Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Senin, 16 Mei 2016

SYAHADAT : PEMBUKA JALAN MENUJU KEBAHAGIAAN HAKIKI - Mukaddimah



Untuk memulai pembahasan buku ini, perkenankan kami untuk mengutarakan hal-hal sebagai berikut: untuk menciptakan sesuatu yang harus dimulai dari adanya kehendak, kemampuan dan ilmu secara bersamaan yang sangat hebat barulah ciptaan itu ada. Hal ini dikarenakan jika yang ada hanya ilmu tanpa di dukung oleh kehendak dan kemampuan artinya hanyalah konsep belaka. Dan jika yang ada hanyalah kehendak saja tanpa dibarengi dengan adanya kemampuan dan ilmu artinya hanyalah angan-angan belaka sedangkan jika yang ada hanya kemampuan belaka tanpa dibarengi dengan kehendak dan ilmu yang ada adalah mimpi di siang hari. Jika sekarang langit, bumi beserta isinya sudah ada dan sudah pula ditempati oleh manusia yang juga ada di muka bumi. 

Adanya kondisi ini menunjukkan kepada diri kita bahwa  yang mengadakan atau yang menciptakan itu semua pasti memiliki kehendak, pasti memiliki kemampuan dan pasti memiliki ilmu yang sangat hebat secara berbarengan dan hanya ALLAH SWT sajalah yang memiliki itu semua secara berbarengan. Jika sudah demikian keadaannya berarti langit bumi beserta isinya termasuk di dalamnya seluruh manusia dan diri kita saat ini bukanlah sesuatu yang datang tiba-tiba, bukan pula sesuatu yang keberadaannya begitu saja turun dari langit tanpa suatu proses yang sangat mendalam di dalam Ilmu ALLAH SWT yang sangat hebat. Lalu sebagai apakah manusia diciptakan oleh ALLAH SWT? Berdasarkan surat Al Baqarah yang kami kemukakan di bawah ini, seluruh manusia diciptakan oleh ALLAH SWT dalam rangka untuk dijadikan KHALIFAH di muka bumi.


ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."
(surat Al Baqarah (2) ayat 30)


Sekarang, apakah artinya KHALIFAH? KHALIFAH adalah pengatur atau pemelihara atau penjaga atau pengayom atau pengawas terhadap apa-apa yang telah  ALLAH SWT ciptakan di muka bumi. Adanya KHALIFAH dimuka bumi, maka KHALIFAH tersebut secara tidak langsung adalah pelaksana tugas-tugas sehari-hari ALLAH SWT atau perpanjangan tangan ALLAH SWT (Ex Officio ALLAH SWT) di muka bumi dengan demikian akan terciptalah kedamaian dan akan terciptalah ketentraman serta terperiharalah segala ciptaan ALLAH SWT yang ada di muka bumi ini oleh sebab adanya KHALIFAH.


Siapakah yang berhak menjadi KHALIFAH di muka bumi atau apakah KHALIFAH hanya berlaku untuk satu kelompok tertentu saja? Seluruh Anak dan Keturunan Nabi Adam  as, adalah KHALIFAH di muka bumi, atau siapapun juga sepanjang dia anak dan keturunan dari Nabi Adam as, adalah KHALIFAH di muka bumi. ALLAH SWT tidak memberikan batasan, siapapun orangnya pasti KHALIFAH di muka bumi. Untuk menjadi KHALIFAH di muka bumi ALLAH SWT tidak memandang latar belakang seseorang, tidak ada batasan ras, suku, agama, beriman ataupun kafir, sepanjang orang tersebut anak dan keturunan dari Nabi Adam as, maka ia adalah seorang KHALIFAH di muka bumi.


Di lain sisi, sebelum manusia diciptakan oleh ALLAH SWT.  ALLAH SWT sudah menetapkan adanya Syurga dan adanya Neraka sebagai tempat kembali manusia. Adanya Syurga dan adanya Neraka, maka kekhalifahan yang diciptakan oleh ALLAH SWT akan menjadi 2(dua) kelompok yaitu kelompok yang akan menjadi calon penghuni Syurga dan kelompok yang akan menjadi calon penghuni Neraka. Sehingga baik calon penghuni Syurga dan calon penghuni Neraka sama-sama memiliki Hak Hidup di muka bumi ini. Selanjutnya dengan adanya Syurga dan Neraka sebagai tempat kembali berarti ada pula ketentuan yang berlaku untuk yang ingin pulang ke Syurga ataupun yang ingin pulang ke Neraka kelak.


Abu Na’im dalam kitabnya “Al Hidayah” telah meriwayatkan sebagai berikut:
“ALLAH telah memberi wahyu kepada Musa, Nabi Bani Israil, bahwa barangsiapa bertemu dengan Aku, padahal ia ingkar kepada Ahmad, niscaya Aku masukkan dirinya ke dalam neraka. Musa berkata:”Siapakah Ahmad itu, Wahai Tuhan-Ku”? ALLAH berfirman: ‘Tidak pernah Aku ciptakan satu ciptaan yang lebih mulia menurut pandangan-Ku dari padanya. Telah Ku tuliskan namanya bersama nama-Ku di Arasy sebelum Aku ciptakan tujuh lapis langit dan bumi. Sesungguhnya surga terlarang bagi semua makhluk-Ku,sebelum ia dan ummatnya terlebih dahulu memasukinya”. Musa a.s. berkata: “Siapakah umatnya itu?” Firman-Nya: “Mereka yang banyak memuji ALLAH, Mereka Memuji ALLAH sambil naik, sambil turun dan pada setiap keadaan. Mereka mengikat pinggang (menutup aurat) dan berwudhu’ membersihkan anggota badan. Mereka berpuasa siang hari, bersepi diri dan ber-dzikir sepanjang malam. Aku terima amal yang dikerjakan dengan ikhlas, meskipun sedikit. Akan Ku-masukkan mereka ke dalam surga karena kesaksiannya tiada Tuhan yang sebenarnya di ibadahi selain ALLAH”. Musa berkata: “Jadikan saya Nabi Ummat itu”. ALLAH berfirman: “Nabi Ummat itu dari mereka sendiri”. Musa berkata lagi: “Masukkan saya dalam golongan Ummat Nabi itu”. ALLAH menerangkan: “Engkau lahir mendahului Nabi dan ummat itu, sedang dia lahir kemudian. Aku berjanji kepadamu untuk mengumpulkan engkau bersamanya di Daarul-Jalaal (surga)”
(HQR Abu Nu'aim dalam Al Hidayah)


Sekarang jika setiap orang adalah KHALIFAH di muka bumi sedangkan tempat kembalinya ada dua, yaitu Syurga dan Neraka. Adanya ketentuan dua buah tempat kembali bagi KHALIFAH berarti ketentuan KHALIFAH bagi seluruh keturunan anak Nabi Adam as, adalah ketentuan umum yang tidak dapat diberlakukan untuk menetapkan siapa yang berhak masuk ke Neraka dan siapa yang berhak masuk ke Syurga. Adanya kondisi ini menegaskan kepada diri kita bahwa KHALIFAH adalah sebuah ketentuan umum yang berlaku untuk siapapun juga tanpa memandang latar belakang seseorang, termasuk di dalamnya diri kita dan juga anak dan keturunan kita adalah KHALIFAH. ALLAH SWT selaku pencipta dan pemilik dari kekhalifahan di muka bumi memiliki kriteria sendiri untuk menetapkan siapa yang berhak menempati Syurga dan siapa yang berhak menempati Neraka, sehingga dengan adanya ketentuan ini akan terjadi seleksi alamiah dari kekhalifahan yang ada di muka bumi ini.


Untuk apakah ALLAH SWT merencanakan dan menjadikan adanya Kekhalifahan di muka bumi? Jawabannya adalah pasti ada sesuatu dibalik rencana kekhalifahan di muka bumi, apakah itu? Sebelum Nabi Adam as, diciptakan, seluruh  kehidupan dalam keadaan tenang dan tentram di dalam syurga, tidak ada gejolak, semua Makhluk Ciptaan ALLAH SWT yang pada waktu itu hanya ada Malaikat baik yang diciptakan dari Unsur Nur dan Unsur Api. Mereka semuanya Patuh dan Taat kepada ALLAH SWT dan mereka selalu bertasbih untuk selalu memuji dan mensucikan ALLAH SWT. Ini berarti bahwa kehidupan pada saat sebelum Nabi Adam as, diciptakan adalah Monoton.


Di lain sisi, seperti kita ketahui bersama bahwa ALLAH SWT adalah DZAT yang menamakan dirinya sendiri adalah ALLAH, dimana Dzat-Nya  ALLAH SWT sangat hebat kekuatannya, tidak ada satupun makhluk atau ciptaannya yang dapat melihat, menjangkau apalagi menandinginya. DzatNya ALLAH SWT juga mempunyai Sifat Salbiyah (wujud, qidam, baqa, qiyamuhu binafsih, wahdaniah, muqalafah lil hawadish)  serta Sifat Ma’ani (qudrat, iradat, sami’, bashir, kalam, hayat, ilmu) serta Af’al atau Perbuatan-Perbuatan yang ALLAH SWT lakukan yang termaktub dalam 99 (sembilan puluh sembilan) Nama-Nama ALLAH SWT yang Indah dimana itu semua adalah Satu Kesatuan Yang Tidak Dapat Dipisahkan antara Dzat, Sifat dan Af’al-Nya yang dimiliki oleh ALLAH SWT. Selanjutnya jika kehidupan yang ada sebelum Nabi Adam as, diciptakan bersifat Monoton, timbul pertanyaan dapat Aktifkah Sifat dan Af’al yang dimiliki oleh ALLAH SWT?


Sesuatu baru dapat dikatakan Hebat dan Mampu, jika ada yang mengatakan itu Hebat dan Mampu. Sekarang jika tidak ada  yang mengatakan bahwa Itu Hebat dan Mampu, apakah Sesuatu Itu dapat dikatakan Hebat dan Mampu? Seseorang baru akan dikatakan dia kaya, jika ada orang yang miskin.  Seseorang  baru  dapat  dikatakan patuh  dan  taat,  jika  ada  orang  yang  membandel  dan  ingkar janji. Sekarang bagaimana dengan kebesaran dan kemahaan  ALLAH SWT? Jika   seluruh makhluk ciptaan ALLAH SWT semuanya kaya, tidak ada yang miskin, bagaimanakah dengan Al-Ghani (Maha Kaya)-Nya ALLAH SWT? Jika makhluk sudah tidak membutuhkan dan memerlukan  ALLAH SWT, dimana letak Keesaan ALLAH SWT dan  dimana letak bahwa ALLAH SWT dibutuhkan oleh makhluknya? Adanya Kekhalifahan di muka bumi adalah cara dan methode ALLAH SWT untuk menunjukkan, cara ALLAH SWT untuk memperlihatkan dan mempertontonkan kemampuan dan kehebatan dari DzatNya ALLAH SWT, Sifat ALLAH SWT dan Af’al ALLAH SWT sehingga dengan demikian Aktiflah apa-apa yang dimiliki oleh ALLAH SWT.     


Sebagai KHALIFAH di muka bumi, tentu kita sangat berharap untuk memperoleh kebahagaiaan di dunia dan sukses pula di akhirat dengan menjadi penghuni syurga. Akan tetapi untuk mencapai itu semua tidaklah mudah seperti membalik telapak tangan. Hal ini dikarenakan di dalam diri setiap manusia ada 2(dua) musuh abadi manusia yang selalu mengajak manusia untuk mengerjakan Nilai-Nilai Keburukan yaitu AHWA yang berasal dari Jasmani manusia itu sendiri dan juga Syaitan yang kesemuanya hanya akan menjadikan diri kita sukses hanya di dunia saja dan/atau yang akan dapat  menghantarkan diri kita ke Neraka Jahannam.


ALLAH SWT selaku pencipta kekhalifahan di muka bumi tentu sangat berkehendak kepada para khalifahnya untuk sukses meraih kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat kelak. Untuk itu ALLAH SWT sudah memberikan kepada setiap manusia, termasuk kepada diri kita hal-hal sebagai berikut seperti Ruhani, Amanah 7, Hubbul, Hati Ruhani tempat diletakkannya akal dan perasaan dalam rangka menyeimbangkan, dalam rangka melawan, dalam rangka memenangkan diri kita atau Ruhani kita dari pengaruh Ahwa dan juga pengaruh Syaitan. Agar diri kita selamat dari gangguan Ahwa dan juga Syaitan ada baiknya kita harus dapat memahami dan memperhatikan apa yang dinamakan dengan Ahwa dan juga siapakah itu Syaitan. Ahwa adalah perbuatan atau pengaruh yang berasal dari  sifat-sifat alamiah Jasmani yang berasal dari alam kepada Ruhani yang jika sampai manusia melakukannya maka manusia tersebut dikatakan telah mengikuti atau mempertuhankan Ahwa. Sedangkan Syaitan adalah makhluk Ghaib yang sudah mendapatkan izin dan restu dari ALLAH SWT untuk menggoda dan merayu manusia untuk berbuat kejahatan atau melakukan tindakan di luar Nilai-Nilai Kebaikan melalui Ahwa sehingga Ahwa merupakan pintu masuk bagi Syaitan untuk melaksanakan aksinya kepada manusia.


Di saat diri kita menjadi KHALIFAH di muka bumi kita harus dapat mempertahankan Kefitrahan Ruh; Amanah 7; Hubbul, dan juga Hati Ruhani yang telah diberikan oleh ALLAH SWT kepada diri kita. Timbul pertanyaan, melalui cara apakah diri kita mampu mengalahkan Ahwa dan Syaitan dan juga di dalam mempertahankan Kefitrahan diri? Disinilah letak pentingnya Diinul Islam bagi Manusia sehingga dengan adanya Diinul Islam yang berasal dari ALLAH SWT maka manusia akan dapat sukses mengalahkan Ahwa dan Syaitan serta dapat mempertahankan kefitrahan diri dari waktu ke waktu yang pada akhirnya akan dapat menghantarkan diri kita memperoleh kebahagiaan hidup dunia dan akhirat kelak atau memperoleh kebahagiaan hakiki menjadi penghuni Syurga.


Timbul pertanyaan, apakah itu Diinul Islam? Berdasarkan surat Ar Ruum (30) ayat 30 yang kami kemukakan di bawah ini Diinul Islam dapat dikatakan sebagai Konsep Ilahiah yang berasal langsung dari ALLAH SWT untuk kepentingan Kekhalifahan yang ada di muka bumi, termasuk di dalamnya untuk diri kita, untuk anak dan keturunan kita, untuk dapat menghantarkan diri kita tetap selalu berada di dalam Kehendak ALLAH SWT.


Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui[1168],
(surat Ar Ruum (30) ayat 30)

[1168] Fitrah Allah: Maksudnya ciptaan Allah. manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama Yaitu agama tauhid. kalau ada manusia tidak beragama tauhid, Maka hal itu tidaklah wajar. mereka tidak beragama tauhid itu hanyalah lantara pengaruh lingkungan.


Sebagai KHALIFAH yang saat ini sedang menjalankan tugas, tentu pada saat ini kita tengah bekerja, tengah berkarya, sudah memiliki profesi, apakah itu eksekutif, apakah itu yudikatif, apakah itu legislatif, apakah itu pegawai atau berwiraswasta.Timbul pertanyaan, apakah dengan memiliki itu semua, apakah dengan memiliki jabatan, apakah dengan memiliki harta kekayaan yang banyak, ada kepastian yang bersifat Mutlak dengan memiliki itu semua dan menjadikan apa-apa yang telah kita peroleh dapat menghantarkan diri kita sukses memperoleh kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat atau dapat menghantarkan diri kita memperoleh kebahagiaan hakiki menjadi penghuni Syurga?


Adanya Syurga dan adanya Neraka, adanya Ruhani dan adanya Jasmani, adanya Nilai-Nilai Kebaikan dan adanya Nilai-Nilai Keburukan, adanya Syaitan dan adanya Malaikat, yang kesemuanya berproses di dalam diri kita berarti dengan adanya itu semua akan ada manusia yang menang dan ada manusia yang kalah atau ada manusia yang menjadi calon penghuni syurga dan juga calon penghuni neraka. Jika ini yang terjadi maka walaupun diri kita telah memiliki harta kekayaan, telah memiliki pendidikan yang tinggi, telah memiliki jabatan dan anak buah yang banyak, tidak akan ada kepastian yang bersifat Mutlak yang dengan itu semua akan dapat menjadikan diri kita sukses memperoleh kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat atau dapat menghantarkan kita untuk bertempat tinggal di Syurga.


Sekarang jika ini adalah jawaban dari pertanyaan di atas, apa yang harus kita perbuat saat diri kita hidup di muka bumi ini? Disinilah letak pentingnya Diinul Islam bagi diri kita sehingga dengan adanya Diinul Islam yang berasal dari ALLAH SWT maka akan dapat memudahkan diri kita sukses sebagai KHALIFAH di muka bumi yang sekaligus menjadi Makhluk Pilihan; sehingga mampu menjadikan Ruhani sebagai diri kita; sehingga kita mampu menjadikan ukuran kesuksesan hidup bukanlah materi yang berlandaskan Jasmani akan tetapi kebahagiaan Ruhani yang menjadi ukurannya; sehingga kita mampu mengalahkan Ahwa dan juga Syaitan; sehingga diri kita dapat merasakan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat kelak. Selanjutnya apakah hanya itu saja yang akan kita peroleh dari berpegang teguh kepada tali Diinul Islam?

  
dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; Mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang Terpuji.
dan Katakanlah: "Ya Tuhan-ku, masukkanlah aku secara masuk yang benar dan keluarkanlah (pula) aku secara keluar yang benar dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong[866].
(surat Al Israa' (17) ayat 79-80)

[866] Maksudnya: memohon kepada Allah supaya kita memasuki suatu ibadah dan selesai daripadanya dengan niat yang baik dan penuh keikhlasan serta bersih dari ria dan dari sesuatu yang merusakkan pahala. ayat ini juga mengisyaratkan kepada Nabi supaya berhijrah dari Mekah ke Madinah. dan ada juga yang menafsirkan: memohon kepada Allah s.w.t. supaya kita memasuki kubur dengan baik dan keluar daripadanya waktu hari-hari berbangkit dengan baik pula.


Berdasarkan surat Al Israa' (17) ayat 79-80 yang kami kemukakan di atas ini, diperoleh keterangan bahwa ALLAH SWT akan mengangkat atau akan mengembalikan diri kita ke tempat yang terpuji yaitu Syurga atau menempatkan diri kita ke tempat yang terpuji pula. Adanya kondisi ini maka jika kita melaksanakan Diinul Islam yang sesuai dengan Kehendak  ALLAH SWT maka kita akan pulang kampung dengan cara terhormat dan juga dihormati sesuai dengan Rencana Awal ALLAH SWT sewaktu menciptakan Manusia sebagai makhluk yang sudah ditempatkan lebih baik dari apa-apa yang ada di bumi dan/atau sudah sejak awal diciptakan sebagai makhluk terhormat di muka bumi terkecuali memang diri kita sendiri yang memilih sendiri untuk pulang ke Kampung Kesengsaraan dan Kebinasaan.


Untuk itu tolong perhatikan dan jadikan renungan yang kami kemukakan di bawah ini, yaitu jika Jin/Iblis/Syaitan pulang kampung ke Neraka Jahannam dikarenakan memang disanalah kampung halamannya. Api akan kembali ke  Api sehingga hal ini tidak akan menjadi persoalan bagi Jin/Iblis/Syaitan untuk kembali ke API, yang menjadi persoalan saat ini adalah justru kita memilih untuk pulang kampung bersama Jin/Iblis/Syaitan ke Neraka Jahannam. Sekarang seperti apakah Diinul Islam itu dan kenapa pula Diinul Islam dibutuhkan oleh manusia? Seperti telah kita ketahui bersama bahwa Diinul Islam dapat diterangkan atau dapat dibedakan menjadi 3(tiga) ketentuan pokok yang terdiri 3(tiga) ketentuan induk, yang terdiri dari:


A.     Adanya ketentuan RUKUN IMAN yang terdiri dari 6 (enam) ketentuan pokok, yaitu :

1.  Iman kepada ALLAH.
2.  Iman kepada para Rasul-Nya.
3.  Iman kepada para Malaikat-Nya.
4.  Iman kepada Kitab-Kitab-Nya.
5.  Iman kepada hari Akhirat.
6.   Iman kepada Qada; Qadar dan Taqdir.


B.    Adanya ketentuan RUKUN ISLAM yang terdiri dari 5(lima) ketentuan pokok, yaitu :

1.  Percaya bahwa Tiada TUHAN melainkan ALLAH dan bahwa NABI MUHAMMAD adalah UTUSAN ALLAH.
2.  Menegakkan Shalat fardhu.
3.  Membayar Zakat wajib.
4.  Puasa Ramadhan.
5.  Haji, jika mampu.


C.  Adanya ketentuan IKHSAN yaitu "Menyembah ALLAH seolah-olah engkau melihat-Nya. Sekalipun engkau tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu".


Berdasarkan apa-apa yang telah kami kemukakan di atas ini, Diinul Islam dapat dikatakan sebagai sebuah rangkaian ketentuan yang berasal dari ALLAH SWT atau sebuah konsep yang berasal dari ALLAH SWT untuk kepentingan kekhalifahan di muka bumi yang terdiri dari Rukun Iman, Rukun Islam dan Ikhsan dalam satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan antara yang satu dengan yang lainnya. Adanya ketentuan ini maka kita tidak bisa meletakkan, menempatkan, mengkotak-kotakkan Diinul Islam DIINUL ISLAM secara terpisah-pisah sehingga kita tidak bisa hanya melaksanakan Rukun Iman dengan mengabaikan Rukun Islam dan Ikhsan atau kita tidak bisa memisahkan Rukun Iman dengan Rukun Islam dan Ikhsan, demikian pula sebaliknya.


Setelah diri kita mengetahui dengan pasti bahwa Diinul Islam terdiri dari Rukun Iman, Rukun Islam dan Ikhsan, masih ada hal lainnya yang harus kita jadikan pengetahuan secara mantap yaitu Diinul Islam sebagai sebuah Konsep yang berasal dari ALLAH SWT, maka kita harus meyakini dan harus pula mengimani bahwa konsep yang diturunkan dan yang diciptakan olehALLAH SWT merupakan cerminan dari pemilik konsep itu sendiri. Jika Diinul Islam hanya dipandang sebagai sebuah Agama Semata, tentu hal ini tidak akan dapat mencerminkan Kebesaran dan Kemahaan dari pemilik konsep itu sendiri, dalam hal ini  ALLAH SWT.


Apalagi jika Diinul Islam hanya dimaknai hanya sebatas Syurga dan Neraka, sebatas Pahala dan Dosa, sebatas Halal dan Haram, sebatas Kafir dan Taat, sebatas Syahadat dan Puasa, sebatas Shalat dan Zakat, sebatas Haji, sebatas Rukun Iman dan Ikhsan saja, hal ini bukannya salah. Akan tetapi Diinul Islam sebagai Konsep Ilahiah bukan berarti sekedar itu semata. Diinul Islam sebagai Konsep Ilahiah lebih dari itu semua dikarenakan Diinul Islam merupakan cerminan langsung dari Fitrah ALLAH SWT (lihat kembali surat Ar Ruum (30) ayat 30) yang sangat Maha.


Adanya kondisi ini berarti kondisi dasar Diinul Islam harus dapat mencerminkan Kemahaan ALLAH SWT dan jika kita hanya mampu mengatakan Diinul Islam sebatas pahala dan dosa atau sebatas syurga atau neraka saja maka kemahaan dan kebesaran ALLAH SWT yang terdapat di dalam Diinul Islam seolah-olah hanya sebatas itu saja dan jika kita tetap  berpedoman atau tetap berpandangan bahwa Diinul Islam hanya sebatas itu saja, maka kita sendirilah yang telah menutup diri atau telah membatasi diri dengan arti dan makna dari sebuah konsep yang berasal dari ALLAH SWT sebagai sebuah Tuntunan dan Pedoman bagi keselamatan diri kita di muka bumi.


Untuk itu jangan salahkan ALLAH SWT jika kita hanya memperoleh dan mendapatkan sesuai dengan apa-apa yang telah kita persepsikan dan sangkakan kepada Diinul Islam tersebut. Untuk dapat memperoleh makna dan arti Diinul Islam yang sesuai dengan Kehendak ALLAH SWT, jangan pernah berprasangka atau mempersepsikan seperti yang kami sebutkan di atas. Akan tetapi kita wajib meletakkan, mendudukkan, serta menempatkan Diinul Islam sebagai cerminan langsung dari Kebesaran dan Kemahaan ALLAH SWT itu sendiri.


Dengan demikian kita akan dapat memperoleh dan mendapatkan apa-apa yang terkandung di dalam Diinul Islam sesuai dengan Kehendak ALLAH SWT atau sesuai dengan Kebesaran ALLAH SWT itu sendiri. Sekarang apa jadinya jika kita berbuat atau menilai atau mempersepsikan Diinul Islam hanya berdasarkan prasangka yang bersifat dangkal? Hasilnya adalah  tidak bedanya kita seperti "katak di dalam tempurung". Untuk itu jadikan Hadits Qudsi yang kami kemukakan di bawah ini sebagai patokan dan pedoman bagi diri kita untuk tidak bersikap dan tidak memandang sempit Diinul Islam hanya sebatas Ritual Belaka seperti kita menganggap Diinul Islam hanya sebatas Pahala dan Dosa, sebatas Syurga dan Neraka,  sebatas Halal dan Haram semata, sehingga tugas kita hanya pengumpul pahala, sehingga setelah tua saja kita beribadah kepada ALLAH SWT.
        

Akan tetapi kita harus keluar dari pengertian itu semua, sebab jika kita terus berprinsip seperti itu maka yang akan kita peroleh dari Diinul Islam hanya sebatas itu pula. Sedangkan telah kita ketahui bersama  bahwa  ALLAH SWT lebih dari sekadar itu semua sebab ALLAH SWT adalah segala-galanya. ALLAH SWT memang memberikan kebebasan kepada umat manusia atau kepada KHALIFAH-Nya untuk berprasangka kepada-Nya, apakah itu prasangka baik ataupun prasangka buruk, atau apakah itu prasangka sempit ataupun prasangka yang mendalam. Adanya prasangka atau penilaian yang diberikan manusia kepada Diinul Islam DIINUL ISLAM, maka dari sinilah ALLAH SWT memulai penilaian kepada manusia.
        

Abu Hurairah ra, berkata: Nabi SAW bersabda: ALLAH ta'ala berfirman: Aku selalu mengikuti sangkaan hamba-Ku pada-Ku, maka terserah padanya akan menyangka apa saja kepada-Ku.
(HQR Muslim dan Alhakiem dari Watsilah dan Ibu Abud-Dunia, Alhakiem dari Abu Hurairah ra: 272: 67)

Watsilah bin Al-asqa' ra. berkata: Nabi SAW bersabda: ALLAH ta'ala berfirman: Aku selalu menurutkan sangkaan hamba-Ku terhadap diri-Ku, jika ia baik sangka kepada-Ku maka ia dapat dari padaku apa yang ia sangka. Dan bila ia jahat (jelek) sangka kepada-Ku, maka ia dapat apa yang ia sangka dari pada-Ku.
(HQR Atthabarani dan Ibn Hibban; 272:71)


Semakin baik dan semakin tinggi manusia menilai atau berprasangka baik kepada ALLAH SWT atau semakin tinggi manusia  berprasangka terhadap Diinul Islam yang diturunkan oleh ALLAH SWT maka akan semakin tinggi dan semakin baik pula yang akan diberikan ALLAH SWT kepada manusia. Apa buktinya? Berdasarkan Hadits Qudsi yang kami kemukakan di bawah ini, terlihat dengan jelas bagaimanakah ALLAH SWT bersikap kepada hamba-Nya yang selalu ingat kepada-Nya, yaitu ALLAH SWT selalu bersikap melebihi apa yang diperbuat oleh hambanya, terutama jika hambanya melakukan penilaian ataupun berprasangka atau mempunyai perbuatan yang bersifat Positif Point kepada ALLAH SWT. Akan tetapi ALLAH SWT tidak melakukan sesuatu yang melebihi perbuatan hamba-Nya jika hamba-Nya berbuat negatif atau berbuat yang berseberangan dengan kehendak ALLAH SWT. ALLAH SWT hanya membalas sebatas penilaian atau sebatas prasangka yang dikemukakan oleh hamba-Nya tersebut.


Anas ra. berkata: Nabi SAW bersabda: ALLAH ta'ala berfirman: Wahai Anak Adam! Jika ingat kepada-Ku dalam dirimu, Akupun ingat kepadamu dalam diri-Ku dan bila engkau ingat kepada-Ku di dalam himpunan orang, akan Aku ingat kepadamu dalam himpunan yang lebih baik dari himpunanmu. Jika engkau mendekati-Ku sejengkal, Aku mendekatimu sedepa, bila engkau mendekati-Ku sedepa Aku dekati engkau sehasta. Dan bila engkau datang kepada-Ku berjalan , Aku akan datang kepadamu berlari.
(HQR Ahmad dan Abd. Bin Hamid; 272:185)


Disinilah ALLAH SWT menunjukkan kasih sayang-Nya kepada Manusia yang dijadikannya KHALIFAH di muka bumi. Untuk itu jangan pernah salahkan ALLAH SWT jika ALLAH SWT hanya bersikap apa adanya kepada diri kita atau bahkan ALLAH SWT tidak bersikap sama sekali kepada kita atau ALLAH SWT justru mengacuhkan diri kita, hal ini disebabkan ALLAH SWT berbuat sesuai dengan apa yang kita persangkakan kepada-Nya. Akan tetapi jika kita ingin memperoleh dan mendapatkan sesuatu yang melebihi dari yang kita perbuat maka bersikaplah sesuai dengan apa-apa yang dikehendaki oleh ALLAH SWT selaku pemilik, pencipta dari langit dan bumi serta  Diinul Islam.


Saat ini ALLAH SWT sudah menurunkan Diinul Islam kepada diri kita dalam rangka mensukseskan Kekhalifahan di muka bumi, terimalah, letakkan, tempatkan, serta laksanakan Diinul Islam itu sesuai dengan Kemahaan ALLAH SWT dan jangan pernah memberikan penilaian, persepsi, anggapan, seperti Katak dalam Tempurung untuk Diinul Islam sebab baik dan buruknya Penilaian ALLAH SWT kepada diri kita dimulai dari apa yang kita lakukan kepada apa-apa yang dikehendaki oleh  ALLAH SWT.


Sebelum kami membahas lebih lanjut tentang SYAHADAT sebagai bagian dari Rukun Islam, ada baiknya kami menerangkan terlebih dahulu hubungan antara Rukun Iman dengan Rukun Islam dan Ikhsan. Jika Diinul Islam kami ibaratkan dengan sebuah Bangunan maka kedudukan Rukun Iman merupakan Pondasi dari Bangunan atau Pondasi Dasar dari Diinul Islam sedangkan Rukun Islam dan Ikhsan merupakan bagian lain dari Bangunan itu sendiri yang berdiri di atas Pondasi Bangunan. Sekarang apa jadinya jika sebuah Bangunan Pondasinya labil atau Pondasinya tidak kuat, sedangkan di atas Pondasi itu berdiri bagian lain dari Bangunan? Segala yang ada di atas Pondasi, apakah itu tembok, apakah itu tiang, apakah itu plafond, apakah itu kusen, apakah itu genting, akan menjadi tidak kuat atau akan menjadi rapuh kedudukannya sehingga Bangunan tersebut menjadi tidak tahan lama dan/atau akan mudah goyah apabila terkena gempa. Hal yang sama juga terjadi pada Diinul Islam, dimana Diinul Islam tidak akan dapat berjalan sesuai dengan Kehendak ALLAH SWT jika Rukun Iman tidak dapat menjadi Pondasi yang kokoh terhadap Rukun Islam dan Ikhsan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari bangunan Diinul Islam Sebagai contoh, tanpa adanya Iman di dalam diri maka :

1.      SYAHADAT yang telah kita lakukan akan menjadi sia-sia belaka, demikian pula sebaliknya, Iman tidak akan berjalan tanpa SYAHADAT, atau

2.      SHALAT yang telah kita dirikan akan menjadi sia-sia belaka, demikian pula sebaliknya, Iman tidak akan dapat berjalan tanpa SHALAT, atau 

3.      ZAKAT yang telah kita tunaikan akan menjadi sia-sia belaka, demikian pula sebaliknya, Iman tidak akan dapat berjalan tanpa ZAKAT, atau
 
4.      PUASA yang telah kita lakukan akan menjadi sia-sia belaka, demikian pula sebaliknya, Imantidak akan berjalan tanpa PUASA,  atau 

5.      HAJI yang telah kita lakukan akan menjadi sia-sia belaka, demikian pula sebaliknya, Iman tidak akan berjalan tanpa HAJI, atau

6.      IKHSAN atau Perbuatan Baik yang telah kita perbuat menjadi sia-sia belaka tanpa Iman, tanpa Rukun Islam sebab Ikhsan  merupakan cerminan dari diri kita yang telah melaksanakan Diinul Islam dan seterusnya.  

Adanya hubungan yang tidak dapat dipisahkan antara Rukun Iman, dengan Rukun Islam dan Ikhsan, maka tidak ada jalan lain bagi diri kita yang telah dijadikan ALLAH SWT sebagai KHALIFAH di muka bumi untuk menjalankan ketiganya dalam satu kesatuan yang tidak terpisahkan secara konsisten dari waktu ke waktu. Akan tetapi jika kita berkeinginan untuk berseberangan atau berketetapan hati untuk berada di luar Kehendak ALLAH SWT,  maka kita dapat memilah-milah di dalam mengerjakan Rukun Iman,  Rukun Islam dan Ikhsan secara sesuka hati atau hanya mengerjakan yang enak-enak saja sedangkan yang susah ditinggalkan, yang pada akhirnya akan dapat menghantarkan diri kita ke Neraka Jahannam.


Berikut ini akan kami kemukakan beberapa contoh dari umat-umat terdahulu yang gagal melaksanakan Diinul Islam atau tidak sempurna melaksanakan Diinul Islam yang kemudian dihancurkan oleh  ALLAH SWT seperti umat Nabi NUH as, umat Nabi LUTH as, serta umat Nabi MUSA as yang ditenggelamkan di laut Merah. Adanya contoh-contoh dari umat terdahulu yang tidak sempurna melaksanakan Diinul Islam, kiranya dapat menjadikan diri kita berfikir ulang jika ingin melanggar atau jika tidak mau melaksanakan Rukun Iman, Rukun Islam dan Ikhsan dalam satu kesatuan yang tidak terpisahkan secara konsisten dari waktu ke waktu. Segala Resiko yang timbul dari tidak maunya diri kita menerima dan melaksanakan serta menjalankan Diinul Islam secara KAFFAH ada pada diri kita sendiri sehingga jangan pernah salahkan ALLAH SWT jika kita pulang ke Neraja hidup bertetangga dengan Jin, Iblis dan Syaitan.


Selain daripada itu, Diinul Islam sebagai sebuah rangkain  ketentuan yang terdiri dari Rukun Iman, Rukun Islam dan Ikhsan, juga memiliki beberapa karakteristik dasar yang harus kita ketahui dan pahami serta harus di jadikan pedoman bagi diri kita sewaktu melaksanakan tugas sebagai KHALIFAH di muka bumi. Timbul pertanyaan, sudahkah kita semua menyadarinya atau sudahkah kita semua mengetahuinya?

Adapun karakteristik dari Rukun Iman, Rukun Islam dan Ikhsan, dapat kami kemukakan sebagai berikut:

1.      Suatu Bangunan tidak akan dapat berdiri kokoh tanpa ada  pondasi yang kokoh pula. Demikian pula dengan Diinul Islam tidak akan dapat berdiri kokoh tanpa dilandasi dengan PondasiI yang kokoh pula (dalam hal ini adalah Rukun Iman). Selanjutnya tidak akan dapat berdiri suatu Bangunan yang kokoh atau tidak akan dapat dikatakan sebagai Bangunan yang sempurna walaupun sudah memiliki Pondasi yang kokoh jika tidak ada sesuatu yang dapat merekatkan atau adanya sesuatu yang dapat menyatukan tembok, jendela, pintu, rangka atap, genting, dan lain sebagainya ke dalam bangunan. Untuk itulah Semen sangat dibutuhkan di dalam membuat sebuah Bangunan.

Sekarang bagaimana dengan bangunan Diinul Islam? Bangunan Diinul Islam tidak akan dapat berdiri dengan kokoh jika tidak ada perekatnya atau Bangunan Diinul Islam tidak akan berdiri tegak jika tidak ada penyatunya, dalam hal ini adalah SYAHADAT. Adanya SYAHADAT yang kita laksanakan maka Rukun Iman sebagai pondasi dapat menyatu atau dapat direkatkan dengan Rukun Islam yang merupakan bagian dari bangunan sehingga lahirlah apa yang dinamakan dengan Ikhsan.

2.      Rukun Iman, Rukun Islam dan Ikhsan memiliki posisi dan kedudukan yang tidak bisa saling menghilangkan apalagi meniadakan kedudukan yang lainnya. Maksudnya Rukun Iman tidak bisa menghilangkan atau meniadakan Rukun Islam dan Ikhsan, demikian pula sebaliknya Rukun Islam tidak bisa meniadakan Rukun Iman dan Ikhsan, demikian seterusnya dengan Ikhsan yang tidak dapat menghilangkan Rukun Iman dan Rukun Islam.

3.      Rukun Iman, Rukun Islam dan Ikhsan memiliki kedudukan yang sama pentingnya sebab kesemuanya satu kesatuan dari bangunan Diinul Islam. Jika salah satu Rukun ada yang lebih tinggi kedudukannya bagaimana jadinya suatu bangunan padahal ketiganya adalah bagian integral dari bangunan Diinul Islam? Adanya kondisi ini dapat dikatakan kedudukan Rukun Iman, Rukun Islam dan Ikhsan Rukun IMAN, Rukun ISLAM dan IKHSAN tidak ada yang lebih tinggi di antara ketiganya, namun ketiganya saling melengkapi.

4.      Rukun Iman, Rukun Islam dan Ikhsan sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan hanya dapat dibedakan atau berbeda jika ditinjau dari sisi pelaksanaannya saja atau Rukun Iman, Rukun Islam dan Ikhsan hanya dapat dibedakan dari sisi pelaksanaan tata cara ibadahnya saja. Adanya perbedaan pelaksanaan antara Rukun Iman, Rukun Islam dan Ikhsan, tentu akan menimbulkan syariat yang berbeda-beda pula di dalam melaksanakan ketentuan dimaksud.

Berikut ini akan kami kemukakan mekanisme kerja pelaksanaan Rukun Iman, Rukun Islam dan Ikhsan dalam satu kesatuan yang tidak terpisahkan, yang kiranya dapat kita jadikan patokan awal di saat melaksanakaan Diinul Islam secara Kaffah, yaitu:

1.      Melalui Rukun Iman yang terdiri dari 6(enam) ketentuan pokok, ALLAH SWT berkehendak kepada manusia untuk mengenal, untuk mengetahui, untuk meyakini, serta untuk mengimani seluruh ketentuan Rukun Iman yang terdiri: Iman kepada ALLAH; Iman kepada para Rasul, Iman kepada para Kitab, Iman kepada Malaikat; Iman kepada Hari Kiamat; Iman kepada Qadha, Qadar dan Taqdir.

Hasil akhir dari pelaksanaan dari Rukun Iman harus dapat menghantarkan diri kita mampu menempatkan dan meletakkan ketentuan Rukun Iman dalam satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Hal yang paling mendasar dari pelaksanaan Rukun Iman adalah Iman kepada ALLAH SWT. Hal ini dikarenakan kedudukan ALLAH SWT sangat sentral dan sangat sakral, dan juga dikarenakan tanpa Iman kepada ALLAH SWT maka Iman yang lainnya menjadi batal.

2.      Melalui Rukun Islam yang terdiri dari 5(lima) ketentuan pokok, ALLAH SWT berkehendak kepada manusia untuk berinteraksi, untuk merasakan secara langsung dengan apa-apa yang telah di-Imaninya, apakah itu Iman kepada ALLAH SWT, apakah itu iman kepada Rasul, apakah itu iman kepada Kitab, apakah itu iman kepada Malaikat, apakah itu Iman kepada Hari Akhirat, apakah itu iman kepada Qadha, Qadar dan Taqdir melalui SYAHADAT yang kita laksanakan, melalui SHALAT yang kita dirikan, melalui PUASA, melalui ZAKAT yang kita tunaikan dan melalui HAJI yang kita laksanakan, dengan catatan sebagai berikut: 

a.       melalui pelaksanaan SYAHADAT manusia diperintahkan oleh ALLAH SWT untuk mempersaksikan ALLAH SWT baik melalui Kemahaan dan Kebesaran yang dimilikinya juga melalui ciptaan-Nya, melalui diri manusia, melalui alam, melalui binatang dan sebagainya. Sehingga diri kita akan dapat mempersaksikan bahwa tidak ada Tuhan selain ALLAH SWT yang mampu memperlihatkan, yang mampu menunjukkan kebesaran yang dimiliki-Nya dengan sejelas-jelasnya, dengan segamblang-gamblangnya.

Agar manusia tidak salah langkah atau agar manusia tidak salah di dalam melaksanakan Diinul Islam maka ALLAH SWT perlu mengutus manusia pilihan-Nya yaitu Nabi Muhammad SAW adalah utusan ALLAH SWT untuk dijadikan suri teladan bagi manusia sewaktu menjalankan tugas sebagai KHALIFAH di muka bumi.

Ada hal yang harus kita perhatikan yaitu kita tidak akan dapat merasakan atau memperoleh apa-apa yang terdapat di balik maksud dan tujuan perintah SHALAT, PUASA, ZAKAT dan HAJI jika kita tidak pernah melaksanakan SYAHADAT. SYAHADAT di dalam Rukun Islam memegang peranan sangat penting dikarenakan SYAHADAT merupakan pintu gerbang atau syarat utama untuk menjadikan Agama Islam sebagai Agama yang Haq atau prasyarat untuk merasakan nikmatnya bertuhankan kepada ALLAH SWT atau kunci pembuka bagi kesuksesan hidup dan kehidupan yang kita jalani saat ini.    

b.      melalui SHALAT, manusia diperintahkan oleh ALLAH SWT untuk merasakan sendiri-sendiri secara langsung rasa atau kenikmatan dari bertuhankan kepada ALLAH SWT atau merasakan hasil dari komunikasi antara diri kita dengan ALLAH SWT melalui SHALAT yang kita dirikan. Hal ini dimungkinkan sebab melalui SHALAT yang Khusyu' manusia akan dapat berdialog atau akan dapat berbisik langsung dengan ALLAH SWT, manusia dapat meminta pertolongan, dapat meminta petunjuk, dapat meminta ampunan, dapat mensucikan diri, supaya hidup subur dan makmur, dan lain sebagainya serta melalui SHALAT pula ALLAH SWT hendak menyempurnakan nikmat-nikmat yang ALLAH SWT telah berikan.

Sekarang apa-apa yang terdapat di balik perintah SHALAT tidak akan dapat kita peroleh sebelum diri kita melaksanakan SYAHADAT apalagi jika kita sendiri tidak mau mendirikan SHALAT yang sesuai dengan kehendak pemberi perintah mendirikan SHALAT.

c.       melalui PUASA, manusia diperintahkan oleh ALLAH SWT untuk mengembalikan Kefitrahan diri yang telah tercemar akibat pengaruh Ahwa dan Syaitan selama kurun waktu 11 (sebelas) bulan. Hal dimungkinkan karena yang berpuasa adalah Jasmani sedangkan Ruhani pada bulan puasa justru tidak dipuasakan.

Selanjutnya dengan dipuasakannya Jasmani selama kurun waktu tertentu maka kesehatan Jasmani dapat terjaga karena di-istirahatkan serta dengan dikuranginya makan kepada Jasmani diharapkan pengaruh Ahwa dan juga Syaitan kepada Ruhani dapat berkurang. Dilain sisi, Ruhani selama Puasa diberi kesempatan oleh ALLAH SWT untuk diberi makan seluas-luasnya tanpa batasan melalui ibadah Sunnat yang ditingkatkan oleh ALLAH SWT menjadi Wajib, sedangkan ibadah Wajib dilipat gandakan pahalanya. 

d.      melalui ZAKAT, manusia diperintahkan oleh ALLAH SWT untuk membersihkan segala hasil usaha yang telah kita kerjakan selama kurun waktu setahun dengan mengeluarkan HAK        ALLAH SWT atas segala hasil usaha yang kita lakukan di muka bumi yang tidak pernah kita miliki.

Hal yang harus kita ingat adalah diri kita tidak memiliki apapun juga saat di muka bumi ini, karena ALLAH SWT lah yang memberikan modal berupa Jasmani, berupa Ruhani, berupa Amanah 7, berupa Hubbul, berupa Hati RuhaniI tempat diletakkanya Iradat, Akal dan Perasaaan, termasuk air, udara, tumbuhan. Adanya ZAKAT yang ditunaikan maka akan terciptalah keseimbangan antara orang yang berpunya (Muzakki) dengan orang yang tidak berpunya (Mustahik) di muka bumi.

e.       melalui ibadah HAJI, manusia di undang oleh ALLAH SWT untuk datang ke Rumah ALLAH SWT (BAITULLAH) sebagai Tamu sedangkan ALLAH SWT sebagai Tuan Rumah atau menghadiri Open House yang di adakan oleh ALLAH SWT di Padang Arafah, minimal sekali seumur hidup. Hal yang harus di ingat sewaktu melaksanakan ibadah Haji adalah jadilah Tamu yang dapat menyenangkan Tuan Rumah atau tamu yang paling dikehendaki oleh Tuan Rumah dengan selalu mematuhi segala Protokoler yang ditetapkan oleh Tuan Rumah berupa Rukun Haji, Wajib Haji ataupun Sunnah Haji.

3.   Ikhsan dapat dikatakan Buah atau Hasil dari pelaksanaan Rukun Iman dan Rukun Islam yang telah kita laksanakan yang akan tercermin dari seberapa tinggi Perbuatan Baik yang telah kita lakukan selama menjalankan tugas sebagai KHALIFAH di muka bumi. Semakin baik dan tinggi kualitas Rukun Iman dan Rukun Islam yang kita laksanakan maka semakin tinggi pula tingkat kualitas Ikhsan yang telah kita laksanakan atau yang tercermin di dalam diri kita, demikian pula sebaliknya.

Inilah sekilas keterkaitan antara Rukun Iman, dengan Rukun Islam dan juga Ikhsan yang akan kami gunakan sebagai acuan ataupun asumsi di dalam membahas tentang SYAHADAT, membahas tentang SHALAT, membahas tentang PUASA, membahas tentang ZAKAT, membahas tentang HAJI dan juga membahas tentang IKHSAN dalam buku-buku kami selanjutnya.


Untuk itu kami berharap buku ini dapat menjadi Nuansa Baru bagi pemurnian, pemantapan serta peningkatan Aqidah Islam bagi pembaca, keluarga, anak dan keturunan dari diri kita yang tidak lain adalah bagian dari proses Regenerasi Kekhalifahan yang ada di muka bumi ini, sehingga mampu menghantarkan diri kita semua ke Syurga serta dapat menjadi Modal Awal bagi pembentukan Masyarakat dan Negeri yang Madani di Indonesia, tanah air yang kita cintai ini. Amien Ya Rabbal Alamien.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar