Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Rabu, 18 Mei 2016

CIRI-CIRI ORANG YANG TELAH BERSYAHADAT




Dalam kehidupan sehari-hari, seorang pemain tidak bisa merangkap menjadi wasit. Jika hal ini terjadi maka prinsip Fair Play dalam suatu permainan tidak akan mungkin dapat diterapkan dalam suatu pertandingan. Untuk dapat dikatakan bahwa diri kita adalah pemenang maka kita harus dapat menunjukkan hal itu dengan mengalahkan seseorang dalam suatu pertandingan yang dipimpin oleh wasit. Ini berarti untuk menunjukkan suatu kemenangan tidak bisa hanya dilakukan secara sepihak saja. Akan tetapi harus ada bukti kongkret yang kita tunjukkan di dalam pertandingan dengan mengalahkan lawan. Sekarang bagaimana jika prinsip di atas ini kami terapkan dalam pelaksanaan SYAHADAT?


Sebagai pelaksana dari SYAHADAT maka diri kitapun tidak bisa menilai sendiri SYAHADAT yang telah kita laksanakan sebab kita tidak bisa merangkap sebagai Wasit. Lalu siapakah yang menilai SYAHADAT yang kita laksanakan? Penilai dari SYAHADAT hanyalah ALLAH SWT sebab  ALLAH SWT adalah satu-satunya Tuhan yang memiliki HAK untuk memberikan penilaian atas SYAHADAT yang kita laksanakan. Agar ALLAH SWT memberikan nilai yang tinggi atas SYAHADAT yang kita laksanakan, tidak ada jalan lain kecuali diri kita membuktikan secara sendiri-sendiri pula SYAHADAT yang kita laksanakan dihadapan ALLAH SWT selaku satu-satunya Tuhan di alam semesta ini. Agar pelaksanaan SYAHADAT yang kita laksanakan tidak menjadi sia-sia belaka, berikut ini akan kami kemukakan ciri-ciri dari orang yang telah melaksanakan SYAHADAT yang sesuai dengan kehendak ALLAH SWT atau SYAHADAT yang mempunyai nilai tinggi dihadapan ALLAH SWT, yaitu:


A. Hamba ALLAH SWT yang selalu mentaati RASUL

Salah satu bukti bahwa diri kita telah melaksanakan SYAHADAT yang sesuai dengan kehendak ALLAH SWT adalah diri kita telah mampu melaksanakan Iman kepada ALLAH SWT dan Iman kepada Rasul. Adanya kondisi seperti ini berarti diri kita telah mampu  menghilangkan, telah mampu meniadakan, atau tidak pernah sekalipun mengakui adanya Tuhan selain ALLAH SWT di alam semesta ini dan juga hanya mengakui bahwa Nabi Muhamamd SAW utusan ALLAH SWT.



Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. jika ia Kaya ataupun miskin, Maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.
(surat An Nisaa'  (4) ayat 135)

Jika hal ini telah mampu kita laksanakan dengan baik dan benar berarti diri kita saat ini telah memperhambakan diri menjadi Hamba ALLAH SWT. Sekarang apakah buktinya diri kita telah menjadi Hamba ALLAH SWT saat melaksanakan tugas sebagai KHALIFAH di muka bumi? Berdasarkan surat An Nisaa' (4) ayat 135 yang kami kemukakan di atas ini, terdapat beberapa indikator yang harus tercermin, yang harus ada, yang harus terlihat, yang harus dibuktikan di dalam perbuatan sebagai bukti dari diri kita yang telah mengaku menjadi Hamba ALLAH SWT, yaitu:

1.      Setiap Hamba ALLAH SWT pasti telah melaksanakan Rukun Iman atau telah beriman kepada ALLAH SWT dan Iman kepada Rasul. Jika hal ini sudah kita lakukan, sudahkah apa-apa yang dikehendaki oleh ALLAH SWT kita lakukan dengan baik dan benar atau sudahkah apa-apa yang telah dicontohkan dan yang telah diteladankan oleh Nabi Muhammad SAW kita laksanakan?

2.      Penegak keadilan serta mampu menjadi saksi yang baik kepada diri sendiri, kaum kerabat maupun kepada ibu dan bapak serta kepada yang kaya maupun kepada yang miskin. Jika hal ini sudah kita lakukan, tidak bisa hanya sebatas di bibir saja akan tetapi harus dibuktikan dalam kehidupan, dalam pekerjaaan, dalam profesi maupun di dalam hidup bermasyarakat. 

3.      Tidak mau dan tidak akan pernah menjadikan AHWA sebagai Tuhan pengganti ALLAH SWT sehingga tidak akan pernah menjadikan JASMANI sebagai komandan bagi RUHANI. 


Sebagai KHALIFAH di muka bumi, sudahkah indikator yang kami kemukakan di atas ini tercermin di dalam diri sebagai wujud dari pelaksanaan SYAHADAT? Jika ke tiga indikator di atas tidak ada di dalam diri secara keseluruhan berarti ada sesuatu yang salah saat diri kita melaksanakan SYAHADAT. Untuk itu tidak ada jalan lain kecuali memperbaiki kualitas SYAHADAT yang telah kita laksanakan.

Adanya 3(tiga) indikator di atas, apa yang harus kita ketahui dan laksanakan dengan indikator tersebut? Indikator yang kami kemukakan di atas merupakan bukti dari pelaksanaan SYAHADAT yang tidak bisa hanya bersifat sementara saja atau sewaktu waktu saja atau hanya saat tertentu saja atau saat diri kita kepepet saja. Akan tetapi harus bersifat permanen, tidak pernah goyah dalam kondisi apapun juga. Selanjutnya sudahkah SYAHADAT atau bukti dari pelaksanaan SYAHADAT kita laksanakan secara permanen dari waktu ke waktu? Kami sangat berharap kita semua termasuk orang-orang yang telah mampu melaksanakan SYAHADAT secara permanen, secara konsisten dalam kondisi apapun juga.

Sekarang bagaimana jika saat kita menjadi KHALIFAH di muka bumi malah kita sendiri mengaku-ngaku sebagai Tuhan selain ALLAH SWT atau mengaku-ngaku dengan menjadikan diri sendiri adalah Rasul setelah Nabi Muhammad SAW tiada? Selanjutnya jika ini yang terjadi maka hal-hal sebagai berikut pasti terjadi pada diri kita, yaitu Diri kita telah menyatakan perang kepada  ALLAH SWT selaku pencipta dan pemilik alam semesta ini, atau Diri kita masuk ke dalam kelompok orang yang tidak tahu diri dikarenakan ia telah mengganggap ALLAH SWT tidak ada  atau Diri kita telah menjadi TAMU yang kurang ajar dan tidak tahu diri di muka bumi yang tidak pernah kita miliki dan tidak pernah kita ciptakan atau Diri kita telah membeli TIKET untuk pulang kampung ke NERAKA JAHANNAM untuk hidup bertetangga dengan SYAITAN.

Untuk itu jangan pernah bermain-main dengan SYAHADAT, jangan pernah mempermainkan SYAHADAT sebab SYAHADAT merupakan cerminan dari sikap diri kita sendiri di dalam mempersaksikan ALLAH SWT sebagai satu-satunya Tuhan di alam semesta ini dan juga di dalam mempersaksikan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah Utusan ALLAH SWT. Semakin tinggi kualitas SYAHADAT yang kita laksanakan akan semakin tinggi pula penghargaan dari ALLAH SWT. Demikian pula sebaliknya semakin rendah kualitas SYAHADAT yang kita laksanakan semakin rendah pula kualitas penghargaan yang kita peroleh dari ALLAH SWT. 



B. Selalu mewasiatkan Aqidah Islam kepada anak dan keturunan


Seorang yang telah melaksanakan SYAHADAT yang sesuai dengan kehendak ALLAH SWT dapat dipastikan ia dapat merasakan nikmatnya  bertuhankan kepada ALLAH SWT dari waktu ke waktu dan/atau tidak hanya sekali atau sesekali saja, melainkan terus menerus dari waktu ke waktu. Selanjutnya bagaimana dengan diri kita? Jika kita mampu melakukan seperti yang dilakukan orang di atas, maka diri kitapun dapat pula menikmati hal yang sama. Di lain sisi keberadaan diri kita di muka bumi ini tidak bisa dilepaskan dari regenerasi kekhalifahan di muka bumi yang ada di atas diri kita, dalam hal ini kakek dan orang tua kita dan seterusnya. Selanjutnya jika saat ini kita telah mampu merasakan nikmatnya bertuhankan kepada ALLAH SWT berarti kondisi ini tidak bisa dilepaskan dengan peran kakek nenek, atau orang tua yang telah merawat, mendidik, membimbing diri kita sejak dalam kandungan sampai dengan saat ini. Selanjutnya sudahkah diri kita berbakti kepada mereka?

Sekarang apa yang harus kita perbuat dan lakukan jika saat ini kita yang telah melaksanakan SYAHADAT sudah pula menjadi seorang bapak atau sudah pula menjadi seorang ibu bagi anak dan keturunan kita sendiri? Jika kita mengacu kepada surat  Al Baqarah (2) ayat 133 di bawah ini, sebagai seorang bapak atau sebagai seorang ibu yang telah melaksanakan SYAHADAT yang baik dan benar maka kita harus selalu mewasiatkan Aqidah Islam kepada anak dan keturunan kita yang juga merupakan bagian dari regenerasi kekhalifahan di muka bumi yang kita lakukan. Kenapa hal ini harus kita lakukan?

 

Adakah kamu hadir ketika Ya'qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: "Apa yang kamu sembah sepeninggalku?" mereka menjawab: "Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan yang Maha Esa dan Kami hanya tunduk patuh kepada-Nya".
(surat Al Baqarah (2) ayat 133)


Untuk dapat menjadikan anak dan keturunan menjadi generasi yang mampu melaksanakan SYAHADAT yang seperti kita lakukan bukanlah seperti membalik telapak tangan. Akan tetapi harus melalui kerja keras, dengan memberikan pendidikan, dengan memberikan bimbingan, dengan memberikan contoh dan teladan. Tanpa itu semua anak dan keturunan kita akan sangat sulit menjadi generasi yang berhasil melaksanakan SYAHADAT yang sesuai kehendak ALLAH SWT.


Rasulullah SAW bersabda: “Bila seseorang telah meninggal, terputus untuknya pahala segala amal kecuali tiga hal yang tetap kekal: Shadaqah Jariah, Ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang senantiasa mendoakannya”.  
  (HR Bukhari-Muslim)


Di lain sisi, jika kita memperhatikan Hadits yang kami kemukakan di atas ini, bagaimana mungkin kita memperoleh atau mendapatkan doa dari anak yang shaleh dan shalehah jika anak tersebut tidak pernah kita persiapkan sejak kita masih hidup di dunia? Anak yang shaleh dan shalehah bukan datang secara tiba-tiba, ia ada karena dipersiapkan untuk ada. Sekarang sebagai KHALIFAH di muka bumi sudahkah kita mempersiapkan sejak dini, sudahkah kita memprogram, sudahkah kita mendidik, mengajarkan, memberi contoh dan teladan guna menjadikan anak dan keturunan kita sebagai anak yang shaleh dan shalehah yang senantiasa mendoakan diri kita nantinya?

Sebagai KHALIFAH di muka bumi, apakah kita hanya bertanggung jawab kepada anak dan keturunan kita semata dengan mengabaikan orang lain? Sebagai orang yang telah melaksanakan SYAHADAT yang sesuai dengan kehendak ALLAH SWT maka diri kita harus pula bermanfaat kepada orang lain; diri kita harus pula saling tolong menolong dengan sesama dalam hal kebaikan. Adanya kondisi ini berarti kita harus pula mengingatkan, mendorong, mengajarkan sesama manusia tentang arti dan pentingnya Aqidah Islam di dalam pelaksanaan kekhalifahan di muka bumi maupun dalam rangka merasakan nikmatnya bertuhankan kepada ALLAH SWT. Lalu sudahkah kita berperan aktif di dalam masyarakat, bangsa, dan negara untuk menanamkan Aqidah Islam sebagai modal awal untuk menuju masyarakat madani atau sebagai wujud tanggung jawab sosial diri kita di dalam pelaksanaan hubungan antar sesama manusia? 



C. Selalu memohon, selalu mengadukan persoalan kepada ALLAH SWT

Di dalam kehidupan sehari-hari, jika kita bekerja di suatu kantor tertentu lalu ditugaskan sebagai kepala cabang di daerah tertentu pula. Sebagai kepala cabang kita diharuskan untuk selalu berkoordinasi dengan kantor pusat dan/atau kita harus selalu berjalan sesuai dengan arahan kantor pusat atau kita tidak diperkenankan untuk putus hubungan dengan kantor pusat. Selanjutnya dalam perjalanan waktu, terjadi suatu permasalahan di kantor cabang yang kita pimpin, apa yang harus kita lakukan? Kantor pusat akan membebankan segala tanggung jawab termasuk kerugian yang terjadi di kantor cabang kepada pimpinan cabang, jika segala sesuatu yang terjadi tidak pernah dilaporkan, tidak pernah dimusyawarahkan dengan kantor pusat.

Akan tetapi jika permasalahan yang terjadi di kantor cabang di koordinasikan, di laporkan ke kantor pusat, maka secara otomatis kantor pusat akan membantu, akan memberikan masukan, atau bahkan akan mengambil alih persoalan yang terjadi di kantor cabang yang kita pimpin. Sekarang bagaimana dengan kedaaan diri kita yang saat ini sedang melaksanakan tugas sebagai KHALIFAH di muka bumi? Ketentuan yang sama juga berlaku pada saat diri kita melaksanakan tugas sebagai KHALIFAH di muka bumi. ALLAH SWT selaku inisiator, pencipta dan pemilik dari kekhalifahan di muka bumi tentu bertanggung jawab dengan apa-apa yang diciptakannya, dan apa-apa yang dimilikinya. Timbul pertanyaan, sejauh manakah ALLAH SWT bertanggung jawab kepada kekhalifahan di muka bumi yang diciptakan-Nya serta yang dimiliki-Nya?

Tanggung jawab ALLAH SWT kepada khalifah-Nya sangat tergantung kepada sejauh mana manusia yang di angkat menjadi khalifah-Nya tersebut meminta tanggung jawab ALLAH SWT. Jika manusia, termasuk diri kita  enggan untuk memintanya, maka ALLAH SWTpun akan enggan pula memberikannya. Demikian pula sebaliknya, jika manusia, temasuk diri kita sangat berkepentingan dengan tanggung jawab ALLAH SWT maka ALLAH SWTpun akan berkepentingan pula untuk memberikan tanggung jawabnya kepada khalifah-Nya.

Selanjutnya, jika yang kami kemukakan di atas ini  adalah kondisi dan keadaan dari hubungan antara ALLAH SWT kepada manusia yang dijadikannya sebagai KHALIFAH, apa yang harus kita lakukan jika kita yang telah melaksanakan SYAHADAT mengalami, menghadapi problematika hidup seperti masalah anak, masalah istri atau suami, masalah pekerjaan, masalah keuangan dan lain sebagainya? Jika kita termasuk orang yang telah  melaksanakan SYAHADAT dengan baik dan benar berarti kita telah menjadikan ALLAH SWT sebagai satu-satunya Tuhan di alam semesta ini yang mampu menyelesaikan segala apapun problem yang kita hadapi.


Untuk itu jangan pernah sekalipun kita mengadukan segala persoalan hidup yang kita hadapi kepada selain ALLAH SWT. Adukanlah, laporkanlah, beritahukanlah apa-apa yang telah terjadi hanya kepada ALLAH SWT karena kita ada karena ALLAH SWT juga. Lalu mintalah jalan keluar yang terbaik kepada ALLAH SWT, atau mintalah perbaikan hidup yang terbaik kepada ALLAH SWT, termasuk untuk anak dan keturunan kita kepada ALLAH SWT.

sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit[96], Maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. dan dimana saja kamu berada, Palingkanlah mukamu ke arahnya. dan Sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.
(surat Al Baqarah (2) ayat 144)

[96] Maksudnya ialah Nabi Muhammad s.a.w. sering melihat ke langit mendoa dan menunggu-nunggu turunnya wahyu yang memerintahkan beliau menghadap ke Baitullah.

Untuk maksud tersebut di atas, jangan pernah sekalipun diri kita melakukan tindakan atau perbuatan atau usaha-usaha sebagai berikut kepada ALLAH SWT, baik langsung ataupun tidak langsung, seperti :

1.      Jangan memalingkan wajah atau pandangan atau pengharapan atau permohonan kepada Tuhan selain ALLAH SWT dan/atau jangan memutuskan hubungan komunikasi dengan  ALLAH SWT atau jangan pernah sekalipun meninggalkan ALLAH SWT dan/atau jangan pernah sekalipun untuk mengadakan konfrontasi baik langung ataupun tidak langsung dengan ALLAH SWT.

2.      Jangan pernah menjadikan Tuhan-Tuhan selain ALLAH SWT apakah itu manusia, jin, harta, pangkat, jabatan, pekerjaan menjadi  pelindung, menjadi penjaga, menjadi pemelihara diri kita sehingga mereka semua kita anggap segala-galanya dibandingkan dengan ALLAH SWT.

3.      Jangan pernah menjadikan apa-apa yang telah dilarang oleh ALLAH SWT menjadi sebuah petunjuk dan/atau menjadikan apa-apa yang diperintahkan ALLAH SWT menjadi sesuatu yang dilarang sehingga hal-hal itulah yang kita jadikan pedoman sewaktu menjalankan tugas di muka bumi. Apabila ini yang terjadi maka kita akan sangat di sayang oleh SYAITAN sang Laknatullah.  


Sebagai KHALIFAH di muka bumi, tahukah anda dengan hadits qudsi yang kami kemukakan di bawah ini? Jika kita mempelajari Hadits Qudsi di bawah ini, berarti ALLAH SWT memang sengaja atau memang telah membuat skenario tertentu untuk menilai kualitas para hamba-Nya melalui musibah atau cobaan.

Abi Umamah ra, berkata: Nabi SAW bersabda: ALLAH ta'ala berfirman: Pergilah hai Malaikat-Ku kepada hamba-Ku dan timpakanlah musibah diatasnya, lalu pergilah si Malaikat menimpakan musibah di atas si hamba ALLAH yang menerimanya dengan syukur dan segala pujian bagi ALLAH. Kembalilah Malaikat itu kepada Tuhan seraya berkata: Ya, Tuhan kami, kami telah menimpakan musibah di atasnya sebagaimana perintah-Mu, lalu berfirman ALLAH : Kembalilah kepadanya (hamba-Ku) karena Aku ingin mendengar suaranya.
(HQR At Thabarani, 272:76)

Jika ini adalah asumsi dari apa yang kita alami dan rasakan saat ini, siapakah yang sanggup melawan kehendak ALLAH SWT, siapakah yang sanggup mencarikan jalan keluar persoalan yang kita hadapi, siapakah yang memiliki kemampuan untuk menyelesaikan segala persoalan yang tengah kita hadapi jika semuanya berasal dari ALLAH SWT, siapakah yang mampu menolong diri kita jika apa yang kita alami asalnya dari  ALLAH SWT?


Sebagai KHALIFAH yang telah mampu melaksanakan SYAHADAT dengan baik dan benar maka kita harus dapat menyatakan dengan baik dan benar pula bahwa hanya ALLAH SWT lah satu-satunya Tuhan yang ada di alam semesta ini yang mampu menolong diri kita. Hasil akhir dari ini semua sangat tergantung seberapa jauh tingkat keyakinan dari diri kita sendiri kepada ALLAH SWT. Semakin tinggi tinggi tingkat keyakinan diri kita maka akan semakin tinggi pula perhatian ALLAH SWT kepada diri kita. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah tingkat keyakinan diri kita maka akan semakin rendah pula perhatian ALLAH SWT kepada diri kita.

A.  Penegak KEBENARAN dan KEADILAN

Seperti telah kita ketahui bersama bahwa ALLAH SWT tidak wajib memiliki Sifat Salbiyah, Sifat Ma'ani dan Af'al atau Asma yang berjumlah 99 (sembilan puluh sembilan) perbuatan jika yang ada hanya ALLAH SWT. Hal ini dikarenakan ALLAH SWT sudah MAHA sejak awal sampai kapanpun juga. Jika sekarang ALLAH SWT sudah mewajibkan atas Diri-Nya sendiri memiliki Sifat Salbiyah, Sifat Ma'ani dan Af'al atau Asmaul Husna, hal ini dikarenakan adanya tanggung jawab ALLAH SWT kepada makhluk yang diciptakan-Nya terutama manusia atau untuk menunjukkan Kemahaan yang dimiliki-Nya kepada makhluk-Nya serta diperuntukkan untuk kepentingan seluruh makhluk-Nya.

Sebagai KHALIFAH yang telah melaksanakan SYAHADAT apa yang harus kita lakukan dan buktikan dengan adanya kondisi mengenai ALLAH SWT yang kami kemukakan di atas? Jika kita termasuk orang yang telah melaksanakan SYAHADAT tentu kesaksian yang harus kita lakukan tidak bisa sebatas ucapan belaka. Akan tetapi harus dibuktikan, harus diperlihatkan dalam bentuk pengabdian kepada ALLAH SWT bagi kepentingan sesama manusia dan/atau perbuatan dan tindakan yang kita lakukan selalu sesuai dengan apa-apa yang dikehendaki ALLAH SWT.
 
Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
(surat Al Maa-idah (5) ayat 8)

ALLAH SWT adalah DZAT yang MAHA BENAR sebagai bukti diri kita telah menyatakan dan mengakui bahwa ALLAH SWT adalah satu-satunya Tuhan yang MAHA BENAR maka apakah kita diam saja jika terjadi ketidakbenaran atau penipuan dan/atau berita bohong yang terjadi di hadapan kita? Selanjutnya ALLAH SWT adalah DZAT yang MAHA ADIL lalu apakah buktinya jika kita telah mengakui, mengimani, menyatakan  bahwa ALLAH SWT adalah satu-satunya Tuhan yang MAHA ADIL maka apakah kita diam saja dengan ketidakadilan atau dengan kesewenang-wenangan atau dengan kecurangan-kecurangan yang terjadi dihadapan kita? Berdasarkan surat  Al Maaidah (5) ayat 8 yang kami kemukakan di atas ini bahwa seseorang yang telah melaksanakan SYAHADAT maka ia akan menjadikan dirinya sebagai penegak Kebenaran dan juga penegak Keadilan yang tidak sebatas sekedar ucapan belaka namun dibuktikan dalam perbuatan dan tingkah laku. Di lain sisi, ALLAH SWT melalui hadits qudsi yang kami kemukakan di bawah ini, juga mengancam kepada diri kita jika sampai melihat orang yang teraniaya tetapi kita tidak berbuat apapun kepadanya.

Adanya kondisi yang kami kemukakan di atas ini, berarti antara perbuatan dan tingkah laku diri kita tidak boleh berseberangan dan/atau perbuatan dan tingkah laku diri kita harus sejalan dengan apa yang kita akui dan nyatakan di dalam SYAHADAT. Maksudnya adalah jika ALLAH SWT adalah DZAT yang MAHA BENAR maka diri kita harus pula mengakui dan menyatakannya serta melakukan perbuatan yang sesuai dengan perbuatan ALLAH SWT yaitu MAHA BENAR. Demikian pula jika kita mengakui dan menyatakan bahwa ALLAH SWT satu-satunya Tuhan di alam raya ini sebagai DZAT yang MAHA ADIL maka perbuatan-perbuatan yang kita laksanakan saat menjadi KHALIFAH harus memiliki dan berlandaskan perbuatan ALLAH SWT yaitu MAHA ADIL.

Ibn Abbas ra berkata: Nabi SAW bersabda: ALLAH ta'ala berfirman: Demi kemulian dan kebesaran-Ku, Aku akan adakan pembalasan terhadap orang yang dzalim lambat ataupun cepat, juga terhadap orang yang melihat orang teraniaya yang ia dapat menolongnya tetapi tidak berbuat.
(HQR At Thabarani, 272:163)

Sekarang apa jadinya jika kita yang telah menyatakan SYAHADAT sedangkan diri kita adalah pelaku ketidakbenaran; pelaku ketidakadilan, pelaku dan penyebar berita bohong, pelaku dan pelaksana kesaksian palsu untuk kepentingan dan keuntungan diri sendiri maupun kelompok tertentu? Jika ini yang terjadi maka antara diri kita dengan ALLAH SWT berada di dalam ketidaksesusaian perbuatan dan dapat dipastikan ada yang salah di dalam SYAHADAT yang kita laksanakan serta apa yang kita lakukan sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh SYAITAN. Selain daripada itu, jika diri kita yang sebenarnya adalah RUH maka hal ini dapat di artikan bahwa diri kita adalah bagian yang tidak terpisahkan dengan ALLAH SWT.   

Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al Quran itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa Sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?
(surat Fushshilat (41) ayat 53)

Selanjutnya jika kita mengacu kepada surat Fushshilat (41) ayat 53 yang kami kemukakan di atas ini kita, diperintahkan oleh ALLAH SWT untuk memperlihatkan tanda-tanda Kebesaran dan Kemahaan ALLAH SWT kepada semua orang. Timbul pertanyaan tanda-tanda Kemahaan dan Kebesaran apakah yang harus kita perlihatkan, tunjukkan, melalui diri kita yang tidak lain adalah bagian dari  ALLAH SWT? Diri kita (makudnya adalah RUH) sebagai bagian yang tidak terpisahkan dengan ALLAH SWT maka dapat dipastikan diri kita yang sebenarnya pasti memiliki sifat ma'ani dan perbuatan yang sama dengan ALLAH SWT. Dan jika ALLAH SWT memiliki perbuatan Ar Rachman dan Ar Rahhim maka diri kitapun pasti memiliki perbuatan  Ar Rachman dan Ar Rahhim pula.

Setelah memiliki sifat Ar Rachman dan Ar Rahhim, apakah Ar Rachman dan Ar Rahhim yang kita miliki kita diamkan saja? Sebagai orang yang telah melaksanakan SYAHADAT maka  Ar Rachman dan Ar Rahhim yang telah kita miliki tersebut wajib kita perlihatkan, wajib kita tunjukkan melalui tingkah laku dan perbuatan yang ditujukan untuk kepada sesama manusia. Jika ini yang terjadi maka lahirlah apa yang dinamakan dengan moralitas ALLAH SWT di tengah masyarakat dan juga pada setiap tindakan dan perbuatan manusia. Dan jika ini yang dilakukan oleh setiap orang yang telah melaksanakan SYAHADAT maka apa yang dinamakan dengan dekadensi moral atau rusaknya moralitas tidak akan pernah terjadi. Adanya kondisi ini dapat dikatakan bahwa setiap manusia yang telah melaksanakan SYAHADAT dengan baik dan benar maka ia tidak akan pernah menjadi KORUPTOR, Pelaku Kolusi dan Nepotisme, Pemakai NARKOBA dan Bandar NARKOBA, Penjudi dan Bandar Judi, pelaku PENCUCIAN UANG HARAM, TERORIS, PENYEBAR FITNAH, pelaku KEJAHATAN KERAH PUTIH dan lain sebagainya.

Selain daripada itu, di dalam diri orang yang sudah melaksanakan SYAHADAT dengan baik dan benar, maka tidak terdapat lagi sifat dan perbuatan sombong dengan harta, sombong dengan kedudukan, sombong dengan ilmu, riya, ujub, kikir, pelit, suka menggosip, suka tergesa-gesa, keluh kesah, pendusta, tidak mau bersyukur dan lain sebagainya. Sekarang sudahkah diri kita menampilkan apa-apa yang dikehendaki oleh  ALLAH SWT yang tertuang di dalam surat Fushshilat (41) ayat ayat 53 sebagai bukti telah melaksanakan SYAHADAT?   

B.  Tidak Mau Menghalangi Orang Lain Beribadah

Salah satu bukti bahwa diri kita telah melaksanakan SYAHADAT maka cerminan dari pelaksanaaan SYAHADAT tersebut akan tampak di dalam perbuatan dan tingkah laku diri kita yang sesuai dengan kehendak ALLAH SWT. Selanjutnya jika diri kita telah melaksanakan dan telah pula merasakan apa yang dinamakan dengan nikmatnya bertuhankan kepada ALLAH SWT, lalu apa yang harus kita perbuat kepada sesama KHALIFAH, apakah mendorong mereka untuk melakukan hal yang sama dengan diri kita ataukah berusaha menghalang-halangi sesama umat manusia untuk berbuat kebaikan dikarenakan kita takut tidak kebagian SYURGA?


Berdasarkan surat Ali Imran (3) ayat 99 yang kami kemukakan di bawah ini dikemukakan bahwa seseorang yang telah bersyahadat dengan baik dan benar maka ia tidak akan pernah sekalipun menghalangi orang lain untuk melaksanakan ibadah atau untuk menuju jalan yang lurus atau kita harus pula berusaha untuk berbagi kepada sesama dengan mengajak mereka untuk merasakan nikmatnya bertuhankan kepada ALLAH SWT sebagai bentuk tanggung jawab moral serta menjaga keharmonisan hubungan antar sesama umat manusia.

Katakanlah: "Hai ahli Kitab, mengapa kamu menghalang-halangi dari jalan Allah orang-orang yang telah beriman, kamu menghendakinya menjadi bengkok, Padahal kamu menyaksikan?". Allah sekali-kali tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan.
(surat Ali Imran (3) ayat 99)

Sekarang apa jadinya jika kita yang telah melaksanakan SYAHADAT justru kita merasa diri kita yang benar saja sehingga orang lain selalu salah atau hanya kelompok kita saja yang benar yang lain salah atau hanya diri dan kelompok kita sajalah yang berhak merasakan nikmatnya bertuhankan kepada ALLAH SWT sehingga kita tidak mau berbagi kepada sesama sedangkan ALLAH SWT adalah DZAT yang MAHA TERPUJI dan MAHA PEMBERI? Jika apa yang kita perbuat tidak sesuai dengan AF'AL yang dimiliki oleh ALLAH SWT maka dapat dipastikan SYAHADAT yang kita laksanakan belum dan tidak sesuai dengan kehendak  ALLAH SWT atau dapat dipastikan ada yang salah di dalam diri kita pada saat melaksanakan SYAHADAT. Untuk itu tidak ada jalan lain kecuali melakukan TAUBAT yang di ikuti dengan memperbaiki kualitas SYAHADAT yang telah kita laksanakan.  

Hamba ALLAH SWT, itulah lima buah ciri dari orang yang telah melaksanakan SYAHADAT dengan baik dan benar. Akan tetapi masih ada beberapa ciri lainnya yang juga dimiliki oleh orang yang telah sukses melaksanakan SYAHADAT, apakah itu? Berikut ini akan kami kemukakan ciri lainnya yang ada pada orang yang telah sukses melaksanakan SYAHADAT, yaitu:

1.     Tidak Takut Berjihad di Jalan ALLAH SWT

Berdasarkan surat Ali Imran (3) ayat 140 yang kami kemukakan di bawah ini dikemukakan bahwa seseorang yang telah bersyahadat dengan baik dan benar maka ia tidak akan pernah gentar ataupun takut ataupun ragu-ragu untuk melakukan jihad sehingga ia akan selalu bersungguh-sungguh untuk  menegakkan Agama ALLAH SWT baik melalui harta dan juga melalui jiwanya. Adanya kondisi ini maka hal ini akan menjadi pembeda yang sangat jelas antara khalifah yang kafir dan yang beriman atau yang benar-benar bersungguh-sungguh dengan yang biasa-biasa saja dan/atau dengan adanya jihad maka akan terjadilah seleksi kekhalifahan di muka bumi.

jika kamu (pada perang Uhud) mendapat luka, Maka Sesungguhnya kaum (kafir) itupun (pada perang Badar) mendapat luka yang serupa. dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan diantara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada'[231]. dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim,
(surat Ali Imran (3) ayat 140)
[231] Syuhada' di sini ialah orang-orang Islam yang gugur di dalam peperangan untuk menegakkan agama Allah. sebagian ahli tafsir ada yang mengartikannya dengan menjadi saksi atas manusia sebagai tersebut dalam ayat 143 surat Al Baqarah.

2.  Selalu Menginginkan Mati dalam Keadaan SYAHID

Berdasarkan surat Al Hajj (22) ayat 78 yang kami kemukakan di bawah ini dikemukakan bahwa seseorang yang telah melaksanakan Syahadat dengan baik dan benar maka ia akan selalu menginginkan, akan selalu mendambakan, akan selalu berusaha untuk memperoleh  mati dalam keadaan Syahid dan/atau orang yang melaksanakan Syahadat akan selalu berusaha dengan sungguh-sungguh agar selalu berada di dalam kesesuaian dengan apa-apa yang dikehendaki ALLAH SWT dan/atau akan mengajarkan hal-hal seperti ini kepada anak dan keturunannya masing-masing sebagai bagian dari regenerasi kekhalifahan di muka bumi.

dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan Jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang Muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al Quran) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia, Maka dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, Maka Dialah Sebaik-baik pelindung dan sebaik- baik penolong.
(surat Al Hajj (22) ayat 78)

3. Selalu berpegangan dan juga selalu Berlindung kepada  ALLAH SWT

Berdasarkan surat Al Hajj (22) ayat 78 yang kami kemukakan di bawah ini dikemukakan bahwa seseorang yang telah bersyahadat dengan baik dan benar maka ia akan selalu berpegangan kepada ALLAH SWT, ia akan selalu berlindung hanya kepada ALLAH SWT dan/atau ia tidak akan pernah menjadikan Tuhan selain ALLAH SWT sebagai pelindungnya dan/atau ia akan selalu menjadikan apa-apa yang diperintahkan oleh ALLAH SWT  dan apa-apa yang dilarang oleh ALLAH SWT sebagai pedoman saat melaksanakan tugas sebagai KHALIFAH di muka bumi.

dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan Jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang Muslim dari dahulu[993], dan (begitu pula) dalam (Al Quran) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia, Maka dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, Maka Dialah Sebaik-baik pelindung dan sebaik- baik penolong.
(surat Al Hajj (22) ayat 78)

[993] Maksudnya: dalam Kitab-Kitab yang telah diturunkan kepada nabi-nabi sebelum Nabi Muhammad s.a.w.

4.     Tidak Mau membikin Hukum, menghukum Diri Sendiri dengan Hukum  ALLAH SWT

Berdasarkan surat Al An'am (6) ayat 144 yang kami kemukakan di bawah ini dikemukakan bahwa seseorang yang telah mampu  bersyahadat dengan baik dan benar maka ia tidak akan mau membikin-bikin hukum, atau membuat aturan-aturan yang bukan menjadi kewenangannya. Apalagi melakukan tindakan untuk menambah atau mengurangi atau menyesuaikan hukum-hukum atau ketentuan-ketentuan yang telah ALLAH SWT tetapkan berlaku, dirubah untuk kepentingan diri sendiri atau untuk keuntungan kelompok tertentu saja serta tidak mau menghukum diri sendiri dengan Hukum atau dengan ketentuan          ALLAH SWT tanpa sebab yang dibenarkan oleh Syariat.

dan sepasang dari unta dan sepasang dari lembu. Katakanlah: "Apakah dua yang jantan yang diharamkan ataukah dua yang betina, ataukah yang ada dalam kandungan dua betinanya? Apakah kamu menyaksikan di waktu Allah menetapkan ini bagimu? Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang membuat-buat Dusta terhadap Allah untuk menyesatkan manusia tanpa pengetahuan ?" Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.
(surat Al An'am (6) ayat 144)

5. Tidak Akan memberikan Kesaksian Palsu

Berdasarkan surat An Nuur (24) ayat 13 yang kami kemukakan di bawah ini dikemukakan bahwa seseorang yang telah bersyahadat dengan baik dan benar maka ia tidak akan pernah memberikan kesaksian palsu kepada siapapun juga dan/atau tidak akan mau menjadi saksi palsu baik langsung maupun tidak langsung apalagi demi untuk mengambil keuntungan sesaat atau untuk memperoleh jabatan tertentu dengan menghalalkan segala cara.

mengapa mereka (yang menuduh itu) tidak mendatangkan empat orang saksi atas berita bohong itu? Olah karena mereka tidak mendatangkan saksi-saksi Maka mereka Itulah pada sisi Allah orang- orang yang dusta.
(surat An Nuur (24) ayat 13)


6. Selalu Meminjamkan Kepada ALLAH SWT Pinjaman Yang Baik

Berdasarkan surat Al Hadiid (57) ayat 18 yang kami kemukakan di bawah ini dikemukakan bahwa orang yang telah bersyahadat dengan baik dan benar maka ia akan berusaha dengan sungguh-sungguh untuk selalu menafkahkan sebahagian hartanya di jalan ALLAH SWT dan/atau menginvestasikan sebahagian rezekinya ke BANK ILAHIAH melalui Zakat, Infaq, Shadaqah, Hadiah, Waqaf, Qurban ataupun Nazar dan/atau menafkahkan sebahagiaan rezekinya dengan meminjamkan kepada ALLAH SWT sesuatu pinjaman yang baik, tanpa ada paksaaan dari siapapun juga dalam rangka mencari keridhaan ALLAH SWT yang kesemuanya di dalam rangka membantu sesama umat manusia.

Sesungguhnya orang-orang yang membenarkan (Allah dan Rasul- Nya) baik laki-laki maupun perempuan dan meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya akan dilipatgandakan (pembayarannya) kepada mereka; dan bagi mereka pahala yang banyak.
(surat Al Hadiid (57) ayat 18)

Sebagai KHALIFAH yang sedang melaksanakan tugas di muka bumi, sudahkah ciri-ciri dari orang yang telah melaksanakan  SYAHADAT ada pada diri kita saat ini? Jika ciri-ciri yang telah kami kemukakan di atas tidak ada pada diri kita atau jika ada hanya sedikit saja maka dapat dipastikan ada sesuatu yang salah di dalam pelaksanaan SYAHADAT yang telah kita laksanakan. Jika sudah demikian keadaannya maka jalan keluar yang terbaik adalah memperbaiki dan meningkatkan kualitas SYAHADAT yang  telah kita lakukan dengan SYAHADAT yang sesuai dengan kehendak ALLAH SWT dan lalu apa yang telah kita Syahadatkan tidak hanya dilaksanakan sebatas omongan saja namun harus dibuktikan dengan perbuatan yang tercermin dalam tingkah laku kita sehari-hari.


Selanjutnya kami ingin mengajak para hamba ALLAH SWT untuk belajar langsung kepada tumbuhan. Timbul pertanyaan kenapa harus kepada tumbuhan, lalu ada apa dengan tumbuhan? Untuk itu lihatlah dan perhatikanlah tumbuhan, dimana setiap tumbuhan dapat dipastikan memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Jika di alam ini ada jutaan spesies tumbuhan, maka akan ada pula jutaan karakteristik tumbuhan. Akan tetapi dari jutaan spesies tumbuhan, dari jutaan karakteristik yang dimiliki oleh tumbuhan, mereka semua memiliki satu kesamaan, apakah itu?


Satu kesamaan yang dimiliki oleh setiap tumbuhan yang ada di alam semesta ini adalah setiap tumbuhan akan mengikat CO2 dan melepaskan O2 untuk kepentingan makhluk lainnya, termasuk untuk diri kita dan juga hewan. Adanya kondisi ini berarti setiap tumbuhan dapat dipastikan selalu berguna bagi kepentingan makhluk lainnya. Sekarang bagaimana dengan manusia yang telah di angkat menjadi KHALIFAH? Jika manusia belum bisa berguna bagi bagi orang lain berarti tumbuhan lebih tinggi kedudukannya, berarti tumbuhan lebih terhormat, berarti tumbuhan lebih mulia daripada manusia.


Sebagai KHALIFAH yang sudah melaksanakan SYAHADAT jangan sampai diri kita lebih rendah harkat dan martabat serta kedudukannya dibandingkan tumbuhan dan jika kita merasa lebih tinggi derajat dan kedudukannya dibandingkan dengan tumbuhan maka sudah sepantasnya dan sepatutnya diri kita yang telah melaksanakan SYAHADAT untuk selalu menjaga, merawat, melestarikan alam sehingga ke anekaragaman hayati dapat terpelihara sampai anak dan keturunan kita.



Jika kita telah melaksanakan SYAHADAT atau telah memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari tumbuhan berarti diri kita tidak akan pernah melakukan apa yang dinamakan dengan illegal logging, perambahan hutan, merusak sumber daya alam, mencemarkan air dan udara, melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan kebijakan pelestarian alam, dan lain sebagainya. Dan jika sekarang alam menjadi liar, alam menjadi tidak ramah, alam menjadi sukar di olah, maka introspeksilah diri dengan bercermin langsung kepada tumbuhan yang mau berguna bagi makhluk lainnya. Selain daripada itu jika sampai diri kita merusak tumbuhan tanpa sebab-sebab yang dibenarkan, berarti diri kita telah merampas, diri kita telah merampok hak dari tumbuhan untuk bersujud dan bertasbih kepada ALLAH SWT.     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar