Sebagaimana
telah kita ketahui bersama bahwa keberadaan diri kita atau keberadaan manusia
di muka bumi ini terdapat beberapa ketentuan dasar yang menunjukkan bahwa diri
kita atau keberadaan manusia pada umumnya memiliki criteria dasar yang sangat
agung. Berikut ini akan kami kemukakan beberapa ketentuan mengenai manusia pada
umumnya atau ketentuan dasar dari diri kita khususnya, yaitu:
1)
Diri
kita adalah bagian dari KEHENDAK ALLAH SWT yang dikemukakan-NYA dalam surat Al
Baqarah (2) ayat 30, sehingga keberadaan diri kita saat ini bukanlah sesuatu
yang bersifat INSIDENTIL, namun keberadaan diri kita sudah ada di dalam ILMU
ALLAH SWT yang MAHA HEBAT.
2) Diri kita adalah anak dan keturunan dari NABI ADAM as sehingga kita pun ikut mewarisi apa-apa yang telah menjadi ketetapan ALLAH SWT kepada NABI ADAM as terutama tentang PERMUSUHAN ABADI dengan IBLIS/SYAITAN.
3) Diri kita adalah KHALIFAH ALLAH SWT di muka bumi, ini berarti kita sudah ditempatkan dan diletakkan oleh ALLAH SWT di atas apa-apa yang ada di muka bumi sehingga kita seharusnya lebih baik dan lebih hebat dari makhluk ALLAH SWT lainnya atau dengan kata lain kita telah diberi hak oleh ALLAH SWT untuk mengelola, menjaga, memelihara, merawat, langit dan bumi yang juga adalah milik dan ciptaan ALLAH SWT juga.
4) Diri kita terdiri dari JASMANI dan RUHANI, dimana JASMANI yang berasal dari ALAM sehingga JASMANI akan membawa sifat dan perbuatan alam sesuai dengan dzat pembentuk JASMANI sedangkan RUHANI yang berasal dari ALLAH SWT akan membawa sifat dan perbuatan yang mencermikan sifat MA'ANI dan AF'AL ALLAH SWT.
5) Diri kita telah di muliakan ALLAH SWT, yaitu dengan diberikannya RUH yang suci oleh ALLAH SWT serta diberi AMANAH 7 dan HUBBUL serta HATI RUHANI atau AKAL.
6) Diri kita telah ber-Aqidah sejak di dalam Rahim Ibu dan/atau kita telah menyatakan kontrak permanen kepada ALLAH SWT yaitu tentang PENGAKUAN bahwa ALLAH SWT adalah TUHANKU dan bersaksi akan adanya hari kiamat.
7) Diri kita telah diberi AKAL oleh ALLAH SWT (sehingga menjadi makhluk yang dicintai ALLAH SWT) dan kita juga telah diciptakan oleh ALLAH SWT dalam bentuk yang sebaik-baiknya
8) Diri kita telah diciptakan oleh ALLAH SWT sesuai dengan FITRAH ALLAH SWT
Sebagai makhluk yang telah diciptakan dengan kondisi seperti yang kami sebutkan di atas, timbul beberapa PERNYATAAN dan PERTANYAAN yang harus kita perhatikan dengan seksama, yaitu:
1) ALLAH
SWT sebagai PENCIPTA dan diri kita adalah CIPTAAN, sehingga dapat dipastikan
bahwa PENCIPTA lebih dahulu ada daripada CIPTAANNYA. Selanjutnya apa yang kita
punyai dibandingkan dengan ALLAH SWT? Kita adalah makhluk yang sangat miskin
yang tidak punya apa-apa, kita ada karena ALLAH SWT dan hiduppun di bumi milik ALLAH SWT.
2) Apa
yang dapat kita lakukan di muka bumi ini jika ALLAH SWT tidak memberikan kepada
kita RUH, AMANAH 7 dan HUBBUL, serta HATI RUHANI dan jika kita telah diberi
ALLAH SWT berupa RUH, AMANAH7 dan HUBBUL serta HATI RUHANI, pantaskah dan
patutkah jika sampai dikalahkan oleh musuh abadi manusia yaitu SYAITAN dan juga
oleh AHWA?
3) Pantaskah
dan Patutkah kita berlaku sombong kepada ALLAH SWT selaku PEMILIK dan PENCIPTA
langit dan bumi termasuk di dalamnya pencipta RUH, AMANAH 7 dan HUBBUL serta
HATI RUHANI?
4) Jika
kita sudah diciptakan dan ditempatkan dalam posisi yang sangat baik, terhormat,
dimuliakan oleh ALLAH SWT, berlebihankah jika ALLAH SWT berkehendak kepada
manusia untuk pulang kampung ke SYURGA atau dapat mengalahkan SYAITAN dan AHWA
sebagai MUSUH UTAMA MANUSIA?
Selain
daripada itu, ALLAH SWT juga mempunyai hal-hal yang sudah menjadi ketetapan-NYA
baik sebelum maupun sesudah menciptakan KEKHALIFAHAN di muka bumi yang juga
harus kita perhatikan dengan seksama, yaitu:
1) Sebuah
KEHENDAK jika tanpa dibarengi/diiringi dengan KEMAMPUAN artinya hanya
angan-angan belaka, dan jika sekarang ALLAH SWT sudah menciptakan langit dan
bumi termasuk diri kita ini berarti ALLAH SWT memiliki KEHENDAK yang dibarengi
dengan KEMAMPUAN yang sangat hebat. Selanjutnya maukah ALLAH SWT gagal atau
digagalkan setelah melaksanakan KEHENDAK-NYA? ALLAH SWT tidak akan mau
digagalkan dan juga tidak mau gagal dengan KEHENDAK-NYA.
2) ALLAH
SWT sudah menentukan dan menetapkan
SYURGA dan NERAKA sebagai tempat kembali bagi makhluknya, untuk itu ALLAH SWT pasti sudah memikirkan di dalam
ILMUNYA bagaimanakah caranya mengisi SYURGA dan NERAKA secara adil. ALLAH SWT
sebagai TUHAN yang MAHA ADIL, apakah hanya berlaku ADIL kepada MANUSIA saja
atau apakah juga harus berlaku ADIL kepada IBLIS/SYAITAN? ALLAH SWT akan
bersikap ADIL kepada seluruh makhluk-NYA, baik kepada manusia ataupun kepada
IBLIS/SYAITAN.
3) ALLAH
SWT juga telah memberikan petunjuk kepada seluruh manusia bahwa setiap manusia
mempunyai 2(dua) musuh utama yaitu SYAITAN dan AHWA dimana keduanya tidak dapat
dihilangkan akan tetapi dapat diminimalisir atau dapat dihindarkan dengan
berpegang teguh kepada TALI AGAMA ALLAH SWT.
Selanjutnya
jika saat ini kita masih hidup, maka diri kita pasti terdiri dari JASMANI dan
RUHANI dan ini berarti saat bersatunya RUHANI dengan JASMANI maka
terjadilah HIDUP. Selanjutnya pada saat
kita HIDUP maka di dalam diri kita akan terjadi sebuah pertarungan antara
JASMANI dengan RUHANI di dalam membentuk perilaku hidup manusia dan/atau di
dalam mendayagunakan AMANAH 7 dan HUBBUL serta
AKAL. Jika JASMANI menang terhadap RUHANI maka perilaku manusia atau
perilaku diri kita cenderung berbuat di dalam koridor NILAI-NILAI KEBURUKAN
atau sesuai dengan perilaku alam akibat memperturutkan AHWA atau sesuai dengan
keinginan SYAITAN sehingga akan mengantar kita pulang ke NERAKA JAHANNAM.
Sedangkan jika RUHANI yang menang maka perilaku manusia cenderung berbuat di
dalam koridor NILAI-NILAI KEBAIKAN sehingga akan mengantarkan kita pulang ke
SYURGA.
Sekarang
jika kita melihat dan mempelajari dengan seksama tentang keberadaan diri kita
di muka bumi ini, tidak nampak ada kekurangan di dalam diri kita, semuanya
sempurna, sehingga ALLAH SWT memperbolehkan serta mengizinkan SYAITAN untuk
menggoda dan menyesatkan anak dan keturunan NABI ADAM as. ALLAH SWT memberikan
keputusan tersebut dikarenakan adanya keyakinan bahwa manusia sanggup menang
melawan IBLIS/SYAITAN karena MANUSIA sudah diprogram oleh ALLAH SWT melebihi
IBLIS/SYAITAN. Pembaca, INILAH KONDISI AWAL MANUSIA dari sisi ALLAH SWT sebagai
PENCIPTA yaitu MANUSIA dikehendaki ALLAH SWT menang melawan IBLIS/SYAITAN atau
MANUSIA sudah ditempatkan dan diletakkan ALLAH SWT di atas IBLIS/SYAITAN.
INGAT-ingat-INGAT
HIDUP di dunia
hanya sementara, HIDUP di dunia hanya sandiwara dan HIDUP di dunia hanya sebuah
permainan sedangkan KEHIDUPAN AKHIRAT adalah TUJUAN akhir kehidupan manusia.
Untuk itulah ALLAH SWT menyiapkan
tempat kembali bagi manusia yaitu SYURGA dan NERAKA, yang menjadi persoalan
adalah bagaimana caranya mengisi kedua
tempat itu dengan cara seadil-adilnya?
Selain daripada itu
pada saat kita HIDUP maka di saat itu pula SYAITAN beserta sekutunya
melaksanakan apa-apa yang telah direstui oleh ALLAH SWT yaitu menyesatkan dan
menjerumuskan manusia dan/atau SYAITAN mencari pengikut dan teman yang akan
diajaknya pulang kampung ke NERAKA JAHANNAM.
Saat
ini manusia atau diri kita sudah diciptakan oleh ALLAH SWT dan manusia termasuk
diri kita sedang hidup di muka bumi yang juga diciptakan dan dimiliki oleh
ALLAH SWT, ini berarti apa-apa yang telah dikehendaki oleh ALLAH SWT atau apa-apa
yang telah direncanakan oleh ALLAH SWT mulai berlaku pula kepada diri kita
sebagai KHALIFAH-NYA di muka bumi, timbul pertanyaan:
1)
Masih
sesuaikah kondisi kita saat ini dengan kondisi awal saat ALLAH SWT menciptakan
manusia?
2)
Masih
fitrahkah diri kita saat ini dibandingkan dengan konsep awal kefitrahan
manusia?
3)
Tinggal
diamkah SYAITAN kepada diri kita atau sudah menjadi pemenangkah diri kita saat
ini terhadap SYAITAN?
4)
Terjadikah
peperangankah antara JASMANI dengan RUHANI di dalam memperebutkan AMANAH 7 dan
HUBBUL serta AKAL?
5)
Sudah
masukkah diri kita sebagai calon penghuni SYURGA seperti yang dikemukakan oleh
ALLAH SWT dalam surat Ibrahim (14) ayat 23-24 di bawah ini?
dan dimasukkanlah orang-orang yang beriman
dan beramal saleh ke dalam syurga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai,
mereka kekal di dalamnya dengan seizin Tuhan mereka. Ucapan penghormatan mereka
dalam syurga itu ialah "salaam".
Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah
telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya
teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit,
(surat Ibrahim (14)
ayat 23-24)
Jika jawaban dari
5(lima) pertanyaan di atas adalah kondisi dari diri kita maka diri kita sudah
tidak sesuai lagi dengan kondisi awal atau diri kita sudah tidak fitrah lagi
sehingga saat ini kita sudah menjadi PECUNDANG akibat mempertuhankan atau
memperturutkan AHWA serta akibat ulah SYAITAN sehingga kita masuk kriteria
sebagai calon penghuni NERAKA JAHANNAM, apa yang harus kita lakukan? ALLAH SWT sebagai INISIATOR dan PENCIPTA
KEKHALIFAHAN di muka bumi, tentu berkehendak kepada seluruh KHALIFAH-NYA jangan
sampai mengalami hal-hal yang kami sebutkan di atas. Untuk itu ALLAH SWT menurunkan AD DIIN atau DIINUL ISLAM sebagai TUNTUNAN
dan PEDOMAN bagi KHALIFAH-NYA di dalam melaksanakan tugasnya di muka bumi
dan/atau dapat menjadikan diri kita :
1)
Kembali pulang kampung ke tempat
terhormat dengan cara terhormat, atau
2)
Mendapat pertolongan dari bahaya,
atau
3)
Dibentengi dari SYAITAN, atau
4)
Dapat memenuhi janji kepada ALLAH
SWT, atau
5)
Dimurahkan dan dimudahkan mencari
dan mendapatkan REZEKI, atau
6)
Memperolah obat suka dan duka,
atau
7)
Memperoleh pensucian dari segala
dosa atau kotor.
Berdasarkan
apa-apa yang kami jabarkan di atas ini, dapat kita simpulkan bahwa ALLAH SWT
menurunkan DIINUL ISLAM memang dikhususkan untuk KHALIFAH-NYA di muka bumi
sehingga KHALIFAH-NYA tersebut dapat sesuai dengan KEHENDAK-NYA. Ini berarti
jika kita ingin sukses menjadi KHALIFAH di muka bumi maka diri kitalah YANG
MEMBUTUHKAN dan MEMERLUKANDIINUL ISLAM sebagai TUNTUTAN dan PEDOMAN di dalam
menjalankan tugas di muka bumi. Untuk mempertegas pernyataan ini, mari kita
pelajari tentang siapakah yang seharusnya memeluk DIINUL ISLAM itu, apakah diri
kita memerlukan dan membutuhkan ataukah apakah anak dan keturunan kita juga
memerlukan dan membutuhkan DIINUL ISLAM dan/atau jika diri kita beserta anak
dan keturunan kita yang membutuhkan dan memerlukan DIINUL ISLAM, maka harus
bagaimanakah kita mengambil sikap terhadap DIINUL ISLAM sebagai AGAMA yang HAQ?
1.
DIRI SENDIRI
Sewaktu kita membeli
sebuah handphone, untuk siapakah fasilitas-fasilitas yang dijanjikan operator
selular tersebut? Operator Selular sebagai penyedia jasa layanan komunikasi
selular hanya akan memberikan semua fasilitas yang dimilikinya kepada pemegang
handphone yang telah terdaftar dan/atau yang telah memenuhi syarat dan
ketentuan yang telah dipersyaratkan operator selular. Sekarang jika kita yang
memenuhi syarat dan ketentuan yang berlaku maka kitalah yang akan mendapatkan
semua fasilitas-fasilitas yang dijanjikan Operator Selular dan/atau Operator
Selular tidak akan pernah memberikan fasilitas apapun kepada orang yang tidak
memenuhi syarat dan ketentuan yang ditetapkannya. Hal ini menjadi sebuah
ketentuan yang berlaku umum di dalam kehidupan kita sehari-hari, selanjutnya
bagaimana dengan ALLAH SWT yang sudah menciptakan MANUSIA dan yang juga telah
menciptakan AD DIIN atau DIINUL ISLAM, timbul pertanyaan untuk siapakah AD DIIN atau DIINUL ISLAM yang diturunkan
oleh ALLAH SWT atau untuk siapakah janji-janji ALLAH SWT itu?
Katakanlah (hai orang-orang mukmin): "Kami beriman kepada Allah
dan apa yang diturunkan kepada Kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim,
Isma'il, Ishaq, Ya'qub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan
Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhannya. Kami tidak
membeda-bedakan seorangpun diantara mereka dan Kami hanya tunduk patuh
kepada-Nya".
(surat
Al Baqarah (2) ayat 136)
Maka tatkala Isa mengetahui keingkaran mereka (Bani lsrail) berkatalah
dia: "Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku untuk (menegakkan
agama) Allah?" Para hawariyyin (sahabat-sahabat setia) menjawab:
"Kamilah penolong-penolong (agama) Allah, Kami beriman kepada Allah; dan
saksikanlah bahwa Sesungguhnya Kami adalah orang-orang yang berserah diri.
(surat
Ali Imran (3) ayat 52)
Seperti halnya
Operator Selular, ALLAH SWT pun HANYA akan memberikan fasilitas-fasilitas yang
telah dijanjikannya hanya kepada orang per orang atau secara individual
atau kepada siapa saja tanpa terkecuali,
jika mereka semua:
1)
memenuhi syarat dan ketentuan
yang telah ALLAH SWT tetapkan, atau
2)
melaksanakan DIINUL ISLAM yang
telah diturunkannya sebagai TUNTUNAN dan PEDOMAN di dalam melaksanakan fungsi
KEKHALIFAHAN di muka bumi, atau
3)
sesuai dengan apa-apa yang ALLAH
SWT kehendaki atau selalu dalam
kesesuaian dengan KEHENDAK ALLAH SWT,
atau
4)
selalu dalam kondisi FITRAH
sesuai dengan FITRAH ALLAH SWT, atau
5)
mau tunduk dan patuh serta taat
hanya kepada ALLAH SWT atau beriman
kepada ALLAH SWT dan beramal shaleh.
Jika
kita secara INDIVIDUAL melakukan hal tersebut di atas, maka ALLAH SWT akan
memberikan kepada kita apa-apa yang telah dijanjikannya kepada diri kita
sebagai KHALIFAH-NYA di muka bumi.
dan
(ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi
mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman):
"Bukankah aku ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau
Tuhan kami), Kami menjadi saksi". (kami lakukan yang demikian itu) agar di
hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah
orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)",
(surat Al A'raaf (7)
ayat 172)
Selain daripada itu,
bahwa diri kita secara perorangan atau secara sendiri-sendiri telah membuat sebuah
KONTRAK PERMANEN yang berisi AKAD
tentang KETUHANAN kepada ALLAH SWT
sewaktu masih di dalam rahim ibu. Inilah pernyataan yang telah kita buat secara
individual kepada ALLAH SWT, yaitu:
1) Kita sudah mengakui bahwa ALLAH
SWT adalah TUHAN dari diri kita, dan ini berarti sejak dalam rahim ibu sampai
dengan hari kiamat kita sudah memiliki Aqidah yang harus kita laksanakan secara
konsisten, bertanggung jawab, dan tidak melenceng.
2) Kita pun sudah mengetahui akan adanya hari
kiamat, kelak dikemudian hari.
Jika
ini adalah kondisi dasar dari diri kita secara perorangan/individual,
selanjutnya bagaimanakah kita dapat melaksanakannya, apakah pelaksanaannya
secara individual ataukah secara kelompok?
dan
mengapa kamu tidak beriman kepada Allah Padahal Rasul menyeru kamu supaya kamu
beriman kepada Tuhanmu. dan Sesungguhnya Dia telah mengambil perjanjianmu jika
kamu adalah orang-orang yang beriman[1457].
(surat Al Haadid (57)
ayat 8)
[1457] Yang dimaksud dengan perjanjianmu ialah
Perjanjian ruh Bani Adam sebelum dilahirkan ke dunia bahwa Dia mengakui (naik
saksi), bahwa Tuhan-nya ialah Allah, seperti tersebut dalam ayat 172 surat Al
A´raaf.
Sebuah
Akad atau Perjanjian, adalah HUKUM yang berlaku
bagi para pihak yang mengadakan Akad atau Perjanjian. Ini berarti akad
yang di buat setelah RUH ditiupkan dalam rahim seorang ibu adalah HUKUM yang
harus dijalankan dan dilaksanakan oleh para pihak yang melaksanakan AKAD atau
PERJANJIAN tesebut, dalam hal ini adalah DIRI KITA sebagai PEMBERI PERNYATAAN dan ALLAH SWT
sebagai TUHAN bagi semesta alam. Adanya kondisi ini maka pelaksanaan dari
PERNYATAAN KETUHANAN kepada ALLAH SWT bukanlah bersifat kelompok atau group
melainkan secara INDIVIDUAL atau secara orang perorangan tanpa memandang latar
belakang siapa orang tersebut.
Untuk
dapat melaksanakan secara konsisten pernyataan diri kita kepada ALLAH SWT,
tentu tidak dapat dilaksanakan dengan cara-cara yang tidak semestinya, atau
dengan cara-cara asal-asalan, atau cara-cara yang tidak sesuai dengan keadaan
yang dinyatakan dalam hal ini adalah tentang ALLAH SWT.
Untuk
itulah DIINUL ISLAM diturunkan oleh
ALLAH SWT sebagai TUNTUNAN dan PEDOMAN bagi seluruh umat manusia di dalam
melaksanakan PERNYATAAN KETUHANAN kepada ALLAH SWT. Adanya DIINUL ISLAM yang
diturunkan oleh ALLAH SWT maka akan terjadi STANDARISASI atau KESAMAAN SISTEM
dan PROSEDUR di dalam melaksanakan PERNYATAAN KETUHANAN kepada ALLAH SWT yang
pada akhirnya akan memudahkan umat manusia secara keseluruhan oleh adanya
keteraturan dan keseragaman. Selanjutnya berdasarkan apa-apa yang kami
kemukakan di atas ini, dapat dikatakan bahwa DIRI KITA atau setiap
INDIVIDU-INDIVIDU manusia adalah bertanggung jawab sendiri-sendiri terhadap apa
yang telah dinyatakannya yaitu tentang PERNYATAAN KETUHANAAN kepada ALLAH SWT sehingga
secara INDIVUAL pula kita memeluk dan/atau menerima dan/atau menjalankan DIINUL
ISLAM sebagai TUNTUNAN dan PEDOMAN di dalam melaksanakan tugas sebagai KHALIFAH
di muka bumi. Ini berarti apa-apa yang kita laksanakan dan lakukan baik itu
PERNYATAAN KETUHANAN atau DIINUL ISLAM tidak dapat dialihkan atau dilimpahkan
kepada siapapun juga atau tidak dapat dilakukan secara group atau kelompok atau
masing-masing diri bertanggungjawab untuk dirinya sendiri. Sekarang setelah
memiliki DIINUL ISLAM, bolehkah kita tidak menerima atau menolak DIINUL ISLAM
yang telah diturunkan oleh ALLAH SWT secara individual? Seperti halnya Operator
Selular kepada konsumennya, Operator Selular membebaskan konsumennya apakah mau
menerima layanan komunikasi yang disediakannya atau mau menolaknya. Pilihan dan
konsekuensi ada di tangan konsumen. Demikian pula dengan DIINUL ISLAM, ALLAH
SWT mempersilahkan kepada manusia untuk memilih dan menjalankannya atau
menolaknya, hal yang pasti adalah segala RESIKO yang timbul tanggung jawab sendiri.
2. ANAK dan KETURUNAN
Selanjutnya setelah kita tahu bahwa diri kita sendiri yang membutuhkan
DIINUL ISLAM atau DIRI SENDIRI yang harus memeluk dan menjalankan DIINUL ISLAM,
selanjutnya butuhkah anak dan keturunan kita atau butuhkah keluarga kita dengan
DIINUL ISLAM sehingga perlu pula memeluk DIINUL ISLAM? Sebelum menjawab
pertanyaan ini, mari kita pelajari kembali diri kita terlebih dahulu.
dan Ibrahim telah Mewasiatkan Ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian
pula Ya'qub. (Ibrahim berkata): "Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah
memilih agama ini bagimu, Maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama
Islam".
Adakah kamu hadir ketika Ya'qub
kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: "Apa
yang kamu sembah sepeninggalku?" mereka menjawab: "Kami akan
menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu)
Tuhan yang Maha Esa dan Kami hanya tunduk patuh kepada-Nya".
(surat
Al Baqarah (2) ayat 132-133)
Timbulnya anak dan
keturunan dalam sebuah silsilah keluarga, dimulai dari adanya seorang laki-laki
dan seorang perempuan yang di ikat dengan tali pernikahan (mushaharah).
Timbulnya suatu tali pernikahan
merupakan bagian dari KETENTUAN
ALLAH SWT atas diberikannya apa yang disebut dengan HUBBUL SYAHWAT.
HUBBUL SYAHWAT merupakan motor penggerak bagi seorang laki-laki dan seorang
perempuan untuk melakukan sebuah keinginan ataupun kecintaan untuk berhubungan
dengan lawan jenis. Tanpa adanya sebuah HUBBUL SYAHWAT yang diberikan oleh
ALLAH SWT kepada manusia, tidak akan mungkin seorang laki-laki dan seorang
perempuan dapat menjalin hubungan dalam rangka untuk membina sebuah keluarga.
Untuk apakah ALLAH SWT memberikan HUBBUL SYAHWAT kepada setiap manusia?
ALLAH SWT memberikan
HUBBUL SYAHWAT kepada setiap manusia baik laki-laki ataupun perempuan tentunya
di dalam kerangka besar menambah atau terjadinya regenerasi antar anggota keluarga di muka bumi. Selain
daripada itu dengan adanya HUBBUL SYAHWAT di dalam diri setiap manusia baik
laki-laki dan perempuan maka akan menimbulkan:
1)
Rasa kasih sayang di antara
laki-laki dan perempuan;
2)
Rasa Lindung Melindungi
(memberikan perlindungan) serta
3)
Rasa Persaudaraan dan/atau
4)
Menambah banyak Silaturrahmi atau
keluarga.
dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan
kepada apa-apa yang diingini, Yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang
banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah
ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali
yang baik (surga).
(surat Ali ‘Imran (3) ayat 14)
Selanjutnya apakah hanya itu saja maksud dan tujuan dari ALLAH SWT memberikan HUBBUL SYAHWAT kepada
laki-laki dan perempuan? HUBBUL SYAHWAT diberikan kepada setiap manusia baik
laki-laki dan perempuan bukan hanya terbatas yang kami sebutkan di atas saja
tetapi dengan adanya HUBBUL SYAHWAT diharapkan akan terciptanya REGENERASI
KHALIFAH-KHALIFAH ALLAH SWT di muka bumi. Untuk mencapai apa yang disebut
dengan REGENERASI KHALIFAH-KHALIFAH ALLAH SWT di muka bumi yang sesuai dengan
KEHENDAK ALLAH SWT maka harus dimulai dari adanya KELUARGA SAKINAH. Tanpa
adanya keluarga yang SAKINAH akan sulit mendapatkan KHALIFAH-KHALIFAH baru yang
sesuai dengan KEHENDAK ALLAH SWT. Timbul pertanyaan, dapatkah kita membuat,
menjadikan diri kita atau keluarga kita menjadi sebuah keluarga yang SAKINAH
tanpa dilandasi dengan AD DIIN atau DIINUL ISLAM dan/atau apakah hanya salah
satu anggota keluarga saja yang melaksanakan DIINUL ISLAM maka keluarga SAKINAH
dapat kita wujudkan dan/atau apakah seluruh keluarga termasuk anak dan
keturunan yang melaksanakan DIINUL ISLAM baru keluarga SAKINAH dapat kita
wujudkan? Untuk dapat mewujudkan
keluarga SAKINAH diperlukan sebuah TUNTUNAN dan PEDOMAN yang baku dan jelas di
dalam mewujudkannya. Tanpa adanya TUNTUNAN dan PEDOMAN, serta perjuangan antar
sesama anggota keluarga, apakah itu orang tua, anak dan keturunan, maka
keluarga SAKINAH akan sangat sulit diwujudkan. ALLAH SWT sebagai INISIATOR dari
KEKHALIFAHAN di muka bumi, sudah memikirkannya dalam ILMU-NYA yang sangat
SEMPURNA, yaitu dengan menurunkan DIINUL ISLAM yang berasal dari FITRAHNYA
sendiri untuk dijadikan TUNTUNAN dan PEDOMAN guna mewujudkan keluarga SAKINAH.
Sekarang jika itu adalah kondisinya, maka yang harus memeluk DIINUL ISLAM tidak
hanya diri kita sendiri, akan tetapi juga seluruh anggota keluarga termasuk di
dalamnya ANAK DAN KETURUNAN kita sendiri wajib dan harus memeluk AD DIIN atau
DIINUL ISLAM tanpa terkecuali. Ini berarti untuk mewujudkan keluarga SAKINAH
sebagai bagian dari adanya HUBBUL SYAHWAT dalam diri manusia serta REGENERASI
KEKHALIFAHAN di muka bumi, tidak hanya diri kita secara pribadi saja yang harus
memeluk DIINUL ISLAM akan tetapi ANAK dan KETURUNAN dari kita termasuk ISTRI
atau SUAMI juga harus memeluk DIINUL
ISLAM. Selanjutnya jika diri kita harus memeluk DIINUL ISLAM dan kemudian
keluarga termasuk di dalam anak dan istri kita, timbul pertanyaan dapatkah kita
mendirikan keluarga SAKINAH sebagai modal awal bagi REGENERASI KEKHALIFAHAN di
muka bumi, jika kita tidak memberikan, tidak mengajarkan DIINUL ISLAM kepada keluaga kita sendiri?
KELUARGA SAKINAH tidak akan mungkin di dapat dan diperoleh hanya dengan
mengandalkan satu orang saja, seperti suami atau istri atau anak saja, akan
tetapi keseluruhan anggota keluarga harus berkontribusi langsung untuk
mencapainya sehingga semua keluarga wajib dan harus saling memberikan dan
mengajarkan DIINUL ISLAM tanpa terkecuali.
dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan Jihad yang
sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan
untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim.
Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang Muslim dari dahulu[993], dan
(begitu pula) dalam (Al Quran) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu
dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia, Maka dirikanlah
sembahyang, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah
Pelindungmu, Maka Dialah Sebaik-baik pelindung dan sebaik- baik penolong.
(surat
Al Hajj (22) ayat 78)
[993]
Maksudnya: dalam Kitab-Kitab yang telah diturunkan kepada nabi-nabi sebelum
Nabi Muhammad s.a.w.
Pembaca
buku yang kami hormati, sebagai bahan perbandingan bagi kita di dalam membina
keluarga SAKINAH, berikut ini akan kami contohkan akibat dari penggunaan HUBBUL
SYAHWAT yang tidak mempergunakan DIINUL ISLAM sebagai patokan dan acuannya
serta pedomannya yaitu:
1)
terjadinya praktek kumpul kebo atau hidup bersama tanpa pernikahan
dan/atau
2)
terjadinya praktek prostitusi dan/atau adanya pornografi dan pornoaksi
dan/atau
3)
tumbuhnya praktek lesbian dan/atau homoseksual dan/atau biseksual
dan/atau timbulnya penyakit HIV AIDS dan/atau
4)
perselingkuhan atau WIL ataupun PIL dan/atau
5)
poligami, poliandri, kejahatan seksual.
6)
kekerasan di dalam rumah tangga.
Selanjutnya
mungkinkah hal ini semua sesuai dengan apa
yang ALLAH SWT maksudkan dari
diberikannya HUBBUL SYAHWAT kepada manusia atau dalam rangka REGENERASI
KEKHALIFAHAN di muka bumi? Inilah penyalahgunaan dari HUBBUL SYAHWAT yang
diberikan oleh ALLAH SWT kepada diri manusia dan/atau ini adalah sebuah cermin
dari EKSPLOITASI HUBBUL SYAHWAT yang dilakukan oleh JASMANI atau JASMANI telah
menjadi KOMANDAN atas HUBBUL SYAHWAT. ALLAH SWT melarang dan/atau tidak
merestui dan akan menghukum manusia jika melakukan hal itu semua (lihat dan
pelajari kembali tentang KAUM dari NABI LUTH yang melakukan praktek homoseksual
dan praktek lesbianisme). Ingat HUBBUL SYAHWAT yang diberikan oleh ALLAH SWT
tidak bisa dan tidak boleh dipergunakan dan diperlakukan semena-mena sebab
semuanya akan dimintakan PERTANGGUNGJAWABANNYA tanpa terkecuali. Jika semua
praktek penyimpangan yang terjadi akibat penyalahgunaan HUBBUL SYAHWAT yang
tidak sesuai dengan AD DIIN atau DIINUL ISLAM, maka yang paling senang, yang
paling bahagia dan yang berkehendak yaitu hanyalah SYAITAN sang LAKNATULLAH
sebab akan banyak manusia yang akan menemani SYAITAN di NERAKA JAHANNAM.
ALLAH SWT berkehendak kepada kita, bahwa kita harus menunjukkan rasa
syukur kita kepada kedua orang tua kita yang telah melahirkan dan membesarkan
kita sebagai sebuah manifestasi dengan selalu berbakti kepada mereka berdua.
Tanpa mereka kita tidak akan pernah ada, tanpa mereka kita tidak akan pernah
menjadi KHALIFAH di muka bumi dan juga
MAKHLUK PILIHAN. Adakah konsekuensi dari ALLAH SWT jika kita tidak berbakti kepada orang tua?
Yang jelas pasti ada, yaitu melanggar perintah ALLAH SWT dan tidak mendapat restu ALLAH SWT melalui restu orang tua sebab RESTU ALLAH SWT berada di bawah RESTU
ORANG TUA.
Berdasarkan apa-apa
yang kami kemukakan di atas, keberadaan diri kita tidak terlepas dari
keberadaan orang tua yang melahirkan kita. Kondisi dan keadaan ini akan terus
berulang dan berkembang sampai ke anak
dan cucu kita. Selanjutnya tolong perhatikan Hadits yang diriwayatkan oleh
Bukhari, Muslim di bawah ini. Hadits ini dapat dikatakan sebagai bonus atau
pemberian ekstra ataupun bukti bakti anak yang shaleh/shalehah kepada orang
tua, sehingga orang tua termasuk di dalamnya kakek, nenek dapat pula kita
doakan kepada ALLAH SWT agar mereka semua di ampuni segala dosa dan
kesalahannya, dilapangkan jalannya atau dilapangkan kuburnya, diterima amal
ibadahnya, oleh sebab doa dari anak dan
keturunan yang shaleh/shalehah. Sekarang
darimana datangnya anak yang Shaleh dan Shalehah itu atau apakah ia datang
dengan begitu saja? Untuk mendapatkan dan memperoleh anak yang shaleh dan
shalehah, maka kita diwajibkan untuk mendidik dan mengajarkan anak dan
keturunan kita agar menjadikan AD DIIN atau DIINUL ISLAM sebagai AGAMAnya.
Tanpa hal ini maka anak Shaleh dan Shalehah tidak akan mungkin kita peroleh dan
dapatkan atau tidak akan mungkin mau mendoakan kita kelak dikemudian hari.
Rasulullah SAW bersabda: “Bila seseorang telah
meninggal, terputus untuknya pahala segala amal kecuali tiga hal yang tetap
kekal: Shadaqah Jariah, Ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang senantiasa
mendoakannya”.
(HR Bukhari-Muslim)
Ini berarti, Hadits
di atas ini, dapat dikatakan sebuah kemudahan, sebuah kemurahan, sebuah
keringanan, yang diberikan oleh ALLAH
SWT kepada KHALIFAH-NYA di muka bumi. Akan tetapi fasilitas atau kemudahan ini
hanya dapat berlaku jika antara diri kita dengan yang di doakan dan/atau antara
anak dan keturunan dengan diri kita
telah sama-sama memeluk DIINUL ISLAM sebagai AGAMA. Berikut ini akan kami
kemukakan tentang hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari,Muslim tentang pamannya
NABI MUHAMMAD SAW yang sampai akhir hayatnya belum memeluk agama ISLAM.
Al-Abbas bin Abdulmuththalib
ra. tanya kepada Nabi SAW: Apakah pertolonganmu (manfaatmu) bagi Abu Thalib
yang telah memeliharamu dan membelamu, bahkan ia marah karenamu? Jawab Nabi
SAW: Ia kini di atas permukaan neraka, dan andaikan tidak karenaku niscaya ia
di tingkat terbawah dalam neraka.
(HR Bukhari,Muslim; Al
Lulu Wal Marjan:125)
Abu Saied Alkhudri ra.
mendengarkan Rasulullah SAW ketika disebut padanya ami Abu Thalib, maka sabda
Nabi SAW: Semoga berguna baginya syafa'atku sehingga diletakkan di bagian atas
dalam neraka sehingga api neraka hanya membakar sampai batas mata kakinya yang
cukup untuk mendidihkan otaknya.
(HR Bukhari,Muslim; Al
Lulu Wal Marjan:126)
Adanya perbedaan
keyakinan antara Abu Thalib dengan NABI MUHAMMAD SAW, mengakibatkan terjadinya
jurang pemisah yang tidak dapat ditolerir oleh ALLAH SWT. Selanjutnya coba anda
bayangkan DOA, PERMOHONAN dan SYAFA'AT dari NABI dan RASUL terakhir saja tidak
mampu menghantarkan Abu Thalib secara langsung ke SYURGA, selanjutnya bagaimana
dengan diri kita yang tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan NABI MUHAMMAD
SAW. Jika ini adalah kondisi NABI
MUHAMMAD SAW kepada PAMANNYA SENDIRI, selanjutnya bagaimana dengan diri kita
kepada orang tua atau bagaimana dengan anak keturunan kita dengan diri kita? Selanjutnya
kita harus menyadari betapa pentingnya pendidikan dan pengajaran DIINUL ISLAM kepada anak dan keturunan kita.
Tanpa itu semua, apa yang dapat kita lakukan kepada orang tua kita atau apa
yang dapat kita harapkan dari anak dan keturunan kita jika kita tidak pernah
memberikan dan mengajarkan DIINUL ISLAM sebagai AGAMA yang FITRAH. Tanpa adanya
kesamaan, dalam hal ini adalah kesamaan dalam DIINUL ISLAM sebagai AGAMA yang
FITRAH, maka jangan pernah berharap
ALLAH SWT memberikan FASILITAS KEMUDAHAN ini. Dengan demikian kita
sebagai KHALIFAH dan/atau kita sebagai orang tua wajib dan harus mengajarkan
kepada anak dan keturunan kita masing-masing tentang DIINUL ISLAM sehingga baik diri kita maupun
anak dan keturunan berada dalam satu kesatuan yaitu dalam DIINUL ISLAM sebagai
AGAMA yang FITRAH dari ALLAH SWT.
3. SIAPA YANG AKAN ISLAM?
ALLAH SWT tidak
membutuhkan dan tidak memerlukan sama sekali dengan DIINUL ISLAM sebab ALLAH
SWT lah PENCIPTA yang sekaligus PEMILIK dari KONSEP ILAHIAH tersebut. ALLAH SWT
menciptakan dan menurunkan DIINUL ISLAM di dalam kerangka melaksanakan dan/atau
mensukseskan KEKHALIFAHAN di muka bumi. Jika kita sekarang masih hidup di
dunia, maka saat ini kita adalah KHALIFAH ALLAH SWT di muka bumi, maka secara
otomatis kita pasti membutuhkan dan memerlukan
DIINUL ISLAM dalam rangka mensukseskan misi kita sebagai KHALIFAH di
muka bumi. Selanjutnya apakah cukup dengan mengakui atau hanya menyatakan telah
memeluk DIINUL ISLAM saja atau telah beragama ISLAM saja, sudah dapat dikatakan
sukses dan/atau akan memperoleh apa-apa yang terkandung di dalam DIINUL ISLAM?
A. YANG
MEMASUKINYA SECARA UTUH
ALLAH SWT dalam surat
Al Baqarah (2) ayat 208 memberikan ketentuan bagi KHALIFAHNYA jika ingin
mendapatkan apa-apa yang telah dijanjikan-NYA maka KHALIFAHNYA tersebut wajib
beriman terlebih dahulu kepada ALLAH SWT, kemudian masuk ke dalam DIENUL ISLAM
secara KAFFAH serta jangan pernah mengikuti langkah-langkah SYAITAN.
Selanjutnya sudahkah kita sebagai KHALIFAH ALLAH SWT di muka bumi melaksanakan
ketentuan tersebut dengan baik dan benar?
Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan,
dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu
musuh yang nyata bagimu.
(surat
Al Baqarah (2) ayat 208)
Untuk itu mari kita
perhatikan kembali 3 (tiga) hal penting yang terdapat dalam surat Al Baqarah
(2) ayat 208 di atas ini, yaitu:
1) ALLAH SWT mensyaratkan kepada
KHALIFAH-NYA untuk beriman kepada ALLAH SWT, selanjutnya apakah itu IMAN? IMAN
jika dirinci atau dapat diartikan menjadi
3(tiga) tingkatan yaitu:
a)
Level yang pertama IMAN adalah
KENAL, TAHU, MENGERTI siapa itu ALLAH SWT.
b)
Level yang kedua IMAN adalah
MENGAKUI telah MERASAKAN akan adanya ALLAH SWT dan
c)
Level yang ketiga IMAN adalah
MEYAKINI akan MERASAKAN KEMBALI adanya ALLAH SWT.
Untuk dapat mengakui
dan merasakan akan adanya ALLAH SWT maka langkah pertama yang harus kita
lakukan adalah MENGENAL, MENGETAHUI dan MENGERTI siapa itu ALLAH SWT. Selanjutnya bagaimana kita akan MENGAKUI dan
MERASAKAN akan adanya ALLAH SWT jika kita belum pernah kenal, belum pernah
tahu dan belum pernah mengerti siapa itu
ALLAH SWT? Ini berarti proses KENAL, TAHU dan MENGERTI merupakan langkah awal
pertama untuk menuju ke level ke dua. Sekarang bagaimana dengan level yang
ketiga? Setelah kita mengakui telah merasakan adanya ALLAH SWT, apakah berhenti sampai disitu saja
sedangkan hidup masih terus berputar? Disinilah letak penting level yang
ketiga, kita harus selalu meyakini akan merasakan kembali akan adanya ALLAH SWT
dari waktu ke waktu sehingga kita selalu berada di dalam siaran dan gelombang
ALLAH SWT. Selanjutnya, dengan adanya pengertian IMAN seperti yang kami
kemukakan diatas, timbul pertanyaan sudah sampai level manakah kita beriman
kepada ALLAH SWT, apakah hanya sampai level yang pertama, atau sudah sampai
level yang kedua atau mungkin sudah sampai kepada level yang ketiga?
Tidak mudah bagi kita
sebagai KHALIFAH di muka bumi untuk beriman kepada ALLAH SWT. Akan tetapi jika
kita termasuk orang yang telah TAHU DIRI, maka tidaklah sulit untuk beriman kepada
ALLAH SWT sebab sewaktu kita masih di dalam rahim ibu kita sudah menyatakan
bahwa ALLAH SWT adalah TUHAN kita. Ini berarti mulai dari saat di rahim ibu
sampai dengan hari kiamat kelak,maka pernyataan hanya BERTUHANKAN kepada ALLAH
SWT masih tetap dan terus berlaku
sehingga BERIMAN atau KEIMANAN kepada
ALLAH SWT pada dasarnya sudah ada di dalam diri setiap manusia. Tinggal
sekarang bagaimana kita menyikapinya. Dan jika sekarang kita masih berada di
level satu tingkatkan terus menjadi level dua, lalu berjuanglah untuk tetap
selalu berada di dalam level yang ketiga terkecuali jika kita merasa cukup
dengan apa yang telah kita peroleh.
Pembaca buku yang
kami hormati, CABE berdasarkan ketetapan
ALLAH SWT pedas rasanya, akan tetapi hanya sebatas CABEKAH atau hanya sebatas
PEDASNYAKAH atau sampai merasakan NIKMATNYA SAMBAL LADO/SAMBAL TERASI yang kita harapkan dari CABE? Kami berharap
kepada pembaca buku ini, janganlah kita hanya tahu sebatas CABE saja atau hanya
tahu pedasnya saja akan tetapi kita harus sampai kepada merasakan nikmatnya SAMBAL LADO/SAMBAL
TERASI. Sekarang bagaimana perlakuan kita kepada ALLAH SWT? Hal yang sama juga harus kita lakukan kepada ALLAH SWT, yaitu jangan sampai kita
hanya tahu tulisan tentang ALLAH SWT saja atau kita hanya sebatas tahu
tentang ALLAH SWT saja, akan tetapi kita harus sampai kepada dan/atau kita
harus dapat merasakan nikmatnya bertuhankan kepada ALLAH SWT seperti kita
merasakan nikmatnya SAMBAL LADO/SAMBAL TERASI.
Jika selama hidup di dunia kita
belum pernah merasakan nikmatnya
bertuhankan kepada ALLAH SWT, atau bahkan tidak tahu sama sekali
nikmatnya bertuhankan kepada ALLAH SWT
ini berarti percuma saja kita menjadi KHALIFAH di muka bumi.
2) ALLAH SWT berikutnya mensyaratkan
kepada KHALIFAHNYA di muka bumi untuk memeluk dan/atau beragama ISLAM secara
KAFFAH. Apakah itu KAFFAH? KAFFAH dapat berarti UTUH, PENUH, TOTAL, MENYELURUH,
SEPENUH HATI dan juga SEMPURNA. ALLAH SWT tidak menginginkan KHALIFAHNYA
setengah-setengah atau mempunyai STANDARD GANDA di dalam menerima dan memeluk
DIINUL ISLAM sebagai AGAMA yang FITRAH. Untuk itu lihatlah kehidupan
sehari-hari, apa yang dapat kita peroleh jika kita mengerjakan sesuatu
pekerjaan secara setengah-setengah atau tidak sepenuh hati? Hasilnya pasti
berbeda dengan pekerjaan yang dikerjakan dengan sepenuh hati. Sekarang
bagaimana dengan DIINUL ISLAM yang kita jadikan AGAMA yang FITRAH tetapi kita
perlakukan secara setengah-setengah atau tidak sepenuh hati? DIINUL ISLAM yang tidak lain adalah bagian
dari ALLAH SWT tidak akan memberikan
dampak apapun kepada manusia yang memberlakukannya seperti itu atau bahkan kita
telah melakukan tindakan yang tidak disukai oleh ALLAH SWT yaitu secara tidak
langsung kita telah tidak mempercayai keberadaan ALLAH SWT sebagai PEMILIK dan
PENCIPTA langit dan bumi. Sekarang jika kita ingin mendapatkan dan memperoleh
janji-janji ALLAH SWT maka kita harus mempercayai ALLAH SWT dengan memeluk dan
mengakui DIINUL ISLAM sebagai AGAMA yang FITRAH secara KAFFAH atau secara UTUH
tanpa dikurangi, tanpa ditambah, tanpa disesuaikan dengan apapun juga atau
sesuai dengan yang dikehendaki oleh ALLAH SWT. Jika kita sudah melakukan hal
tersebut maka ALLAH SWT akan memberikan janji-janjinya kepada kita.
3) IBLIS/JIN/SYAITAN adalah makhluk ghaib yang diciptakan ALLAH SWT sebelum manusia diciptakan.
IBLIS/JIN/SYAITAN setelah peristiwa pembangkangan atas perintah ALLAH SWT untuk
sujud kepada NABI ADAM as, diizinkan untuk menggoda dan menjerumuskan manusia
ke jalan yang sesat dan/atau SYAITAN
berkehendak untuk mengajak manusia pulang basamo ke NERAKA JAHANNAM.
Selain daripada itu ALLAH SWT juga telah memberikan predikat KHUSUS kepada
SYAITAN yaitu sebagai MAKHLUK yang DILAKNAT dan DIKUTUK. Selanjutnya FAIRPLAY
kah atau ADILkah ALLAH SWT kepada KHALIFAHNYA sendiri jika
sampai tidak mengemukakan bahwa SYAITAN adalah MUSUH UTAMA dari
KHALIFAH-NYA di muka bumi? ALLAH SWT sebagai TUHAN yang memiliki kesempurnaan
tentu sudah memikirkan hal ini di dalam ILMUNYA sehingga ALLAH SWT tidak mau dikatakan sebagai TUHAN yang berat
sebelah atau TUHAN yang tidak fair kepada makhluk yang diciptakan kemudian.
INGAT-ingat-INGAT
KEHENDAK
ALLAH SWT kepada MANUSIA dibandingkan
dengan KEHENDAK SYAITAN kepada MANUSIA sangat bertentangan dan/atau
saling bertolak belakang. ALLAH SWT BERKEHENDAK ke jalan kebaikan dalam rangka
menuju SYURGA sedangkan SYAITAN BERKEHENDAK ke jalan keburukan untuk menuju
NERAKA JAHANNAM. Pilihan sekarang ada di tangan diri kita sendiri!
Adanya informasi,
petunjuk dan arahan yang ALLAH SWT tunjukkan
kepada KHALIFAH-NYA berarti ALLAH SWT telah menunjukkan kasih sayangnya kepada
KHALIFAH-NYA tersebut. Ini juga berarti bahwa ALLAH SWT sebagai pencipta
KEKHALIFAHAN di muka bumi sangat berkehendak kepada seluruh KHALIFAH-NYA sukses menjalankan tugasnya
di muka bumi sehingga dapat berjumpa dengan ALLAH SWT kelak di SYURGA. Sekarang
bagaimana dengan diri kita yang telah diperingatkan oleh ALLAH SWT tentang
bahaya laten SYAITAN sebagai MUSUH UTAMA manusia? Seperti halnya Polisi yang
telah membuat rambu-rambu lalu lintas, rambu dibuat bukan untuk mencelakakan
pengguna jalan raya, akan tetapi untuk keselamatan, kelancaran, pengguna jalan.
Jika kita telah diberitahukan atau diperingatkan melalui rambu-rambu lintas,
maka jangan salahkan Polisi jika kita mengalami ketidaknyamanan atau mengalami
kecelakaan di dalam berlalu lintas. Hal yang sama juga berlaku dengan
peringatan ALLAH SWT, yaitu jika kita abaikan atau jika tidak kita patuhi,
tentu akan memberikan dampak negatif atau membuat diri kita keluar dari KEHENDAK ALLAH SWT.
B. HATI yang PASRAH kepada ALLAH SWT
Seperti telah kita
ketahui bersama bahwa HATI, dalam hal ini HATI RUHANI manusia adalah sarana
bagi ALLAH SWT untuk berkomunikasi
dengan KHALIFAHNYA di muka bumi (pelajari kembali buku Let'sKnow AL INSAN:
Kajian Aqidah Islam tentang Asal Usul dan Jati Diri Manusia). HATI RUHANI
bagi MANUSIA merupakan komponen yang sangat penting seperti layaknya ANTENA
bagi sebuah televisi, sebab HATI RUHANI merupakan alat untuk menerima
atau memperoleh atau mendapatkan apa-apa yang ALLAH SWT janjikan kepada manusia
seperti:
1)
Diberikannya FIRASAT yang baik
melalui HATI RUHANI.
2)
Dibukakannya pintu ILHAM atau
IDE-IDE yang brilian tanpa disangka-sangka melalui HATI RUHANI.
3)
Diberikannya PEMAHAMAN dan
KEMANTAPAN HATI di dalam mempelajari AD DIIN/DIINUL ISLAM termasuk hal-hal
lainnya.
4)
Diberikannya ketenangan bathin.
5)
Diturunkannya MAUNAH atau
pertolongan di luar jangkauan kemampuan atau nalar manusia yang digetarkan
melalui HATI RUHANI.
Selanjutnya adakah syarat
dan ketentuan yang harus kita penuhi untuk mendapatkan fasilitas ALLAH SWT yang
kami sebutkan di atas ini?
(Ingatlah)
ketika ia datang kepada Tuhannya dengan hati yang suci
(surat
Ash Shaaffaat (37) ayat 84)
Kecuali
orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.
(surat
Asy Syu'araa' (26) ayat 89)
ALLAH SWT hanya akan
memberikan fasilitas atau kemudahan atas janji-janji-NYA kepada manusia atau
kepada KHALIFAH-NYA yang mempunyai atau memiliki HATI RUHANI yang SUCI dan
BERSIH. Sudahkah kita memiliki dan/atau sudahkan kita menjadikan HATI RUHANI
kita SUCI dan BERSIH seperti yang dikemukakan ALLAH SWT dalam surat Ash
Saaffaat (37) ayat 84 dan surat Asy Syu'araa (26) ayat 89 di atas ini? Jika
sekarang ALLAH SWT tidak mau memberikan segala fasilitasnya kepada diri kita,
bercerminlah atau koreksilah diri kita, apakah syarat dan ketentuan yang telah
ALLAH SWT tetapkan sudah kita penuhi atau belum dan jika belum lakukanlah perbaikan diri melalui pembersihan dan pensucian HATI RUHANI melalui
jalan TAUBAT atau dengan jalan menyamakan KEFITRAHAN yang ada di dalam diri
kita dengan FITRAH ALLAH SWT melalui jalan DIINUL ISLAM.
C. YANG MENGIMANI
AYAT-AYAT ALLAH SWT
Sewaktu kita membeli
MOBIL baru, maka kita akan memperoleh buku manual dan kartu garansi,
selanjutnya apa yang harus kita perbuat dengan buku manual dan kartu garansi
yang dikeluarkan oleh produsen mobil? Pemilik mobil diharuskan untuk
mempercayai apa-apa yang dikemukakan oleh produsen melalui buku manual serta harus mempercayai pula garansi yang
akan diberikan oleh Produsen mobil. Hal ini dikarenakan di dalam buku manual
telah di atur tata cara penggunaaan dan perawatan mobil yang sesuai dengan
standard pabrikasi. Dengan demikian jika kita memenuhi segala yang telah
dipersyaratkan dalam buku manual, hasilnya adalah kemudahan, kenyamanan,
ketahanan mobil dapat kita peroleh serta keamanan dalam berkendaraan dapat kita
peroleh secara baik dan benar. Kondisi seperti inilah yang diharapkan dan
diinginkan oleh produsen mobil kepada konsumennya. Sekarang bagaimana dengan
Garansi? Sepanjang kita mau mengakui dan mempercayai Garansi yang diberikan
serta mau mendatangi bengkel resmi Produsen maka Produsen akan bertanggung
jawab terhadap produknya. Selanjutnya bagaimana dengan AYAT-AYAT ALLAH SWT yang
telah disampaikan kepada KHALIFAH-NYA di muka bumi?
Dan kamu sekali-kali tidak dapat memimpin (memalingkan) orang-orang buta dari kesesatan mereka. Kamu tidak dapat menjadikan (seorangpun) mendengar, kecuali orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami, lalu mereka berserah diri.
(surat
An Naml (27) ayat 81)
Dan
kamu sekali-kali tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang-orang yang buta
(mata hatinya) dari kesesatannya. Dan kamu tidak dapat memperdengarkan
(petunjuk Tuhan) melainkan kepada orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat
Kami, mereka itulah orang-orang yang berserah diri (kepada Kami).
(surat
Ar Ruum (30) ayat 53)
Sebagai KHALIFAH di
muka bumi, kita tidak boleh memiliki
STANDARD GANDA dengan melakukan hal sebagai berikut: kepada Produsen kita
mempercayai buku manual dan garansi yang dikeluarkannya sedangkan kepada ALLAH
SWT kita tidak mempercayai Al-Qur'an sebagai BUKU MANUAL bagi KHALIFAH-NYA di
muka bumi. Akan tetapi jika kita termasuk orang yang telah TAHU DIRI maka kita
harus mempercayai ALLAH SWT melebihi
kepercayaan kita kepada produsen mobil. Sekarang bagaimana ALLAH SWT akan
memberikan segala fasilitas dan janjinya kepada kita jika kita terus melakukan
STANDARD GANDA kepada ALLAH SWT? Pembaca pasti sudah tahu jawaban dari pertanyaan
ini, untuk itu kita harus meletakkan, menempatkan, memposisikan ALLAH SWT pada
posisi yang sebenarnya. Jika ALLAH SWT adalah PEMILIK dan PENCIPTA langit dan
bumi maka kita wajib meletakkan dan menempatkan serta memposisikan ALLAH SWT
sesuai dengan derajat ketinggian yang dimiliki-NYA tersebut dan jika kita berharap untuk memperoleh dan
mendapatkan janji dan fasilitas dari ALLAH SWT maka kitapun wajib menyamakan
dan menyesuaikan diri dengan syarat dan ketentuan yang dikehendaki ALLAH SWT serta jangan pernah memiliki dan
menerapkan STANDARD GANDA kepada ALLAH
SWT terkecuali jika kita ingin pulang kampung ke NERAKA JAHANNAM bersama
SYAITAN.
D. YANG MAU
MENGIKUTI PETUNJUK ALLAH SWT
Setelah membeli mobil
baru dari Produsen mobil, maukah Produsen bertanggung jawab kepada mobil yang
kita beli jika kita tidak mau mengikuti petunjuk yang ada di dalam buku manual
atau maukah produsen bertanggung jawab jika kita mempergunakan buku manual dari
merek mobil yang berbeda?
Maka datanglah kamu berdua
kepadanya (Fir'aun) dan berkatalah: "Sesungguhnya kami berdua adalah
utusan Tuhanmu, maka lepaskanlah Bani Israil bersama kami dan janganlah kamu
menyiksa mereka. Sesungguhnya kami telah datang kepadamu dengan membawa bukti
(atas kerasulan kami) dari Tuhannmu. Dan keselamatan itu dilimpahkan kepada
orang yang mengikuti petunjuk.
(surat
Thaahaa (20) ayat 47)
Produsen melalui buku
manual yang dikeluarkannya, sangat berharap kepada konsumennya untuk mematuhi
segala apa-apa yang diperintahkannya
atau menghindarkan apa-apa yang dilarangnya dan jika sekarang justru
konsumen malah melanggar atau tidak mematuhi apa-apa yang disampaikan dalam
buku manual dan lebih parah lagi justru mempergunakan standard kendaraan lain
untuk merawat kendaraan yang dimilikinya, ini berarti konsumen tersebut mencari
masalah sendiri dengan membuat masalah yang baru dan/atau melakukan tindakan
untuk putus hubungan dengan Produsen dan/atau
melakukan upaya agar Produsen lepas tanggung jawab atas kendaraan yang
kita miliki sehingga kitalah yang mengambil alih resiko .
Adanya kejadian di
atas, otomatis Produsen tentu tidak akan bertanggung jawab dengan apa-apa yang
terjadi, akan tetapi jikapun bertanggung jawab hanya sebatas membantu itu pun
sepanjang masa garansi masih berlaku. Produsen atau Pabrikan saja menerapkan
dan memberlakukan hal seperti itu kepada konsumennya, sekarang bagaimana
dengan ALLAH SWT kepada KHALIFAH-NYA?
ALLAH SWT hanya akan memberikan fasilitas dan janji-janji-NYA kepada KHALIFAH-NYA yang taat dan patuh atau
kepada KHALIFAH-NYA yang mau mengikuti petunjuk-NYA dalam hal ini DIINUL ISLAM dengan penuh
kesadaran. Tanpa itu semua jangan pernah
berharap mendapatkan, memperoleh janji dan fasilitas ALLAH SWT walaupun masa
aktif diri kita di dunia masih berlaku.
Pembaca, kami
berharap anda semua bukan termasuk orang-orang yang TIDAK TAHU DIRI sehingga berani menyepelekan ALLAH SWT dengan
tidak mengakui dan tidak menerima DIINUL ISLAM sebagai AGAMA yang FITRAH serta
kita juga bukan termasuk orang-orang yang memiliki STANDARD GANDA kepada ALlAH
SWT terkecuali jika kita memang memilih untuk
pulang kampung bersama SYAITAN ke NERAKA JAHANNAM.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar