Di dalam buku ini kami mencoba membahas seberapa pentingkah AD DIIN dalam hal ini adalah DIINUL
ISLAM bagi kepentingan MANUSIA sebagai
KHALIFAH ALLAH SWT di muka bumi. Menurut pendapat kami AGAMA ataupun
KEPERCAYAAN tidaklah sama dengan konsep AD DIIN yang ALLAH SWT sampaikan kepada
umat manusia. AGAMA dan KEPERCAYAAN dapat saja dibuat atau merupakan buah dari
pemikiran MANUSIA.
AD DIIN bukanlah suatu AGAMA. atau KEPERCAYAAN atau AJARAN atau ISME yang berasal dari MANUSIA yang notabene adalah ciptaan ALLAH SWT juga, akan tetapi AD DIIN atau DIINUL ISLAM adalah KONSEP ILAHIAH yang berisi tentang TUNTUNAN dan PEDOMAN yang dibuat dan dirancang oleh ALLAH SWT untuk KESELAMATAN KHALIFAH-NYA dalam hal ini MANUSIA, agar MANUSIA SELAMAT dan BERBAHAGIA di dunia maupun di akhirat kelak.
AD DIIN bukanlah suatu AGAMA. atau KEPERCAYAAN atau AJARAN atau ISME yang berasal dari MANUSIA yang notabene adalah ciptaan ALLAH SWT juga, akan tetapi AD DIIN atau DIINUL ISLAM adalah KONSEP ILAHIAH yang berisi tentang TUNTUNAN dan PEDOMAN yang dibuat dan dirancang oleh ALLAH SWT untuk KESELAMATAN KHALIFAH-NYA dalam hal ini MANUSIA, agar MANUSIA SELAMAT dan BERBAHAGIA di dunia maupun di akhirat kelak.
Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus
kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia
menurut fitrah itu. tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang
lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui[1168],
(surat Ar Ruum (30) ayat 30)
[1168] Fitrah Allah: Maksudnya ciptaan Allah. manusia diciptakan Allah
mempunyai naluri beragama Yaitu agama tauhid. kalau ada manusia tidak beragama
tauhid, Maka hal itu tidaklah wajar. mereka tidak beragama tauhid itu hanyalah
lantara pengaruh lingkungan.
Untuk mempertegas pernyataan di atas, mari kita
pelajari dengan seksama tentang firman ALLAH SWT yang terdapat di dalam
surat Ar Ruum (30) ayat 30 di atas ini,
maka kita akan memperoleh beberapa ketentuan sebagai berikut:
1) ALLAH
SWT menegaskan bahwa MANUSIA diciptakan
berdasarkan FITRAH ALLAH SWT, ini berarti bahwa ALLAH SWT adalah DZAT
yang MAHA FITRAH sehingga dengan KEMAHAFITRAHAN-NYA diciptakanlah MANUSIA
(dalam hal ini adalah RUHANI dan AMANAH 7).
2) FITRAH
ALLAH SWT tidak akan pernah mengalami perubahan sedikitpun oleh sebab apapun
juga, dengan demikian maka RUHANI dan AMANAH 7 yang dimiliki oleh manusiapun
tidak akan mengalami perubahan sifat FITRAHnya jika kita selalu berada di dalam
FITRAH ALLAH SWT.
3) MANUSIA
diperintahkan oleh ALLAH SWT untuk menghadapkan wajahnya kepada AGAMA ALLAH
SWT, ini berarti bahwa MANUSIA disuruh dan diperintahkan oleh ALLAH SWT untuk tetap berada di dalam FITRAH
ALLAH SWT.
4) Selanjutnya
jika ALLAH SWT adalah DZAT yang MAHA FITRAH kemudian MANUSIA diciptakan
berdasarkan FITRAH ALLAH SWT maka AGAMA yang LURUS juga adalah FITRAH ALLAH
SWT.
Berdasarkan apa-apa yang kami kemukakan di atas,
maka AD DIIN atau DIINUL ISLAM dapat
dikatakan atau merupakan KONSEP FITRAH yang berisi TUNTUTAN dan PEDOMAN yang
harus dilaksanakan oleh MANUSIA jika ia ingin tetap berada di dalam KEFITRAHAN
ALLAH SWT. Jika sekarang ALLAH SWT memerintahkan kepada MANUSIA untuk
menghadapkan wajahnya menuju AGAMA yang
LURUS, ini berarti bahwa FITRAH yang dimiliki MANUSIA (dalam hal ini
adalah RUHANI dan AMANAH 7 manusia) di hadapkan atau dipertemukan dengan FITRAH
yang dimiliki oleh ALLAH SWT, selanjutnya apa yang terjadi?
Jika FITRAH bertemu dengan FITRAH maka terjadilah kesesuaian, terjadilah keserasian, dan terjadilah keselarasan antara FITRAH yang dimiliki MANUSIA dengan FITRAH yang dimiliki ALLAH SWT melalui jalan AGAMA YANG FITRAH (dalam hal ini adalah AD DIIN atau DIINUL ISLAM).
Jika FITRAH bertemu dengan FITRAH maka terjadilah kesesuaian, terjadilah keserasian, dan terjadilah keselarasan antara FITRAH yang dimiliki MANUSIA dengan FITRAH yang dimiliki ALLAH SWT melalui jalan AGAMA YANG FITRAH (dalam hal ini adalah AD DIIN atau DIINUL ISLAM).
Sekarang jika MANUSIA diciptakan oleh ALLAH SWT
dari FITRAH-NYA (dalam hal ini adalah RUHANI dan AMANAH 7) maka FITRAH yang
dimiliki manusia sudah pasti lebih sedikit atau bahkan jika dibandingkan dengan
FITRAH ALLAH SWT mungkin FITRAH yang dimiliki manusia laksana setetes air yang
menempel di ujung jari di tengah lautan luas. Selanjutnya MANUSIA diperintah
oleh ALLAH SWT menghadapkan wajahnya ke
FITRAH tersebut, siapakah yang paling diuntungkan dengan keadaan tersebut?
Dalam hukum alam yang berlaku, yang kecil pasti dikalahkan oleh yang besar, akan tetapi dalam ILMU ALLAH SWT tentang AD DIIN atau DIINUL ISLAM hal ini tidak berlaku sebab jika FITRAH YANG KECIL bertemu dengan FITRAH YANG MAHA BESAR maka YANG KECIL akan terbantu atau akan tertolong. Agar FITRAH YANG BESAR dapat membantu dan menolong FITRAH YANG KECIL, maka :
Dalam hukum alam yang berlaku, yang kecil pasti dikalahkan oleh yang besar, akan tetapi dalam ILMU ALLAH SWT tentang AD DIIN atau DIINUL ISLAM hal ini tidak berlaku sebab jika FITRAH YANG KECIL bertemu dengan FITRAH YANG MAHA BESAR maka YANG KECIL akan terbantu atau akan tertolong. Agar FITRAH YANG BESAR dapat membantu dan menolong FITRAH YANG KECIL, maka :
1) FITRAH
yang kecil wajib menyelaraskan, menyerasikan, dan menyeimbangkan dengan kondisi
dan keadaan FITRAH yang besar.
2) FITRAH yang kecil harus berada di dalam ketentuan FITRAH yang besar.
3) FITRAH yang kecil harus sesuai dengan SYARAT dan KETENTUAN yang diinginkan oleh FITRAH yang besar.
4) FITRAH yang kecil jangan sampai meninggalkan FITRAH yang besar.
5) FITRAH yang kecil jangan mencoba mengalahkan FITRAH yang besar.
6) FITRAH yang kecil jangan melecehkan FITRAH yang besar.
7) FITRAH yang kecil harus selalu berada di dalam gelombang dan siaran yang sama dengan FITRAH YANG BESAR.
Untuk itu, maka kita harus dapat selaras, serasi
dan seimbang dengan ALLAH SWT dengan cara menyamakan SYARAT dan KETENTUAN yang
telah ditetapkan maka FITRAH yang telah ALLAH SWT janjikan dapat kita peroleh.
Yang menjadi persoalan adalah KITA YANG KECIL berusaha ingin SELAMAT tetapi
jalan yang ditempuh justru melawan dan menentang YANG BESAR dengan menambah,
mengurangi apa-apa yang telah ditetapkan sebagai SYARAT dan KETENTUAN dari YANG
BESAR.
Sekarang ALLAH SWT sudah menetapkan kepada KHALIFAH-NYA jika ia ingin SELAMAT maka kita wajib melaksanakan Konsep AD DIIN atau DIINUL ISLAM secara FITRAH dengan cara tidak menambah atau tidak mengurangi, atau tidak merubah-rubah, atas apa-apa yang telah ALLAH SWT tentukan.
Sekarang ALLAH SWT sudah menetapkan kepada KHALIFAH-NYA jika ia ingin SELAMAT maka kita wajib melaksanakan Konsep AD DIIN atau DIINUL ISLAM secara FITRAH dengan cara tidak menambah atau tidak mengurangi, atau tidak merubah-rubah, atas apa-apa yang telah ALLAH SWT tentukan.
Selanjutnya dapatkah kita SELAMAT jika antara diri
kita dengan ALLAH SWT tidak terjadi keselarasan, tidak terjadi keserasian
dan tidak terjadi keseimbangan dalam hal
FITRAH dan/atau dengan KEHENDAK ALLAH SWT? HANDPHONE saja wajib selaras, serasi
dan seimbang dengan OPERATOR SELULAR,
apalagi kita dengan ALLAH SWT. Untuk itu, kitapun harus selalu selaras, serasi dan
seimbang dengan gelombang dan siaran ALLAH SWT. Jika hal ini tidak terjadi atau
tidak dapat kita lakukan maka jangan harap KESELAMATAN dan/atau APA-APA YANG
ALLAH SWT JANJIKAN kepada kita, dapat kita raih dan dapat kita peroleh.
Selain itu, buku ini akan
membahas dan mengemukakan kembali apa-apa
yang dimaksud dengan AD-DIIN atau DIINUL ISLAM yang diciptakan dan diturunkan
ALLAH SWT untuk manusia dalam kerangka RENCANA BESAR KEKHALIFAHAN di muka bumi.
Untuk memulai pembahasan, marilah kita melihat dan mempelajari kembali apa-apa yang
ALLAH SWT kemukakan di dalam Hadits Qudsi di bawah ini:
Abu Nua’im dalam kitabnya “Al Hidayah” telah
meriwayatkan sebagai berikut:
“ALLAH telah memberi wahyu kepada Musa, Nabi Bani
Israil, bahwa barangsiapa bertemu dengan Aku, padahal ia ingkar kepada Ahmad,
niscaya Aku masukkan dirinya ke dalam neraka. Musa berkata:”Siapakah Ahmad itu,
Wahai Tuhan-Ku”? ALLAH berfirman: ‘Tidak pernah Aku ciptakan satu ciptaan yang
lebih mulia menurut pandangan-Ku dari padanya. Telah Ku tuliskan namanya
bersama nama-Ku di Arasy sebelum Aku ciptakan tujuh lapis langit dan bumi.
Sesungguhnya surga terlarang bagi semua makhluk-Ku,sebelum ia dan ummatnya
terlebih dahulu memasukinya”. Musa a.s. berkata: “Siapakah umatnya itu?”
Firman-Nya: “Mereka yang banyak memuji ALLAH, Mereka Memuji ALLAH sambil naik,
sambil turun dan pada setiap keadaan.
Mereka mengikat pinggang (menutup aurat) dan
berwudhu’ membersihkan anggota badan. Mereka berpuasa siang hari, bersepi diri
dan ber-dzikir sepanjang malam. Aku terima amal yang dikerjakan dengan ikhlas,
meskipun sedikit. Akan Ku-masukkan mereka ke dalam surga karena kesaksiannya
tiada Tuhan yang sebenarnya di ibadahi selain ALLAH”. Musa berkata: “Jadikan
saya Nabi Ummat itu”. ALLAH berfirman: “Nabi Ummat itu dari mereka sendiri”.
Musa berkata lagi: “Masukkan saya dalam golongan Ummat Nabi itu”. ALLAH
menerangkan: “Engkau lahir mendahului Nabi dan ummat itu, sedang dia lahir
kemudian. Aku berjanji kepadamu untuk mengumpulkan engkau bersamanya di
Daarul-Jalaal (surga)”
(HQR
Abu Nu'aim dalam Al Hidayah)
ALLAH
SWT menerangkan bahwa sebelum langit dan bumi diciptakan, ALLAH SWT sudah
menentukan dan/atau sudah merencanakan hal-hal sebagai berikut:
1. ALLAH SWT sudah membuat apa yang kami sebut dengan
KONSEP DASAR tentang KETAUHIDAN yaitu ALLAH SWT menyandingkan NAMA MUHAMMAD
dengan NAMA-NYA di ARSY yang dikemudian
hari KONSEP DASAR tentang KETAUHIDAN dikenal dengan istilah SYAHADAT.
Berdasarkan catatan sejarah Islam yang kami peroleh, hanya 2(dua) NABI saja
yang mengetahui secara langsung tentang TULISAN SYAHADAT di ARSY yaitu NABI
MUHAMMAD SAW sewaktu peristiwa Mi'raj
dan NABI ADAM as. sesaat sebelum turun ke bumi.
Rasulullah
SAW bersabda: "Ketika telah mengakui kesalahannya, dia berkata/bermohon:
Ya, Tuhanku hamba mohon kepada Engkau demi kebenaran Muhammad, melainkan Engkau
ampuni Aku. Lalu ALLAH berfirman kepada Adam: Hai, Adam bagaimana engkau bisa
tahu tentang Muhammad padahal Aku belum menjadikannya? Adam-pun menjawab: Ya.
Tuhanku, sesungguhnya ketika Engkau ciptakan aku, aku mengangkat kepala
kemudian terlihat olehku tulisan
LA ILAHA ILLALLAH, MUHAMMAD
RASULULLAH.
(HR
Baihaqi)
Untuk mempertegas pernyataan ini, Hadits yang diriwayatkan oleh Baihaqi menjawabnya, yaitu ketika Nabi ADAM as. di suruh turun ke bumi, NABI ADAM as telah melihat tulisan di tiang ARSY yang berbunyi "LA ILAHA ILLALLAH, MUHAMMAD RASULULLAH." Adanya informasi ini kepada kita, menandakan bahwa ALLAH SWT sudah memikirkan di dalam ILMUNYA tentang KETAUHIDAN sebelum segala sesuatu diciptakan-NYA.
2. Selain
itu ALLAH SWT sudah pula menentukan
tempat kembali bagi umat yang akan diciptakannya yaitu apa yang dinamakan
dengan NERAKA dan apa yang dinamakan dengan SYURGA. Untuk itu ALLAH SWT pun
sudah menetapkan kriteria-kriteria dasar bagi yang ingin masuk ke SYURGA yaitu
: “Mereka yang banyak memuji ALLAH,
Mereka Memuji ALLAH sambil naik, sambil turun dan pada setiap keadaan. Mereka
mengikat pinggang (menutup aurat) dan berwudhu’ membersihkan anggota badan.
Mereka berpuasa siang hari, bersepi diri dan ber-dzikir sepanjang malam. Aku
terima amal yang dikerjakan dengan ikhlas, meskipun sedikit. Akan Ku-masukkan
mereka ke dalam surga karena kesaksiannya tiada Tuhan yang sebenarnya di
ibadahi selain ALLAH”. Bagaimana dengan NERAKA? ALLAH
SWT pun sudah mempunyai kriteria yaitu Neraka akan di isi oleh ORANG YANG
INGKAR kepada ALLAH SWT dan kepada UTUSAN-NYA.
3. ALLAH SWT juga sudah memiliki apa yang disebut dengan konsep RUKUN
IMAN, konsep RUKUN ISLAM dan konsep IKHSAN walaupun keberadaan dari KONSEP
tersebut belum sempurna. Lihatlah RUKUN IMAN yang ENAM, pada awalnya hanya
terdiri dari 3 ketentuan yaitu ketentuan tentang ALLAH SWT, ketentuan tentang
RASUL atau UTUSAN, serta ketentuan tentang SYURGA dan NERAKA atau HARI AKHIR
sedangkan ketentuan tentang KITAB, MALAIKAT serta ketentuan QADA; QADAR dan
TAQDIR disempurnakan setelah manusia dan alam diciptakan. Selanjutnya
Bagaimana dengan RUKUN ISLAM dan IKHSAN?
RUKUN ISLAM yang lima, awalnya hanya terdiri dari dua ketentuan yaitu
yaitu ketentuan tentang SYAHADAT dan ketentuan tentang PUASA
sedangkan untuk IKHSAN sejak awal memang sudah ada.
4. Adanya KONSEP KEAGAMAAN yang sudah ALLAH SWT
tetapkan sebelum menciptakan sesuatu, ini menandakan bahwa ALLAH SWT sudah
memiliki KEMAMPUAN yang sangat HEBAT di dalam merencanakan sesuatu proyek mega
raksasa mulai dari awal sampai dengan akhir, termasuk di dalamnya bertanggung
jawab terhadap apa yang dikehendaki-Nya.
dan Apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka Mengapakah mereka tiada juga beriman?
(surat Al Anbiyaa' (21) ayat 30)
Setelah mempunyai konsep yang baku tentang rencana besar KEKHALIFAHAN
di muka bumi maka ALLAH SWT mulai merealisasikan RENCANA dan KEHENDAK-NYA
secara bertahap sesuai dengan urut-urutan yang telah di atur di dalam Ilmu-NYA.
Berdasarkan surat Al Anbiyaa (21) ayat
30 di atas, ALLAH SWT menerangkan bahwa pada awalnya langit dan bumi tadinya
satu kepal dan/atau satu padu, kemudian di pisahkan ke duanya menjadi
masing-masing 7 lapis langit dan 7 lapis bumi. Setelah langit dan bumi
dipisahkan terjadilah guncangan yang sangat hebat di bumi, kemudian ALLAH SWT menancapkan gunung-gunung sehingga
tenang dan mantaplah bumi setelah itu barulah ALLAH SWT menciptakan apa-apa
yang ada di antara langit dan bumi.
kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit
dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada
bumi: "Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau
terpaksa". keduanya menjawab: "Kami datang
dengan suka hati".
Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua
masa. Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. dan Kami hiasi langit
yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan
sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan yang Maha Perkasa lagi Maha mengetahui.
(surat Fushshilat (41) ayat 11-12)
Allah lah yang menciptakan langit dan bumi dan apa
yang ada di antara keduanya dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas
'Arsy[1188]. tidak ada bagi kamu selain dari padanya seorang penolongpun dan
tidak (pula) seorang pemberi syafa'at[1189]. Maka Apakah kamu tidak
memperhatikan?
(surat
As Sajdah (32) ayat 4)
[1188] Bersemayam
di atas 'Arsy ialah satu sifat Allah yang wajib kita imani, sesuai dengan
kebesaran Allah dsan kesucian-Nya.
[1189] Syafa'at:
usaha perantaraan dalam memberikan sesuatu manfaat bagi orang lain atau
mengelakkan sesuatu mudharat bagi orang lain. syafa'at yang tidak diterima di
sisi Allah adalah syafa'at bagi orang-orang kafir.
Sabda Nabi
Muhammad SAW: “Ketika ALLAH menciptakan bumi terjadilah goncangan dan
getaran-getaran, maka ALLAH ciptakan gunung-gunung hingga bumi menjadi tenang
dan tetap.
Malaikat
kagum atas kehebatan gunung-gunung itu, mereka bertanya: “Tuhan kami, adakah
Engkau ciptakan satu ciptaan yang lebih hebat dari gunung-gunung itu?” Firman
Allah: “Ada yaitu Besi”. Adakah yang lebih hebat dari Besi? “ Ada Api” Adakah
yang lebih hebat dari Api? Ada! Yaitu Air, yang lebih hebat dari semua itu
ialah ANAK ADAM yang bersedekah tangan kanannya lalu sembunyikan dari tangan
kirinya.
(HR At Tarmidzi)
Selanjutnya,
kapankah manusia diciptakan oleh ALLAH SWT? ALLAH SWT menciptakan manusia
setelah alam diciptakan dan setelah Malaikat diciptakan atau dengan kata lain
MALAIKAT dan ALAM sudah ada sebelum MANUSIA diciptakan. Untuk membuktikannya
lihatlah surat Al Baqarah (2) ayat 30 di bawah ini.
ingatlah
ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan
seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau
hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan
padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji
Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku
mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."
(surat Al Baqarah (2) ayat
30)
Di dalam surat Al
Baqarah (2) ayat 30 di atas ini, diterangkan bahwa ALLAH SWT akan menciptakan suatu makhluk baru
yang bernama MANUSIA yang keberadaannya akan dijadikan KHALIFAH di muka bumi
sampai dengan hari Kiamat kelak. Ini berarti bahwa penciptaan MANUSIA yang
dilakukan oleh ALLAH SWT bukanlah suatu
bentuk penciptaan tanpa suatu maksud dan tujuan tertentu dan bukan pula suatu
penciptaan yang berlaku hanya dalam waktu yang sangat pendek, akan tetapi
berjangka waktu sangat panjang di mulai pada saat NABI ADAM as diciptakan
sampai dengan waktu yang tidak terhingga yaitu sampai manusia ditempatkan baik
di SYURGA ataupun di NERAKA.
Jika itu adalah jangka waktu dari ALLAH SWT untuk melaksanakan rencana KEKHALIFAHAN di muka bumi, selanjutnya coba anda bayangkan berapa kekuatan dan kehebatan yang dimiliki oleh ALLAH SWT untuk memelihara, menjaga, mengayomi, memberi rezeki, mengawasi seluruh makhluknya terutama KHALIFAH-NYA di muka bumi? JIKA BUKAN ALLAH SWT tidak akan mungkin MAKHLUK SELAIN ALLAH SWT yang sanggup melakukan ini semua.
Jika itu adalah jangka waktu dari ALLAH SWT untuk melaksanakan rencana KEKHALIFAHAN di muka bumi, selanjutnya coba anda bayangkan berapa kekuatan dan kehebatan yang dimiliki oleh ALLAH SWT untuk memelihara, menjaga, mengayomi, memberi rezeki, mengawasi seluruh makhluknya terutama KHALIFAH-NYA di muka bumi? JIKA BUKAN ALLAH SWT tidak akan mungkin MAKHLUK SELAIN ALLAH SWT yang sanggup melakukan ini semua.
MANUSIA yang diciptakan oleh ALLAH SWT terdiri dari 2(dua) unsur yaitu UNSUR JASMANI dan UNSUR RUHANI. Dimana UNSUR JASMANI berasal dari ALAM sehingga ia akan membawa sifat dan perbuatan ALAM sedangkan UNSUR RUHANI berasal dari ALLAH SWT sehingga ia akan membawa sifat dan perbuatan dari ALLAH SWT. Jika kedua unsur tadi bergabung di dalam diri manusia maka akan terjadilah tarik menarik dan saling pengaruh mempengaruhi sehingga jika yang menang Jasmani maka sifat-sifat alam menjadi perbuatan manusia dan jika Ruhani yang menang maka sifat-sifat ilahiah yang menjadi perbuatan manusia.
Di lain sisi, setiap manusia juga diberikan oleh ALLAH SWT apa yang kami namakan dengan AMANAH7 yaitu berupa tetesan dari sifat Ma'ani Dzat ALLAH SWT serta diberikannya perhiasan hidup bagi manusia yaitu berupa HUBBUL yang merupakan motor penggerak bagi manusia untuk melakukan sebuah tindakan.
ALLAH SWT
berfirman dalam Hadits Qudsi:" Wahai Adam! Sesungguhnya Aku telah
menawarkan "Amanat" kepada langit dan bumi, namun mereka tidak
mampu.Apakah engkau sanggup memikul dengan segala akibatnya?" Adam
berkata: "Apakah yang saya dapat dari padanya?" ALLAH menerangkan:
"Jika engkau sanggup memikulnya, engkau akan diberi pahala, tetapi jika
engkau menyianyiakannya, engkau akan disiksa." Adam berkata: "baiklah
saya pasti dapat memikul dengan segala akibatya" Tidak berapa lama
kemudian (sekedar selama waktu antara shalat shubuh dan ashar ia berada di
syurga) terjadilah peristiwa dengan syaitan sehingga ia dikeluarkan dari
syurga.
(HQR Abu Syaikh yang
bersumber dari Ibnu Abbas r.a)
Apakah itu AMANAH dan HUBBUL? AMANAH adalah pemberian dari ALLAH SWT
kepada setiap MANUSIA dalam bentuk/berupa tetesan dan/atau cipratan dari SIFAT
MA'ANI dari DZAT ALLAH SWT yaitu sifat Qudrat,
Iradat, Ilmu, Kalam, Hayat, Sami' dan Bashir. Sehingga dengan demikian
di dalam diri kita mempunyai suatu keadaan yang berasal dari ALLAH SWT. Untuk
itu lihatlah diri kita, adakah AMANAH 7 ini ada di dalam diri kita?
Keseluruhan AMANAH yang 7 ada dan berada di dalam diri kita sebab jika tanpa ada AMANAH yang 7 di dalam diri kita, maka kita tidak akan dapat berbuat apa-apa. Sedangkan HUBBUL adalah mesin pendorong bagi diri manusia untuk melakukan sebuah tindakan atau aktivitas tertentu di dalam rangka untuk mencapai sesuatu atau keluar dari suatu keadaan menuju apa yang kita inginkan. HUBBUL yang ada di dalam diri manusia terdiri dari Hubbul Syahwat (keinginan untuk berhubungan dengan lawan jenis); Hubbul Maal (keinginan memiliki harta); Hubbul Istitlaq (keinginan untuk tahu); Hubbul Maadah (keinginan untuk dipuji); Hubbul Jam'i (keinginan untuk berkumpul); Hubbul Riasah (keinginan untuk memimpin); serta Hubbul Hurriyah (keinginan untuk bebas).
Keseluruhan AMANAH yang 7 ada dan berada di dalam diri kita sebab jika tanpa ada AMANAH yang 7 di dalam diri kita, maka kita tidak akan dapat berbuat apa-apa. Sedangkan HUBBUL adalah mesin pendorong bagi diri manusia untuk melakukan sebuah tindakan atau aktivitas tertentu di dalam rangka untuk mencapai sesuatu atau keluar dari suatu keadaan menuju apa yang kita inginkan. HUBBUL yang ada di dalam diri manusia terdiri dari Hubbul Syahwat (keinginan untuk berhubungan dengan lawan jenis); Hubbul Maal (keinginan memiliki harta); Hubbul Istitlaq (keinginan untuk tahu); Hubbul Maadah (keinginan untuk dipuji); Hubbul Jam'i (keinginan untuk berkumpul); Hubbul Riasah (keinginan untuk memimpin); serta Hubbul Hurriyah (keinginan untuk bebas).
Sesungguhnya
Kami telah mengemukakan amanat[1233] kepada langit, bumi dan gunung-gunung,
Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan
mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia
itu Amat zalim dan Amat bodoh,
(surat Al Ahzab (33) ayat 72)
[1233] Yang dimaksud dengan amanat di sini ialah
tugas-tugas keagamaan.
dijadikan indah pada
(pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, Yaitu:
wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda
pilihan, binatang-binatang ternak[186] dan sawah ladang. Itulah kesenangan
hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).
(surat Ali Imran (3) ayat 14)
[186] Yang dimaksud dengan binatang ternak di sini
ialah binatang-binatang yang Termasuk jenis unta, lembu, kambing dan biri-biri.
Akibat adanya pengaruh yang ditimbulkan baik oleh
Jasmani maupun oleh Ruhani, akan berakibat langsung kepada kondisi AMANAH yang 7 dan
HUBBUL sehingga diri manusia dapat dikelompokkan kepada NAFS/JIWA TAQWA dan
NAFS/JIWA FUJUR. Untuk itulah ALLAH SWT memberikan WASIT di dalam diri manusia
yaitu berupa HATI RUHANI. Dilain sisi ALLAH SWT pun telah menetapkan tempat
kembali bagi MANUSIA yaitu SYURGA dan NERAKA.
Jika tempat kembali sudah tersedia, maka sekarang bagaimana caranya mengisi tempat tersebut dengan cara yang seadil-adilnya. Untuk itulah ALLAH SWT mengadakan IBLIS dan SYAITAN. Keberadaan IBLIS dan SYAITAN di muka bumi mempunyai dua dimensi, yaitu sebagai MUSUH bagi MANUSIA, dan juga sebagai PENGUJI KEIMANAN MANUSIA. Jika MANUSIA kalah melawan IBLIS dan SYAITAN maka ia berhak mendapat kampung NERAKA JAHANNAM dan jika MANUSIA menang melawan IBLIS dan SYAITAN maka manusia berhak mendapatkan SYURGA.
Jika tempat kembali sudah tersedia, maka sekarang bagaimana caranya mengisi tempat tersebut dengan cara yang seadil-adilnya. Untuk itulah ALLAH SWT mengadakan IBLIS dan SYAITAN. Keberadaan IBLIS dan SYAITAN di muka bumi mempunyai dua dimensi, yaitu sebagai MUSUH bagi MANUSIA, dan juga sebagai PENGUJI KEIMANAN MANUSIA. Jika MANUSIA kalah melawan IBLIS dan SYAITAN maka ia berhak mendapat kampung NERAKA JAHANNAM dan jika MANUSIA menang melawan IBLIS dan SYAITAN maka manusia berhak mendapatkan SYURGA.
ALLAH SWT sebagai Inisiator dan Perencana Handal dari keberadaan alam
beserta isinya termasuk diri manusia, maka ALLAH SWT pun menetapkan kepada
MANUSIA jika ia ingin selamat dan/atau ingin bertemu dengan ALLAH SWT
diharuskan untuk mengikuti apa-apa yang diperintahkan ALLAH SWT. Untuk itulah
ALLAH SWT menetapkan apa yang disebut dengan DIINUL ISLAM dimana DIINUL ISLAM
dapat diartikan sebagai KONSEP ILAHIAH yang berasal dari ALLAH SWT selaku inisitor, perencana, pencipta,
pemelihara, pengawas dari ALAM beserta isinya, yang berisi TUNTUNAN dan PEDOMAN
bagi kepentingan KHALIFAH-NYA agar
SELAMAT di dalam menjalankan tugasnya di muka bumi yang pada akhirnya akan
menghantarkan mereka ke SYURGA dan/atau bertemu dengan ALLAH SWT secara langsung. DIINUL ISLAM terdiri
dari RUKUN IMAN, RUKUN ISLAM dan IKHSAN, dimana secara keseluruhan manusia
wajib melaksanakannya dalam satu kesatuan yang tidak terpisahkan antara satu
ketentuan dengan ketentuan yang lain.
Jika SAAT ini kita masih HIDUP di dunia maka secara
otomatis diri kita sekarang sedang melaksanakan tugas sebagai KHALIFAH ALLAH SWT di muka bumi, ini berarti bahwa:
1) Adanya diri kita di dunia merupakan bagian atau
hasil dari pelaksanaan KEHENDAK ALLAH SWT dan/atau;
2) Adanya diri kita di dunia bukanlah sesuatu yang bersifat INSIDENTIL akan tetapi merupakan rangkaian proses dari KEHENDAK ALLAH SWT yang dinyatakannya dalam surat Al Baqarah (2)ayat 30 dan/atau;
3) Adanya diri kita di dunia merupakan bagian dari ciptaan yang tertuang dalam RENCANA BESAR ALLAH SWT tentang KEKHALIFAHAN di muka bum dan/atau;
4) Adanya diri kita di dunia adalah CERMINAN secara tidak langsung dari ALLAH SWT terutama di dalam RUHANI MANUSIA dan AMANAH 7. Ingat bahwa RUH berasal dari NUR ALLAH SWT sedangkan AMANAH 7 berasal dari SIFAT MA'ANI DZAT ALLAH SWT.
Jika hal-hal yang kami sebutkan diatas ini kami jadikan asumsi, maka
akan kita dapatkan pernyataan-pernyataan sebagai berikut:
1) CIPTAAN adalah HASIL dari suatu KEINGINAN dan/atau
KEHENDAK yang muncul dari PENCIPTANYA untuk maksud dan tujuan tertentu sehingga dapat dikatakan
bahwa MANUSIA adalah HASIL dari suatu proses
KEINGINAN atau KEHENDAK dari
ALLAH SWT untuk sesuatu maksud dan tujuan dalam hal ini sebagai KHALIFAH
di muka bumi. Ini berarti bahwa diri kita adalah CIPTAAN sedangkan ALLAH SWT adalah PENCIPTA-NYA.
2) CIPTAAN ada setelah ada yang mengadakan sehingga PENCIPTA selalu lebih dahulu ada dari apa-apa yang diciptakannya, dengan demikian antara CIPTAAN dan PENCIPTA-NYA akan terjadi HUBUNGAN TIMBAL BALIK.
3) PENCIPTA tentu akan berupaya bertanggung jawab kepada ciptaannya; Pencipta tentu akan selalu mengawasi ciptaannya; tentu akan selalu memelihara dan menjaga dari segala sesuatu agar ciptaannya terjaga dengan baik dan benar sesuai dengan konsep awal sewaktu merencanakan ciptaannya; demikian seterusnya sepanjang ciptaan mau diperhatikan, mau menerima, mau sesuai dengan keinginan PENCIPTA maka PENCIPTA akan terus bertanggung jawab kepada ciptaannya.
Adanya 3(tiga) buah pernyataan yang kami kemukakan di atas ini, timbul
pertanyaan yang harus kita ketahui dengan seksama yaitu:
1) sampai kapan HUBUNGAN antara ALLAH SWT sebagai
PENCIPTA dengan MANUSIA sebagai CIPTAAN-NYA? Hubungan antara ALLAH SWT selaku
PENCIPTA dengan MANUSIA selaku CIPTAAN-NYA di mulai dari saat MANUSIA masih di
dalam KEHENDAK-NYA dan/atau saat masih di dalam rancangannya sampai dengan
MANUSIA itu pulang ke tempat yang telahALLAH SWT sediakan yaitu SYURGA dan NERAKA. Sekarang bagaimanakah bentuk
HUBUNGAN antara MANUSIA sebagai CIPTAAN dengan ALLAH SWT sebagai PENCIPTA-NYA samakah ataukah
berbeda?
HUBUNGAN antara MANUSIA dengan ALLAH SWT tidak sama dengan HUBUNGAN ALLAH SWT dengan MANUSIA. Sepanjang MANUSIA mau untuk menerima dan mau mengakui bahwa ALLAH SWT adalah PENCIPTANYA maka HUBUNGAN tersebut akan terjalin namun apabila MANUSIA itu sendiri yang menyatakan diri memutuskan diri, menyatakan tidak mempunyai hubungan, melakukan tindakan-tindakan yang menyakiti atau diri dari HUBUNGAN tersebut, maka HUBUNGAN dengan ALLAH SWT akan terputus.
Jika sekarang HUBUNGAN antara PENCIPTA dengan ciptaan-NYA sudah kita putuskan akibat ulah dari diri kita sendiri, lalu maukah ALLAH SWT memberikan apa-apa yang telah dijanjikannya kepada diri kita atau lalu maukah ALLAH SWT bertanggung jawab kepada ciptaannya atau bersediakah ALLAH SWT menjadi pelindung kita? Selanjutnya jika ALLAH SWT memberikan HUKUMAN berupa AZAB, berupa kekeringan, kemiskinan, bencana, atau HADIAH pulang ke NERAKA JAHANNAM, siapa yang salah?
HUBUNGAN antara MANUSIA dengan ALLAH SWT tidak sama dengan HUBUNGAN ALLAH SWT dengan MANUSIA. Sepanjang MANUSIA mau untuk menerima dan mau mengakui bahwa ALLAH SWT adalah PENCIPTANYA maka HUBUNGAN tersebut akan terjalin namun apabila MANUSIA itu sendiri yang menyatakan diri memutuskan diri, menyatakan tidak mempunyai hubungan, melakukan tindakan-tindakan yang menyakiti atau diri dari HUBUNGAN tersebut, maka HUBUNGAN dengan ALLAH SWT akan terputus.
Jika sekarang HUBUNGAN antara PENCIPTA dengan ciptaan-NYA sudah kita putuskan akibat ulah dari diri kita sendiri, lalu maukah ALLAH SWT memberikan apa-apa yang telah dijanjikannya kepada diri kita atau lalu maukah ALLAH SWT bertanggung jawab kepada ciptaannya atau bersediakah ALLAH SWT menjadi pelindung kita? Selanjutnya jika ALLAH SWT memberikan HUKUMAN berupa AZAB, berupa kekeringan, kemiskinan, bencana, atau HADIAH pulang ke NERAKA JAHANNAM, siapa yang salah?
2)
Selanjutnya adakah HAK dan TANGGUNG JAWAB dari para
pihak dalam hal ini ALLAH SWT sebagai PENCIPTA dan MANUSIA sebagai ciptaannya?
Timbulnya HAK dan TANGGUNG JAWAB dari suatu HUBUNGAN akan terasa jika para
pihak menjalankan apa-apa yang telah ditentukan di antara ke duanya. Yang PASTI
ALLAH SWT selaku PENCIPTA dari MANUSIA pasti BERTANGGUNG JAWAB sesuai dengan
SIFAT dan AF'AL yang dimiliki-NYA.
Sekarang bagaimana dengan MANUSIA, maukah menjalankan dan menerima apa-apa yang telah disepakati dan/atau melaksanakan apa-apa yang telah dibuat dan diperintahkan oleh ALLAH SWT selaku PENCIPTA dari MANUSIA itu sendiri? Sepanjang MANUSIA berjalan di dalam koridor yang telah ditentukan ALLAH SWT atau sepanjang MANUSIA mau menjalankan dan menerima keputusan dari ALLAH SWT tanpa ditambah maupun dikurangi maka ALLAH SWT akan melaksanakan TANGGUNG JAWAB-NYA kepada diri kita. Sekarang yang menjadi persoalan adalah SUDAHKAH kita menjalankan HAK dan TANGGUNG JAWAB kita sebagai CIPTAAN ALLAH SWT?
Sekarang bagaimana dengan MANUSIA, maukah menjalankan dan menerima apa-apa yang telah disepakati dan/atau melaksanakan apa-apa yang telah dibuat dan diperintahkan oleh ALLAH SWT selaku PENCIPTA dari MANUSIA itu sendiri? Sepanjang MANUSIA berjalan di dalam koridor yang telah ditentukan ALLAH SWT atau sepanjang MANUSIA mau menjalankan dan menerima keputusan dari ALLAH SWT tanpa ditambah maupun dikurangi maka ALLAH SWT akan melaksanakan TANGGUNG JAWAB-NYA kepada diri kita. Sekarang yang menjadi persoalan adalah SUDAHKAH kita menjalankan HAK dan TANGGUNG JAWAB kita sebagai CIPTAAN ALLAH SWT?
3)
BISAKAH HAK dan TANGGUNG JAWAB dari para pihak
menjadi tidak berlaku lagi walaupun di antara para pihak dalam hal ini ALLAH
SWT dan MANUSIA terikat hubungan antara PENCIPTA dengan ciptaannya? HAK dan
TANGGUNG JAWAB dapat gugur dan/atau tidak berlaku jika para pihak melanggar
kesepakatan; tidak memenuhi HAK dan
KEWAJIBAN; salah satu pihak memutuskan diri keluar dari kesepakatan. Yang pasti
dalam hal ini, ALLAH SWT tidak pernah dan tidak akan melakukan perbuatan yang
mencederai HAK dan TANGGUNG JAWAB ALLAH SWT kepada ciptaannya dan/atau ALLAH
SWT tidak akan pernah memutuskan hubungan dengan manusia kapanpun dan dalam
keadaan apapun. Sekarang bagaimana dengan MANUSIA?
MANUSIA biasanya yang sering memutuskan hubungan dengan ALLAH SWT dan/atau berbuat yang tidak sesuai dengan apa-apa yang telah diminta oleh ALLAH SWT. Selanjutnya jika hubungan telah pecah atau telah putus masih berlakukan HAK dan TANGGUNG JAWAB ALLAH SWT kepada MANUSIA atau kepada diri kita?
Semua HAK dan TANGGUNG JAWAB ALLAH SWT kepada MANUSIA atau diri kita tidak akan pernah diberikan dan/atau kita diharuskan menanggung RESIKO atas apa-apa yang telah kita perbuat. Jika saat ini kita sudah berada di luar hubungan antara PENCIPTA dengan ciptaannya, lakukanlah perbaikan HUBUNGAN dengan ALLAH SWT melalui TAUBAT sebelum RUH sampai di kerongkongan.
MANUSIA biasanya yang sering memutuskan hubungan dengan ALLAH SWT dan/atau berbuat yang tidak sesuai dengan apa-apa yang telah diminta oleh ALLAH SWT. Selanjutnya jika hubungan telah pecah atau telah putus masih berlakukan HAK dan TANGGUNG JAWAB ALLAH SWT kepada MANUSIA atau kepada diri kita?
Semua HAK dan TANGGUNG JAWAB ALLAH SWT kepada MANUSIA atau diri kita tidak akan pernah diberikan dan/atau kita diharuskan menanggung RESIKO atas apa-apa yang telah kita perbuat. Jika saat ini kita sudah berada di luar hubungan antara PENCIPTA dengan ciptaannya, lakukanlah perbaikan HUBUNGAN dengan ALLAH SWT melalui TAUBAT sebelum RUH sampai di kerongkongan.
Sekarang kita telah mengetahui bahwa HUBUNGAN antara diri kita dengan
ALLAH SWT bukanlah HUBUNGAN yang bersifat SEMENTARA akan tetapi HUBUNGAN yang
bersifat jangka panjang. Adanya hubungan yang bersifat jangka panjang itulah
maka ALLAH SWT memberikan kepada kita apa yang disebut dengan DIINUL ISLAM yang
terdiri dari RUKUN IMAN, RUKUN ISLAM dan IKHSAN dalam satu kesatuan yang tidak
terpisahkan baik dari sisi pelaksanaan maupun sisi pemahaman. ALLAH SWT
memberikan DIINUL ISLAM dalam rangka terciptanya hubungan yang langgeng,
hubungan yang harmonis antara ALLAH SWT selaku PENCIPTA dengan MANUSIA selaku
CIPTAAN-NYA.
Selanjutnya jika ALLAH SWT sudah memberikan DIINUL ISLAM kepada diri
kita, apa-apa yang harus kita perbuat dengan DIINUL ISLAM tersebut? Apakah
hanya didiamkan saja ataukah perlu
ditambah, apakah perlu dikurangi, apakah perlu dikebiri, apakah perlu diperluas?
Memakai istilah di dalam dunia TELEKOMUNIKASI SELULAR, untuk tetap mendapatkan
fasilitas SLI, SLJJ, SMS, MMS, GPRS dari OPERATOR maka kita harus tetap menjaga
hubungan antara HP kita dengan OPERATOR SELULAR serta memenuhi SYARAT dan KETENTUAN dari OPERATOR tanpa menambah
apalagi mengurangi.
Jika OPERATOR SELULAR saja memberlakukan hal seperti itu dalam rangka bertangggung jawab dengan produknya, bagaimana dengan ALLAH SWT? ALLAH SWT pun menetapkan dan memberlakukan hal yang sama dengan OPERATOR SELULAR yaitu ALLAH SWT akan bertanggung jawab sepenuhnya kepada ciptaannya dalam hal ini adalah MANUSIA sepanjang MANUSIA mau menerima dan menjalankan DIINUL ISLAM tanpa ditambah, tanpa dibantah, tanpa dikurangi dan dicurangi, apalagi diganti dengan yang bukan berasal dari ALLAH SWT maka HUBUNGAN antara PENCIPTA dan CIPTAAN-NYA dapat terjalin sampai kapanpun dan dalam keadaan bagaimanapun. Untuk memudahkan CIPTAAN menjaga hubungannya dengan PENCIPTA-NYA maka ALLAH SWT merinci AD DIIN atau DIINUL ISLAM menjadi:
Jika OPERATOR SELULAR saja memberlakukan hal seperti itu dalam rangka bertangggung jawab dengan produknya, bagaimana dengan ALLAH SWT? ALLAH SWT pun menetapkan dan memberlakukan hal yang sama dengan OPERATOR SELULAR yaitu ALLAH SWT akan bertanggung jawab sepenuhnya kepada ciptaannya dalam hal ini adalah MANUSIA sepanjang MANUSIA mau menerima dan menjalankan DIINUL ISLAM tanpa ditambah, tanpa dibantah, tanpa dikurangi dan dicurangi, apalagi diganti dengan yang bukan berasal dari ALLAH SWT maka HUBUNGAN antara PENCIPTA dan CIPTAAN-NYA dapat terjalin sampai kapanpun dan dalam keadaan bagaimanapun. Untuk memudahkan CIPTAAN menjaga hubungannya dengan PENCIPTA-NYA maka ALLAH SWT merinci AD DIIN atau DIINUL ISLAM menjadi:
1) Rukun IMAN yang terdiri dari ENAM ketentuan, yaitu
PERCAYA kepada ALLAH SWT; PERCAYA kepada RASUL; PERCAYA kepada MALAIKAT;
PERCAYA kepada KITAB; PERCAYA kepada QADA dan QADAR serta TAQDIR (PERCAYA
kepada KETENTUAN ALLAH SWT) dan PERCAYA
kepada HARI AKHIR.
2) Rukun Islam yang terdiri dari SYAHADAT, SHALAT, ZAKAT, PUASA dan HAJI.
3) IKHSAN.
Jika ketentuan-ketentuan di atas ini kami asumsikan
seperti BUKU PETUNJUK yang kita dapatkan dari TELEVISI yang kita beli, apakah
BUKU PETUNJUK yang diberikan PABRIKAN kepada KONSUMEN untuk MEMBAHAYAKAN
KONSUMEN ataukah untuk MEMUDAHKAN KONSUMEN? BUKU PETUNJUK yang dibuat dan di
edarkan PABRIKAN merupakan CERMINAN dari KREDIBILITAS PABRIKAN dengan demikian
PABRIKAN memberikan BUKU PETUNJUK dalam rangka memudahkan KONSUMEN. Sekarang
bagaimana dengan ALLAH SWT dengan DIINUL ISLAM-NYA? Jika apa-apa yang tertuang
di dalam BUKU PETUNJUK saja sudah mencerminkan KREDIBILITAS dari PABRIKAN, maka
DIINUL ISLAM adalah CERMINAN dari ALLAH SWT itu sendiri.
Sekarang jika ALLAH SWT mempunyai sifat SALBIYAH maka di dalam DIINUL ISLAMpun akan tercermin pula sifat tersebut, selanjutnya jika ALLAH SWT mempunyai sifat MA'ANI maka di dalam DIINUL ISLAMpun akan tercermin pula sifat tersebut dan jika ALLAH SWT mempunyai AF'AL yang berjumlah 99 perbuatan maka di dalam DIINUL ISLAMpun akan tercermin perbuatan-perbuatan ALLAH SWT tersebut. Ini berarti apa-apa yang terdapat di dalam DIINUL ISLAM merupakan bagian dari ALLAH SWT itu sendiri dan jika ini keadaanya maka kita tidak akan mampu dapat mengalahkan ataupun menyaingi DIINUL ISLAM dengan AJARAN atau AGAMA apapun juga yang bukan berasal dari ALLAH SWT sendiri.
Sekarang jika ALLAH SWT mempunyai sifat SALBIYAH maka di dalam DIINUL ISLAMpun akan tercermin pula sifat tersebut, selanjutnya jika ALLAH SWT mempunyai sifat MA'ANI maka di dalam DIINUL ISLAMpun akan tercermin pula sifat tersebut dan jika ALLAH SWT mempunyai AF'AL yang berjumlah 99 perbuatan maka di dalam DIINUL ISLAMpun akan tercermin perbuatan-perbuatan ALLAH SWT tersebut. Ini berarti apa-apa yang terdapat di dalam DIINUL ISLAM merupakan bagian dari ALLAH SWT itu sendiri dan jika ini keadaanya maka kita tidak akan mampu dapat mengalahkan ataupun menyaingi DIINUL ISLAM dengan AJARAN atau AGAMA apapun juga yang bukan berasal dari ALLAH SWT sendiri.
Selanjutnya berdasarkan apa-apa yang kami kemukakan
di atas ini, timbul pernyataan SIAPAKAH yang sebenarnya membutuhkan DIINUL ISLAM itu, ALLAH SWTkah
atau DIRI KITA serta sampai kapankah DIINUL ISLAM itu berlaku? ALLAH SWT dapat
dipastikan tidak membutuhkan sedikitpun DIINUL ISLAM dan/atau DIINUL ISLAM
tidak dibutuhkan oleh ALLAH SWT dan jika ALLAH SWT tidak membutuhkannya lalu untuk
siapa?
DIINUL ISLAM merupakan program yang dibuat oleh ALLAH SWT untuk kepentingan MANUSIA sebagai KHALIFAH di muka bumi dan sepanjang MANUSIA masih ada di muka bumi maka DIINUL ISLAM masih akan tetap berlaku bagi diri MANUSIA. Jika ini adalah ketentuan ALLAH SWT kepada MANUSIA maka ketentuan ini juga berlaku juga untuk DIRI KITA yang saat ini masih hidup di dunia. Persoalan yang ada saat ini adalah sudahkah kita semua melaksanakan dan menjalankan AD DIIN atau DIINUL ISLAM yang berasal dari ALLAH SWT sesuai dengan yang dikehendaki oleh ALLAH SWT?
DIINUL ISLAM merupakan program yang dibuat oleh ALLAH SWT untuk kepentingan MANUSIA sebagai KHALIFAH di muka bumi dan sepanjang MANUSIA masih ada di muka bumi maka DIINUL ISLAM masih akan tetap berlaku bagi diri MANUSIA. Jika ini adalah ketentuan ALLAH SWT kepada MANUSIA maka ketentuan ini juga berlaku juga untuk DIRI KITA yang saat ini masih hidup di dunia. Persoalan yang ada saat ini adalah sudahkah kita semua melaksanakan dan menjalankan AD DIIN atau DIINUL ISLAM yang berasal dari ALLAH SWT sesuai dengan yang dikehendaki oleh ALLAH SWT?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar