Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Selasa, 17 Mei 2016

TINGKATAN-TINGKATAN SYAHADAT & HUBUNGANNYA DENGAN PERNYATAAN RUH KEPADA ALLAH SWT - part 1 of 2




SYAHADAT walaupun hanya terdiri dari 2(dua) buah kesaksian, namun SYAHADAT tidak bisa dilaksanakan secara asal-asalan, asal sudah di baca, asal sudah di ucapkan, maka selesai sudah kewajiban SYAHADAT yang kita laksanakan. Jika ini yang terjadi pada diri kita saat melaksanakan SYAHADAT, maka berdasarkan hadits qudsi yang kami kemukakan di bawah ini, SYAHADAT yang telah kita laksanakan dapat dikatakan belum sesuai dengan makna yang terkandung yang terdapat di dalam kebesaran SYAHADAT.


Abu Said ra, berkata: Nabi SAW bersabda: ALLAH ta'ala berfirman: Wahai Musa! Andaikata langit dan semua isinya, bumi dengan semua isinya dan laut dengan semua isinya diletakkan di atas sebuah neraca dan disampingnya diletakkan kalimat "La illaha Illa ALLAH" niscaya akan lebih unggul dan lebih beratlah kalimat syahadat itu.
(HQR Abu Ya'la; 272:204)


Ali ra, berkata: Nabi SAW bersabda: ALLAH ta'ala berfirman:
 "Laillaha illa Allah" benteng-Ku, dan barangsiapa memasuki benteng-Ku ia bebas dari siksaan-Ku.
(HQR Abu Nu'aim, Ibnu Najjar dan Ibnu Asakir, 272:166)


Untuk itu sebelum diri kita melaksanakan SYAHADAT sebaiknya dan seharusnya kita harus tahu dan kita harus mengerti terlebih dahulu apa yang akan kita SYAHADATkan dan/atau kita harus memiliki ilmu dan pengetahuan terlebih dahulu sebelum melaksanakan SYAHADAT seperti halnya kita memiliki ilmu dan pengetahuan untuk melakukan suatu pekerjaan. Timbul pertanyaan, kenapa harus seperti itu kita melaksanakan SYAHADAT?

Hal ini dikarenakan SYAHADAT yang akan kita laksanakan atau yang telah kita laksanakan sangat berhubungan erat dengan apa-apa yang akan kita persaksikan, yaitu ALLAH SWT yang memiliki KEBESARAN dan KEMAHAAN sebagai satu-satunya TUHAN yang berhak di sembah di alam semesta ini, serta NABI MUHAMMAD SAW sebagai Utusan ALLAH SWT yang akan menjadi CONTOH, IKUTAN, TAULADAN bagi seluruh umat manusia. Di lain sisi, kondisi dan keadaan diri kita sebagai orang yang akan melaksanakan SYAHADAT adalah makhluk yang ada di dunia ini karena kehendak ALLAH SWT; hidup menumpang di muka bumi yang dimiliki oleh ALLAH SWT sehingga dapat dikatakan manusia, termasuk diri kita tidak memiliki apapun juga dibandingkan dengan ALLAH SWT.
Adanya perbedaan kondisi dasar antara diri kita dengan ALLAH SWT tentu akan berdampak kepada posisi diri kita dibandingkan ALLAH SWT. Yang jelas di dalam melaksanakan SYAHADAT kita tidak bisa mensejajarkan diri dengan ALLAH SWT atau kita tidak akan mungkin berada di atas ALLAH SWT. Akan tetapi kita harus dapat meletakkan diri sesuai dengan kondisi dan keadaan diri kita yang miskin, yang hina, yang ada di muka bumi karena di adakan oleh ALLAH SWT, yang tidak memiliki apapun juga dibandingkan ALLAH SWT. Adanya kondisi seperti ini memang sudah sepatutnya dan sepantasnya diri kita merendahkan diri sewaktu melaksanakan SYAHADAT. Selanjutnya setelah diri kita melaksanakan SYAHADAT, masih ada hal lainnya yang harus kita ketahui mengenai SYAHADAT yang kita lakukan yaitu sudah sampai dimanakah tingkatan SYAHADAT yang kita laksanakan dan/atau sudah sampai dimanakah kualitas SYAHADAT yang telah kita laksanakan.

Untuk mengetahui tentang tingkatan SYAHADAT atau kualitas dari SYAHADAT yang telah pernah kita laksanakan, mari kita lanjutkan pembahasan tentang SYAHADAT secara lebih mendalam lagi.

A. SYAHADAT Tingkat Pertama atau Kualitas Terendah adalah SYAHADAT berdasarkan PEKABARAN dari DALIL atau KABAR yang MEYAKINKAN (HUJJAH) tanpa melihat secara langsung

Dalam kehidupan sehari-hari untuk dapat menerima apalagi mempercayai suatu informasi atau berita atau kabar yang tidak kita saksikan langsung, tentu tidak serta merta kita menerimanya apalagi mempercayainya. Untuk dapat mempercayai suatu informasi atau berita yang tidak pernah kita saksikan secara langsung, katakanlah informasi tentang kecelakaan lalu lintas, maka harus ada syarat tertentu, barulah kita dapat mempercayai informasi atau berita dimaksud. Apakah syaratnya? Syaratnya adalah siapakah yang menyampaikan informasi atau berita dimaksud. Semakin tinggi tingkat kompetensi penyampai berita maka semakin tinggi pula kita mempercayai informasi atau berita yang disampaikannya.


Akan tetapi jika semakin rendah tingkat kompetensi penyampai informasi atau berita maka akan semakin rendah pula kita mempercayai berita yang disampaikannya. Adanya kondisi di atas ini, akan terdapat 2(dua) kemungkinan informasi yang kita peroleh, yaitu Informasi yang tingkat akurasinya tinggi yang berasal dari sumber yang tingkat kompetensinya tinggi (yaitu kepolisian atau surat kabar ternama atau berita televisi) dan Informasi yang tingkat akurasinya rendah yang berasal dari sumber yang tingkat kompetensinya rendah (yaitu anak kecil, orang yang tidak waras, hilang ingatan).

Adanya dua buah kemungkinan tingkat akurasi informasi atau berita yang kita peroleh, maka jika kita sampai mempercayai informasi atau berita dimaksud berarti diri kita juga memiliki dua buah kualitas hujjah sewaktu melakukan kesaksian, yaitu ada yang kualitas tinggi dan ada yang kualitas rendah. Sekarang bagaimana jadinya jika kita memberikan kesaksian kepada pihak ke tiga tentang kecelakaan lalu lintas yang terjadi yang tidak kita saksikan secara langsung dengan mempergunakan 2(dua) buah kemungkinan hujjah yang kita miliki, yaitu yang berdasarkan hujjah tingkat tinggi dan berdasarkan hujjah tingkat rendah? Sepanjang diri kita kita tidak bisa menyaksikan langsung kecelakaan yang terjadi maka nilai atau tingkatan atau kualitas kesaksian yang kita berikan kepada pihak ketiga selamanya akan memiliki nilai yang berkualitas rendah. Sekarang apa yang terjadi jika kondisi di atas ini kita terapkan pada waktu kita melaksanakan SYAHADAT? Jika sampai kondisi di atas kita terapkan saat diri kita melaksanakan SYAHADAT berarti kualitas atau tingkatan SYAHADAT yang kita laksanakan berada pada kualitas atau tingkatan yang paling rendah.


Timbul pertanyaan atas dasar apakah kualitas atau tingkatan SYAHADAT yang kita laksanakan dikatakan sebagai yang paling rendah? SYAHADAT yang artinya adalah sebuah Kesaksian yang berasal dari seseorang kepada sesuatu yang akan dipersaksikannya, tidak akan dapat memberikan kualitas yang tinggi sepanjang diri kita tidak bisa mempersaksikan secara langsung tentang apa-apa yang kita persaksikan dan/atau sepanjang diri kita memberikan kesaksian berdasarkan keterangan dari orang lain, baik yang kompeten ataupun tidak sewaktu mempersaksikan Tiada Tuhan selain ALLAH SWT dan NABI MUHAMMAD SAW utusan ALLAH SWT walaupun itu semua berasal dari Al-Qur'an dan Hadits. Jika keadaan dan kondisi ini kita laksanakan sewaktu melakukan SYAHADAT maka tidak ada bedanya dengan diri kita yang memberikan kesaksian bahwa cabai itu pedas akan tetapi kita sendiri belum pernah sekalipun merasakan langsung pedasnya cabai.


 Inilah Ironi atau keadaan yang kontradiktif yang sering terjadi dalam masyarakat, terutama umat Islam, dimana kita berani mempersaksikan Tiada Tuhan selain ALLAH SWT dan NABI MUHAMMAD SAW sebagai Utusan ALLAH SWT tanpa pernah tahu dan tanpa pernah mengerti serta tanpa memiliki ilmu tentang apa dan bagaimana ALLAH SWT kepada umat manusia dan juga tanpa pernah merasakan apa yang dinamakan dengan nikmatnya bertuhankan kepada            ALLAH SWT.


Sebagai KHALIFAH yang sedang melaksanakan tugas di muka bumi, apa jadinya SYAHADAT yang telah kita laksanakan dengan memberikan kesaksian bahwa Tiada Tuhan selain ALLAH SWT dan NABI MUHAMMAD SAW utusan ALLAH SWT hanya berdasarkan hujjah atau keterangan dari orang lain dikarenakan kita tidak mau dan tidak mampu mengenal, tidak mau dan tidak mampu mempersaksikan keberadaan ALLAH SWT, padahal nilai dari kesaksian seseorang sangat tergantung seberapa jauh diri kita dapat mengenal, sejauh mana diri kita dapat mengetahui, sejauh mana diri kita dapat merasakan dari apa-apa yang kita persaksikan, dalam hal ini adalah ALLAH SWT dan NABI MUHAMMAD SAW?


Sepanjang diri kita tidak dapat memenuhi kriteria dasar dari suatu kesaksian dan/atau sepanjang diri kita tidak mau dan tidak mampu menjadi seorang SAKSI yang baik maka akan semakin rendah tingkat dan nilai kesaksian yang kita berikan kepada ALLAH SWT dan kepada NABI MUHAMMAD SAW sewaktu melaksanakan SYAHADAT. Jika hal ini yang sudah terjadi pada diri kita, maka kita harus mau dan mampu memperbaiki kualitas SYAHADAT yang telah kita pernah kita laksanakan. Untuk memberikan gambaran tentang SYAHADAT kualitas paling rendah, mari kita lihat apa yang dikemukakan ALLAH SWT dalam surat Al Qashash (28) ayat 44 yang kami kemukakan di bawah ini, dimana ALLAH SWT telah memperingatkan kepada orang-orang yang tidak mempersaksikan sesuatu secara langsung dan/atau orang yang tidak mengalami sesuatu secara langsung untuk tidak berkata bohong atau tidak mengemukakan sesuatu yang tidak pernah diketahuinya. Hal ini dikemukakan oleh ALLAH SWT agar manusia tidak tersesat dan/atau menyesatkan orang lain sewaktu melaksanakan SYAHADAT dan/atau sewaktu menjadi SAKSI.

dan tidaklah kamu (Muhammad) berada di sisi yang sebelah barat[1125] ketika Kami menyampaikan perintah kepada Musa, dan tiada pula kamu Termasuk orang-orang yang menyaksikan.
(surat Al Qashash (28) ayat 44)

[1125] Maksudnya: di sebelah barat lembah suci Thuwa; Lihat surat Thaha ayat 12.

Hal lain yang harus kita perhatikan sewaktu melaksanakan SYAHADAT adalah semakin rendah kualitas SYAHADAT kita maka semakin rendah pula persepsi diri kita kepada  ALLAH SWT dan juga kepada NABI MUHAMMAD SAW. Demikian pula sebaliknya semakin tinggi kualitas SYAHADAT kita maka semakin tinggi pula persepsi diri kita kepada ALLAH SWT dan juga kepada Nabi Muhammad SAW.

Anas ra, berkata: Nabi SAW bersabda: ALLAH ta'ala berfirman: Aku selalu menurutkan persangkaan hamba-Ku terhadap diriku dan Aku selalu menyertainya (membantu padanya) selama ia berdzikir (ingat dan menyebut) nama-Ku.
(HQR Muslim dan Al Hakiem, 272:68)

Untuk itu jangan pernah salahkan ALLAH SWT atau jangan pernah berprasangka buruk kepada ALLAH SWT jika kita tidak pernah memperoleh janji-janji ALLAH SWT atau jika kita tidak pernah merasakan betapa nikmatnya bertuhankan kepada ALLAH SWT sebab hal itu semua terpulang dari sejauh mana tingkat persepsi diri kita kepada ALLAH SWT selaku Tuhan di alam semesta ini.


Sebagai KHALIFAH yang sedang menjalankan tugas di muka bumi, kami sangat berharap jangan sampai diri kita memberikan KESAKSIAN Tiada Tuhan selain ALLAH SWT dan Nabi Muhammad SAW adalah utusan ALLAH SWT hanya berdasarkan keterangan resmi saja baik yang terdapat di dalam Al-Qur'an dan juga melalui Hadits . Hal ini disebabkan nilai dari sebuah kesaksian yang kita laksanakan bukan karena adanya informasi  yang berasal dari Al-Qur'an dan Hadits. Akan tetapi sangat tergantung seberapa jauh kita dapat mengenal, seberapa jauh kita dapat mengetahui, seberapa jauh kita dapat merasakan apa-apa yang akan kita persaksikan dalam hal ini adalah ALLAH SWT dan Nabi Muhammad SAW melalui Al-Qur'an dan Hadits. Selain daripada itu, sepanjang diri kita belum dapat memenuhi kriteria sebagai seorang Saksi yang memiliki ilmu dan kejujuran saat melaksanakan Kesaksian maka akan semakin rendah nilai dari SYAHADAT yang kita laksanakan.

A.  SYAHADAT Tingkat KEDUA adalah SYAHADAT yang dilakukan berdasarkan tanda-tanda atau bukti-bukti tentang adanya ALLAH SWT. 
                                                                     
Ada sebuah kecelakaan lalu lintas, namun pada saat kecelakaan lalu lintas terjadi kita tidak berada di lokasi kejadian sehingga tidak melihat secara langsung kecelakaan tersebut. Akan tetapi kita berada di tempat kejadian setelah semua korban kecelakaan di bawa ke rumah sakit sehingga pada saat itu kita hanya dapat menyaksikan tanda-tanda atau bukti-bukti bahwa telah terjadi sebuah kecelakaan di tempat tersebut. Selanjutnya apa yang terjadi, jika diri kita yang tidak menyaksikan langsung kecelakaan lalu lintas, lalu memberikan kesaksian berdasarkan tanda-tanda adanya kecelakaan yang kita lihat di lokasi kecelakaan setelah kecelakaan telah berlalu?

Jika kita mengacu kepada kondisi ini, maka  kualitas kesaksian yang kita lakukan sudah lebih maju atau sedikit lebih baik dibandingkan kesaksian yang berdasarkan hujjah dari orang lain atau kesaksian yang tidak kita lihat secara langsung. Hal ini dikarenakan dengan melihat tanda-tanda adanya kecelakaan secara langsung di tempat kejadian, maka kita dapat merekonstruksi dan/atau dapat membayangkan peristiwa kecelakaan yang terjadi untuk dijadikan sebagai suatu kesaksian. Sekarang jika kondisi dan keadaan di atas ini kita terapkan dan aplikasikan pada saat diri kita melaksanakan SYAHADAT yaitu dengan memberikan SYAHADAT hanya berdasarkan tanda-tanda atau bukti-bukti adanya ALLAH SWT di alam ini seperti kita melihat adanya bukti-bukti telah terjadi sebuah kecelakaan yang mana kita sendiri tidak melihat langsung kecelakaan tersebut?

Katakanlah: "Wahai Allah, Pencipta langit dan bumi, yang mengetahui barang ghaib dan yang nyata, Engkaulah yang memutuskan antara hamba-hamba-Mu tentang apa yang selalu mereka memperselisihkannya."
(surat Az Zumar (39) ayat 46)

Jika hal ini terjadi pada diri kita sewaktu melaksanakan SYAHADAT berarti tingkat dan kualitas SYAHADAT yang kita laksanakan sedikit meningkat dari titik terendah menjadi kualitas tingkat ke dua dari bawah. Hal ini dikarenakan saat diri kita bersaksi Tiada Tuhan selain ALLAH SWT hanya berdasarkan rekaan-rekaan yang kita peroleh dari tanda-tanda adanya ALLAH SWT di alam semesta ini tanpa bisa  merasakan Kebesaran dan Kemahaan ALLAH SWT .

Sebagai KHALIFAH yang sedang menjalankan tugas di muka bumi, apa jadinya SYAHADAT yang telah kita laksanakan dengan memberikan kesaksian hanya berdasarkan tanda-tanda adanya ALLAH SWT di alam semesta ini tanpa bisa merasakan Kebesaran dan Kemahaan ALLAH SWT? Jika kita mengacu kepada surat Az Zumar (39) ayat 46 yang kami kemukakan di atas ini, maka :

1.      SYAHADAT yang kita lakukan baru sampai tahap mengenal  ALLAH SWT melalui ciptaan melalui yang tersurat serta melalui tanda-tanda keberadaan ALLAH SWT yang ada di alam semesta ini melalui yang tersirat dan/atau

2.      SYAHADAT yang kita lakukan belum sampai pada tahap  merasakan apa-apa yang tersembunyi di balik ciptaan ALLAH SWT yang ada di alam semesta yaitu merasakan langsung Kebesaran dan Kemahaan ALLAH SWT dan/atau

3.      SYAHADAT yang kita lakukan belum dapat menghantarkan diri kita untuk merasakan langsung nikmatnya dari bertuhankan kepada ALLAH SWT karena diri kita masih berpedoman kepada ciptaan ALLAH SWT dan Tanda-Tanda Keberadaan ALLAH SWT.

Jika apa yang kami kemukakan di atas ini, sudah terjadi pada diri kita, maka jalan keluar yang terbaik adalah memperbaiki SYAHADAT yang telah pernah kita laksanakan agar sesuai dengan kehendak ALLAH SWT.

Untuk dapat memperbaiki SYAHADAT apa yang harus kita lakukan? Untuk memperbaiki SYAHADAT dimulai dari mengakui segala kesalahan kepada ALLAH SWT yang dilanjutkan dengan meminta ampunan kepada ALLAH SWT. Kemudian kita harus dapat melihat apa yang tersurat dari ALLAH SWT melalui segala ciptaan-Nya, kemudian kita harus dapat mempersaksikan apa yang tersirat dibalik segala ciptaan ALLAH SWT dan terakhir kita harus dapat merasakan secara langsung KEBESARAN dan KEMAHAAN  ALLAH SWT di alam semesta ini. Adanya kondisi ini maka apa yang dikemukakan ALLAH SWT dalam surat Az Zumar (39) ayat 46 yang menyatakan bahwa ALLAH SWT adalah pencipta langit dan bumi serta yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata tidak dapat hanya kita percayai saja.

Akan tetapi kita harus dapat pula merasakan Kebesaran dan Kemahaan ALLAH SWT yang ada di alam semesta ini. Untuk itu sangat dibutuhkan kesungguhan diri kita untuk memperoleh segala manfaat dari yang kita persaksikan maka disinilah letak dari komitmen kita sewaktu melaksanakan SYAHADAT yaitu maukah diri kita memenuhi segala apa-apa yang di kehendaki ALLAH SWT. Hal yang harus kita perhatikan adalah sepanjang diri kita tidak mampu menjadikan SYAHADAT sebagai sebuah Komitmen dan Pengakuan atau sepanjang diri kita tidak mau mengakui bahwa ALLAH SWT adalah pencipta langit dan bumi serta yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata secara mantap maka diri kita hanya akan dapat melihat dan menyaksikan ciptaan ALLAH SWT dan juga tanda-tanda kebesaran ALLAH SWT.

Sedangkan untuk mempersaksikan sesuatu yang tersembunyi dibalik ciptaan ALLAH SWT atau merasakan Kebesaran ALLAH SWT tidak akan pernah kita dapatkan dan rasakan. Apabila kondisi ini terus terjadi dikarenakan kita tidak pernah mau memperbaiki  SYAHADAT yang kita laksanakan maka SYAHADAT yang kita lakukan tidak dapat memberikan dampak positif dalam diri kita atau diri kita tidak dapat melaksanakan HADITS yang berbunyi "Siapa yang mengenal ALLAH SWT maka ia dapat mengenal dirinya sendiri atau siapa yang dapat mengenal dirinya sendiri maka ia dapat mengenal ALLAH SWT". Untuk itu kita harus yakin, kita harus mengimani bahwa ALLAH SWT pencipta langit dan bumi serta yang mengetahui segala yang ghaib dan yang nyata barulah SYAHADAT yang kita laksanakan dapat berbuah manis. Selanjutnya masih ada hal lainnya yang dapat kita lakukan untuk meningkatkan kualitas SYAHADAT yaitu dengan memperhatikan secara seksama apa yang dikemukakan dalam surat Al Jumuah (62) ayat 8 di bawah ini, dimana diri kita diperintahkan oleh ALLAH SWT untuk mempersaksikan dengan mata kepala sendiri dan/atau dengan melihat secara langsung tentang kematian yang pasti terjadi atau pasti menimpa setiap manusia. Sekarang mampukah manusia mempertahankan Ruhani untuk tidak berpisah dengan Jasmani sewaktu melaksanakan tugas sebagai KHALIFAH di muka bumi?

Katakanlah: "Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, Maka Sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan".
(surat Al Jumu'ah (62) ayat 8)

Sampai dengan saat ini tidak ada alat bantu ataupun teknologi yang canggih yang mampu menghilangkan adanya Kematian atau tidak akan ada alat secanggih apapun juga yang mampu untuk tetap mempertahankan agar Ruhani jangan sampai berpisah dengan Jasmani. Jika sudah demikian keadaannya, tidakkah hal ini dapat kita Persaksian secara nyata di dalam SYAHADAT yang kita laksanakan bahwa Kematian pasti berlaku bagi setiap manusia. Adanya kondisi seperti ini memang sudah seharusnya kita bersyahadat bahwa Tiada Tuhan selain ALLAH SWT yang paling berkuasa di alam semesta ini. Yang menjadi persoalan saat ini adalah sudahkah kita melaksanakan SYAHADAT sesuai dengan kehendak ALLAH SWT? 

B.  SYAHADAT tingkat KETIGA adalah SYAHADAT berdasarkan MELIHAT dengan NYATA KEBESARAN ALLAH SWT.

Ada sebuah peristiwa kecelakaan lalu lintas, dimana pada saat kejadian kita berada persis di lokasi kejadian sehingga kita dapat melihat dengan nyata apa yang terjadi secara langsung. Akan tetapi walaupun diri kita berada di lokasi kecelakaan, namun kita tidak turut serta membantu mengevakuasi korban kecelakaan sampai ke rumah sakit (kita hanya menjadi penonton atas peristiwa kecelakaan yang terjadi). Selanjutnya apa yang terjadi, jika diri kita yang menyaksikan langsung kecelakaan memberikan kesaksian? Sebagai saksi mata dari kecelakaan yang terjadi maka sudah seharusnya kita mampu menceritakan secara detail seluruh peristiwa kecelakaan yang terjadi secara tepat dan juga dapat merasakan kengerian akibat dari kecelakaan yang terjadi serta dapat memberikan kesaksian mana yang salah dan mana yang benar dari peristiwa kecelakaan tersebut. Sekarang jika kondisi dan keadaan di atas ini kita terapkan dan aplikasikan pada saat diri kita melaksanakan SYAHADAT yaitu mempersaksikan Tiada Tuhan selain ALLAH SWT dan Nabi Muhammad SAW adalah utusan ALLAH SWT berdasarkan Kebesaran ALLAH SWT yang kita saksikan secara langsung, apa yang akan kita peroleh?

Jika kita mampu melaksanakan SYAHADAT berdasarkan kesaksian diri kita sendiri yang mampu melihat secara nyata Kebesaran dan Kemahaan  ALLAH SWT di alam semesta maka kualitas SYAHADAT yang kita miliki belum tentu dapat menghantarkan diri kita merasakan nikmatnya bertuhankan kepada ALLAH SWT? Timbul pertanyaan, kenapa dikatakan demikian? Hal ini dikarenakan apa yang kita lakukan masih ada yang kurang yaitu setelah melihat dengan nyata Kebesaran dan Kemahaan yang diperlihatkan oleh ALLAH SWT kita tidak aktif atau hanya berdiam diri tanpa berusaha untuk melibatkan diri di dalam Kebesaran dan Kemahaan ALLAH SWT dikarenakan kita merasa tidak membutuhkannya atau jika mengacu kepada kecelakaan yang terjadi, kita hanya menjadi penonton saat terjadi kecelakaan lalu lintas tanpa berusaha untuk membantu mengevakuasi korban kecelakaan lalu lintas.

Sekarang bagaimana ALLAH SWT akan memberikan kasih sayang-Nya kepada kita, sekarang bagaimana ALLAH SWT akan memberikan pertolongan-Nya kepada kita, sekarang bagaimana mungkin ALLAH SWT akan memberikan perlindungan-Nya kepada kita, sekarang bagaimana mungkin ALLAH SWT akan memberikan hidayah-Nya kepada kita, jika kita sendiri hanya berdiam diri saja tanpa melakukan aktivitas apapun atau kita hanya menunggu dan menunggu akan diberikan sesuatu oleh  ALLAH SWT?

Abu Hurairah ra, berkata: Nabi SAW bersabda: ALLAH ta'ala berfirman: Apabila hamba-Ku ingin menemui-Ku, Akupun ingin menemuinya dan bila ia enggan menemui-Ku, Akupun enggan menemuinya.
(HQR Al Bukhari, Malik dan An Nasa'ie dari Abu Hurairah, 272:17)


Kami tidak mengatakan melainkan bahwa sebagian sembahan Kami telah menimpakan penyakit gila atas dirimu." Huud menjawab: "Sesungguhnya aku bersaksi kepada Allah dan saksikanlah olehmu sekalian bahwa Sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan,
(surat Huud (11) ayat 54)


Jawaban dari pertanyaan di atas adalah ALLAH SWT dapat dipastikan tidak akan memberikan apa-apa kepada hamba-Nya yang tidak mau meminta kepada-Nya atau ALLAH SWT akan melepaskan diri dari tanggung jawab sebagai Tuhan semesta alam kepada manusia dan mungkin juga termasuk kepada diri kita. Sekarang apa jadinya jika sampai diri kita melaksanakan SYAHADAT berdasarkan kebesaran ALLAH SWT yang mampu kita saksikan secara nyata namun kita tidak turut melibatkan diri secara aktif dengan kebesaran ALLAH SWT tersebut?


ALLAH SWT yang sudah MAHA sejak ada dan sampai dengan kapanpun juga akan MAHA, maka ALLAH SWT dapat dipastikan tidak membutuhkan KEBESARAN yang dimiliki-Nya untuk diri-Nya sendiri. Adanya kondisi ini maka akan sia-sialah Kebesaran dan Kemahaan ALLAH SWT tersebut yang ditujukan dan yang diperuntukkan untuk seluruh makhluk-Nya jika makhluk-Nya sendiri menyia-nyiakan segala Fasilitas dan Kemudahan dari ALLAH SWT dengan bersikap pasif atau menunggu untuk diberikan sedangkan untuk memperoleh Kebesaran dan Kemahaan ALLAH SWT kita harus selalu aktif untuk memperolehnya.


 Sebagai contoh kita melaksanakan SYAHADAT dengan menyatakan Tiada Tuhan selain ALLAH SWT yang mampu memberikan pertolongan kepada seluruh hambanya secara nyata (contohnya ALLAH SWT mampu menolong hambanya dari ancaman bencana, penyakit seperti yang terdapat di dalam surat  Huud (11) ayat 54), akan tetapi kita sebagai hambanya yang membutuhkan pertolongan ALLAH SWT justru diam seribu bahasa. Inilah Ironi yang terjadi di dalam kehidupan manusia atau mungkin dalam kehidupan diri kita sendiri, yaitu manusia hidup berkekurangan (hidup miskin) di dalam lumbung padi yang sangat kaya raya. Inilah tragedi besar yang terjadi dalam kehidupan umat manusia, sekarang apakah hal ini akan terjadi pula pada diri kita? Jika sampai tragedi ini terjadi pada kehidupan diri kita, berarti ada yang salah di dalam SYAHADAT yang kita lakukan. Untuk itu tidak ada jalan lain bagi kita untuk memperbaiki SYAHADAT yang telah kita laksanakan.

Sebagai KHALIFAH yang sedang menjalankan tugas di muka bumi, kami sangat berharap jika kita semua mampu melaksanakan SYAHADAT tidak sampai berhenti pada tingkatan SYAHADAT yang ketiga dan/atau jangan sampai menjadikan diri kita hanya sebatas Penonton belaka atas pertunjukkan Kebesaran dan Kemahaan ALLAH SWT sehingga kita hanya mampu berlaku Pasif atas Kebesaran dan Kemahaan ALLAH SWT sehingga kita hanya bisa menunggu dan menunggu untuk diberikan kenikmatan bertuhankan kepada ALLAH SWT. Sebagai Makhluk yang tidak memiliki apapun juga di muka bumi ini dan juga hidup menumpang di buminya ALLAH SWT, tentu diri kita sangat membutuhkan Kebesaran dan Kemahaan ALLAH SWT sewaktu menjalankan tugas sebagai KHALIFAH di muka bumi. Terkecuali jika memang kita sendiri merasa tidak membutuhkan Kebesaran dan Kemahaan dari ALLAH SWT, maka cukuplah sampai di tingkat ini saja kita melaksanakan SYAHADAT.


Untuk itu bertanyalah langsung kepada diri sendiri, butuhkah atau perlukah diri kita dengan SYAHADAT atau punya apakah diri kita saat datang ke dunia ini? Jika anda merasa butuh dengan SYAHADAT, maka tidak ada jalan lain kecuali memperbaiki diri dan meningkatkan kualitas SYAHADAT yang sesuai dengan kehendak ALLAH SWT (ingat parameter yang dipergunakan bukanlah parameter yang berasal dari diri kita melainkan parameter yang berasal dari ALLAH SWT) dan jika diri kita hanya merasa perlu dengan SYAHADAT, yang pasti adalah ALLAH SWT tidak akan pernah membutuhkan apapun juga dari diri kita sebab ALLAH SWT sudah MAHA. Untuk itu bertanyalah kepada rumput yang bergoyang.

D. SYAHADAT tingkat KEEMPAT adalah SYAHADAT yang berdasarkan MELIHAT dengan NYATA dengan ikut melibatkan diri serta merasakan buahnya

Ada sebuah peristiwa kecelakaan lalu lintas, dimana pada saat kejadian kita berada persis di lokasi kejadian sehingga kita dapat melihat dengan nyata apa yang terjadi secara langsung. Lalu dengan kesadaran penuh, tanpa paksaan dari siapapun kita turut melibatkan diri menjadi relawan untuk mengevakuasi korban kecelakaan serta membantu kepolisian membersihkan sisa-sisa dampak kecelakaan sehingga lalu lintas menjadi lancar kembali. Selanjutnya apa yang terjadi, jika diri kita yang menjadi saksi mata dan juga menjadi relawan memberikan kesaksian?

Kesaksian yang berasal dari diri kita haruslah sebuah kesaksian yang terbaik dan juga terlengkap serta tidak memihak kepada siapapun baik yang kita sampaikan kepada kepolisian maupun kepada keluarga korban. Selain daripada itu sebagai saksi mata diri kita juga mampu merasakan apa yang dirasakan oleh korban sehingga diri kita akan terikat dalam sebuah ikatan emosional yang sangat erat dengan korban. Hal ini akan terlihat dikemudian hari jika korban sembuh dari akibat kecelakaan biasanya ungkapan terima kasih yang tidak putusnya akan diberikan korban dan/atau timbul perasaan salut dan angkat topi dari keluarga korban kepada diri kita yang telah dengan sukarela telah menolong korban. Selanjutnya apa yang terjadi jika pelaksanaan SYAHADAT kita kondisikan seperti apa yang kami kemukakan di atas ini?

Berdasarkan uraian di atas, maka kitapun dapat menjadi saksi mata langsung atas kebesaran dan kemahaan ALLAH SWT sehingga yang akan kelihatan oleh diri kita hanyalah ALLAH SWT di alam semesta ini dan juga diri kita dapat menjadi RELAWAN ALLAH SWT di muka bumi atau menjadikan diri sebagai HAMBA ALLAH SWT yang berbakti hanya kepada-Nya saja atau berbuat hanya untuk ALLAH SWT semata. Jika kondisi ini mampu kita laksanakan maka inilah posisi dan keadaan SYAHADAT yang kita laksanakan masuk dalam kategori tertinggi atau terbaik. Hal ini dikarenakan diri kita telah mampu melihat, mampu meyakini serta mampu merasakan dengan nyata kebesaran dan kemahaan ALLAH SWT yang dilanjutkan dengan diri kita ikut terlibat langsung di dalamnya dengan berbuat dan bertindak sesuai dengan kemahaan dan kebesaran ALLAH SWT untuk kepentingan umat manusia dalam rangka ikhlas berbuat hanya karena ALLAH SWT. Sehingga jika kita melihat alam semesta ini yang terlihat hanyalah Kebesaran dan Kemahaan ALLAH SWT semata. Dan jika SYAHADAT yang kita laksanakan sudah berada pada tingkat ke empat maka hal-hal yang akan kami kemukakan di bawah ini dapat kita peroleh, yaitu:

a.       Diri kita akan selalu berada di dalam kehendak ALLAH SWT.
b.      Diri kita akan memperoleh janji-janji ALLAH SWT.
c.       Diri kita akan merasakan kenikmatan dari bertuhankan kepada ALLAH SWT.

Selain ke tiga hal yang kami kemukakan di atas ini, jika diri kita telah mampu melaksanakan SYAHADAT tingkat ke-empat seperti yang telah kami kemukakan di atas ini, maka akan ada 2(dua) hal yang sangat penting ada pada diri kita, apakah itu? Berikut ini akan kami kemukakan ke dua hal tersebut, yaitu:

1.  Diri kita dapat dipastikan telah memiliki ILMU dan juga PENGETAHUAN tentang SYAHADAT dengan baik dan benar.

Dalam kehidupan sehari-hari, untuk dapat mengerjakan sesuatu kita diharuskan untuk memiliki Ilmu dan Pengetahuan yang berhubungan dengan pekerjaan yang akan kita lakukan. Jika kita bekerja tanpa memiliki Ilmu dan Pengetahuan dapat dipastikan hasil akhirnya tidak akan sama kualitasnya dengan jika kita bekerja dengan Ilmu dan Pengetahuan. Hal yang sama juga berlaku saat diri kita melaksanakan SYAHADAT, yaitu kualitas dan tingkatan SYAHADAT sangat berhubungan erat dengan seberapa jauh diri kita memiliki Ilmu dan Pengetahuan yang berhubungan erat dengan SYAHADAT.

Jika kita memiliki Ilmu dan Pengetahuan tentang SYAHADAT yang tinggi maka akan semakin baik pelaksanaan SYAHADAT yang kita laksanakan. Demikian pula sebaliknya semakin rendah Ilmu dan Pengetahuan tentang SYAHADAT yang kita miliki maka nilai dari pelaksanaan SYAHADAT yang kita laksanakan akan semakin rendah kualitas dan tingkatannya. Sekarang sudahkah diri kita memiliki Ilmu yang berhubungan erat dengan SYAHADAT atau Ilmu tentang ALLAH SWT dan juga Ilmu tentang DIINUL ISLAM  yang baik dan benar sesuai dengan kehendak  ALLAH SWT?

 Untuk dapat mengenal; untuk dapat tahu; untuk dapat mengerti yang pada akhirnya dapat menghantarkan diri kita melaksanakan Iman kepada ALLAH SWT atau melaksanakan SYAHADAT yang sesuai dengan kehendak ALLAH SWT atau melaksanakan DIINUL ISLAM secara KAFFAH, tidak akan mungkin dapat tercapai tanpa diri kita memiliki Ilmu dan Pengetahuan yang berhubungan erat dengan apa-apa yang kita imani; dengan apa-apa yang akan kita persaksikan dan dengan yang akan kita jadikan Agama yang Haq.

Sekarang diri kita sudah dijadikan oleh ALLAH SWT sebagai KHALIFAH di muka bumi. Timbul pertanyaan, sudah sejauh manakah kita memiliki Ilmu dan Pengetahuan tentang KEKHALIFAHAN di muka bumi? Jika kita ingin sukses melaksanakan KEKHALIFAHAN di muka bumi tidak ada jalan lain kita harus meluangkan waktu dan bersungguh-sungguh untuk belajar memikili Ilmu dan Pengetahuan yang berhubungan dengan diri kita sebagai KHALIFAH dan juga tentang DIINUL ISLAM sebagai konsep Ilahiah bagi kepentingan diri kita dan juga baik anak dan keturunan kita.

Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu[188] (juga menyatakan yang demikian itu). tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
(surat Ali Imran (3) ayat 18)

[188] Ayat ini untuk menjelaskan martabat orang-orang berilmu.

Sekarang mari kita perhatikan dengan seksama apa yang dikemukakan oleh ALLAH SWT dalam surat Ali Imran (3) ayat 18 yang kami kemukakan di atas ini. ALLAH SWT menyatakan bahwa SYAHADAT yang dilaksanakan oleh orang-orang yang berilmu (maksudnya memiliki ilmu dan pengetahuan tentang DIINUL ISLAM secara baik dan benar) syahadatnya disamakan oleh ALLAH SWT dengan syahadatnya para Malaikat. Selanjutnya seperti apakah Malaikat bersyahadat? Malaikat melaksanakan syahadat kepada ALLAH SWT tanpa pernah mengeluh, Malaikat bersyahadat tanpa pernah berhenti; Malaikat bersyahadat tanpa pernah membantah sedikitpun; Malaikat bersyahadat tanpa ada rasa menyesal; Malaikat bersyahadat dengan ikhlas tanpa ada maksud-maksud lainnya kecuali beribadah kepada ALLAH SWT semata. Adanya kondisi ini, terlihat dengan jelas bahwa memiliki Ilmu tentang DIINUL ISLAM, memiliki Ilmu tentang ALLAH SWT; memiliki Ilmu tentang SYAHADAT sangatlah penting bagi kesuksesan diri kita di dalam melaksanakan tugas sebagai KHALIFAH di muka bumi.


Yang menjadi persoalan saat ini adalah kita malas untuk belajar, kita merasa tidak ada waktu untuk belajar, sibuk, repot, atau nanti saja kalau sudah tua belajar DIINUL ISLAM yang sesuai dengan kehendak ALLAH SWT. Inilah ironi yang terjadi di masyarakat, mau memiliki ilmu dan pengetahuan tentang DIINUL ISLAM akan tetapi tidak mau belajar sama sekali. Jika ini yang terjadi pada diri kita maka tidak ada bedanya jika kita memiliki HP Black Berry terbaru, namun hanya memiliki pulsa Rp.10,- (sepuluh rupiah) tetapi ingin memperoleh fasilitas SMS, MMS, GPRS, SLI dan SLLJ dari Operator Selular tanpa henti. Untuk itu jangan pernah salahkan ALLAH SWT jika saat ini kita tidak pernah merasakan nikmatnya bertuhankan ALLAH SWT atau jangan pernah salahkan ALLAH SWT jika hidup kita selalu di rundung masalah/problem dari waktu ke waktu, akibat diri kita yang malas, akibat diri kita yang acuh dengan DIINUL ISLAM, akibat diri kita sibuk mengejar dunia, akibat menjadikan diri kita seperti laksana HP yang hanya memiliki saldo pulsa Rp.10,- (sepuluh rupiah) saja (apa yang dapat kita lakukan dengan pulsa hanya sebesar Rp.10,-(sepuluh rupiah) kecuali hanya menunggu dan menunggu).

2.     Diri kita telah memiliki KEJUJURAN  atau mampu bersikap JUJUR baik kepada diri sendiri maupun kepada ALLAH SWT.

Sudahkah diri kita Jujur baik kepada diri sendiri dan juga kepada ALLAH SWT sewaktu menjadi KHALIFAH di muka bumi atau dalam rangka melaksanakan DIINUL ISLAM secara KAFFAH? Jika kita telah memiliki Ilmu dan Pengetahuan tentang Kekhalifahan di muka bumi secara baik dan benar dan/atau Ilmu dan Pengetahuan tentang DIINUL ISLAM secara baik dan benar telah kita miliki maka langkah awal untuk berlaku jujur baik kepada diri sendiri maupun kepada ALLAH SWT sudah kita persiapkan sarananya.


Sekarang adakah hubungan antara Jujur atau Kejujuran dengan pelaksanaan SYAHADAT? Untuk dapat melaksanakan SYAHADAT yang sesuai dengan kehendak ALLAH SWT tidak akan dapat dilaksanakan jika tanpa ada kejujuran yang berasal dari diri kita sendiri. Hal ini dikarenakan JUJUR merupakan salah point terpenting dan yang utama jika kita ingin melakukan persaksian atau saat diri kita menjadi SAKSI. Berdasarkan surat Al Maaidah (5) ayat 106 yang kami kemukakan di bawah ini, ALLAH SWT mewajibkan kepada seluruh umat manusia, termasuk kepada diri kita, jika ingin berwasiat maka diwajibkan untuk mencari saksi. Katakanlah, diri kita yang menjadi saksi bagi orang yang akan berwasiat, maka sebagai orang yang terlibat secara langsung di dalam kesaksian tentu kita harus jujur dengan apa-apa yang kita persaksikan tersebut.

Hai orang-orang yang beriman, apabila salah seorang kamu menghadapi kematian, sedang Dia akan berwasiat, Maka hendaklah (wasiat itu) disaksikan oleh dua orang yang adil di antara kamu, atau dua orang yang berlainan agama dengan kamu[454], jika kamu dalam perjalanan dimuka bumi lalu kamu ditimpa bahaya kematian. Kamu tahan kedua saksi itu sesudah sembahyang (untuk bersumpah), lalu mereka keduanya bersumpah dengan nama Allah, jika kamu ragu-ragu: "(Demi Allah) Kami tidak akan membeli dengan sumpah ini harga yang sedikit (untuk kepentingan seseorang), walaupun Dia karib kerabat, dan tidak (pula) Kami Menyembunyikan persaksian Allah; Sesungguhnya Kami kalau demikian tentulah Termasuk orang-orang yang berdosa".
(surat Al Maaidah (5) ayat 106)

[454] Ialah: mengambil orang lain yang tidak seagama dengan kamu sebagai saksi dibolehkan, bila tidak ada orang Islam yang akan dijadikan saksi.

Adanya saksi atas suatu wasiat yang dikemukakan oleh orang yang akan meninggal, maka dari sisi orang yang akan meninggal tersebut saksi dapat memperkuat wasiat yang akan ditinggalkannya atau adanya saksi akan mengurangi ekses yang mungkin terjadi atas wasiat dimata para ahli waris seperti ketidakpercayaan ahli waris terhadap wasiat yang telah di buat. Sekarang apa jadinya jika orang yang menjadi saksi pembuatan wasiat justru mengkhianati kesaksian yang telah dilakukannya? Adanya peristiwa ini maka harapan dari pembuat wasiat menjadi berantakan serta akan terjadi keributan pada ahli waris.

Selanjutnya jika keadaan di atas kami tukar, yaitu dengan menjadikan diri kita menjadi saksi bahwa ALLAH SWT adalah inisiator, pencipta pemilik langit dan bumi termasuk kekhalifahan di muka bumi, sebagai seorang saksi apa yang harus kita perbuat? Tentu kita harus jujur dengan diri sendiri dan harus jujur pula dengan kesaksian yang kita berikan yaitu bahwa Tiada Tuhan selain ALLAH SWT yang mampu menjadikan, memelihara, merawat langit dan bumi termasuk di dalamnya kekhalifahan di muka bumi. Jika sekarang kejujuran yang diminta oleh ALLAH SWT telah dapat kita penuhi sewaktu melaksanakan SYAHADAT maka secara otomatis ketentuan dasar dari kesaksian yang berjumlah 8(delapan) ketentuan akan dapat dengan mudah kita penuhi. Hal ini disebabkan untuk berlaku Jujur atau untuk menunjukkan Kejujuran yang kita miliki tidaklah semudah membalik telapak tangan. JUJUR sangat membutuhkan bukti atau JUJUR tidak dapat berdiri sendiri atau Jujur harus ada sesuatu yang mengiringinya atau JUJUR sangat memerlukan hal-hal sebagai berikut untuk membuktikan kejujuran yang kita miliki, seperti: 

1.      Jujur hanya dapat dilakukan oleh orang yang waras, tidak hilang ingatan.

2.      Jujur harus di-iringi dengan sikap teliti, konsisten dari waktu ke waktu, sebab jika tidak kejujuran akan gugur.

3.      Jujur harus di imbangi dengan ilmu dan pengetahuan agar orang lain dapat memetik hikmah dibalik adanya sebuah  kejujuran.

4.      Jujur merupakan hasil akhir dari sebuah perjuangan tanpa mengenal batas usia maupun waktu sehingga jujur baru dapat diperoleh setelah diri kita aktif melakukannya.

5.      Jujur merupakan bukti nyata dari sebuah perbuatan dan/atau Jujur baru dapat berlaku jika mampu dibuktikan.

6.      Jujur merupakan cerminan sikap yang bersifat individual yang berasal dari kehendak dan kemampuan seseorang yang dibuktikan dalam perbuatan. 


Itulah jujur atau kejujuran yang terjadi dalam kehidupan manusia sehari-hari. Timbul pertanyaan, sudahkah atau beranikah diri kita menjadi SAKSI yang Jujur saat melaksanakan SYAHADAT dengan mengatakan bahwa Tiada Tuhan selain ALLAH SWT dan Nabi Muhammad  SAW adalah utusan ALLAH SWT? Jika kita termasuk orang yang telah Tahu Diri yaitu tahu siapa diri kita sebenarnya dan tahu siapa ALLAH SWT sebenarnya maka dapat dipastikan kita berani menjadi Saksi yang jujur atau kita sudah menjadi Saksi  yang jujur sewaktu melaksanakan SYAHADAT dengan berani Jujur untuk mengakui, berani Jujur untuk mengimani, berani Jujur untuk merasakan langsung bahwa Tiada Tuhan selain ALLAH SWT di alam semesta ini dan Nabi Muhammad SAW adalah utusan  ALLAH SWT.

Ibnu Abbas ra, berkata: Nabi SAW bersabda: ALLAH ta'ala berfirman: Tidaklah Aku akan memperhatikan hak hamba-Ku sebelum ia memperhatikan hak-Ku terhadap dia.
(HQR Ath Thabarani, 272:125)


Setelah kita mampu bersikap Jujur, mampu berperilaku Jujur di dalam melaksanakan SYAHADAT, apakah sudah cukup sampai disitu saja kita Jujur kepada ALLAH SWT? Jika kita merasa sudah cukup berhentilah sampai disitu saja. Namun jika kita merasa kurang maka lakukanlah langkah berikutnya yaitu dengan bersikap Aktif untuk membuktikan Kejujuran itu dengan cara terlibat langsung dengan Kebesaran dan Kemahaan ALLAH SWT yang sudah ada bersama diri kita  dan juga sudah ada di alam semesta ini dan/atau diri kita harus berani untuk membuktikan Kejujuran yang telah kita miliki dengan selalu memenuhi Hak-Hak ALLAH SWT melalui:

1.  Jika ALLAH SWT telah memerintahkan untuk memeluk dan melaksanakan DIINUL ISLAM secara KAFFAH maka laksanakanlah perintah ALLAH SWT tersebut tanpa ada bantahan sedikitpun.

2.  Jika kita telah tahu dan mengerti dengan Kehendak ALLAH SWT maka penuhilah apa-apa yang dikehendaki ALLAH SWT secara Ikhlas tanpa merasa dipaksa apalagi terpaksa. 

3.  Jika kita tahu dan mengerti bahwa ALLAH SWT adalah Maha Pengasih dan Penyayang maka lakukanlah perbuatan yang sama yaitu dengan memberikan kasih sayang,  memberikan bantuan serta pertolongan kepada sesama umat manusia.

4.  Jika kita tahu dan mengerti bahwa ALLAH SWT adalah Maha Adil maka lakukanlah tindakan dan perbuatan ADIL pula sewaktu diri kita menjadi KHALIFAH di muka bumi.

5.  Jika kita tahu dan mengerti bahwa ALLAH SWT adalah Maha Tahu maka lakukanlah tindakan untuk berbagi Ilmu dan Pengetahuan kepada sesama manusia sehingga umat menjadi tahu dan mengerti akan sesuatu hal.

6.  Jika kita tahu dan mengerti bahwa ALLAH SWT adalah Maha Pemberi Rezeki maka lakukanlah tindakan untuk berbagi Rezeki dengan mengeluarkan HAK ALLAH SWT melalui Zakat atau memberikan Shadaqah ataupun Infaq kepada yang membutuhkannya.

7.  Jika kita tahu dan mengerti bahwa ALLAH SWT adalah Maha Terpercaya maka jadikanlah diri sebagai orang terpercaya pula dengan selalu bersikap JUJUR. Demikian seterusnya sesuai dengan ASMAUL HUSNA dan SIFAT MA'ANI yang dimiliki ALLAH SWT.

Adanya kesesuaian antara Perbuatan yang kita lakukan dengan Kebesaran dan Kemahaan ALLAH SWT maka ALLAH SWTpun akan memberikan hal-hal sebagai berikut kepada diri kita, yaitu Kemudahan di dalam melakukan pekerjaan; Dibukakannya pintu rezeki yang tidak terduga-duga; Ditambahi Ilmu; Ditingkatkannya Aura; Merasakan kenikmatan bertuhankan kepada ALLAH SWT; dan lain sebagainya.



Selanjutnya, masih ada satu hal yang harus kita perhatikan setelah kita memperoleh apa yang kami kemukakan di atas ini yaitu apakah cukup hanya sekali saja kita memperoleh janji-janji ALLAH SWT ataukah hanya sesekali saja kita membutuhkan segala apa-apa yang telah dijanjikan oleh ALLAH SWT? Jika kita sudah merasa cukup dengan apa yang telah diberikan ALLAH SWT maka lakukanlah kesesuaian perbuatan secara sekali saja atau sesekali saja. Namun apabila diri kita merasa tidak cukup dan sangat membutuhkan kenikmatan bertuhankan kepada ALLAH SWT dari waktu ke waktu maka jangan pernah ingkari  pula dari waktu ke waktu SYAHADAT tingkat ke empat yang kita laksanakan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar