Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Senin, 23 Mei 2016

APA ITU DIINUL ISLAM YANG SESUNGGUHNYA?



Sebelum kita membahas tentang apakah itu DIINUL ISLAM, perkenankan kami untuk mengemukakan 2(dua) buah hadits yang diriwayatkan oleh MUSLIM dan juga oleh BUKHARI,MUSLIM sebagai berikut:


Dari Abu Hurairah ra. katanya:"Pada suatu hari Rasulullah SAW tampak sedang berkumpul dengan orang banyak. Sekonyong-konyong datang kepadanya seorang laki-laki, lalu dia bertanya: Ya, Rasulullah! Apakah yang dikatakan Iman?" Jawab Nabi SAW, "Iman ialah: (1) Iman dengan ALLAH; (2) Iman dengan para malaikat-Nya; (3) Iman dengan Kitab-kitab-Nya; (4) Iman akan menemui-Nya; (5) Iman dengan para Rasul-Nya; dan (6) Iman dengan berbangkit di akhirat." Dia bertanya pula, "Apakah yang dikatakan Islam?" Jawab Rasulullah SAW, "Islam ialah: (1) Menyembah ALLAH dan tidak mempersekutukan-Nya dengan yang lain-lain; (2) Menegakkan Shalat fardhu; (3) Membayar Zakat wajib; (4) Puasa Ramadhan." Tanyanya pula, "Ya Rasulullah! Apakah yang dikatakan Ikhsan?" Jawab Nabi SAW, "Menyembah ALLAH seolah-olah engkau melihat-Nya. Sekalipun engkau tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu". Tanyanya pula, "Bilakah terjadi hari Kiamat?" Jawab Nabi SAW, "Orang yang ditanya tidak lebih tahu daripada yang menanya. Tetapi akan kuterangkan kepadamu tanda-tandanya: (1) Apabila hamba sahaya perempuan telah melahirkan majikannya, itu adalah salah satu tandanya; (2) Apabila orang miskin yang hina dina telah menjadi pemimpin, itu juga termasuk tanda-tandanya; (3) Apabila gembala ternak yang hina, telah bermewah-mewah di gedung nan indah, itupun termasuk tanda-tandanya. Selanjutnya, ada lima perkara yang tidak seorangpun dapat mengetahuinya selain ALLAH SWT. Kemudian Rasulullah SAW membaca ayat:"Sesungguhnya ALLAH, hanya Dia sajalah yang mengetahui tentang hari kiamat' dan Dialah yang menurunkan hujan, dan yang mengetahui apa yang ada di dalam rahim. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan dikerjakannya besok; dan tiada seorangpun pula yang dapat mengetahui di bumi mana ia akan mati; Sesungguhnya ALLAH Maha Mengetahui lagi Maha mengenal." (surat Luqman ayat 34). Kemudian orang itu berlalu. Maka bersabda Rasulullah SAW, panggil orang itu kembali!" Para sahabat berusaha mencari orang itu untuk memanggilnya kembali, tetapi mereka tidak melihatnya lagi. Maka bersabda Rasulullah SAW. "Itulah Jibril. Dia datang mengajarkan Agama kepada orang banyak.
(HR Muslim No.2)


Ibn Umar ra. berkata: Rasulullah SAW bersabda: Islam  didirikan  di atas lima:
percaya bahwa tiada Tuhan melainkan ALLAH, dan bahwa
Nabi Muhammad utusan ALLAH.; Mendirikan sembahyang.; Mengeluarkan zakat;
Hajji ke Baitullah, jika kuat perjalanannya; Puasa bulan Ramadhan.
(HR Bukhari Muslim, Al Lulu Wal Marjan No. 9)


Berdasarkan 2(dua) hadits di atas ini, DIINUL ISLAM dapat dibedakan menjadi 3(tiga) buah ketentuan pokok dan/atau AD DIIN atau DIINUL ISLAM terdiri 3(tiga) buah ketentuan induk yang terdiri dari:

a)      KETENTUAN tentang RUKUN IMAN yang terdiri dari 6 (enam) buah  ketentuan yaitu:
1)      Iman dengan ALLAH;
2)      Iman dengan para malaikat-Nya;
3)      Iman dengan Kitab-kitab-Nya;
4)      Iman akan menemui-Nya;
5)      Iman dengan para Rasul-Nya; dan
6)      Iman dengan berbangkit di akhirat.

b)      KETENTUAN tentang RUKUN ISLAM yang terdiri dari 5(lima) buah ketentuan yaitu:

1)      Menyembah ALLAH dan tidak mempersekutukan-Nya dengan yang lain-lain;
2)      Menegakkan Shalat fardhu;
3)      Membayar Zakat wajib;
4)      Puasa Ramadhan.
5)      Haji, jika mampu.

c) KETENTUAN tentang IKHSAN, yaitu "Menyembah ALLAH seolah-olah engkau melihat-Nya. Sekalipun engkau tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu".


Selanjutnya apa yang disebut dengan RUKUN dan apa yang harus kita perbuat dengan RUKUN-RUKUN itu ? RUKUN dapat diartikan sebuah rangkaian ketentuan yang harus di taati dan dilaksanakan serta dijalankan oleh setiap orang dengan kesadaran penuh  dalam satu rangkaian yang tidak terpisahkan antara satu ketentuan yang satu dengan ketentuan yang lainnya. Sebagai contoh, kita tidak dapat hanya BERIMAN kepada ALLAH SWT saja sewaktu melaksanakan RUKUN IMAN dengan mengabaikan dan/atau meniadakan IMAN kepada yang lainnya atau sebaliknya. Jika kita ingin melaksanakan RUKUN IMAN maka kita wajib melaksanakan dan menjalankan RUKUN IMAN yang ENAM dalam satu kesatuan yang tidak terpisahkan antara satu ketentuan dengan ketentuan yang lainnya. Hal yang sama juga berlaku dengan ketentuan RUKUN ISLAM, kita tidak diperkenankan hanya ber-SHAHADAT saja tetapi tidak mendirikan SHALAT, tidak menunanaikan ZAKAT, tidak PUASA dan tidak BERHAJI jika mampu. 


Akan tetapi jika kita sudah berSHAHADAT maka kita wajib melaksanakan seluruh ketentuan rukun Islam lainnya dalam satu kesatuan yang tidak terpisahkkan. Jika ini adalah ketentuan daripada RUKUN, selanjutnya bagaimana dengan ketentuan DIINUL ISLAM? Ketentuan RUKUN juga berlaku pada DIINUL ISLAM, yaitu kita wajib mentaati dan melaksanakan serta menjalankan RUKUN IMAN, RUKUN ISLAM dan IKHSAN dalam satu kesatuan yang tidak terpisahkan antara satu ketentuan rukun dengan ketentuan rukun yang lainnya. 

Contohnya kita tidak diperkenankan hanya melaksanakan RUKUN IMAN saja dengan mengabaikan sebahagian atau secara keseluruhan RUKUN ISLAM dan IKHSAN atau sebaliknya, akan tetapi jika kita sudah menyatakan dan melaksanakan RUKUN IMAN maka kitapun wajib melaksanakan dan menjalankan RUKUN ISLAM dan IKHSAN dalam satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Jika kita hanya melaksanakan hanya salah satu RUKUN saja atau hanya melaksanakan RUKUN IMAN saja, hal ini seperti kita memakai celana tapi tidak memakai baju dan/atau memakai baju tetapi tidak memakai celana. Ini berarti bahwa ketentuan RUKUN IMAN, RUKUN ISLAM dan AD DIIN merupakan satu kesatuan intergral yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya.  


Jika saat ini kita mempunyai sebuah konsep tentang taman atau lukisan, maka konsep tersebut adalah cerminan dari diri kita sendiri yang tertuang di dalam taman/lukisan yang akan kita buat. Dan jika DIINUL ISLAM itu adalah KONSEP ILAHIAH yang berasal dan diciptakan oleh ALLAH SWT maka keberadaan  DIINUL ISLAM tidak lain adalah cerminan langsung dari keberadaan dan juga kebesaran ALLAH SWT itu sendiri. Selanjutnya jika saat ini kita masih hidup di dunia, berarti saat ini kita sedang melaksanakan fungsi sebagai KHALIFAH di muka bumi dan juga berarti kita juga membutuhkan dan memerlukan DIINUL ISLAM sebagai PENUNTUN dan PEDOMAN bagi kita di dalam melaksanakan tugas sebagai KHALIFAH di muka bumi. 


ALLAH SWT selaku PEMILIK yang sekaligus PENCIPTA dari apa-apa yang ada di muka bumi termasuk di dalamnya diri kita, sudah menetapkan dan menurunkan kepada seluruh manusia akan adanya KONSEP ILAHIAH dalam bentuk DIINUL ISLAM,  selanjutnya DIINUL ISLAM yang seperti apakah yang diinginkan oleh ALLAH SWT dan/atau DIINUL ISLAM yang bagaimanakah yang dikehendaki oleh ALLAH SWT dan/atau bagaimanakah bentuk FITRAH dari DIINUL ISLAM itu sendiri serta   apa yang harus kita sikapi dengan adanya DIINUL ISLAM itu sendiri? Berikut ini akan kami kemukakan beberapa  makna ataupun arti dari  DIINUL ISLAM itu sendiri dari sisi  ALLAH SWT selaku PEMILIK dan PENCIPTA dari DIINUL ISLAM.


 1. BERTAUHID HANYA KEPADA ALLAH SWT


DIINUL ISLAM selama ini banyak diartikan hanya sebagai AGAMA ISLAM saja oleh sebahagian masyarakat dan mungkin juga oleh diri kita sendiri. Akan tetapi DIINUL ISLAM mempunyai dimensi, makna, arti, maksud dan tujuan yang lebih dari sekedar hanya diartikan sebagai AGAMA ISLAM. DIINUL ISLAM memiliki banyak sisi yang melekat di dalamnya dikarenakan DIINUL ISLAM adalah sebuah KONSEP ILAHIAH yang merupakan TUNTUNAN dan PEDOMAN bagi keselamatan KHALIFAH-NYA di muka bumi atau dengan kata lain DIINUL ISLAM merupakan cerminan dari kebesaran dan kemahaan ALLAH SWT yang ditujukan dan diperuntukkan untuk KHALIFAH-NYA di muka bumi sehingga KHALIFAH-NYA memperoleh kemudahan, tuntunan, petunjuk, pedoman, di dalam melaksanakan tugasnya sebagai KHALIFAH di muka bumi serta dapat terjalinnya hubungan yang baik antara PENCIPTA dengan CIPTAAN-NYA.   


Jika kita mengacu kepada surat Al Hasyr (59) ayat 22-23, maka DIINUL ISLAM dapat mempunyai makna ataupun arti BERTAUHID hanya kepada ALLAH SWT. Untuk itu mari kita pelajari surat  Al Hasyr (59) ayat 22-23 seperti yang kami kemukakan di atas.  ALLAH SWT di dalam surat Al Hasyr (59) ayat 22-23, dengan tegas menyatakan keberadaan diri-NYA sendiri kepada seluruh umat manusia, yaitu dengan menyatakan bahwa tidak ada TUHAN selain diri-NYA sendiri. 


Selanjutnya TUHAN yang seperti apakah yang dinyatakan oleh ALLAH SWT? ALLAH SWT menyatakan bahwa ALLAH SWT adalah Tuhan yang mengetahui yang Ghaib dan yang Nyata; Tuhan yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang; Tuhan yang Maha Diraja; Tuhan yang Maha Suci; Tuhan yang Maha Sejahtera; Tuhan yang Maha Mengaruniakan Keamanan; Tuhan yang Maha Memelihara; Tuhan yang Maha perkasa; Tuhan yang Maha Kuasa, Tuhan yang memiliki segala Keagungan dan Tuhan yang  Maha suci. Jika ini adalah kondisi dan keadaan dari ALLAH SWT, apa yang harus kita lakukan dan perbuat?


 Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Dia-lah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
 Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, Raja, yang Maha Suci, yang Maha Sejahtera, yang Mengaruniakan Keamanan, yang Maha Memelihara, yang Maha perkasa, yang Maha Kuasa, yang memiliki segala Keagungan, Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.
(surat Al Hasyr (59) ayat 22-23)


MANUSIA sebagai MAKHLUK yang diciptakan oleh ALLAH SWT dan yang juga hidup di bumi yang dimiliki pula oleh ALLAH SWT serta dapat HIDUPpun karena ALLAH SWT dan juga keberadaanyapun karena KEHENDAK ALLAH SWT. Ini berarti bahwa MANUSIA tidak mempunyai apa-apa dibandingkan dengan ALLAH SWT. Untuk itu lihatlah diri kita sendiri, siapakah yang memberikan kepada diri kita:

1)      RUH.
2)      AMANAH 7.
3)      HUBBUL atau KEINGINAN.
4)      AKAL/PERASAAN atau HATI.
5)      BUMI tempat bernaung.
6)      UDARA dan AIR yang kita butuhkan.
7)      FLORA dan FAUNA yang dapat kita konsumsi.


Apakah RUH, apakah AMANAH 7, apakah HUBBUL, apakah AKAL/PERASAAN/HATI, apakah BUMI, AIR dan UDARA, apakah FLORA dan FAUNA ada dengan sendirinya tanpa ada yang mengadakannya atau apakah kita sanggup menyediakan itu semua? RUH, AMANAH 7, HUBBUL, AKAL/PERASAAN/HATI, BUMI, AIR dan UDARA  serta FLORA dan FAUNA sudah ada lebih dahulu dibandingkan dengan manusia. Dengan demikian manusia bukanlah yang menciptakan ataupun yang dapat menyediakan itu semua bagi diri manusia sebab pencipta harus lebih dahulu ada dibandingkan dengan ciptaannya. Jika bukan manusia yang menciptakan, siapakah yang mampu menciptakan itu semua? 


ALLAH SWT lah satu-satu yang sanggup dan yang mampu menciptakan RUH, AMANAH 7, HUBBUL, AKALatau PERASAAN atau HATI RUHANI,  BUMI, AIR dan UDARA serta FLORA dan FAUNA, selain ALLAH SWT tidak akan sanggup dan tidak akan mampu menciptakan itu semua. MANUSIA sebagai makhluk yang menerima dan yang memanfaatkan, serta yang juga akan mempertanggung-jawabkan RUH, AMANAH 7, HUBBUL,  AKAL/PERASAAN/HATI, BUMI, AIR dan UDARA, FLORA dan FAUNA, patutkah dan pantaskah serta pantaskah dan patutkah, jika :

1)      MANUSIA berlaku SOMBONG kepada ALLAH SWT?
2)      MANUSIA berlaku tidak sopan kepada ALLAH SWT?
3)      MANUSIA mengaku-ngaku bahwa ia adalah pencipta dan pemilik dari itu semua?
4)      MANUSIA meletakkan dan menempatkan ALLAH SWT sebagai makhluk yang sejajar dengan dirinya?   

Jika kita termasuk orang yang TAHU DIRI dan telah MENGENAL DIRI, maka tidak sepantasnya dan tidak sepatutnya kita melakukan itu semua kepada ALLAH SWT sebagai pencipta dan pemilik alam semesta ini. Selanjutnya apa yang harus kita perbuat kepada ALLAH SWT?

Barangsiapa yang mengenal dirinya, pasti dia dapat mengenal Tuhannya.

Barangsiapa yang mengenal Tuhannya, pasti dia dapat mengenal dirinya.


Untuk itu kita wajib menempatkan dan meletakkan   ALLAH SWT sesuai dengan posisi yang sebenar-benarnya seperti yang dinyatakannya dalam surat Al Hasyr (59) ayat 22-23 di atas. Sekarang jika tidak ada DIINUL ISLAM yang diturunkan oleh ALLAH SWT dapatkah kita melakukan itu semua sesuai dengan kehendak ALLAH SWT yang sudah dikemukakannya dalam surat  Al Hasyr (59) ayat 22-23? Kita tidak dapat melakukan dan perbuat sesuai dengan kehendak dan keinginan dari yang memiliki kehendak dan keinginan itu sendiri jika tidak ada sesuatu alat bantu yang dipergunakan untuk menyamakan persepsi, atau menyamakan maksud dan tujuan. Untuk dapat mengakui akan KEBESARAN ALLAH SWT; 

Untuk dapat menyatakan BERTAUHID hanya kepada ALLAH SWT; Untuk mengakui akan KEESAAN ALLAH SWT; Untuk dapat menempatkan dan meletakkan posisi keberadaan ALLAH SWT pada kedudukan yang semestinya, maka harus ada media khusus tertentu bagi manusia dalam rangka melaksanakan itu semua, apakah media khusus tersebut? Untuk itu ALLAH SWT menurunkan dan memberikan kepada KHALIFAH-NYA berupa AD DIIN atau DIINUL ISLAM sebagai :


1)    sarana dan alat bantu bagi KHALIFAHNYA yang ingin menempatkan dan meletakkan ALLAH SWT pada posisi yang sebenarnya dan/atau

2)   tuntunan dan pedoman bagi KHALIFAHNYA yang ingin menempatkan ALLAH SWT sesuai dengan keinginan ALLAH SWT itu sendiri.


Timbul pertanyaan, siapakah yang membutuhkan DIINUL ISLAM, manusiakah atau ALLAH SWTkah?  ALLAH SWT pasti tidak membutuhkan DIINUL ISLAM, yang membutuhkan DIINUL ISLAM adalah MANUSIA. Setelah diberikan DIINUL ISLAM maka kita diwajibkan untuk melaksanakan  DIINUL ISLAM yang berasal dari ALLAH SWT dalam satu kesatuan yang tidak terpisahkan dan jika kita sudah melaksanakannya berarti kita sudah memberikan PERNYATAAN KETAUHIDAN kepada ALLAH SWT  tentang tidak  ada TUHAN selain ALLAH SWT yang patut dan pantas dijadikan TUHAN. 

Untuk itu DIINUL ISLAM harus didukung oleh komitmen yang tegas yang keluar dari kesadaran diri sendiri tanpa ada unsur paksaaan dari siapaun juga. DIINUL ISLAM akan sia-sia diturunkan oleh ALLAH SWT ke muka bumi dan/atau tidak akan memberikan manfaat, jika manusia yang menerima dan menjalankan DIINUL ISLAM tidak mempunyai  komitmen apapun dengan DIINUL ISLAM yang akan dijadikan TUNTUNAN dan PEDOMAN di dalam menjalankan tugas sebagai KHALIFAH di muka bumi serta yang akan menghantarkan diri kita pulang kampung ke SYURGA untuk bertemu dengan ALLAH SWT.



2. BERSERAH DIRI HANYA KEPADA ALLAH SWT



DIINUL ISLAM dapat pula diartikan atau memiliki makna BERSERAH DIRI hanya kepada ALLAH SWT. Adanya makna seperti ini, menandakan bahwa di dalam DIINUL ISLAM terkandung sebuah arti hubungan antara ALLAH SWT selaku PEMILIK dan PENCIPTA dengan MANUSIA sebagai CIPTAAN-NYA. Selanjutnya apakah yang dimaksud dengan makna berserah diri hanya kepada ALLAH SWT? MANUSIA sebagai makhluk HASIL KARYA atau makhluk ciptaan ALLAH SWT dan juga sebagai makhluk yang hanya dipinjamkan dan/atau sebagai makhluk yang hanya diperbolehkan untuk mendayagunakan RUH dan AMANAH 7, HATI/AKAL/PERASAAN serta HUBBUL, dan/atau makhluk yang harus dapat mempertanggungjawabkan segala perbuatannya  selama hidup di dunia, apa yang dapat kita banggakan, apa yang dapat kita sombongkan, apa yang kita miliki, dibandingkan dengan ALLAH SWT? 


Jika saat ini kita masih hidup di muka bumi, di bumi siapakah sekarang kita hidup dan punyakah kita hak untuk hidup di bumi jika yang mempunyai bumi tidak merestui kita hidup di dalamnya? Bumi yang saat ini kita tempati bukanlah milik kita akan tetapi adalah milik ALLAH SWT. ALLAH SWT selain sebagai pemilik dari bumi, ALLAH SWT juga adalah PENCIPTA, PEMELIHARA, PENGAWAS, PENGAYOM dari bumi termasuk diri kita sendiri serta ALLAH SWT juga yang memberikan kesempatan kepada diri kita untuk hidup di muka bumi yang diciptakan dan yang dimilikinya. Dan jika ini adalah keadaan dari bumi dan diri kita, punya apakah kita dibandingkan dengan ALLAH SWT? Kita tidak memiliki apapun juga dibandingkan dengan ALLAH SWT.



dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzkikan Allah kepada mereka, Maka Tuhanmu ialah Tuhan yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah),
(surat  Al Hajj (22) ayat 34)


Katakanlah: "Hai ahli Kitab, Marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara Kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Tuhan selain Allah". jika mereka berpaling Maka Katakanlah kepada mereka: "Saksikanlah, bahwa Kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)".
(surat Ali Imran (3) ayat 64)


MANUSIA sebagai makhluk yang miskin, yang tidak punya apa-apa, yang hanya menumpang di bumi ALLAH SWT, makhluk yang tidak memiliki apapun kecuali doa, makhluk yang ada di muka bumi karena KEHENDAK  ALLAH SWT, tidak sepantasnya dan tidak sepatutnya sombong, menyepelekan,  menempatkan diri di atas PEMILIK dan PENCIPTA dari seluruh jagad raya ini. Adanya kesenjangan kondisi antara MANUSIA dan ALLAH SWT, tentu sudah dipikirkan oleh ALLAH SWT di dalam Ilmu-Nya, untuk itulah ALLAH SWT menurunkan DIINUL ISLAM yang berasal dari FITRAH-NYA sendiri kepada manusia sebagai sarana bagi manusia untuk:

1) meletakkan dan menempatkan ALLAH SWT sesuai dengan FITRAHNYA dan/atau meletakkan dan menempatkan Manusia sesuai dengan FITRAH-NYA pula.

2)   Alat bantu bagi manusia yang ingin menghargai  ALLAH SWT sebagai PEMILIK dan PENCIPTA alam ini.

3)      Untuk menciptakan keharmonisan hubungan antar PENCIPTA dengan CIPTAAN-NYA.  


Adanya DIINUL ISLAM sangat membantu manusia di dalam menjaga hubungan dengan ALLAH SWT sehingga  apa-apa yang dikemukakan di dalam surat Al Hajj (22) ayat 34 dan surat Ali Imran (3) ayat 64 dapat terealisir yaitu BERSERAH DIRI kepada ALLAH SWT menjadi lebih ringan dan mudah dilaksanakan. Berserah diri bukanlah perbuatan hina dan memalukan dihadapan ALLAH SWT, akan tetapi sebuah tindakan yang terpuji sebagai sebuah bentuk penghormatan dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada ALLAH SWT serta sudah selayaknya dan sepantasnya kita melakukan itu semua kepada ALLAH SWT. Sekarang apa yang dapat kita perbuat dengan posisi kita yang lemah jika  ALLAH SWT tidak pernah menurunkan DIINUL ISLAM sedangkan kita harus menempatkan dan meletakkan ALLAH SWT pada posisi yang sebenarnya?

Kita tidak tidak dapat berbuat apa-apa dengan kondisi kita yang sangat lemah dibandingkan ALLAH SWT, dengan demikian manusia sangat membutuhkan DIINUL ISLAM dalam rangka mengabdi, menghargai, menempatkan, meletakkan, berserah diri, hanya kepada  ALLAH SWT semata. Inilah   DIINUL ISLAM yang diturunkan ALLAH SWT kepada seluruh umat manusia, sekarang tinggal bagaimana manusia memahaminya, melaksanakannya, mewujudkannya, merealisasikannya, menerimanya, dalam kehidupan di muka bumi. ALLAH SWT tidak akan pernah RUGI sebab ALLAH SWT MAHA  KAYA ataupun ALLAH SWT akan KALAH jika manusia enggan dan tidak mau menerima DIINUL ISLAM sebagai AGAMA yang HAQ bagi manusia. 



3.  TUNDUK PATUH KEPADA ALLAH SWT


DIINUL ISLAM juga memiliki arti dan makna tunduk dan patuh hanya kepada ALLAH SWT. Tunduk dan patuh adalah sebuah pernyataan sikap dari seseorang kepada sesuatu sebagai  sebuah perwujudan atas penghargaan dan pengakuan dari kehebatan dan kemampuan yang telah ditunjukkan kepada orang yang telah tunduk dan patuh. Seseorang untuk dapat tunduk dan patuh tentu harus melalui sebuah proses yang berkesinambungan atau setelah mengakui dan merasakan atas kehebatan dan kemampuan dari sesuatu tersebut atau setelah kita merasa diri kita tidak akan mampu berbuat untuk mengalahkan kehebatan dan kemampuan sesuatu tersebut. 


Sekarang bagaimana kita akan tunduk dan patuh kepada sesuatu jika kita tidak mempunyai pedoman atau aturan yang baku untuk melaksanakan hal tersebut? Manusia sebagai makhluk yang tidak memiliki apapun kecuali doa dan permohonan, manusia sebagai makhluk yang hanya diciptakan dan hanya menumpang sementara di muka bumi, adalah sangat tidak masuk akal dan tidak dapat dimengerti dan sangat zhalim,  jika manusia berlaku sombong, keras kepala, tidak mau diatur, tidak tahu sopan santun kepada ALLAH SWT sebagai PEMILIK dan PENCIPTA dari seluruh alam termasuk diri manusia itu sendiri. 


Katakanlah (ya Muhammad): "Sesungguhnya aku dilarang menyembah sembahan yang kamu sembah selain Allah setelah datang kepadaku keterangan-keterangan dari Tuhanku; dan aku diperintahkan supaya tunduk patuh kepada Tuhan semesta alam.
(surat Al Mu'min (40) ayat 66)



ALLAH SWT adalah PEMILIK dari semua yang ada di langit dan di bumi, tidak ada sesuatupun yang ada di antara langit dan bumi yang tidak diciptakan dengan ilmu-NYA sendiri. Semuanya jika dipelajari dan ditelusuri dengan seteliti-telitinya akan kembali kepada ALLAH SWT selaku PEMILIK  yang sekaligus PENCIPTA dari itu semua. Jika kondisi ALLAH SWT sudah sedemikian hebat dibandingkan manusia, apakah patut dan pantas jika manusia berlaku sombong dan tidak tunduk dan patuh kepada ALLAH SWT Tuhan semesta alam? 


ALLAH SWT dapat saja dengan kekuasaan dan kemahaan yang dimiliki-NYA menunjukkan kesewenang-wenangan-NYA atau dengan menunjukkan ego-NYA, untuk membuat makhluk-NYA tidak berkutik atau memaksakan kehendak-NYA sehingga makhluk-NYA tunduk dan patuh kepada-NYA. Akan tetapi ALLAH SWT memiliki sesuatu hal yang berasal dari FITRAH-NYA dengan menurunkan AD DIIN atau DIINUL ISLAM sebagai sarana bagi makhluknya untuk menyatakan tunduk dan patuh hanya kepada ALLAH SWT. Adanya DIINUL ISLAM yang diturunkan oleh ALLAH SWT maka apa-apa yang melekat dengan kemampuan dan kemahaan ALLAH SWT dapat terjaga keFITRAHAN-NYA sedangkan manusia tahu dan mengerti siapa diri mereka sebenarnya. Selanjutnya akan terciptalah hubungan yang harmonis antara ALLAH SWT selaku PEMILIK dan PENCIPTA dengan MANUSIA selaku CIPTAAN-NYA.



4. TIDAK MENSYERIKATKAN ALLAH SWT


DIINUL ISLAM dapat juga berarti atau mempunyai makna TIDAK MENSYERIKATKAN ALLAH SWT dengan sesuatu apapun juga. Tindakan mensyerikatkan ALLAH SWT dengan sesuatu merupakan sebuah tindakan yang sangat dibenci dan paling tidak disukai ALLAH SWT. Mensyerikatkan ALLAH SWT berarti kita telah meniadakan dan/atau telah menghilangkan dan/atau kita juga telah menganggap kemampuan dan kemahaan ALLAH SWT sudah tidak berlaku lagi atau sudah tidak ada apa-apanya lagi dan/atau sesuatu yang disyerikatkan lebih hebat dan lebih mampu dibandingkan dengan ALLAH SWT.  ALLAH SWT akan memberikan balasan ataupun penghargaan yang setinggi-tingginya bagi hambanya atau mungkin kepada diri kita yang berani mensyerikatkan ALLAH SWT dengan sesuatu yaitu "TIADA AMPUN BAGIMU". 

Sekarang timbul pertanyaan, bagaimana kita dapat menghindarkan atau jangan sampai melakukan tindakan mensyerikatkan   ALLAH SWT dengan sesuatu sebagaimana yang terdapat dalam surat Ali Imran (3) ayat 80, jika kita tidak mempunyai patokan dan batasan-batasan ataupun rambu-rambu yang jelas?  


dan (tidak wajar pula baginya) menyuruhmu menjadikan Malaikat dan Para Nabi sebagai tuhan. Apakah (patut) Dia menyuruhmu berbuat kekafiran di waktu kamu sudah (menganut agama) Islam?".
(surat Ali Imran (3) ayat 80)


DIINUL ISLAM adalah jalan keluar yang diberikan ALLAH SWT kepada KHALIFAH-NYA di muka bumi. Adanya  DIINUL ISLAM yang bermakna tidak mensyerikatkan ALLAH SWT dengan sesuatu hal, maka kita dapat terhindar atau jangan sampai terkena kemarahan, kebencian, kemurkaan  ALLAH SWT yang di alamatkan ke diri kita. Selanjutnya sudahkah kita melaksanakan DIINUL ISLAM sesuai dengan keinginan dan kehendak ALLAH SWT?


  
5. WALIKU HANYA ALLAH SWT



DIINUL ISLAM selain mempunyai makna yang telah kami kemukakan sebelumnya, DIINUL ISLAM juga berarti WALIKU HANYA ALLAH SWT. Jika kita telah menyatakan bahwa ALLAH SWT adalah WALIKU maka pernyataan ini mempunyai 2(dua) makna yang mendasar, yaitu:

1)      Adanya pengakuan atas kebesaran dan kemahaan kepada ALLAH SWT sehingga dengan adanya pernyataan ini, kita yakin bahwa ALLAH SWT akan mampu menjaga, akan mampu memelihara, akan mampu melindungi, akan mampu mengawasi, diri kita dari segala bentuk ancaman, bahaya, niat busuk, niat jahat, atau apapun juga yang dapat membahayakan atau merugikan diri kita.

2)     Adanya pengakuan bahwa diri kita tidak memiliki kemampuan dan kehebatan dan/atau adanya pernyataan merendahkan diri kepada ALLAH SWT. Ini berarti kita mengakui bahwa diri kita adalah makhluknya yang tidak mempunyai apapun juga, makhluk yang lemah, makhluk yang miskin, makhluk yang tidak mengerti apa-apa, makhkuk yang bodoh, makhluk yang tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan ALLAH SWT. 


Setelah menyatakan bahwa ALLAH SWT adalah WALIKU, ini berarti kita menyatakan dengan sesungguhnya bahwa ALLAH SWT bukan saja sebagai PENCIPTA dan PEMILIK tetapi ALLAH SWT juga PEMELIHARA, PENJAGA, PELINDUNG, PENGAWAS, PENGAYOM diri kita. Selanjutnya dapatkah kita melaksanakan pernyataan tersebut di atas tanpa ada tuntunan dan pedoman yang baku, jelas, dan terperinci?


Katakanlah: "Apakah akan aku jadikan pelindung selain dari Allah yang menjadikan langit dan bumi, Padahal Dia memberi Makan dan tidak memberi makan?" Katakanlah: "Sesungguhnya aku diperintah supaya aku menjadi orang yang pertama kali menyerah diri (kepada Allah), dan jangan sekali-kali kamu masuk golongan orang musyrik."
(surat Al An'am (6) ayat 14)


DIINUL ISLAM memberikan tuntunan dan pedoman  yang terbaik bagi umat manusia untuk melaksanakan pernyataan WALIKU hanya ALLAH SWT. DIINUL  ISLAM mengatur, memerinci, menerangkan, menjabarkan, itu semua termasuk di dalamnya hak dan kewajiban para pihak baik ALLAH SWT sebagai WALI dan juga MANUSIA yang meminta perwalian kepada ALLAH SWT . Sekarang jika telah menyatakan berwali kepada ALLAH SWT, ini berarti antara diri kita dengan ALLAH SWT telah terikat dengan suatu hubungan dengan perantaraan DIINUL ISLAM. 

Timbul pertanyaan, sejauh manakah ikatan ini berlaku? Sepanjang para pihak menepati janji di dalam melaksanakan ikatan tentang perwalian, maka hak dan kewajiban para dapat dilaksanakan. Sekarang jika  ALLAH SWT yang telah menjadi  WALI kepada diri kita, selanjutnya mungkinkah ALLAH SWT ingkar janji? ALLAH SWT tidak akan pernah ingkar janji dengan apa-apa yang telah dijanjikannya, sekarang bagaimana dengan manusia? Manusia ada kemungkinan tidak dapat menepati janjinya kepada ALLAH SWT akibat pengaruh SYAITAN ataupun AHWA nya dan jika sampai itu terjadi maka ALLAH SWT akan lepas tanggung jawab kepada manusia. 



6. AGAMA UNIVERSAL & AGAMA PERDAMAIAN



Setiap manusia  pasti  terdiri dari  JASMANI dan RUHANI, dimana JASMANI berasal dari alam sedangkan RUHANI berasal dari ALLAH SWT. Selanjutnya JASMANI yang berasal dari alam tentu mempunyai sifat dan perilaku seperti layaknya alam sebagai dzat pembentuk dari JASMANI sedangkan RUHANI berasal dari ALLAH SWT tentu RUHANI mempunyai sifat dan perilaku yang tidak berbeda dengan perilaku dan perbuatan ALLAH SWT (dalam hal ini adalah SIFAT MA'ANI dan ASMAUL HUSNA) sebagai dzat pembentuk  dari RUHANI. Setelah JASMANI dan RUHANI bersatu dalam diri manusia maka baik JASMANI dan RUHANI akan berusaha saling pengaruh mempengaruhi dan/atau mengadakan pembentukan karakter kepada diri manusia sehingga jika JASMANI yang menang maka karakter dan perilaku manusia layaknya seperti perilaku alam sedangkan jika RUHANI yang menang maka karakter dan perilaku manusia layaknya seperti perilaku ALLAH SWT dalam hal ini adalah perilaku ASMAUL HUSNA.

  
Maka Apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, Padahal kepada-Nya-lah menyerahkan diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allahlah mereka dikembalikan.
(surat Ali Imran (3) ayat 83)


Dalam kehidupan sehari-hari,  jika kita selalu memandang dan berpedoman hanya kepada JASMANI semata,  maka tidak akan pernah ada yang namanya kesamaan di antara umat manusia,  yang ada hanyalah perbedaan yang di akibatkan dari sifat-sifat alamiah JASMANI yang berasal dari alam. Contohnya akan timbul adanya suku-suku seperti Sunda, Jawa, Padang, Bugis, Melayu, Batak, Palembang, Tionghoa, dll. Akibat yang ditimbulkan adalah masing-masing suku akan membawa egonya masing-masing dan/atau kepentingan sukunya masing-masing. Adanya hal ini di dalam diri manusia, jika tidak dibenahi akan dapat mengakibatkan perpecahan, akan dapat menimbulkan dan mengakibatkan fanatisme kesukuan dan kedaerahan, sulit terwujudnya persatuan dan kesatuan bangsa. 


Selanjutnya jika perbedaan-perbedaan ini ditambah dengan pengaruh SYAITAN dan pengaruh AHWA maka yang terjadi apa yang disebut dengan individualisme, taqlid buta, mementingkan suku atau golongan, melebarnya jurang si kaya dengan si miskin, saling curiga mencurigai, pecahnya  persatuan dan kesatuan bangsa dan negara dst. Selanjutnya bagaimana jika kita berpedoman kepada RUHANI? RUHANI yang berasal dari ALLAH SWT tentu mempunyai sifat dan perbuatan  yang tidak akan berbeda dengan sifat dan perbuatan ALLAH SWT sehingga RUHANI akan membawa pengaruh yang positif di dalam diri manusia dan jika hal ini dikembangkan di antara sesama manusia akan terciptalah kedamaian di dalam masyarakat, bangsa dan negara, atau bahkan di muka bumi. Timbulnya ini dikarenakan setiap orang merasa ia berasal dari satu keturunan atau satu asal muasalnya, dalam hal ini RUHANI seluruh manusia asalnya dari ALLAH SWT. Adanya kesamaan dan persamaan asal muasal jika ditumbuhkembangkan akan menumbuhkan rasa kebersamaan di dalam masyarakat, tumbuhnya rasa kesetiakawanan sosial, tolong menolong dst.


Adanya perbedaan pengaruh JASMANI dan/atau akibat pengaruh AHWA kepada diri  manusia, tentu hal ini tidak akan pernah dapat menciptakan kedamaian dan terpeliharanya alam ini,  sedangkan salah satu maksud dan tujuan dari KEKHALIFAHAN di muka bumi adalah untuk terciptanya kedamaian ataupun terjadinya keteraturan dan terpeliharanya hubungan yang harmonis di antara sesama umat manusia. Selanjutnya dapatkah maksud dan tujuan dari di adakannya KEKHALIFAHAN di muka bumi jika perbedaan-perbedaan yang di akibatkan oleh adanya  pengaruh pengaruh JASMANI atau akibat pengaruh AHWA masih dan akan terus ada?


INGAT_ingat_INGAT

Adanya KEKHALIFAHAN  di muka bumi sudah FINAL adanya, tidak bisa dirubah-rubah, demikian pula dengan adanya  pengaruh JASMANI dan/atau adanya pengaruh AHWA  kepada diri manusia juga sudah menjadi sebuah ketetapan ALLAH SWT atau sudah menjadi Sunnatullah yang tidak dapat dielakkan oleh manusia sehingga harus diterima, demikian pula dengan adanya SYAITAN.


Jika itu semua  adalah asumsi dasar ataupun keadaan yang harus di alami oleh setiap umat manusia, maka dibutuhkan sebuah alat bantu bagi manusia untuk dapat menyatukan atau menjembatani perbedaan-perbedaan yang ada dengan tidak melanggar SUNNATULLAH yang ada serta tidak melanggar pula  keputusan final tentang KEKHALIFAHAN di muka bumi serta menghindarkan dari pengaruh SYAITAN? 

Untuk  itulah ALLAH SWT  menurunkan dan menciptakan DIINUL ISLAM dalam rangka  menjembati dan menghilangkan perbedaan-perbedaan yang terjadi di dalam diri dan masyarakat yang asal muasalnya akibat  pengaruh JASMANI dan/atau akibat pengaruh AHWA dan serta  pengaruh SYAITAN. Adanya DIINUL ISLAM yang diturunkan kepada manusia, maka apa yang telah diprogramkan oleh ALLAH SWT kepada KHALIFAHNYA dapat terlaksana  sesuai dengan KEHENDAKNYA. Timbul pertanyaan kenapa harus  melalui  DIINUL ISLAM  kita  dapat melaksanakan itu semua? Hal ini dimungkinkan karena :


1)  DIINUL ISLAM berasal dari FITRAH ALLAH SWT sedangkan KEKHALIFAHAN di muka bumi merupakan hasil dari KEHENDAK ALLAH SWT sehingga jika  keduanya bertemu dan bersinergi,  tidak akan terjadi pertentangan satu sama lainnya sebab keduanya berasal dari satu sumber yaitu ALLAH  SWT.

2)      Adanya DIINUL ISLAM dapat menjadikan dan/atau membuat JASMANI hanya berfungsi sebagai kendaran bagi RUHANI di dalam menjalankan fungsi sebagai KHALIFAH di muka bumi dan/atau   kita tetap dapat memakai dan mempergunakan JASMANI akan tetapi sifat dan perbuatan JASMANI atau AHWA dapat kita hindarkan atau dapat kita kurangi  dan/atau JASMANI tetap utuh namun sifat dan perbuatannya telah diganti dengan sifat dan perbuatan RUHANI.    

3)      DIINUL ISLAM asalnya dari ALLAH SWT sedangkan JASMANI asal dari alam dan jika keduanya disatukan dan diselaraskan maka tidak akan pernah terjadi kesesuaian di antara keduanya. Ini berarti yang dapat sesuai dengan DIINUL ISLAM adalah RUHANI sebab keduanya diciptakan dari FITRAH  ALLAH SWT.


Selanjutnya jika antara RUHANI dan DIINUL ISLAM sudah di dalam keadaan yang sama, dalam hal ini sama-sama FITRAH ALLAH SWT, dapatkah keduanya bersatu, dapatkah keduanya saling bertautan, dapatkah keduanya saling bekerjasama, dapatkah keduanya saling isi mengisi? FITRAH jika bertemu dengan FITRAH sama halnya AIR bertemu dengan AIR, keduanya akan dapat berbaur, bertautan, saling isi mengisi dan saling bekerja sama. Apa yang kami kemukakan adalah suatu keadaan yang terjadi di antara sesama  yang diciptakan oleh ALLAH SWT, sekarang bagaiman jika RUHANI dapat tersambung dengan siaran dan gelombang dari ALLAH SWT itu sendiri melalui perantaraan DIINUL ISLAM? 

ALLAH SWT sebagai pemilik dan pencipta dari FITRAH tentu akan memberikan yang lebih dari apa yang telah terjadi antara RUHANI dengan  DIINUL ISLAM. Disinilah letak pentingnya DIINUL ISLAM yang diturunkan  ALLAH SWT untuk seluruh umat manusia, sebab dengan adanya DIINUL ISLAM akan dapat meniadakan dan/atau dapat  menetralisir perbedaan-perbedaan yang timbul akibat perbedaan yang ditimbulkan akibat perbedaan JASMANI manusia. Inilah bukti dari kebesaran dan kemahaan ALLAH SWT yang terdapat di dalam  DIINUL ISLAM yang diturunkan kepada umat manusia dan dengan kondisi ini pulalah DIINUL ISLAM dapat dikatakan sebagai AGAMA yang UNIVERSAL  dikarenakan :

1)      AGAMA yang dapat meniadakan perbedaan-perbedaan akibat adanya sifat dan perbuatan JASMANI, dan/atau

2) AGAMA yang dapat menjaga JASMANI tetap utuh dan terawat, tetapi sifat dan perbuatannya telah diganti oleh sifat dan perbuatan RUHANI.

3)  AGAMA yang hanya memandang manusia dari satu ketentuan saja yaitu IMAN dan TAQWA semata. 


Ini berarti di dalam ketentuan  DIINUL ISLAM, tidak berlaku dan/atau tidak ada ketentuan hanya orang yang kaya saja atau orang miskin saja, atau laki-laki saja atau perempuan saja, atau orang yang berpangkat saja, atau orang yang mempunyai pendidikan saja, yang derajatnya paling baik  atau paling mulia di sisi ALLAH SWT. ALLAH SWT tidak mempergunakan itu semua di dalam menilai KHALIFAHNYA di muka bumi, akan tetapi  ALLAH SWT memiliki acuan tertentu yaitu seberapa tinggikah, seberapa baikkah, IMAN dan TAQWA seseorang. Semakin baik dan semakin tinggi IMAN dan TAQWA seseorang maka semakin tinggi derajat dan kemulian seseorang.


"Sesungguhnya ALLAH SWT tidak melihat kepada rupa dan hartamu, tetapi ALLAH SWT melihat kepada hati dan amalmu"
(HR Muslim)


Selanjutnya jika keadaan yang kami sebutkan diatas, dapat  terpelihara dan dapat terjaga,  apa yang dapat kita peroleh atau masyarakat peroleh dari DIINUL ISLAM sebagai AGAMA UNIVERSAL?


dan jika mereka condong kepada perdamaian, Maka condonglah kepadanya dan bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah yang Maha mendengar lagi Maha mengetahui.
(surat Al Anfaal (8) ayat 61)


Jika seluruh umat manusia sudah sepakat dan sudah sepaham serta sudah satu keyakinan bahwa ia berasal dari satu keturunan atau satu asal muasal yaitu dari  ALLAH SWT, maka apa yang dinamakan dengan perbedaan-perbedaan akibat JASMANI ataupun akibat pengatuh AHWA tidak akan pernah terjadi, yang terjadi adalah RASA PERSAUDARAAN, RASA KASIH SAYANG kepada sesama manusia, RASA HORMAT MENGHORMATI dst. Sehingga bukan berlebihan pula jika DIINUL ISLAM dikatakan sebagai AGAMA PERDAMAIAN. 

DIINUL ISLAM sebagai AGAMA PERDAMAIAN tidak pernah mengajarkan dan/atau tidak akan pernah menyuruh umatnya untuk saling bermusuh-musuhan, saling gontok-gontokkan, saling tipu menipu, saling bunuh-bunuhan, akan tetapi selalu menganjurkan umatnya untuk saling tolong menolong sesama manusia dan/atau berbuat sesuatu yang sesuai dengan NILAI-NILAI KEBAIKAN sebagai perwujudan dari celupan ALLAH SWT yang terdapat di dalam RUHANI MANUSIA yang berasal dari NAMA-NAMA ALLAH SWT yang INDAH. 

Pembaca, selain dari apa-apa yang telah kami kemukakan di atas tentang  DIINUL ISLAM, masih terdapat  beberapa pengertian atau arti ataupun makna dari DIINUL ISLAM lainnya yang diciptakan dari FITRAH ALLAH SWT, yaitu:


1)  AD DIIN atau DIINUL ISLAM juga dapat diartikan sebagai   JALAN YANG LURUS atau JALAN YANG DIRIDHAI ALLAH SWT.



Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. dan Barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya[503], niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman.
dan Inilah jalan Tuhanmu; (jalan) yang lurus. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan ayat-ayat (Kami) kepada orang-orang yang mengambil pelajaran.
(surat Al An'am (6) ayat 125-126)


[503] Disesatkan Allah berarti: bahwa orang itu sesat berhubung keingkarannya dan tidak mau memahami petunjuk-petunjuk Allah. dalam ayat ini, karena mereka itu ingkar dan tidak mau memahami apa sebabnya Allah menjadikan nyamuk sebagai perumpamaan, Maka mereka itu menjadi sesat.


2)  AD DIIN atau DIINUL ISLAM  dapat juga berarti TIADA TUHAN SELAIN ALLAH SWT.



jika mereka yang kamu seru itu tidak menerima seruanmu (ajakanmu) itu Maka ketahuilah, Sesungguhnya Al Quran itu diturunkan dengan ilmu[713] Allah, dan bahwasanya tidak ada Tuhan selain Dia, Maka maukah kamu berserah diri (kepada Allah)?
(surat Huud (11) ayat 14)

[713] Yakni: Allah saja yang dapat membuat Al Quran itu.

dan janganlah kamu berdebat denganAhli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka, dan Katakanlah: "Kami telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada Kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan Kami dan Tuhanmu adalah satu; dan Kami hanya kepada-Nya berserah diri".
(surat Al Ankabuut (29) ayat 46)


3) AD DIIN atau DIINUL ISLAM  dapat juga diartikan sebagai  IKHLAS HANYA KEPADA ALLAH SWT


Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.
tiada sekutu bagiNya; dan demikian Itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)".
(surat Al An'am (6) ayat 162-163)


Pembaca inilah sebahagian arti dan makna dari DIINUL ISLAM sebagai sebuah KONSEP yang berasal dari  ALLAH SWT yang khusus diturunkan untuk KHALIFAH-NYA di muka bumi termasuk untuk diri kita, selebihnya mungkin hanya ALLAH SWT sajalah yang tahu. Sebagai sebuah KONSEP yang berasal dari ALLAH SWT tentu konsep ini harus bisa mencerminkan pula pemilik dari konsep itu sendiri.  


Jika  DIINUL ISLAM hanya dipandang sebgai sebuah AGAMA SEMATA, tentu hal ini tidak akan dapat mencerminkan KEBESARAN  dan KEMAHAAN dari pemilik konsep itu sendiri  dalam hal ini   ALLAH SWT. Apalagi jika DIINUL ISLAM hanya dimaknai atau diartikan hanya sebatas SYURGA dan NERAKA atau sebatas PAHALA dan DOSA, atau sebatas HALAL dan HARAM, atau sebatas KAFIR dan TAAT, atau sebatas SHAHADAT dan PUASA, atau sebatas SHALAT dan ZAKAT, atau sebatas HAJI, atau sebatas RUKUN IMAN, dan IKHSAN saja, hal ini bukannya salah akan tetapi DIINUL ISLAM sebagai  KONSEP ILAHIAH bukan berarti sekedar itu semata akan tetapi lebih dari itu semua. 


DIINUL ISLAM yang diciptakan dari FITRAH ALLAH SWT tentu harus dan wajib mencerminkan KEMAHAAN ALLAH SWT di dalamnya. Ini berarti jika kita berpedoman kepada apa-apa yang kami kemukakan di atas ini, seolah-olah ALLAH SWT hanya sebatas itu saja kemahaan dan kehebatan yang dimiliki-NYA dan jika kita tetap  berpedoman dan/atau tetap berpandangan bahwa  DIINUL ISLAM hanya itu semata, maka kita sendirilah yang telah menutup diri atau telah membatasi diri dengan arti dan makna dari sebuah konsep yang berasal dari ALLAH SWT sebagai sebuah TUNTUNAN dan PEDOMAN bagi keselamatan diri kita  di muka bumi. Untuk itu jangan salahkan ALLAH SWT jika kita hanya memperoleh dan mendapatkan apa-apa yang telah kita persepsikan dan sangkakan kepada  DIINUL ISLAM.   


Watsilah bin Al-asqa' ra. berkata: Nabi SAW bersabda: ALLAH ta'ala berfirman: Aku selalu menurutkan sangkaan hamba-Ku terhadap diri-Ku, jika ia baik sangka kepada-Ku maka ia dapat dari padaku apa yang ia sangka. Dan bila ia jahat (jelek) sangka kepada-Ku, maka ia dapat apa yang ia sangka dari pada-Ku.
(HQR Atthabarani dan Ibn Hibban; 272:71)


Abu Hurairah ra, berkata: Nabi SAW bersabda: ALLAH ta'ala berfirman: Aku selalu mengikuti sangkaan hamba-Ku pada-Ku, maka terserah padanya akan menyangka apa saja kepada-Ku.
(HQR Muslim dan Alhakiem dari Watsilah dan Ibu Abud-Dunia, Alhakiem dari Abu Hurairah ra: 272: 67)



Untuk dapat memperoleh makna dan arti  DIINUL ISLAM yang sesuai dengan KEHENDAK ALLAH SWT, jangan pernah berprasangka seperti yang kami sebutkan di atas. Akan tetapi kita wajib meletakkan dan menempatkan DIINUL ISLAM sebagai cerminan dari kebesaran  dan kemahaan ALLAH  SWT itu sendiri, sehingga kita akan dapat memperoleh apa-apa yang terkandung di dalam DIINUL ISLAM sesuai dengan KEHENDAK ALLAH SWT atau sesuai dengan KEBESARAN ALLAH SWT. 

Apabila kita berbuat dan/atau mempersepsikan dan/atau menilai DIINUL ISLAM hanya berdasarkan prasangka yang dangkal, maka tidak bedanya kita seperti "katak di dalam tempurung". Untuk itu Hadits Qudsi yang kami kemukakan di atas, kiranya dapat di jadikan pedoman bagi diri kita UNTUK TIDAK bersikap dan tidak memandang sempit DIINUL ISLAM hanya sebatas RITUAL BELAKA seperti kita menganggapDIINUL ISLAM  hanya sebatas PAHALA dan DOSA atau sebatas SYURGA dan NERAKA atau sebatas HALAL dan HARAM semata. Akan tetapi kita harus keluar dari pengertian itu semua, sebab jika kita terus berprinsip seperti itu maka yang akan kita peroleh dari  DIINUL ISLAMpun hanya sebatas itu pula. Sedangkan telah kita ketahui bersama  bahwa  ALLAH SWT lebih dari sekadar itu semua sebab ALLAH SWT adalah segala-galanya.


ALLAH SWT memang memberikan kebebasan kepada umat manusia atau kepada KHALIFAH-NYA untuk berprasangka kepada-NYA, apakah itu prasangka baik ataupun prasangka buruk, atau apakah itu prasangka sempit ataupun prasangka yang mendalam. Adanya prasangka atau penilaian yang diberikan manusia kepada   DIINUL ISLAM, maka dari sinilah  ALLAH SWT memulai penilaian kepada manusia. Semakin baik dan semakin tinggi manusia  menilai atau berprasangka kepada ALLAH SWT atau semakin tinggi manusia  berprasangka terhadap DIINUL ISLAM yang diturunkan oleh ALLAH SWT maka akan semakin tinggi dan semakin baik pula yang akan diberikan ALLAH SWT kepada manusia. Berikut ini akan kami kemukakan sebuah Hadits Qudsi yang memperlihatkan bagaimanakah ALLAH SWT bersikap kepada hamba-NYA yang selalu ingat kepada-NYA.



Anas ra. berkata: Nabi SAW bersabda: ALLAH ta'ala berfirman: Wahai Anak Adam! Jika ingat kepada-Ku dalam dirimu, Akupun ingat kepadamu dalam diri-Ku dan bila engkau ingat kepada-Ku di dalam himpunan orang, akan Aku ingat kepadamu dalam himpunan yang lebih baik dari himpunanmu. Jika engkau mendekati-Ku sejengkal, Aku mendekatimu sedepa, bila engkau mendekati-Ku sedepa Aku dekati engkau sehasta. Dan bila engkau dating kepada-Ku berjalan , Aku akan datang kepadamu berlari.
(HQR Ahmad dan Abd. Bin Hamid;272:185)


ALLAH SWT akan selalu bersikap melebihi apa yang diperbuat oleh hambanya jika hambanya melakukan penilaian ataupun yang berprasangka atau mempunyai perbuatan yang  bersifat POSITIF POINT kepada ALLAH SWT. Akan tetapi ALLAH SWT tidak melakukan sesuatu yang  melebihi jika hambanya berbuat negatif atau berseberangan dengan  ALLAH SWT.  ALLAH SWT hanya membalas sebatas penilaian atau prasangka yang dikemukakan oleh hamba-NYA tersebut. Disinilah ALLAH SWT menunjukkan kasih sayang-NYA kepada MANUSIA yang dijadikannya KHALIFAH di muka bumi. 


Untuk itu jangan pernah salahkan ALLAH SWT jika ALLAH SWT hanya bersikap apa adanya kepada diri kita atau bahkan ALLAH SWT tidak bersikap sama sekali kepada kita atau ALLAH SWT justru mengacuhkan diri kita, hal ini disebabkan  ALLAH SWT berbuat sesuai dengan apa yang kita perbuat. Akan tetapi jika kita ingin memperoleh sesuatu yang melebihi dari yang kita perbuat maka  bersikaplah sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh  ALLAH SWT selaku pemilik, pencipta dari langit dan bumi termasuk di dalamnya DIINUL ISLAM. 


Jika saat ini ALLAH SWT telah menurunkan  DIINUL ISLAM kepada diri kita dalam rangka mensukseskan KEKHALIFAHAN di muka bumi, terimalah, letakkan, tempatkan, DIINUL ISLAM itu sesuai dengan KEMAHAAN  ALLAH SWT dan jangan pernah memberikan penilaian, persepsi, anggapan, seperti  KATAK DALAM TEMPURUNG untuk  DIINUL ISLAM sebab baik dan buruknya PENILAIAN ALLAH SWT kepada diri kita dimulai dari apa yang kita lakukan kepada apa-apa yang dikehendaki oleh ALLAH SWT.    




Tidak ada komentar:

Posting Komentar