Hamba
ALLAH SWT, pada saat diri kita berusaha dengan sungguh-sungguh melaksanakan
SYAHADAT dengan baik dan benar, maka pada saat itu pula diri kita akan berada
dalam suatu keadaan yang bersifat dilematis dan/atau yang menjadikan diri kita
berada di persimpangan jalan, yaitu di satu isi kita ingin terus maju
melaksanakan SYAHADAT yang sesuai dengan kehendak ALLAH SWT. Di lain sisi ada
sebuah keadaan yang menghambat diri kita atau membuat diri kita susah untuk
melaksanakan SYAHADAT. Adanya kondisi ini mengakibatkan SYAHADAT yang kita
lakukan sangat tergantung sejauh mana diri kita mau menerima atau menolak
melaksanakan SYAHADAT dan/atau SYAHADAT yang kita lakukan sangat tergantung
kesungguhan diri melaksanakannya dan/atau adanya pertarungan bathin saat diri
kita melaksanakan SYAHADAT. Timbul pertanyaan, kenapa hal itu terjadi? Berikut
ini akan kami kemukakan penyebab dari timbulnya pertarungan bathin saat diri
kita melaksanakan SYAHADAT, yaitu:
1.
Adanya AHWA dalam diri manusia
Seperti telah kita ketahui bersama bahwa setiap dzat pasti mempunyai
sifat, perbuatan dan kemampuan. Kondisi ini juga berlaku kepada RUHANI dan
JASMANI. RUHANI disebut dengan NASS jika ditinjau dari sisi sifatnya sedangkan
jika ditinjau dari sisi perbuatannya disebut dengan NAFS atau ANFUSS
serta jika ditinjau dari sisi kemampuannya disebut dengan RUH. Untuk JASMANI
berlaku juga hal yang sama yaitu JASMANI akan disebut INSAN bila ditinjau dari
sisi sifatnya sedangkan dari sisi perbuatannya JASMANI disebut dengan AHWA dan
jika ditinjau dari sisi kemampuannya
disebut dengan BASYAR. Adakah perbedaan antara RUHANI dengan
JASMANI bila ditinjau dari sisi SIFAT maupun PERBUATAN? JASMANI yang berasal dari ALAM maka ia akan
merefleksikan Sifat dan Perbuatan dari ALAM sebagai unsur pembuatnya sedangkan
RUHANI yang berasal dari ALLAH SWT akan merefleksikan Sifat dan Perbuatan dari
ALLAH SWT sebagai unsur pembuatnya.
Adanya kondisi ini memperlihatkan kepada kita bahwa antara RUHANI dan
JASMANI mempunyai Sifat dan Perbuatan yang saling bertolak belakang atau saling
tidak berkesesuaian di antara ke duanya sehingga pada saat RUHANI dan JASMANI
bersatu di dalam diri manusia maka keduanya akan saling pengaruh mempengaruhi
sehingga jika RUHANI yang menang
terhadap JASMANI maka ia akan mempengaruhi kehidupan manusia sehingga tindakan
yang dilakukan oleh manusia memenuhi unsur-unsur Nilai-Nilai Kebaikan dan jika
JASMANI yang menang terhadap RUHANI maka ia akan mempengaruhi kehidupan manusia
sehingga tindakan manusia akan memenuhi unsur-unsur Nilai-Nilai Keburukan.
Contohnya, salah satu sifat JASMANI adalah BAKHIL (lihat surat Al
Ma'aarij (70) ayat 19-20-21) maka apa bila sifat ini mempengaruhi perbuatan
MANUSIA dan/atau
bila JASMANI dapat menguasai
RUHANI maka akan timbul dan tumbuh dalam diri manusia perbuatan kikir, pelit, selalu mementingkan diri
sendiri, tidak mempunyai rasa kesetiakawanan sosial, sehingga secara
keseluruhan apa yang dilakukan manusia akan mencerminkan Nilai-Nilai Keburukan. Apabila
kita termasuk orang yang kikir, bakhil, selalu mementingkan diri sendiri serta
tidak mempunyai rasa kesetiakawanan sosial, itulah contoh manusia yang
telah memperturutkan AHWAnya yaitu
melalui perbuatan JASMANI yang mengalahkan perbuatan RUHANI.
Sebagai bahan perbandingan lihatlah orang yang RUHANInya menang terhadap
JASMANI atau bila RUHANI
menguasai JASMANI maka tindakan dan perbuatan orang tersebut sesuai dengan
Nilai-Nilai Kebaikan seperti dermawan, murah hati, selalu tolong menolong,
menjadikan harta yang dimilikinya sebagai modal awal menuju kehidupan akhirat
dan/atau selalu membelanjakannya di jalan ALLAH SWT.
Berikut ini kami berikan contoh lainnya yaitu tentang bahayanya AHWA
kepada diri manusia, jika RUHANI kami asumsikan dengan AIR yang putih, murni,
jernih dan bersih serta tidak terkontaminasi dengan apapun juga.
Kemudian kita masukkan ke dalam AIR tersebut KOPI selanjutnya apa yang
terjadi? AIR PUTIH akan berubah menjadi AIR KOPI yang berwarna hitam pekat.
Timbul pertanyaan kemana perginya AIR yang putih, jernih dan bersih itu? AIR secara phisik
tetap ada dan utuh namun kemurniannya, kejernihannya, kebersihannya, sudah
tidak ada lagi pada AIR yang ada kini hanyalah KOPI dengan segala yang menyertainya
atau dengan kata lain perbuatan KOPI telah menggantikan putih, murni, jernih
dan bersihnya AIR.
Hal yang sama juga berlaku kepada RUHANI diri kita jika AHWA telah
menempati dan/atau mengalahkan perbuatan-perbuatan RUHANI sehingga yang keluar
dari diri kita adalah perbuatan-perbuatan yang memenuhi koridor Nilai-Nilai
Keburukan atau dengan kata lain RUHANI tetap ada dan utuh akan tetapi
Nilai-Nilai Kebaikan yang berasal dari Nilai-Nilai Ilahiah telah tergantikan
oleh Nilai-Nilai Keburukan yang berasal dari AHWA.Di lain sisi ada hal yang harus
kita perhatikan saat menjadi KHALIFAH yaitu HIDUP di dunia hanya sementara.
HIDUP di dunia hanya sandiwara dan HIDUP di dunia hanya sebuah permainan
sedangkan Kehidupan AKHIRAT adalah TUJUAN akhir kehidupan manusia. Untuk itulah
ALLAH SWT menyiapkan tempat kembali bagi manusia yaitu SYURGA dan NERAKA, yang
menjadi persoalan adalah bagaimana caranya mengisi kedua tempat itu dengan cara
seadil-adilnya?
andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah
langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. sebenarnya Kami telah
mendatangkan kepada mereka kebanggaan (Al Quran) mereka tetapi mereka berpaling
dari kebanggaan itu.
(surat
Al Mu'minuun (23) ayat 71)
Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan
hawa nafsunya sebagai Tuhannya. Maka Apakah kamu dapat menjadi pemelihara
atasnya?,
(surat
Al Furqaan (25) ayat 43)
dan jika Kami merasakan kepadanya sesuatu rahmat
dari Kami sesudah Dia ditimpa kesusahan, pastilah Dia berkata: "Ini adalah
hakku, dan aku tidak yakin bahwa hari kiamat itu akan datang. dan jika aku
dikembalikan kepada Tuhanku Maka Sesungguhnya aku akan memperoleh kebaikan pada
sisiNya." Maka Kami benar-benar akan memberitakan kepada orang-orang kafir
apa yang telah mereka kerjakan dan akan Kami rasakan kepada mereka azab yang
keras.
(surat
Fushshilat (41) ayat 50)
Itulah kondisi dan keadaan yang terjadi di dalam diri setiap manusia,
dimana keadaan seperti ini sudah di dalam Ilmu ALLAH SWT atau sudah di dalam
Kehendak ALLAH SWT sewaktu merencanakan kekhalifahan di muka bumi. Di lain sisi
ALLAH SWT menciptakan jalan menuju Kebaikan dan di sisi yang lain ALLAH SWT
juga menciptakan jalan menuju Keburukan. Adanya jalan Kebaikan dan jalan Keburukan
yang telah ditetapkan ALLAH SWT maka hal ini juga merupakan sarana atau alat
bantu bagi ALLAH SWT untuk menseleksi siapa sajakah yang berhak menempati
SYURGA dan siapa sajakah yang berhak menempati NERAKA JAHANNAM dengan cara yang
seadil-adilnya. Sekarang ke dua keadaan yang kami contohkan di atas
ada pada diri setiap orang termasuk diri kita sendiri, selanjutnya bagaimana
kita menyikapi hal ini?
Jika kita termasuk orang yang Tahu Diri, maka hal
tersebut di atas wajib kita jadikan Rambu-Rambu yang harus kita patuhi dalam
rangka untuk pulang kampung ke SYURGA. Setelah mengetahui hal ini, timbul
pertanyaan siapakah yang membutuhkan Rambu-Rambu di atas, manusiakah atau ALLAH
SWT kah? ALLAH SWT sebagai Pemilik yang sekaligus Pencipta, Pemelihara,
Penjaga, Pengayom serta Pengawas dari langit dan bumi beserta isinya tidak
membutuhkan itu semua sebab ALLAH SWT itu sendiri juga merangkap sebagai
Inisiator adanya SYURGA dan NERAKA. SYURGA dan NERAKA adalah dua buah tempat
kembali yang sangat berbeda fasilitasnya sehingga orang yang akan
menempatinyapun pasti sangat berbeda pula.
Adanya perbedaan antara SYURGA dan NERAKA maka aturan main yang berlaku
bagi SYURGA dan bagi NERAKA pasti
berlainan juga. Sekarang jika ALLAH SWT melarang tindakan manusia
memperturutkan dan mempertuhankan AHWAnya dikarenakan hal ini akan membuat
manusia keluar dari Konsep Awal
penciptaan manusia dimana manusia tanpa terkecuali telah diciptakan oleh ALLAH
SWT berdasarkan Fitrah-Nya serta telah pula dimuliakan oleh ALLAH SWT. Apabila
kita melakukan hal-hal yang kami contohkan di atas, maka tindakan tersebut berada
di luar gelombang dan siaran ALLAH SWT atau malah sudah menjauh dari Syarat dan
Ketentuan yang telah ALLAH SWT tentukan terutama tentang Fitrah dan Kemuliaan.
Akibat dari itu semua maka akan mengakibatkan perbedaan tempat kembali manusia.
Sekarang, apa yang dapat kita lakukan dengan adanya AHWA di dalam diri? Jika
kita sangat berkepentingan untuk memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat, jika kita sangat berkepentingan untuk menjadi calon
penghuni SYURGA, maka tidak ada jalan lain kecuali melaksanakan DIINUL ISLAM
secara KAFFAH atau melaksanakan SYAHADAT yang berarti Komitmen dan Pengakuan
Tiada Tuhan selain ALLAH SWT dan Nabi MUHAMMAD SAW adalah utusan ALLAH SWT sewaktu hidup di dunia sebab hanya dengan itulah
persoalan AHWA yang ada dapat teratasi dengan baik dan juga sesuai dengan
kehendak ALLAH SWT.
2. Adanya SYAITAN
Seperti kita ketahui bersama bahwa Iblis/Jin/Syaitan pada awalnya adalah
juga Malaikat ALLAH SWT yang selalu tunduk dan patuh serta taat kepada ALLAH
SWT. Namun setelah adanya Perintah Sujud kepada NABI ADAM as, maka terjadilah
pengelompokkan Malaikat ALLAH SWT yaitu Malaikat yang Patuh dan Taat yang dalam
hal ini diwakili oleh Malaikat yang berasal dari NUUR sedangkan Malaikat yang
tidak patuh dan tidak taat kepada ALLAH SWT diwakili oleh Malaikat yang berasal
dari NAAR/API. Adanya peristiwa pembangkangan yang dilakukan oleh Iblis maka
Malaikat yang berasal dari NAAR/API tidak diperkenankan kembali menyandang
gelar Malaikat yang dikemudian hari dikenal dengan nama atau julukan sebagai
Iblis/Jin/Syaitan.
Adanya perbedaan nama antara Iblis/Jin/Syaitan dikarenakan perbedaan
aktivitas perbuatan mereka masing-masing. Mereka dinamakan dengan Iblis
dikarenakan kenekatannya membangkang perintah ALLAH SWT sedangkan Syaitan
dikatakan demikian karena perbuatannya yang selalu menyuruh orang melakukan
tindakan negatif melalui cara-cara halus, baik melalui bisikan ataupun hasutan.
Untuk menambah pemahaman tentang Malaikat maupun Iblis/Syaitan, perhatikanlah
Cahaya senter, bengkokkah atau berbelok-belokkah Cahaya yang keluar dari senter
atau Lurus sesuai arahan? Cahaya
akan selalu Lurus tanpa ada kebengkokan sama sekali dan sekarang jika Malaikat
patuh dan taat kepada ALLAH SWT, hal ini
sangat sesuai dengan sifat Cahaya sebagai unsur pembentuk Malaikat,
sekarang bagaimana dengan Iblis/Syaitan yang diciptakan dari API? Lihatlah API
yang sedang berkobar, ia selalu ingin menang sendiri, tidak mau kalah dan
mengalah, apapun juga akan dibabat habis tanpa pandang bulu, apapun juga
dihajar, selalu merasa jagoan dan jika Iblis/Jin/Syaitan berani membangkang
perintah ALLAH SWT tentunya hal ini sudah sesuai dengan sifat dasar dari api
sebagai dzat pembentuk dari Iblis/Jin/Syaitan.
iblis menjawab: "Karena Engkau telah menghukum
saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan
Engkau yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari
belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. dan Engkau tidak akan
mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat).
(surat
Al A'raaf (7) ayat 16-17)
Barangsiapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan
yang Maha Pemurah (Al Quran), Kami adakan baginya syaitan (yang menyesatkan)
Maka syaitan Itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya.
(surat
Az Zukhruf (43) ayat 36)
iblis berkata: "Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau
telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang
baik (perbuatan ma'siat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka
semuanya,
(surat
Al Hijr (15) ayat 39)
Sekarang Malaikat ataupun Iblis/Jin/Syaitan sudah diciptakan oleh ALLAH
SWT dan saat ini pun mereka semua sedang melaksanakan apa-apa yang telah
dikehendaki oleh ALLAH SWT dalam Ilmu-Nya sebelum menciptakan kekhalifahan di
muka bumi. Selanjutnya apa yang harus kita sikapi dengan adanya kedua makhluk
ALLAH SWT tersebut? Sebagai
Makhluk yang sama-sama diciptakan ALLAH SWT maka kitapun harus tahu dan
mengerti tentang keberadaan mereka semua sehingga kita dapat meletakkan diri
secara pantas dan patut dihadapan mereka semua.
Sekarang bagaimanakah caranya kita menghadapi Malaikat dan juga bagaimanakah
caranya kita menghadapi Iblis/Jin/Syaitan?
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
mengikuti langkah- langkah syaitan. Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah
syaitan, Maka Sesungguhnya syaitan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji
dan yang mungkar. Sekiranya tidaklah karena kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada
kamu sekalian, niscaya tidak seorangpun dari kamu bersih (dari
perbuatan-perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah
membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya. dan Allah Maha mendengar lagi Maha
mengetahui.
(surat
An Nuur (24) ayat 21)
Untuk menghadapi Malaikat dengan perilaku dan perbuatan yang selalu lurus
sehingga ia patuh dan taat kepada ALLAH SWT maka sepanjang kitapun melakukan
hal yang sama dengan perbuatan Malaikat tentunya Malaikatpun akan memberikan
penghormatan kepada kita dikarenakan antara kita dengan Malaikat sudah ada di
dalam Koridor Nilai-Nilai Kebaikan yang sama yaitu Taat dan Patuh kepada ALLAH
SWT.
Sekarang bagaimana jika kita justru melakukan
perbuatan yang berlawanan dan bertentangan dengan apa-apa yang diperbuat oleh
Malaikat, maka secara otomatis Malaikatpun akan memberikan celaan, cemoohan,
mungkin juga malah memberikan laknat kepada kita dikarenakan kita Tidak Tahu
Diri. Selanjutnya bagaimana dengan sikap Syaitan, jika
kita melakukan amal perbuatan yang sama dengan perbuatan Malaikat yaitu Taat dan Patuh kepada ALLAH SWT?
Syaitan sebagai makhluk yang telah dilaknat dan dikutuk oleh ALLAH SWT sangat
Membenci, sangat Muak, akan Mencerca, perbuatan yang kita lakukan tersebut.
SYAITAN yang telah memiliki Lisensi dan Persetujuan Khusus dari ALLAH SWT
sebagai Makhluk yang akan Mencelakakan dan Menjerumuskan manusia tentunya tidak
akan tinggal diam dengan Pekerjaannya tersebut. Segala daya dan upaya akan
terus dilakukan oleh SYAITAN untuk memperdayai Manusia sampai Manusia dapat
dibawanya pulang ke NERAKA JAHANNAM. Sebagai KHALIFAH tolong anda perhatikan hal-hal sebagai berikut yaitu SYAITAN sejak di usir dan dilaknat oleh ALLAH SWT
hanya memiliki satu keahlian dan satu pekerjaan yang telah di-otorisasi oleh
ALLAH SWT yaitu Menyesatkan dan Menjerumuskan manusia atau dapat dikatakan
SYAITAN adalah Spesialis di bidang Menyesatkan dan Menjerumuskan manusia untuk
dibawa pulang ke NERAKA JAHANNAM.
Untuk menjalankan dan mensukseskan Profesinya tersebut maka SYAITAN membuat dan menempuh jalan melalui hal-hal
sebagai berikut:
1.
Menghiasi kebathilan dengan cara
memandang baik perbuatan yang membahayakan atau perbuatan yang salah.
2. Menampakkan
syirik sebagai pengagungan dan pengingkaran sifat-sifat ALLAH SWT.
3. Menamakan
kemaksiatan, kekejian, keburukan dengan nama yang menyenangkan agar keburukan
dan kekejian tersamar.
4. Menamakan
ketaatan dengan yang tidak disukai orang.
5. Syaitan
memasuki manusia melalui pintu yang paling disukai oleh jiwa manusia.
6. Syaitan
menyesatkan manusia tidak secara sekaligus akan tetapi secara bertahap.
7. Meminta
bantuan kepada syaitan-syaitan dari kalangan manusia.
Untuk itu kita diharuskan selalu waspada dan
berhati-hati dengan Syaitan sebab Syaitan masih mempunyai banyak ajaran atau
masukan atau perbuatan yang paling disukainya dalam rangka menjerumuskan
manusia, seperti:
1. selalu
menipu manusia ke jalan yang sesat dan/atau menipu dengan kepalsuan;
menghalangi manusia dari jalan Islam; musyrik dan selalu menyimpang dari Islam;
2. anti
shalat; anti Islam; paling suka permusuhan judi dan mabok;
3. suka
menandingi Al-Qur'an dengan syair dan lagu-lagu; makanannya yang haram dan yang
buruk serta yang tidak disebut nama ALLAH SWT.
Manusia, termasuk diri kita adalah makhluk yang
diciptakan lebih baik dari Syaitan maka sudah sepantasnya dan sepatutnya
kita dapat mengalahkan ajakan,
mengalahkan bujukan, mengalahkan pengaruh, mengalahkan hasutan, mengalahkan
iming-iming dari Syaitan kepada kita dan/atau sudah sepatutnya kita memenangkan
pertandingan melawan musuh bebuyutan yang telah ditetapkan oleh ALLAH SWT.
Syaitan sebagai makhluk yang hanya Tahu dan hanya
Mengerti bahwa MANUSIA itu hanya terdiri dari JASMANI saja dan beranggapan
bahwa API lebih baik dari TANAH serta tidak mempunyai ilmu tentang RUH dan
AMANAH7, pantaskah jika SYAITAN yang menjadi pemenang dan/atau manusia malah
jadi pecundang di dalam melaksanakan Kekhalifahan di muka bumi sedangkan ALLAH
SWT di dalam Kehendak-Nya di waktu menciptakan manusia mempunyai skenario bahwa
manusia adalah pemenangnya? Jika kita adalah Manusia yang Tahu tentang Diri
Sendiri tentunya Kehendak ALLAH SWT itulah yang menjadi Panduan dan Pedoman
kita di dalam melaksanakan Kekhalifahan di muka bumi. Selanjutnya samakah atau
bedakah perlakuan ALLAH SWT kepada Malaikat atau kepada Syaitan? ALLAH SWT
pasti membedakan perlakuan baik kepada Malaikat maupun Syaitan sebab ALLAH SWT
juga ingin menunjukkan Keadilan-Nya kepada seluruh makhluk-Nya dan jika hal ini
kita jadikan patokan maka kepada manusiapun ALLAH SWT akan memberikan perlakuan
yang berbeda antara Manusia yang Patuh dan Taat kepada perintah ALLAH SWT
dengan yang tidak patuh dan tidak taat kepada perintah ALLAH SWT.
Untuk itu jangan pernah sekalipun untuk menjadikan Syaitan sebagai
Penunjuk Jalan, sebagai Konsultan, sebagai Penasehat, sebagai Pemimpin, sebagai
Atasan, sebagai Tuhan, sebagai Teman, sebagai Teladan, termasuk di dalamnya
Syaitan yang berbentuk Manusia, sehingga
kita tidak disesatkan dan tidak dijerumuskan melalui Bujukan, Rayuan, Hasutan,
Iming-Iming, yang dilakukan oleh Syaitan beserta antek-anteknya. Jika
saat ini kita masih hidup di dunia, ini berarti kita sedang berhadapan dengan
Syaitan dan juga berhadapan dengan Malaikat, timbul pertanyaan siapakah yang
akan kita tiru perbuatannya? Jika
Syaitan yang kita jadikan sebagai
panutan dan suri teladan di dalam melaksanakan Program Kekhalifahan di muka
bumi terimalah hadiah dan penghormatan berupa tempat kembali berupa Kampung
Kesengsaraan dan Kebinasaan dan/atau kita hanya memperoleh kesuksesan hidup
sebatas di dunia saja tanpa memperoleh kebahagiaan di akhirat.
Akan tetapi jika mampu patuh dan taat
seperti patuh dan taatnya Malaikat kepada ALLAH SWT maka ALLAH SWT akan
memberikan tempat kembali berupa Kampung Kebahagiaan.
Sekarang, apa yang dapat kita lakukan dengan adanya
Syaitan keberadaanya sudah ada sebelum diri kita ada? Jika kita sangat
berkepentingan untuk memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat, jika kita sangat
berkepentingan untuk menjadi calon penghuni SYURGA, maka tidak ada jalan lain
kecuali melaksanakan DIINUL ISLAM secara KAFFAH dan/atau melaksanakan SYAHADAT
yang berarti Komitmen dan Pengakuan Tiada Tuhan selain ALLAH SWT dan Nabi
MUHAMMAD SAW adalah utusan ALLAH SWT sewaktu
hidup di dunia sebab hanya dengan itulah persoalan yang berasal dari
Syaitan dapat kita atasi dengan baik dan sesuai dengan kehendak ALLAH SWT.
Adanya AHWA di dalam diri dan adanya SYAITAN yang
selalu mempergunakan AHWA sebagai pintu masuk untuk menggoda dan mengganggu
manusia, sehingga apa-apa yang kita lakukan oleh SYAITAN di buat sedemikian rupa menjadi
:
a.
pelaksanaan SYAHADAT yang kita lakukan dari yang
bersifat WAJIB dari waktu ke waktu yang sesuai dengan kehendak ALLAH SWT dibuat oleh Syaitan menjadi tidak
sesuai dengan kehendak ALLAH SWT
dan/atau SYAHADAT yang kita lakukan dibuat oleh Syaitan menjadi ibadah yang
bersifat SUNNAH.
b.
pelaksanaan SYAHADAT yang berarti Komitmen dan Pengakuan
kepada ALLAH SWT dan kepada NABI MUHAMMAD SAW dibuat oleh Syaitan menjadi
sebatas ucapan belaka.
c.
pelaksanakan DIINUL ISLAM yang seharusnya
dilaksanakan secara KAFFAH dibuat oleh Syaitan menjadi bolong-bolong atau
seadanya saja.
Jika ke tiga hal yang kami kemukakan di atas ini
terjadi pada diri kita saat melaksanakan SYAHADAT ataupun saat melaksanakan
DIINUL ISLAM, maka hal-hal sebagai berikut akan terjadi pada diri kita, yaitu:
a.
kita tidak akan pernah merasakan nikmatnya
bertuhankan hanya kepada ALLAH SWT, dan/atau
b.
kita tidak akan pernah memperoleh dan merasakan apa
yang dinamakan dengan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat kelak, dan/atau
kita akan selalu berada di dalam kehendak SYAITAN sebab sarana SYAITAN untuk
menggangu diri kita dalam hal ini AHWA masih tinggi kualitasnya, dan/atau
c.
Kefitrahan diri tidak akan bisa kita peroleh
dan/atau RUHANI tidak bisa menjadi
pemimpin bagi JASMANI, dan/atau
d.
tidak mampu menghantarkan diri kita untuk pulang ke
kampung kebahagiaan.
Selain
daripada itu masih ada 2(dua) hal lagi yang akan kami kemukakan di bawah ini,
yang kiranya dapat dijadikan renungan dan pemacu untuk meningkatkan kualitas
SYAHADAT yang telah kita miliki sehingga akan selalu sesuai dengan kehendak
ALLAH SWT. Timbul pertanyaan, apakah itu? Berikut ini akan kami kemukakan ke
dua hal dimaksud, yaitu:
1.
Adanya Syurga dan Neraka
Seperti telah kita ketahui bersama bahwa sebuah
ketentuan yang bersifat umum tidak akan bisa dijadikan pedoman atau patokan
atau ukuran untuk menilai tingkat keberhasilan seseorang secara fairplay. Untuk
itu harus ada atau dibutuhkan adanya tolak ukur yang bersifat khusus pula untuk
melakukan penilaiaan atas kinerja seseorang. Hal yang samapun berlaku pada saat
diri kita melaksanakan tugas sebagai KHALIFAH di muka bumi. Untuk maksud
tersebut maka ALLAH SWT menciptakan apa yang dinamakan dengan DIINUL ISLAM
sebagai sebuah konsep bagi kepentingan kekhalifahan di muka bumi dan/atau
adanya peritah melaksanakan SYAHADAT. Adanya konsep DIINUL ISLAM yang berasal dari
ALLAH SWT maka akan terjadi apa yang dinamakan dengan seleksi kekhalifahan di
muka bumi sehingga akan diketahuilah mana KHALIFAH yang sesuai dengan kehendak
ALLAH SWT dan mana KHALIFAH yang sesuai dengan kehendak AHWA dan SYAITAN
dan/atau mana KHALIFAH yang akan menjadi penghuni SYURGA dan mana KHALIFAH yang
akan menjadi penghuni NERAKA. Jika sudah begini kondisinya mau kemana diri
kita, keputusan dan segala resiko ada pada diri kita sendiri?
2. Harta, Pangkat dan Jabatan Bukan
Merupakan Tolak Ukur Kebahagiaan
Sebagai KHALIFAH yang saat ini sedang menjalankan
tugas, tentu pada saat ini kita tengah bekerja, tengah berkarya, sudah memiliki
profesi, apakah itu eksekutif, yudikatif, legislatif, pegawai ataupun
berwiraswasta. Timbul pertanyaan, apakah dengan memiliki itu semua, apakah
dengan memiliki jabatan yang tinggi, apakah dengan memiliki harta kekayaan yang
banyak, ada kepastian yang bersifat MUTLAK dengan memiliki itu semua dan/atau
dengan apa-apa yang telah kita peroleh dapat menghantarkan diri kita sukses
memperoleh kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat atau dapat menghantarkan
diri kita memperoleh kebahagiaan hakiki menjadi penghuni Syurga? Jika kita
memperhatikan adanya Syurga dan adanya Neraka, adanya Ruhani dan adanya
Jasmani, adanya Nilai-Nilai Kebaikan dan adanya Nilai-Nilai Keburukan, adanya
Syaitan dan adanya Malaikat, yang kesemuanya berproses di dalam diri kita
berarti dengan adanya itu semua maka akan ada manusia yang menang dan ada
manusia yang kalah dan/atau ada manusia yang akan menjadi calon penghuni syurga
dan juga calon penghuni neraka dan/atau akan ada manusia yang sukses memperoleh
kebahagiaan dan ada juga manusia yang gagal memperoleh kebahagiaan.
Jika ini yang terjadi, walaupun diri kita telah memiliki harta kekayaan
yang banyak, diri kita telah memiliki pendidikan yang tinggi, diri kita telah
memiliki jabatan yang tinggi dan anak buah yang banyak saat hidup di dunia,
bukan berarti akan ada kepastian yang bersifat MUTLAK dengan itu semua akan
dapat menjadikan diri kita sukses memperoleh kebahagiaan hidup di dunia dan di
akhirat dan/atau dapat menghantarkan kita untuk bertempat tinggal di SYURGA
dan/atau menjadikan anak dan keturunan kita menjadi anak yang shaleh dan
shalehah.
Sekarang jika ini adalah jawaban dari pertanyaan di
atas, apa yang harus kita perbuat saat diri kita hidup di muka bumi ini?
Sebagai KHALIFAH di muka bumi, tentu kita sangat berharap untuk memperoleh
kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat dengan menjadi penghuni syurga. Akan
tetapi untuk mencapai itu semua tidaklah mudah seperti membalik telapak tangan.
Hal ini dikarenakan di dalam diri setiap manusia ada 2(dua) musuh abadi manusia
yang selalu mengajak manusia untuk mengerjakan Nilai-Nilai Keburukan yaitu AHWA
yang berasal dari Jasmani manusia itu sendiri dan juga Syaitan yang kesemuanya
hanya akan menjadikan diri kita sukses hanya di dunia saja dan/atau yang akan
dapat menghantarkan diri kita ke Neraka Jahannam.
Di lain sisi,
di saat diri kita menjadi KHALIFAH di muka bumi kita harus dapat mempertahankan
tingkat kefitrahan Ruhani; Amanah 7; Hubbul, Hati Ruhani yang telah diberikan
oleh ALLAH SWT kepada diri kita. Timbul
pertanyaan, melalui cara apakah diri kita mampu mengalahkan AHWA dan SYAITAN
dan juga di dalam mempertahankan tingkat kefitrahan diri? Disinilah letak
pentingnya DIINUL ISLAM bagi Manusia
sehingga dengan adanya DIINUL ISLAM yang
berasal dari ALLAH SWT maka manusia akan dapat sukses mengalahkan AHWA dan SYAITAN
serta dapat mempertahankan kefitrahan diri dari waktu ke waktu yang pada
akhirnya akan memudahkan diri kita berkomunikasi dengan ALLAH SWT sehingga
memudahkan diri kita memperoleh kebahagiaan hakiki menjadi penghuni Syurga atau
akan dapat memudahkan diri kita sukses sebagai KHALIFAH yang sekaligus menjadi
Makhluk Pilihan atau mampu menjadikan Ruhani sebagai diri kita dan/atau mampu
menjadikan ukuran kesuksesan hidup bukanlah berdasarkan materi, akan tetapi
kebahagiaan Ruhani yang menjadi ukurannya; dan/atau dapat merasakan kebahagiaan
hidup di dunia dan akhirat kelak.
Hamba ALLAH
SWT, itulah keadaan yang selalu menyertai kita saat menjadi KHALIFAH di muka
bumi. Adanya keadaan tersebut akan menjadikan diri kita berada dipersimpangan
jalan, yang pada akhirnya kesemuanya sangat tergantung kepada diri kita sendiri
untuk mengambil keputusan, apakah mau menerima dan melaksanakan DIINUL ISLAM
secara KAFFAH ataukah tidak mau menerima dan tidak mau menjalankan DIINUL ISLAM
secara KAFFAH. Sebagai pelaksana dari kesaksian bertuhankan hanya kepada ALLAH
SWT dan Nabi Muhammad SAW adalah utusan ALLAH SWT, kita bukanlah penentu hasil
akhir dari pelaksanaan Syahadat. Segala sesuatu yang menyangkut dengan
pelaksanaan Syahadat mempergunakan parameter yang berasal dari ALLAH SWT.
Adanya kondisi ini kita tidak bisa menyatakan bahwa kita sudah benar
melaksanakan Syahadat sehingga berhak memperoleh manfaat dari Syahadat yang
kita laksanakan, walaupun kita sudah melaksanakan haji puluhan kali, atau
menunaikan umroh ribuan kali, atau sudah menjadi ulama, ustadz, habib, sekian
tahun lamanya. ALLAH SWT tidak melihat parameter itu di dalam menilai
pelaksanaan Syahadat seseorang karena ALLAH SWT memiliki parameter tersendiri
di dalam menentukan seberapa baik kualitas dari Syahadat yang kita laksanakan.
Hal yang harus kita perhatikan adalah ALLAH SWT
hanya menunjukkan jalan, ALLAH SWT hanya menetapkan aturan main, sekarang
tergantung diri kita apakah mau menerima ataukah tidak sebab segala Resiko yang
timbul dari pilihan yang kita tetapkan maka diri kita sendirilah yang akan
menanggungnya. Sebagai penutup bab ini, tolong perhatikan dengan
teliti, tolong renungkan dengan seksama, hadits di bawah ini.
Dari
Abu Hurairah r.a. katanya: “Apabila ruh orang-orang mukmin keluar dari
tubuhnya, dua orang malaikat menyambutnya dan menaikkannya ke langit” Kata
Hammad. “Karena baunya harum seperti kasturi” Kata penduduk langit, “Ruh yang
baik datang dari bumi, Shallallahu ‘alaika (semoga Allah melimpahkan
kebahagiaan kepadamu) dan kepada tubuh tempat engkau bersemayam.” Lalu ruh itu
dibawa ke hadapan Tuhannya ‘Azza wa Jalla. Kemudian Allah berfirman, “Bawalah
dia ke sidratul muntaha, dan biarkan di sana hingga hari kiamat.” Kata Abu
Hurairah selanjutnya, “Apabila ruh orang kafir keluar dari tubuhnya, kata
Hammad, berbau busuk dan mendapat makian, maka berkata penduduk langit, “Ruh
jahat datang dari bumi.” Lalu diperintahkan, “Bawalah dia ke penjara dan
biarkan di sana hingga hari kiamat.”.
(hr Muslim.
2248)
Jika kondisi ini yang terjadi setelah RUHANI diri kita berpisah dengan
JASMANI. Timbul pertanyaan, yang manakah kondisi diri kita, apakah yang berbau
busuk ataukah yang wangi kesturi? Pilihan hanya satu. Selamat memilih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar