Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Selasa, 17 Mei 2016

SAMPAI KAPAN MASA BERLAKUNYA SYAHADAT



Keberadaan diri kita di muka bumi adalah mata rantai dari keberadaan kekhalifahan yang berada di atas diri kita dan/atau keberadaan diri kita tidak terlepas dari adanya seorang perempuan dan seorang lelaki yang di dahului dan diikat dengan tali pernikahan yang kemudian lahirlah diri kita ke muka bumi ini. Setelah lahir kepada mereka berdua kita memanggil dengan sebutan Ibu dan Bapak atau Mama dan Papa. Selanjutnya timbul pertanyaan, atas dasar apakah diri kita memanggil ke duanya dengan sebutan Ibu dan Bapak atau Mama dan Papa? Adanya anak dan orang tua akan melahirkan apa yang dinamakan dengan hubungan hak dan kewajiban anak kepada orang tua dan hubungan hak dan kewajiban orang tua kepada anak. Adanya hak dan kewajiban orang tua kepada anak maka diri kita memperoleh apa yang dinamakan kasih sayang, perlindungan, pendidikan, arahan, rasa aman, pengayoman, kelembutan, dan lain sebagainya. Sebagai anak maka kita diwajibkan untuk berbakti kepadanya, menghormatinya, menjunjung harkat dan martabat mereka dengan selalu menjaga nama baiknya, dan lain sebagainya. Ini berarti diri kita memanggil Ibu dan Bapak bukanlah tanpa ada sesuatu hal yang melatarbelakanginya dan/atau diri kita memiliki alasan yang sangat tinggi di balik panggilan kepada mereka berdua. Timbul pertanyaan, kenapa diri kita mau melaksanakan kewajiban kepada orang tua?


Selain karena perintah ALLAH SWT, kita melakukan hal tersebut kepada orang tua karena diri kita sendiri telah menyaksikan dan merasakan langsung secara keseluruhan atas apa-apa yang menjadi kewajiban orang tua kepada anaknya yang dimulai dari mendidik, membesarkan, merawat, membiayai, dan seterusnya tanpa putus-putusnya. Berdasarkan hal-hal yang kami sebutkan di atas, dapat dikatakan antara orang tua dengan anak atau antara anak dan orang tua tidak hanya terikat hubungan kekeluargaan, akan tetapi juga terikat dalam hubungan emosional yang tidak mungkin terpisahkan.


Timbul pertanyaan, sampai kapankah masa berlakunya diri kita memanggil Ibu dan Bapak atau sampai kapankah masa berlakunya hubungan antara diri kita sebagai anak dengan Ibu dan Bapak sebagai orang tua dan/atau sampai kapankah masa berlakunya kewajiban diri kita kepada Ibu dan Bapak? Masa berlaku hubungan antara diri kita dengan ke dua orang tua kita, bisa jangka pendek, bisa juga jangka panjang. Apakah maksudnya? Panjang dan Pendeknya masa berlaku hubungan antara diri kita dengan ke dua orang tua sangat tergantung dengan hal-hal yang akan kami kemukakan di bawah ini:

1.      Sepanjang diri kita mau mengakui dan mau menerima mereka berdua adalah ke dua orang tua dan/atau

2.      Sepanjang diri kita tidak memutuskan hubungan dengan ke dua orang tua  dan/atau 

3.      Sepanjang diri kita mau terikat di dalam struktur kekeluargaan.


Jika ke tiga hal yang kami kemukakan di atas ini, kita laksanakan maka berlakulah ketentuan masa berlakunya hubungan antara diri kita dengan ke dua orang tua kita. Hal yang harus kita perhatikan adalah masa berlaku hubungan antara orang tua dengan anaknya berbeda dengan masa berlaku hubungan anak kepada orang tua. Jika anak yang memutuskan hubungan dengan orang tua maka sampai disitulah hubungan berakhir.


Adanya pemutusan hubungan yang dilakukan anak kepada orang tua maka lahirlah apa yang dinamakan dengan Anak Durhaka. Akan tetapi orang tua yang diputuskan hubungan oleh anak, belum tentu memutuskan hubungan dengan anak-anaknya. Sehingga walaupun anaknya telah memutuskan diri, orang tua tidak bisa begitu saja memutuskan hubungan dengan anaknya. Selanjutnya jika kita mengacu kepada surat Al Ahqaaf (46) ayat 15 dan Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim yang kami kemukakan di bawah ini, diri kita telah diperintahkan untuk selalu berbuat baik, untuk selalu berbakti kepada ke dua orang tua, tidak hanya saat orang tua kita masih hidup saja. Akan tetapi setelah ke duanya meninggal dunia, kita pun masih diberikan kesempatan untuk berbakti kepada mereka berdua melalui doa yang kita panjatkan kepada ALLAH SWTsampai RUH kita sendiri tiba dikerongkongan.


Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila Dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: "Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan Sesungguhnya aku Termasuk orang-orang yang berserah diri".
(surat Al Ahqaaf (46) ayat 15)


Rasulullah SAW bersabda: “Bila seseorang telah meninggal, terputus untuknya pahala segala amal kecuali tiga hal yang tetap kekal: Shadaqah Jariah, Ilmu yang bermanfaat yang diajarkan, dan anak shaleh yang senantiasa mendoakannya”.                                                                        (HR Bukhari-Muslim)


Selain daripada itu, khusus untuk anak-anak kaum muslim yang mati saat di usia balita, hubungan mereka dengan ke dua orang tua tidak terputus sama sekali dan/atau masih tetap terpelihara. Apa buktinya? Berdasarkan Hadits Qudsi yang kami kemukakan di atas ini,  hubungan antara anak yang meninggal di usia dini masih ada dan tetap berlaku sampai dengan hari kiamat kelak. Yang menjadi persoalan adalah hubungan ini hanya dapat berjalan jika antara diri kita dan juga orang tua kita sama-sama melaksanakan dan/atau berada di dalam DIINUL ISLAM sebagai agama yang Haq. Tanpa ada kesamaan gelombang atau tanpa adanya kesamaan di dalam DIINUL ISLAM maka kemudahan untuk mendoakan atau kemudahan untuk masuk Syurga yang di dapat melalui anak yang meninggal dalam usia kecil akan menjadi sia-sia belaka.

Menurut Hadist Qudsi:  ALLAH SWT berfirman pada qiamat kepada anak-anak: “Masuklah kalian ke dalam surga”! Anak-anak itu berkata: “Wahai Tuhan kami, (kami menunggu) hingga ayah ibu kami masuk”. Lalu mereka mendekati pintu surga! Tapi tidak mau masuk ke dalamnya. ALLAH SWT berfirman lagi: “Mengapa Aku lihat mereka enggan masuk? Masuklah kalian ke dalam surga! Mereka menjawab: “Tetapi (bagaimana) orang tua kami? ALLAH SWT berfirman: “Masuklah kalian ke dalam surga bersama orangtua kalian”.
(HQR Ahmad dari Syurahbil bin Syu’ah yang bersumber dari shahabat Nabi SAW)


Syurahbil bin Syuf'ah dari seorang sahabat berkata: Nabi SAW bersabda: Kelak dihari kiamat ALLAH ta'ala menyuruh kepada anak-anak (anak-anak kaum muslim yang mati kecil): Masuklah kalian ke dalam syurga. Jawab mereka: Ya Rabbi kami menunggu sehingga ayah dan ibu-ibu kami masuk syurga, lalu mereka pergi ke syurga tetapi enggan masuk, sehingga ditanya oleh ALLAH: Mengapakah mereka enggan masuk, lalu diperintahkan masuklah ke syurga. Mereka bertanya: Ya Tuhan ayah-ayah kami? Lalu ALLAH berfirman: Masuklah kalian dan ayah-ayahmu ke syurga.
(HQR Ahmad, 272:212)


Untuk itu sudahkah diri kita mengajarkan anak dan keturunan kita DIINUL ISLAM secara baik dan benar di dalam kerangka regenerasi kekhalifahan di muka bumi?

Itulah masa berlaku hubungan yang terjadi antara diri kita dengan ke dua orang tua kita, dimana kesemuanya sangat tergantung seberapa jauh diri kita selaku anak mau melaksanakan komitmen untuk mempertahankan hubungan dengan ke dua orang tua kita. Sekarang bagaimana dengan masa berlakunya SYAHADAT, apakah SYAHADAT yang artinya Kesaksian bahwa Tiada Tuhan selain ALLAH SWT dan NABI MUHAMMAD SAW adalah utusan ALLAH SWT juga memiliki masa berlaku? SYAHADAT yang tidak lain adalah Komitmen dan Pengakuan untuk mengakui, untuk menerima, untuk menjadikan ALLAH SWT adalah satu-satunya Tuhan dan NABI MUHAMMAD SAW adalah utusan-Nya, juga memiliki masa berlaku, yaitu masa berlaku dalam arti  umum dan masa berlaku dalam arti khusus. Secara umum masa berlaku SYAHADAT sepanjang manusia ada di muka bumi dan/atau sepanjang bumi ini masih ada maka SYAHADAT masih berlaku dan/atau sepanjang DIINUL ISLAM sebagai Agama yang HAQ di muka bumi ini maka sepanjang itu pula SYAHADAT berlaku dan/atau SYAHADAT berlaku sampai dengan hari KIAMAT. Sekarang bagaimana dengan masa berlaku SYAHADAT dalam arti khusus yaitu masa berlaku bagi individual atau bagi pribadi-pribadi?


Bagi individual atau secara pribadi-pribadi masa berlaku SYAHADAT dapat dibedakan menjadi 2(dua) yaitu Dimulai dari saat ditiupkannya RUH dalam JASMANI sampai dengan sebelum RUH tiba dikerongkongan dan/atau Dimulai dari saat ditiupkannya RUH dalam JASMANI sampai dengan diri kita sendiri yang memutuskan untuk tidak mau melaksanakan SYAHADAT dan/atau diri kita sendiri yang  memutuskan hubungan dengan ALLAH SWT dengan tidak mau lagi melaksanakan SYAHADAT.Jika dalam kehidupan sehari-hari ada istilah anak durhaka, yaitu suatu istilah bagi anak yang memutus hubungan dengan orang tua, maka istilah anak durhakapun (maksudnya adalah orang yang kafir) akan terjadi jika diri kita tidak mau melaksanakan SYAHADAT yang berarti memutus hubungan dengan ALLAH SWT. Adanya kondisi yang kami kemukakan di atas ini, maka dapat dikatakan bahwa masa berlaku SYAHADAT bagi individual sangat tergantung kepada individu-individu itu sendiri, yaitu:

1.      Apakah ia mau menerima, apakah ia mau menjadikan Tiada Tuhan selain ALLAH SWT dan NABI MUHAMMAD SAW adalah Utusan ALLAH SWT, ataukah

2.      Apakah ia tidak mau menerima dan tidak mau  menjadikan Tiada Tuhan selain ALLAH SWT dan NABI MUHAMMAD SAW adalah utusan ALLAH SWT.


Berdasarkan 2(dua) buah kondisi yang kami kemukakan di atas ini, berarti jika kita mau berkomitmen untuk mengakui, untuk  menerima,  untuk menjadikan Tiada Tuhan selain ALLAH SWT dan NABI MUHAMMAD SAW adalah utusan ALLAH SWT maka masa berlaku SYAHADAT yang kita lakukan akan panjang selama pengakuan tersebut terus kita lakukan dari waktu ke waktu selama hayat di kandung badan atau sampai RUH kita tiba dikerongkongan. Demikian pula sebaliknya, jika kita memutuskan untuk tidak berkomitmen menerima dan tidak mau menjadikan Tiada Tuhan selain ALLAH SWT dan NABI MUHAMMAD SAW adalah utusan ALLAH SWT maka sampai disitulah masa berlaku SYAHADAT yang kita laksanakan dan/atau berakhirlah hubungan diri kita dengan ALLAH SWT. Sekarang pilihan untuk melaksanakan SYAHADAT ada pada diri kita sendiri. 


Apakah ibadah SYAHADAT yang tidak lain adalah  Komitmen dan Pengakuran dari  diri kita kepada ALLAH SWT dan juga kepada NABI MUHAMMAD SAW hanya sebatas kesaksian yang bersifat se-arah saja ataukah SYAHADAT dapat menjadikan antara diri kita dengan ALLAH SWT dan juga NABI MUHAMMAD SAW memiliki hubungan yang bersifat dua arah? Jika kita mengacu kepada hubungan antara anak dengan orang tua, dimana hubungan di antara ke duanya bukanlah hubungan yang bersifat se-arah saja. Akan tetapi antara anak dan orang tua terjalin hubungan dua arah, sepanjang anak mau tetap mengakui dan mau menerima keberadaan orang tua. Adanya hubungan dua arah antara anak dan orang tua akan melahirkan apa yang dinamakan hak dan kewajiban di antara keduanya.


Sekarang apa yang terjadi jika anak memutuskan hubungan dengan orang tua? Jika ini yang terjadi maka akan terjadilah hubungan satu arah, yaitu orang tua kepada anak saja dikarenakan orang tua belum tentu akan bersikap sama dengan anak yaitu memutuskan hubungan walaupun anak telah memutuskan hubungan. Sekarang bagaimana dengan SYAHADAT yang kita laksanakan? Hal yang samapun akan terjadi jika kita melaksanakan SYAHADAT yang artinya Komitmen dan Pengakuan Tiada Tuhan selain ALLAH SWT dan NABI MUHAMMAD SAW adalah utusan ALLAH SWT, maka antara diri kita dengan ALLAH SWT dan juga dengan NABI MUHAMMAD SAW akan terjalin suatu hubungan yang bersifat dua arah. Hal yang harus kita perhatikan saat melakukan hubungan dua arah dengan ALLAH SWT melalui SYAHADAT adalah ALLAH SWT bersikap pasif atau ALLAH SWT menunggu aksi manusia sehingga kitalah yang harus aktif untuk memulai hubungan dua arah melalui SYAHADAT dan/atau aktif untuk membina hubungan dua arah dengan ALLAH SWT melalui SYAHADAT.  


Abu Hurairah r.a. berkata; Nabi SAW bersabda: ALLAH ta'ala berfirman: Apabila hamba-Ku ingin   menemui-Ku, Akupun ingin menemuinya dan bila ia enggan 
menemui-Ku, Akupun enggan menemuinya.
(HQR Al-Bukhari, Malik dan Annasa'ie dari Abu Hurairah, 272:17)

Hal ini bisa kita lihat dan pelajari melalui Hadits Qudsi yang kami kemukakan di atas ini, yaitu jika diri kita mau menemui ALLAH SWT maka ALLAH SWT pun mau menemui diri kita dan jika kita mau berhubungan dengan ALLAH SWT maka ALLAH SWT pun akan mau berhubungan dengan diri kita, demikian pula sebaliknya. Jika kita enggan dan tidak mau untuk berhubungan dengan ALLAH SWT maka ALLAH SWT pun akan enggan dan tidak mau berhubungan dengan diri kita. Hal yang harus kita perhatikan saat melakukan komunikasi dengan  ALLAH SWT adalah ALLAH SWT selaku DZAT yang MAHA, dapat dipastikan ALLAH SWT tidak akan memerlukan hubungan komunikasi dengan diri kita. Akan tetapi diri kitalah yang sangat membutuhkan hubungan komunikasi dengan ALLAH SWT. Jika ini keadaannya, apakah kita akan menyianyiakan kesempatan untuk berhubungan dengan ALLAH SWT dan/atau membuang begitu saja kesempatan yang telah diberikan ALLAH SWT?


Hamba ALLAH SWT, dengan telah dilaksanakannya SYAHADAT yang artinya adalah Komitmen dan Pengakuan bahwa Tiada Tuhan selain ALLAH SWT dan NABI MUHAMMAD SAW adalah utusan ALLAH SWT oleh diri kita berarti antara diri kita dengan ALLAH SWT dan juga dengan NABI MUHAMMAD SAW sudah terikat di dalam suatu hubungan dua arah sepanjang diri kita tidak memutuskan hubungan dengan ALLAH SWT dan juga NABI MUHAMMAD SAW. Selanjutnya sebelum kami membahas lebih lanjut tentang hubungan antara diri kita dengan ALLAH SWT, perkenankan kami mengemukakan terlebih dahulu hubungan yang terjadi antara diri kita dengan NABI MUHAMMAD SAW. Timbul pertanyaan, hubungan yang seperti apakah yang terjadi antara diri kita dengan NABI MUHAMMAD SAW setelah diri kita melaksanakan SYAHADAT? Jika diri kita telah melaksanakan SYAHADAT berarti diri kita telah berkomitmen untuk selalu menjadikan NABI MUHAMMAD SAW menjadi:

1.  Penuntun bagi diri kita untuk menuju ALLAH SWT dan/atau ikutan dan tauladan bagi diri kita saat menjadi KHALIFAH di muka bumi.
2.  Penerang isi dan kandungan Al-Qur'an.
3.  Penyeru bagi umat manusia untuk Menyembah ALLAH SWT  dan untuk menjauhi THAGHUT.
4.  Pembawa Petunjuk dan Agama yang benar yang berasal dari ALLAH SWT semata.
5.  Penuntun yang mengajarkan dan yang mencontohkan bagaimana cara untuk menjalankan syariat DIINUL ISLAM.
6.  Penuntun dan pemberi petunjuk untuk memperoleh atau untuk mendapatkan Ampunan dan Rahmat dari ALLAH SWT dan/atau Penuntun dan pemberi petunjuk bagi Manusia di dalam melaksanakan Ketauhidan atau beraqidah hanya kepada ALLAH SWT.
7.  Penyampai, Pengajar, Penyebar AD DIIN atau DIINUL ISLAM sebagai satu-satunya Agama yang Haq.
8.  Pemberi SYAFAAT bagi orang-orang yang beriman di waktu hari kiamat dan/atau hanya akan diberikan kepada orang-orang yang telah memenuhi syarat dan ketentuan yang dikehendaki ALLAH SWT saja.


Seperti apakah bentuk hubungan yang terjadi antara diri kita dengan ALLAH SWT? Untuk menjawab pertanyaan ini, maka kita harus mengetahui terlebih dahulu apa yang dikemukakan ALLAH SWT  di dalam surat Al Baqarah (2) ayat 30 yang kami kemukakan di bawah ini.

ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."
(surat Al Baqarah (2) ayat 30)

Surat Al Baqarah (2) ayat 30 di atas ini, dapat dikatakan sebagai titik awal adanya hubungan antara diri kita dengan ALLAH SWT. Hal ini dikarenakan yang menciptakan Manusia, yang akan dijadikan sebagai KHALIFAH di muka bumi adalah ALLAH SWT. Adanya kondisi ini berarti  konsep tentang keberadaan manusia di muka bumi berasal hanya dari ALLAH SWT tanpa ada campur tangan lain dari siapapun juga sehingga keberadaan manusia di muka bumi suci dan murni hanya berasal dari ALLAH SWT semata.

Sekarang jika ALLAH SWT adalah pencipta dari kekhalifahan di muka bumi, ini berarti keberadaan diri kita sebagai KHALIFAH di muka bumi tidak akan bisa dilepaskan dengan adanya Kehendak dan Kemampuan   serta Ilmu ALLAH SWT. Adanya kondisi ini menunjukkan kepada diri kita bahwa antara diri kita dengan ALLAH SWT memiliki hubungan yang sangat erat secara timbal balik atau adanya hubungan dua arah antara pencipta dengan ciptaannya sepanjang diri kita tetap mempertahankan hubungan ini berlaku dari waktu ke waktu.

Dan apabila hal-hal yang telah kami kemukakan di atas ini kami jadikan asumsi dasar, di dalam menilai suatu hubungan antara Pencipta dan Ciptaan-Nya maka kita akan mendapatkan 2(dua) buah hubungan yang melibatkan antara Pencipta dengan Ciptaan secara timbal balik pula, yaitu:

1.  Adanya hubungan antara PENCIPTA dengan CIPTAAN, dalam hal ini ALLAH SWT dengan MANUSIA.

Sebagaimana kita ketahui bersama setiap Inisiator, Pencipta dan Pemilik dari sesuatu hal pasti mempunyai  hubungan yang tidak terpisahkan dengan apa-apa yang telah diciptakannya atau yang dimilikinya. Hal yang sama juga berlaku dengan ALLAH SWT kepada seluruh ciptaannya, dalam hal ini ALLAH SWT kepada langit dan bumi beserta isinya dan/atau ALLAH SWT kepada manusia yang dijadikannya KHALIFAH di muka bumi. Adanya hubungan yang seperti ini maka dapat dikatakan bahwa:

a.       ALLAH SWT pasti yang Maha Tahu dan yang Maha Ahli atas langit dan bumi beserta isinya; ALLAH SWT juga yang Maha Tahu dan Maha Ahli atas  kekhalifahan di muka bumi, termasuk juga yang Maha Tahu dan Maha Ahli terhadap Jin/Iblis/Syaitan serta yang Maha Tahu dan Maha Ahli atas Malaikat. Sehingga dapat dikatakan bahwa ALLAH SWT pasti memiliki Ilmu dan Pengetahuan atas apa-apa yang diciptakan-Nya dan atas apa-apa yang dimiliki-Nya.

b.      ALLAH SWT pasti memiliki Kehendak dan Kemampuan atau ALLAH SWT memiliki sifat Qudrat dan Iradat yang sama-sama HEBAT sebab jika suatu Kehendak tanpa dibarengi dengan Kemampuan di dalam menciptakan sesuatu berarti hanya angan-angan belaka. 

c.       ALLAH SWT pasti memiliki Kemahaan atau Kekuatan atau Kemampuan atau Kekuasaan yang lebih dibandingkan dengan kemampuan dan kekuatan yang dimiliki oleh makhluk yang diciptakan-Nya.

d.      ALLAH SWT pasti lebih Berkuasa dibandingkan dengan kekuasaan dari apa-apa yang diciptakan-Nya sehingga dengan demikian Eksistensi keberadaan ALLAH SWT selaku Pemilik dan Pencipta  dapat dilihat, dapat dibedakan, dapat dinilai dengan sangat jelas di mata apa-apa yang diciptakan-Nya.

e.       ALLAH SWT selaku Inisiator, Pencipta dan Pemilik dapat dipastikan akan memelihara, akan menjaga, akan mengawasi, akan mengontrol, akan mengayomi, akan memberikan pertolongan kepada seluruh ciptaan-Nya. Hal ini untuk membuktikan ALLAH SWT adalah Maha Bertanggung Jawab serta untuk menunjukkan Eksistensi ALLAH SWT di mata ciptaan-Nya.

f.       ALLAH SWT pasti akan memberikan Sanksi atau Teguran atau Ancaman kepada siapapun juga yang melecehkan ALLAH SWT selaku Inisiator, Pencipta dan Pemilik dari alam semesta ini  dan ALLAH SWT akan memberikan pula Sanksi atau Teguran atau Ancaman kepada siapapun yang merusak atas apa-apa yang dimiliki oleh ALLAH SWT.

g.       ALLAH SWT pasti akan senang kepada ciptaan-Nya  yang mau menjaga dan mau memelihara segala sesuatu yang dimiliki oleh ALLAH SWT. Dan juga ALLAH SWT pasti akan senang kepada ciptaan-Nya yang dapat menempatkan, dapat meletakkan dan dapat memposisikan ALLAH SWT sesuai dengan keadaan ALLAH SWT yang sebenarnya, dalam hal ini menempatkan ALLAH SWT selaku Inisiator, Pencipta dan Pemilik.

h.      ALLAH SWT pasti sudah memikirkan dan mempersiapkan segala kebutuhan untuk kepentingan seluruh apa-apa yang diciptakannya sepanjang ciptaan itu ada di antara langit dan bumi sehingga dapat dikatakan ALLAH SWT pasti sudah mempunyai sarana dan prasarana baik langsung maupun tidak langsung untuk memenuhi segala kebutuhan makhluk yang diciptakannya di antara langit dan bumi tanpa terkecuali. Untuk itu lihatlah apa yang telah  ALLAH SWT lakukan kepada manusia sejak mulai diciptakan sampai dengan hari kiamat nanti, berapa banyak udara, berapa banyak hewan dan tumbuhan, berapa banyak air yang telah diciptakan oleh ALLAH SWT untuk kepentingan manusia?


ALLAH SWT selaku Inisiator, Pencipta dan Pemilik langit dan bumi tentu Wajib dan Harus melakukan, memiliki, membuat, menetapkan, mempunyai, memperlihatkan, menunjukkan apapun juga dalam rangka menunjukkan bahwa ALLAH SWT adalah segala-galanya, sehingga apa-apa yang akan kami sebutkan dalam point  a sampai dengan point e di bawah ini menjadi MUTLAK MILIK ALLAH SWT semata, yaitu:

a.       ALLAH SWT menetapkan dan memberlakukan adanya Ketentuan-Ketentuan atau adanya Undang-undang atau adanya Hukum-Hukum mengenai Qhada; Qadar dan Taqdir harus berlaku di alam semesta ini dan/atau

b.      ALLAH SWT membuat Garis-Garis Besar Haluan Ilahiah dengan menetapkan AD DIIN atau DIINUL ISLAM menjadi AGAMA yang HAQ sehingga harus dipatuhi atau di taati oleh kekhalifahan yang diciptakan-Nya dan/atau

c.       ALLAH SWT menunjukkan Kemahaan yang dimiliki-Nya  kepada seluruh ciptaannya dengan menetapkan Larangan, Perintah, Janji serta Ancaman dan/atau

d.      ALLAH SWT membuat, menetapkan dan menjalankan sebuah   Management System yang sangat terintegrasi di Lauh Mahfuzh di dalam mengelola, menjaga, mengawasi, merawat seluruh ciptaan-Nya dan/atau 

e.        ALLAH SWT mempunyai Kekuasaan Mutlak atas seluruh ciptaan-Nya yang ada di langit dan di bumi.


Sampai kapankah Kemutlakan yang Dimiliki oleh ALLAH SWT kepada seluruh ciptaan-Nya itu atau sampai kapankah masa berlakunya hubungan ALLAH SWT dengan seluruh ciptaan-Nya yang ada di langit dan di bumi? Di dalam kehidupan sehari-hari, biasanya kita akan melindungi, merawat, memelihara, menjaga apa-apa yang kita miliki dengan sekuat tenaga sampai hayat di kandung badan. Ini berarti kemampuan untuk melindungi dan menjaga hak kepemilikan dari seorang manusia mempunyai batas tertentu yaitu hanya sampai dengan Hayat di kandung Badan atau sampai dengan anak dan cucu. Sekarang bagaimana dengan  ALLAH SWT yang pasti Kekal Selamanya dan yang tidak akan mungkin musnah oleh sebab apapun juga? Jika ini adalah kondisi ALLAH SWT maka Kemutlakan yang dimiliki oleh ALLAH SWT kepada seluruh ciptaan-Nya itu akan tetap Kekal Selamanya sesuai dengan kondisi ALLAH SWT dan/atau hubungan ALLAH SWT dengan seluruh ciptaan-Nya yang ada di langit dan di bumi sesuai dengan KEKEKALAN yang dimiliki-Nya. Yang sering menjadi persoalan saat ini adalah Tahukah, Yakinkah, kita semua dengan Kemutlakan yang dimiliki oleh ALLAH SWT? Selama ini kita hanya mengetahui itu semua, akan tetapi keyakinan belum tumbuh di dalam diri dan yang lebih parah lagi kita malah tidak mau mempercayai itu semua.

2.      Adanya hubungan antara CIPTAAN dengan PENCIPTA dalam hal ini ALLAH SWT dengan MANUSIA.

Sekarang jika kita mengacu atau berkaca dengan Kondisi Dasar yang melekat pada  ALLAH SWT kepada apa-apa yang diciptakan-Nya, maka dapat dikatakan bahwa :

a.       Ciptaan itu adalah sesuatu yang hanya ada jika ia diciptakan dan jika ia tidak pernah diciptakan maka ia tidak akan pernah ada selamanya.

b.      Ciptaan itu adalah sesuatu yang tidak memiliki dan tidak mempunyai apapun juga dibandingkan dengan Pencipta, dan jika ciptaan itu memiliki dan mempunyai sesuatu itu karena diberikan oleh ALLAH SWT selaku Pencipta.   

c.       Ciptaan itu adalah sesuatu yang tidak mempunyai kekuasaan apapun juga dibandingkan dengan Pencipta dan jika ciptaan memiliki kekuasaan itu karena diberikan oleh ALLAH SWT selaku Pencipta.

d.      Ciptaan itu adalah sesuatu yang tidak akan sanggup melawan dan/atau tidak memiliki kemampuan untuk dapat mengalahkan Pencipta dalam hal ini adalah ALLAH SWT.

e.       Ciptaan itu adalah sesuatu yang keberadaannya hanya dijadikan sebagai obyek atau hanya sebagai mainan bagi penciptanya  dalam hal ini adalah mainan atau permaian ALLAH SWT. Dan jika ciptaan ini adalah MAINAN bagi penciptanya maka MAINAN tidak akan mungkin membuat sendiri aturan permainan untuk dirinya sendiri atau mainan tidak akan mungkin pula menjadi WASIT di dalam permainan yang dilakoninya sendiri.

f.       Ciptaan itu adalah sesuatu atau obyek yang tidak bisa berbuat sekehendak hatinya saja apalagi berbuat di tempat yang tidak dimilikinya sendiri sebab ia dan tempat itu juga sama-sama diciptakan oleh ALLAH SWT.


Jika apa-apa yang kami kemukakan di atas ini adalah kondisi dasar  dari suatu hubungan antara Manusia dengan ALLAH SWT. Selanjutnya jika kondisi dasar manusia ini kita bandingkan dengan kondisi dasar  ALLAH SWT yang telah kami kemukakan juga di atas, apa yang harus kita perbuat kepada ALLAH SWT? Sebelum menjawab pertanyaan ini, akan kami kemukakan 2(dua) ayat yang terdapat di dalam Al-Qur'an yang akan memberikan gambaran apa yang dilakukan oleh Ciptaan kepada Penciptanya, yaitu:

semua yang berada di langit dan yang berada di bumi bertasbih kepada Allah (menyatakan kebesaran Allah). dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
(surat Al Hadiid (57) ayat 1)

Apakah kamu tiada mengetahui, bahwa kepada Allah bersujud apa yang ada di langit, di bumi, matahari, bulan, bintang, gunung, pohon-pohonan, binatang-binatang yang melata dan sebagian besar daripada manusia? dan banyak di antara manusia yang telah ditetapkan azab atasnya. dan Barangsiapa yang dihinakan Allah Maka tidak seorangpun yang memuliakannya. Sesungguhnya Allah berbuat apa yang Dia kehendaki.
(surat Al Hajj (22) ayat 18)


Berdasarkan surat Al Hadiid (57) ayat 1 dan surat Al Hajj (22) ayat 18 yang kami kemukakan di atas ini, diterangkan bahwa seluruh apa-apa yang ada di langit dan seluruh apa-apa yang ada di muka bumi, yang terdiri dari matahari, bulan, bintang, gunung, binatang, tumbuhan, tanpa terkecuali melakukan SUJUD kepada ALLAH SWT dan/atau BERTASBIH kepada ALLAH SWT, dengan menyatakan dan mengakui akan kebesaran ALLAH SWT; menyatakan dan mengakui akan kekuasan ALLAH SWT, menyatakan dan mengakui kemahaan ALLAH SWT.


Bagaimana dengan MANUSIA atau dengan DIRI KITA yang saat ini sama-sama berada di tengah-tengah langit dan bumi seperti halnya matahari, bulan, bintang, gunung, binatang, dan tumbuhan? MANUSIA atau DIRI KITA sebagai MAKHLUK yang diciptakan oleh ALLAH SWT sama seperti halnya matahari, bulan, bintang, gunung, binatang, tumbuhan, tentu kita tidak memiliki kekuatan dan kemampuan apapun juga dibandingkan dengan ALLAH SWT. Dan jika DIRI KITA adalah sama-sama makhluk yang diciptakan oleh ALLAH SWT, apakah DIRI KITA juga telah melaksanakan seperti yang dilaksanakan oleh matahari, bulan, bintang, gunung, binatang, tumbuhan, udara, air, kepada ALLAH SWT. Lalu bagaimana jika DIRI KITA tidak mau melaksanakan seperti yang dilaksanakan oleh matahari, bulan, bintang, gunung, binatang, tumbuhan kepada  ALLAH SWT, lalu apa bedanya DIRI KITA yang telah dijadikan KHALIFAH di muka bumi dibandingkan dengan matahari, bulan, bintang, gunung, binatang, tumbuhan sedangkan KHALIFAH itu sendiri dapat di artikan sebagai Makhluk yang Terhormat dibandingkan dengan makhluk ALLAH SWT lainnya? Yang jelas jika kita mengacu kepada isi surat Al Hajj (22) ayat 18, hanya sebahagian saja MANUSIA yang melaksanakan seperti yang dilaksanakan oleh matahari, bulan, bintang, gunung, binatang, tumbuhan kepada ALLAH SWT.


Termasuk di dalam kelompok manakah DIRI KITA ini, apakah kelompok yang sujud dan bertasbih kepada ALLAH SWT atau apakah kelompok yang tidak mau sujud dan bertasbih kepada ALLAH SWT? Sekarang bagaimana jika kita tidak mau sujud dan tidak mau bertasbih seperti sujud dan bertasbihnya matahari, bulan, bintang, gunung, binatang, tumbuhan kepada ALLAH SWT, apakah ada sanksinya atau konsekuensinya? Jika kita tidak mau sujud dan bertasbih dengan menyatakan dan mengakui akan kebesaran  ALLAH SWT, berarti MANUSIA atau diri kita termasuk orang-orang yang Tidak Tahu Diri dan/atau telah memutuskan hubungan dengan  ALLAH SWT.


Jika saat ini kita ada di dunia ini, berarti keberadaan diri kita di muka bumi ini bukanlah sesuatu yang bersifat insidentil atau datang dengan tiba-tiba tanpa ada perencanaan sedikitpun. Namun keberadaan diri kita adalah bagian dari Kehendak dan Kemampuan ALLAH SWT di dalam melaksanakan Rencana Besar KEKHALIFAHAN di muka bumi. Diri Kita sebagai MAKHLUK yang diciptakan oleh ALLAH SWT berarti Diri Kita dapat dikatakan sebagai sebuah Mainan bagi ALLAH SWT. Pemain tidak akan mungkin menentukan sendiri Aturan Main dalam suatu Permainan. Akan tetapi Pemain hanyalah Boneka-Boneka yang harus melaksanakan dan menjalankan Aturan Permainan. Ini berarti jika Diri Kita adalah MAINAN bagi ALLAH SWT maka Diri Kita harus menjalankan dan melaksanakan Aturan Permainan yang telah Ditetapkan oleh  ALLAH SWT selaku Inisiator, Pencipta dan Pemilik dari Kekhalifahan di muka bumi.

Hidup di dunia adalah suatu permainan maka di dalam permainan yang saat ini kita jalankan, dalam hal ini kita menjalankan Kekhalifahan di muka bumi, maka :

a.       Di dalam setiap permainan harus ada awalnya dan harus pula ada akhirnya.

b.      Di dalam setiap permaian maka harus ada tempat bertanding atau ada arenanya.

c.       Di dalam setiap permainan harus ada kawan dan harus pula ada lawan atau musuh sehingga dengan adanya lawan atau musuh maka akan menghasilkan suatu kemenangan atau suatu kekalahan atau ada yang menang atau ada yang kalah.

d.      Di dalam setiap permainan harus ada aturan-aturan atau ketentuan-ketentuan yang baku untuk membedakan peserta permainan atau juga untuk menentukan siapakah pemenang dari suatu permainan. 

e.       Di dalam setiap permainan harus ada Wasit atau Pengawas Pertandingan dalam rangka menegakkan prinsip FAIRPLAY dalam permainan. 

Timbul pertanyaan yang paling mendasar bagi diri kita selaku PEMAIN di dalam permainan kekhalifahan di muka bumi yaitu mau menjadi PECUNDANGKAH atau mau menjadi PEMENANGKAH diri kita? RASANYA tidak akan ada MANUSIA yang ingin menjadi PECUNDANG di dalam permainan KEKHALIFAHAN di muka bumi sebab Hadiah dan Penghargaan yang akan diterimanya adalah KAMPUNG KESENGSARAAN dan KEBINASAAN. Semua Manusia termasuk diri kita pasti ingin menjadi PEMENANG sebab akan memperoleh apa yang dinamakan dengan KAMPUNG KEBAHAGIAAN sehingga kita dapat bertemu langsung dengan ALLAH SWT dan juga NABI MUHAMMAD SAW dan/atau dengan NABI-NABI yang terdahulu. Akan tetapi untuk menjadi PEMENANG bukanlah perkara mudah seperti membalik telapak tangan, sebab MUSUH atau LAWAN yang akan KITA hadapi adalah:

a.       MUSUH atau LAWAN yang sangat PROFESIONAL kerjanya,

b.      MUSUH atau LAWAN yang Tidak Nampak oleh Mata namun pengaruhnya sangat hebat,

c.       MUSUH atau LAWAN yang tidak pernah kenal lelah dalam rangka mengalahkan lawannya,

d.      MUSUH atau LAWAN yang dapat bergerak mengikuti delapan penjuru mata angin.

e.       MUSUH atau LAWAN yang sangat Licin, Licik yang akan mempergunakan segala Cara tanpa ada batasan, apakah HALAL ataupun HARAM yang penting lawannya KALAH menjadi PECUNDANG.    
 
Timbul pertanyaan, mampukah diri kita mengalahkan MUSUH atau LAWAN yang mempunyai KUALIFIKASI seperti di atas atau mampukah kita mengalahkan SYAITAN seorang diri? RASANYA jika kita hanya seorang diri  atau kita hanya mengandalkan kemampuan yang ada pada diri sendiri untuk menghadapi SYAITAN sangat sulit atau bahkan tidak akan mungkin kita dapat mengalahkan mereka. Apalagi di saat kita berperang melawan SYAITAN di dalam diri kita sendiri pun masih ada MUSUH yang tersembunyi, apakah itu? MUSUH dalam SELIMUT yang terdapat di dalam diri setiap MANUSIA adalah AHWA atau HAWA NAFSU. Untuk itu di saat kita berperang melawan IBLIS/JIN/SYAITAN, kita tidak boleh menganggap remeh, enteng dengan AHWA yang ada di dalam diri kita atau kita tidak boleh mengatakan AHWA adalah  Lawan atau Musuh yang mudah dikalahkan.

Hal ini dimungkinkan karena AHWA adalah kendaraan atau alat bantu bagi SYAITAN untuk mengalahkan MANUSIA. Jika ini adalah KONDISI DASAR dari PERMAINAN yang sedang kita laksanakan, apakah yang harus kita perbuat? Apabila kita ingin memenangkan Pertandingan melawan SYAITAN dan menang melawan AHWA atau apabila kita ingin selalu  menjadikan diri kita sendiri sebagai MAKHLUK yang TERHORMAT di antara makhluk ciptaan ALLAH SWT lainnya. Tidak ada jalan lain kecuali menerima, melaksanakan,  dengan sepenuh hati  DIINUL ISLAM secara KAFFAH atau melaksanakan Komitmen dan Pengakuan Tiada Tuhan selain ALLAH SWT dan NABI MUHAMMAD SAW utusan ALLAH SWT. Apabila kita mampu melaksanakan DIINUL ISLAM secara KAFFAH dan/atau melaksanakan SYAHADAT dengan baik dan benar atau mampu menempatkan serta meletakkan ALLAH SWT selaku Inisiator, Pencipta dan Pemilik dari langit dan bumi sesuai dengan Kehendak-Nya maka kita akan mampu mengalahkan SYAITAN dan juga AHWA secara berbarengan.

Selain daripada itu dengan adanya  DIINUL ISLAM sebagai Agama yang Haq bagi diri kita maka hal itu akan menjadikan diri kita tetap sebagai Makhluk yang Terhormat, sebab tercermin dari perilaku kita yang selalu berperilaku Terhormat sehingga kitapun dapat pulang kampung secara Terhormat ke tempat yang Terhormat untuk bertemu dengan ALLAH SWT dalam suasana yang saling Hormat Menghormati. Sekarang tinggal bagaimana kita menyikapi kondisi ini dengan sebaik-baiknya, sebab RESIKO yang timbul tanggung jawab diri sendiri.


Berdasarkan apa-apa yang kami kemukakan di atas tentang hubungan antara ALLAH SWT dengan manusia atau hubungan antara manusia dengan ALLAH SWT, jelas terlihat bahwa manusia sangat membutuhkan ALLAH SWT jika ingin sukses menjadi KHALIFAH di muka bumi. Dan jika kesuksesan menjadi KHALIFAH yang sesuai dengan kehendak ALLAH SWT yang kita inginkan saat ini, tidak ada jalan lain kecuali memenuhi hak-hak  ALLAH SWT dan jangan pernah sakali-kali untuk memutuskan hubungan dengan ALLAH SWT dalam kondisi apapun juga.

Ibnu Abbas ra berkata: Nabi SAW bersabda: ALLAH ta'ala berfirman: Tidaklah Aku akan memperhatikan hak hamba-Ku sebelum ia memperhatikan hak-Ku terhadap dia.
(HQR Ath Thabarani, 272:125)


Hal yang harus kita ingat adalah ALLAH SWT bersikap pasif atau  ALLAH SWT menunggu manusia melaksanakan apa-apa yang dikehendaki ALLAH SWT dan/atau ALLAH SWT menunggu manusia mau memenuhi hak-hak ALLAH SWT. Untuk itu manusialah yang harus aktif terlebih dahulu kepada ALLAH SWT maka barulah ALLAH SWT aktif memenuhi kewajibannya kepada manusia. Ini berarti sepanjang manusia mau berhubungan dengan ALLAH SWT atau sepanjang manusia mau menjadikan  ALLAH SWT sebagai satu-satunya Tuhan di alam semesta ini maka ALLAH SWT pun mau berhubungan dengan manusia. Sedangkan jika manusia memutuskan hubungan dengan  ALLAH SWT atau jika manusia tidak mau menjadikan ALLAH SWT sebagai satu-satunya Tuhan yang berhak di sembah  maka ALLAH SWT pun akan tidak mau menjadi Tuhan bagi manusia. Untuk itu jangan pernah melakukan tindakan dan perbuatan yang dapat mengakibatkan terputusnya hubungan antara diri kita dengan ALLAH SWT. Perbuatan dan tindakan apakah itu?

Berikut ini adalah tindakan dan perbuatan yang mengakibatkan putusnya hubungan diri kita kepada ALLAH SWT yaitu perbuatan Syirik, Musyrik, Murtad, Munafiq, Terlena akan kehidupan dunia, Buruk Sangka kepada ALLAH SWT dan lain sebagainya. Apabila hal ini yang kita lakukan maka yang rugi ataupun yang akan menderita bukanlah ALLAH SWT melainkan diri kita sendiri. Inilah kondisi dasar dari hubungan antara ALLAH SWT dengan manusia dan juga sebaliknya. Sekarang masih maukah diri kita tidak melaksanakan SYAHADAT dengan tidak mengakui bahwa Tiada Tuhan selain ALLAH SWT dan Nabi Muhammad adalah Utusan ALLAH SWT? Jika ini yang kita lakukan dan laksanakan  berarti diri kita sudah  memilih dengan kesadaran sendiri untuk :

a.       Menjadikan selain dari ALLAH SWT sebagai Tuhan-Tuhan Baru pengganti ALLAH SWT saat menjadi KHALIFAH di muka bumi atau melakukan perbuatan Syirik.

b.      Putus hubungan dengan ALLAH SWT dan/atau sudah tidak  membutuhkan lagi pertolongan dari ALLAH SWT.

c.       Menjadikan diri sendiri sebagai pecundang di dalam permainan kekhalifahan di muka bumi.

d.      Menjadikan NERAKA JAHANNAM sebagai tempat kembali. 

Namun jika kita tidak ingin putus hubungan dengan ALLAH SWT atau jika kita merasa sangat membutuhkan ALLAH SWT maka tidak ada jalan lain kecuali memanfaatkan sisa usia yang ada sebelum Ruh tiba di kerongkongan dengan melakukan perbuatan atau tindakan yang sesuai dengan Kehendak ALLAH SWT.

Hal ini dikarenakan masa berlaku SYAHADAT secara individual dimulai dari saat ditiupkannya Ruh ke dalam Jasmani sampai dengan sebelum Ruh tiba dikerongkongan. Sebagai KHALIFAH yang sedang menjalankan tugas di muka bumi perhatikanlah dengan baik-baik masa berlakunya SYAHADAT, jangan sampai setelah habis waktu baru kita sadar telah melakukan kesalahan atau setelah selesai berkelahi baru ingat jurus silat.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar