Sekarang apakah ALLAH SWT yang memiliki Kemahaan
dan Kebesaran tanpa batas hanya sebagai pencipta langit dan bumi serta
kekhalifahan saja? ALLAH SWT selain sebagai pencipta dari langit dan bumi
beserta apa-apa yang ada di antara ke duanya serta pencipta kekhalifahan yang
ada di muka bumi, ALLAH SWT juga pemilik dari apa-apa yang ada di antara langit
dan bumi dan juga pemilik kekhalifahan yang ada di muka bumi. Jika ini adalah kondisi dasar
dari sesuatu yang keberadaannya di luar hewan dan tumbuhan, di luar
jin/iblis/syaitan, di luar malaikat serta di luar manusia, maka dapat dikatakan
bahwa kemampuan, kehebatan, kemahaan, kebesaran ALLAH SWT sudah pasti berada di
atas hewan, tumbuhan, jin/iblis/syaitan, malaikat dan manusia sebab mereka
semua juga ALLAH SWT yang menciptakannya.
Lalu
berdasarkan apa-apa yang kami kemukakan di atas ini maka sudah sepatutnya dan
sepantasnyalah hal-hal sebagai berikut berlaku, yaitu:
1. Jika sekarang ALLAH SWT adalah
pencipta maka sebagai yang Maha Pencipta pasti mampu menerangkan dengan baik
segala apa-apa yang telah diciptakannya. Sebagai contoh, jika ALLAH SWT adalah pencipta dari langit dan
bumi sudah pasti ALLAH SWT mampu menerangkan, menjabarkan ciptaannya tersebut
sejak dari awal sampai dengan akhir. Dan jika
ALLAH SWT adalah pencipta kekhalifahan di muka bumi, adalah sangat tidak
masuk akal jika ALLAH SWT tidak mampu menerangkan, menjabarkan sejarah kejadian
manusia, termasuk menerangkan sejarah manusia-manusia pilihannya yang di angkat
sebagai Nabi dan Rasul.
Allah
lah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam
enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy[1188]. tidak ada bagi kamu
selain dari padanya seorang penolongpun dan tidak (pula) seorang pemberi
syafa'at[1189]. Maka Apakah kamu tidak memperhatikan?
(surat
As Sajdah (32) ayat 4)
[1188] Bersemayam di atas 'Arsy ialah satu sifat
Allah yang wajib kita imani, sesuai dengan kebesaran Allah dsan kesucian-Nya.
[1189] Syafa'at: usaha perantaraan dalam memberikan
sesuatu manfaat bagi orang lain atau mengelakkan sesuatu mudharat bagi orang
lain. syafa'at yang tidak diterima di sisi Allah adalah syafa'at bagi
orang-orang kafir.
ingatlah
ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa
Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat
kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih
dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman:
"Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."
(surat Al Baqarah (2) ayat 30)
2. Jika sekarang ALLAH SWT adalah pemilik maka
sebagai Maha Pemilik pasti memiliki kekuasaan terhadap apa-apa yang dimilikinya
tersebut. Sebagai contoh, jika ALLAH SWT adalah pemilik dari langit dan bumi
sudah pasti segala ketentuan, segala ketetapan, segala peraturan yang berlaku
di alam semesta ini adalah peraturan, ketentuan yang berasal dari ALLAH SWT.
Dan jika ALLAH SWT
adalah pencipta dan juga pemilik maka
ALLAH SWT adalah Yang Maha Tahu dan Maha Ahli dari apa-apa yang
diciptakan dan yang dimilikinya dan jika sekarang hal itu dibuktikan dengan
adanya Al-Qur'an sebagai Wahyu dari ALLAH SWT memang sudah sepatutnya dan
sepantasnya terjadi di alam semesta ini. Jika ALLAH SWT selaku pemilik dan
pencipta langit bumi maka segala apapun dapat dilakukannya termasuk adanya
peristiwa Isra dan Mi'raj yang di alami oleh Nabi Muhammad SAW.
ketahuilah
Sesungguhnya kepunyaan Allahlah apa yang di langit dan di bumi. Sesungguhnya
Dia mengetahui Keadaan yang kamu berada di dalamnya (sekarang). dan (mengetahui
pula) hati (manusia) dikembalikan kepada-Nya, lalu diterangkan-Nya kepada
mereka apa yang telah mereka kerjakan. dan Allah Maha mengehui segala sesuatu.
(surat An Nuur (24) ayat 64)
Selanjutnya
jika hal yang kami kemukakan di atas ini, kami hubungkan kembali dengan pokok
bahasan kita, yaitu kebenaran Al Qur’an itu adalah Wahyu dari ALLAH SWT. Dimana
ada seorang lelaki yang bernama Muhammad bin Abdullah, dengan kondisi kemampuan
dasarnya hanya sebagai Manusia Biasa sama seperti kita-kita ini, Ummi, Tidak
Pernah Belajar, Tidak Bisa Menulis, Tidak Bisa Membaca, Miskin, Yatim dari
Kecil, Jujur dari Kecil, Berwibawa dari Kecil, Dihormati dan Rajin serta
Terpercaya, dapat menceritakan, dapat
menerangkan, dapat menjabarkan, dapat melaksanakan, dapat menerapkan, dapat
membuat hal-hal sebagai berikut, seperti Sejarah Nabi-Nabi Terdahulu; Kitab
Suci dengan Tata Bahasa, Irama dan Syair yang sangat Indah; Kandungan Kitab
Suci; Ilmu Syariat; Al Hikmah dan Filsafat.
Adanya
ke lima hal yang kami kemukakan di atas ini, dimana kesemuanya ada karena
adanya ALLAH SWT. Ini berarti yang mengajarkan, yang membantu, yang menolong,
yang menjadikan Muhammad bin Abdullah bisa dan mampu menceritakan, mampu
menerangkan, mampu menjabarkan, mampu melaksanakan, mampu menerapkan, mampu
membuat hal-hal tersebut di atas karena adanya ALLAH SWT sehingga dengan adanya
kondisi ini maka yang sebenarnya memiliki kemampuan dan ilmu pada dasarnya
adalah ALLAH SWT semata, bukannya Muhammad bin Abdullah.
Untuk
memudahkan pemahaman tentang hubungan antara ALLAH SWT dengan Muhammad bin
Abdullah sebagai manusia pilihan-Nya di muka bumi, berikut ini kami
ilustrasikan sebuah contoh: misalkan ada seorang yang bodoh, buta huruf dan
juga miskin dimana ia mempunyai sebuah perkara di sebuah Pengadilan Negeri.
Orang itu dibela oleh seorang Pengacara yang sangat handal, pintar, murah hati
dan suka menolong kepada sesama. Pengacara itu selalu memberikan advis dan
nasehat kepada kepada Orang itu dengan sebaik-baiknya dan juga mengatur
strategi jika ia ditanya oleh Hakim ataupun Jaksa di dalam setiap persidangan.
Jika ditanya pertanyaan ini, maka jawablah pertanyaan-pertanyaan yang diajukan
itu seperti ini, dan jika ditanya hal lainnya yang seperti ini jawablah
pertanyaan seperti ini dan seterusnya (sesuai dengan keinginan dan skenario
pengacara).
Jika
hasil akhir dari persidangan itu yang menang adalah orang yang bodoh, buta
huruf dan miskin itu. Timbul pertanyaan, siapakah sebenarnya yang pandai dan
yang memenangkan perkara itu apakah orang bodoh yang buta huruf serta miskin ataukah
pengacara yang handal pintar, murah hati dan suka menolong kepada sesama?
Secara hukum yang pandai dan yang menang
perkara adalah orang bodoh yang buta huruf serta miskin itu. Akan tetapi secara
HAKIKI yang pandai dan yang menang dalam perkara di atas adalah Pengacara yang
handal pintar, murah hati dan suka menolong kepada sesama. Kondisi ini pulalah
yang terjadi pada diri Muhammad bin Abdullah di dalam menerangkan, menjabarkan
hal-hal yang kami kemukakan di atas.
Untuk
membuktikan apa yang telah dikemukakan oleh Muhammad bin Abdullah itu benar
adanya, berikut ini akan kami kemukakan 2(dua) buah penemuan yang terjadi di
abad modern ini yang pada intinya adalah pembuktian ilmiah atas Wahyu ALLAH SWT
yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantaraan Malaikat Jibril
as, yaitu:" Seorang guru besar/ahli bedah kenamaan dari Perancis, Prof Dr
Maurice Bucaille, masuk Islam secara diam-diam. Sebelumnya, ia membaca dalam
Kitab Suci Al-Qur'an, bahwa Raja Fir'aun
itu mati karena tenggelam di laut Merah (dengan kondisi shock yang sangat
berat) dan jasadnya diselamatkan oleh ALLAH SWT diselamatkan (lihat surat Yunus
(10) ayat 92 yang kami kemukakan di bawah ini).
Maka pada
hari ini Kami selamatkan badanmu[704] supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi
orang-orang yang datang sesudahmu dan Sesungguhnya kebanyakan dari manusia
lengah dari tanda-tanda kekuasaan kami.
(surat Yunus (10) ayat 92)
[704]
Yang diselamatkan Allah ialah tubuh kasarnya, menurut sejarah, setelah Fir'aun
itu tenggelam mayatnya terdampar di pantai diketemukan oleh orang-orang Mesir
lalu dibalsem, sehingga utuh sampai sekarang dan dapat dilihat di musium Mesir,
Berhias, atau bepergian, atau menerima pinangan.
Dicarinya
mumi Fir'aun itu; dan setelah ketemu, dilakukannya bedah mayat. Hasilnya
membuat ia terheran-heran,karena sel-sel syaraf Fir'aun menunjukkan bahwa
kematiannya benar akibat tenggelam di laut dengan shock yang hebat. Menemukan
bukti ini, ia yakin kalau Al-Qur'an itu
wahyu ALLAH SWT. Prof Dr Maurice Bucaille mengatakan bahwa semua ayat-ayat
Al-Qur'an masuk akal dan mendorong sains untuk maju. Ia lantas masuk Islam.
Lain
lagi halnya yang dialami oleh Jacques Yves Costeau. Ia adalah seorang ahli
kelautan (oceanographer) dan ahli selam terkemuka dari Perancis. Mr Costeau sepanjang
hidupnya menyelam berbagai dasar samudra di seantero dunia, dan membuat film
dokumenter tentang keindahan alam bawah laut untuk ditonton jutaan pemirsa di
seluruh dunia melalui acara "Discovery". Pada suatu hari ketika
sedang melakukan eksplorasi di bawah kedalaman laut, ia menemukan sebuah
fenomena yang sangat ganjil, yaitu adanya
air tawar di tengah lautan yang tidak bercampur dengan air laut seolah-olah ada
dinding atau membran yang membatasi di antara keduanya. Apa yang disaksikannya ini benar-benar
kejutan besar selama kariernya yang panjang di bidang kelautan. Dalam
pemikirannya timbul pertanyaan, bagaimana mungkin hal ini dapat terjadi dan
apakah begitu saja terjadi?.
dan Dialah yang membiarkan dua laut yang mengalir (berdampingan); yang ini
tawar lagi segar dan yang lain asin lagi pahit; dan Dia jadikan antara keduanya
dinding dan batas yang menghalangi.
(surat Al-Furqan (25) ayat 53)
Dia
membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu, antara keduanya
ada batas yang tidak dilampaui
masing-masing
(surat Ar Rahmaan (55) ayat 19-20)
Pertanyaan ini
menghantui hidupnya, sampai akhirnya ia bertemu seorang Profesor yang kebetulan
Muslim. Profesor yang Muslim ini menyampaikan kepadanya bahwa fenomena ganjil
tersebut sebenarnya sudah di-informasikan oleh Al-Qur'an empat belas abad yang
lalu, yaitu pada surat Al-Furqaan (25) ayat 53 dan surat Ar Rahmaan
(55) ayat 19-20.
Mendengar hal ini Mr
Costeau terkejut, bagaimana mungkin Muhammad SAW yang hidup di abad ke enam,
yaitu di suatu zaman dimana pasti belum ada peralatan selam yang canggih untuk
mencapai lokasi yang jauh di kedalaman samudra mengetahui akan hal ini. Ia pun
akhirnya berkesimpulan, bahwa Al-Qur'an mustahil buatan Muhammad SAW, pastilah Al-Qur'an itu buatan Tuhan yang
menciptakan langit dan bumi ini. Dan akhirnya ia pun memutuskan untuk menjadi
seorang Muslim (diambil dari buku "Bahan Renungan Kalbu:penghantar
mencapai pencerahan jiwa" disajikan oleh Ir Permadi Alibasyah]
Sekarang,
kondisi itu semua sudah terjadi pada diri Muhammad bin Abdullah dan apa-apa
yang telah dikemukakannya pun sudah ada dan dapat dibuktikan secara ilmiah,
lalu apa hubungannya dengan bukti kerasulan atau bukti Al-Qur'an itu adalah
wahyu dari ALLAH SWT? Untuk menjawab pertanyaan ini, kita tidak bisa terlepas
dari kondisi kemahaan dan kebesaran ALLAH SWT itu sendiri. Timbul pertanyaan,
seperti apakah kondisi dan keadaan kemahaan dan kebesaran dari ALLAH SWT itu?
Berdasarkan Dalil Naqli maka akan dapat kita ketahui kondisi dan keadaan dari
kemahaan dan kebesaran ALLAH SWT, yaitu:
1. Dzat ALLAH SWT Tidak
Bisa Dilihat dengan Mata Manusia
Inilah kehebatan dan kedasyatan DzatNya ALLAH SWT sehingga tidak akan
ada yang sanggup melihatnya akan tetapi ALLAH SWT dapat melihat apapun juga
dalam kondisi apapun juga. Sebagai contoh mampukah diri kita melihat lampu
dengan kekuatan cahaya 5000 watt secara langsung? Yang pasti kita tidak bisa
melihat lampu tersebut dengan langsung, yang dapat kita lihat hanyalah
cahayanya saja.
Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan
mata, sedang Dia dapat melihat segala penglihatan itu dan Dialah Yang Maha
Halus lagi Maha Mengetahui.
(surat Al An’aam (6) ayat
103)
Hal yang sama juga berlaku pada ALLAH SWT, dimana kita tidak bisa
melihat ALLAH SWT dengan langsung, kita hanya dapat melihat cahaya dari cahaya
yang berasal ciptaan-Nya saja, seperti matahari dan bintang.Untuk membuktikan
bahwa memang ALLAH SWT itu benar adanya maka ALLAH SWT melalui utusannya yaitu
Nabi Muhammad SAW memberikan kesempatan kepada Beliau bertemu langsung pada
waktu peristiwa Mi’raj. Adanya peristiwa Mi’raj maka ALLAH SWT secara langsung
menunjukkan dan menginformasikan kepada seluruh umat manusia bahwa keberadaan
ALLAH SWT memang benar adanya dan ARSY adalah tempat bernaung dan/atau dari
ARSY inilah ALLAH SWT mengatur segala ciptaannya.
3.
Gunung Hancur karena Nur-Nya
Saking hebat dan dasyatnya kemampuan yang dimiliki
oleh ALLAH SWT mengakibatkan gunungpun tidak sanggup melihat apalagi menandingi
ALLAH SWT. Hancur, luluh lantah di alami oleh gunung disebabkan takut akan
kebesaran dan kemahaan ALLAH SWT. Jika gunung saja yang kelihatannya kuat
sampai takut kepada ALLAH SWT, kenapa justru diri kita berani menantang ALLAH
SWT dengan cara tidak mempercayai adanya Tuhan selain ALLAH SWT?
Kalau sekiranya Kami menurunkan Al
Qur’an ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah
belah disebabkan takut kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat
untuk manusia supaya mereka berfikir.
(surat Al Hasyr (59) ayat 21)
Jika apa yang kami kemukakan kita lakukan berarti
diri kita telah mempertunjukkan salah satu bentuk atraksi yang konyol yang
diperlihatkan manusia yang tidak pernah dapat mengenal dirinya sendiri itu
siapa (ingat diri kita merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari ALLAH
SWT terutama jika ditinjau dari sisi RUH dan AMANAH 7).
4. Manusia Tidak Bisa
Berbicara dengan-Nya karena kehebatan Kalam-Nya
Kalam yang dimiliki oleh ALLAH SWT memiliki
kemampuan dan kehebatan yang tiada taranya sehingga membuat manusia tidak dapat
berbicara secara langsung kepada ALLAH SWT. Untuk itu ALLAH SWT mengutus
Malaikat Jibril a.s. sebagai Perantara di dalam menyampaikan Kalam ALLAH SWT
kepada NABI ataupun RASUL.
Dan tidak ada bagi
seorang manusiapun bahwa Allah berkata-kata dengan dia kecuali dengan
perantaraan wahyu atau di belakang tabir atau dengan mengutus seorang utusan
(malaikat) lalu di wahyukan kepadanya dengan seizinNya apa yang Dia kehendaki.
Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana..
(surat
Asy Syuura (42) ayat 51)
Adanya peran Malaikat atau adanya tugas Malaikat,
dalam hal ini Malaikat Jibril as, di dalam menyampaikan Kalam ALLAH SWT. Hal
ini menunjukkan kepada kita bahwa ALLAH SWT sayang kepada umat manusia,
termasuk kepada diri kita dan juga dalam rangka menjaga keutuhan langit dan
bumi akibat dari ketidak- mampuannya melihat secara langsung Kemahaan dan
Kebesaran yang dimiliki oleh ALLAH SWT.
5. Binasa Alam dan Segala Isinya karena Melihat-Nya
Bukannya manfaat yang di dapat, akan tetapi
mudharat yang di dapat oleh ALAM jika ALAM mampu melihat secara langsung
DzatNya ALLAH SWT. Untuk itulah ALLAH
SWT tetap berada di ARSY sehingga kehancuran dan kebinasaan ALAM tidak terjadi.
Ibnu Abbas r.a berkata: “Nabi SAW bersabda: Allah ta’ala berfirman:“Wahai Musa. Engkau tidak dapat melihatKu. Sesungguhnya tidaklah akan melihatKu suatu makhluk hidup melainkan ia mati dan suatu makhluk yang kering melainkan ia tergelincir dan makhluk yang basah melainkan ia bercerai-berai. Sesungguhnya hanyalah ahli syurga yang tidak kehilangan pandangan dan tidak rusak/hancur jasadnya dapat melihatKu”.
(HQR
Al Hakim, 272-202)
Melihat
kondisi kemampuan dan kehebatan ALLAH SWT yang tidak akan mungkin diperlihatkan
kepada langit dan bumi secara langsung tau kepada segala ciptaan-Nya secara
langsung maka ALLAH SWT menetapkan hal-hal sebagai berikut sebagai wujud
tanggung jawab ALLAH SWTkepada makhluknya, terutama manusia yang di jadikannya
sebagai KHALIFAH di muka bumi, yaitu :
1. Adanya Kitab dan/atau Tuntunan Tertulis sebagai Media atau
Alat Bantu sebagai sarana untuk memperkenalkan diri-Nya sendiri baik sebagai
ALLAH SWT yang mempunyai kemampuan serta kehebatan yang tiada banding maupun
sebagai Pencipta alam semesta.
2.
Adanya Utusan atau Manusia-Manusia Pilihan atau Nabi dan
Rasul sebagai sarana atau Alat Bantu untuk menerangkan keberadaan ALLAH SWT
serta segala ciptaanNya.
3.
Adanya Malaikat sebagai perantara untuk menyampaikan Wahyu
atau Kalam-Nya kepada Utusan yang telah dipilihnya.
Sekarang
jika tidak ada 3(tiga) hal yang kami kemukakan di atas ini, dapatkah keberadaan ALLAH SWT diketahui dan
selanjutnya dapatkah di imani oleh seluruh umat manusia? Tanpa adanya Kitab
sebagai pegangan dan tuntunan tertulis dan adanya Nabi dan Rasul sebagai utusan
untuk menerangkan keberadaan ALLAH SWT serta adanya Malaikat sebagai perantara
turunnya wahyu maka apa yang ALLAH SWT kehendaki tidak akan dapat terlaksana.
Dan jika sekarang kita diwajibkan untuk melaksanakan Rukun Iman yang Enam dalam
satu kesatuan maka sesuailah apa yang di kehendaki oleh ALLAH SWT sebab sarana
untuk itu telah ada.
Lalu dimanakah
letak keberadaan wahyu itu dan dimanakah pula letaknya bukti kenabian dari Muhammad
SAW? Seperti kita ketahui bersama jika ALLAH SWT menampakkan secara langsung
kemahaan yang dimiliki-Nya maka seluruh apa-apa yang di langit dan di bumi akan
hancur lebur berantakan. Dalam rangka menjadikan langit dan bumi tidak hancur
lebur akibat tidak sanggup menahan kemahaan ALLAH SWT maka ALLAH SWT mengutus
Malaikat Jibril as, untuk menyampaikan hal-hal yang dibutuhkan bagi manusia
pilihan-Nya seperti ilmu dan pengetahuan dan apa-apa yang disampaikan melalui
perantaraan Malaikat Jibril as, itulah yang dinamakan Wahyu atau Kalam yang
berasal dari ALLAH SWT, yang selanjutnya membuat Muhammad bin Abdullah mampu
menceritakan, mampu menerangkan, mampu menjabarkan, mampu melaksanakan, mampu
menjadi panutan dan tauladan umat, mencontohkan suatu ajaran, seperti yang kami
sebutkan di atas.
Sesungguhnya Al
Qur’an itu benar-benar firman (Allah yang dibawa oleh) utusan yang mulia
(Jibril), yang mempunyai kekuatan, yang mempunyai kedudukan tinggi di sisi
Allah yang mempunyai Arsy, yang ditaati di sana (di alam malaikat) lagi
dipercaya.
(surat At Takwiir (81) ayat 19-20-21)
Muhammad
bin Abdullah dalam setiap bertindak, dalam setiap melangkah, saat memberi
contoh pada prinsipnya melaksanakan apa-apa yang ALLAH SWT perintahkan melalui
wahyu yang disampaikan Malaikat Jibril a.s. Sehingga jadilah Muhammad bin
Abdullah sebagai wakil ataupun utusan ALLAH
SWT di muka bumi untuk menyampaikan risalah kepada seluruh umat manusia setelah
diterimanya wahyu atau kalam ALLAH SWT kepada dirinya. Berikutnya dengan adanya
Muhammad bin Abdullah sebagai penerima wahyu dan adanya Malaikat Jibril a.s.
sebagai perantara dalam menyampaikan Wahyu maka terjadilah hal-hal sebagai
berikut:
1.
Muhammad bin Abdullah telah menjadi utusan ALLAH SWT di muka
bumi dan/atau Muhammad bin Abdullah telah resmi di angkat menjadi Nabi.
2.
Adanya perubahan dari kondisi dasar dari Manusia Biasa yang
Ummi, Tidak Pernah Belajar, Tidak Bisa Menulis, Tidak Bisa Membaca, Miskin,
Yatim dari Kecil, Jujur dari Kecil, Berwibawa dari Kecil, Dihormati dan Rajin
serta Terpercaya menjadi manusia pilihan ALLAH SWT yang memiliki ketaqwaan, bakat dan kemampuan jiwa
besar, kecerdasan pikiran, ketajaman otak, kehalusan perasaan, jujur, berbudi
luhur, mempunyai kepribadian yang tinggi, kekuatan ingatan yang tinggi, kecepatan
tanggapan, kekerasan kemauan dan kedewasaan emosional yang sempurna serta
terpercaya.
3.
Setelah seluruh wahyu dikumpulkan menjadi satu maka jadilah
kumpulan wahyu tersebut menjadi kitab
suci Al Qur’an, menjadi kumpulan aturan,
kumpulan hukum, kumpulan ketentuan yang berlaku di muka bumi ini.
Adanya
ketiga hal yang kami kemukakan di atas, maka untuk membuktikan bahwa Nabi
Muhammad SAW bukan hanya Nabi semata akan tetapi juga sebagai Rasul, maka ke
tiga hal yang kami kemukakan di atas ini harus dihubungkan dengan ketentuan
yang terdapat di dalam surat Shaad (38) ayat 87-88 yang kami kemukakan di bawah
ini.
Al Quran
ini tidak lain hanyalah peringatan bagi semesta alam.
dan
Sesungguhnya kamu akan mengetahui (kebenaran) berita Al Quran setelah beberapa
waktu lagi[1305].
(surat Shaad (38) ayat 87-88)
[1305] Kebenaran berita-berita Al Quran itu ada yang
terlaksana di dunia dan ada pula yang terlaksana di akhirat; yang terlaksana di
dunia seperti kebenaran janji Allah kepada orang-orang mukmin bahwa mereka akan
menang dalam peperangan dengan kaum musyrikin, dan yang terlaksana di akhirat
seperti kebenaran janji Allah tentang Balasan atau perhitungan yang akan
dilakukan terhadap manusia.
Al-Qur'an
yang tidak lain adalah kumpulan wahyu
ALLAH SWT yang diturunkan melalui perantaraan Malaikat Jibril as kepada Nabi
Muhammad SAW merupakan peringatan bagi seluruh alam. Dan jika ini adalah maksud
dan tujuan dari diturunkannya Al-Qur'an maka Nabi Muhammad SAW sebagai utusan
dari ALLAH SWT atau sebagai Duta Besar ALLAH SWT di muka bumi harus bertanggung
jawab untuk menyampaikannya dan menyebarluaskan Al-Qur'an kepada seluruh umat
manusia sehingga dengan demikian resmi pulalah Nabi Muhammad SAW menjadi RASUL
ALLAH SWT di muka bumi. Sebagai KHALIFAH di muka bumi, diri kita telah
diperintahkan oleh ALLAH SWT untuk selalu mentaati ALLAH SWT dan mentaati RASUL
serta wajib menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai Panutan dan Tauladan saat
menjalankan tugas sebagai KHALIFAH di muka bumi.
Dan
jika sekarang Nabi Muhammad SAW Nabi Muhammad SAW yang telah menjadi Panutan dan
Tauladan bagi umat manusia, termasuk diri kita, memiliki kriteria sebagai
pribadi yang memiliki ketaqwaan yang tinggi, pribadi yang memiliki
bakat dan kemampuan jiwa besar, kecerdasan pikiran, ketajaman otak,
kehalusan perasaan, jujur, berbudi luhur, mempunyai kepribadian yang tinggi,
kekuatan ingatan yang tinggi, kecepatan tanggapan, kekerasan kemauan dan
kedewasaan emosional yang sempurna serta terpercaya, apa yang harus kita
lakukan?
Jika
kita mengacu dan berpedoman kepada Nabi Muhammad SAW sebagai Panutan dan
Tauladan, maka segala apa-apa yang dilakukan oleh Panutan dan Tauladan, segala
apa yang dikatakan oleh Panutan dan Tauladan serta segala apa-apa yang telah
disetujui oleh Panutan dan Tauladan harus kita jadikan pedoman bagi diri kita
di dalam melaksanakan kekhalifahan di muka bumi. Adanya kondisi ini dapat di
artikan bahwa diri kita tidak
pernah dilarang oleh ALLAH SWT untuk menjadikan kualitas diri kita seperti
halnya kualitas kepribadian Nabi Muhammad SAW yang memiliki ketaqwaan yang tinggi,
pribadi yang memiliki bakat dan kemampuan jiwa besar, kecerdasan
pikiran, ketajaman otak, kehalusan perasaan, jujur, berbudi luhur, mempunyai
kepribadian yang tinggi, kekuatan ingatan yang tinggi, kecepatan tanggapan,
kekerasan kemauan dan kedewasaan emosional yang sempurna serta terpercaya.
Hal
yang tidak diperkenankan oleh ALLAH SWT adalah menjadikan diri kita sebagai
Nabi atau Rasul setelah Nabi Muhammad SAW tiada atau ALLAH SWT tidak akan
pernah memberikan titel baik NABI ataupun RASUL baru setelah Nabi Muhammad SAW
tiada. Selanjutnya untuk
dapat menjadikan kepribadian diri kita seperti
kepribadian yang dimiliki Nabi Muhammad SAW kita tidak dapat memperolehnya seperti Nabi Muhammad SAW memperolehnya. Jika Nabi Muhammad SAW melalui
Wahyu melalui perantaraan Malaikat Jibril as, sedangkan untuk manusia termasuk
untuk diri kita dapat melalui Maunah, Firasat, Ilham ataupun melalui Petunjuk
ALLAH SWT. Untuk maksud tersebut kita diharuskan melaksanakan hal-hal yang akan
kami kemukakan di bawah ini, yaitu:
1.
Berdasarkan surat Al Kahfi (18) ayat 110 yang kami
kemukakan di bawah ini jika kita ingin merubah kualitas diri menjadi lebih baik
lagi dan/atau menjadikan diri kita sesuai dengan kehendak ALLAH SWT maka
hendaklah kita mengerjakan amal yang shaleh serta jangan pernah sekalipun untuk
menyekutukan ALLAH SWT dengan sesuatu.
Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang
diwahyukan kepadaku: "Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang
Esa". Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia
mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam
beribadat kepada Tuhannya".
(surat Al
Kahfi (18) ayat 110)
2. Berdasarkan Hadits
yang di riwayatkan Bukhari di bawah ini, jika kita ingin memperoleh seperti apa
yang diperoleh Nabi Muhammad SAW NABI MUHAMMAD SAW maka lakukanlah apa-apa yang
difardhukan atau yang diwajibkan ditambah dengan melaksanakan amal-amal
tambahan terutama amalan sunnah.
Orang-orang
yang merasa dekat kepadaKu, tidak hanya melaksanakan apa yang aku fardlukan
kepada mereka, malah si hamba itu merasa dekat kepadaKu dengan melaksanakan
amal-amal nawafil (tambahan) hingga Akupun mencintainya. Apabila Aku sudah
mencintainya, Akulah menjadi pendengarannya yang dengan itulah dia mendengar,
Akulah menjadi penglihatannya yang dengan itulah ia melihat, Akulah yang
menjadi lidahnya yang dengan itulah ia berkata-kata. Aku menjadi tangannya yang dengan itu ia
memegang, Akulah yang menjadi kakinya yang dengan itu ia berjalan dan Aku
pulalah yang menjadi hatinya yang dengan itu ia berdlomir (bercita-cita)
(HR Bukhari)
3. Berdasarkan surat Al Baqarah (2)
ayat 208 di bawah ini, jika kita ingin memperoleh seperti apa-apa yang
diberikan oleh ALLAH SWT kepada Nabi
Muhammad SAW maka kita diharuskan untuk beriman serta
masuklah/laksanakanlah Diinul Islam secara Kaffah serta jauhilah
langkah-langkah syaitan.
Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke
dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan.
Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.
(surat
Al Baqarah (2) ayat 208)
4. Untuk dapat memperoleh dan/atau
untuk dapat meningkatkan kualitas kepribadian diri atau kefitrahan diri maka
penuhilah apa-apa yang dikehendaki oleh ALLAH SWT kepada diri kita.
Setelah
diri kita melaksanakan 4(empat) ketentuan yang kami kemukakan di atas ini,
hasil akhir dari itu semua sangat tergantung sejauh mana diri kita mampu
melaksanakan itu semua. Jika Nabi
Muhammad SAW mampu melaksanakan secara totalitas maka secara
totalitas pula Beliau mendapatkannya. Sekarang bagaimana dengan diri kita, jika kita mampu melaksanakan 4(empat)
ketentuan di atas ini seperti totalitas yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW
maka kitapun akan memperolehnya sedangkan jika kita hanya mampu melaksanakan di
bawah apa yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW maka sampai disitulah kualitas
yang kita peroleh. Yang menjadi persoalan saat ini adalah sudah
sejauh mana kita melakukan itu semua? Yang pasti dalam hal ini adalah kualitas
diri kita dapat dipastikan lebih rendah dibandingkan dengan kualitas diri dari
Nabi Muhammad SAW.
Selanjutnya
masih ada hal lainnya yang harus kita perhatikan sewaktu melaksanakan SYAHADAT
ialah kita tidak diperbolehkan sama
sekali; kita tidak diperkenankan sama sekali untuk memilah-milah antara
kesaksian kepada ALLAH SWT dengan kesaksian kepada NABI MUHAMMAD SAW sebagai
Utusan ALLAH SWT dengan cara hanya
melaksanakan kesaksian Tiada Tuhan selain
ALLAH SWT kemudian meniadakan kesaksian NABI MUHAMMAD SAW itu Utusan
ALLAH SWT atau sebaliknya kita tidak mau melaksanakan kesaksian kepada ALLAH
SWT tetapi mau melaksanakan kesaksian NABI MUHAMMAD SAW itu utusan ALLAH SWT.
Jika ini yang kita laksanakan berarti SYAHADAT yang kita lakukan belum sempurna
dan/atau tidak dapat dikatakan telah sukses melaksanakan SYAHADAT. Untuk itu jika kita melaksanakan SYAHADAT
maka kita harus melaksanakan kesaksian secara satu kesatuan yang tidak
terpisahkan dengan menyatakan bahwa Tiada Tuhan selain ALLAH SWT dan NABI
MUHAMMAD SAW utusan ALLAH SWT.
Hamba
ALLAH SWT, sebelum kami melanjutkan kembali pembahasan tentang SYAHADAT, perlu
kami tegaskan bahwa fokus pembahasan tentang SYAHADAT selanjutnya akan lebih
terfokus kepada kesaksian Tiada Tuhan selain ALLAH SWT. Untuk itu mari kita
lanjutkan pembahasan ini dengan sebuah pertanyaan yaitu tahukah diri kita bahwa
SYAHADAT yang kita laksanakan itu memiliki makna yang begitu mendalam serta
memiliki kekuatan yang sangat hebat serta tidak sesuatupun yang dapat
mengalahkannya? Jika pembaca ingin tahu pelajarilah 2(dua) buah Hadits Qudsi
yang akan kami kemukakan di bawah ini, yaitu:
Abu Said ra, berkata: Nabi SAW bersabda: ALLAH
ta'ala berfirman: Berkatalah Musa: Ya, Tuhanku! Ajarilah aku sesuatu untuk
menyebut namamu dan berdoa kepada-Mu. ALLAH berfirman:Wahai Musa! Ucapkanlah
"Laa ilaaha Illa Allah". Musa menjawab: Semua hamba-Mu mengucapkannya
Ya Tuhanku" ALLAH berfirman: Ucapkanlah "Laa ilaaha Illa Allah"
lalu Musa mengucapkannya seraya berkata: Sesungguhnya aku menghendaki sesuatu
yang khusus untukku ya Tuhanku. Dan berfirmanlah ALLAH: Wahai Musa sekiranya
tujuh lapis langit dan penghuninya selain Aku serta tujuh lapis bumi diletakkan
disamping kata "Laa ilaaha Illa Allah" di samping yang lain akan
lebih beratlah kata "Laa ilaaha Illa Allah".
(HQR
Annada'ie, Ibnu Hibban, Al Hakiem serta Abu Ya'la; 272: 250)
Abu Said ra, berkata: Nabi SAW bersabda: ALLAH
ta'ala berfirman: Wahai Musa! Andaikata langit dan semua isinya, bumi dengan
semua isinya dan laut dengan semua isinya diletakkan di atas sebuah neraca dan
disampingnya diletakkan kalimat "Laa ilaaha Illa Allah" niscaya akan
lebih unggul dan lebih beratlah kalimat syahadat itu.
(HQR
Abu Ya'la; 272:204)
Berdasarkan 2(dua) buah Hadits Qudsi yang kami
kemukakan di atas ini, terlihat dengan jelas bahwa kondisi dasar dari SYAHADAT lebih hebat, lebih unggul, lebih dahsyat,
lebih berat dibandingkan dengan langit dan bumi beserta isinya termasuk di
dalamnya lautan beserta isinya. Adanya kondisi dasar seperti ini pada SYAHADAT, apa
yang harus kita perbuat dengan SYAHADAT? Adanya kondisi dasar dari SYAHADAT yang begitu hebat dan juga begitu
dahsyat, sudah sepatutnya dan sepantasnya kita harus dapat meletakkan dan
menempatkan SYAHADAT sesuai dengan Kebesaran dan Kemahaan ALLAH SWT.
Jika kita hanya mampu ber-asumsi bahwa SYAHADAT
sebatas kata "Laa ilaaha Illa Allah" yang begitu mudah
di-ucapkan dibandingkan dengan tujuh lapis langit dan tujuh lapis bumi dengan
segala isinya tentu hasilnya adalah kata "Laa ilaaha Illa Allah"
tidaklah berarti sama sekali. Akan tetapi yang dikehendaki oleh ALLAH SWT
selaku Inisiator, pencipta dan pemilik dari alam semesta ini adalah melalui
SYAHADAT manusia diperintahkan oleh ALLAH SWT untuk mempersaksikan dengan
segala ilmu dan kejujuran serta melalui mata kepala sendiri untuk mempersaksikan
secara sendiri-sendiri segala Kemahaan dan Kebesaran ALLAH SWT dibandingkan
dengan tujuh lapis langit dan tujuh lapis bumi dengan segala isinya termasuk di
dalamnya lautan beserta isinya. Jika kita mampu memperbandingkannya sesuai
dengan kehendak ALLAH SWT maka kita akan dapat mengatakan, kita dapat meyakini
serta kita dapat mengimani bahwa ALLAH SWT adalah segala-galanya dibandingkan
apapun juga.
Adanya kondisi seperti ini maka keadaan manusia, termasuk keadaan diri
kita, tidaklah sebanding dengan ALLAH SWT. Manusia itu kecil, manusia itu hina,
manusia itu tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan ALLAH SWT. Sekarang
patutkah dan pantaskah diri kita menempatkan diri di atas ALLAH SWT? Lalu
patutkah dan pantaskah diri kita tidak mau memberi kesaksian bahwa Tiada Tuhan
selain ALLAH SWT dan NABI MUHAMMAD SAW adalah utusan ALLAH SWT?
Sekarang diri kita telah beragama Islam, berarti
diri kita sudah melakukan SYAHADAT, timbul pertanyaan SYAHADAT yang seperti
apakah yang telah kita laksanakan tersebut? Kami yakin kita semua adalah
orang-orang yang telah mampu melaksanakan SYAHADAT dengan mempersaksikan
Kemahaan dan Kebesaran ALLAH SWT adalah segala-galanya sehingga yang nampak di
alam semesta ini hanyalah ALLAH SWT semata. Dan jika kondisi SYAHADAT yang seperti
ini belum dapat kita laksanakan, berarti ada sesuatu yang salah di dalam
pelaksanaan SYAHADAT yang telah kita laksanakan. Untuk itu lakukanlah perbaikan
SYAHADAT dengan mengakui segala Kesalahan dan Kekeliruan yang telah kita
lakukan sebelum RUH tiba di kerongkongan.
Tahukah anda bahwa jika kita mampu melaksanakan
SYAHADAT yang sesuai dengan kehendak ALLAH SWT maka SYAHADAT yang telah kita
laksanakan akan memberikan manfaat kepada diri kita, apakah itu? Jika pembaca
ingin mengetahui jawabannya, maka pelajarilah Hadits Qudsi yang kami kemukakan
di bawah ini. Hasil dari SYAHADAT yang kita lakukan jika sesuai dengan
kehendak ALLAH SWT, maka apa-apa yang
dikemukakan dalam Hadits Qudsi yang kami kemukakan di atas ini, dapat kita
peroleh seperti masuk dalam benteng ALLAH SWT; ALLAH SWT menjadi pelindung diri
kita; bebas dari siksaan ALLAH SWT; tidak diperkenankan masuk Neraka oleh ALLAH
SWT.
Anas bin Malik ra, berkata; Nabi SAW bersabda:
ALLAH ta'ala berfirman: Demi kemuliaan, kebesaran dan rahmat-Ku tidaklah Aku
biarkan seorang yang telah mengucapkan
" Laa
Ilaaha Illa Allah" masuk neraka.
(HQR
Tamam; 272:161)
Ali ra, berkata: Nabi SAW bersabda: ALLAH ta'ala
berfirman: Laa ilaaha Illa Allah. Firman-Ku dan Akulah dia maka barangsiapa
mengucapkannya ia masuk dalam benteng-Ku dan bebas dari siksaan-Ku.
(HQR
Ibnu Najjar; 272:165)
Sekarang sudahkah kita rasakan buah dari SYAHADAT
yang kita lakukan, jika belum tidak ada jalan lain kecuali melakukan koreksi
dan perbaikan atas SYAHADAT yang telah pernah kita laksanakan. Selanjutnya
sebagai Khalifah di muka bumi, jika ada pertanyaan butuhkah atau perlukah diri
kita dengan SYAHADAT, apa yang harus kita jawab? Sepanjang
diri kita sadar bahwa diri kita adalah ciptaan ALLAH SWT yang tidak memiliki
apapun juga serta diri kita ada di muka bumi karena ALLAH SWT atau jika kita
termasuk orang yang sudah Tahu Diri maka sudah sepatutnya dan sudah sepantasnya
dan juga sudah seharusnya kita menyatakan bahwa kita sangat membutuhkan
SYAHADAT. Hal ini dikarenakan ada sesuatu manfaat besar yang
akan diberikan ALLAH SWT kepada diri kita dan juga kepada anak dan keturunan
kita jika mampu melaksanakan SYAHADAT secara baik dan benar yang sesuai dengan
kehendak ALLAH SWT.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar