Dalam kehidupan sehari-hari, seorang pemain tidak
bisa merangkap menjadi wasit. Jika hal ini terjadi maka prinsip Fair Play dalam
suatu permainan tidak akan mungkin dapat diterapkan dalam suatu pertandingan.
Untuk dapat dikatakan bahwa diri kita adalah pemenang maka kita harus dapat
menunjukkan hal itu dengan mengalahkan seseorang dalam suatu pertandingan yang
dipimpin oleh wasit. Ini berarti untuk menunjukkan suatu kemenangan tidak bisa
hanya dilakukan secara sepihak saja. Akan tetapi harus ada bukti kongkret yang
kita tunjukkan di dalam pertandingan dengan mengalahkan lawan. Sekarang
bagaimana jika prinsip di atas ini kami terapkan dalam pelaksanaan SYAHADAT?
Sebagai pelaksana dari SYAHADAT maka diri kitapun
tidak bisa menilai sendiri SYAHADAT yang telah kita laksanakan sebab kita tidak
bisa merangkap sebagai Wasit. Lalu siapakah yang menilai SYAHADAT yang kita
laksanakan? Penilai dari SYAHADAT hanyalah ALLAH SWT sebab ALLAH SWT adalah satu-satunya Tuhan yang
memiliki HAK untuk memberikan penilaian atas SYAHADAT yang kita laksanakan.
Agar ALLAH SWT memberikan nilai yang tinggi atas SYAHADAT yang kita laksanakan,
tidak ada jalan lain kecuali diri kita membuktikan secara sendiri-sendiri pula
SYAHADAT yang kita laksanakan dihadapan ALLAH SWT selaku satu-satunya Tuhan di
alam semesta ini. Agar pelaksanaan SYAHADAT yang kita laksanakan tidak menjadi
sia-sia belaka, berikut ini akan kami kemukakan ciri-ciri dari orang yang telah
melaksanakan SYAHADAT yang sesuai dengan kehendak ALLAH SWT atau SYAHADAT yang
mempunyai nilai tinggi dihadapan ALLAH SWT, yaitu:
A.
Hamba ALLAH SWT yang selalu mentaati RASUL
Salah satu bukti bahwa diri kita telah melaksanakan
SYAHADAT yang sesuai dengan kehendak ALLAH SWT adalah diri kita telah mampu
melaksanakan Iman kepada ALLAH SWT dan Iman kepada Rasul. Adanya kondisi
seperti ini berarti diri kita telah mampu
menghilangkan, telah mampu meniadakan, atau tidak pernah sekalipun
mengakui adanya Tuhan selain ALLAH SWT di alam semesta ini dan juga hanya
mengakui bahwa Nabi Muhamamd SAW utusan ALLAH SWT.
Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang
yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap
dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. jika ia Kaya ataupun miskin,
Maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu
karena ingin menyimpang dari kebenaran. dan jika kamu memutar balikkan
(kata-kata) atau enggan menjadi saksi, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha
mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.
(surat An Nisaa' (4) ayat 135)
Jika hal ini telah mampu kita laksanakan dengan baik
dan benar berarti diri kita saat ini telah memperhambakan diri menjadi Hamba
ALLAH SWT. Sekarang apakah buktinya diri kita telah menjadi Hamba ALLAH SWT
saat melaksanakan tugas sebagai KHALIFAH di muka bumi? Berdasarkan surat An
Nisaa' (4) ayat 135 yang kami kemukakan di atas ini, terdapat beberapa
indikator yang harus tercermin, yang harus ada, yang harus terlihat, yang harus
dibuktikan di dalam perbuatan sebagai bukti dari diri kita yang telah mengaku
menjadi Hamba ALLAH SWT, yaitu:
1. Setiap
Hamba ALLAH SWT pasti telah melaksanakan Rukun Iman atau telah beriman kepada
ALLAH SWT dan Iman kepada Rasul. Jika hal ini sudah kita lakukan, sudahkah
apa-apa yang dikehendaki oleh ALLAH SWT kita lakukan dengan baik dan benar atau
sudahkah apa-apa yang telah dicontohkan dan yang telah diteladankan oleh Nabi
Muhammad SAW kita laksanakan?
2. Penegak
keadilan serta mampu menjadi saksi yang baik kepada diri sendiri, kaum kerabat
maupun kepada ibu dan bapak serta kepada yang kaya maupun kepada yang miskin.
Jika hal ini sudah kita lakukan, tidak bisa hanya sebatas di bibir saja akan
tetapi harus dibuktikan dalam kehidupan, dalam pekerjaaan, dalam profesi maupun
di dalam hidup bermasyarakat.
3. Tidak
mau dan tidak akan pernah menjadikan AHWA sebagai Tuhan pengganti ALLAH SWT
sehingga tidak akan pernah menjadikan JASMANI sebagai komandan bagi
RUHANI.
Sebagai KHALIFAH di muka bumi, sudahkah indikator
yang kami kemukakan di atas ini tercermin di dalam diri sebagai wujud dari pelaksanaan
SYAHADAT? Jika ke tiga indikator di atas tidak ada di dalam diri secara
keseluruhan berarti ada sesuatu yang salah saat diri kita melaksanakan
SYAHADAT. Untuk itu tidak ada jalan lain kecuali memperbaiki kualitas SYAHADAT
yang telah kita laksanakan.
Adanya 3(tiga) indikator di atas, apa yang harus
kita ketahui dan laksanakan dengan indikator tersebut? Indikator yang kami
kemukakan di atas merupakan bukti dari pelaksanaan SYAHADAT yang tidak bisa
hanya bersifat sementara saja atau sewaktu waktu saja atau hanya saat tertentu
saja atau saat diri kita kepepet saja. Akan tetapi harus bersifat permanen,
tidak pernah goyah dalam kondisi apapun juga. Selanjutnya sudahkah SYAHADAT
atau bukti dari pelaksanaan SYAHADAT kita laksanakan secara permanen dari waktu
ke waktu? Kami sangat berharap kita semua termasuk orang-orang yang telah mampu
melaksanakan SYAHADAT secara permanen, secara konsisten dalam kondisi apapun
juga.
Sekarang bagaimana jika saat kita menjadi KHALIFAH
di muka bumi malah kita sendiri mengaku-ngaku sebagai Tuhan selain ALLAH SWT
atau mengaku-ngaku dengan menjadikan diri sendiri adalah Rasul setelah Nabi
Muhammad SAW tiada? Selanjutnya jika ini yang terjadi maka hal-hal sebagai
berikut pasti terjadi pada diri kita, yaitu Diri kita telah menyatakan perang
kepada ALLAH SWT selaku pencipta dan
pemilik alam semesta ini, atau Diri kita masuk ke dalam kelompok orang yang
tidak tahu diri dikarenakan ia telah mengganggap ALLAH SWT tidak ada atau Diri kita telah menjadi TAMU yang kurang
ajar dan tidak tahu diri di muka bumi yang tidak pernah kita miliki dan tidak
pernah kita ciptakan atau Diri kita telah membeli TIKET untuk pulang kampung ke
NERAKA JAHANNAM untuk hidup bertetangga dengan SYAITAN.
Untuk itu jangan pernah bermain-main dengan SYAHADAT, jangan pernah
mempermainkan SYAHADAT sebab SYAHADAT merupakan cerminan dari sikap diri kita
sendiri di dalam mempersaksikan ALLAH SWT sebagai satu-satunya Tuhan di alam
semesta ini dan juga di dalam mempersaksikan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah
Utusan ALLAH SWT. Semakin tinggi kualitas SYAHADAT yang kita
laksanakan akan semakin tinggi pula penghargaan dari ALLAH SWT. Demikian pula
sebaliknya semakin rendah kualitas SYAHADAT yang kita laksanakan semakin rendah
pula kualitas penghargaan yang kita peroleh dari ALLAH SWT.
B.
Selalu mewasiatkan Aqidah Islam kepada anak dan keturunan
Seorang yang telah melaksanakan SYAHADAT yang sesuai
dengan kehendak ALLAH SWT dapat dipastikan ia dapat merasakan nikmatnya bertuhankan kepada ALLAH SWT dari waktu ke
waktu dan/atau tidak hanya sekali atau sesekali saja, melainkan terus menerus
dari waktu ke waktu. Selanjutnya bagaimana dengan diri kita? Jika kita mampu
melakukan seperti yang dilakukan orang di atas, maka diri kitapun dapat pula
menikmati hal yang sama. Di lain sisi keberadaan diri kita di muka bumi ini
tidak bisa dilepaskan dari regenerasi kekhalifahan di muka bumi yang ada di
atas diri kita, dalam hal ini kakek dan orang tua kita dan seterusnya.
Selanjutnya jika saat ini kita telah mampu merasakan nikmatnya bertuhankan
kepada ALLAH SWT berarti kondisi ini tidak bisa dilepaskan dengan peran kakek
nenek, atau orang tua yang telah merawat, mendidik, membimbing diri kita sejak
dalam kandungan sampai dengan saat ini. Selanjutnya sudahkah diri kita berbakti
kepada mereka?
Sekarang apa yang harus kita perbuat dan lakukan
jika saat ini kita yang telah melaksanakan SYAHADAT sudah pula menjadi seorang
bapak atau sudah pula menjadi seorang ibu bagi anak dan keturunan kita sendiri?
Jika kita mengacu kepada surat Al Baqarah (2) ayat 133 di bawah ini, sebagai
seorang bapak atau sebagai seorang ibu yang telah melaksanakan SYAHADAT yang
baik dan benar maka kita harus selalu
mewasiatkan Aqidah Islam kepada anak dan keturunan kita yang juga merupakan
bagian dari regenerasi kekhalifahan di muka bumi yang kita lakukan. Kenapa hal ini harus kita lakukan?
Adakah kamu hadir ketika Ya'qub kedatangan
(tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: "Apa yang kamu
sembah sepeninggalku?" mereka menjawab: "Kami akan menyembah Tuhanmu
dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan yang Maha
Esa dan Kami hanya tunduk patuh kepada-Nya".
(surat Al Baqarah (2) ayat 133)
Untuk dapat menjadikan anak dan keturunan menjadi
generasi yang mampu melaksanakan SYAHADAT yang seperti kita lakukan bukanlah
seperti membalik telapak tangan. Akan
tetapi harus melalui kerja keras, dengan memberikan pendidikan, dengan
memberikan bimbingan, dengan memberikan contoh dan teladan. Tanpa itu semua
anak dan keturunan kita akan sangat sulit menjadi generasi yang berhasil
melaksanakan SYAHADAT yang sesuai kehendak ALLAH SWT.
Rasulullah SAW bersabda: “Bila seseorang
telah meninggal, terputus untuknya pahala segala amal kecuali tiga hal yang
tetap kekal: Shadaqah Jariah, Ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang
senantiasa mendoakannya”.
(HR Bukhari-Muslim)
Di lain sisi, jika kita memperhatikan Hadits yang
kami kemukakan di atas ini, bagaimana mungkin kita memperoleh atau mendapatkan
doa dari anak yang shaleh dan shalehah jika anak tersebut tidak pernah kita
persiapkan sejak kita masih hidup di dunia? Anak yang shaleh dan shalehah bukan datang secara tiba-tiba, ia ada
karena dipersiapkan untuk ada. Sekarang sebagai KHALIFAH di muka bumi sudahkah kita
mempersiapkan sejak dini, sudahkah kita memprogram, sudahkah kita mendidik,
mengajarkan, memberi contoh dan teladan guna menjadikan anak dan keturunan kita
sebagai anak yang shaleh dan shalehah yang senantiasa mendoakan diri kita
nantinya?
Sebagai KHALIFAH di muka bumi, apakah kita hanya
bertanggung jawab kepada anak dan keturunan kita semata dengan mengabaikan
orang lain? Sebagai orang yang telah melaksanakan SYAHADAT yang
sesuai dengan kehendak ALLAH SWT maka diri kita harus pula bermanfaat kepada
orang lain; diri kita harus pula saling tolong menolong dengan sesama dalam hal
kebaikan. Adanya kondisi ini berarti kita harus pula mengingatkan, mendorong,
mengajarkan sesama manusia tentang arti dan pentingnya Aqidah Islam di dalam
pelaksanaan kekhalifahan di muka bumi maupun dalam rangka merasakan nikmatnya
bertuhankan kepada ALLAH SWT. Lalu sudahkah kita berperan aktif di dalam
masyarakat, bangsa, dan negara untuk menanamkan Aqidah Islam sebagai modal awal
untuk menuju masyarakat madani atau sebagai wujud tanggung jawab sosial diri
kita di dalam pelaksanaan hubungan antar sesama manusia?
C. Selalu memohon, selalu mengadukan
persoalan kepada ALLAH SWT
Di dalam kehidupan sehari-hari, jika kita bekerja di suatu kantor
tertentu lalu ditugaskan sebagai kepala cabang di daerah tertentu pula. Sebagai
kepala cabang kita diharuskan untuk selalu berkoordinasi dengan kantor pusat
dan/atau kita harus selalu berjalan sesuai dengan arahan kantor pusat atau kita
tidak diperkenankan untuk putus hubungan dengan kantor pusat. Selanjutnya dalam
perjalanan waktu, terjadi suatu permasalahan di kantor cabang yang kita pimpin,
apa yang harus kita lakukan? Kantor pusat akan membebankan segala tanggung
jawab termasuk kerugian yang terjadi di kantor cabang kepada pimpinan cabang,
jika segala sesuatu yang terjadi tidak pernah dilaporkan, tidak pernah
dimusyawarahkan dengan kantor pusat.
Akan tetapi jika permasalahan yang terjadi di kantor cabang di
koordinasikan, di laporkan ke kantor pusat, maka secara otomatis kantor pusat
akan membantu, akan memberikan masukan, atau bahkan akan mengambil alih
persoalan yang terjadi di kantor cabang yang kita pimpin. Sekarang bagaimana
dengan kedaaan diri kita yang saat ini sedang melaksanakan tugas sebagai
KHALIFAH di muka bumi? Ketentuan yang sama juga berlaku pada saat diri kita
melaksanakan tugas sebagai KHALIFAH di muka bumi. ALLAH SWT selaku inisiator,
pencipta dan pemilik dari kekhalifahan di muka bumi tentu bertanggung jawab
dengan apa-apa yang diciptakannya, dan apa-apa yang dimilikinya. Timbul
pertanyaan, sejauh manakah ALLAH SWT bertanggung jawab kepada kekhalifahan di
muka bumi yang diciptakan-Nya serta yang dimiliki-Nya?
Tanggung jawab ALLAH SWT kepada khalifah-Nya sangat tergantung kepada
sejauh mana manusia yang di angkat menjadi khalifah-Nya tersebut meminta
tanggung jawab ALLAH SWT. Jika manusia, termasuk diri kita enggan untuk memintanya, maka ALLAH SWTpun
akan enggan pula memberikannya. Demikian pula sebaliknya, jika manusia, temasuk
diri kita sangat berkepentingan dengan tanggung jawab ALLAH SWT maka ALLAH
SWTpun akan berkepentingan pula untuk memberikan tanggung jawabnya kepada
khalifah-Nya.
Selanjutnya, jika yang kami kemukakan di atas ini adalah kondisi dan keadaan dari hubungan
antara ALLAH SWT kepada manusia yang dijadikannya sebagai KHALIFAH, apa yang
harus kita lakukan jika kita yang telah melaksanakan SYAHADAT mengalami,
menghadapi problematika hidup seperti masalah anak, masalah istri atau suami,
masalah pekerjaan, masalah keuangan dan lain sebagainya? Jika kita termasuk
orang yang telah melaksanakan SYAHADAT
dengan baik dan benar berarti kita telah menjadikan ALLAH SWT sebagai
satu-satunya Tuhan di alam semesta ini yang mampu menyelesaikan segala apapun
problem yang kita hadapi.
Untuk itu jangan pernah sekalipun kita mengadukan
segala persoalan hidup yang kita hadapi kepada selain ALLAH SWT. Adukanlah,
laporkanlah, beritahukanlah apa-apa yang telah terjadi hanya kepada ALLAH SWT
karena kita ada karena ALLAH SWT juga. Lalu mintalah jalan keluar yang terbaik kepada
ALLAH SWT, atau mintalah perbaikan hidup yang terbaik kepada ALLAH SWT,
termasuk untuk anak dan keturunan kita kepada ALLAH SWT.
sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke
langit[96], Maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai.
Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. dan dimana saja kamu berada,
Palingkanlah mukamu ke arahnya. dan Sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan
Nasrani) yang diberi Al kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa
berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah
sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.
(surat Al Baqarah (2)
ayat 144)
[96] Maksudnya ialah Nabi Muhammad s.a.w. sering
melihat ke langit mendoa dan menunggu-nunggu turunnya wahyu yang memerintahkan
beliau menghadap ke Baitullah.
Untuk maksud tersebut di atas, jangan pernah sekalipun diri kita
melakukan tindakan atau perbuatan atau usaha-usaha sebagai berikut kepada ALLAH
SWT, baik langsung ataupun tidak langsung, seperti :
1.
Jangan memalingkan wajah atau pandangan atau
pengharapan atau permohonan kepada Tuhan selain ALLAH SWT dan/atau jangan
memutuskan hubungan komunikasi dengan
ALLAH SWT atau jangan pernah sekalipun meninggalkan ALLAH SWT dan/atau
jangan pernah sekalipun untuk mengadakan konfrontasi baik langung ataupun tidak
langsung dengan ALLAH SWT.
2.
Jangan pernah menjadikan Tuhan-Tuhan selain ALLAH
SWT apakah itu manusia, jin, harta, pangkat, jabatan, pekerjaan menjadi pelindung, menjadi penjaga, menjadi
pemelihara diri kita sehingga mereka semua kita anggap segala-galanya
dibandingkan dengan ALLAH SWT.
3.
Jangan pernah menjadikan apa-apa yang telah dilarang
oleh ALLAH SWT menjadi sebuah petunjuk dan/atau menjadikan apa-apa yang
diperintahkan ALLAH SWT menjadi sesuatu yang dilarang sehingga hal-hal itulah
yang kita jadikan pedoman sewaktu menjalankan tugas di muka bumi. Apabila ini
yang terjadi maka kita akan sangat di sayang oleh SYAITAN sang
Laknatullah.
Sebagai KHALIFAH di muka bumi, tahukah anda dengan
hadits qudsi yang kami kemukakan di bawah ini? Jika kita mempelajari Hadits
Qudsi di bawah ini, berarti ALLAH SWT memang sengaja atau memang telah membuat
skenario tertentu untuk menilai kualitas para hamba-Nya melalui musibah atau cobaan.
Abi Umamah
ra, berkata: Nabi SAW bersabda: ALLAH ta'ala berfirman: Pergilah hai
Malaikat-Ku kepada hamba-Ku dan timpakanlah musibah diatasnya, lalu pergilah si
Malaikat menimpakan musibah di atas si hamba ALLAH yang menerimanya dengan
syukur dan segala pujian bagi ALLAH. Kembalilah Malaikat itu kepada Tuhan
seraya berkata: Ya, Tuhan kami, kami telah menimpakan musibah di atasnya
sebagaimana perintah-Mu, lalu berfirman ALLAH : Kembalilah kepadanya (hamba-Ku)
karena Aku ingin mendengar suaranya.
(HQR
At Thabarani, 272:76)
Jika ini adalah asumsi dari apa yang kita alami dan
rasakan saat ini, siapakah
yang sanggup melawan kehendak ALLAH SWT, siapakah yang sanggup mencarikan jalan
keluar persoalan yang kita hadapi, siapakah yang memiliki kemampuan untuk menyelesaikan
segala persoalan yang tengah kita hadapi jika semuanya berasal dari ALLAH SWT,
siapakah yang mampu menolong diri kita jika apa yang kita alami asalnya
dari ALLAH SWT?
Sebagai KHALIFAH yang telah mampu melaksanakan
SYAHADAT dengan baik dan benar maka kita harus dapat menyatakan dengan baik dan
benar pula bahwa hanya ALLAH SWT lah satu-satunya Tuhan yang ada di alam
semesta ini yang mampu menolong diri kita. Hasil akhir dari ini semua sangat
tergantung seberapa jauh tingkat keyakinan dari diri kita sendiri kepada ALLAH
SWT. Semakin tinggi tinggi tingkat keyakinan diri kita maka akan semakin tinggi
pula perhatian ALLAH SWT kepada diri kita. Demikian pula sebaliknya, semakin
rendah tingkat keyakinan diri kita maka akan semakin rendah pula perhatian
ALLAH SWT kepada diri kita.
A. Penegak
KEBENARAN dan KEADILAN
Seperti telah kita ketahui bersama bahwa ALLAH SWT tidak wajib memiliki
Sifat Salbiyah, Sifat Ma'ani dan Af'al atau Asma yang berjumlah 99 (sembilan
puluh sembilan) perbuatan jika yang ada hanya ALLAH SWT. Hal ini dikarenakan
ALLAH SWT sudah MAHA sejak awal sampai kapanpun juga. Jika sekarang ALLAH SWT
sudah mewajibkan atas Diri-Nya sendiri memiliki Sifat Salbiyah, Sifat Ma'ani
dan Af'al atau Asmaul Husna, hal ini dikarenakan adanya tanggung jawab ALLAH
SWT kepada makhluk yang diciptakan-Nya terutama manusia atau untuk menunjukkan
Kemahaan yang dimiliki-Nya kepada makhluk-Nya serta diperuntukkan untuk
kepentingan seluruh makhluk-Nya.
Sebagai KHALIFAH yang telah melaksanakan SYAHADAT apa yang harus kita
lakukan dan buktikan dengan adanya kondisi mengenai ALLAH SWT yang kami
kemukakan di atas? Jika kita termasuk orang yang telah melaksanakan SYAHADAT
tentu kesaksian yang harus kita lakukan tidak bisa sebatas ucapan belaka. Akan
tetapi harus dibuktikan, harus diperlihatkan dalam bentuk pengabdian kepada
ALLAH SWT bagi kepentingan sesama manusia dan/atau perbuatan dan tindakan yang
kita lakukan selalu sesuai dengan apa-apa yang dikehendaki ALLAH SWT.
Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi
orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi
dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum,
mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih
dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan.
(surat Al Maa-idah
(5) ayat 8)
ALLAH SWT adalah DZAT yang MAHA BENAR sebagai bukti diri kita telah
menyatakan dan mengakui bahwa ALLAH SWT adalah satu-satunya Tuhan yang MAHA
BENAR maka apakah kita diam saja jika terjadi ketidakbenaran atau penipuan
dan/atau berita bohong yang terjadi di hadapan kita? Selanjutnya ALLAH SWT
adalah DZAT yang MAHA ADIL lalu apakah buktinya jika kita telah mengakui,
mengimani, menyatakan bahwa ALLAH SWT
adalah satu-satunya Tuhan yang MAHA ADIL maka apakah kita diam saja dengan
ketidakadilan atau dengan kesewenang-wenangan atau dengan kecurangan-kecurangan
yang terjadi dihadapan kita? Berdasarkan surat
Al Maaidah (5) ayat 8 yang kami kemukakan di atas ini bahwa seseorang
yang telah melaksanakan SYAHADAT maka ia akan menjadikan dirinya sebagai
penegak Kebenaran dan juga penegak Keadilan yang tidak sebatas sekedar ucapan
belaka namun dibuktikan dalam perbuatan dan tingkah laku. Di lain sisi, ALLAH
SWT melalui hadits qudsi yang kami kemukakan di bawah ini, juga mengancam
kepada diri kita jika sampai melihat orang yang teraniaya tetapi kita tidak
berbuat apapun kepadanya.
Adanya kondisi yang kami kemukakan di atas ini, berarti antara perbuatan dan
tingkah laku diri kita tidak boleh berseberangan dan/atau perbuatan dan tingkah
laku diri kita harus sejalan dengan apa yang kita akui dan nyatakan di dalam
SYAHADAT. Maksudnya adalah jika ALLAH SWT adalah DZAT yang MAHA BENAR maka diri
kita harus pula mengakui dan menyatakannya serta melakukan perbuatan yang
sesuai dengan perbuatan ALLAH SWT yaitu MAHA BENAR. Demikian pula jika kita
mengakui dan menyatakan bahwa ALLAH SWT satu-satunya Tuhan di alam raya ini
sebagai DZAT yang MAHA ADIL maka perbuatan-perbuatan yang kita laksanakan saat
menjadi KHALIFAH harus memiliki dan berlandaskan perbuatan ALLAH SWT yaitu MAHA
ADIL.
Ibn Abbas ra berkata: Nabi SAW bersabda: ALLAH
ta'ala berfirman: Demi kemulian dan kebesaran-Ku, Aku akan adakan pembalasan
terhadap orang yang dzalim lambat ataupun cepat, juga terhadap orang yang
melihat orang teraniaya yang ia dapat menolongnya tetapi tidak berbuat.
(HQR At Thabarani, 272:163)
Sekarang apa jadinya jika kita yang telah
menyatakan SYAHADAT sedangkan diri kita adalah pelaku ketidakbenaran; pelaku
ketidakadilan, pelaku dan penyebar berita bohong, pelaku dan pelaksana
kesaksian palsu untuk kepentingan dan keuntungan diri sendiri maupun kelompok
tertentu? Jika ini yang terjadi maka antara diri kita dengan
ALLAH SWT berada di dalam ketidaksesusaian perbuatan dan dapat dipastikan ada
yang salah di dalam SYAHADAT yang kita laksanakan serta apa yang kita lakukan
sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh SYAITAN. Selain daripada itu, jika diri
kita yang sebenarnya adalah RUH maka hal ini dapat di artikan bahwa diri kita
adalah bagian yang tidak terpisahkan dengan ALLAH SWT.
Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda
(kekuasaan) Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga
jelas bagi mereka bahwa Al Quran itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa
Sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?
(surat Fushshilat
(41) ayat 53)
Selanjutnya jika kita mengacu kepada surat
Fushshilat (41) ayat 53 yang kami kemukakan di atas ini kita, diperintahkan
oleh ALLAH SWT untuk memperlihatkan tanda-tanda Kebesaran dan Kemahaan ALLAH
SWT kepada semua orang. Timbul pertanyaan tanda-tanda Kemahaan dan Kebesaran
apakah yang harus kita perlihatkan, tunjukkan, melalui diri kita yang tidak
lain adalah bagian dari ALLAH SWT? Diri kita (makudnya adalah RUH)
sebagai bagian yang tidak terpisahkan dengan ALLAH SWT maka dapat dipastikan
diri kita yang sebenarnya pasti memiliki sifat ma'ani dan perbuatan yang sama
dengan ALLAH SWT. Dan jika ALLAH SWT memiliki perbuatan Ar Rachman dan Ar
Rahhim maka diri kitapun pasti memiliki perbuatan Ar Rachman dan Ar Rahhim pula.
Setelah
memiliki sifat Ar Rachman dan Ar Rahhim, apakah Ar Rachman dan Ar Rahhim yang
kita miliki kita diamkan saja? Sebagai
orang yang telah melaksanakan SYAHADAT maka
Ar Rachman dan Ar Rahhim yang telah kita miliki tersebut wajib kita
perlihatkan, wajib kita tunjukkan melalui tingkah laku dan perbuatan yang
ditujukan untuk kepada sesama manusia. Jika ini yang terjadi maka lahirlah apa
yang dinamakan dengan moralitas ALLAH SWT di tengah masyarakat dan juga pada
setiap tindakan dan perbuatan manusia. Dan jika ini yang dilakukan oleh setiap
orang yang telah melaksanakan SYAHADAT maka apa yang dinamakan dengan dekadensi
moral atau rusaknya moralitas tidak akan pernah terjadi. Adanya
kondisi ini dapat dikatakan bahwa setiap
manusia yang telah melaksanakan SYAHADAT dengan baik dan benar maka ia tidak
akan pernah menjadi KORUPTOR, Pelaku Kolusi dan Nepotisme, Pemakai NARKOBA dan
Bandar NARKOBA, Penjudi dan Bandar Judi, pelaku PENCUCIAN UANG HARAM, TERORIS,
PENYEBAR FITNAH, pelaku KEJAHATAN KERAH PUTIH dan lain sebagainya.
Selain
daripada itu, di dalam diri orang
yang sudah melaksanakan SYAHADAT dengan baik dan benar, maka tidak terdapat
lagi sifat dan perbuatan sombong dengan harta, sombong dengan kedudukan,
sombong dengan ilmu, riya, ujub, kikir, pelit, suka menggosip, suka
tergesa-gesa, keluh kesah, pendusta, tidak mau bersyukur dan lain sebagainya.
Sekarang sudahkah diri kita menampilkan apa-apa yang dikehendaki oleh ALLAH SWT yang tertuang di dalam surat
Fushshilat (41) ayat ayat 53 sebagai bukti telah melaksanakan SYAHADAT?
B. Tidak
Mau Menghalangi Orang Lain Beribadah
Salah satu bukti bahwa diri kita telah melaksanakan SYAHADAT maka
cerminan dari pelaksanaaan SYAHADAT tersebut akan tampak di dalam perbuatan dan
tingkah laku diri kita yang sesuai dengan kehendak ALLAH SWT. Selanjutnya jika
diri kita telah melaksanakan dan telah pula merasakan apa yang dinamakan dengan
nikmatnya bertuhankan kepada ALLAH SWT, lalu apa yang harus kita perbuat kepada
sesama KHALIFAH, apakah mendorong mereka untuk melakukan hal yang sama dengan
diri kita ataukah berusaha menghalang-halangi sesama umat manusia untuk berbuat
kebaikan dikarenakan kita takut tidak kebagian SYURGA?
Berdasarkan surat Ali Imran (3) ayat 99 yang kami kemukakan di bawah ini
dikemukakan bahwa seseorang
yang telah bersyahadat dengan baik dan benar maka ia tidak akan pernah
sekalipun menghalangi orang lain untuk melaksanakan ibadah atau untuk menuju
jalan yang lurus atau kita harus pula berusaha untuk berbagi kepada sesama
dengan mengajak mereka untuk merasakan nikmatnya bertuhankan kepada ALLAH SWT
sebagai bentuk tanggung jawab moral serta menjaga keharmonisan hubungan antar
sesama umat manusia.
Katakanlah: "Hai ahli Kitab, mengapa kamu
menghalang-halangi dari jalan Allah orang-orang yang telah beriman, kamu
menghendakinya menjadi bengkok, Padahal kamu menyaksikan?". Allah
sekali-kali tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan.
(surat Ali Imran (3) ayat 99)
Sekarang apa jadinya jika kita yang telah melaksanakan SYAHADAT justru
kita merasa diri kita yang benar saja sehingga orang lain selalu salah atau
hanya kelompok kita saja yang benar yang lain salah atau hanya diri dan
kelompok kita sajalah yang berhak merasakan nikmatnya bertuhankan kepada ALLAH
SWT sehingga kita tidak mau berbagi kepada sesama sedangkan ALLAH SWT adalah
DZAT yang MAHA TERPUJI dan MAHA PEMBERI? Jika apa yang kita perbuat tidak
sesuai dengan AF'AL yang dimiliki oleh ALLAH SWT maka dapat dipastikan SYAHADAT
yang kita laksanakan belum dan tidak sesuai dengan kehendak ALLAH SWT atau dapat dipastikan ada yang
salah di dalam diri kita pada saat melaksanakan SYAHADAT. Untuk itu tidak ada
jalan lain kecuali melakukan TAUBAT yang di ikuti dengan memperbaiki kualitas
SYAHADAT yang telah kita laksanakan.
Hamba ALLAH SWT, itulah lima buah ciri dari orang yang telah melaksanakan
SYAHADAT dengan baik dan benar. Akan tetapi masih ada beberapa ciri lainnya
yang juga dimiliki oleh orang yang telah sukses melaksanakan SYAHADAT, apakah
itu? Berikut ini akan kami kemukakan ciri lainnya yang ada pada orang yang
telah sukses melaksanakan SYAHADAT, yaitu:
1.
Tidak Takut Berjihad di Jalan
ALLAH SWT
Berdasarkan surat Ali Imran (3) ayat 140 yang kami kemukakan di bawah ini
dikemukakan bahwa seseorang yang telah bersyahadat dengan baik dan benar maka
ia tidak akan pernah gentar ataupun takut ataupun ragu-ragu untuk melakukan
jihad sehingga ia akan selalu bersungguh-sungguh untuk menegakkan Agama ALLAH SWT baik melalui harta
dan juga melalui jiwanya. Adanya kondisi ini maka hal ini akan menjadi pembeda
yang sangat jelas antara khalifah yang kafir dan yang beriman atau yang
benar-benar bersungguh-sungguh dengan yang biasa-biasa saja dan/atau dengan
adanya jihad maka akan terjadilah seleksi kekhalifahan di muka bumi.
jika kamu (pada perang Uhud) mendapat luka, Maka
Sesungguhnya kaum (kafir) itupun (pada perang Badar) mendapat luka yang serupa.
dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan diantara manusia (agar
mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang
beriman (dengan orang-orang kafir) supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur
sebagai) syuhada'[231]. dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim,
(surat Ali Imran (3) ayat 140)
[231] Syuhada' di sini ialah orang-orang Islam yang
gugur di dalam peperangan untuk menegakkan agama Allah. sebagian ahli tafsir
ada yang mengartikannya dengan menjadi saksi atas manusia sebagai tersebut
dalam ayat 143 surat
Al Baqarah.
2. Selalu Menginginkan Mati dalam Keadaan SYAHID
Berdasarkan surat Al Hajj (22) ayat 78 yang kami kemukakan di bawah ini
dikemukakan bahwa seseorang yang telah melaksanakan Syahadat dengan baik dan
benar maka ia akan selalu menginginkan, akan selalu mendambakan, akan selalu
berusaha untuk memperoleh mati dalam
keadaan Syahid dan/atau orang yang melaksanakan Syahadat akan selalu berusaha
dengan sungguh-sungguh agar selalu berada di dalam kesesuaian dengan apa-apa
yang dikehendaki ALLAH SWT dan/atau akan mengajarkan hal-hal seperti ini kepada
anak dan keturunannya masing-masing sebagai bagian dari regenerasi kekhalifahan
di muka bumi.
dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan Jihad
yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak
menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang
tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang Muslim dari
dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al Quran) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi
atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia, Maka
dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah.
Dia adalah Pelindungmu, Maka Dialah Sebaik-baik pelindung dan sebaik- baik
penolong.
(surat Al Hajj (22) ayat 78)
3. Selalu berpegangan dan juga
selalu Berlindung kepada ALLAH SWT
Berdasarkan surat Al Hajj (22) ayat 78 yang kami
kemukakan di bawah ini dikemukakan bahwa seseorang yang telah bersyahadat
dengan baik dan benar maka ia akan selalu berpegangan kepada ALLAH SWT, ia akan
selalu berlindung hanya kepada ALLAH SWT dan/atau ia tidak akan pernah
menjadikan Tuhan selain ALLAH SWT sebagai pelindungnya dan/atau ia akan selalu
menjadikan apa-apa yang diperintahkan oleh ALLAH SWT dan apa-apa yang dilarang oleh ALLAH SWT
sebagai pedoman saat melaksanakan tugas sebagai KHALIFAH di muka bumi.
dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan Jihad
yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak
menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang
tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang Muslim dari
dahulu[993], dan (begitu pula) dalam (Al Quran) ini, supaya Rasul itu menjadi
saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia,
Maka dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali
Allah. Dia adalah Pelindungmu, Maka Dialah Sebaik-baik pelindung dan sebaik-
baik penolong.
(surat Al Hajj (22) ayat
78)
[993] Maksudnya: dalam Kitab-Kitab yang telah
diturunkan kepada nabi-nabi sebelum Nabi Muhammad s.a.w.
4.
Tidak Mau membikin Hukum, menghukum
Diri Sendiri dengan Hukum ALLAH SWT
Berdasarkan surat Al An'am (6) ayat 144 yang kami kemukakan di bawah ini
dikemukakan bahwa seseorang yang telah mampu
bersyahadat dengan baik dan benar maka ia tidak akan mau membikin-bikin
hukum, atau membuat aturan-aturan yang bukan menjadi kewenangannya. Apalagi
melakukan tindakan untuk menambah atau mengurangi atau menyesuaikan hukum-hukum
atau ketentuan-ketentuan yang telah ALLAH SWT tetapkan berlaku, dirubah untuk
kepentingan diri sendiri atau untuk keuntungan kelompok tertentu saja serta
tidak mau menghukum diri sendiri dengan Hukum atau dengan ketentuan ALLAH SWT tanpa sebab yang dibenarkan
oleh Syariat.
dan sepasang dari unta dan sepasang dari lembu.
Katakanlah: "Apakah dua yang jantan yang diharamkan ataukah dua yang
betina, ataukah yang ada dalam kandungan dua betinanya? Apakah kamu menyaksikan
di waktu Allah menetapkan ini bagimu? Maka siapakah yang lebih zalim daripada
orang-orang yang membuat-buat Dusta terhadap Allah untuk menyesatkan manusia
tanpa pengetahuan ?" Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada
orang-orang yang zalim.
(surat Al An'am (6) ayat 144)
5. Tidak Akan memberikan
Kesaksian Palsu
Berdasarkan surat An Nuur (24) ayat 13 yang kami kemukakan di bawah ini
dikemukakan bahwa seseorang yang telah bersyahadat dengan baik dan benar maka
ia tidak akan pernah memberikan kesaksian palsu kepada siapapun juga dan/atau
tidak akan mau menjadi saksi palsu baik langsung maupun tidak langsung apalagi
demi untuk mengambil keuntungan sesaat atau untuk memperoleh jabatan tertentu
dengan menghalalkan segala cara.
mengapa mereka (yang menuduh itu) tidak
mendatangkan empat orang saksi atas berita bohong itu? Olah karena mereka tidak
mendatangkan saksi-saksi Maka mereka Itulah pada sisi Allah orang- orang yang
dusta.
(surat An Nuur (24) ayat 13)
6. Selalu Meminjamkan Kepada
ALLAH SWT Pinjaman Yang Baik
Berdasarkan surat Al Hadiid (57) ayat 18 yang kami kemukakan di bawah ini
dikemukakan bahwa orang yang telah bersyahadat dengan baik dan benar maka ia
akan berusaha dengan sungguh-sungguh untuk selalu menafkahkan sebahagian
hartanya di jalan ALLAH SWT dan/atau menginvestasikan sebahagian rezekinya ke
BANK ILAHIAH melalui Zakat, Infaq, Shadaqah, Hadiah, Waqaf, Qurban ataupun
Nazar dan/atau menafkahkan sebahagiaan rezekinya dengan meminjamkan kepada
ALLAH SWT sesuatu pinjaman yang baik, tanpa ada paksaaan dari siapapun juga
dalam rangka mencari keridhaan ALLAH SWT yang kesemuanya di dalam rangka
membantu sesama umat manusia.
Sesungguhnya orang-orang yang membenarkan (Allah
dan Rasul- Nya) baik laki-laki maupun perempuan dan meminjamkan kepada Allah
pinjaman yang baik, niscaya akan dilipatgandakan (pembayarannya) kepada mereka;
dan bagi mereka pahala yang banyak.
(surat Al Hadiid (57)
ayat 18)
Sebagai KHALIFAH yang sedang melaksanakan tugas di
muka bumi, sudahkah ciri-ciri dari orang yang telah melaksanakan SYAHADAT ada pada diri kita saat ini? Jika
ciri-ciri yang telah kami kemukakan di atas tidak ada pada diri kita atau jika
ada hanya sedikit saja maka dapat dipastikan ada sesuatu yang salah di dalam
pelaksanaan SYAHADAT yang telah kita laksanakan. Jika sudah demikian keadaannya
maka jalan keluar yang terbaik adalah memperbaiki dan meningkatkan kualitas
SYAHADAT yang telah kita lakukan dengan
SYAHADAT yang sesuai dengan kehendak ALLAH SWT dan lalu apa yang telah kita
Syahadatkan tidak hanya dilaksanakan sebatas omongan saja namun harus
dibuktikan dengan perbuatan yang tercermin dalam tingkah laku kita sehari-hari.
Selanjutnya kami ingin mengajak para hamba ALLAH SWT
untuk belajar langsung kepada tumbuhan. Timbul pertanyaan kenapa harus kepada
tumbuhan, lalu ada apa dengan tumbuhan? Untuk itu lihatlah dan perhatikanlah
tumbuhan, dimana setiap tumbuhan dapat dipastikan memiliki karakteristik yang
berbeda-beda. Jika di alam ini ada jutaan spesies tumbuhan, maka akan ada pula
jutaan karakteristik tumbuhan. Akan tetapi dari jutaan spesies tumbuhan, dari
jutaan karakteristik yang dimiliki oleh tumbuhan, mereka semua memiliki satu
kesamaan, apakah itu?
Satu kesamaan yang dimiliki oleh setiap tumbuhan
yang ada di alam semesta ini adalah setiap tumbuhan akan mengikat CO2 dan
melepaskan O2 untuk kepentingan makhluk lainnya, termasuk untuk diri kita dan
juga hewan. Adanya kondisi ini berarti setiap tumbuhan dapat dipastikan selalu
berguna bagi kepentingan makhluk lainnya. Sekarang bagaimana dengan manusia
yang telah di angkat menjadi KHALIFAH? Jika manusia belum bisa berguna bagi bagi orang lain berarti tumbuhan
lebih tinggi kedudukannya, berarti tumbuhan lebih terhormat, berarti tumbuhan
lebih mulia daripada manusia.
Sebagai KHALIFAH yang sudah melaksanakan SYAHADAT
jangan sampai diri kita lebih rendah harkat dan martabat serta kedudukannya
dibandingkan tumbuhan dan jika kita merasa lebih tinggi derajat dan
kedudukannya dibandingkan dengan tumbuhan maka sudah sepantasnya dan sepatutnya
diri kita yang telah melaksanakan SYAHADAT untuk selalu menjaga, merawat,
melestarikan alam sehingga ke anekaragaman hayati dapat terpelihara sampai anak
dan keturunan kita.
Jika kita telah melaksanakan SYAHADAT atau telah memiliki kedudukan
yang lebih tinggi dari tumbuhan berarti diri kita tidak akan pernah melakukan
apa yang dinamakan dengan illegal logging, perambahan hutan, merusak sumber
daya alam, mencemarkan air dan udara, melakukan tindakan-tindakan yang
bertentangan dengan kebijakan pelestarian alam, dan lain sebagainya. Dan
jika sekarang alam menjadi liar, alam menjadi tidak ramah, alam menjadi sukar
di olah, maka introspeksilah diri dengan bercermin langsung kepada tumbuhan
yang mau berguna bagi makhluk lainnya. Selain daripada itu jika sampai diri kita merusak tumbuhan tanpa
sebab-sebab yang dibenarkan, berarti diri kita telah merampas, diri kita telah
merampok hak dari tumbuhan untuk bersujud dan bertasbih kepada ALLAH SWT.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar