Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Selasa, 17 Mei 2016

SIAPAKAH YANG HARUS MELAKSANAKAN SYAHADAT - part 1 of 2




SYAHADAT sebagai sebuah KESAKSIAN tidak akan mungkin dapat dipisahkan dengan 2(dua) hal yaitu PELAKU dari SYAHADAT yang akan mempersaksikan sesuatu serta sesuatu yang akan dipersaksikan oleh PELAKU dari SYAHADAT. Adanya kondisi seperti ini berarti SYAHADAT baru akan dapat terlaksana jika ke dua hal tersebut ada pada saat pelaksanaan SYAHADAT. Sekarang timbul pertanyaan yang paling mendasar dari pelaksanaan SYAHADAT yaitu siapakah yang akan menjadi PELAKU dari SYAHADAT, apakah hanya diri kita ataukah hanya anak dan keturunan kita ataukah seluruh orang harus melaksanakan SYAHADAT saat hidup di muka bumi? Jika kita mengacu kepada surat Al A'raaf (7) ayat 172 maka setiap diri manusia tanpa terkecuali  sudah menyatakan SYAHADAT kepada ALLAH SWT. Ini berarti saat ini kita telah terikat dengan perjanjian tersebut dan saat ini juga wajib memelihara perjanjian tersebut. Berikut ini akan kami kemukakan kenapa kita harus melaksanakan SYAHADAT dan kenapa pula ANAK dan KETURUNAN kita harus pula melaksanakan SYAHADAT.


A. DIRI SENDIRI


Sewaktu kita membeli sebuah handphone, untuk siapakah segala fasilitas yang dijanjikan operator selular? Operator Selular sebagai penyedia jasa layanan komunikasi hanya akan memberikan semua fasilitas yang dimilikinya kepada pemegang handphone yang telah terdaftar dan/atau yang telah memenuhi syarat dan ketentuan yang telah dipersyaratkan operator selular yang terdiri dari 3(tiga) ketentuan yaitu yang telah mengaktivasi kartu selular, yang telah membayar tagihan atau yang telah mengisi pulsa dan yang selalu menjaga battery handphone dalam kondisi prima secara bersamaan.


Sekarang jika kita mampu memenuhi syarat dan ketentuan yang diminta oleh operator selular maka kitalah yang akan mendapatkan semua fasilitas-fasilitas yang telah dijanjikan Operator Selular dan/atau Operator Selular tidak akan pernah memberikan fasilitas apapun kepada orang yang tidak pernah memenuhi syarat dan ketentuan yang ditetapkannya. Lalu bagaimana dengan ALLAH SWT dengan orang yang melaksanakan SYAHADAT? Seperti halnya Operator Selular, ALLAH SWT pun HANYA akan memberikan segala fasilitas-fasilitas yang telah dijanjikan-Nya kepada orang per orang atau secara individual atau kepada siapa saja tanpa terkecuali, jika mereka semua mau menerima dan mau melaksanakan :

1.   segala syarat dan ketentuan yang telah ALLAH SWT tetapkan, dalam hal ini melaksanakan SYAHADAT, atau melaksanakan DIINUL ISLAM secara KAFFAH saat menjadi KHALIFAH di muka bumi, atau

2.      selalu sesuai dengan apa-apa yang dikehendaki ALLAH SWT, atau selalu di dalam kesesuaian  dengan KEHENDAK  ALLAH SWT, atau selalu dalam kondisi FITRAH sesuai dengan FITRAH ALLAH SWT, atau

3.      mau tunduk dan patuh serta taat hanya kepada ALLAH SWT atau hanya beriman kepada ALLAH SWT dan beramal shaleh.   


Jika kita secara INDIVIDUAL melakukan hal tersebut di atas, maka ALLAH SWT akan memberikan kepada kita apa-apa yang telah dijanjikannya kepada diri kita sebagai Khalifah-Nya di muka bumi. Selanjutnya jika saat ini diri kita telah memutuskan hanya ingin menjadi KHALIFAH yang juga Makhluk Pilihan, maka tidak ada jalan lain kecuali memenuhi segala syarat dan ketentuan yang telah kami kemukakan di atas dan/atau diri kitalah yang harus melaksanakan SYAHADAT dengan baik dan benar agar apa-apa yang telah dijanjikan oleh ALLAH SWT dapat kita peroleh.

Berdasarkan apa-apa yang kami kemukakan di atas, terlihat dengan jelas bahwa  ALLAH SWT hanya akan memberikan segala yang telah dijanjikan-Nya hanya kepada individu-individu atau kepada orang-orang yang mau melaksanakan dan mau menerima segala ketetapan yang telah ditetapkan-Nya. Adanya kondisi dasar hubungan antara ALLAH SWT dengan diri kita yang bersifat INDIVIDUAL, maka tidak ada jalan lain pada saat diri kita melaksanakan SYAHADAT harus pula SYAHADAT bersifat INDIVIDUAL pula.

Seperti apakah SYAHADAT yang bersifat INDIVIDUAL itu? Berikut ini akan kami kemukakan beberapa ketentuan dasar dari SYAHADAT  yang bersifat Individual itu, yaitu :

1.      SYAHADAT yang bersifat Individual adalah SYAHADAT yang dilaksanakan berdasarkan KEJUJURAN, baik kepada diri sendiri selaku PELAKU SYAHADAT maupun kepada apa-apa yang akan dipersaksikan, dalam hal ini adalah ALLAH SWT dan NABI MUHAMMAD SAW. sehingga pada saat diri kita melaksanakan SYAHADAT tidak akan ada lagi kebohongan apapun juga yang kemudian tercermin di dalam tingkah laku kita yang selalu berkesesuaian antara apa yang dikemukakan, apa yang di dalam hati dengan apa yang diperbuat.

2.      SYAHADAT sebagai Ibadah Individual maka setiap  pribadi-pribadi akan bertanggung jawab dengan SYAHADATnya masing-masing. Ini berarti di dalam pelaksanaan SYAHADAT tidak mengenal apa yang dinamakan dengan SYAHADAT group atau SYAHADAT kelompok.

3.      SYAHADAT sebagai Ibadah Individual tidak bisa diwakilkan kepada siapapun juga, termasuk kepada orang tua kita sendiri apalagi melalui orang lain.

4.      SYAHADAT sebagai Ibadah Individual wajib dilaksanakan secara langsung, tanpa perantara, tanpa mediator, tanpa calo, tanpa penghubung.

5.      SYAHADAT sebagai ibadah Individual wajib dilaksanakan secara SADAR, WARAS, tidak dalam keadaan MABUK apalagi dalam keadaan GILA.

6.      SYAHADAT sebagai ibadah Individual wajib dan harus dilaksanakan secara UTUH, tidak boleh di ubah-ubah, tidak boleh dilaksanakan sepotong-sepotong, apalagi disesuaikan untuk maksud dan tujuan tertentu.

7.      SYAHADAT sebagai ibadah Individual wajib dilaksanakan secara tulus, ikhlas tanpa ada maksud-maksud tertentu yang melatarbelakanginya, seperti ingin memperoleh harta kekayaan, ingin naik jabatan, ingin menikah lagi dan lain sebagainya. 

8.      Setiap Individu yang melaksanakan SYAHADAT harus memiliki ilmu dan pengetahuan yang baik dan benar terhadap apa-apa yang dipersaksikannya sehingga ia mampu mengenali, mampu  mengetahui, serta merasa yakin dengan apa-apa yang dipersaksikannya dalam hal ini adalah ALLAH SWT dan NABI MUHAMMAD SAW, sehingga mampu melahirkan keimanan serta adanya kesesuaian diri dengan kehendak ALLAH SWT.

9.      Setiap Individu yang melaksanakan SYAHADAT  tidak bisa hanya bersikap PASIF dengan apa-apa yang dipersaksikannya dan/atau setiap Individu harus bersikap AKTIF dengan apa-apa yang dipersaksikannya, dalam hal ini adalah ALLAH SWT dan NABI MUHAMMAD SAW sehingga kita mampu memperoleh manfaat dari keyakinan atau dari keimanan yang kita laksanakan, dalam hal ini Iman kepada ALLAH SWT dan Iman kepada RASUL.

Jika saat ini diri kita telah melaksanakan SYAHADAT, apakah ke sembilan ketentuan di atas ini sudah kita penuhi secara Keseluruhan tanpa terpotong-potong? Kami sangat berharap, kita semua mampu melaksanakan kesembilan hal yang telah kami kemukakan di atas secara sempurna. Jika ini yang terjadi maka SYAHADAT yang telah kita lakukan akan menjadi sebuah Komitmen dan Pengakuan diri kita kepada ALLAH SWT dan juga kepada NABI MUHAMMAD SWT sebagai utusan ALLAH SWT dan mudah-mudahan kita di masukkan ke dalam kelompok Makhluk Pilihan oleh ALLAH SWT. 

Setelah diri kita mampu melaksanakan SYAHADAT secara Individual dengan baik dan benar, berarti antara diri kita dengan ALLAH SWT dan dengan NABI MUHAMMAD SAW sudah terikat dalam suatu Akad atau Perjanjian. Seperti apakah Akad atau Perjanjian itu? Sebuah Akad atau Perjanjian, adalah HUKUM yang berlaku  bagi para pihak yang mengadakan Akad atau Perjanjian. Ini berarti akad yang di buat setelah diri kita melaksanakan SYAHADAT yang artinya Komitmen dan Pengakuan berarti itu adalah Hukum yang harus dijalankan dan dilaksanakan oleh para pihak yang melaksanakan Akad atau Perjanjian tesebut.

Setelah Komitmen dan Pengakuan yang telah kita buat menjadi suatu Hukum maka Hukum tersebut tidak dapat dilaksanakan dengan cara-cara yang tidak semestinya, atau dengan cara-cara asal-asalan, atau dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan keadaan yang dinyatakan, dalam hal ini adalah tentang ALLAH SWT dan juga tentang NABI MUHAMMAD SAW. Untuk itulah AD DIIN atau DIINUL ISLAM diturunkan oleh ALLAH SWT sebagai Tuntutan dan Pedoman bagi seluruh umat manusia di dalam melaksanakan SYAHADAT.

 Adanya AD DIIN atau DIINUL ISLAM yang diturunkan oleh ALLAH SWT maka akan terjadi kesamaan sistem dan prosedur di dalam melaksanakan DIINUL ISLAM secara KAFFAH, yang pada akhirnya akan memudahkan umat manusia secara keseluruhan oleh adanya keteraturan dan keseragaman. Berdasarkan apa-apa yang telah kami kemukakan di atas ini, dapat dikatakan bahwa Diri Kita atau setiap Individu akan bertanggung jawab secara sendiri-sendiri terhadap SYAHADAT yang dilakukannya, terhadap perbuatan yang dilakukannya. Ini berarti apa-apa yang kita laksanakan, apakah itu SYAHADAT, ataukah melaksanakan  AD DIIN atau DIINUL ISLAM tidak dapat di alihkan atau tidak dapat dilimpahkan kepada siapapun juga atau tidak dapat diwariskan atau tidak dapat dilakukan secara group/kelompok sehingga masing-masing setiap diri bertanggungjawab untuk dirinya sendiri.

2. ANAK dan KETURUNAN

Adanya anak dan keturunan dalam sebuah silsilah keluarga, dimulai dari adanya seorang laki-laki dan seorang perempuan yang di ikat dengan tali pernikahan (mushaharah). Timbulnya suatu tali pernikahan atau adanya ikatan pernikahan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan merupakan bagian dari ketetapan ALLAH SWT atas diberikannya apa yang disebut dengan Hubbul Syahwat. Hubbul Syahwat merupakan motor penggerak bagi seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk melakukan sebuah keinginan untuk berhubungan dengan lawan jenis.Tanpa adanya Hubbul Syahwat yang diberikan ALLAH SWT kepada manusia, tidak akan mungkin seorang laki-laki dan seorang perempuan dapat menjalin hubungan dalam rangka untuk membina sebuah keluarga.

Untuk apakah ALLAH SWT memberikan Hubbul Syahwat kepada setiap manusia? ALLAH SWT memberikan Hubbul Syahwat kepada setiap manusia baik laki-laki ataupun perempuan di dalam kerangka besar menambah atau terjadinya regenerasi antar anggota keluarga di muka bumi. Selain daripada itu dengan adanya Hubbul Syahwat di dalam diri setiap manusia baik laki-laki dan perempuan maka akan menimbulkan Rasa kasih sayang di antara laki-laki dan perempuan; Rasa Lindung Melindungi (memberikan perlindungan) serta Rasa Persaudaraan atau Menambah banyak Silaturrahmi atau keluarga.

Apakah hanya itu saja maksud dan tujuan ALLAH SWT memberikan Hubbul Syahwat kepada laki-laki dan perempuan? Hubbul Syahwat diberikan kepada setiap manusia baik laki-laki dan perempuan bukan hanya terbatas yang kami sebutkan di atas saja. Akan tetapi dengan adanya Hubbul Syahwat diharapkan akan terciptanya Regenerasi Kekhalifahan di muka bumi. Untuk mencapai apa yang disebut dengan Renegerasi Kekhalifahan di muka bumi yang sesuai dengan Kehendak ALLAH SWT maka dimulai dari adanya KELUARGA SAKINAH. Tanpa adanya keluarga yang SAKINAH akan sulit mendapatkan kekhalifahan-kekhalifahan yang baru yang sesuai dengan Kehendak ALLAH SWT. Timbul pertanyaan, dapatkah kita membuat, menjadikan diri kita atau keluarga kita menjadi sebuah keluarga yang SAKINAH tanpa dilandasi dengan suatu konsep yang berasal dari ALLAH SWT yaitu berupa DIINUL ISLAM yang dilaksanakan secara KAFFAH dan/atau apakah hanya salah satu anggota keluarga saja yang melaksanakan  DIINUL ISLAM secara KAFFAH maka keluarga SAKINAH dapat kita wujudkan dan/atau apakah seluruh keluarga termasuk anak dan keturunan yang melaksanakan DIINUL ISLAM yang KAFFAH baru keluarga SAKINAH dapat kita wujudkan? Untuk dapat mewujudkan keluarga SAKINAH diperlukan sebuah Tuntunan dan Pedoman yang baku dan jelas di dalam mewujudkannya. Tanpa adanya Tuntunan dan Pedoman yang baku, serta perjuangan antar sesama anggota keluarga, apakah itu orang tua, apakah anak dan keturunan, maka keluarga SAKINAH akan sangat sulit diwujudkan.     


ALLAH SWT sebagai Inisiator dari Kekhalifahan di muka bumi, sudah di dalam Ilmu-Nya yang sangat Sempurna, yaitu dengan menurunkan DIINUL ISLAM yang berasal dari Fitrah-Nya sendiri untuk dijadikan Tuntunan dan Pedoman guna mewujudkan keluarga SAKINAH. Sekarang jika itu adalah kondisinya, maka yang harus memeluk DIINUL ISLAM secara KAFFAH atau yang harus melaksanakan SYAHADAT tidak hanya diri kita sendiri, akan tetapi seluruh anggota keluarga termasuk di dalamnya Anak dan Keturunan kita sendiri wajib dan harus memeluk DIINUL ISLAM tanpa terkecuali atau harus melaksanakan SYAHADAT. Adanya kondisi ini berarti untuk mewujudkan keluarga SAKINAH di tengah keluarga kita serta Regenerasi Kekhalifahan di muka bumi, tidak hanya diri kita secara pribadi saja yang harus memeluk DIINUL ISLAM secara KAFFAH dan/atau tidak hanya diri kita saja yang melaksanakan SYAHADAT. Akan tetapi Anak dan Keturunan dari diri kita termasuk Istri atau Suami juga harus memeluk DIINUL ISLAM secara KAFFAH atau melaksanakan SYAHADAT secara baik dan benar.


Sebagai KHALIFAH yang sedang menjalankan tugas di muka bumi, Keberadaan diri kita tidak bisa dilepaskan dengan adanya regenerasi kekhalifahan yang ada di atas diri kita, seperti adanya orang tua, kakek nenek. Sekarang bagaimana dengan anak, cucu dan keturunan kita? Anak, cucu dan keturunan diri kita juga tidak bisa dilepaskan dengan keberadaan diri kita saat ini. Jika hari ini kita telah merasakan kenikmatan dari bertuhankan hanya kepada ALLAH SWT yang berasal dari pelaksanaan DIINUL ISLAM yang KAFFAH atau merasakan buah dari SYAHADAT yang telah kita lakukan dengan baik dan benar, dapatkah anak dan keturunan kita merasakan hal yang sama dengan yang kita rasakan saat ini?


Sepanjang diri kita tidak pernah mengenalkan, tidak pernah mengajarkan DIINUL ISLAM secara KAFFAH dan/atau sepanjang diri kita tidak pernah menjadikan SYAHADAT sebagai sebuah Komitmen dan Pengakuan kepada  ALLAH SWT dan kepada NABI MUHAMMAD SAW kepada anak dan keturunan kita maka hal yang telah pernah kita rasakan tidak akan pernah dapat dirasakan oleh anak dan keturunan kita. Jika ini adalah keadaannya, berarti nikmat bertuhankan kepada ALLAH SWT dan/atau buah dari pelaksanaan SYAHADAT tidak akan dapat diwariskan, tidak akan dapat di alihkan walaupun kepada anak dan keturunan kita sepanjang anak dan keturunan kita tidak mau menjadikan dirinya melakukan hal yang sama seperti yang kita lakukan.

Rasulullah SAW bersabda: “Bila seseorang telah meninggal, terputus untuknya pahala segala amal kecuali tiga hal yang tetap kekal: Shadaqah Jariah, Ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang senantiasa mendoakannya”.                                                                                              (HR Bukhari-Muslim)

Selanjutnya tolong perhatikan Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim di atas ini. Hadits ini dapat dikatakan sebagai bonus atau pemberian ekstra ataupun bukti bakti anak yang shaleh/shalehah kepada orang tua, sehingga orang tua termasuk di dalamnya kakek, nenek dapat pula kita doakan kepada ALLAH SWT agar mereka semua di ampuni segala dosa dan kesalahannya, dilapangkan jalannya atau dilapangkan kuburnya, diterima amal ibadahnya, oleh sebab doa dari anak dan keturunan yang shaleh atau shalehah.


Sekarang darimana datangnya anak yang Shaleh dan Shalehah itu atau apakah ia datang dengan begitu saja dari langit? Untuk mendapatkan dan memperoleh anak yang shaleh dan shalehah, maka kita diwajibkan untuk mendidik dan mengajarkan anak dan keturunan kita dengan menjadikan DIINUL ISLAM sebagai satu-satunya AGAMA yang Haq serta menjalankannya secara KAFFAH atau melaksanakan Komitmen dan Pengakuan Tiada Tuhan selain ALLAH SWT dan NABI MUHAMMAD SAW sebagai utusan ALLAH SWT. Tanpa adanya hal ini maka anak Shaleh dan Shalehah tidak akan mungkin kita peroleh dan dapatkan dan/atau tidak akan mungkin mau mendoakan kita kelak dikemudian hari, terkecuali jika kita tidak berkeinginan untuk di doakan oleh anak dan keturunan kita sendiri.


Selain daripada itu, Hadits yang kami kemukakan di atas ini, dapat dikatakan sebuah kemudahan, sebuah kemurahan, sebuah keringanan, yang akan diberikan ALLAH SWT kepada Khalifah-Nya yang ada di muka bumi. Akan tetapi fasilitas atau kemudahan ini hanya dapat berlaku jika antara diri kita dengan yang di doakan atau antara anak dan keturunan  dengan diri kita telah sama-sama memeluk DIINUL ISLAM sebagai AGAMA yang HAQ atau sama-sama telah memberikan Komitmen dan Pengakuan Tiada Tuhan selain ALLAH SWT dan NABI MUHAMMAD SAW utusan ALLAH SWT. Selanjutnya, sebagai bahan pemikiran dan sebagai pemacu bagi diri kita untuk menjadikan anak dan keturunan kita berada di dalam kesamaan DIINUL ISLAM sebagai Agama yang Haq, berikut ini akan kami kemukakan 2(dua) hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim tentang paman dari NABI MUHAMMAD SAW yang sampai akhir hayatnya belum memeluk agama ISLAM.


Al-Abbas bin Abdulmuththalib ra. tanya kepada Nabi SAW: Apakah pertolonganmu (manfaatmu) bagi Abu Thalib yang telah memeliharamu dan membelamu, bahkan ia marah karenamu? Jawab Nabi SAW: Ia kini di atas permukaan neraka, dan andaikan tidak karenaku niscaya ia di tingkat terbawah dalam neraka.
(HR Bukhari,Muslim; Al Lulu Wal Marjan:125)


Abu Saied Alkhudri ra. mendengarkan Rasulullah SAW ketika disebut padanya ami Abu Thalib, maka sabda Nabi SAW: Semoga berguna baginya syafa'atku sehingga diletakkan di bagian atas dalam neraka sehingga api neraka hanya membakar sampai batas mata kakinya yang cukup untuk mendidihkan otaknya.
(HR Bukhari,Muslim; Al Lulu Wal Marjan:126)

Adanya perbedaan keyakinan antara Abu Thalib dengan NABI MUHAMMAD SAW, mengakibatkan terjadinya jurang pemisah yang tidak dapat ditolerir oleh ALLAH SWT. Selanjutnya coba anda bayangkan Doa, Permohonan dari NABI dan RASUL terakhir saja tidak mampu menghantarkan Abu Thalib secara langsung ke Syurga, sekarang bagaimana dengan diri kita yang tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan NABI MUHAMMAD SAW. Jika ini adalah kondisi NABI MUHAMMAD SAW kepada Pamannya sendiri, selanjutnya bagaimana dengan diri kita kepada orang tua dan/atau bagaimana dengan anak keturunan kita dengan diri kita?


Kita harus menyadari betapa pentingnya pendidikan dan pengajaran DIINUL ISLAM sebagai Agama yang Haq dan/atau pelaksanaan SYAHADAT sebagai sebuah Komitmen dan Pengakuan kepada anak dan keturunan kita sendiri. Tanpa itu semua, apa yang dapat kita lakukan kepada orang tua kita atau apa yang dapat kita harapkan dari anak dan keturunan kita jika kita tidak pernah memberikan dan mengajarkan AD DIIN atau DIINUL ISLAM sebagai Agama yang Haq yang berasal dari Fitrah ALLAH SWT. Tanpa adanya kesamaan, dalam hal ini adalah kesamaan dalam DIINUL ISLAM sebagai AGAMA yang FITRAH, maka jangan pernah berharap ALLAH SWT memberikan Fasilitas Kemudahan ini. Dengan demikian kita sebagai KHALIFAH atau kita sebagai orang tua wajib dan harus mengajarkan kepada anak dan keturunan kita masing-masing tentang DIINUL ISLAM atau SYAHADAT sebagai sebuah Komitmen dan Pengakuan kepada ALLAH SWT dan kepada NABI MUHAMMAD SAW sehingga baik diri kita maupun anak dan keturunan berada dalam satu kesatuan yaitu dalam DIINUL ISLAM sebagai AGAMA yang FITRAH dari ALLAH SWT.


Apakah hanya sebatas itu saja diri kita atau anak keturunan kita melaksanakan SYAHADAT sebagai bagian dari pelaksanaan DIINUL ISLAM secara KAFFAH? Jika kita melihat dan berfikir sederhana memang hanya sebatas itulah kita melaksanakan SYAHADAT. Akan tetapi jika kita mau berfikir bahwa perintah melaksanakan SYAHADAT asalnya dari ALLAH SWT, maka sudah barang tentu ada sesuatu yang sangat-sangat baik dibalik perintah SYAHADAT bagi kepentingan diri kita saat menjadi KHALIFAH di muka bumi. Sekarang coba anda bayangkan, inisiator, pencipta, pemilik, pemelihara, penjaga dari langit dan bumi yang memerintahkan kepada diri kita untuk melaksanakan SYAHADAT atau melaksanakan DIINUL ISLAM secara KAFFAH, bukankah hal ini sesuatu yang sangat hebat.

Thalhah bin Ubaidillah r.a. berkata: Seorang dari Najed datang kepada Nabi SAW, sedang ia terurai rambutnya, lalu ia mendekat kepada Nabi SAW, dapat didengar dengung suaranya tetapi tidak dapat ditangkap (dimengerti) apa yang ditanyakannya, tiba-tiba ia menanya tentang Islam. Maka Rasulullah SAW bersabda: Lima kali sembahyang dalam sehari semalam. Ia bertanya: Apakah ada kewajiban bagiku selain itu? Jawab Nabi SAW: Tidak, kecuali jika anda akan sembahyang sunnat. Lalu Nabi SAW bersabda: Dan puasa pada bulan Ramadhan. Orang itu bertanya: Apakah ada lagi puasa yang wajib atasku selain itu? Jawab Nabi SAW: Tidak, kecuali jika anda puasa sunnat. Lalu Nabi SAW menerangkan kewajiban zakat. Maka ia tanya: Apakah ada kewajiban selain itu? Jawab Nabi SAW: Tidak kecuali jika anda bersedekah sunnat. Maka pergilah orang itu, sambil berkata: Demi ALLAH saya tidak akan melebihi atau mengurangi dari itu. Maka Rasulullah SAW, bersabda: Sungguh bahagia ia jika benar-benar (yakni dalam ucapannya tidak akan mengurangi atau melebihi itu)
(HR Bukhari, Muslim, Al Lulu Wal Marjan No.6) 


Berdasarkan hadits yang kami kemukakan di atas ini, ada sesuatu hal yang akan kami kemukakan yaitu di dalam perintah SYAHADAT tidak ada istilah atau tidak mengenal adanya istilah SYAHADAT yang bersifat SUNNAH, kapanpun,  dimanapun, dalam kondisi apapun juga. Yang ada di dalam perintah melaksanakan SYAHADAT hanyalah ibadah yang bersifat WAJIB ataupun ibadah yang mutlak dilakukan tanpa ada bantahan. Jika ini adalah kondisi dasar dari pelaksanaan SYAHADAT yang dikehendaki ALLAH SWT, maka tidak ada jalan lain bagi diri kita yang sedang menjadi KHALIFAH di muka bumi harus serius melaksanakan SYAHADAT; kita tidak bisa main-main di dalam melaksanakan SYAHADAT; kita harus dengan kesadaran tinggi melaksanakan SYAHADAT, kita harus bertanggung jawab saat melaksanakan SYAHADAT, kita harus jujur saat melaksanakan SYAHADAT serta kitapun diharuskan untuk memiliki ilmu tentang SYAHADAT sehingga hasil dari SYAHADAT yang kita laksanakan dapat kita peroleh dan dapat kita rasakan baik untuk kepentingan hidup di dunia maupun untuk kepentingan di akhirat kelak dan juga untuk sesama manusia.



Selain daripada jika kita telah mampu melaksanakan SYAHADAT dengan baik dan benar maka SYAHADAT yang kita laksanakan sudah menjadikan SYAHADAT sebagai perekat, sebagai penyatu, sebagai jembatan dan juga sebagai pondasi dari pelaksanaan perintah SHALAT,  perintah PUASA, perintah ZAKAT dan perintah HAJI. Hal ini dikarenakan prasyarat utama sebelum melaksanakan perintah SHALAT, PUASA, ZAKAT serta HAJI adalah  SYAHADAT dan/atau jika kita tidak pernah melaksanakan SYAHADAT bagaimana mungkin kita dapat melaksanakan ibadah SHALAT, ibadah PUASA, ibadah ZAKAT maupun ibadah HAJI dengan baik dan benar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar