Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Selasa, 23 Januari 2018

IBADAH HAJI DAN UMROH YANG DIKEHENDAKI ALLAH SWT (part 2 of 4)


D    MIQAT 

Miqat artinya Waktu, atau dapat juga bermakna Tempat. Adanya pengertian ini maka Miqat Haji artinya waktu melakukan ihram Haji, atau tempat mulai melakukan ihram Haji atau Umroh. Miqat Haji ada dua macam, yaitu:

a.       Miqat Zamani, yakni masa di mana harus dikerjakan manasik (amalan-amalan) Haji, sedangkan waktu Haji itu adalah bulan Syawal-Zulqaidah dan hari ke Sembilan dari bulan Zulhijjah.

b.      Miqat Makani, yakni tempat memulai Ihram. Rasulullah SAW telah menetapkan tempat-tempat miqat, sebagai berikut:

1
Miqat Dzu al Khulaifah: bagi orang yang menuju Makkah dari kota Madinah.
2
Miqat Al Juhfah: bagi orang yang menuju Makkah dari arah Syam.
3
Miqat Rabigh: bagi orang yang menuju Makkah dari arah Mesir, Syiria.
4
Miqat Qarn al Manazil: bagi orang yang menuju Makkah dari arah Najd.
5
Miqat Zatul Irqin: bagi orang yang menuju Makkah dari arah Iraq.
6
Miqat Yalamlam: bagi orang yang menuju Makkah dari arah Yaman dan Indonesia

Dari Ibnu Abbas ra, ia berkata: “Rasulullah telah menentukan Miqat, yaitu untuk ahli Madinah; Dzu Al Khulaifah, untuk ahli Syam; Juhfah, untuk ahli Yaman: Yalamlam, dan untuk ahli Nejd; Qarn al Manazil. Ia berkata: Tempat tempat itu adalah Miqat bagi penduduk disana dan bagi orang yang lewat tempat tempat itu untuk selain penduduk di tempat tempat itu, yaitu bagi yang bermaksud Haji dan Umroh, maka barangsiapa yang tempatnya di belakang Miqat Miqat itu, maka ihramnya darimana ia berada. Demikian juga penduduk Makkah berihram dari tempat mereka berada/tinggal”.
(Hadits Riwayat Ahmad)

Dari Abu Hurairah ra, ia berkata: “Sesungguhnya Nabi SAW telah menentukan Miqat untuk ahli Madinah: Dzul Al Khulaifah, untuk ahli Syam; Juhfah, untuk ahli Nejd; Qarn al Manazil, dan untuk ahli Yaman; Yalamlam. Tempat tempat itu adalah Miqat bagi mereka yang tinggal disana atau orang orang yang datang melewati tempat tempat itu bagi orang yang bermaksud untuk Haji dan Umroh, sedangkan bagi orang yang berada di luar batas itu, maka darimana saja ia berada termasuk orang orang penduduk Makkah adalah dari Makkah.”
(Hadits Riwayat Al Bukhari)

Mengambil Miqat adalah hal yang mutlak dilakukan bagi setiap jamaah Haji Tamattu atau jamaah Umroh tanpa terkecuali. Mengambil Miqat berarti kita akan mulai melaksanakan rangkaian ibadah Haji Tamattu atau memulai ibadah Umroh dan juga mulai terikat dengan ketentuan Ihram. Jika jamaah Haji ataupun jamaah Umroh tidak mengambil Miqat akan mengakibatkan tidak sahnya ibadah Haji seseorang ataupun ibadah Umroh seseorang.

Miqat tidak bisa digantikan dengan ibadah lainnya. Miqat merupakan Rukun dari ibadah Haji dan Umroh. Miqat sebagai bagian dari Rukun Haji dan Umroh sehingga tidak mengenal apa yang dinamakan dengan Miqat wajib ataupun Miqat sunnah. Rukun tetaplah Rukun, jika tidak dilaksanakan maka tidak sah ibadah Haji dan Umroh seseorang. Jika Miqat tidak mengenal apa yang dinamakan dengan Miqat Wajib ataupun Miqat Sunnah berarti tidak ada pula rentetan ibadah lain yang menyertainya seperti Thawaf Sunnah, Sa’i Sunnah apalagi Tahallul Sunnah. Ingat Thawaf Sunnah dilaksanakan tanpa Miqat, tanpa Ihram, bisa dilaksanakan selama jamaah berada di Makkah kapan saja sepanjang syarat dan ketentuan Thawaf kita penuhi seperti dalam keadaan suci atau berwudhu.

Sebagai tamu yang datang ke Baitullah jangan sampai kita membuat aturan aturan baru yang tidak pernah ada sebelumnya atau membuat tuntunan baru yang tidak pernah ada sebelumnya seperti melaksanakan sesuatu ibadah yang sering dinamakan dengan istilah Umroh Sunnah baik untuk diri sendiri ataupun apa yang diistilahkan dengan Ba’dal Umroh untuk kepentingan orang lain. Adanya ibadah yang dinamakan Umroh Sunnah tentunya akan ada pula ibadah turunan lainnya seperti Miqat sunnah yang dilaksanakan di Tan’im, padahal Nabi Muhammad SAW tidak pernah memberikan tuntanannya. Lalu ada Thawaf sunnah dengan berihram padahal Thawaf sunnah dilakukan dengan pakaian bebas dan tanpa mengambil Miqat. Lalu ada Sa’i sunnah dengan berihram padahal Thawaf sunnah setelah tujuh putaran maka selesai sudah Thawaf Sunnah tersebut dan tidak dilanjutkan dengan Sa’i, kemudian diakhiri dengan Tahallul sunnah padahal Tahallul sunnah tidak ada.

Agar diri kita tidak melakukan sesuatu ibadah yang tidak ada tuntunannya atau melaksanakan ibadah karena ikut ikutan hanya karena banyak yang melaksanakannya lalu kita melaksanakannya pula. Ingat, apakah sesuatu yang banyak dilakukan (maksudnya banyak yang melakukan apa yang dinamakan Umroh sunnah) itu sudah pasti benar dan sesuai dengan tuntunan yang berlaku? Ayo belajar, belajar dan belajar sebelum kita menunaikan ibadah Haji dan Umroh. Jangan sampai akibat kebodohan kita yang tidak mau belajar akhirnya kita ikut ikutan di dalam melaksanakan ibadah yang tidak ada ketentuannya. Semoga hal ini tidak terjadi pada diri kita.

Bagi jamaah haji Indonesia yang masuk gelombang pertama, akan mengambil Miqat di Zhu Al Khulaifah karena jamaah berangkat menuju Makkah untuk melakukan Umroh dalam kerangka Haji Tamattu dari arah Madinah. Sedangkan bagi jamaah haji Indonesia yang masuk gelombang ke dua, dapat mengambil Miqat di atas pesawat ketika posisi pesawat berada di atas Yalamlam atau mengambil Miqat di Jeddah untuk melakukan Umroh dalam kerangka Haji Tamattu. Jamaah diberikan pilihan apakah akan mengambil Miqat di Jeddah atau di atas pesawat saat berada di Yalamlam. Silahkan memilih tempat Miqat tersebut, keduanya diperkenankan dan tidak perlu diperdebatkan.

Sebelum diri kita memasuki Miqat, yang merupakan titik awal dari sebuah perubahan besar yang harus kita lakukan untuk memulai sebuah pertunjukkan ibadah Haji dan Umroh yang kesemuanya harus dinyatakan dengan Niat. Lalu apa yang harus kita nyatakan dalam Niat itu, apakah hanya sekedar melaksanakan Ibadah Haji dan Umroh ataukah ada sesuatu yang lebih dari itu semua? Kita harus menyatakan meninggalkan rumah untuk menuju Baitullah; meninggalkan kesibukan dunia untuk memperoleh cinta Allah SWT;  meninggalkan keakuan atau ego untuk berserah diri kepada Allah SWT; meninggalkan penghambaan untuk memperoleh kemerdekaan; meninggalkan diskriminasi rasial untuk mencapai persamaan, ketulusan dan kebenaran; meninggalkan pakaian untuk bertelanjang; meninggalkan hidup sehari-hari untuk memperoleh kehidupan yang abadi; meninggalkan sikap mementingkan diri sendiri dan hidup tidak terarah untuk menjalani kehidupan yang penuh bakti dan tanggung jawab; untuk meninggalkan dan menanggalkan jiwa fujur menuju jiwa taqwa dan seterusnya yang sesuai dengan kehendak Allah SWT.

Setelah berniat dan memasuki Miqat berarti pertunjukan ibadah Haji dan Umroh dimulai, dimana kita sudah berganti pakaian dari pakaian sehari-hari menjadi Ihram. Hal yang harus kita perhatikan adalah pakaian sehari-hari yang kita kenakan melambangkan pola, preferensi, status dan perbedaan-perbedaan tertentu. Pakaian menciptakan batas palsu yang menyebabkan perpecahan, perbedaan diantara umat manusia, yang pada akhirnya melahirkan diskriminasi serta melahirkan konsep aku, bukan kami/kita sehingga lahirlah rasku, kelasku, kelompokku, golonganku, keluargaku, nilai-nilaiku, dan aku sebagai manusia.

Kini lepaskanlah pakaianmu dan tinggalkanlah semuanya di Miqat, lalu pakailah dua helai kain putih yang tidak berjahit yang sederhana, yang dikenakan adalah pakaian yang sama seperti yang dikenakan oleh orang-orang lainnya. Lalu saksikanlah dan renungkanlah betapa keseragaman yang terjadi, putih-putih, semuanya putih untuk menuju Allah SWT Dzat Yang Maha Suci. Untuk itu janganlah tinggi hati karena kita disini bukan untuk mengunjungi seorang manusia, tetapi hendaklah rendah hati karena kita akan menjadi tamu Allah SWT, karena kita akan bertemu dengan Allah SWT dan merasakan rasa diterima oleh Allah SWT karena kita sudah ditunggu kedatangannya oleh Allah SWT.

Saat di Miqat, apapun ras dan suku, apapun kedudukan dan pangkat, apakah kaya ataupun miskin, lepaskanlah dan tanggalkanlah segala pakaian yang kita kenakan sebagai: Srigala yang melambangkan kekejaman dan penindasan; tikus yang melambangkan kelicikan; anjing yang melambangkan tipu daya; domba yang melambangkan penghambaan. Tinggalkan dan hilangkan semua pakaian itu di Miqat dan jadikan diri kita yang sesungguhnya adalah Ruh/Ruhani dan gunakan taqwa sebagai pakaian utama kita. Kenakanlah dua helai kain. Yang sehelai taruhlah di atas bahumu dan yang sehelai lagi lilitkanlah ke pinggangmu. Disini tidak ada gaya atau bahan-bahan yang khusus karena kain yang kita kenakan dari bahan yang sederhana.

Talbiyah Rasulullah Saw adalah: “Aku datang (memenuhi panggilan-Mu) ya Allah, aku datang. Aku datang dan tiada sekutu bagi-Mu. Aku datang, sesungguhnya segala pujian, kenikmatan dan kerajaan (kekuasaan) milik-Mu, tiada sekutu bagi-Mu”
(Hadits Riwayat Bukhari)

Setiap orang mengenakan kain Ihram yang sama sehingga tidak terlihat perbedaan diantara seseorang dengan yang lainnya. Setelah menanggalkan pakaian beserta semua tanda-tanda yang membedakan seseorang dari yang lain-lainnya barulah kita boleh bergabung dengan orang banyak, dengan tamu yang kehadirannya sudah ditunggu oleh Allah SWT. Di dalam keadaan ihram lupakanlah segala sesuatu yang mengingatkan kita kepada kehidupan, ingat Allah SWT dimanapun, dalam kondisi apapun karena kita sedang menjadi tamu Allah SWT dan Allah SWT pasti menghormati tamunya serta Allah SWT pasti bertanggungjawab kepada tamunya.

Setiap manusia adalah sama. Setiap orang yang melaksanakan ibadah haji telah berpaling dari dirinya sendiri dan menghadap kepada Allah SWT semata. Jika sebelum menunaikan haji kita lupa kepada persamaan diantara sesama. Kita tercerai-berai karena kekuatan, kekayaan, keluarga, tanah dan ras. Tetapi melalui pengalaman Haji dan Umroh membuat kita dapat menemukan pandangan baru bahwa diri kita semua adalah satu dan hanya seorang manusia biasa, miskin, hina, orang yang menumpang, yang tidak bisa apa-apa, yang tidak bisa mensejajarkan diri dengan Allah SWT sehingga kita harus tunduk patuh kepada Allah SWT tidak hanya saat menunaikan ibadah Haji dan Umroh melainkan juga setelah pulang dari melaksnakan ibadah Haji dan Umroh, sepanjang hayat masih di kandung badan.

E.     IHRAM

Ihram berasal dari kata “ahrama” yang artinya mengharamkan. Ihram berarti pengharaman atau Niat untuk mengharamkan diri dari hal-hal yang menghalangi diri kita untuk menemui Allah SWT, untuk menjadi tamu Allah SWT yang dimulai dari saat memasuki miqat. Adanya kondisi ini berarti orang yang hendak menemui Allah SWT, orang yang hendak menjadi Tamu Allah SWT saat berhaji dan umroh telah siap untuk menemui Allah SWT dengan penuh keikhlasan dan kepasrahan, tidak peduli lagi dengan kehidupan dunia sekelilingnya. Maka disaat diri kita menemui Allah SWT atau disaat diri kita menjadi Tamu Allah SWT maka kita harus mengharamkan diri kita baik Jasmani maupun Ruh/Ruhani dari hal-hal yang tidak berkaitan dengan Allah SWT, atau memutuskan hubungan dengan segala urusan dunia pada saat menemui Allah SWT atau saat menjadi Tamu Allah SWT.

Saat Saat Berihram Bagi Jamaah Haji Tamattu
A
Bagi Jamaah Haji Indonesia gelombang pertama akan mulai berihram saat Miqat di Dzul al Khulaifah (Majid Bir Ali) sampai jamaah menyelesaikan ibadah Umroh (Thawaf Qudum, Sa’i dan Tahallul) dalam kerangka Haji Tamattu.
Bagi Jamah Haji Indonesia gelombang kedua mulai berihram adalah dimulai saat Miqat di Yalamlam atau Miqat di Jeddah sampai jamaah menyelesaikan ibadah Umroh (Thawaf Qudum, Sa’i dan Tahallul) dalam kerangka Haji Tamattu.
B
Bagi Jamaah Haji Indonesia gelombang satu dan gelombang dua mulai berihram kembali pada tanggal 08 Dzulhijjah di pemondokan masing masing sampai jamaah menyelesaikan Tahallul Awal yaitu bergunting atau bercukur setelah Jumroh Aqabah pada tanggal 10 Dzulhijjah. (Wukuf di Padang Arafah pada tanggal 09 Dzulhijjah, Mabid di Muzdalifah, Mina untuk melontar Jumroh Aqabah tanggal 10 Dzulhijjah).


Hal-hal yang harus diketahui oleh orang yang akan melaksanakan
Ihram Haji atau Ihram Umroh, yaitu:
A
Yang disunnahkan sebelum ihram untuk memotong atau merapikan rambut dan kuku; mandi dan berwangi-wangian; berpakaian ihram yang berwarna putih-putih serta shalat sunnah ihram dua rakaat.
B
Yang disunnahkan setelah ihram adalah memperbanyak membaca Talbiyah, shalawat dan berdoa.


Zaid bin Tsabit berkata: Saya melihat Nabi SAW mengganti pakaian untuk Ihram dan mandi.
(Hadits Riwayat Ath Thirmidzi)

Aisyah berkata: Saya pernah memakaikan wewangian kepada Nabi SAW ketika beliau hendak berihram dengan wangi wangian terbaik yang aku dapatkan.
(Hadits Riwayat Al Bukhari)

(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi[122], Barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, Maka tidak boleh rafats[123], berbuat Fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan Sesungguhnya Sebaik-baik bekal adalah takwa[124] dan bertakwalah kepada-Ku Hai orang-orang yang berakal.
(surat Al Baqarah (2) ayat 197)

[122] Ialah bulan Syawal, Zulkaidah dan Zulhijjah.
[123] Rafats artinya mengeluarkan Perkataan yang menimbulkan berahi yang tidak senonoh atau bersetubuh.a
[124] Maksud bekal takwa di sini ialah bekal yang cukup agar dapat memelihara diri dari perbuatan hina atau minta-minta selama perjalanan haji.

Selanjutnya yang dilarang dalam Ihram, dapat kami kemukakan hal-hal sebagai berikut:
A
Untuk Pria, dilarang memakai pakaian  bertangkup; dilarang memakai sepatu yang menutupi mata kaki; dilarang menutup kepala dengan tutup yang melekat. Sedangkan untuk Wanita, dilarang bersarung tangan; dilarang menutup muka (bercadar).
B
Dilarang memotong, mencukur, mencabut kuku atau rambut badan.
C
Dilarang memotong, mencabut, mematahkan pepohonan.
D
Dilarang memburu atau membunuh binatang.
E
Dilarang menggunjing, mencaci, atau bertengkar.
F
Dilarang memakai wangi-wangian.
G
Dilarang bicara porno, bercumbu atau bersetubuh.
H
Dilarang meminang, menikah atau menikahkan.

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh binatang buruan[436], ketika kamu sedang ihram. Barangsiapa di antara kamu membunuhnya dengan sengaja, Maka dendanya ialah mengganti dengan binatang ternak seimbang dengan buruan yang dibunuhnya, menurut putusan dua orang yang adil di antara kamu sebagai had-yad[437] yang dibawa sampai ke Ka'bah[438] atau (dendanya) membayar kaffarat dengan memberi Makan orang-orang miskin[439] atau berpuasa seimbang dengan makanan yang dikeluarkan itu[440], supaya Dia merasakan akibat buruk dari perbuatannya. Allah telah memaafkan apa yang telah lalu[441]. dan Barangsiapa yang kembali mengerjakannya, niscaya Allah akan menyiksanya. Allah Maha Kuasa lagi mempunyai (kekuasaan untuk) menyiksa.
(surat Al Maidah (5) ayat 95)

[436] Ialah: binatang buruan baik yang boleh dimakan atau tidak, kecuali burung gagak, burung elang, kalajengking, tikus dan anjing buas. dalam suatu riwayat Termasuk juga ular.
[437] Ialah: binatang (unta, lembu, kambing, biri-biri) yang dibawa ke ka'bah untuk mendekatkan diri kepada Allah, disembelih ditanah Haram dan dagingnya dihadiahkan kepada fakir miskin dalam rangka ibadat haji.
[438] Yang dibawa sampai ke daerah Haram untuk disembelih di sana dan dagingnya dibagikan kepada fakir miskin.
[439] Seimbang dengan harga binatang ternak yang akan penggganti binatang yang dibunuhnya itu.
[440] Yaitu puasa yang jumlah harinya sebanyak mud yang diberikan kepada fakir miskin, dengan catatan: seorang fakir miskin mendapat satu mud (lebih kurang 6,5 ons).
[441] Maksudnya: membunuh binatang sebelum turun ayat yang mengharamkan ini.

Rasulullah SAW bersabda: Yang sedang ihram tidak boleh menikah, menikahkan dan tidak boleh juga melamar.”
(Hadits Riwayat Bukhari)

Hal yang samapun terjadi pada saat diri kita mendirikan Shalat, dimana Shalat yang kita dirikan juga merupakan proses untuk menemui Allah SWT (ash shalatu mi’rajul mu’minin artinya shalat adalah mi’rajnya orang beriman). Oleh karena itu, shalatpun diawali dengan ihram yang caranya dengan bertakbir yang disebut takbiratul ihram (takbir pengharaman). Di mulai saat bertakbir itu diri kita mengharamkan dari makan dan minum, mengobrol, mondar-mandir, atau berbagai urusan keduniaan lainnya.

Kain ihram yang berwarna putih melambangkan Allah SWT Dzat Yang Maha Suci harus kita hadapi dengan yang suci pula, yang terefleksikan dengan kain ihram yang kita kenakan berwarna putih bersih. Adalah sesuatu yang sangat konyol dan tidak tahu diri jika sampai Allah SWT Dzat Yang Maha Suci kita hadapi dengan sesuatu yang berwarna atau sesuatu yang kotor penuh noda padahal kita berada di Rumah Allah SWT (di Baitullah) serta menjadi Tamu Allah SWT saat Wukuf di Padang Arafah.

Saat diri kita melepaskan pakaian-pakaian Jasmani, maka pada saat itu pula kita harus melepaskan atau menghilangkan segala sifat-sifat alamiah Jasmani (atau Insan) yang mencerminkan Nilai-Nilai Keburukan (Ahwa), seperti sifat pelit, sifat tergesa-gesa, sifat berkeluh kesah, sifat lemah dan lain sebagainya sehingga antara diri kita dengan Allah SWT terjadi kesesuaian. Hal ini dikarenakan sifat-sifat alamiah Ruh/Ruhani (atau Nass) yang mencerminkan Nilai-Nilai Kebaikan (Nafs/Anfuss) yang menjadi perilaku diri kita sangat sesuai/berkesesuaian dengan perbuatan Allah SWT yang mencerminkan Nama NamaNya Yang Indah (Asmaul Husna).  Selain daripada itu semua, agar diri kita mampu berihram dengan sempurna, ada baiknya kita merenungkan makna dan hakikat yang terdapat dibalik apa apa yang dilarang dalam Ihram berikut ini:

a.       Jangan melihat cermin agar kita tidak melihat bayangan diri sendiri. Jadi untuk sementara waktu lupakan dirimu sendiri, lalu ingatlah Allah SWT.

b.      Jangan mempergunakan atau mencium wewangian agar kita tidak teringat dengan kesenangan-kesenangan dimasa sebelumnya. Sekarang kita berada di dalam lingkungan spiritual maka berserah dirilah kita kepada Allah SWT.

c. Jangan mematahkan atau mencabut pohon, hendaklah kita membunuh kecenderungan-kecenderungan yang bersifat agresif lagi merusak dengan bersikap damai terhadap alam.

d.      Jangan berburu, jangan menyakiti binatang, bersikap baiklah kepada makhkuk-makhluk lain.

e.    Jangan bercumbu atau jangan berhubungan badan agar kita memperoleh cinta sejati dari Allah SWT.

Hal yang harus kita ingat saat dalam keadaan berihram adalah kita sedang menemui Allah SWT dan sedang berada dihadapan kebesaran dan kemahaan Allah SWT sehingga apapun, siapapun diri kita bukanlah apa-apa dan bukan pula siapa-siapa dan harus tunduk patuh dengan aturan Allah SWT serta kita harus pula konsekuen dengan pernyataan Talbiyah yaitu kita kemukakan yaitu Tiada Sekutu bagi Allah SWT.

Untuk itu jangan pernah menunjukkan apa dan siapa diri kita saat menemui Allah SWT. Dihadapan Allah SWT kita cuma makhluk yang hina, yang miskin, yang tidak memiliki apapun, yang keberadaannya juga karena diciptakan oleh Allah SWT, yang menumpang di langit dan di bumi Allah SWT serta yang harus mempertanggungjawabkan kekhalifahan yang kita laksanakan di muka bumi sehingga kedudukan diri kita tidak akan mungkin sepadan dengan Allah SWT. Selanjutnya, apa-apa yang terlarang dalam ihram dapat dikelompokkan menjadi 3(tiga) ketentuan pokok, yaitu:

a.       Unjuk diri (karena kita bukan apa-apa dan bukan siapa-siapa) sehingga warna, model, bahan, dan harga pakaian menunjukkan kelas atau status yang memakainya. Untuk itu tinggalkanlah segala pakaian yang menunjukkan status itu, merendahlah dihadapan Allah SWT hanya dengan pakaian putih lagi sederhana.

b.      Unjuk kekuasaan/kekerasan (hanya Allah SWT saja yang Maha Kuasa). Pelajaran bagi manusia untuk tidak sembarang menggunakan kekerasan kecuali dalam hal-hal yang dibenarkan agama seperti menyembelih binatang untuk dimakan, atau memerangi orang kafir yang memusuhi Islam, Itupun harus dilakukan dengan sebaik-baiknya  dan dengan tidak berlebihan.

c.       Kemewahan dunia (disimbolkan dengan seks dan wangi-wangian). Seks adalah bagian dari kodrat manusia, namun jangan pernah jadikan seks dan wangi wangian sebagai panglima hidup dan kehidupan.

Ihram juga memiliki makna secara spiritual yang berarti larangan untuk memikirkan hal yang lain kecuali Allah SWT semata. Adapun tindakan riil Ihram adalah memakai pakaian Ihram, yaitu dua helai kain putih yang tidak berjahit, terutama bagi laki-laki, sedangkan bagi perempuan adalah tertutup seluruh aurat kecuali kedua telapak tangan dan muka, dan boleh berjahit. Adapun makna lain yang hakiki dari Ihram dapat kami kemukakan sebagai berikut: Dengan memakai pakaian Ihram, berarti kita telah menanggalkan pakaian kita sehari-hari yang sebenarnya sarat dengan lambang-lambang keduniaan. Pakaian kita sehari-hari adalah simbol manusia untuk menunjukkan status sosialnya, sebab bukanlah pada pakaian seperti ini kita menyematkan pangkat yang melambangkan status sosial seseorang atau perhiasan yang menunjukkan status ekonomi seseorang. Bahkan bahannya sendiri akan berbicara banyak tentang status sosial seseorang dan akan membedakan dengan jelas apakah ia orang kaya ataukah orang miskin. Itulah sebabnya banyak orang yang mengatakan bahwa pakaian sehari-hari adalah topeng-topeng yang menutupi jati diri kita yang sesungguhnya dihadapan Allah SWT.

Berpuluh-puluh tahun kita pakai topeng tersebut, sehingga kita telah mengidentikkan diri kita sendiri dengan topeng tersebut. Melalui topeng itulah, manusia merasa berbeda satu sama lain dan bertingkah laku sesuai dengan topeng yang kita kenakan. Begitu lama dan begitu asyiknya dengan memakai topeng tersebut, sehingga kita lupa akan hakekat kita yang sesungguhnya. Melalui Ihram inilah Allah SWT berkehendak untuk membuka topeng-topeng keduniaan yang melekat pada diri kita. Dengan harapan manusia dapat mengetahui dan menyadari apakah hakekat dirinya itu. Ternyata dihadapan Allah SWT derajat manusia adalah sama.


Setiap manusia, apapun kedudukannya, siapapun orangnya, kaya atau miskin, tua ataupun muda, tidak dibedakan karena status sosialnya, tidak ada bedanya antara seorang hamba dengan seorang raja. Manusia tidak dibedakan karena status ekonominya, tidak ada bedanya antara si kaya dengan si miskin dan juga tidak dibedakan melalui ras dan warna kulit. Dihadapan Allah SWT semua sama derajatnya, yang membedakan derajat seseorang dihadapan Allah SWT adalah ketaqwaannya. Allah SWT berfirman: “sesungguhnya semulia-mulianya kamu adalah yang paling bertaqwa” karena itu dengan melaksanakan Ihram, seseorang diharapkan dapat terlecuti jiwa dan pikirannya dari pengaruh pangkat, kekayaan sehingga pelaksanaan hajinya betul-betul karena Allah SWT semata, seperti terefleksi dari baju Ihram yang putih dan suci dari segala kotoran jasmani maupun kotoran Ruh/Ruhani. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar