak yang pada intinya meremehkan kemahaan
dan kebesaran Allah SWT, meniadakan keberadaan Allah SWT, mengurangi kemampuan
Allah SWT dibandingkan dengan sesuatu, atau jangan pernah sekalipun kita
mempersekutukan Allah SWT dengan sesuatu, dimanapun, kapanpun, dalam kondisi
apapun, apalagi di Baitullah.
Selain daripada, jangan pernah
kita membuat ketentuan baru yang berhubungan dengan ibadah Haji dan Umroh
karena tamu tetaplah tamu. Tamu yang baik lagi yang menyenangkan tuan rumah
adalah tamu yang tahu diri yang tidak mengatur Tuan Rumah di rumah Tuan Rumah
sendiri. Tamu harus melaksanakan segala ketentuan Tuan Rumah, bukan menjadikan
dirinya menjadi tuan rumah di rumah orang lain atau menjadikan Tuan Rumah
sebagai Tamu di Baitullah.
Ingat, pada waktu kita menunaikan ibadah Haji dan
Umroh kita hanyalah Tamu yang kedudukannya tidak sejajar dengan Tuan Rumah. Sehingga
alangkah tidak tahu dirinya kita yang menjadi tamu justru mengaku ngaku sebagai
tuan rumah lalu membuat aturan aturan baru seperti melaksanakan apa yang
disebut dengan mengambil Miqat dengan cara keluar dari tanah haram menuju tanah
halal lalu kembali ke tanah haram. Kemudian melaksanakan apa yang disebut
sebagai Umroh Sunnah dengan melakukan ibadah yang dinamakan dengan Thawaf
sunnah, Sa’i sunnah lalu Tahallul sunnah, yang kesemuanya tidak ada tuntunannya
dari Nabi Muhammad SAW. Semoga hal ini tidak terjadi pada diri kita saat
menjadi tamu di Baitullah, terkecuali kita mau menjadi tamu yang tidak tahu
diri.
Adanya larangan yang telah
ditetapkan berlaku di Baitullah kepada diri kita, tidak ada jalan lain bagi
diri kita untuk mematuhi apa yang telah dilarang oleh Allah SWT dan semoga kita
bisa menjadi Tamu yang memiliki adab dan sopan santun yang baik dihadapan Allah
SWT. Ingat tempat kita melaksanakan ibadah Haji dan Umroh ada di Baitullah
(rumah Allah SWT). Untuk itu ketahuilah bahwa diri kita sudah sudah diciptakan
dan ditempatkan oleh Allah SWT sebagai mahkluk yang terhormat. Sebagai mahkluk
yang terhormat maka sudah sepatutnya diri kita berperilaku yang terhormat dimanapun,
kapanpun dan dalam kondisi apapun juga.
Apalagi saat diri kita melaksanakan ibadah Haji dan Umroh atau saat diri kita
berada di Baitullah, maka kita wajib menunjukkan kehormatan yang kita miliki
dihadapan Allah SWT selaku Yang Maha Terhormat. Terkecuali jika kita tidak
memiliki keinginan untuk menjadi Tamu Yang Dibanggakan oleh Tuan Rumah.
Abu Hurairah ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah
ta’ala berfirman: Aku selalu mengikuti persangkaan hambaKu kepadaKu, maka
terserah padanya akan menyangka apa saja kepadaKu.
(Diriwayatkan oleh Muslim, Al Hakim dari Watsilah, Dan
Ibnu Abid Dunya, Al Hakim dari Abu Hurairah).
Abu Hurairah ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah
ta’ala berfirman: Aku selalu menurutkan persangkaan hambaKu terhadap diriKu,
jika ia bersangka baik, maka ia dapat balasannya, demikian pula bila ia
berprasangka jahat, maka ia dapat balasannya.
(Diriwayatkan oleh Ahmad, Muslim, Ath Thabrani, Ibnu An
Najjar)
Hal lain yang harus kita jadikan
pedoman adalah setelah diri kita mampu menjadikan diri kita makhluk yang
terhormat maka hal yang harus kita lakukan adalah harus selalu berprsangka baik
kepada Allah SWT selaku Tuan Rumah. Hilangkan dalam diri buruk sangka, pikiran
pikiran negatif seperti tidak mampu, tidak sanggup, panas, berat, penuh, pusing
melihat banyak orang dalam pelaksanaan ibadah Haji dan Umroh. Semakin tinggi
buruk sangka atau pikiran negatif dalam diri semakin berat kita melaksanakan
ibadah Haji dan Umroh dan semakin jauh diri kita kepada Allah SWT yang pada
akhirnya kesempatan untuk merasakan nikmatnya bertuhankan kepada Allah SWT
hilang karena ulah dari diri kita sendiri.
Allah SWT selaku Tuan Rumah di
dalam pelaksanaan ibadah Haji dan Umroh dapat dipastikan bertanggungjawab
kepada seluruh tamu yang diundangNya. Sekarang tergantung diri kita
berprasangka kepada Allah SWT, jika kita berprasangka Allah SWT bertanggungjawab
maka Allah SWT siap memberikan bantuan dan menolong diri kita. Namun jika kita
berprasangka Allah SWT lepas tanggungjawab maka Allah SWT pun akan bersikap
yang sama dengan sikap kita terutama dengan sikap buruk sangka, pikiran pikiran
negatif yang mengakibatkan diri kita
berada di dalam kehendak Syaitan sang laknatullah.
Hasil akhir dari pelaksanaan ibadah Haji dan
Umroh yang seperti ini adalah lelah, letih, lesu, dan lain sebagainya seperti
halnya orang yang berpuasa hanya mendapatkan lapar dan haus semata. Selain
daripada itu, perbanyaklah berdzikir kepada Allah SWT (selalu mengingat Allah
SWT) saat melaksanakan ibadah Haji dan Umroh, dimanapun, kapanpun dan dalam
kondisi apapun. Hal ini penting kita lakukan karena pada saat diri kita
menunaikan ibadah Haji dan Umroh, ketahuilah ahwa dan syaitan masih dan akan tetap
akan menggangu ibadah Haji dan Umroh yang kita laksanakan. Adanya usaha
mengingat Allah SWT, adanya dzikir kepada Allah SWT berarti kita selalu
berusaha untuk dekat kepada Tuan Rumah yang pada akhirnya dapat menghilangkan
pengaruh ahwa dan syaitan yang mengganggu diri kita.
Sebagai Tamu yang akan diundang
melaksanakan Haji dan Umroh, jangan hanya karena masih lama menunggu
keberangkatan menunaikan ibadah Haji lalu kita menunda nunda persiapan yang
seharusnya kita siapkan lebih awal. Terutama persiapan persiapan yang
membutuhkan waktu yang lama seperti mempersiapkan kefitrahan Ruh/Ruhani dan
persiapan bekal keimanan dan ketaqwaan, yang keduanya tidak turun dari langit
secara tiba tiba. Keduanya butuh waktu, keduanya merupakan hasil dari proses
jangka panjang yang konsisten yang dibarengi komitmen yang kuat barulah
keduanya bisa kita peroleh. Jika kita berpedoman nanti saja menjelang
keberangkatan baru mulai mempersiapkan diri berarti kita sendirilah yang
mengundang syaitan melaksanakan aksinya sehingga persiapan kita minim yang pada
akhirnya kita tidak akan memperoleh apa yang dinamakan dengan Haji yang mabrur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar