D MIQAT
Miqat artinya Waktu, atau dapat
juga bermakna Tempat. Adanya pengertian ini maka Miqat Haji artinya waktu
melakukan ihram Haji, atau tempat mulai melakukan ihram Haji atau Umroh. Miqat
Haji ada dua macam, yaitu:
a. Miqat Zamani, yakni masa di mana harus
dikerjakan manasik (amalan-amalan) Haji, sedangkan waktu Haji itu adalah bulan
Syawal-Zulqaidah dan hari ke Sembilan dari bulan Zulhijjah.
b. Miqat Makani, yakni tempat memulai Ihram.
Rasulullah SAW telah menetapkan tempat-tempat miqat, sebagai berikut:
1
|
Miqat Dzu al Khulaifah:
bagi orang yang menuju Makkah dari kota Madinah.
|
2
|
Miqat Al Juhfah:
bagi orang yang menuju Makkah dari arah Syam.
|
3
|
Miqat Rabigh:
bagi orang yang menuju Makkah dari arah Mesir, Syiria.
|
4
|
Miqat Qarn al Manazil:
bagi orang yang menuju Makkah dari arah Najd.
|
5
|
Miqat Zatul
Irqin: bagi orang yang menuju Makkah dari arah Iraq.
|
6
|
Miqat Yalamlam: bagi orang yang menuju
Makkah dari arah Yaman dan Indonesia
|
Dari Ibnu Abbas ra, ia berkata:
“Rasulullah telah menentukan Miqat, yaitu untuk ahli Madinah; Dzu Al Khulaifah,
untuk ahli Syam; Juhfah, untuk ahli Yaman: Yalamlam, dan untuk ahli Nejd; Qarn
al Manazil. Ia berkata: Tempat tempat itu adalah Miqat bagi penduduk disana dan
bagi orang yang lewat tempat tempat itu untuk selain penduduk di tempat tempat
itu, yaitu bagi yang bermaksud Haji dan Umroh, maka barangsiapa yang tempatnya
di belakang Miqat Miqat itu, maka ihramnya darimana ia berada. Demikian juga
penduduk Makkah berihram dari tempat mereka berada/tinggal”.
(Hadits Riwayat Ahmad)
Dari Abu Hurairah ra, ia
berkata: “Sesungguhnya Nabi SAW telah menentukan Miqat untuk ahli Madinah: Dzul
Al Khulaifah, untuk ahli Syam; Juhfah, untuk ahli Nejd; Qarn al Manazil, dan
untuk ahli Yaman; Yalamlam. Tempat tempat itu adalah Miqat bagi mereka yang
tinggal disana atau orang orang yang datang melewati tempat tempat itu bagi
orang yang bermaksud untuk Haji dan Umroh, sedangkan bagi orang yang berada di
luar batas itu, maka darimana saja ia berada termasuk orang orang penduduk
Makkah adalah dari Makkah.”
(Hadits Riwayat Al Bukhari)
Mengambil Miqat adalah hal yang
mutlak dilakukan bagi setiap jamaah Haji Tamattu atau jamaah Umroh tanpa
terkecuali. Mengambil Miqat berarti kita akan mulai melaksanakan rangkaian ibadah
Haji Tamattu atau memulai ibadah Umroh dan juga mulai terikat dengan ketentuan
Ihram. Jika jamaah Haji ataupun jamaah Umroh tidak mengambil Miqat akan mengakibatkan
tidak sahnya ibadah Haji seseorang ataupun ibadah Umroh seseorang.
Miqat tidak bisa digantikan
dengan ibadah lainnya. Miqat merupakan Rukun dari ibadah Haji dan Umroh. Miqat
sebagai bagian dari Rukun Haji dan Umroh sehingga tidak mengenal apa yang
dinamakan dengan Miqat wajib ataupun Miqat sunnah. Rukun tetaplah Rukun, jika
tidak dilaksanakan maka tidak sah ibadah Haji dan Umroh seseorang. Jika Miqat
tidak mengenal apa yang dinamakan dengan Miqat Wajib ataupun Miqat Sunnah
berarti tidak ada pula rentetan ibadah lain yang menyertainya seperti Thawaf
Sunnah, Sa’i Sunnah apalagi Tahallul Sunnah. Ingat Thawaf Sunnah dilaksanakan
tanpa Miqat, tanpa Ihram, bisa dilaksanakan selama jamaah berada di Makkah kapan
saja sepanjang syarat dan ketentuan Thawaf kita penuhi seperti dalam keadaan
suci atau berwudhu.
Sebagai tamu yang datang ke
Baitullah jangan sampai kita membuat aturan aturan baru yang tidak pernah ada
sebelumnya atau membuat tuntunan baru yang tidak pernah ada sebelumnya seperti
melaksanakan sesuatu ibadah yang sering dinamakan dengan istilah Umroh Sunnah baik
untuk diri sendiri ataupun apa yang diistilahkan dengan Ba’dal Umroh untuk kepentingan
orang lain. Adanya ibadah yang dinamakan Umroh Sunnah tentunya akan ada pula
ibadah turunan lainnya seperti Miqat sunnah yang dilaksanakan di Tan’im,
padahal Nabi Muhammad SAW tidak pernah memberikan tuntanannya. Lalu ada Thawaf
sunnah dengan berihram padahal Thawaf sunnah dilakukan dengan pakaian bebas dan
tanpa mengambil Miqat. Lalu ada Sa’i sunnah dengan berihram padahal Thawaf
sunnah setelah tujuh putaran maka selesai sudah Thawaf Sunnah tersebut dan
tidak dilanjutkan dengan Sa’i, kemudian diakhiri dengan Tahallul sunnah padahal
Tahallul sunnah tidak ada.
Agar diri kita tidak melakukan
sesuatu ibadah yang tidak ada tuntunannya atau melaksanakan ibadah karena ikut
ikutan hanya karena banyak yang melaksanakannya lalu kita melaksanakannya pula.
Ingat, apakah sesuatu yang banyak dilakukan (maksudnya banyak yang melakukan
apa yang dinamakan Umroh sunnah) itu sudah pasti benar dan sesuai dengan
tuntunan yang berlaku? Ayo belajar, belajar dan belajar sebelum kita menunaikan
ibadah Haji dan Umroh. Jangan sampai akibat kebodohan kita yang tidak mau
belajar akhirnya kita ikut ikutan di dalam melaksanakan ibadah yang tidak ada
ketentuannya. Semoga hal ini tidak terjadi pada diri kita.
Bagi jamaah haji Indonesia yang
masuk gelombang pertama, akan mengambil Miqat di Zhu Al Khulaifah karena jamaah
berangkat menuju Makkah untuk melakukan Umroh dalam kerangka Haji Tamattu dari
arah Madinah. Sedangkan bagi jamaah haji Indonesia yang masuk gelombang ke dua,
dapat mengambil Miqat di atas pesawat ketika posisi pesawat berada di atas
Yalamlam atau mengambil Miqat di Jeddah untuk melakukan Umroh dalam kerangka
Haji Tamattu. Jamaah diberikan pilihan apakah akan mengambil Miqat di Jeddah
atau di atas pesawat saat berada di Yalamlam. Silahkan memilih tempat Miqat
tersebut, keduanya diperkenankan dan tidak perlu diperdebatkan.
Sebelum diri kita memasuki Miqat,
yang merupakan titik awal dari sebuah perubahan besar yang harus kita lakukan
untuk memulai sebuah pertunjukkan ibadah Haji dan Umroh yang kesemuanya harus
dinyatakan dengan Niat. Lalu apa yang harus kita nyatakan dalam Niat itu,
apakah hanya sekedar melaksanakan Ibadah Haji dan Umroh ataukah ada sesuatu yang
lebih dari itu semua? Kita harus menyatakan meninggalkan rumah untuk menuju
Baitullah; meninggalkan kesibukan dunia untuk memperoleh cinta Allah SWT; meninggalkan keakuan atau ego untuk berserah
diri kepada Allah SWT; meninggalkan penghambaan untuk memperoleh kemerdekaan;
meninggalkan diskriminasi rasial untuk mencapai persamaan, ketulusan dan
kebenaran; meninggalkan pakaian untuk bertelanjang; meninggalkan hidup
sehari-hari untuk memperoleh kehidupan yang abadi; meninggalkan sikap
mementingkan diri sendiri dan hidup tidak terarah untuk menjalani kehidupan
yang penuh bakti dan tanggung jawab; untuk meninggalkan dan menanggalkan jiwa
fujur menuju jiwa taqwa dan seterusnya yang sesuai dengan kehendak Allah SWT.
Setelah berniat dan memasuki
Miqat berarti pertunjukan ibadah Haji dan Umroh dimulai, dimana kita sudah
berganti pakaian dari pakaian sehari-hari menjadi Ihram. Hal yang harus kita
perhatikan adalah pakaian sehari-hari yang kita kenakan melambangkan pola,
preferensi, status dan perbedaan-perbedaan tertentu. Pakaian menciptakan batas
palsu yang menyebabkan perpecahan, perbedaan diantara umat manusia, yang pada
akhirnya melahirkan diskriminasi serta melahirkan konsep aku, bukan kami/kita
sehingga lahirlah rasku, kelasku, kelompokku, golonganku, keluargaku,
nilai-nilaiku, dan aku sebagai manusia.
Kini lepaskanlah pakaianmu dan
tinggalkanlah semuanya di Miqat, lalu pakailah dua helai kain putih yang tidak
berjahit yang sederhana, yang dikenakan adalah pakaian yang sama seperti yang
dikenakan oleh orang-orang lainnya. Lalu saksikanlah dan renungkanlah betapa
keseragaman yang terjadi, putih-putih, semuanya putih untuk menuju Allah SWT
Dzat Yang Maha Suci. Untuk itu janganlah tinggi hati karena kita disini bukan
untuk mengunjungi seorang manusia, tetapi hendaklah rendah hati karena kita
akan menjadi tamu Allah SWT, karena kita akan bertemu dengan Allah SWT dan
merasakan rasa diterima oleh Allah SWT karena kita sudah ditunggu kedatangannya
oleh Allah SWT.
Saat di Miqat,
apapun ras dan suku, apapun kedudukan dan pangkat, apakah kaya ataupun miskin,
lepaskanlah dan tanggalkanlah segala pakaian yang kita kenakan sebagai: Srigala
yang melambangkan kekejaman dan penindasan; tikus yang melambangkan kelicikan;
anjing yang melambangkan tipu daya; domba yang melambangkan penghambaan.
Tinggalkan dan hilangkan semua pakaian itu di Miqat dan jadikan diri kita yang
sesungguhnya adalah Ruh/Ruhani dan gunakan taqwa sebagai pakaian utama kita. Kenakanlah
dua helai kain. Yang sehelai taruhlah di atas bahumu dan yang sehelai lagi
lilitkanlah ke pinggangmu. Disini tidak ada gaya atau bahan-bahan yang khusus
karena kain yang kita kenakan dari bahan yang sederhana.
Talbiyah
Rasulullah Saw adalah: “Aku datang (memenuhi panggilan-Mu) ya Allah, aku
datang. Aku datang dan tiada sekutu bagi-Mu. Aku datang, sesungguhnya segala
pujian, kenikmatan dan kerajaan (kekuasaan) milik-Mu, tiada sekutu bagi-Mu”
(Hadits
Riwayat Bukhari)
Setiap orang
mengenakan kain Ihram yang sama sehingga tidak terlihat perbedaan diantara
seseorang dengan yang lainnya. Setelah menanggalkan pakaian beserta semua
tanda-tanda yang membedakan seseorang dari yang lain-lainnya barulah kita boleh
bergabung dengan orang banyak, dengan tamu yang kehadirannya sudah ditunggu
oleh Allah SWT. Di dalam keadaan ihram lupakanlah segala sesuatu yang
mengingatkan kita kepada kehidupan, ingat Allah SWT dimanapun, dalam kondisi
apapun karena kita sedang menjadi tamu Allah SWT dan Allah SWT pasti
menghormati tamunya serta Allah SWT pasti bertanggungjawab kepada tamunya.
Setiap manusia
adalah sama. Setiap orang yang melaksanakan ibadah haji telah berpaling dari
dirinya sendiri dan menghadap kepada Allah SWT semata. Jika sebelum menunaikan
haji kita lupa kepada persamaan diantara sesama. Kita tercerai-berai karena
kekuatan, kekayaan, keluarga, tanah dan ras. Tetapi melalui pengalaman Haji dan
Umroh membuat kita dapat menemukan pandangan baru bahwa diri kita semua adalah
satu dan hanya seorang manusia biasa, miskin, hina, orang yang menumpang, yang
tidak bisa apa-apa, yang tidak bisa mensejajarkan diri dengan Allah SWT sehingga
kita harus tunduk patuh kepada Allah SWT tidak hanya saat menunaikan ibadah
Haji dan Umroh melainkan juga setelah pulang dari melaksnakan ibadah Haji dan
Umroh, sepanjang hayat masih di kandung badan.
E. IHRAM
Ihram berasal
dari kata “ahrama” yang artinya mengharamkan. Ihram berarti pengharaman atau
Niat untuk mengharamkan diri dari hal-hal yang menghalangi diri kita untuk menemui
Allah SWT, untuk menjadi tamu Allah SWT yang dimulai dari saat memasuki miqat.
Adanya kondisi ini berarti orang yang hendak menemui Allah SWT, orang yang
hendak menjadi Tamu Allah SWT saat berhaji dan umroh telah siap untuk menemui Allah
SWT dengan penuh keikhlasan dan kepasrahan, tidak peduli lagi dengan kehidupan
dunia sekelilingnya. Maka disaat diri kita menemui Allah SWT atau disaat diri
kita menjadi Tamu Allah SWT maka kita harus mengharamkan diri kita baik Jasmani
maupun Ruh/Ruhani dari hal-hal yang tidak berkaitan dengan Allah SWT, atau
memutuskan hubungan dengan segala urusan dunia pada saat menemui Allah SWT atau
saat menjadi Tamu Allah SWT.
Saat Saat Berihram Bagi Jamaah Haji Tamattu
A
|
Bagi Jamaah Haji
Indonesia gelombang pertama akan mulai berihram saat Miqat di Dzul al Khulaifah
(Majid Bir Ali) sampai jamaah menyelesaikan ibadah Umroh (Thawaf Qudum, Sa’i
dan Tahallul) dalam kerangka Haji Tamattu.
Bagi Jamah Haji
Indonesia gelombang kedua mulai berihram adalah dimulai saat Miqat di
Yalamlam atau Miqat di Jeddah sampai jamaah menyelesaikan ibadah Umroh
(Thawaf Qudum, Sa’i dan Tahallul) dalam kerangka Haji Tamattu.
|
B
|
Bagi Jamaah Haji
Indonesia gelombang satu dan gelombang dua mulai berihram kembali pada
tanggal 08 Dzulhijjah di pemondokan masing masing sampai jamaah menyelesaikan
Tahallul Awal yaitu bergunting atau bercukur setelah Jumroh Aqabah pada tanggal
10 Dzulhijjah. (Wukuf di Padang Arafah pada tanggal 09 Dzulhijjah, Mabid di
Muzdalifah, Mina untuk melontar Jumroh Aqabah tanggal 10 Dzulhijjah).
|
Hal-hal yang harus diketahui oleh orang yang akan melaksanakan
Ihram Haji atau Ihram Umroh, yaitu:
A
|
Yang disunnahkan sebelum ihram untuk
memotong atau merapikan rambut dan kuku; mandi dan berwangi-wangian;
berpakaian ihram yang berwarna putih-putih serta shalat sunnah ihram dua
rakaat.
|
B
|
Yang disunnahkan
setelah ihram adalah memperbanyak membaca Talbiyah, shalawat dan berdoa.
|
Zaid
bin Tsabit berkata: Saya melihat Nabi SAW mengganti pakaian untuk Ihram dan
mandi.
(Hadits
Riwayat Ath Thirmidzi)
Aisyah
berkata: Saya pernah memakaikan wewangian kepada Nabi SAW ketika beliau hendak
berihram dengan wangi wangian terbaik yang aku dapatkan.
(Hadits
Riwayat Al Bukhari)
(Musim)
haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi[122], Barangsiapa yang menetapkan
niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, Maka tidak boleh rafats[123],
berbuat Fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. dan apa
yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah,
dan Sesungguhnya Sebaik-baik bekal adalah takwa[124] dan bertakwalah kepada-Ku
Hai orang-orang yang berakal.
(surat
Al Baqarah (2) ayat 197)
[122] Ialah bulan Syawal, Zulkaidah dan Zulhijjah.
[123] Rafats artinya mengeluarkan Perkataan yang
menimbulkan berahi yang tidak senonoh atau bersetubuh.a
[124] Maksud bekal takwa di sini ialah bekal yang
cukup agar dapat memelihara diri dari perbuatan hina atau minta-minta selama
perjalanan haji.
Selanjutnya yang dilarang dalam Ihram, dapat kami
kemukakan hal-hal sebagai berikut:
A
|
Untuk Pria, dilarang memakai pakaian bertangkup; dilarang memakai sepatu yang
menutupi mata kaki; dilarang menutup kepala dengan tutup yang melekat.
Sedangkan untuk Wanita, dilarang bersarung tangan; dilarang menutup muka
(bercadar).
|
B
|
Dilarang memotong, mencukur, mencabut kuku
atau rambut badan.
|
C
|
Dilarang memotong, mencabut, mematahkan
pepohonan.
|
D
|
Dilarang memburu atau membunuh binatang.
|
E
|
Dilarang menggunjing, mencaci, atau
bertengkar.
|
F
|
Dilarang memakai wangi-wangian.
|
G
|
Dilarang bicara porno, bercumbu atau
bersetubuh.
|
H
|
Dilarang meminang, menikah atau menikahkan.
|
Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh binatang buruan[436], ketika
kamu sedang ihram. Barangsiapa di antara kamu membunuhnya dengan sengaja, Maka
dendanya ialah mengganti dengan binatang ternak seimbang dengan buruan yang
dibunuhnya, menurut putusan dua orang yang adil di antara kamu sebagai
had-yad[437] yang dibawa sampai ke Ka'bah[438] atau (dendanya) membayar
kaffarat dengan memberi Makan orang-orang miskin[439] atau berpuasa seimbang
dengan makanan yang dikeluarkan itu[440], supaya Dia merasakan akibat buruk
dari perbuatannya. Allah telah memaafkan apa yang telah lalu[441]. dan
Barangsiapa yang kembali mengerjakannya, niscaya Allah akan menyiksanya. Allah
Maha Kuasa lagi mempunyai (kekuasaan untuk) menyiksa.
(surat
Al Maidah (5) ayat 95)
[436] Ialah: binatang buruan baik yang boleh dimakan
atau tidak, kecuali burung gagak, burung elang, kalajengking, tikus dan anjing
buas. dalam suatu riwayat Termasuk juga ular.
[437] Ialah: binatang (unta, lembu, kambing,
biri-biri) yang dibawa ke ka'bah untuk mendekatkan diri kepada Allah,
disembelih ditanah Haram dan dagingnya dihadiahkan kepada fakir miskin dalam
rangka ibadat haji.
[438] Yang dibawa sampai ke daerah Haram untuk
disembelih di sana dan dagingnya dibagikan kepada fakir miskin.
[439] Seimbang dengan harga binatang ternak yang
akan penggganti binatang yang dibunuhnya itu.
[440] Yaitu puasa yang jumlah harinya sebanyak mud
yang diberikan kepada fakir miskin, dengan catatan: seorang fakir miskin
mendapat satu mud (lebih kurang 6,5 ons).
[441] Maksudnya: membunuh binatang sebelum turun
ayat yang mengharamkan ini.
Rasulullah SAW bersabda: Yang sedang
ihram tidak boleh menikah, menikahkan dan tidak boleh juga melamar.”
(Hadits Riwayat Bukhari)
Hal yang
samapun terjadi pada saat diri kita mendirikan Shalat, dimana Shalat yang kita
dirikan juga merupakan proses untuk menemui Allah SWT (ash shalatu mi’rajul
mu’minin artinya shalat adalah mi’rajnya orang beriman). Oleh karena itu,
shalatpun diawali dengan ihram yang caranya dengan bertakbir yang disebut
takbiratul ihram (takbir pengharaman). Di mulai saat bertakbir itu diri kita
mengharamkan dari makan dan minum, mengobrol, mondar-mandir, atau berbagai
urusan keduniaan lainnya.
Kain ihram yang berwarna putih
melambangkan Allah SWT Dzat Yang Maha Suci harus kita hadapi dengan yang suci
pula, yang terefleksikan dengan kain ihram yang kita kenakan berwarna putih
bersih. Adalah sesuatu yang sangat konyol dan tidak tahu diri jika sampai Allah
SWT Dzat Yang Maha Suci kita hadapi dengan sesuatu yang berwarna atau sesuatu
yang kotor penuh noda padahal kita berada di Rumah Allah SWT (di Baitullah)
serta menjadi Tamu Allah SWT saat Wukuf di Padang Arafah.
Saat diri kita melepaskan
pakaian-pakaian Jasmani, maka pada saat itu pula kita harus melepaskan atau menghilangkan
segala sifat-sifat alamiah Jasmani (atau Insan) yang mencerminkan Nilai-Nilai
Keburukan (Ahwa), seperti sifat pelit, sifat tergesa-gesa, sifat berkeluh
kesah, sifat lemah dan lain sebagainya sehingga antara diri kita dengan Allah
SWT terjadi kesesuaian. Hal ini dikarenakan sifat-sifat alamiah Ruh/Ruhani
(atau Nass) yang mencerminkan Nilai-Nilai Kebaikan (Nafs/Anfuss) yang menjadi
perilaku diri kita sangat sesuai/berkesesuaian dengan perbuatan Allah SWT yang
mencerminkan Nama NamaNya Yang Indah (Asmaul Husna). Selain daripada itu semua, agar diri kita
mampu berihram dengan sempurna, ada baiknya kita merenungkan makna dan hakikat yang
terdapat dibalik apa apa yang dilarang dalam Ihram berikut ini:
a. Jangan melihat cermin agar kita tidak melihat
bayangan diri sendiri. Jadi untuk sementara waktu lupakan dirimu sendiri, lalu
ingatlah Allah SWT.
b. Jangan mempergunakan atau mencium wewangian
agar kita tidak teringat dengan kesenangan-kesenangan dimasa sebelumnya.
Sekarang kita berada di dalam lingkungan spiritual maka berserah dirilah kita
kepada Allah SWT.
c. Jangan mematahkan atau mencabut pohon,
hendaklah kita membunuh kecenderungan-kecenderungan yang bersifat agresif lagi
merusak dengan bersikap damai terhadap alam.
d. Jangan berburu, jangan menyakiti binatang,
bersikap baiklah kepada makhkuk-makhluk lain.
e. Jangan bercumbu atau jangan berhubungan badan
agar kita memperoleh cinta sejati dari Allah SWT.
Hal yang harus
kita ingat saat dalam keadaan berihram adalah kita sedang menemui Allah SWT dan
sedang berada dihadapan kebesaran dan kemahaan Allah SWT sehingga apapun,
siapapun diri kita bukanlah apa-apa dan bukan pula siapa-siapa dan harus tunduk
patuh dengan aturan Allah SWT serta kita harus pula konsekuen dengan pernyataan
Talbiyah yaitu kita kemukakan yaitu Tiada Sekutu bagi Allah SWT.
Untuk itu
jangan pernah menunjukkan apa dan siapa diri kita saat menemui Allah SWT.
Dihadapan Allah SWT kita cuma makhluk yang hina, yang miskin, yang tidak
memiliki apapun, yang keberadaannya juga karena diciptakan oleh Allah SWT, yang
menumpang di langit dan di bumi Allah SWT serta yang harus
mempertanggungjawabkan kekhalifahan yang kita laksanakan di muka bumi sehingga
kedudukan diri kita tidak akan mungkin sepadan dengan Allah SWT. Selanjutnya,
apa-apa yang terlarang dalam ihram dapat dikelompokkan menjadi 3(tiga)
ketentuan pokok, yaitu:
a. Unjuk diri (karena kita bukan apa-apa dan
bukan siapa-siapa) sehingga warna, model, bahan, dan harga pakaian menunjukkan
kelas atau status yang memakainya. Untuk itu tinggalkanlah segala pakaian yang
menunjukkan status itu, merendahlah dihadapan Allah SWT hanya dengan pakaian
putih lagi sederhana.
b. Unjuk kekuasaan/kekerasan (hanya Allah SWT
saja yang Maha Kuasa). Pelajaran bagi manusia untuk tidak sembarang menggunakan
kekerasan kecuali dalam hal-hal yang dibenarkan agama seperti menyembelih
binatang untuk dimakan, atau memerangi orang kafir yang memusuhi Islam, Itupun
harus dilakukan dengan sebaik-baiknya
dan dengan tidak berlebihan.
c. Kemewahan dunia (disimbolkan dengan seks dan
wangi-wangian). Seks adalah bagian dari kodrat manusia, namun jangan pernah
jadikan seks dan wangi wangian sebagai panglima hidup dan kehidupan.
Ihram juga memiliki makna secara
spiritual yang berarti larangan untuk memikirkan hal yang lain kecuali Allah
SWT semata. Adapun tindakan riil Ihram adalah memakai pakaian Ihram, yaitu dua
helai kain putih yang tidak berjahit, terutama bagi laki-laki, sedangkan bagi
perempuan adalah tertutup seluruh aurat kecuali kedua telapak tangan dan muka,
dan boleh berjahit. Adapun makna lain yang hakiki dari Ihram dapat kami
kemukakan sebagai berikut: Dengan memakai pakaian Ihram, berarti kita telah
menanggalkan pakaian kita sehari-hari yang sebenarnya sarat dengan
lambang-lambang keduniaan. Pakaian kita sehari-hari adalah simbol manusia untuk
menunjukkan status sosialnya, sebab bukanlah pada pakaian seperti ini kita
menyematkan pangkat yang melambangkan status sosial seseorang atau perhiasan
yang menunjukkan status ekonomi seseorang. Bahkan bahannya sendiri akan
berbicara banyak tentang status sosial seseorang dan akan membedakan dengan
jelas apakah ia orang kaya ataukah orang miskin. Itulah sebabnya banyak orang
yang mengatakan bahwa pakaian sehari-hari adalah topeng-topeng yang menutupi
jati diri kita yang sesungguhnya dihadapan Allah SWT.
Berpuluh-puluh tahun kita pakai
topeng tersebut, sehingga kita telah mengidentikkan diri kita sendiri dengan
topeng tersebut. Melalui topeng itulah, manusia merasa berbeda satu sama lain
dan bertingkah laku sesuai dengan topeng yang kita kenakan. Begitu lama dan
begitu asyiknya dengan memakai topeng tersebut, sehingga kita lupa akan hakekat
kita yang sesungguhnya. Melalui Ihram inilah Allah SWT berkehendak untuk
membuka topeng-topeng keduniaan yang melekat pada diri kita. Dengan harapan
manusia dapat mengetahui dan menyadari apakah hakekat dirinya itu. Ternyata
dihadapan Allah SWT derajat manusia adalah sama.
Setiap manusia, apapun
kedudukannya, siapapun orangnya, kaya atau miskin, tua ataupun muda, tidak
dibedakan karena status sosialnya, tidak ada bedanya antara seorang hamba
dengan seorang raja. Manusia tidak dibedakan karena status ekonominya, tidak
ada bedanya antara si kaya dengan si miskin dan juga tidak dibedakan melalui
ras dan warna kulit. Dihadapan Allah SWT semua sama derajatnya, yang membedakan
derajat seseorang dihadapan Allah SWT adalah ketaqwaannya. Allah SWT
berfirman: “sesungguhnya semulia-mulianya kamu adalah yang paling bertaqwa”
karena itu dengan melaksanakan Ihram, seseorang diharapkan dapat terlecuti jiwa
dan pikirannya dari pengaruh pangkat, kekayaan sehingga pelaksanaan hajinya
betul-betul karena Allah SWT semata, seperti terefleksi dari baju Ihram yang
putih dan suci dari segala kotoran jasmani maupun kotoran Ruh/Ruhani.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar