Melaksanakan ibadah Haji dan Umroh merupakan bagian dari pelaksanaan
Diinul Islam yang Kaffah yang tidak bisa dipisahkan dengan pelaksanaan Rukun
Iman, pelaksanaan Rukun Islam dan pelaksanaan Ikhsan dalam satu kesatuan. Jika
salah satu ketentuan tidak mampu kita lakukan maka tidak sah pelaksanaan Diinul
Islam seseorang. Sebagai ibadah yang bersifat rukun maka pelaksanaan ibadah
Haji dan Umroh yang berlaku di muka bumi ini tidak dapat dilaksanakan seenaknya
saja, tidak dapat dilaksanakan apa adanya, tidak dapat dilaksanakan seadanya
saja, asal sudah dilaksanakan lalu selesai sudah kewajiban dimaksud. Untuk itu
tidak ada jalan lain bagi diri kita yang hendak menunaikan Ibadah Haji dan
Umroh harus segera memiliki Ilmu tentang ibadah dimaksud baik syariat maupun
hakekat dalam satu kesatuan mulai saat
ini juga dengan terus belajar dan belajar tanpa henti.
Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.
(surat Al Baqarah (2) ayat 208)
Melaksanakan ibadah Haji dan Umroh yang telah diwajibkan oleh pemilik dan pencipta langit dan bumi merupakan aturan, hukum, ketentuan, undang-undang, peraturan yang berlaku di langit dan di muka bumi ini. Jika kita merasa tidak pernah sekalipun menciptakan dan memiliki langit dan bumi ini atau jika kita merasa orang yang sedang menumpang di langit dan di muka bumi ini maka sudah seharusnya kita melaksanakan aturan, hukum, ketentuan, undang-undang, peraturan yang telah diperintahkan oleh pemilik dan pencipta langit dan bumi ini tanpa terkecuali dan tanpa bantahan apapun, terkecuali kita mau dianggap orang yang tidak tahu diri. Adanya kondisi diri kita yang tidak mungkin mampu menciptakan langit dan bumi, dan juga karena kita sendiri juga diciptakan oleh Allah SWT, sudah sepantasnya dan seharusnya mulai saat ini kita harus bisa melaksanakan apa-apa yang sudah menjadi ketentuan Allah SWT yang berlaku di muka bumi ini, terkecuali jika kita mampu mencari Tuhan selain Allah SWT yang mampu menciptakan diri kita dan juga langit dan bumi seperti yang diciptakan oleh Allah SWT.
Anas ra, berkata: Nabi Saw bersabda: Allah ta’ala berfirman: Barangsiapa tidak rela dengan hukum-Ku dan takdir-Ku maka hendaklah ia mencari Tuhan selain Aku.
(Hadits
Qudsi Riwayat Al Baihaqi dari Ibnu Umar serta Atthabarani dan Ibnu Hibban dari
Abi Hind, Al Baihaqi dan Ibnu Najjar, 272:153)
Allah swt berfirman dalam hadits qudsi: Seseorang yang telah Aku kurniai badan yang sehat dan rezeki yang lapang, namun tidak mau bertamu (berhaji) setelah empat tahun, sesungguhnya ia terlarang untuk mendapat pahala dari sisi Allah swt.
(Hadits
Qudsi Riwayat Thabarani kitab Al-Ausath dan Abu Ya’laa dari Abud Dardaa ra)
Barangsiapa
memiliki bekal dan kendaraan (biaya perjalanan) yang dapat menyampaikannya ke
Baitillahil Haram dan tidak menunaikan (ibadah) haji tidak mengapa baginya
wafat sebagai orang Yahudi atau Nasrani,
(Hadits
Riwayat Attirmidzi dan Ahmad)
Setiap orang yang telah dikaruniai badan yang sehat serta keleluasaan rezeki maka jatuhlah kewajiban haji kepada diri kita. Dimana ketentuan di atas ini tidak ada hubungannya dengan tua atau mudanya seseorang. Untuk itu berfikirlah jutaan kali sebelum diri kita melanggar ketentuan yang kami kemukakan di atas ini, karena resiko yang siap kita hadapi sungguh sangat luar biasa akibatnya, yaitu kita terlarang untuk mendapat pahala dari sisi Allah SWT dan dipersilahkan wafat sebagai Yahudi dan Nasrani oleh Allah SWT yang kesemuanya akan menghantarkan diri kita ke Neraka.
Kewajiban melaksanakan ibadah Haji dan Umroh adalah sarana atau alat bantu bagi yang melaksanakan ibadah Haji dan Umroh, dalam hal ini diri kita dan setiap orang yang beriman, untuk memperoleh manfaat dan hikmah yang hakiki yang terdapat dibalik kewajiban untuk melaksanakan ibadah Haji dan Umroh yang telah diwajibkan oleh Allah SWT. Untuk itu mari kita lihat apa yang terjadi dalam kehidupan kita dimana kita tidak bisa terhindar dari apa yang dinamakan dengan aktifitas jasmani dan juga pengaruh lingkungan yang mengakibatkan diri kita berkeringat, bau badan, adanya daki yang mengakibatkan tubuh kita lesu dan kotor. Hanya melalui aktivitas mandi yang baik dan benarlah maka tubuh kita menjadi segar dan sehat. Hal yang samapun terjadi pada saat diri kita melaksanakan tugas sebagai khalifah di muka bumi, dimana kita tidak akan mungkin terhindar dari ahwa dan juga syaitan yang mengakibatkan diri kita tidak fitrah lagi sedangkan kita harus kembali menghadap Allah SWT dalam kondisi fitrah di tempat yang fitrah (maksdunya Syurga).
Inilah salah satu bukti Allah SWT sangat sayang kepada diri kita maka Allah SWT menetapkan adanya kewajiban untuk melaksanakan ibadah Haji dan Umroh sekali seumur hidup kepada diri kita dikarenakan Allah SWT berkehendak agar diri kita terus berada di dalam kefitrahan yang sesuai dengan kehendak-Nya. Hal yang harus kita jadikan pedoman adalah kita hadir ke muka bumi ini dalam kondisi fitrah (maksudnya Ruh kita dalam kondisi fitrah) dan harus kembali kepada Allah SWT dalam keadaan fitrah pula. Perintah melaksanakan kewajiban Haji dan Umroh adalah salah satu cara Allah SWT untuk mengembalikan kefitrahan diri kita walaupun kita telah melaksanakan ibadah yang lainnya.
Agar diri kita mampu menunaikan kewajiban Ibadah Haji dan Umroh yang sesuai dengan kehendak Allah SWT. Berikut ini akan kami kemukakan beberapa penegasan yang menyangkut perintah menunaikan ibadah Haji dan Umroh, yaitu :
1.
Kewajiban melaksanakan ibadah Haji dan Umroh, selain kewajiban
yang telah diwajibkan oleh Allah SWT. Ibadah Haji dan Umroh juga bagian dari
Rukun Islam yang tidak bisa dipisahkan dengan pelaksaaan Diinul Islam secara
kaffah. Adanya kondisi ini menunjukkan kepada diri kita bahwa melaksanakan
ibadah Haji dan Umroh adalah kewajiban yang bersifat Rukun sehingga harus
dilaksanakan sesuai dengan kehendak pemberi kewajiban yang tidak bisa
dipisahkan dengan pelaksanaan Rukun Iman dan Ikhsan dalam satu kesatuan yang
tidak bisa dipisahkan di dalam melaksanakan Diinul Islam secara Kaffah.
2. Kewajiban
melaksanakan ibadah Haji dan Umroh bukanlah kewajiban mutlak bagi setiap orang,
akan tetapi kewajiban yang hanya berlaku bagi orang-orang yang telah memenuhi
persyaratan saja yang diwajibkan untuk melaksanakan ibadah Haji dan Umroh.
Adapun syarat dan ketentuan itu adalah adanya keleluasan Rezeki dan Kesehatan
serta adanya kemudahan transportasi untuk pergi ke Baitullah. Sepanjang
seseorang memenuhi syarat dan ketentuan di atas maka terikatlah seseorang
dengan kewajiban melaksanakan ibadah Haji dan Umroh. Selain daripada itu
kewajiban untuk melaksanakan ibadah Haji dan Umroh diwajibkan hanya sekali
seumur hidup kepada orang-orang yang memenuhi syarat dan ketentuan berlaku.
3. Sebuah kewajiban yang telah diwajibkan oleh
pencipta dan pemilik langit dan bumi tidak lain adalah aturan, hukum, ketentuan, undang-undang yang
yang wajib berlaku di langit dan di muka bumi ini. Sebagai orang yang sedang
menumpang atau menjadi tamu di langit dan di muka bumi ini maka kita wajib
mempelajari, mengetahui, memahami lalu melaksanakan aturan main tersebut sesuai
dengan kehendak Allah SWT. Dan yang pasti Allah SWT selaku pemberi atau penentu
adanya kewajiban lebih tinggi kedudukannya dibandingkan dengan yang diperintah
untuk melaksanakan kewajiban.
4. Di dalam pelaksanaan ibadah Haji dan Umroh ketahuilah bahwa Allah SWT adalah Tuan Rumah sedangkan diri kita adalah Tamu sehingga Tamu wajib mempelajari, melaksanakan, mentaati segala aturan main Tuan Rumah pada saat melaksanakan ibadah Haji dan Umroh. Terkecuali jika kita ingin menjadi Tamu yang tidak dikehendaki oleh Tuan Rumah atau menjadi tamu yang tidak tahu diri.
Sebagai orang yang akan menunaikan ibadah Haji dan Umroh sudahkah kita memahami tentang penegasan tentang perintah Haji dan Umroh di atas? Jika kita tidak tahu berarti kita belum mampu memaknai hakekat yang sesungguhnya yang terdapat di balik kewajiban melaksanakan ibadah Haji dan Umroh.
Hal yang harus kita perhatikan dengan seksama adalah adanya beberapa pemaknaan tentang arti dari perintah menunaikan ibadah Haji yang kesemuanya sangat tergantung kepada pemahaman yang kita miliki. Berikut ini akan kami kemukakan beberapa pemaknaan tentang arti dari perintah menunaikan ibadah Haji yang telah diperintahkan oleh Allah SWT, yaitu:
a. Perintah
menunaikan ibadah Haji bisa dimaknai sebagai pelaksanaan Rukun Islam semata
dikarenakan memiliki kemampuan untuk melunasi Biaya Perjalanan Ibadah Haji
(BPIH). Jika ini yang terjadi maka sebatas itulah kita memperoleh makna dan
hakekat dari perintah melaksanakan ibadah Haji dan Umroh.
b. Perintah
menunaikan ibadah Haji bisa dimaknai sebagai sebuah penggugur kewajiban semata,
sehingga apa yang diperintahkan oleh Allah SWT kita laksanakan tanpa melihat
makna yang tersembunyi yang ada di balik perintah melaksanakan Haji dan Umroh.
Jika konsep ini yang kita lakukan maka ibadah Haji dan Umroh yang akan kita
laksanakan sekedar membebaskan diri kita dari kewajiban untuk melaksanakan
ibadah Haji dan Umroh atau dengan kata lain kita sudah tidak punya hutang lagi.
c. Perintah menunaikan ibadah Haji bisa dimaknai sebagai sarana untuk mencari nilai atau pahala dari ibadah Haji dan Umroh yang kita laksanakan. Sehingga nilai atau pahala inilah yang menjadi tujuan kita melaksanakan kewajiban yang telah diperintahkan oleh Allah SWT tersebut. Jika konsep ini yang kita lakukan saat melaksanakan ibadah Haji dan Umroh berarti kita melaksanakan ibadah Haji dan Umroh sebatas untuk mendapatkan iming-iming atau hadiah berupa pahala yang pada akhirnya kita tidak akan menikmati hadirnya Allah SWT di dalam ibadah Haji dan Umroh yang kita laksanakan.
d.
Perintah
menunaikan ibadah Haji bisa dimaknai sebagai sarana menyenangkan pemberi
perintah untuk melaksanakan kewajiban semata sehingga kita tidak pernah
merasakan hakekat yang terdapat di balik perintah melaksanakan ibadah Haji dan
Umroh. Setelah melakukan kewajiban maka selesai sudah ibadah Haji dan Umroh
yang kita laksanakan tanpa memperoleh makna yang hakiki dari ibadah yang kita
laksanakan. Orang yang seperti ini biasanya hanya memperoleh lelah dan capek
semata dan juga memaknai ibadah Haji dan Umroh sebatas jalan jalan atau
berwisata Haji dan Umroh.
e.
Perintah
menunaikan ibadah Haji bisa juga dimaknai sebagai sebuah kebutuhan yang hakiki
bagi diri kita. Jika konsep ini mampu
kita laksanakan berarti kita mampu melihat apa-apa yang terdapat dibalik
perintah melaksanakan ibadah Haji dan Umroh, atau kita mampu melihat ada
sesuatu yang luar bisa yang siap kita rasakan
atau akan kita dapatkan dari ibadah Haji dan Umroh yang kita laksanakan.
Jika ini kondisinya maka dapat dipastikan orang yang melaksanakan ibadah Haji
dan Umroh sebagai sebuah kebutuhan maka ia akan melaksanakan ibadah Haji dan
Umroh secara suka rela tanpa keterpaksaan (ikhlas) bahkan merasa bahagia saat
melaksanakannya serta merasakan hasilnya sepanjang hayat masih di kandung badan.
Allah SWT selaku pemberi
kewajiban untuk melaksanakan ibadah Haji dan Umroh, mempersilahkan diri kita
untuk memilih makna dari kewajiban yang telah diperintahkan-Nya. Awas jangan
sampai salah memaknai perintah Allah SWT di dalam melaksanakan kewajiban ibadah
Haji dan Umroh yang sudah berlaku di langit dan di bumi ini.
Ayo segera belajar agar diri kita mampu memaknai perintah menunaikan ibadah Haji dan Umroh yang sesuai dengan kehendak Allah SWT. Sehingga setelah menunaikan Ibadah Haji dan Umroh, kita bisa memperoleh dan merasakan langsung manfaat dan hikmah yang paling hakiki yang terdapat dibalik perintah melaksanakan kewajiban Ibadah Haji dan Umroh. Ingat, perintah melaksanakan Ibadah Haji dan Umroh yang telah diwajibkan oleh Allah SWT tidak pernah salah. (perintah melaksanakan Haji dan Umrohnya tidak akan pernah salah sampai dengan kapanpun juga). Akan tetapi yang diperintahkan melaksanakan ibadah Haji dan Umroh yang memiliki masalah karena tidak mampu melaksanakan kewajiban yang sesuai dengan kehendak pemberi perintah. Adanya kondisi ini berarti kita sangat membutuhkan Ilmu tentang Ibadah Haji dan Umroh baik yang syariat maupun yang hakekat, yang sesuai dengan kehendak pemberi perintah Haji dan Umroh sebelum diri kita melaksanakan perintah Allah SWT dimaksud.
Hai manusia, telah diwajibkan padamu untuk berhaji, maka berhajilah.
(Hadits
Riwayat Muslim)
Memiliki ilmu tentang ibadah Haji dan Umroh sangatlah penting jika kita sangat berkepentingan untuk memperoleh dan merasakan langsung manfaat yang hakiki yang terdapat dibalik perintah menunaikan ibadah Haji dan Umroh. Semakin baik Ilmu tentang Haji dan Umroh yang kita miliki maka semakin baik pula pemahaman kita tentang ibadah Haji dan Umroh, yang pada akhirnya akan menentukan pula tingkat penghayatan dan tingkat pengamalan pelaksanaan ibadah Haji dan Umroh yang kita lakukan.
Ingat, Allah SWT sampai kapanpun tidak akan membutuhkan ibadah Haji dan Umroh yang kita laksanakan karena Allah SWT sudah maha dan akan maha selamanya. Sekarang semuanya terpulang kepada diri kita sendiri, mau melaksanakan kewajiban ibadah Haji dan Umroh yang sesuai dengan kehendak Allah SWT ataukah tidak mau melaksanakan kewajiban ibadah Haji dan Umroh. Hal ini penting kami kemukakan karena yang membutuhkan ibadah Haji dan Umroh adalah diri kita sendiri, bukan orang lain dan bukan pula Allah SWT.
Selanjutnya jika kita berbicara tentang suatu perintah maka perintah untuk melaksanakan sebuah kewajiban baru dapat dikatakan sebagai sebuah perintah yang universal jika perintah dimaksud telah memenuhi 5(lima) buah ketentuan, yaitu ada yang memberi perintah, ada yang diperintah untuk melaksanakan suatu perintah, ada isi perintah, ada syarat dan ketentuan perintah serta ada maksud dan tujuan dari perintah yang akan dilaksanakan oleh diri kita selalu yang diperintah. Perintah melaksanakan kewajiban Ibadah Haji dan Umroh juga telah memenuhi 5(lima) buah ketentuan dimaksud, yaitu:
a. Ada yang memerintahkan untuk melaksanakan
kewajiban Ibadah Haji dan Umroh, dalam hal ini adalah Allah SWT selaku pencipta
dan pemilik alam semesta ini.
b. Ada yang diperintahkan untuk melaksanakan kewajiban Ibadah Haji dan Umroh, dalam hal ini Manusia yang Beriman, termasuk di dalamnya diri kita dan anak keturunan kita.
c. Ada isi perintah, dalam hal ini melaksanakan kewajiban ibadah Haji dan Umroh yang sesuai dengan kehendak pemberi perintah.
d. Ada syarat dan ketentuan yang harus dipenuhi bagi diperintah untuk melaksanakan kewajiban Ibadah Haji dan Umroh.
e. Ada maksud dan tujuan yang hakiki yang terdapat dibalik perintah melaksanakan kewajiban Ibadah Haji dan Umroh.
Adanya 5 (lima) ketentuan yang kami kemukakan di atas, menunjukkan kepada diri kita bahwa perintah melaksanakan kewajiban Ibadah Haji dan Umroh yang telah diperintahkan oleh Allah SWT tidak bisa dipandang sebagai perintah yang bersifat asal-asalan. Asal sudah dikerjakan maka selesai sudah kewajiban kita laksanakan serta tidak dapat pula kita laksanakan dengan mempergunakan parameter yang berasal dari diri kita sendiri selaku pihak yang diperintah untuk melaksanakan perintah.
Allah SWT sudah memerintahkan kepada diri kita untuk melaksanakan ibadah Haji dan Umroh karena adanya hubungan antara Allah SWT dengan diri kita serta karena Allah SWT sangat sayang kepada diri kita yang tidak lain adalah KhalifahNya di muka bumi. Selanjutnya untuk mempertunjukkan, untuk memperlihatkan serta untuk membuktikan adanya hubungan dimaksud, ada baiknya kita mempelajari beberapa sikap Allah SWT kepada diri kita sebagai bentuk adanya hubungan yang erat yang tidak bisa dipisahkan begitu saja oleh diri kita.
Berdasarkan surat Yunus (10) ayat 44, berdasarkan surat An Nisaa’ (4) ayat 79 dan juga dua buah hadits qudsi yang kami kemukakan di bawah ini, terlihat sangat jelas betapa Allah SWT sangat sayang kepada diri kita. Untuk itu perhatikanlah pernyataan Allah SWT yang tidak akan berbuat zalim kepada diri kita dengan selalu memberikan nikmat yang tiada henti kepada diri kita. Apapun yang kita minta, Allah SWT akan memberikannya. Allah SWT tetap menghadap kepada diri kita walaupun kita berpaling dari pada-Nya.
Sesungguhnya Allah tidak berbuat zalim kepada manusia sedikitpun, akan tetapi manusia Itulah yang berbuat zalim kepada diri mereka sendiri.
(Surat Yunus (10) ayat 44)
Apa saja nikmat yang kamu peroleh
adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, Maka dari (kesalahan)
dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia. dan
cukuplah Allah menjadi saksi.
(surat An Nisaa’ (4) ayat 79)
Rasulullah saw meriwayatkan bahwa Allah swt berfirman: “Wahai hamba-Ku, Aku mengharamkan diri-Ku untuk berbuat Zalim. Aku juga mengharamkan hal itu kepada kalian, maka kalian tidak boleh berbuat zalim. Wahai hamba-Ku, kalian akan tersesat, kecuali orang yang mendapatkan petunjuk-Ku. Karena itu mintalah petunjuk kepada-Ku, niscaya Aku akan memberi kalian petunjuk. Wahai hamba-Ku, kalian akan kelaparan, kecuali orang yang Aku berikan makanan. Karena itu, mintalah makanan kepada-Ku niscaya Aku memberi kalian makanan. Wahai hamba-Ku, kalian akan telanjang kecuali orang yang Aku berikan pakaian. Karena itu mintalah pakaian kepada-Ku niscaya AKu akan memberi kalian pakaian. Wahai hamba-Ku, kalian pasti melakukan dosa pada siang dan malam hari, tapi Aku yang mengampuni seluruh dosa, maka mohonlah ampunan kepada-Ku, niscaya Aku akan mengampuni dosa kalian. Wahai hamba-Ku, kalian tidak akan dapat memberikan kerugian atau keuntungan bagi-Ku. Wahai hamba-Ku, sekiranya manusia dan jin, sejak dulu hingga akhir jaman, menyembah-Ku dengan dengan tingkatan taqwa yang paling tinggi, niscaya hal itu tidak akan memberikan kontribusi apapun pada kekuasaan-Ku. Wahai hamba-Ku, sekiranya seluruh manusia dan jin sejak dulu hingga akhir zama melakukan perbuatan keji, hal itu tidak akan membuat kekuasaan-Ku menjadi lemah. Wahai hamba-Ku, sekiranya seluruh manusia dan jin sejak dulu hingga akhir zama berdiri di atas suatu tempat di bumi ini, lalu mereka memohon kepada-Ku, kemudian Aku mengabulkan permintaan tiap-tiap mereka, niscaya hal itu tidak akan mengurangi apa yang ada pada-Ku, bak jarum ketika dimasukkan ke lautan. Wahai hamba-Ku, laksanakanlah amal ibadah yang telah Aku tetapkan, dan Aku akan mencatatnya kebaikan, maka bersyukurlah kepada Allah, dan apabila mendapatkan yang sebaliknya, maka salahkanlah dirimu sendiri.”
(Hadits Riwayat Muslim)
Ibnu Abbas ra, berkata: Nabi saw
bersabda: Allah ta’ala berfirman: Wahai anak Adam! Jika engkau ingat kepada-Ku,
Aku ingat kepadamu dan bila engkau lupa kepada-Ku, Akupun ingat kepadamu. Dan
jika engkau ta’at kepada-Ku pergilah kemana saja engkau suka, pada tempat
dimana Aku berkawan dengan engkau dan engkau berkawan dengan da-Ku, Engkau
berpaling dari pada-Ku padahal Aku menghadap kepadamu. Siapakah yang memberimu
makan dikala engkau masih janin di dalam perut ibumu. Aku selalu mengurusmu dan
memeliharamu sampai terlaksanalah kehendak-Ku bagimu, maka setelah Aku
keluarkan engkau ke alam dunia engkau berbuat banyak maksiat. Apakah demikian
seharusnya pembalasan kepada yang telah berbuat kebaikan kepadamu.
(Hadits Qudsi Riwayat Abu Nasher
Rabi’ah bin Ali Al-Ajli dan Arrafi’ie; 272:182)
Sekarang kita sudah tahu sikap Allah SWT kepada diri
kita, lalu bagaimana sikap kita kepada Allah SWT? Sikap Allah SWT yang
kami kemukakan di atas menjadi tidak berlaku jika kita yang disikapi oleh Allah
SWT tidak mau bersikap untuk menyikapi sikap Allah SWT tersebut di atas. Lalu akan
menjadi sia-sialah segala apa-apa yang telah dijanjikan oleh Allah SWT kepada
diri kita, jika kita sendiri tidak mau menerima, tidak mau berbuat untuk menyikapi
sikap Allah SWT dimaksud.Hal yang harus kita pahami adalah apa yang
dipersiapkan oleh Allah SWT untuk diri kita tidak akan mungkin diberikan
oleh Allah SWT kepada diri kita jika
kita sendiri pasif atau hanya menunggu untuk diberikan sesuatu oleh Allah SWT.
Allah SWT sekarang telah memerintahkan kepada diri kita
untuk melaksanakan ibadah Haji dan Umroh. Maka dapat dipastikan dibalik
perintah Haji dan Umroh yang telah diperintahkan Allah SWT pasti ada sesuatu
makna yang tersembunyi yang siap diberikan oleh Allah SWT kepada diri kita
sepanjang diri kita mau menyikapi apa yang diperintahkan oleh Allah SWT serta
mau pula melaksanakan ibadah dimaksud sesuai dengan kehendak pemberi perintah
dengan memenuhi segala syarat dan ketentuan yang telah ditentukan oleh Allah
SWT selaku pemberi perintah. Sepanjang hal itu kita lakukan sesuai dengan
pemahaman dan kehendak Allah SWT maka Allah SWT pasti akan memberikan segala
hikmah dan manfaat baik yang kentara maupun yang tidak kentara kepada diri
kita.
Dan jika saat ini kita sudah berikrar serta sudah berniat untuk melaksanakan ibadah Haji dan Umroh, maka mulai saat ini kita harus segera memiliki Ilmu tentang Haji dan Umroh yang sesuai dengan kehendak Allah SWT dengan belajar, belajar dan belajar setiap waktu. Semakin baik kita memiliki Ilmu tentang Haji dan Umroh yang sesuai dengan kehendak Allah SWT maka akan semakin baik pula kesempatan menjadi tamu yang sudah ditunggu-tunggu kedatangannya oleh Allah SWT. Sehingga kesempatan memperoleh rasa diterima oleh Tuan Rumah semakin terbuka lebar dan juga kesempatan memperoleh hikmah yang hakiki dibalik perintah ibadah Haji dan Umroh dapat kita rasakan sebaik mungkin. Hal yang harus kita perhatikan adalah jangan sampai kita yang melaksanakan ibadah Haji dan Umroh sibuk dengan mencari pahala Haji dan Umroh namun lupa hakikat dari melaksanakan Haji dan Umroh sehingga setelah pulang dari Haji dan Umroh tidak bisa menjadikan diri sendiri menjadi manusia teladan seperti teladannya keluarga Nabi Ibrahim as dan kondisi inilah yang sangat dikehendaki oleh Syaitan.
Sekarang pilihan untuk melaksanakan ibadah Haji dan Umroh,
ataupun tidak mau melaksanakan ibadah Haji dan Umroh, atau mau melaksanakan
Diinul Islam secara Kaffah ataupun tidak, ada pada diri kita sendiri. Ingat, Allah
SWT tidak butuh dengan ibadah Haji dan Umroh yang kita lakukan, akan tetapi
kitalah yang butuh melaksanakan ibadh Haji dan Umroh, seperti halnya kita
membutuhkan mandi. Untuk itu jika kita memiliki kesempatan untuk melaksanakan
ibadah Haji dan Umroh segeralah belajar, segeralah memiliki Ilmu tentang Haji
dan Umroh dan semoga melalui ibadah Haji dan Umroh yang kita laksanakan mampu
menghantarkan dan menjadikan diri kita tetap menjadi makhluk yang terhormat,
yang mampu selalu berperilaku terhormat, yang pulang kampungnya ke tempat yang
terhormat, dengan cara yang terhormat, untuk bertemu dengan Yang Maha
Terhormat, dalam suasana yang saling hormat menghormati.Amien.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar