Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Selasa, 17 Mei 2016

SIAPAKAH YANG HARUS MELAKSANAKAN SYAHADAT - part 2 of 2


Hamba ALLAH SWT, pada saat diri kita berusaha dengan sungguh-sungguh melaksanakan SYAHADAT dengan baik dan benar, maka pada saat itu pula diri kita akan berada dalam suatu keadaan yang bersifat dilematis dan/atau yang menjadikan diri kita berada di persimpangan jalan, yaitu di satu isi kita ingin terus maju melaksanakan SYAHADAT yang sesuai dengan kehendak ALLAH SWT. Di lain sisi ada sebuah keadaan yang menghambat diri kita atau membuat diri kita susah untuk melaksanakan SYAHADAT. Adanya kondisi ini mengakibatkan SYAHADAT yang kita lakukan sangat tergantung sejauh mana diri kita mau menerima atau menolak melaksanakan SYAHADAT dan/atau SYAHADAT yang kita lakukan sangat tergantung kesungguhan diri melaksanakannya dan/atau adanya pertarungan bathin saat diri kita melaksanakan SYAHADAT. Timbul pertanyaan, kenapa hal itu terjadi? Berikut ini akan kami kemukakan penyebab dari timbulnya pertarungan bathin saat diri kita melaksanakan SYAHADAT, yaitu:


1.     Adanya AHWA dalam diri manusia


Seperti telah kita ketahui bersama bahwa setiap dzat pasti mempunyai sifat, perbuatan dan kemampuan. Kondisi ini juga berlaku kepada RUHANI dan JASMANI. RUHANI disebut dengan NASS jika ditinjau dari sisi sifatnya sedangkan jika ditinjau dari sisi perbuatannya disebut dengan NAFS atau ANFUSS serta jika ditinjau dari sisi kemampuannya disebut dengan RUH. Untuk JASMANI berlaku juga hal yang sama yaitu JASMANI akan disebut INSAN bila ditinjau dari sisi sifatnya sedangkan dari sisi perbuatannya JASMANI disebut dengan AHWA dan jika ditinjau dari sisi kemampuannya  disebut dengan BASYAR. Adakah perbedaan antara RUHANI dengan JASMANI bila ditinjau dari sisi SIFAT maupun PERBUATAN? JASMANI yang berasal dari ALAM maka ia akan merefleksikan Sifat dan Perbuatan dari ALAM sebagai unsur pembuatnya sedangkan RUHANI yang berasal dari ALLAH SWT akan merefleksikan Sifat dan Perbuatan dari ALLAH SWT sebagai unsur pembuatnya.


Adanya kondisi ini memperlihatkan kepada kita bahwa antara RUHANI dan JASMANI mempunyai Sifat dan Perbuatan yang saling bertolak belakang atau saling tidak berkesesuaian di antara ke duanya sehingga pada saat RUHANI dan JASMANI bersatu di dalam diri manusia maka keduanya akan saling pengaruh mempengaruhi sehingga jika RUHANI yang menang terhadap JASMANI maka ia akan mempengaruhi kehidupan manusia sehingga tindakan yang dilakukan oleh manusia memenuhi unsur-unsur Nilai-Nilai Kebaikan dan jika JASMANI yang menang terhadap RUHANI maka ia akan mempengaruhi kehidupan manusia sehingga tindakan manusia akan memenuhi unsur-unsur Nilai-Nilai Keburukan.


Contohnya, salah satu sifat JASMANI adalah BAKHIL (lihat surat Al Ma'aarij (70) ayat 19-20-21) maka apa bila sifat ini mempengaruhi perbuatan MANUSIA dan/atau  bila JASMANI dapat menguasai RUHANI maka akan timbul dan tumbuh dalam diri manusia perbuatan  kikir, pelit, selalu mementingkan diri sendiri, tidak mempunyai rasa kesetiakawanan sosial, sehingga secara keseluruhan apa yang dilakukan manusia akan mencerminkan Nilai-Nilai Keburukan. Apabila kita termasuk orang yang kikir, bakhil, selalu mementingkan diri sendiri serta tidak mempunyai rasa kesetiakawanan sosial, itulah contoh manusia yang telah  memperturutkan AHWAnya yaitu melalui perbuatan JASMANI yang mengalahkan perbuatan RUHANI.


Sebagai bahan perbandingan lihatlah orang yang RUHANInya menang terhadap JASMANI atau bila RUHANI menguasai JASMANI maka tindakan dan perbuatan orang tersebut sesuai dengan Nilai-Nilai Kebaikan seperti dermawan, murah hati, selalu tolong menolong, menjadikan harta yang dimilikinya sebagai modal awal menuju kehidupan akhirat dan/atau selalu membelanjakannya di jalan ALLAH SWT. Berikut ini kami berikan contoh lainnya yaitu tentang bahayanya AHWA kepada diri manusia, jika RUHANI kami asumsikan dengan AIR yang putih, murni, jernih dan bersih serta tidak terkontaminasi dengan apapun juga.


Kemudian kita masukkan ke dalam AIR tersebut KOPI selanjutnya apa yang terjadi? AIR PUTIH akan berubah menjadi AIR KOPI yang berwarna hitam pekat. Timbul pertanyaan kemana perginya AIR yang putih,  jernih dan bersih itu? AIR secara phisik tetap ada dan utuh namun kemurniannya, kejernihannya, kebersihannya, sudah tidak ada lagi pada AIR yang ada kini hanyalah KOPI dengan segala yang menyertainya atau dengan kata lain perbuatan KOPI telah menggantikan putih, murni, jernih dan bersihnya AIR.


Hal yang sama juga berlaku kepada RUHANI diri kita jika AHWA telah menempati dan/atau mengalahkan perbuatan-perbuatan RUHANI sehingga yang keluar dari diri kita adalah perbuatan-perbuatan yang memenuhi koridor Nilai-Nilai Keburukan atau dengan kata lain RUHANI tetap ada dan utuh akan tetapi Nilai-Nilai Kebaikan yang berasal dari Nilai-Nilai Ilahiah telah tergantikan oleh Nilai-Nilai Keburukan yang berasal dari AHWA.Di lain sisi ada hal yang harus kita perhatikan saat menjadi KHALIFAH yaitu HIDUP di dunia hanya sementara. HIDUP di dunia hanya sandiwara dan HIDUP di dunia hanya sebuah permainan sedangkan Kehidupan AKHIRAT adalah TUJUAN akhir kehidupan manusia. Untuk itulah ALLAH SWT menyiapkan tempat kembali bagi manusia yaitu SYURGA dan NERAKA, yang menjadi persoalan adalah bagaimana caranya mengisi kedua tempat itu dengan cara seadil-adilnya?

  
andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan (Al Quran) mereka tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu.
(surat Al Mu'minuun (23) ayat 71)

Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya. Maka Apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya?,
(surat Al Furqaan (25) ayat 43)


dan jika Kami merasakan kepadanya sesuatu rahmat dari Kami sesudah Dia ditimpa kesusahan, pastilah Dia berkata: "Ini adalah hakku, dan aku tidak yakin bahwa hari kiamat itu akan datang. dan jika aku dikembalikan kepada Tuhanku Maka Sesungguhnya aku akan memperoleh kebaikan pada sisiNya." Maka Kami benar-benar akan memberitakan kepada orang-orang kafir apa yang telah mereka kerjakan dan akan Kami rasakan kepada mereka azab yang keras.
(surat Fushshilat (41) ayat 50)



Itulah kondisi dan keadaan yang terjadi di dalam diri setiap manusia, dimana keadaan seperti ini sudah di dalam Ilmu ALLAH SWT atau sudah di dalam Kehendak ALLAH SWT sewaktu merencanakan kekhalifahan di muka bumi. Di lain sisi ALLAH SWT menciptakan jalan menuju Kebaikan dan di sisi yang lain ALLAH SWT juga menciptakan jalan menuju Keburukan. Adanya jalan Kebaikan dan jalan Keburukan yang telah ditetapkan ALLAH SWT maka hal ini juga merupakan sarana atau alat bantu bagi ALLAH SWT untuk menseleksi siapa sajakah yang berhak menempati SYURGA dan siapa sajakah yang berhak menempati NERAKA JAHANNAM dengan cara yang seadil-adilnya. Sekarang ke dua keadaan yang kami contohkan di atas ada pada diri setiap orang termasuk diri kita sendiri, selanjutnya bagaimana kita menyikapi hal ini?


Jika kita termasuk orang yang Tahu Diri, maka hal tersebut di atas wajib kita jadikan Rambu-Rambu yang harus kita patuhi dalam rangka untuk pulang kampung ke SYURGA. Setelah mengetahui hal ini, timbul pertanyaan siapakah yang membutuhkan Rambu-Rambu di atas, manusiakah atau ALLAH SWT kah? ALLAH SWT sebagai Pemilik yang sekaligus Pencipta, Pemelihara, Penjaga, Pengayom serta Pengawas dari langit dan bumi beserta isinya tidak membutuhkan itu semua sebab ALLAH SWT itu sendiri juga merangkap sebagai Inisiator adanya SYURGA dan NERAKA. SYURGA dan NERAKA adalah dua buah tempat kembali yang sangat berbeda fasilitasnya sehingga orang yang akan menempatinyapun pasti sangat berbeda pula.


Adanya perbedaan antara SYURGA dan NERAKA maka aturan main yang berlaku bagi SYURGA dan bagi NERAKA pasti  berlainan juga. Sekarang jika ALLAH SWT melarang tindakan manusia memperturutkan dan mempertuhankan AHWAnya dikarenakan hal ini akan membuat manusia keluar dari Konsep Awal penciptaan manusia dimana manusia tanpa terkecuali telah diciptakan oleh ALLAH SWT berdasarkan Fitrah-Nya serta telah pula dimuliakan oleh ALLAH SWT. Apabila kita melakukan hal-hal yang kami contohkan di atas, maka tindakan tersebut berada di luar gelombang dan siaran ALLAH SWT atau malah sudah menjauh dari Syarat dan Ketentuan yang telah ALLAH SWT tentukan terutama tentang Fitrah dan Kemuliaan. Akibat dari itu semua maka akan mengakibatkan perbedaan tempat kembali manusia. Sekarang, apa yang dapat kita lakukan dengan adanya AHWA di dalam diri? Jika kita sangat berkepentingan untuk memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat, jika kita sangat berkepentingan untuk menjadi calon penghuni SYURGA, maka tidak ada jalan lain kecuali melaksanakan DIINUL ISLAM secara KAFFAH atau melaksanakan SYAHADAT yang berarti Komitmen dan Pengakuan Tiada Tuhan selain ALLAH SWT dan Nabi MUHAMMAD SAW adalah utusan  ALLAH SWT sewaktu  hidup di dunia sebab hanya dengan itulah persoalan AHWA yang ada dapat teratasi dengan baik dan juga sesuai dengan kehendak ALLAH SWT


2.     Adanya SYAITAN

Seperti kita ketahui bersama bahwa Iblis/Jin/Syaitan pada awalnya adalah juga Malaikat ALLAH SWT yang selalu tunduk dan patuh serta taat kepada ALLAH SWT. Namun setelah adanya Perintah Sujud kepada NABI ADAM as, maka terjadilah pengelompokkan Malaikat ALLAH SWT yaitu Malaikat yang Patuh dan Taat yang dalam hal ini diwakili oleh Malaikat yang berasal dari NUUR sedangkan Malaikat yang tidak patuh dan tidak taat kepada ALLAH SWT diwakili oleh Malaikat yang berasal dari NAAR/API. Adanya peristiwa pembangkangan yang dilakukan oleh Iblis maka Malaikat yang berasal dari NAAR/API tidak diperkenankan kembali menyandang gelar Malaikat yang dikemudian hari dikenal dengan nama atau julukan sebagai Iblis/Jin/Syaitan.


Adanya perbedaan nama antara Iblis/Jin/Syaitan dikarenakan perbedaan aktivitas perbuatan mereka masing-masing. Mereka dinamakan dengan Iblis dikarenakan kenekatannya membangkang perintah ALLAH SWT sedangkan Syaitan dikatakan demikian karena perbuatannya yang selalu menyuruh orang melakukan tindakan negatif melalui cara-cara halus, baik melalui bisikan ataupun hasutan. Untuk menambah pemahaman tentang Malaikat maupun Iblis/Syaitan, perhatikanlah Cahaya senter, bengkokkah atau berbelok-belokkah Cahaya yang keluar dari senter atau Lurus sesuai arahan? Cahaya akan selalu Lurus tanpa ada kebengkokan sama sekali dan sekarang jika Malaikat patuh dan taat kepada ALLAH SWT, hal ini  sangat sesuai dengan sifat Cahaya sebagai unsur pembentuk Malaikat, sekarang bagaimana dengan Iblis/Syaitan yang diciptakan dari API? Lihatlah API yang sedang berkobar, ia selalu ingin menang sendiri, tidak mau kalah dan mengalah, apapun juga akan dibabat habis tanpa pandang bulu, apapun juga dihajar, selalu merasa jagoan dan jika Iblis/Jin/Syaitan berani membangkang perintah ALLAH SWT tentunya hal ini sudah sesuai dengan sifat dasar dari api sebagai dzat pembentuk dari Iblis/Jin/Syaitan.


iblis menjawab: "Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat).
(surat Al A'raaf (7) ayat 16-17)


Barangsiapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan yang Maha Pemurah (Al Quran), Kami adakan baginya syaitan (yang menyesatkan) Maka syaitan Itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya.
(surat Az Zukhruf (43) ayat 36)


iblis berkata: "Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan ma'siat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya,
(surat Al Hijr (15) ayat 39)



Sekarang Malaikat ataupun Iblis/Jin/Syaitan sudah diciptakan oleh ALLAH SWT dan saat ini pun mereka semua sedang melaksanakan apa-apa yang telah dikehendaki oleh ALLAH SWT dalam Ilmu-Nya sebelum menciptakan kekhalifahan di muka bumi. Selanjutnya apa yang harus kita sikapi dengan adanya kedua makhluk ALLAH SWT tersebut? Sebagai Makhluk yang sama-sama diciptakan ALLAH SWT maka kitapun harus tahu dan mengerti tentang keberadaan mereka semua sehingga kita dapat meletakkan diri secara pantas dan patut dihadapan mereka semua. Sekarang bagaimanakah caranya kita menghadapi Malaikat dan juga bagaimanakah caranya kita menghadapi Iblis/Jin/Syaitan?

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah- langkah syaitan. Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah syaitan, Maka Sesungguhnya syaitan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang mungkar. Sekiranya tidaklah karena kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorangpun dari kamu bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.
(surat An Nuur (24) ayat 21)

Untuk menghadapi Malaikat dengan perilaku dan perbuatan yang selalu lurus sehingga ia patuh dan taat kepada ALLAH SWT maka sepanjang kitapun melakukan hal yang sama dengan perbuatan Malaikat tentunya Malaikatpun akan memberikan penghormatan kepada kita dikarenakan antara kita dengan Malaikat sudah ada di dalam Koridor Nilai-Nilai Kebaikan yang sama yaitu Taat dan Patuh kepada ALLAH SWT.

Sekarang bagaimana jika kita justru melakukan perbuatan yang berlawanan dan bertentangan dengan apa-apa yang diperbuat oleh Malaikat, maka secara otomatis Malaikatpun akan memberikan celaan, cemoohan, mungkin juga malah memberikan laknat kepada kita dikarenakan kita Tidak Tahu Diri. Selanjutnya bagaimana dengan sikap Syaitan, jika kita melakukan amal perbuatan yang sama dengan perbuatan Malaikat  yaitu Taat dan Patuh kepada ALLAH SWT? Syaitan sebagai makhluk yang telah dilaknat dan dikutuk oleh ALLAH SWT sangat Membenci, sangat Muak, akan Mencerca, perbuatan yang kita lakukan tersebut.


SYAITAN yang telah memiliki Lisensi dan Persetujuan Khusus dari ALLAH SWT sebagai Makhluk yang akan Mencelakakan dan Menjerumuskan manusia tentunya tidak akan tinggal diam dengan Pekerjaannya tersebut. Segala daya dan upaya akan terus dilakukan oleh SYAITAN untuk memperdayai Manusia sampai Manusia dapat dibawanya pulang ke NERAKA JAHANNAM. Sebagai KHALIFAH tolong anda perhatikan  hal-hal sebagai berikut yaitu  SYAITAN sejak di usir dan dilaknat oleh ALLAH SWT hanya memiliki satu keahlian dan satu pekerjaan yang telah di-otorisasi oleh ALLAH SWT yaitu Menyesatkan dan Menjerumuskan manusia atau dapat dikatakan SYAITAN adalah Spesialis di bidang Menyesatkan dan Menjerumuskan manusia untuk dibawa pulang ke NERAKA JAHANNAM.


Untuk menjalankan dan mensukseskan Profesinya tersebut maka SYAITAN  membuat dan menempuh jalan melalui hal-hal sebagai berikut:

1.      Menghiasi kebathilan dengan cara memandang baik perbuatan yang membahayakan atau perbuatan yang salah.
2.      Menampakkan syirik sebagai pengagungan dan pengingkaran sifat-sifat ALLAH SWT.
3.      Menamakan kemaksiatan, kekejian, keburukan dengan nama yang menyenangkan agar keburukan dan kekejian tersamar.
4.      Menamakan ketaatan dengan yang tidak disukai orang.
5.      Syaitan memasuki manusia melalui pintu yang paling disukai oleh jiwa manusia.
6.      Syaitan menyesatkan manusia tidak secara sekaligus akan tetapi secara bertahap.
7.      Meminta bantuan kepada syaitan-syaitan dari kalangan manusia.

Untuk itu kita diharuskan selalu waspada dan berhati-hati dengan Syaitan sebab Syaitan masih mempunyai banyak ajaran atau masukan atau perbuatan yang paling disukainya dalam rangka menjerumuskan manusia, seperti:

1.      selalu menipu manusia ke jalan yang sesat dan/atau menipu dengan kepalsuan; menghalangi manusia dari jalan Islam; musyrik dan selalu menyimpang dari Islam;
2.      anti shalat; anti Islam; paling suka permusuhan judi dan mabok;
3.      suka menandingi Al-Qur'an dengan syair dan lagu-lagu; makanannya yang haram dan yang buruk serta yang tidak disebut nama ALLAH SWT.


Manusia, termasuk diri kita adalah makhluk yang diciptakan lebih baik dari Syaitan maka sudah sepantasnya dan sepatutnya kita  dapat mengalahkan ajakan, mengalahkan bujukan, mengalahkan pengaruh, mengalahkan hasutan, mengalahkan iming-iming dari Syaitan kepada kita dan/atau sudah sepatutnya kita memenangkan pertandingan melawan musuh bebuyutan yang telah ditetapkan oleh ALLAH SWT.


Syaitan sebagai makhluk yang hanya Tahu dan hanya Mengerti bahwa MANUSIA itu hanya terdiri dari JASMANI saja dan beranggapan bahwa API lebih baik dari TANAH serta tidak mempunyai ilmu tentang RUH dan AMANAH7, pantaskah jika SYAITAN yang menjadi pemenang dan/atau manusia malah jadi pecundang di dalam melaksanakan Kekhalifahan di muka bumi sedangkan ALLAH SWT di dalam Kehendak-Nya di waktu menciptakan manusia mempunyai skenario bahwa manusia adalah pemenangnya? Jika kita adalah Manusia yang Tahu tentang Diri Sendiri tentunya Kehendak ALLAH SWT itulah yang menjadi Panduan dan Pedoman kita di dalam melaksanakan Kekhalifahan di muka bumi. Selanjutnya samakah atau bedakah perlakuan ALLAH SWT kepada Malaikat atau kepada Syaitan? ALLAH SWT pasti membedakan perlakuan baik kepada Malaikat maupun Syaitan sebab ALLAH SWT juga ingin menunjukkan Keadilan-Nya kepada seluruh makhluk-Nya dan jika hal ini kita jadikan patokan maka kepada manusiapun ALLAH SWT akan memberikan perlakuan yang berbeda antara Manusia yang Patuh dan Taat kepada perintah ALLAH SWT dengan yang tidak patuh dan tidak taat kepada perintah ALLAH SWT.


Untuk itu jangan pernah sekalipun untuk menjadikan Syaitan sebagai Penunjuk Jalan, sebagai Konsultan, sebagai Penasehat, sebagai Pemimpin, sebagai Atasan, sebagai Tuhan, sebagai Teman, sebagai Teladan, termasuk di dalamnya Syaitan  yang berbentuk Manusia, sehingga kita tidak disesatkan dan tidak dijerumuskan melalui Bujukan, Rayuan, Hasutan, Iming-Iming, yang dilakukan oleh Syaitan beserta antek-anteknya. Jika saat ini kita masih hidup di dunia, ini berarti kita sedang berhadapan dengan Syaitan dan juga berhadapan dengan Malaikat, timbul pertanyaan siapakah yang akan kita tiru perbuatannya? Jika Syaitan  yang kita jadikan sebagai panutan dan suri teladan di dalam melaksanakan Program Kekhalifahan di muka bumi terimalah hadiah dan penghormatan berupa tempat kembali berupa Kampung Kesengsaraan dan Kebinasaan dan/atau kita hanya memperoleh kesuksesan hidup sebatas di dunia saja tanpa memperoleh kebahagiaan di akhirat. Akan tetapi jika mampu patuh dan taat seperti patuh dan taatnya Malaikat kepada ALLAH SWT maka ALLAH SWT akan memberikan tempat kembali berupa Kampung Kebahagiaan.


Sekarang, apa yang dapat kita lakukan dengan adanya Syaitan keberadaanya sudah ada sebelum diri kita ada? Jika kita sangat berkepentingan untuk memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat, jika kita sangat berkepentingan untuk menjadi calon penghuni SYURGA, maka tidak ada jalan lain kecuali melaksanakan DIINUL ISLAM secara KAFFAH dan/atau melaksanakan SYAHADAT yang berarti Komitmen dan Pengakuan Tiada Tuhan selain ALLAH SWT dan Nabi MUHAMMAD SAW adalah utusan ALLAH SWT sewaktu  hidup di dunia sebab hanya dengan itulah persoalan yang berasal dari Syaitan dapat kita atasi dengan baik dan sesuai dengan kehendak ALLAH SWT.


Adanya AHWA di dalam diri dan adanya SYAITAN yang selalu mempergunakan AHWA sebagai pintu masuk untuk menggoda dan mengganggu manusia, sehingga apa-apa yang kita lakukan oleh  SYAITAN di buat sedemikian rupa menjadi : 

a.       pelaksanaan SYAHADAT yang kita lakukan dari yang bersifat WAJIB dari waktu ke waktu yang sesuai dengan kehendak  ALLAH SWT dibuat oleh Syaitan menjadi tidak sesuai dengan kehendak  ALLAH SWT dan/atau SYAHADAT yang kita lakukan dibuat oleh Syaitan menjadi ibadah yang bersifat SUNNAH.

b.      pelaksanaan SYAHADAT yang berarti Komitmen dan Pengakuan kepada ALLAH SWT dan kepada NABI MUHAMMAD SAW dibuat oleh Syaitan menjadi sebatas ucapan belaka.

c.       pelaksanakan DIINUL ISLAM yang seharusnya dilaksanakan secara KAFFAH dibuat oleh Syaitan menjadi bolong-bolong atau seadanya saja.


Jika ke tiga hal yang kami kemukakan di atas ini terjadi pada diri kita saat melaksanakan SYAHADAT ataupun saat melaksanakan DIINUL ISLAM, maka hal-hal sebagai berikut akan terjadi pada diri kita, yaitu:

a.       kita tidak akan pernah merasakan nikmatnya bertuhankan hanya kepada ALLAH SWT, dan/atau

b.      kita tidak akan pernah memperoleh dan merasakan apa yang dinamakan dengan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat kelak, dan/atau kita akan selalu berada di dalam kehendak SYAITAN sebab sarana SYAITAN untuk menggangu diri kita dalam hal ini AHWA masih tinggi kualitasnya, dan/atau 

c.       Kefitrahan diri tidak akan bisa kita peroleh dan/atau  RUHANI tidak bisa menjadi pemimpin bagi JASMANI, dan/atau

d.      tidak mampu menghantarkan diri kita untuk pulang ke kampung kebahagiaan.


Selain daripada itu masih ada 2(dua) hal lagi yang akan kami kemukakan di bawah ini, yang kiranya dapat dijadikan renungan dan pemacu untuk meningkatkan kualitas SYAHADAT yang telah kita miliki sehingga akan selalu sesuai dengan kehendak ALLAH SWT. Timbul pertanyaan, apakah itu? Berikut ini akan kami kemukakan ke dua hal dimaksud, yaitu:

1. Adanya Syurga dan Neraka

Seperti telah kita ketahui bersama bahwa sebuah ketentuan yang bersifat umum tidak akan bisa dijadikan pedoman atau patokan atau ukuran untuk menilai tingkat keberhasilan seseorang secara fairplay. Untuk itu harus ada atau dibutuhkan adanya tolak ukur yang bersifat khusus pula untuk melakukan penilaiaan atas kinerja seseorang. Hal yang samapun berlaku pada saat diri kita melaksanakan tugas sebagai KHALIFAH di muka bumi. Untuk maksud tersebut maka ALLAH SWT menciptakan apa yang dinamakan dengan DIINUL ISLAM sebagai sebuah konsep bagi kepentingan kekhalifahan di muka bumi dan/atau adanya peritah melaksanakan SYAHADAT. Adanya konsep DIINUL ISLAM yang berasal dari ALLAH SWT maka akan terjadi apa yang dinamakan dengan seleksi kekhalifahan di muka bumi sehingga akan diketahuilah mana KHALIFAH yang sesuai dengan kehendak ALLAH SWT dan mana KHALIFAH yang sesuai dengan kehendak AHWA dan SYAITAN dan/atau mana KHALIFAH yang akan menjadi penghuni SYURGA dan mana KHALIFAH yang akan menjadi penghuni NERAKA. Jika sudah begini kondisinya mau kemana diri kita, keputusan dan segala resiko ada pada diri kita sendiri?

2. Harta, Pangkat dan Jabatan Bukan Merupakan Tolak Ukur Kebahagiaan

Sebagai KHALIFAH yang saat ini sedang menjalankan tugas, tentu pada saat ini kita tengah bekerja, tengah berkarya, sudah memiliki profesi, apakah itu eksekutif, yudikatif, legislatif, pegawai ataupun berwiraswasta. Timbul pertanyaan, apakah dengan memiliki itu semua, apakah dengan memiliki jabatan yang tinggi, apakah dengan memiliki harta kekayaan yang banyak, ada kepastian yang bersifat MUTLAK dengan memiliki itu semua dan/atau dengan apa-apa yang telah kita peroleh dapat menghantarkan diri kita sukses memperoleh kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat atau dapat menghantarkan diri kita memperoleh kebahagiaan hakiki menjadi penghuni Syurga? Jika kita memperhatikan adanya Syurga dan adanya Neraka, adanya Ruhani dan adanya Jasmani, adanya Nilai-Nilai Kebaikan dan adanya Nilai-Nilai Keburukan, adanya Syaitan dan adanya Malaikat, yang kesemuanya berproses di dalam diri kita berarti dengan adanya itu semua maka akan ada manusia yang menang dan ada manusia yang kalah dan/atau ada manusia yang akan menjadi calon penghuni syurga dan juga calon penghuni neraka dan/atau akan ada manusia yang sukses memperoleh kebahagiaan dan ada juga manusia yang gagal memperoleh kebahagiaan.


Jika ini yang terjadi, walaupun diri kita telah memiliki harta kekayaan yang banyak, diri kita telah memiliki pendidikan yang tinggi, diri kita telah memiliki jabatan yang tinggi dan anak buah yang banyak saat hidup di dunia, bukan berarti akan ada kepastian yang bersifat MUTLAK dengan itu semua akan dapat menjadikan diri kita sukses memperoleh kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat dan/atau dapat menghantarkan kita untuk bertempat tinggal di SYURGA dan/atau menjadikan anak dan keturunan kita menjadi anak yang shaleh dan shalehah.


Sekarang jika ini adalah jawaban dari pertanyaan di atas, apa yang harus kita perbuat saat diri kita hidup di muka bumi ini? Sebagai KHALIFAH di muka bumi, tentu kita sangat berharap untuk memperoleh kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat dengan menjadi penghuni syurga. Akan tetapi untuk mencapai itu semua tidaklah mudah seperti membalik telapak tangan. Hal ini dikarenakan di dalam diri setiap manusia ada 2(dua) musuh abadi manusia yang selalu mengajak manusia untuk mengerjakan Nilai-Nilai Keburukan yaitu AHWA yang berasal dari Jasmani manusia itu sendiri dan juga Syaitan yang kesemuanya hanya akan menjadikan diri kita sukses hanya di dunia saja dan/atau yang akan dapat menghantarkan diri kita ke Neraka Jahannam.


 Di lain sisi, di saat diri kita menjadi KHALIFAH di muka bumi kita harus dapat mempertahankan tingkat kefitrahan Ruhani; Amanah 7; Hubbul, Hati Ruhani yang telah diberikan oleh  ALLAH SWT kepada diri kita. Timbul pertanyaan, melalui cara apakah diri kita mampu mengalahkan AHWA dan SYAITAN dan juga di dalam mempertahankan tingkat kefitrahan diri? Disinilah letak pentingnya  DIINUL ISLAM bagi Manusia sehingga dengan adanya  DIINUL ISLAM yang berasal dari ALLAH SWT maka manusia akan dapat sukses mengalahkan AHWA dan SYAITAN serta dapat mempertahankan kefitrahan diri dari waktu ke waktu yang pada akhirnya akan memudahkan diri kita berkomunikasi dengan ALLAH SWT sehingga memudahkan diri kita memperoleh kebahagiaan hakiki menjadi penghuni Syurga atau akan dapat memudahkan diri kita sukses sebagai KHALIFAH yang sekaligus menjadi Makhluk Pilihan atau mampu menjadikan Ruhani sebagai diri kita dan/atau mampu menjadikan ukuran kesuksesan hidup bukanlah berdasarkan materi, akan tetapi kebahagiaan Ruhani yang menjadi ukurannya; dan/atau dapat merasakan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat kelak.


Hamba ALLAH SWT, itulah keadaan yang selalu menyertai kita saat menjadi KHALIFAH di muka bumi. Adanya keadaan tersebut akan menjadikan diri kita berada dipersimpangan jalan, yang pada akhirnya kesemuanya sangat tergantung kepada diri kita sendiri untuk mengambil keputusan, apakah mau menerima dan melaksanakan DIINUL ISLAM secara KAFFAH ataukah tidak mau menerima dan tidak mau menjalankan DIINUL ISLAM secara KAFFAH. Sebagai pelaksana dari kesaksian bertuhankan hanya kepada ALLAH SWT dan Nabi Muhammad SAW adalah utusan ALLAH SWT, kita bukanlah penentu hasil akhir dari pelaksanaan Syahadat. Segala sesuatu yang menyangkut dengan pelaksanaan Syahadat mempergunakan parameter yang berasal dari ALLAH SWT. Adanya kondisi ini kita tidak bisa menyatakan bahwa kita sudah benar melaksanakan Syahadat sehingga berhak memperoleh manfaat dari Syahadat yang kita laksanakan, walaupun kita sudah melaksanakan haji puluhan kali, atau menunaikan umroh ribuan kali, atau sudah menjadi ulama, ustadz, habib, sekian tahun lamanya. ALLAH SWT tidak melihat parameter itu di dalam menilai pelaksanaan Syahadat seseorang karena ALLAH SWT memiliki parameter tersendiri di dalam menentukan seberapa baik kualitas dari Syahadat yang kita laksanakan.


Hal yang harus kita perhatikan adalah ALLAH SWT hanya menunjukkan jalan, ALLAH SWT hanya menetapkan aturan main, sekarang tergantung diri kita apakah mau menerima ataukah tidak sebab segala Resiko yang timbul dari pilihan yang kita tetapkan maka diri kita sendirilah yang akan menanggungnya. Sebagai penutup bab ini, tolong perhatikan dengan teliti, tolong renungkan dengan seksama, hadits di bawah ini.

 Dari Abu Hurairah r.a. katanya: “Apabila ruh orang-orang mukmin keluar dari tubuhnya, dua orang malaikat menyambutnya dan menaikkannya ke langit” Kata Hammad. “Karena baunya harum seperti kasturi” Kata penduduk langit, “Ruh yang baik datang dari bumi, Shallallahu ‘alaika (semoga Allah melimpahkan kebahagiaan kepadamu) dan kepada tubuh tempat engkau bersemayam.” Lalu ruh itu dibawa ke hadapan Tuhannya ‘Azza wa Jalla. Kemudian Allah berfirman, “Bawalah dia ke sidratul muntaha, dan biarkan di sana hingga hari kiamat.” Kata Abu Hurairah selanjutnya, “Apabila ruh orang kafir keluar dari tubuhnya, kata Hammad, berbau busuk dan mendapat makian, maka berkata penduduk langit, “Ruh jahat datang dari bumi.” Lalu diperintahkan, “Bawalah dia ke penjara dan biarkan di sana hingga hari kiamat.”.
(hr Muslim. 2248)


Jika kondisi ini yang terjadi setelah RUHANI diri kita berpisah dengan JASMANI. Timbul pertanyaan, yang manakah kondisi diri kita, apakah yang berbau busuk ataukah yang wangi kesturi? Pilihan hanya satu. Selamat memilih.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar