Sebelum kita membahas
tentang apakah itu DIINUL ISLAM, perkenankan kami untuk mengemukakan 2(dua)
buah hadits yang diriwayatkan oleh MUSLIM dan juga oleh BUKHARI,MUSLIM sebagai
berikut:
Dari Abu
Hurairah ra. katanya:"Pada suatu hari Rasulullah SAW tampak sedang
berkumpul dengan orang banyak. Sekonyong-konyong datang kepadanya seorang
laki-laki, lalu dia bertanya: Ya, Rasulullah! Apakah yang dikatakan Iman?"
Jawab Nabi SAW, "Iman ialah: (1) Iman dengan ALLAH; (2) Iman dengan para
malaikat-Nya; (3) Iman dengan Kitab-kitab-Nya; (4) Iman akan menemui-Nya; (5)
Iman dengan para Rasul-Nya; dan (6) Iman dengan berbangkit di akhirat."
Dia bertanya pula, "Apakah yang dikatakan Islam?" Jawab Rasulullah
SAW, "Islam ialah: (1) Menyembah ALLAH dan tidak mempersekutukan-Nya
dengan yang lain-lain; (2) Menegakkan Shalat fardhu; (3) Membayar Zakat wajib;
(4) Puasa Ramadhan." Tanyanya pula, "Ya Rasulullah! Apakah yang
dikatakan Ikhsan?" Jawab Nabi SAW, "Menyembah ALLAH seolah-olah
engkau melihat-Nya. Sekalipun engkau tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia
melihatmu". Tanyanya pula, "Bilakah terjadi hari Kiamat?" Jawab
Nabi SAW, "Orang yang ditanya tidak lebih tahu daripada yang menanya.
Tetapi akan kuterangkan kepadamu tanda-tandanya: (1) Apabila hamba sahaya
perempuan telah melahirkan majikannya, itu adalah salah satu tandanya; (2)
Apabila orang miskin yang hina dina telah menjadi pemimpin, itu juga termasuk
tanda-tandanya; (3) Apabila gembala ternak yang hina, telah bermewah-mewah di
gedung nan indah, itupun termasuk tanda-tandanya. Selanjutnya, ada lima perkara
yang tidak seorangpun dapat mengetahuinya selain ALLAH SWT. Kemudian Rasulullah
SAW membaca ayat:"Sesungguhnya ALLAH, hanya Dia sajalah yang mengetahui
tentang hari kiamat' dan Dialah yang menurunkan hujan, dan yang mengetahui apa
yang ada di dalam rahim. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan
pasti) apa yang akan dikerjakannya besok; dan tiada seorangpun pula yang dapat
mengetahui di bumi mana ia akan mati; Sesungguhnya ALLAH Maha Mengetahui lagi
Maha mengenal." (surat Luqman ayat 34). Kemudian orang itu berlalu. Maka
bersabda Rasulullah SAW, panggil orang itu kembali!" Para sahabat berusaha
mencari orang itu untuk memanggilnya kembali, tetapi mereka tidak melihatnya
lagi. Maka bersabda Rasulullah SAW. "Itulah Jibril. Dia datang mengajarkan
Agama kepada orang banyak.
(HR
Muslim No.2)
Ibn Umar ra. berkata: Rasulullah SAW bersabda: Islam didirikan
di atas lima:
percaya
bahwa tiada Tuhan melainkan ALLAH, dan bahwa
Nabi
Muhammad utusan ALLAH.; Mendirikan sembahyang.; Mengeluarkan zakat;
Hajji
ke Baitullah, jika kuat perjalanannya; Puasa bulan Ramadhan.
(HR
Bukhari Muslim, Al Lulu Wal Marjan No. 9)
Berdasarkan 2(dua)
hadits di atas ini, DIINUL ISLAM dapat dibedakan menjadi 3(tiga)
buah ketentuan pokok dan/atau AD DIIN atau DIINUL ISLAM terdiri 3(tiga) buah
ketentuan induk yang terdiri dari:
a) KETENTUAN tentang RUKUN IMAN yang
terdiri dari 6 (enam) buah ketentuan
yaitu:
1) Iman
dengan ALLAH;
2) Iman
dengan para malaikat-Nya;
3) Iman
dengan Kitab-kitab-Nya;
4) Iman
akan menemui-Nya;
5) Iman
dengan para Rasul-Nya; dan
6) Iman
dengan berbangkit di akhirat.
b)
KETENTUAN
tentang RUKUN ISLAM yang terdiri dari 5(lima) buah ketentuan yaitu:
1)
Menyembah ALLAH dan tidak
mempersekutukan-Nya dengan yang lain-lain;
2)
Menegakkan Shalat fardhu;
3)
Membayar Zakat wajib;
4)
Puasa Ramadhan.
5)
Haji, jika mampu.
c) KETENTUAN tentang IKHSAN, yaitu "Menyembah
ALLAH seolah-olah engkau melihat-Nya. Sekalipun engkau tidak melihat-Nya, maka
sesungguhnya Dia melihatmu".
Selanjutnya apa yang
disebut dengan RUKUN dan apa yang harus kita perbuat dengan RUKUN-RUKUN itu ?
RUKUN dapat diartikan sebuah rangkaian ketentuan yang harus di taati dan
dilaksanakan serta dijalankan oleh setiap orang dengan kesadaran penuh dalam satu rangkaian yang tidak terpisahkan
antara satu ketentuan yang satu dengan ketentuan yang lainnya. Sebagai contoh,
kita tidak dapat hanya BERIMAN kepada ALLAH SWT saja sewaktu melaksanakan RUKUN
IMAN dengan mengabaikan dan/atau meniadakan IMAN kepada yang lainnya atau
sebaliknya. Jika kita ingin melaksanakan RUKUN IMAN maka kita wajib
melaksanakan dan menjalankan RUKUN IMAN yang ENAM dalam satu kesatuan yang
tidak terpisahkan antara satu ketentuan dengan ketentuan yang lainnya. Hal yang
sama juga berlaku dengan ketentuan RUKUN ISLAM, kita tidak diperkenankan hanya
ber-SHAHADAT saja tetapi tidak mendirikan SHALAT, tidak menunanaikan ZAKAT,
tidak PUASA dan tidak BERHAJI jika mampu.
Akan tetapi jika kita sudah berSHAHADAT maka kita wajib melaksanakan seluruh ketentuan rukun Islam lainnya dalam satu kesatuan yang tidak terpisahkkan. Jika ini adalah ketentuan daripada RUKUN, selanjutnya bagaimana dengan ketentuan DIINUL ISLAM? Ketentuan RUKUN juga berlaku pada DIINUL ISLAM, yaitu kita wajib mentaati dan melaksanakan serta menjalankan RUKUN IMAN, RUKUN ISLAM dan IKHSAN dalam satu kesatuan yang tidak terpisahkan antara satu ketentuan rukun dengan ketentuan rukun yang lainnya.
Contohnya kita tidak diperkenankan hanya melaksanakan RUKUN IMAN saja dengan mengabaikan sebahagian atau secara keseluruhan RUKUN ISLAM dan IKHSAN atau sebaliknya, akan tetapi jika kita sudah menyatakan dan melaksanakan RUKUN IMAN maka kitapun wajib melaksanakan dan menjalankan RUKUN ISLAM dan IKHSAN dalam satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Jika kita hanya melaksanakan hanya salah satu RUKUN saja atau hanya melaksanakan RUKUN IMAN saja, hal ini seperti kita memakai celana tapi tidak memakai baju dan/atau memakai baju tetapi tidak memakai celana. Ini berarti bahwa ketentuan RUKUN IMAN, RUKUN ISLAM dan AD DIIN merupakan satu kesatuan intergral yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya.
Akan tetapi jika kita sudah berSHAHADAT maka kita wajib melaksanakan seluruh ketentuan rukun Islam lainnya dalam satu kesatuan yang tidak terpisahkkan. Jika ini adalah ketentuan daripada RUKUN, selanjutnya bagaimana dengan ketentuan DIINUL ISLAM? Ketentuan RUKUN juga berlaku pada DIINUL ISLAM, yaitu kita wajib mentaati dan melaksanakan serta menjalankan RUKUN IMAN, RUKUN ISLAM dan IKHSAN dalam satu kesatuan yang tidak terpisahkan antara satu ketentuan rukun dengan ketentuan rukun yang lainnya.
Contohnya kita tidak diperkenankan hanya melaksanakan RUKUN IMAN saja dengan mengabaikan sebahagian atau secara keseluruhan RUKUN ISLAM dan IKHSAN atau sebaliknya, akan tetapi jika kita sudah menyatakan dan melaksanakan RUKUN IMAN maka kitapun wajib melaksanakan dan menjalankan RUKUN ISLAM dan IKHSAN dalam satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Jika kita hanya melaksanakan hanya salah satu RUKUN saja atau hanya melaksanakan RUKUN IMAN saja, hal ini seperti kita memakai celana tapi tidak memakai baju dan/atau memakai baju tetapi tidak memakai celana. Ini berarti bahwa ketentuan RUKUN IMAN, RUKUN ISLAM dan AD DIIN merupakan satu kesatuan intergral yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya.
Jika saat ini kita
mempunyai sebuah konsep tentang taman atau lukisan, maka konsep tersebut adalah
cerminan dari diri kita sendiri yang tertuang di dalam taman/lukisan yang akan
kita buat. Dan jika DIINUL ISLAM itu adalah KONSEP ILAHIAH yang berasal dan
diciptakan oleh ALLAH SWT maka keberadaan
DIINUL ISLAM tidak lain adalah cerminan langsung dari keberadaan dan juga
kebesaran ALLAH SWT itu sendiri. Selanjutnya jika saat ini kita masih hidup di
dunia, berarti saat ini kita sedang melaksanakan fungsi sebagai KHALIFAH di
muka bumi dan juga berarti kita juga membutuhkan dan memerlukan DIINUL ISLAM
sebagai PENUNTUN dan PEDOMAN bagi kita di dalam melaksanakan tugas sebagai
KHALIFAH di muka bumi.
ALLAH SWT selaku PEMILIK yang sekaligus PENCIPTA dari apa-apa yang ada di muka bumi termasuk di dalamnya diri kita, sudah menetapkan dan menurunkan kepada seluruh manusia akan adanya KONSEP ILAHIAH dalam bentuk DIINUL ISLAM, selanjutnya DIINUL ISLAM yang seperti apakah yang diinginkan oleh ALLAH SWT dan/atau DIINUL ISLAM yang bagaimanakah yang dikehendaki oleh ALLAH SWT dan/atau bagaimanakah bentuk FITRAH dari DIINUL ISLAM itu sendiri serta apa yang harus kita sikapi dengan adanya DIINUL ISLAM itu sendiri? Berikut ini akan kami kemukakan beberapa makna ataupun arti dari DIINUL ISLAM itu sendiri dari sisi ALLAH SWT selaku PEMILIK dan PENCIPTA dari DIINUL ISLAM.
ALLAH SWT selaku PEMILIK yang sekaligus PENCIPTA dari apa-apa yang ada di muka bumi termasuk di dalamnya diri kita, sudah menetapkan dan menurunkan kepada seluruh manusia akan adanya KONSEP ILAHIAH dalam bentuk DIINUL ISLAM, selanjutnya DIINUL ISLAM yang seperti apakah yang diinginkan oleh ALLAH SWT dan/atau DIINUL ISLAM yang bagaimanakah yang dikehendaki oleh ALLAH SWT dan/atau bagaimanakah bentuk FITRAH dari DIINUL ISLAM itu sendiri serta apa yang harus kita sikapi dengan adanya DIINUL ISLAM itu sendiri? Berikut ini akan kami kemukakan beberapa makna ataupun arti dari DIINUL ISLAM itu sendiri dari sisi ALLAH SWT selaku PEMILIK dan PENCIPTA dari DIINUL ISLAM.
1. BERTAUHID HANYA KEPADA ALLAH
SWT
DIINUL ISLAM selama
ini banyak diartikan hanya sebagai AGAMA ISLAM saja oleh sebahagian masyarakat
dan mungkin juga oleh diri kita sendiri. Akan tetapi DIINUL ISLAM mempunyai
dimensi, makna, arti, maksud dan tujuan yang lebih dari sekedar hanya diartikan
sebagai AGAMA ISLAM. DIINUL ISLAM memiliki banyak sisi yang melekat di dalamnya
dikarenakan DIINUL ISLAM adalah sebuah KONSEP ILAHIAH yang merupakan TUNTUNAN
dan PEDOMAN bagi keselamatan KHALIFAH-NYA di muka bumi atau dengan kata lain
DIINUL ISLAM merupakan cerminan dari kebesaran dan kemahaan ALLAH SWT yang
ditujukan dan diperuntukkan untuk KHALIFAH-NYA di muka bumi sehingga
KHALIFAH-NYA memperoleh kemudahan, tuntunan, petunjuk, pedoman, di dalam
melaksanakan tugasnya sebagai KHALIFAH di muka bumi serta dapat terjalinnya
hubungan yang baik antara PENCIPTA dengan CIPTAAN-NYA.
Jika kita mengacu kepada surat Al Hasyr (59) ayat 22-23, maka DIINUL ISLAM dapat mempunyai makna ataupun arti BERTAUHID hanya kepada ALLAH SWT. Untuk itu mari kita pelajari surat Al Hasyr (59) ayat 22-23 seperti yang kami kemukakan di atas. ALLAH SWT di dalam surat Al Hasyr (59) ayat 22-23, dengan tegas menyatakan keberadaan diri-NYA sendiri kepada seluruh umat manusia, yaitu dengan menyatakan bahwa tidak ada TUHAN selain diri-NYA sendiri.
Selanjutnya TUHAN yang seperti apakah yang dinyatakan oleh ALLAH SWT? ALLAH SWT menyatakan bahwa ALLAH SWT adalah Tuhan yang mengetahui yang Ghaib dan yang Nyata; Tuhan yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang; Tuhan yang Maha Diraja; Tuhan yang Maha Suci; Tuhan yang Maha Sejahtera; Tuhan yang Maha Mengaruniakan Keamanan; Tuhan yang Maha Memelihara; Tuhan yang Maha perkasa; Tuhan yang Maha Kuasa, Tuhan yang memiliki segala Keagungan dan Tuhan yang Maha suci. Jika ini adalah kondisi dan keadaan dari ALLAH SWT, apa yang harus kita lakukan dan perbuat?
Dialah Allah yang tiada Tuhan
selain Dia, yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Dia-lah yang Maha
Pemurah lagi Maha Penyayang.
Dialah Allah yang tiada Tuhan
selain Dia, Raja, yang Maha Suci, yang Maha Sejahtera, yang Mengaruniakan
Keamanan, yang Maha Memelihara, yang Maha perkasa, yang Maha Kuasa, yang
memiliki segala Keagungan, Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.
(surat
Al Hasyr (59) ayat 22-23)
MANUSIA sebagai MAKHLUK yang diciptakan oleh ALLAH SWT dan yang juga hidup di bumi yang dimiliki pula oleh ALLAH SWT serta dapat HIDUPpun karena ALLAH SWT dan juga keberadaanyapun karena KEHENDAK ALLAH SWT. Ini berarti bahwa MANUSIA tidak mempunyai apa-apa dibandingkan dengan ALLAH SWT. Untuk itu lihatlah diri kita sendiri, siapakah yang memberikan kepada diri kita:
1)
RUH.
2)
AMANAH 7.
3)
HUBBUL atau KEINGINAN.
4)
AKAL/PERASAAN atau HATI.
5)
BUMI tempat bernaung.
6)
UDARA dan AIR yang kita butuhkan.
7)
FLORA dan FAUNA yang dapat kita
konsumsi.
Apakah RUH, apakah
AMANAH 7, apakah HUBBUL, apakah AKAL/PERASAAN/HATI, apakah BUMI, AIR dan UDARA,
apakah FLORA dan FAUNA ada dengan sendirinya tanpa ada yang mengadakannya atau
apakah kita sanggup menyediakan itu semua? RUH, AMANAH 7, HUBBUL,
AKAL/PERASAAN/HATI, BUMI, AIR dan UDARA
serta FLORA dan FAUNA sudah ada lebih dahulu dibandingkan dengan
manusia. Dengan demikian manusia bukanlah yang menciptakan ataupun yang dapat
menyediakan itu semua bagi diri manusia sebab pencipta harus lebih dahulu ada
dibandingkan dengan ciptaannya. Jika bukan manusia yang menciptakan, siapakah
yang mampu menciptakan itu semua?
ALLAH SWT lah satu-satu yang sanggup dan yang mampu menciptakan RUH, AMANAH 7, HUBBUL, AKALatau PERASAAN atau HATI RUHANI, BUMI, AIR dan UDARA serta FLORA dan FAUNA, selain ALLAH SWT tidak akan sanggup dan tidak akan mampu menciptakan itu semua. MANUSIA sebagai makhluk yang menerima dan yang memanfaatkan, serta yang juga akan mempertanggung-jawabkan RUH, AMANAH 7, HUBBUL, AKAL/PERASAAN/HATI, BUMI, AIR dan UDARA, FLORA dan FAUNA, patutkah dan pantaskah serta pantaskah dan patutkah, jika :
ALLAH SWT lah satu-satu yang sanggup dan yang mampu menciptakan RUH, AMANAH 7, HUBBUL, AKALatau PERASAAN atau HATI RUHANI, BUMI, AIR dan UDARA serta FLORA dan FAUNA, selain ALLAH SWT tidak akan sanggup dan tidak akan mampu menciptakan itu semua. MANUSIA sebagai makhluk yang menerima dan yang memanfaatkan, serta yang juga akan mempertanggung-jawabkan RUH, AMANAH 7, HUBBUL, AKAL/PERASAAN/HATI, BUMI, AIR dan UDARA, FLORA dan FAUNA, patutkah dan pantaskah serta pantaskah dan patutkah, jika :
1) MANUSIA berlaku SOMBONG kepada
ALLAH SWT?
2) MANUSIA berlaku tidak sopan
kepada ALLAH SWT?
3) MANUSIA mengaku-ngaku bahwa ia
adalah pencipta dan pemilik dari itu semua?
4) MANUSIA meletakkan dan
menempatkan ALLAH SWT sebagai makhluk yang sejajar dengan dirinya?
Jika kita termasuk
orang yang TAHU DIRI dan telah MENGENAL DIRI, maka tidak sepantasnya dan tidak
sepatutnya kita melakukan itu semua kepada ALLAH SWT sebagai pencipta dan
pemilik alam semesta ini. Selanjutnya apa yang harus kita perbuat kepada ALLAH
SWT?
Barangsiapa
yang mengenal dirinya, pasti dia dapat mengenal Tuhannya.
Barangsiapa yang
mengenal Tuhannya, pasti dia dapat mengenal dirinya.
Untuk itu kita wajib
menempatkan dan meletakkan ALLAH SWT
sesuai dengan posisi yang sebenar-benarnya seperti yang dinyatakannya dalam
surat Al Hasyr (59) ayat 22-23 di atas. Sekarang jika tidak ada DIINUL ISLAM
yang diturunkan oleh ALLAH SWT dapatkah kita melakukan itu semua sesuai dengan
kehendak ALLAH SWT yang sudah dikemukakannya dalam surat Al Hasyr (59) ayat 22-23? Kita tidak dapat
melakukan dan perbuat sesuai dengan kehendak dan keinginan dari yang memiliki
kehendak dan keinginan itu sendiri jika tidak ada sesuatu alat bantu yang
dipergunakan untuk menyamakan persepsi, atau menyamakan maksud dan tujuan.
Untuk dapat mengakui akan KEBESARAN ALLAH SWT;
Untuk dapat menyatakan BERTAUHID hanya kepada ALLAH SWT; Untuk mengakui akan KEESAAN ALLAH SWT; Untuk dapat menempatkan dan meletakkan posisi keberadaan ALLAH SWT pada kedudukan yang semestinya, maka harus ada media khusus tertentu bagi manusia dalam rangka melaksanakan itu semua, apakah media khusus tersebut? Untuk itu ALLAH SWT menurunkan dan memberikan kepada KHALIFAH-NYA berupa AD DIIN atau DIINUL ISLAM sebagai :
Untuk dapat menyatakan BERTAUHID hanya kepada ALLAH SWT; Untuk mengakui akan KEESAAN ALLAH SWT; Untuk dapat menempatkan dan meletakkan posisi keberadaan ALLAH SWT pada kedudukan yang semestinya, maka harus ada media khusus tertentu bagi manusia dalam rangka melaksanakan itu semua, apakah media khusus tersebut? Untuk itu ALLAH SWT menurunkan dan memberikan kepada KHALIFAH-NYA berupa AD DIIN atau DIINUL ISLAM sebagai :
1) sarana dan alat bantu bagi
KHALIFAHNYA yang ingin menempatkan dan meletakkan ALLAH SWT pada posisi yang
sebenarnya dan/atau
2) tuntunan dan pedoman bagi KHALIFAHNYA yang ingin menempatkan ALLAH SWT sesuai dengan keinginan ALLAH SWT itu sendiri.
Timbul pertanyaan, siapakah yang membutuhkan DIINUL ISLAM, manusiakah atau ALLAH SWTkah? ALLAH SWT pasti tidak membutuhkan DIINUL ISLAM, yang membutuhkan DIINUL ISLAM adalah MANUSIA. Setelah diberikan DIINUL ISLAM maka kita diwajibkan untuk melaksanakan DIINUL ISLAM yang berasal dari ALLAH SWT dalam satu kesatuan yang tidak terpisahkan dan jika kita sudah melaksanakannya berarti kita sudah memberikan PERNYATAAN KETAUHIDAN kepada ALLAH SWT tentang tidak ada TUHAN selain ALLAH SWT yang patut dan pantas dijadikan TUHAN.
Untuk itu DIINUL ISLAM harus didukung oleh komitmen yang tegas yang keluar dari kesadaran diri sendiri tanpa ada unsur paksaaan dari siapaun juga. DIINUL ISLAM akan sia-sia diturunkan oleh ALLAH SWT ke muka bumi dan/atau tidak akan memberikan manfaat, jika manusia yang menerima dan menjalankan DIINUL ISLAM tidak mempunyai komitmen apapun dengan DIINUL ISLAM yang akan dijadikan TUNTUNAN dan PEDOMAN di dalam menjalankan tugas sebagai KHALIFAH di muka bumi serta yang akan menghantarkan diri kita pulang kampung ke SYURGA untuk bertemu dengan ALLAH SWT.
2. BERSERAH DIRI HANYA KEPADA ALLAH SWT
DIINUL ISLAM dapat
pula diartikan atau memiliki makna BERSERAH DIRI hanya kepada ALLAH SWT. Adanya
makna seperti ini, menandakan bahwa di dalam DIINUL ISLAM terkandung sebuah
arti hubungan antara ALLAH SWT selaku PEMILIK dan PENCIPTA dengan MANUSIA
sebagai CIPTAAN-NYA. Selanjutnya apakah yang dimaksud dengan makna berserah
diri hanya kepada ALLAH SWT? MANUSIA sebagai makhluk HASIL KARYA atau makhluk
ciptaan ALLAH SWT dan juga sebagai makhluk yang hanya dipinjamkan dan/atau
sebagai makhluk yang hanya diperbolehkan untuk mendayagunakan RUH dan AMANAH 7,
HATI/AKAL/PERASAAN serta HUBBUL, dan/atau makhluk yang harus dapat
mempertanggungjawabkan segala perbuatannya
selama hidup di dunia, apa yang dapat kita banggakan, apa yang dapat
kita sombongkan, apa yang kita miliki, dibandingkan dengan ALLAH SWT?
Jika saat ini kita masih hidup di muka bumi, di bumi siapakah sekarang kita hidup dan punyakah kita hak untuk hidup di bumi jika yang mempunyai bumi tidak merestui kita hidup di dalamnya? Bumi yang saat ini kita tempati bukanlah milik kita akan tetapi adalah milik ALLAH SWT. ALLAH SWT selain sebagai pemilik dari bumi, ALLAH SWT juga adalah PENCIPTA, PEMELIHARA, PENGAWAS, PENGAYOM dari bumi termasuk diri kita sendiri serta ALLAH SWT juga yang memberikan kesempatan kepada diri kita untuk hidup di muka bumi yang diciptakan dan yang dimilikinya. Dan jika ini adalah keadaan dari bumi dan diri kita, punya apakah kita dibandingkan dengan ALLAH SWT? Kita tidak memiliki apapun juga dibandingkan dengan ALLAH SWT.
Jika saat ini kita masih hidup di muka bumi, di bumi siapakah sekarang kita hidup dan punyakah kita hak untuk hidup di bumi jika yang mempunyai bumi tidak merestui kita hidup di dalamnya? Bumi yang saat ini kita tempati bukanlah milik kita akan tetapi adalah milik ALLAH SWT. ALLAH SWT selain sebagai pemilik dari bumi, ALLAH SWT juga adalah PENCIPTA, PEMELIHARA, PENGAWAS, PENGAYOM dari bumi termasuk diri kita sendiri serta ALLAH SWT juga yang memberikan kesempatan kepada diri kita untuk hidup di muka bumi yang diciptakan dan yang dimilikinya. Dan jika ini adalah keadaan dari bumi dan diri kita, punya apakah kita dibandingkan dengan ALLAH SWT? Kita tidak memiliki apapun juga dibandingkan dengan ALLAH SWT.
dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzkikan Allah kepada mereka, Maka Tuhanmu ialah Tuhan yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah),
(surat Al Hajj (22) ayat 34)
Katakanlah: "Hai ahli Kitab, Marilah (berpegang) kepada suatu
kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara Kami dan kamu, bahwa
tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun
dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Tuhan
selain Allah". jika mereka berpaling Maka Katakanlah kepada mereka:
"Saksikanlah, bahwa Kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada
Allah)".
(surat
Ali Imran (3) ayat 64)
MANUSIA sebagai makhluk yang miskin, yang tidak punya apa-apa, yang hanya menumpang di bumi ALLAH SWT, makhluk yang tidak memiliki apapun kecuali doa, makhluk yang ada di muka bumi karena KEHENDAK ALLAH SWT, tidak sepantasnya dan tidak sepatutnya sombong, menyepelekan, menempatkan diri di atas PEMILIK dan PENCIPTA dari seluruh jagad raya ini. Adanya kesenjangan kondisi antara MANUSIA dan ALLAH SWT, tentu sudah dipikirkan oleh ALLAH SWT di dalam Ilmu-Nya, untuk itulah ALLAH SWT menurunkan DIINUL ISLAM yang berasal dari FITRAH-NYA sendiri kepada manusia sebagai sarana bagi manusia untuk:
1) meletakkan dan menempatkan ALLAH
SWT sesuai dengan FITRAHNYA dan/atau meletakkan dan menempatkan Manusia sesuai
dengan FITRAH-NYA pula.
2) Alat bantu bagi manusia yang ingin menghargai ALLAH SWT sebagai PEMILIK dan PENCIPTA alam ini.
3) Untuk menciptakan keharmonisan hubungan antar PENCIPTA dengan CIPTAAN-NYA.
Adanya DIINUL ISLAM
sangat membantu manusia di dalam menjaga hubungan dengan ALLAH SWT
sehingga apa-apa yang dikemukakan di
dalam surat Al Hajj (22) ayat 34 dan surat Ali Imran (3) ayat 64 dapat
terealisir yaitu BERSERAH DIRI kepada ALLAH SWT menjadi lebih ringan dan mudah
dilaksanakan. Berserah diri bukanlah perbuatan hina dan memalukan dihadapan
ALLAH SWT, akan tetapi sebuah tindakan yang terpuji sebagai sebuah bentuk
penghormatan dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada ALLAH SWT serta
sudah selayaknya dan sepantasnya kita melakukan itu semua kepada ALLAH SWT.
Sekarang apa yang dapat kita perbuat dengan posisi kita yang lemah jika ALLAH SWT tidak pernah menurunkan DIINUL
ISLAM sedangkan kita harus menempatkan dan meletakkan ALLAH SWT pada posisi
yang sebenarnya?
Kita tidak tidak dapat berbuat apa-apa dengan kondisi kita yang sangat lemah dibandingkan ALLAH SWT, dengan demikian manusia sangat membutuhkan DIINUL ISLAM dalam rangka mengabdi, menghargai, menempatkan, meletakkan, berserah diri, hanya kepada ALLAH SWT semata. Inilah DIINUL ISLAM yang diturunkan ALLAH SWT kepada seluruh umat manusia, sekarang tinggal bagaimana manusia memahaminya, melaksanakannya, mewujudkannya, merealisasikannya, menerimanya, dalam kehidupan di muka bumi. ALLAH SWT tidak akan pernah RUGI sebab ALLAH SWT MAHA KAYA ataupun ALLAH SWT akan KALAH jika manusia enggan dan tidak mau menerima DIINUL ISLAM sebagai AGAMA yang HAQ bagi manusia.
Kita tidak tidak dapat berbuat apa-apa dengan kondisi kita yang sangat lemah dibandingkan ALLAH SWT, dengan demikian manusia sangat membutuhkan DIINUL ISLAM dalam rangka mengabdi, menghargai, menempatkan, meletakkan, berserah diri, hanya kepada ALLAH SWT semata. Inilah DIINUL ISLAM yang diturunkan ALLAH SWT kepada seluruh umat manusia, sekarang tinggal bagaimana manusia memahaminya, melaksanakannya, mewujudkannya, merealisasikannya, menerimanya, dalam kehidupan di muka bumi. ALLAH SWT tidak akan pernah RUGI sebab ALLAH SWT MAHA KAYA ataupun ALLAH SWT akan KALAH jika manusia enggan dan tidak mau menerima DIINUL ISLAM sebagai AGAMA yang HAQ bagi manusia.
3. TUNDUK PATUH KEPADA ALLAH SWT
DIINUL ISLAM juga
memiliki arti dan makna tunduk dan patuh hanya kepada ALLAH SWT. Tunduk dan
patuh adalah sebuah pernyataan sikap dari seseorang kepada sesuatu sebagai sebuah perwujudan atas penghargaan dan
pengakuan dari kehebatan dan kemampuan yang telah ditunjukkan kepada orang yang
telah tunduk dan patuh. Seseorang untuk dapat tunduk dan patuh tentu harus
melalui sebuah proses yang berkesinambungan atau setelah mengakui dan merasakan
atas kehebatan dan kemampuan dari sesuatu tersebut atau setelah kita merasa
diri kita tidak akan mampu berbuat untuk mengalahkan kehebatan dan kemampuan
sesuatu tersebut.
Sekarang bagaimana kita akan tunduk dan patuh kepada sesuatu jika kita tidak mempunyai pedoman atau aturan yang baku untuk melaksanakan hal tersebut? Manusia sebagai makhluk yang tidak memiliki apapun kecuali doa dan permohonan, manusia sebagai makhluk yang hanya diciptakan dan hanya menumpang sementara di muka bumi, adalah sangat tidak masuk akal dan tidak dapat dimengerti dan sangat zhalim, jika manusia berlaku sombong, keras kepala, tidak mau diatur, tidak tahu sopan santun kepada ALLAH SWT sebagai PEMILIK dan PENCIPTA dari seluruh alam termasuk diri manusia itu sendiri.
Sekarang bagaimana kita akan tunduk dan patuh kepada sesuatu jika kita tidak mempunyai pedoman atau aturan yang baku untuk melaksanakan hal tersebut? Manusia sebagai makhluk yang tidak memiliki apapun kecuali doa dan permohonan, manusia sebagai makhluk yang hanya diciptakan dan hanya menumpang sementara di muka bumi, adalah sangat tidak masuk akal dan tidak dapat dimengerti dan sangat zhalim, jika manusia berlaku sombong, keras kepala, tidak mau diatur, tidak tahu sopan santun kepada ALLAH SWT sebagai PEMILIK dan PENCIPTA dari seluruh alam termasuk diri manusia itu sendiri.
Katakanlah (ya Muhammad): "Sesungguhnya aku dilarang menyembah sembahan yang kamu sembah selain Allah setelah datang kepadaku keterangan-keterangan dari Tuhanku; dan aku diperintahkan supaya tunduk patuh kepada Tuhan semesta alam.
(surat
Al Mu'min (40) ayat 66)
ALLAH
SWT adalah PEMILIK dari semua yang ada di langit dan di bumi, tidak ada
sesuatupun yang ada di antara langit dan bumi yang tidak diciptakan dengan
ilmu-NYA sendiri. Semuanya jika dipelajari dan ditelusuri dengan
seteliti-telitinya akan kembali kepada ALLAH SWT selaku PEMILIK yang sekaligus PENCIPTA dari itu semua. Jika
kondisi ALLAH SWT sudah sedemikian hebat dibandingkan manusia, apakah patut dan
pantas jika manusia berlaku sombong dan tidak tunduk dan patuh kepada ALLAH SWT
Tuhan semesta alam?
ALLAH SWT dapat saja dengan kekuasaan dan kemahaan yang dimiliki-NYA menunjukkan kesewenang-wenangan-NYA atau dengan menunjukkan ego-NYA, untuk membuat makhluk-NYA tidak berkutik atau memaksakan kehendak-NYA sehingga makhluk-NYA tunduk dan patuh kepada-NYA. Akan tetapi ALLAH SWT memiliki sesuatu hal yang berasal dari FITRAH-NYA dengan menurunkan AD DIIN atau DIINUL ISLAM sebagai sarana bagi makhluknya untuk menyatakan tunduk dan patuh hanya kepada ALLAH SWT. Adanya DIINUL ISLAM yang diturunkan oleh ALLAH SWT maka apa-apa yang melekat dengan kemampuan dan kemahaan ALLAH SWT dapat terjaga keFITRAHAN-NYA sedangkan manusia tahu dan mengerti siapa diri mereka sebenarnya. Selanjutnya akan terciptalah hubungan yang harmonis antara ALLAH SWT selaku PEMILIK dan PENCIPTA dengan MANUSIA selaku CIPTAAN-NYA.
ALLAH SWT dapat saja dengan kekuasaan dan kemahaan yang dimiliki-NYA menunjukkan kesewenang-wenangan-NYA atau dengan menunjukkan ego-NYA, untuk membuat makhluk-NYA tidak berkutik atau memaksakan kehendak-NYA sehingga makhluk-NYA tunduk dan patuh kepada-NYA. Akan tetapi ALLAH SWT memiliki sesuatu hal yang berasal dari FITRAH-NYA dengan menurunkan AD DIIN atau DIINUL ISLAM sebagai sarana bagi makhluknya untuk menyatakan tunduk dan patuh hanya kepada ALLAH SWT. Adanya DIINUL ISLAM yang diturunkan oleh ALLAH SWT maka apa-apa yang melekat dengan kemampuan dan kemahaan ALLAH SWT dapat terjaga keFITRAHAN-NYA sedangkan manusia tahu dan mengerti siapa diri mereka sebenarnya. Selanjutnya akan terciptalah hubungan yang harmonis antara ALLAH SWT selaku PEMILIK dan PENCIPTA dengan MANUSIA selaku CIPTAAN-NYA.
4. TIDAK MENSYERIKATKAN ALLAH SWT
DIINUL ISLAM dapat
juga berarti atau mempunyai makna TIDAK MENSYERIKATKAN ALLAH SWT dengan sesuatu
apapun juga. Tindakan mensyerikatkan ALLAH SWT dengan sesuatu merupakan sebuah
tindakan yang sangat dibenci dan paling tidak disukai ALLAH SWT. Mensyerikatkan
ALLAH SWT berarti kita telah meniadakan dan/atau telah menghilangkan dan/atau
kita juga telah menganggap kemampuan dan kemahaan ALLAH SWT sudah tidak berlaku
lagi atau sudah tidak ada apa-apanya lagi dan/atau sesuatu yang disyerikatkan
lebih hebat dan lebih mampu dibandingkan dengan ALLAH SWT. ALLAH SWT akan memberikan balasan ataupun
penghargaan yang setinggi-tingginya bagi hambanya atau mungkin kepada diri kita
yang berani mensyerikatkan ALLAH SWT dengan sesuatu yaitu "TIADA AMPUN
BAGIMU".
Sekarang timbul pertanyaan, bagaimana kita dapat menghindarkan atau jangan sampai melakukan tindakan mensyerikatkan ALLAH SWT dengan sesuatu sebagaimana yang terdapat dalam surat Ali Imran (3) ayat 80, jika kita tidak mempunyai patokan dan batasan-batasan ataupun rambu-rambu yang jelas?
Sekarang timbul pertanyaan, bagaimana kita dapat menghindarkan atau jangan sampai melakukan tindakan mensyerikatkan ALLAH SWT dengan sesuatu sebagaimana yang terdapat dalam surat Ali Imran (3) ayat 80, jika kita tidak mempunyai patokan dan batasan-batasan ataupun rambu-rambu yang jelas?
dan (tidak wajar pula baginya) menyuruhmu menjadikan Malaikat dan Para
Nabi sebagai tuhan. Apakah (patut) Dia menyuruhmu berbuat kekafiran di waktu
kamu sudah (menganut agama) Islam?".
(surat
Ali Imran (3) ayat 80)
DIINUL
ISLAM adalah jalan keluar yang diberikan ALLAH SWT kepada KHALIFAH-NYA di muka
bumi. Adanya DIINUL ISLAM yang bermakna
tidak mensyerikatkan ALLAH SWT dengan sesuatu hal, maka kita dapat terhindar
atau jangan sampai terkena kemarahan, kebencian, kemurkaan ALLAH SWT yang di alamatkan ke diri kita.
Selanjutnya sudahkah kita melaksanakan DIINUL ISLAM sesuai dengan keinginan dan
kehendak ALLAH SWT?
5. WALIKU HANYA ALLAH SWT
DIINUL ISLAM selain
mempunyai makna yang telah kami kemukakan sebelumnya, DIINUL ISLAM juga berarti
WALIKU HANYA ALLAH SWT. Jika kita telah menyatakan bahwa ALLAH SWT adalah
WALIKU maka pernyataan ini mempunyai 2(dua) makna yang mendasar, yaitu:
1) Adanya pengakuan atas kebesaran
dan kemahaan kepada ALLAH SWT sehingga dengan adanya pernyataan ini, kita yakin
bahwa ALLAH SWT akan mampu menjaga, akan mampu memelihara, akan mampu
melindungi, akan mampu mengawasi, diri kita dari segala bentuk ancaman, bahaya,
niat busuk, niat jahat, atau apapun juga yang dapat membahayakan atau merugikan
diri kita.
2) Adanya pengakuan bahwa diri kita tidak memiliki kemampuan dan kehebatan dan/atau adanya pernyataan merendahkan diri kepada ALLAH SWT. Ini berarti kita mengakui bahwa diri kita adalah makhluknya yang tidak mempunyai apapun juga, makhluk yang lemah, makhluk yang miskin, makhluk yang tidak mengerti apa-apa, makhkuk yang bodoh, makhluk yang tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan ALLAH SWT.
Setelah menyatakan bahwa ALLAH SWT adalah WALIKU, ini berarti kita menyatakan dengan sesungguhnya bahwa ALLAH SWT bukan saja sebagai PENCIPTA dan PEMILIK tetapi ALLAH SWT juga PEMELIHARA, PENJAGA, PELINDUNG, PENGAWAS, PENGAYOM diri kita. Selanjutnya dapatkah kita melaksanakan pernyataan tersebut di atas tanpa ada tuntunan dan pedoman yang baku, jelas, dan terperinci?
Katakanlah: "Apakah akan aku jadikan pelindung selain dari Allah yang menjadikan langit dan bumi, Padahal Dia memberi Makan dan tidak memberi makan?" Katakanlah: "Sesungguhnya aku diperintah supaya aku menjadi orang yang pertama kali menyerah diri (kepada Allah), dan jangan sekali-kali kamu masuk golongan orang musyrik."
(surat
Al An'am (6) ayat 14)
DIINUL
ISLAM memberikan tuntunan dan pedoman
yang terbaik bagi umat manusia untuk melaksanakan pernyataan WALIKU
hanya ALLAH SWT. DIINUL ISLAM mengatur,
memerinci, menerangkan, menjabarkan, itu semua termasuk di dalamnya hak dan
kewajiban para pihak baik ALLAH SWT sebagai WALI dan juga MANUSIA yang meminta
perwalian kepada ALLAH SWT . Sekarang jika telah menyatakan berwali kepada
ALLAH SWT, ini berarti antara diri kita dengan ALLAH SWT telah terikat dengan
suatu hubungan dengan perantaraan DIINUL ISLAM.
Timbul pertanyaan, sejauh manakah ikatan ini berlaku? Sepanjang para pihak menepati janji di dalam melaksanakan ikatan tentang perwalian, maka hak dan kewajiban para dapat dilaksanakan. Sekarang jika ALLAH SWT yang telah menjadi WALI kepada diri kita, selanjutnya mungkinkah ALLAH SWT ingkar janji? ALLAH SWT tidak akan pernah ingkar janji dengan apa-apa yang telah dijanjikannya, sekarang bagaimana dengan manusia? Manusia ada kemungkinan tidak dapat menepati janjinya kepada ALLAH SWT akibat pengaruh SYAITAN ataupun AHWA nya dan jika sampai itu terjadi maka ALLAH SWT akan lepas tanggung jawab kepada manusia.
Timbul pertanyaan, sejauh manakah ikatan ini berlaku? Sepanjang para pihak menepati janji di dalam melaksanakan ikatan tentang perwalian, maka hak dan kewajiban para dapat dilaksanakan. Sekarang jika ALLAH SWT yang telah menjadi WALI kepada diri kita, selanjutnya mungkinkah ALLAH SWT ingkar janji? ALLAH SWT tidak akan pernah ingkar janji dengan apa-apa yang telah dijanjikannya, sekarang bagaimana dengan manusia? Manusia ada kemungkinan tidak dapat menepati janjinya kepada ALLAH SWT akibat pengaruh SYAITAN ataupun AHWA nya dan jika sampai itu terjadi maka ALLAH SWT akan lepas tanggung jawab kepada manusia.
6.
AGAMA UNIVERSAL & AGAMA PERDAMAIAN
Setiap manusia pasti
terdiri dari JASMANI dan RUHANI,
dimana JASMANI berasal dari alam sedangkan RUHANI berasal dari ALLAH SWT.
Selanjutnya JASMANI yang berasal dari alam tentu mempunyai sifat dan perilaku
seperti layaknya alam sebagai dzat pembentuk dari JASMANI sedangkan RUHANI
berasal dari ALLAH SWT tentu RUHANI mempunyai sifat dan perilaku yang tidak
berbeda dengan perilaku dan perbuatan ALLAH SWT (dalam hal ini adalah SIFAT
MA'ANI dan ASMAUL HUSNA) sebagai dzat pembentuk
dari RUHANI. Setelah JASMANI dan RUHANI bersatu dalam diri manusia maka
baik JASMANI dan RUHANI akan berusaha saling pengaruh mempengaruhi dan/atau
mengadakan pembentukan karakter kepada diri manusia sehingga jika JASMANI yang
menang maka karakter dan perilaku manusia layaknya seperti perilaku alam
sedangkan jika RUHANI yang menang maka karakter dan perilaku manusia layaknya
seperti perilaku ALLAH SWT dalam hal ini adalah perilaku ASMAUL HUSNA.
Maka Apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, Padahal
kepada-Nya-lah menyerahkan diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik
dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allahlah mereka dikembalikan.
(surat
Ali Imran (3) ayat 83)
Dalam kehidupan
sehari-hari, jika kita selalu memandang
dan berpedoman hanya kepada JASMANI semata,
maka tidak akan pernah ada yang namanya kesamaan di antara umat manusia, yang ada hanyalah perbedaan yang di akibatkan
dari sifat-sifat alamiah JASMANI yang berasal dari alam. Contohnya akan timbul
adanya suku-suku seperti Sunda, Jawa, Padang, Bugis, Melayu, Batak, Palembang,
Tionghoa, dll. Akibat yang ditimbulkan adalah masing-masing suku akan membawa
egonya masing-masing dan/atau kepentingan sukunya masing-masing. Adanya hal ini
di dalam diri manusia, jika tidak dibenahi akan dapat mengakibatkan perpecahan,
akan dapat menimbulkan dan mengakibatkan fanatisme kesukuan dan kedaerahan,
sulit terwujudnya persatuan dan kesatuan bangsa.
Selanjutnya jika perbedaan-perbedaan ini ditambah dengan pengaruh SYAITAN dan pengaruh AHWA maka yang terjadi apa yang disebut dengan individualisme, taqlid buta, mementingkan suku atau golongan, melebarnya jurang si kaya dengan si miskin, saling curiga mencurigai, pecahnya persatuan dan kesatuan bangsa dan negara dst. Selanjutnya bagaimana jika kita berpedoman kepada RUHANI? RUHANI yang berasal dari ALLAH SWT tentu mempunyai sifat dan perbuatan yang tidak akan berbeda dengan sifat dan perbuatan ALLAH SWT sehingga RUHANI akan membawa pengaruh yang positif di dalam diri manusia dan jika hal ini dikembangkan di antara sesama manusia akan terciptalah kedamaian di dalam masyarakat, bangsa dan negara, atau bahkan di muka bumi. Timbulnya ini dikarenakan setiap orang merasa ia berasal dari satu keturunan atau satu asal muasalnya, dalam hal ini RUHANI seluruh manusia asalnya dari ALLAH SWT. Adanya kesamaan dan persamaan asal muasal jika ditumbuhkembangkan akan menumbuhkan rasa kebersamaan di dalam masyarakat, tumbuhnya rasa kesetiakawanan sosial, tolong menolong dst.
Selanjutnya jika perbedaan-perbedaan ini ditambah dengan pengaruh SYAITAN dan pengaruh AHWA maka yang terjadi apa yang disebut dengan individualisme, taqlid buta, mementingkan suku atau golongan, melebarnya jurang si kaya dengan si miskin, saling curiga mencurigai, pecahnya persatuan dan kesatuan bangsa dan negara dst. Selanjutnya bagaimana jika kita berpedoman kepada RUHANI? RUHANI yang berasal dari ALLAH SWT tentu mempunyai sifat dan perbuatan yang tidak akan berbeda dengan sifat dan perbuatan ALLAH SWT sehingga RUHANI akan membawa pengaruh yang positif di dalam diri manusia dan jika hal ini dikembangkan di antara sesama manusia akan terciptalah kedamaian di dalam masyarakat, bangsa dan negara, atau bahkan di muka bumi. Timbulnya ini dikarenakan setiap orang merasa ia berasal dari satu keturunan atau satu asal muasalnya, dalam hal ini RUHANI seluruh manusia asalnya dari ALLAH SWT. Adanya kesamaan dan persamaan asal muasal jika ditumbuhkembangkan akan menumbuhkan rasa kebersamaan di dalam masyarakat, tumbuhnya rasa kesetiakawanan sosial, tolong menolong dst.
Adanya perbedaan
pengaruh JASMANI dan/atau akibat pengaruh AHWA kepada diri manusia, tentu hal ini tidak akan pernah
dapat menciptakan kedamaian dan terpeliharanya alam ini, sedangkan salah satu maksud dan tujuan dari
KEKHALIFAHAN di muka bumi adalah untuk terciptanya kedamaian ataupun terjadinya
keteraturan dan terpeliharanya hubungan yang harmonis di antara sesama umat
manusia. Selanjutnya dapatkah maksud dan tujuan dari di adakannya KEKHALIFAHAN
di muka bumi jika perbedaan-perbedaan yang di akibatkan oleh adanya pengaruh pengaruh JASMANI atau akibat
pengaruh AHWA masih dan akan terus ada?
INGAT_ingat_INGAT
Adanya
KEKHALIFAHAN di muka bumi sudah FINAL
adanya, tidak bisa dirubah-rubah, demikian pula dengan adanya pengaruh JASMANI dan/atau adanya pengaruh
AHWA kepada diri manusia juga sudah
menjadi sebuah ketetapan ALLAH SWT atau sudah menjadi Sunnatullah yang tidak
dapat dielakkan oleh manusia sehingga harus diterima, demikian pula dengan
adanya SYAITAN.
Jika itu semua adalah asumsi dasar ataupun keadaan yang
harus di alami oleh setiap umat manusia, maka dibutuhkan sebuah alat bantu bagi
manusia untuk dapat menyatukan atau menjembatani perbedaan-perbedaan yang ada
dengan tidak melanggar SUNNATULLAH yang ada serta tidak melanggar pula keputusan final tentang KEKHALIFAHAN di muka
bumi serta menghindarkan dari pengaruh SYAITAN?
Untuk itulah ALLAH SWT menurunkan dan menciptakan DIINUL ISLAM dalam rangka menjembati dan menghilangkan perbedaan-perbedaan yang terjadi di dalam diri dan masyarakat yang asal muasalnya akibat pengaruh JASMANI dan/atau akibat pengaruh AHWA dan serta pengaruh SYAITAN. Adanya DIINUL ISLAM yang diturunkan kepada manusia, maka apa yang telah diprogramkan oleh ALLAH SWT kepada KHALIFAHNYA dapat terlaksana sesuai dengan KEHENDAKNYA. Timbul pertanyaan kenapa harus melalui DIINUL ISLAM kita dapat melaksanakan itu semua? Hal ini dimungkinkan karena :
Untuk itulah ALLAH SWT menurunkan dan menciptakan DIINUL ISLAM dalam rangka menjembati dan menghilangkan perbedaan-perbedaan yang terjadi di dalam diri dan masyarakat yang asal muasalnya akibat pengaruh JASMANI dan/atau akibat pengaruh AHWA dan serta pengaruh SYAITAN. Adanya DIINUL ISLAM yang diturunkan kepada manusia, maka apa yang telah diprogramkan oleh ALLAH SWT kepada KHALIFAHNYA dapat terlaksana sesuai dengan KEHENDAKNYA. Timbul pertanyaan kenapa harus melalui DIINUL ISLAM kita dapat melaksanakan itu semua? Hal ini dimungkinkan karena :
1) DIINUL ISLAM berasal dari FITRAH
ALLAH SWT sedangkan KEKHALIFAHAN di muka bumi merupakan hasil dari KEHENDAK
ALLAH SWT sehingga jika keduanya bertemu
dan bersinergi, tidak akan terjadi
pertentangan satu sama lainnya sebab keduanya berasal dari satu sumber yaitu
ALLAH SWT.
2) Adanya DIINUL ISLAM dapat menjadikan dan/atau membuat JASMANI hanya berfungsi sebagai kendaran bagi RUHANI di dalam menjalankan fungsi sebagai KHALIFAH di muka bumi dan/atau kita tetap dapat memakai dan mempergunakan JASMANI akan tetapi sifat dan perbuatan JASMANI atau AHWA dapat kita hindarkan atau dapat kita kurangi dan/atau JASMANI tetap utuh namun sifat dan perbuatannya telah diganti dengan sifat dan perbuatan RUHANI.
3) DIINUL ISLAM asalnya dari ALLAH SWT sedangkan JASMANI asal dari alam dan jika keduanya disatukan dan diselaraskan maka tidak akan pernah terjadi kesesuaian di antara keduanya. Ini berarti yang dapat sesuai dengan DIINUL ISLAM adalah RUHANI sebab keduanya diciptakan dari FITRAH ALLAH SWT.
Selanjutnya jika
antara RUHANI dan DIINUL ISLAM sudah di dalam keadaan yang sama, dalam hal ini
sama-sama FITRAH ALLAH SWT, dapatkah keduanya bersatu, dapatkah keduanya saling
bertautan, dapatkah keduanya saling bekerjasama, dapatkah keduanya saling isi
mengisi? FITRAH jika bertemu dengan FITRAH sama halnya AIR bertemu dengan AIR,
keduanya akan dapat berbaur, bertautan, saling isi mengisi dan saling bekerja
sama. Apa yang kami kemukakan adalah suatu keadaan yang terjadi di antara
sesama yang diciptakan oleh ALLAH SWT,
sekarang bagaiman jika RUHANI dapat tersambung dengan siaran dan gelombang dari
ALLAH SWT itu sendiri melalui perantaraan DIINUL ISLAM?
ALLAH SWT sebagai pemilik dan pencipta dari FITRAH tentu akan memberikan yang lebih dari apa yang telah terjadi antara RUHANI dengan DIINUL ISLAM. Disinilah letak pentingnya DIINUL ISLAM yang diturunkan ALLAH SWT untuk seluruh umat manusia, sebab dengan adanya DIINUL ISLAM akan dapat meniadakan dan/atau dapat menetralisir perbedaan-perbedaan yang timbul akibat perbedaan yang ditimbulkan akibat perbedaan JASMANI manusia. Inilah bukti dari kebesaran dan kemahaan ALLAH SWT yang terdapat di dalam DIINUL ISLAM yang diturunkan kepada umat manusia dan dengan kondisi ini pulalah DIINUL ISLAM dapat dikatakan sebagai AGAMA yang UNIVERSAL dikarenakan :
ALLAH SWT sebagai pemilik dan pencipta dari FITRAH tentu akan memberikan yang lebih dari apa yang telah terjadi antara RUHANI dengan DIINUL ISLAM. Disinilah letak pentingnya DIINUL ISLAM yang diturunkan ALLAH SWT untuk seluruh umat manusia, sebab dengan adanya DIINUL ISLAM akan dapat meniadakan dan/atau dapat menetralisir perbedaan-perbedaan yang timbul akibat perbedaan yang ditimbulkan akibat perbedaan JASMANI manusia. Inilah bukti dari kebesaran dan kemahaan ALLAH SWT yang terdapat di dalam DIINUL ISLAM yang diturunkan kepada umat manusia dan dengan kondisi ini pulalah DIINUL ISLAM dapat dikatakan sebagai AGAMA yang UNIVERSAL dikarenakan :
1)
AGAMA yang dapat meniadakan
perbedaan-perbedaan akibat adanya sifat dan perbuatan JASMANI, dan/atau
2) AGAMA yang dapat menjaga JASMANI tetap utuh dan terawat, tetapi sifat dan perbuatannya telah diganti oleh sifat dan perbuatan RUHANI.
3) AGAMA yang hanya memandang manusia dari satu ketentuan saja yaitu IMAN dan TAQWA semata.
Ini berarti di dalam ketentuan DIINUL ISLAM, tidak berlaku dan/atau tidak ada ketentuan hanya orang yang kaya saja atau orang miskin saja, atau laki-laki saja atau perempuan saja, atau orang yang berpangkat saja, atau orang yang mempunyai pendidikan saja, yang derajatnya paling baik atau paling mulia di sisi ALLAH SWT. ALLAH SWT tidak mempergunakan itu semua di dalam menilai KHALIFAHNYA di muka bumi, akan tetapi ALLAH SWT memiliki acuan tertentu yaitu seberapa tinggikah, seberapa baikkah, IMAN dan TAQWA seseorang. Semakin baik dan semakin tinggi IMAN dan TAQWA seseorang maka semakin tinggi derajat dan kemulian seseorang.
"Sesungguhnya
ALLAH SWT tidak melihat kepada rupa dan hartamu, tetapi ALLAH SWT melihat
kepada hati dan amalmu"
(HR Muslim)
Selanjutnya jika keadaan yang kami sebutkan diatas, dapat terpelihara dan dapat terjaga, apa yang dapat kita peroleh atau masyarakat peroleh dari DIINUL ISLAM sebagai AGAMA UNIVERSAL?
dan jika mereka condong kepada perdamaian, Maka condonglah kepadanya
dan bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah yang Maha mendengar lagi
Maha mengetahui.
(surat
Al Anfaal (8) ayat 61)
Jika seluruh umat
manusia sudah sepakat dan sudah sepaham serta sudah satu keyakinan bahwa ia
berasal dari satu keturunan atau satu asal muasal yaitu dari ALLAH SWT, maka apa yang dinamakan dengan
perbedaan-perbedaan akibat JASMANI ataupun akibat pengatuh AHWA tidak akan
pernah terjadi, yang terjadi adalah RASA PERSAUDARAAN, RASA KASIH SAYANG kepada
sesama manusia, RASA HORMAT MENGHORMATI dst. Sehingga bukan berlebihan pula
jika DIINUL ISLAM dikatakan sebagai AGAMA PERDAMAIAN.
DIINUL ISLAM sebagai AGAMA PERDAMAIAN tidak pernah mengajarkan dan/atau tidak akan pernah menyuruh umatnya untuk saling bermusuh-musuhan, saling gontok-gontokkan, saling tipu menipu, saling bunuh-bunuhan, akan tetapi selalu menganjurkan umatnya untuk saling tolong menolong sesama manusia dan/atau berbuat sesuatu yang sesuai dengan NILAI-NILAI KEBAIKAN sebagai perwujudan dari celupan ALLAH SWT yang terdapat di dalam RUHANI MANUSIA yang berasal dari NAMA-NAMA ALLAH SWT yang INDAH.
DIINUL ISLAM sebagai AGAMA PERDAMAIAN tidak pernah mengajarkan dan/atau tidak akan pernah menyuruh umatnya untuk saling bermusuh-musuhan, saling gontok-gontokkan, saling tipu menipu, saling bunuh-bunuhan, akan tetapi selalu menganjurkan umatnya untuk saling tolong menolong sesama manusia dan/atau berbuat sesuatu yang sesuai dengan NILAI-NILAI KEBAIKAN sebagai perwujudan dari celupan ALLAH SWT yang terdapat di dalam RUHANI MANUSIA yang berasal dari NAMA-NAMA ALLAH SWT yang INDAH.
Pembaca, selain dari
apa-apa yang telah kami kemukakan di atas tentang DIINUL ISLAM, masih terdapat beberapa pengertian atau arti ataupun makna
dari DIINUL ISLAM lainnya yang diciptakan dari FITRAH ALLAH SWT, yaitu:
1) AD DIIN
atau DIINUL ISLAM juga dapat diartikan sebagai
JALAN YANG LURUS atau JALAN YANG DIRIDHAI ALLAH SWT.
Barangsiapa yang Allah
menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya
untuk (memeluk agama) Islam. dan Barangsiapa yang dikehendaki Allah
kesesatannya[503], niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit,
seolah-olah ia sedang mendaki langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada
orang-orang yang tidak beriman.
dan Inilah jalan Tuhanmu;
(jalan) yang lurus. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan ayat-ayat (Kami) kepada
orang-orang yang mengambil pelajaran.
(surat
Al An'am (6) ayat 125-126)
[503] Disesatkan
Allah berarti: bahwa orang itu sesat berhubung keingkarannya dan tidak mau
memahami petunjuk-petunjuk Allah. dalam ayat ini, karena mereka itu ingkar dan
tidak mau memahami apa sebabnya Allah menjadikan nyamuk sebagai perumpamaan,
Maka mereka itu menjadi sesat.
2) AD DIIN
atau DIINUL ISLAM dapat juga berarti TIADA
TUHAN SELAIN ALLAH SWT.
jika mereka yang kamu seru itu tidak menerima seruanmu (ajakanmu) itu Maka ketahuilah, Sesungguhnya Al Quran itu diturunkan dengan ilmu[713] Allah, dan bahwasanya tidak ada Tuhan selain Dia, Maka maukah kamu berserah diri (kepada Allah)?
(surat
Huud (11) ayat 14)
[713]
Yakni: Allah saja yang dapat membuat Al Quran itu.
dan
janganlah kamu berdebat denganAhli Kitab, melainkan dengan cara yang paling
baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka, dan Katakanlah: "Kami
telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada Kami dan yang
diturunkan kepadamu; Tuhan Kami dan Tuhanmu adalah satu; dan Kami hanya
kepada-Nya berserah diri".
(surat
Al Ankabuut (29) ayat 46)
3)
AD DIIN atau DIINUL ISLAM dapat juga diartikan sebagai IKHLAS HANYA KEPADA ALLAH SWT
Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku
hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.
tiada sekutu bagiNya; dan demikian Itulah yang diperintahkan kepadaku
dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)".
(surat
Al An'am (6) ayat 162-163)
Pembaca inilah
sebahagian arti dan makna dari DIINUL ISLAM sebagai sebuah KONSEP yang berasal
dari ALLAH SWT yang khusus diturunkan
untuk KHALIFAH-NYA di muka bumi termasuk untuk diri kita, selebihnya mungkin
hanya ALLAH SWT sajalah yang tahu. Sebagai sebuah KONSEP yang berasal dari
ALLAH SWT tentu konsep ini harus bisa mencerminkan pula pemilik dari konsep itu
sendiri.
Jika DIINUL ISLAM hanya dipandang sebgai sebuah AGAMA SEMATA, tentu hal ini tidak akan dapat mencerminkan KEBESARAN dan KEMAHAAN dari pemilik konsep itu sendiri dalam hal ini ALLAH SWT. Apalagi jika DIINUL ISLAM hanya dimaknai atau diartikan hanya sebatas SYURGA dan NERAKA atau sebatas PAHALA dan DOSA, atau sebatas HALAL dan HARAM, atau sebatas KAFIR dan TAAT, atau sebatas SHAHADAT dan PUASA, atau sebatas SHALAT dan ZAKAT, atau sebatas HAJI, atau sebatas RUKUN IMAN, dan IKHSAN saja, hal ini bukannya salah akan tetapi DIINUL ISLAM sebagai KONSEP ILAHIAH bukan berarti sekedar itu semata akan tetapi lebih dari itu semua.
Jika DIINUL ISLAM hanya dipandang sebgai sebuah AGAMA SEMATA, tentu hal ini tidak akan dapat mencerminkan KEBESARAN dan KEMAHAAN dari pemilik konsep itu sendiri dalam hal ini ALLAH SWT. Apalagi jika DIINUL ISLAM hanya dimaknai atau diartikan hanya sebatas SYURGA dan NERAKA atau sebatas PAHALA dan DOSA, atau sebatas HALAL dan HARAM, atau sebatas KAFIR dan TAAT, atau sebatas SHAHADAT dan PUASA, atau sebatas SHALAT dan ZAKAT, atau sebatas HAJI, atau sebatas RUKUN IMAN, dan IKHSAN saja, hal ini bukannya salah akan tetapi DIINUL ISLAM sebagai KONSEP ILAHIAH bukan berarti sekedar itu semata akan tetapi lebih dari itu semua.
DIINUL ISLAM yang diciptakan dari FITRAH ALLAH SWT tentu harus dan wajib mencerminkan KEMAHAAN ALLAH SWT di dalamnya. Ini berarti jika kita berpedoman kepada apa-apa yang kami kemukakan di atas ini, seolah-olah ALLAH SWT hanya sebatas itu saja kemahaan dan kehebatan yang dimiliki-NYA dan jika kita tetap berpedoman dan/atau tetap berpandangan bahwa DIINUL ISLAM hanya itu semata, maka kita sendirilah yang telah menutup diri atau telah membatasi diri dengan arti dan makna dari sebuah konsep yang berasal dari ALLAH SWT sebagai sebuah TUNTUNAN dan PEDOMAN bagi keselamatan diri kita di muka bumi. Untuk itu jangan salahkan ALLAH SWT jika kita hanya memperoleh dan mendapatkan apa-apa yang telah kita persepsikan dan sangkakan kepada DIINUL ISLAM.
Watsilah bin
Al-asqa' ra. berkata: Nabi SAW bersabda: ALLAH ta'ala berfirman: Aku selalu
menurutkan sangkaan hamba-Ku terhadap diri-Ku, jika ia baik sangka kepada-Ku
maka ia dapat dari padaku apa yang ia sangka. Dan bila ia jahat (jelek) sangka
kepada-Ku, maka ia dapat apa yang ia sangka dari pada-Ku.
(HQR
Atthabarani dan Ibn Hibban; 272:71)
Abu Hurairah
ra, berkata: Nabi SAW bersabda: ALLAH ta'ala berfirman: Aku selalu mengikuti
sangkaan hamba-Ku pada-Ku, maka terserah padanya akan menyangka apa saja kepada-Ku.
(HQR
Muslim dan Alhakiem dari Watsilah dan Ibu Abud-Dunia, Alhakiem dari Abu
Hurairah ra: 272: 67)
Untuk dapat memperoleh makna dan arti DIINUL ISLAM yang sesuai dengan KEHENDAK ALLAH SWT, jangan pernah berprasangka seperti yang kami sebutkan di atas. Akan tetapi kita wajib meletakkan dan menempatkan DIINUL ISLAM sebagai cerminan dari kebesaran dan kemahaan ALLAH SWT itu sendiri, sehingga kita akan dapat memperoleh apa-apa yang terkandung di dalam DIINUL ISLAM sesuai dengan KEHENDAK ALLAH SWT atau sesuai dengan KEBESARAN ALLAH SWT.
Apabila kita berbuat dan/atau mempersepsikan dan/atau menilai DIINUL ISLAM hanya berdasarkan prasangka yang dangkal, maka tidak bedanya kita seperti "katak di dalam tempurung". Untuk itu Hadits Qudsi yang kami kemukakan di atas, kiranya dapat di jadikan pedoman bagi diri kita UNTUK TIDAK bersikap dan tidak memandang sempit DIINUL ISLAM hanya sebatas RITUAL BELAKA seperti kita menganggapDIINUL ISLAM hanya sebatas PAHALA dan DOSA atau sebatas SYURGA dan NERAKA atau sebatas HALAL dan HARAM semata. Akan tetapi kita harus keluar dari pengertian itu semua, sebab jika kita terus berprinsip seperti itu maka yang akan kita peroleh dari DIINUL ISLAMpun hanya sebatas itu pula. Sedangkan telah kita ketahui bersama bahwa ALLAH SWT lebih dari sekadar itu semua sebab ALLAH SWT adalah segala-galanya.
ALLAH SWT memang
memberikan kebebasan kepada umat manusia atau kepada KHALIFAH-NYA untuk
berprasangka kepada-NYA, apakah itu prasangka baik ataupun prasangka buruk,
atau apakah itu prasangka sempit ataupun prasangka yang mendalam. Adanya
prasangka atau penilaian yang diberikan manusia kepada DIINUL ISLAM, maka dari sinilah ALLAH SWT memulai penilaian kepada manusia.
Semakin baik dan semakin tinggi manusia
menilai atau berprasangka kepada ALLAH SWT atau semakin tinggi
manusia berprasangka terhadap DIINUL
ISLAM yang diturunkan oleh ALLAH SWT maka akan semakin tinggi dan semakin baik
pula yang akan diberikan ALLAH SWT kepada manusia. Berikut ini akan kami
kemukakan sebuah Hadits Qudsi yang memperlihatkan bagaimanakah ALLAH SWT
bersikap kepada hamba-NYA yang selalu ingat kepada-NYA.
Anas ra. berkata: Nabi SAW bersabda: ALLAH ta'ala berfirman: Wahai Anak Adam! Jika ingat kepada-Ku dalam dirimu, Akupun ingat kepadamu dalam diri-Ku dan bila engkau ingat kepada-Ku di dalam himpunan orang, akan Aku ingat kepadamu dalam himpunan yang lebih baik dari himpunanmu. Jika engkau mendekati-Ku sejengkal, Aku mendekatimu sedepa, bila engkau mendekati-Ku sedepa Aku dekati engkau sehasta. Dan bila engkau dating kepada-Ku berjalan , Aku akan datang kepadamu berlari.
(HQR
Ahmad dan Abd. Bin Hamid;272:185)
ALLAH SWT akan selalu
bersikap melebihi apa yang diperbuat oleh hambanya jika hambanya melakukan
penilaian ataupun yang berprasangka atau mempunyai perbuatan yang bersifat POSITIF POINT kepada ALLAH SWT. Akan
tetapi ALLAH SWT tidak melakukan sesuatu yang melebihi jika hambanya berbuat negatif atau
berseberangan dengan ALLAH SWT. ALLAH SWT hanya membalas sebatas penilaian
atau prasangka yang dikemukakan oleh hamba-NYA tersebut. Disinilah ALLAH SWT
menunjukkan kasih sayang-NYA kepada MANUSIA yang dijadikannya KHALIFAH di muka
bumi.
Untuk itu jangan pernah salahkan ALLAH SWT jika ALLAH SWT hanya bersikap apa adanya kepada diri kita atau bahkan ALLAH SWT tidak bersikap sama sekali kepada kita atau ALLAH SWT justru mengacuhkan diri kita, hal ini disebabkan ALLAH SWT berbuat sesuai dengan apa yang kita perbuat. Akan tetapi jika kita ingin memperoleh sesuatu yang melebihi dari yang kita perbuat maka bersikaplah sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh ALLAH SWT selaku pemilik, pencipta dari langit dan bumi termasuk di dalamnya DIINUL ISLAM.
Jika saat ini ALLAH SWT telah menurunkan DIINUL ISLAM kepada diri kita dalam rangka mensukseskan KEKHALIFAHAN di muka bumi, terimalah, letakkan, tempatkan, DIINUL ISLAM itu sesuai dengan KEMAHAAN ALLAH SWT dan jangan pernah memberikan penilaian, persepsi, anggapan, seperti KATAK DALAM TEMPURUNG untuk DIINUL ISLAM sebab baik dan buruknya PENILAIAN ALLAH SWT kepada diri kita dimulai dari apa yang kita lakukan kepada apa-apa yang dikehendaki oleh ALLAH SWT.
Untuk itu jangan pernah salahkan ALLAH SWT jika ALLAH SWT hanya bersikap apa adanya kepada diri kita atau bahkan ALLAH SWT tidak bersikap sama sekali kepada kita atau ALLAH SWT justru mengacuhkan diri kita, hal ini disebabkan ALLAH SWT berbuat sesuai dengan apa yang kita perbuat. Akan tetapi jika kita ingin memperoleh sesuatu yang melebihi dari yang kita perbuat maka bersikaplah sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh ALLAH SWT selaku pemilik, pencipta dari langit dan bumi termasuk di dalamnya DIINUL ISLAM.
Jika saat ini ALLAH SWT telah menurunkan DIINUL ISLAM kepada diri kita dalam rangka mensukseskan KEKHALIFAHAN di muka bumi, terimalah, letakkan, tempatkan, DIINUL ISLAM itu sesuai dengan KEMAHAAN ALLAH SWT dan jangan pernah memberikan penilaian, persepsi, anggapan, seperti KATAK DALAM TEMPURUNG untuk DIINUL ISLAM sebab baik dan buruknya PENILAIAN ALLAH SWT kepada diri kita dimulai dari apa yang kita lakukan kepada apa-apa yang dikehendaki oleh ALLAH SWT.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar